Potensi Pengolahan Sampah Di Desa Babakan Ciwaringin ... Pengolahan Sampah di...Gambar 1. Peta Desa...

25
Potensi Pengolahan Sampah Di Desa Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon Kementerian Perindustrian RI – UNDP 2018

Transcript of Potensi Pengolahan Sampah Di Desa Babakan Ciwaringin ... Pengolahan Sampah di...Gambar 1. Peta Desa...

Potensi Pengolahan Sampah Di Desa Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon

Kementerian Perindustrian RI – UNDP

2018

i

DAFTAR ISI

BAGIAN I PENGANTAR .............................................................................................................. 1

BAGIAN IIGAMBARAN UMUM WILAYAH DAN MASYARAKAT DESA BABAKAN ........................ 2

II.1 Kondisi Kehidupan Penduduk Lokal ............................................................................................. 3

II.2 Kondisi Kehidupan Warga Pesantren ........................................................................................... 6

BAGIAN III TANTANGAN PENGELOLAAN SAMPAH DI BABAKAN DAN SEKITARNYA ............... 10

BAGIAN IV POTENSI RANTAI NILAI PENGELOLAAN SAMPAH PLASTIK .................................... 15

IV.1 Estimasi Nilai Ekonomi Pengelolaan Sampah Melalui Bank Sampah dan Mini Depo ............... 16

IV.2 Biaya Operasional Mini Depo .................................................................................................... 17

IV.3 Harga Jual Output Mini Depo .................................................................................................... 18

IV.4 Modal Usaha Mini Depo ............................................................................................................ 19

BAGIAN V Persepsi masyarakat tentang Bank Sampah dan Mini Depo .................................. 20

BAGIAN VI REKOMENDASI ...................................................................................................... 22 Penulis : Yasmine, Catharina Indirastuti, Nurul Ekawati, Fira, Saut Marpaung, Iwan

1

BAGIAN I

PENGANTAR

Kementerian Perindustrian RI bekerja sama dengan United Nations Development Program (UNDP) saat ini tengah melakukan upaya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban negara yang relevan dengan telah diratifikasinya Konvensi Stockholm, terutama terkait pengurangan pelepasan bahan kimia berbahaya seperti Polybromodiphenyl Ethers (PBDEs) dan UPOPs yang berasal dari industri manufaktur plastik, sektor industri daur ulang plastik dan sektor pengolahan limbah. Laporan ini merupakan hasil pemetaan awal untuk menelusuri berbagai persoalan dalam pengelolaan sampah dan mengidentifikasi potensi dan risiko yang dapat dihadapi dalam upaya mengembangkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat/lingkungan pesantren di desa Babakan, kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon,provinsi Jawa Barat. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka implementasi salah satu program kerja Kementerian Perindustrian RI bekerjasama dengan United Nations Development Program (UNDP). Desa Babakan Ciwaringin merupakan salah satu lokasi yang terpilihdiJawa Barat untuk menjadi basis penguatan pengelolaan sampah berbasis masyarakat, dan sebuah mini depo diperuntukkan menjadi pusat pengolahan sampah terpadu yang dibangun di wilayah ini. Pemetaan awal yang dilakukan pada bulan September 2018 bertujuan untuk :

a. Memahami berbagai persoalan seputar sampah (plastik) dalam konteks lingkungan masyarakat dan pendidikan pesantren

b. Dimensi aspek penghidupan masyarakat di desa Babakan Ciwaringin, Cirebon, khususnya mereka yang akan hidup di sekitar mini depo

c. mengidentifikasi potensi rantai pengelolaan sampah yang dimulai dengan model bank sampah hingga pengelolaan melalui mini depo.

2

BAGIAN II

GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN MASYARAKAT DESA BABAKAN Desa Babakan 1 terletak di kecamatan Ciwaringin, kabupaten Cirebon, provinsi Jawa Barat.Desa seluas sekitar 750 Ha dengan medan datar, dengan luas wilayah pemukiman penduduk sebesar 583 Ha ini, terletak di perbatasan Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Majalengka, berjarak sekitar 30km dari pusat kabupaten Cirebon. Wilayah desa Babakan Ciwaringin terbagi atas enam Rukun Warga (RW) dan empat belas Rukun Tetangga (RT). Ke 6 RW tersebar dalam wilayah memanjang dari utara ke selatan dengan pemanfaatan wilayah, selain sebagai pemukiman, sebagai sawah dengan irigasi, pekarangan dan tegalan. Untuk sarana pendidikan, terdapat 69 sekolah formal yang berdiri di Babakan. Berdasarkan observasi lapangan, hampir semua wilayah terhubung dengan jalan-jalan yang terawat baik. Desa Babakan Ciwaringin memiliki wilayah pemukiman yang cukup padat, sebagian wilayah dicapai melalui gang-gang yang hanya dapat dilewati kendaraan roda dua. Di wilayahRW 02 dimana sebagian besar pondok pesantren berdiri dengan rumah penduduk yang berdampingan dengan bangunan pesantren.

Gambar 1. Peta Desa Babakan Ciwaringin

Desa Babakan Ciwaringin memiliki penduduk terdata di kantor desa sebanyak 4.678 jiwa2.Namun desa ini merupakan desa dengan komposisi masyarakat yang unik, karena selain penduduk yang terdata di kantor desa, terdapat sekitar 8.000-9.000 orang pendatang yang datang ke desa Babakan Ciwaringin untuk hidup di 45 pesantren yang ada di wilayah desa Babakan Ciwaringin.

Dengan demikian, secara total terdapat hampir 14.000 jiwa yang hidup di desa Babakan Ciwaringin, baik sebagai warga desa biasa di wilayah pemukiman yang ada, maupun sebagai santri di pondokan pesantren.Desa ini sangat kental dengan budaya pesantren karena hampir setiap rumah penduduk dijadikan pemondokan bagi santri/santriwati yang belajar di Desa

1 Untuk selanjutnya desa Babakan disebut desa Babakan Ciwaringin untuk membedakan dari desa dengan nama serupa. 2 Berdasarkan data 2016 dalam Laporan Pertanggungjawaban Kelompok Kuliah Kerja Nyata (K2N) Universitas Indonesia ya tahun 2017 di desa Babakan, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

3

Babakan. Sementara Tabel 2 menjelaskan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan Desa Babakan

Tabel 2. Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Desa Babakan3 Perempuan Laki-laki Total

Penduduk Pesantren tahun 2017/2018 3379 3141 6520 Penduduk Non-Pesantren tahun 2016 2355 2323 4678

Data untuk masyarakat desa Babakan Ciwaringin yang tercatat di Kantor Desa menunjukkan bahwa kelompok usia tua di atas 55-69 tahun memiliki jumlah yang cukup signifikan dengan presentase sekitar 30 persen, sedangkan usia produktif dari 24-54 tahun sekitar 40 persen, sedangkan usia sekolah dari 5-19 tahun sekitar 16,5 persen dan usia BALITA sekitar 13 persen. Sayangnya, tidak terdapat data yang cukup akurat mengenai jumlah santri berdasarkan usia, namun berdasarkan wawancara kualitatif diperoleh perkiraan bahwa usia santri sebagian besar tersebar antara 10 tahun – 18 tahun.

II.1 Kondisi Kehidupan Penduduk Lokal Pekerjaan warga desa setempat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya dimana didominasi dengan lingkungan pendidikan pesantren. Selain warga lokal, desa ini juga ditinggali oleh ribuan santri dan santriwati. sekitar wilayah perumahannya. Di RW 2, dimana banyak berdiri pesantren, penduduk yang tinggal di sekitarnya pada umumnya membuka usaha sebagai pedagang yang menyediakan kebutuhan sehari-hari para santri/wati. Di sekitar desa dapat dijumpai pedagang makanan, tempat foto kopi, penjual alat tulis, maupun penjual pakaian muslim. Penjaja dagangan mendominasi wilayah RW 2 terutama pada jam-jam istirahat dan pulang sekolah. Di wilayah ini jumlah penduduk lebih sedikit daripada jumlah pendatang.

Gambar 2 Pasangan Petani Lokal Desa Babakan

Di wilayah utara, wilayah RW 5 dan 6, yang dikelilingi areal persawahan, sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani atau buruh tani. Wilayah ini cenderung memiliki penduduk yang lebih jarang karena sebagian besar wilayah didominasi persawahan dan pekarangan. Sedangkan di wilayah barat, termasuk wilayah RW 1, banyak penduduk yang bekerja sebagai buruh pabrik-pabrik yang ada di sekitar desa, seperti pabrik rotan, terakota (pabrik genteng dan bata), juga

3 Data diperoleh dari dua sumber berbeda, data jumlah santri laki-laki dan perempuan merupakan data dari Persatuan Seluruh Pesantren Babakan dari data tahun ajaran 2017/2018, sedangkan data penduduk desa diperoleh dari Laporan Kegiatan KKN Universitas Indonesia tahun 2017 dengan data penduduk tahun 2016.

4

pabrik garmen yang saat ini banyak bermunculan di wilayah-wilayah yang berbatasan dengan desa Babakan Ciwaringin. Di wilayah RW 1, penduduk rata-rata bekerja pada sektor perdagangan besi. Di wilayah ini banyak toko besi yang berdiri dan memenuhi permintaan besi dari wilayah di luar desa. Satu dua toko besi juga terlihat menyimpan besi rongsokan jenis tertentu untuk diolah kembali dan dijual. Sedangkan RW 3 jumlah penduduk lokal cukup banyak dibandingkan penduduk pendatang. Juga banyak perempuan dari RW ini yang bekerja merantau sebagai buruh migran. Selain RW3, buruh migran perempuan juga banyak yang berasal dari RW 5 dan RW 6. Hampir semua warga di tiga wilayah ini memiliki anggota keluarga perempuan yang menjadi buruh migran. Awalnya banyak penduduk perempuan yang menjadi buruh migran di Arab Saudi, namun ketika dilakukan moratorium, mereka pindah ke Hong Kong, Taiwan atau Malaysia. Hal ini mulai terjadi sejak tahun 20154. Berdasarkan perkiraan aparat desa, terdapat lebih dari 100 pekerja perempuan desa yang bekerja sebagai buruh migran. Jumlah ini menurun dari sebelum dilakukan moratorium untuk buruh migran ke Arab Saudi. Pada saat itu, lebih dari 50% penduduk perempuan pergi sebagai buruh migran. Saat ini, umumnya perempuan yang berusia antara lulus SMA hingga 35 tahun, yang belum menikah, yang berani pergi bekerja sebagai buruh migran, terutama karena tidak banyak yang berani bepergian ke Hong Kong dan Taiwan karena persoalan makan yang tidak halal. Menurunnya angka buruh migran juga karena telah lebih banyak lapangan kerja yang tersedia di lingkungan sekitar desa, seperti pabrik garmen atau pabrik terakota. Buruh migran perempuan yang sebelumnya bekerja di Arab Saudi juga banyak bekerja di pabrik batubara. Mereka bekerja di bagian packing atau mengayak/memilah batubara. Pekerja di pabrik batubara adalah perempuan. Banyak penduduk dari blok 5 yang bekerja sebagai buruh pabrik batubara. Rata-rata rumah tangga memiliki penghasilan baik dari suami maupun istri. Kegiatan-kegiatan desa, seperti PKK, hanya dilakukan oleh beberapa perempuan dan istri aparat desa.

Tabel 1 Komposisi Penduduk Babakan Ciwaringin –Jawa Barat

Deskripsi Jumlah

RW 6 Jumlah RT 14 RW 01 2 RT ( 157 KK )

RW 02 2 RT (208 KK)

RW 03 3 RT ( 348 KK )

RW 04 2 RT (150 KK)

RW 05 3 RT (278 KK)

RW 06 2 RT ( 182 KK)

Jumlah Total KK 1323 KK

4Aparat desa yang diwawancarai juga pernah menjadi buruh migran di Arab Saudi selama 6 tahun.

5

Menurut perangkat desa, pondok-pondok pesantren cenderung lebih tertutup dalam mengelola pesantren mereka, termasuk mengenai berbagai informasi terkait dengan santri. Jarang sekali warga pesantren datang ke kantor desa untuk melaporkan jumlah pendatang. Umumnya untuk ini petugas desa harus mendatangi pesantren satu persatu untuk memperoleh data mereka. Oleh karena itu data di desa hanya menyangkut penduduk lokal. Dalam hal pendidikan, penduduk lokal umumnya bersekolah di madrasah diniyah di pesantren pada sore hari, sehingga mereka tetap dapat mengambil ilmu agama dari pesantren. Tidak banyak penduduk desa yang benar-benar mondok di pesantren seperti para pendatang. Terdapat beberapa kelompok bentukan pemerintah seperti PKK dan Karang Taruna, juga lembaga pemerintah seperti LPMD dan Posyandu. Namun demikian, menurut laporan K2N Universitas Indonesia, Karang Taruna tidak lagi aktif berkegiatan, kecuali di RW 5 dan RW 3. Tidak ada puskesmas atau pustu di desa ini, sehingga persoalan kesehatan dipegang oleh bidan desa. Di beberapa pesantren besar terdapat pusat kesehatan pesantren yang khusus menangani masalah-masalah kesehatan para santri saja. Laporan ini juga menyebutkan bahwa “aparat desa cenderung lamban dalam melakukan tugas-tugas mereka dan tidak banyak berinteraksi dengan masyarakat desa”. Kegiatan kerjasama antara desa dan pesantren hanya dilakukan pada hari-hari besar saja, seperti 17 Agustusan atau perayaan hari besar agama Islam.

Tabel 1 Komposisi Penduduk Babakan

Ciwaringin –Jawa Barat Deskripsi Jumlah

RW 6 Jumlah RT 14 RW 01 2 RT ( 157 KK )

RW 02 2 RT (208 KK)

RW 03 3 RT ( 348 KK )

RW 04 2 RT (150 KK)

RW 05 3 RT (278 KK)

RW 06 2 RT ( 182 KK)

Jumlah Total KK 1323 KK

Jumlah Pesantren 45

Jumlah santri + 8.000

Jumlah TPS Tidak ada

Jumlah Sekolah formal 69 Mata pencaharian Petani, Guru, TKI, buruh pabrik, pedagang

6

II.2 Kondisi Kehidupan Warga Pesantren Tradisi pesantren telah dimulai di desa Babakan Ciwaringin sejak tahun 17155, sekitar 3 abad yang lalu dengan didirikannya pesantren Raudlatut Tholibin oleh Kyai Hj Hasanuddin bin Abdul Latief, atau yang di kemudian hari sering disebut Syekh Jatira6. Nama Syekh Jatira menjadi terkenal karena sempat melakukan perlawanan pada penjajah Belanda seperti yang tertulis dalam Sejarah Babakan pada masa ketika Jalan Anyer Panarukan dibangun oleh Daendels. Perlawanan Syekh Jatira diawali karena ia tidak ingin Jalan Anyer Panarukan dibangun melewati padepokannya. Oleh Syekh Jatira jalan ini dibelokkan agar tidak melalui pesantren. Awalnya Belanda tidak mengetahui apa yang ia lakukan, tapi akhirnya berita inipun bocor ke pihak Belanda. Dari sini diawali Perang Cirebon – atau lebih terkenal dengan sebutan Perang Kedondong. Meskipun pada akhirnya kalah dan padepokannya dibakar Belanda, padepokan ini akhirnya didirikan kembali oleh penerusnya dan masih berdiri sampai sekarang. Dari penerus Syekh Jatira inilah tradisi pesantren dikembangkan, dan keturunan mereka kemudian masing mulai mendirikan pesantren sendiri-sendiri di wilayah desa Babakan Ciwaringin, yang hingga tahun 2018 mencapai 45 pesantren dengan hampir 9.000 santri perempuan dan laki-laki. Pesantren sesungguhnya identik dengan tempat tinggal dengan kamar-kamar (pondokan) dimana para murid mondok untuk tinggal hidup bersama di bawah asuhan pemimpin pesantren dan mengikuti berbagai kegiatan keagamaanyang berlangsungdari subuh hingga malam hari menjelang waktu tidur. Selain mondok di pesantren dan belajar agama (seperti mempelajari kitab kuning), para santri juga mendapatkan berbagai pendidikan. Untuk pendidikan pesantren, terdapat dua jenis sekolah yang diakui: (1) pendidikan yang bersifat salafiyah7; dan (2) pendidikan umum yang bersifat formal. Umumnya para santri belajar di sekolah formal pada pagi hingga siang hari dilanjutkan belajar di sekolah salafiyah (atau diistilahkan madrasah diniyah) pada sore harinya. Pada pesantren-pesantren besar umumnya juga didirikan sekolah dalam satu payung yayasan dan di dalam satu kompleks pesantren; seperti Madrasah Tsanawiyah dan Aliyyah yang dimilikipesantren besar seperti Pesantren Assalafie, Pesantren Kebon Jambu dan Pesantren Muallimin dan Muallimat. Sedangkan pesantren yang jumlah santrinya di bawah 100 biasanya tidak memiliki fasilitas sekolah umum dan akan mengirim santrinya untuk bersekolah di sekolah formal di luar pesantren, seperti di SMPN, MAN, SMK atau SMAN. Desa Babakan Ciwaringin juga memilikibeberapa perguruan tinggi agama, seperti STAIMA (Sekolah Tinggi Agama Islam

5 Terdapat beberapa versi tahun berdirinya pesantren Raudlatut Tholibin, data ini harus diperbaiki. 6Dalam sejarah pendirian Pesantren Radlatut Tholibin, disebutkan bahwa Syekh/Ki Jatira memperoleh julukan ini karena padepokan pertama yang didirikan dibangun di antara dua akar pohon jati (Jati Ro). Ketika itu desa Babakan Ciwaringin masih dipenuhi oleh pohon Jati. Meskipun padepokan awal ini akhirnya dihancurkan Belanda dalam perang Kedondong, nama Ki Jatira tetap terbawa sampai saat ini sebagai pendiri padepokan pertama di desa Babakan Ciwaringin. 7 Pesantren Salafiyah adalah pesantren yang mengkaji kitab-kitab kuning. Identik dengan pesantren tradisional (jika diperbandingkan dengan pesantren modern – Pesantren Khalafiyah, Ashriyah atau Al-Haditsiyyah) dalam hal metode pengajaran dan infrastruktur. Di Pesantren Salafiyah, hubungan antara Kyai dan Santri cukup dekat secara emosional dan Kyai langsung terjun menangani santrinya. Jenis pesantren ketiga adalah kombinasi Pesantren Salafiyah dan Pesantren Modern.

7

Ma’had Aly), STID (Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah), dansebuahperguruan tinggi khusus Mahad Aly. Meskipun mempelajari ilmu keagamaan, saat ini status Perguruan Tinggi Ma’had Aly sudah disamakan oleh pemerintah RI. Adapun jumlah santri dalam sebuah pesantren dapat mencapai 1.500-1.600 orang. Pesantren kecil minimal menampung 20 santri. Berikut adalah daftar pesantren di desa Babakan dengan dengan jumlah santri/wati , sbb:

• Pesantren Assalafie: 1500-1600 santri • Pesantren Kebon Jambu [Al-Islamy]: 1.600 santri • Pesantren Muallimin dan Muallimat: hampir 1000 santri • Pesantren Raudlatut Tholibin: hampir 500 santri

Hampir setengah dari total jumlah 9000 santri di Babakan (sekitar 4500 santri-nya) berasal dari keempat pesantren tersebut di atas.

Gambar 2. Santriwati di Kelas Mengaji Bapak KH Saefullah Amin (atau sering dipanggil Pak Hj Asep), yang menjadi narasumber utama dalam kunjungan ini, merupakan sekretaris dari Persatuan Seluruh Pesantren Babakan (PSPB). Paguyuban ini mengakomodir koordinasi antara seluruh pesantren yang ada di Desa Babakan Ciwaringin. Pak Hj Asep sendiri adalah pemimpin Pesantren Nur-Huda – yang merupakan pengembangan dari Pesantren Muallimin-Muallimat yang didirikan orang tuanya.

Pendiri pesantren baru umumnya adalah anak laki-laki atau santri laki-laki senior yang kemudian dijodohkan untuk menjadi menantu Kyai pemilik pesantren yang memiliki anak perempuan. Anak laki-laki dan menantu laki-laki diperlakukan secara sama – karena dinilai bukan hanya dari keturunan tapi dari keilmuannya. Dengan demikian, hampir semua pesantren dipimpin oleh seorang laki-laki, apakah itu anak dari Kyai yang memimpin sebelumnya atau menantu laki-lakinya. Perkecualiannya ada pada Pesantren Muallimat – yang dipimpin seorang Nyai – namun hanya khusus pesantren untuk perempuan saja dan Pesantren Kebon Jambu yang dipimpin oleh Hj.Masriyah Amva yang memimpin baik santri laki-laki maupun santri perempuan. Pondok Pesantren tersebar di 6 RW yang ada di desa Babakan Ciwaringin, namun sebagian besar pesantren, termasuk pesantren-pesantren besar berada di RW 2 – termasuk Pesantren Kebon Jambu, Pesantren Assalafie, dan Pesantren Muallimin dan Muallimat. Santri yang

8

belajarmemiliki rentang usia dari usia sekolah dasar hingga yang tertua adalah yang mengabdi sampai menyelesaikan masa kuliah. Adapula santri senior yang tetap tinggal di pesantren hingga mereka menikah dan memiliki anak, dan berperan sebagai pengajar dan pembimbing santri muda. Namun demikian sebagian besar santri yang hidup di desa Babakan Ciwaringin adalah setingkat SMP dan SMA. Di desa Babakan Ciwaringin tidak ada panti asuhan, tapi tetap menerima anak-anak yang tidak mampu yang dijadikan “khodim”8 atau pembantu kiai yang diberi tugas menyapu, cuci piring, masak, tapi hal-hal lainnya diperlakukan sama – seperti fasilitas yang diterima, pengajarannya dsbnya diperlakukan sama, namun karena ia tidak mampu maka ia dijadikan khodim untuk membantu kiai atau nyai. Ada juga “rukso” mampu tapi tidak membayar full, jadi hanya membayar sebagian. Biaya pemondokan rata-rata adalah sebesar 200.000-350.000 rupiah per bulan, yang dibedakan oleh fasilitas yang diberikan pondok pesantren. Jumlah ini sudah termasuk dengan biaya untuk tinggal dan makan 3 kali sebulan. Biaya yang besar justru harus dikeluarkan untuk biaya bersekolah di sekolah formal, khususnya di sekolah-sekolah di luar pesantren yang dapat mencapai uang masuk Rp.6.000.000,- dan pendaftaran ulang hingga RP.2.500.000,-, di luar uang sekolah per bulannya. Pesantren-pesantren besar seperti Assalafie, yangsudah memiliki fasilitas sekolah cenderung meminta biaya lebih tinggal untuk fasilitas ini. Tinggi rendahnya harga pemondokan ditentukan oleh jumlah santri: semakin banyak murid maka semakin murah biaya hidup di pesantren karena beban yang dibayar menjadi semakin ringan dibagi banyak orang. Terdapat sistem subsidi silang bagi para santri yang tidak mampu.

Gambar 2. Lingkungan pesantren Putra Para santri umumnya datang dari wilayah sekitar Cirebon seperti Indramayu, Kuningan dan Majalengka (atau dikenal dengan wilayah 3) – sekitar 50% santri berasal dari wilayah ini. Selain dari wilayah 3, banyak juga santri yang datang dari wilayah Jabodetabek sertawilayah-wilayah lainnya karena kehidupan pesantren sudah mulai lebih dikenal melalui media sosial. Proses pengenalan ponpes umumnya masih lebih banyak dari mulut ke mulut, berdasarkan pengalaman turun temurun, misalnya ayah, ibu atau saudara dekatnya pernah “nyantri” di desa Babakan.

8“Khodim” – berasal dari Bahasa Arab yang berarti “orang yang melayani”. Yakni gelar bagi santri yang mengabdikan diri untuk melayani kebutuhan Kiainya. Adapun aktivitas pelayanan disebut “khidmah”. Tujuan khodim adalah kerelaan hati sang Kiai dan berkah mengabdikan diri sehingga ilmu si santri akan bermanfaat kelak di kemudian hari.

9

Lembaga pendidikan formal dan pesantren saling bekerja sama dalam mendidik anak-anak muridnya. Misalnya untuk dapat masuk ke MAN atau SMK akan lebih diutamakan anak-anak yang telah mapan hidup di pesantren. Hal ini dilakukan karena lebih memudahkan anak-anak karena jarak sekolah yang dekat dengan pondok pesantren mereka. Meskipun demikian kualitas anak tetap penting untuk dapat diterima di SMK, MAN, MTs. Kegiatan santri/wati sangat padat, dari bangun pagi para santri melakukan subuh berjamaah, dilanjutkan dengan pengajian Qur’an atau pengkajian Kitab. Jam 6 pagi dimulai denganbersekolah umum sampai pukul 13.00.Pukul 14.00 dilanjutkkan dengan sekolah Diniyah di dalam pesantrennya masing-masing. Guru-guru santri umumnya mengambil alumni pesantren besar. Para santri baru dapat beristirahat setelah waktu sholat ashar, ini pun tidak termasuk santri yang hari mengikuti kegiatan ekstra kurikuler.Waktu istirahat berikutnya adalah setelah sholat maghrib sampai waktu sholat isa. Pengajian berikutnya dilakukan setelah sholat isa sampai pukul 21.30 dilanjutkan dengan belajar dan mengerjakan tugas-tugas pada pukul 21.30-22.30, baru mereka melakukan istirahat malam. Tugas-tugas pesantren diatur melalui piket dan Ro’an. Piket dibagi kelompok 4 orang santri, yang memiliki tugas yang digilir, misalnya, membersihkan MCK, membersihkan halaman, memasak, dan tugas-tugas lainnya. Ro’an adalah waktu kerja bakti dimana seluruh santri akan turun tangan, seperti Jum’at Bersih – kegiatan kerja bakti dilakukan mingguan. Untuk pesantren besar seperti Kebon Jambu atau Assalafie, para santri juga memiliki kegiatan lain, seperti bermusik, pramuka, olah raga, sedangkan pesantren kecil biasanya menggunakan lahan-lahan kosong untuk kegiatan mereka, seperti untuk bermain bola910. Terdapat aturan ketat untuk santri perempuan yang rata-rata tidak boleh meninggalkan pesantren di luar jam sekolah. Santri perempuan yang mengikuti kegiatan ektsra kurikuler dihasruskan meminta surat ijin kehadiran seetiap kali mereka akan keluar untuk mengikuti kegiatan. Hal yang sama tidak dituntut untuk santri laki-laki, yang masih dapat keluar dan meninggalkan pesantren untuk kegiatan-kegiatan mereka tanpa izin dari pemimpin pesantren.

9 Ada banyak lahan kosong di wilayah desa Babakan Ciwaringin. Lahan-lahan kosong ini umumnya dimiliki oleh Kiai pemimpin pesantren-pesantren besar. Jika belum dibangun untuk fasilitas tambahan pesantren, lahan-lahan ini dapat digunakan anak-anak santri untuk kegiatan mereka. 10 Salah satu lahan kosong yang sering digunakan para santri dari Ponpes kecil untuk bermain bola adalah lapangan rumput yang berdekatan dengan lokasi mini depo yang sedang dibangun di desa Babakan Ciwaringin.

10

BAGIAN III

TANTANGAN PENGELOLAAN SAMPAH DI BABAKAN DAN SEKITARNYA

Padatnya penduduk desa Babakan Ciwaringin memunculkan persoalan yang cukup rumit terkait pengelolaan sampah. Persoalan pengelolaan sampah menjadi lebih pelik karena banyaknya pondok pesantren dengan jumlah santri yang melebihi jumlah penduduk desa Babakan Ciwaringin menambah beban sampah yang harus ditanggung desa ini secara signifikan. Persoalan sampah dapat menjadi sumber konflik antara masyarakat desa dengan pondok pesantren jika tidak dikelola dengan baik. Saling mencari kesalahan antara penduduk local dan warga pesantren terkait pihak penghasil sampah di Babakan menjadi contoh potensi konflik sosial yang ada Hampir di sepanjang jalan, pinggiran sungai, dan lahan – lahan kosong akan tampak pemandangan tumpukan sampah liar tanpa penanganan yang baik. Di sungai tempat para santri memanfaatkan airnya sebagai tempat mencuci, juga banyak ditemui sampah, terutama sampah plastik. Pada musim-musim banjir, sampah akan tersebar sampai ke wilayah perumahan dan menimbulkan risiko penyakit bagi warga yang hidup di sekitarnya. Ini tentunya meningkatkan risiko penyakit bagi mereka yang masih memanfaatkan sungai untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Kondisi seperti ini sudah dialami masyarakat selama beberapa tahun, sudah ada beberapa upaya dari warga yang ada di pemukiman maupun pihak pesantren untuk mengatasi permasalahan sampah tersebut namun hasilnya belum maksimal.

Gambar 2 Kondisi Persampahan di desa Babakan Ciwaringin

11

Sementara itu, pengakuan dari aparat pemerintah desa setempat, belum ada dukungan maksimal terkait pengelolaan sampah dan lingkungan yang memadai dan berkelanjutan dari dinas-dinas terkait. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten pernah bekerjasama dengan pihak pesantren untuk mengalokasikan lahan sebagai tempat pembuangan sampah desa yang menjadi sentra pendidikan pesantren di Cirebon dan daerah sekiatrnya ini. Pada saat itu sampah yang dihasilkan pesantren diletakkan di tanah tersebut dan setiap minggu akan diambil dengan kendaraan yang disediakan DLH Kabupaten Cirebon, dengan dibantu anak-anak muda dari RT 1 RW 2. Hal ini hanya berjalan selama 2 tahun karena pihak DLH berhenti mengangkut sampah dari wilayah tersebut. Akibatnya sampah, terutama dari lingkungan pesantren banyak yang menumpuk dan warga pesantren kembali membuang sampah di berbagai lokasi. Selain memunculkan persoalan lingkungan, juga memunculkan persoalan sosial dimana banyak warga penduduk local yang berkeberatan dengan tindakan membuag sampah sembarangan olerh warga pesantren-pesantren yang banyak didirikan di desa Babakan. Di sisi lain, Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang pernah disepakati oleh DLH dan Pihak pesantren juga ditolak oleh penduduk local karena terletak di pinggir sungai di antara dua wilayah pemakaman. Ketika banjir datang, sampah yang menumpuk hanyut ke sungai dan ke lokasi pemakaman yang ada di sekitarnya. Tidak adanya sumber daya manusia untuk

12

mengerjakan pengelolaan sampah di desa Babakan juga menjadi penyebab lainnya terkait pengelolaan sampah di desa Babakan.

Pengangkut Sampah di Desa Babakan Di desa tidak memiliki petugas khusus yang menangani sampah. Jika sampah sudah menumpuk, maka akan ada orang-orang yang secara individual berinisiatif untuk membakar sampah. Awalnya sekitar 10 orang pemuda dari desa Babakan Ciwaringin terlibat dalam pengelolaan sampah dengan cara ini, sebelum akhirnya ditutup karena pemilik tanah mulai keberatan dengan tumpukan sampah yang dihasilkan. Salah satu penyebab lain proses ini terhenti adalah karena para pemuda yang terlibat dalam kegiatan ini rata-rata adalah pemuda desa yang baru tamat sekolah menengah atas dan tidak memiliki pekerjaan lainnya. Ketika satu persatu mulai mendapatkan pekerjaan, kegiatan mengelola sampah desa juga mulai ditinggalkan. Sehingga kegiatan ini hanya menjadi transisi sebelum mereka mendapatkan pekerjaan. Hal ini terjadi meskipun mereka mendapatkan uang dalam jumlah yang kecil (“hanya cukup untuk jajan es”) dari warga yang mereka bantu untuk membawakan sampahnya. Selain itu, pada sekitar tahun 2015-2016 sekelompok anak muda yang berasal dari RW 2, yang merupakan wilayah pondok pesantren, berinisiatif untuk menangani sampah dari wilayah pesantren. Mereka dengan sukarela mengumpulkan sampah-sampah dari pesantren dan ditampung di satu tempat dan dibawa oleh “mobil kuning” dari Kabupaten. Tapi mungkin kemudian ada kendala, sehingga terhenti11. Setelah terhenti akhirnya sampah dibuang kembali di lahan-lahan kosong. Pernah ada satu RW yang mempunyai petugas pengangkut sampah dari setiap rumah di lingkungan tersebut dengan besaran iuran Rp. 20.000 tiap KK. Sayangnya hal ini juga tidak berlangsung lama, karena tidak ada lagi warga yang bersedia membayar. Pada saat ini, penduduk desa kadangkala meminta tukang-tukang becak yang ada di wilayah kampung mereka untuk mengangkut sampah yang mereka miliki dengan membayar Rp.5.000,- per pengangkutan, untuk dibuang ke tanah-tanah kosong dimana warga seringkali membuang sampah. Dengan tidak adanya lagi pengangkutan sampah dari desa oleh Dinas terkait di Cirebon, Sampahdi pesantren-pesantren besar biasanya akan dibuang di lokasi sampah yang disediakan di dalam setiap kompleks pesantren (seperti Pesantren Kebon Jambu). Bagi pesantren yang tidak memiliki lahan kosong, sampah dibuang di tempat-tempat yang diijinkan pemilik lahan, termasuk di pinggir kali/bantaran sungai. Sampah tersebut kemudian akan dibakar guna mengurangi tumpukannya. Hanya pesantren “Kebon Jambu”

11Pada awalnya untuk melakukan kegiatan pengangkutan sampah dari rumah ke rumah, setiap KK dimintai sumbangan sebesar Rp.20.000,- namun akhirnya pembayaran iuran ini macet dan menghambat kegiatan.

13

memiliki Insenerator12. pemberian dari dinas Lingkungan Hidup yang diletakkan dilahan belakang pesantren. Namun kondisinya juga sudah tidak bisa digunakan lagi. Jika datang musim hujan, maka sampah tidak dapat dibakar dan semakin menumpuk tinggi atau mencemari lingkungan sekitarnya.

Sampai dengan saat ini, pemerintah desa hanya bisa mengusulkan tambahan pengadaan gerobak-gerobak sampah untuk diangkut dari wilayah pesantren. Dalam pandangan Kaur Keuangan Desa, jumlah sampah yang ada di wilayah mereka sudah terlalu banyak karena banyaknya pendatang di desa (santri), sehingga menjadi tidak tertangani baik. Jika dulu sampah yang terkumpul dapat dibakar dan diselesaikan, saat ini banyaknya sampah dan jenis sampah yang dihasilkan (terutama dari ponpes-ponpes yang ada), terutama sampah plastik, sampah styrofoam13 dan berbagai jenis bungkus makanan lainnya, pampers, dsb membuat sampah menjadi lebih sulit ditangani. Kepala Desa mengungkapkan adanya rencana alokasi Dana Desa untuk pembangunan penampungan sampah di setiap blok (RW), untuk kemudian diangkut oleh kendaraan pengangkut sampah dari DLH, dengan biaya angkut sebesar Rp.200.000,- untuk tiap kali pengangkutan. Sampai dengan 2018, rencana ini sudah dibicarakan dalam Musrembang. Namun, rencananya ini masih terus dibahas dengan mempertimbangkan akan adanya bantuan infrastruktur pengolahan sampah dari Kemenperin dan UNDP. Sementara itu, pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sampah masih sangat terbatas. Sampah yang dibuang masih belum terpilah dengan baik sehingga masyarakat belum dapat menikmati nilai ekonominya. Jikapun pengetahuan itu ada, masih sedikit jumlah santri dan penduduk desa yang memiliki inisiatif mengumpulkan dan memisahkan sampah yang bernilai, seperti gelas plastik air mineral, botol plastik air mineral, kardus-kardus maupun kertas. Biasanya sampah yang telah mereka kumpulkan dan pilahakan dijual ke pemulung yang melewati pesantrennya. Uang penjualan barang-barang ini dikumpulkan untuk diberikan pada pengurus pesantren dan dibelikan barang-barang kebutuhan pesantren.

12 Di pesantren Kebon Jambu dibuat tempat pembakaran sampah dengan cerobong, namun dari observasi yang dilakukan, fasilitas tersebut tidak lagi digunakan setelah 2 tahun beroperasi, sudah berkarat dan bolong di beberapa tempat. Hal yang sama terdapat di Pesantren Muallimin/Muallimat, meskipun dalam kunjungan awal ini belum sempat diobservasi. 13Rata-rata bungkus makanan memang menggunakan styrofoam. Pedagang makanan di desa akan mengupayakan jenis bungkus yang murah agar makanan dapat dijual dengan harga murah juga.

14

Diagram di samping menunjukkan jenis sampah yang paling banyak dikeluarkan oleh partisipan, dimana data terbesar yakni 87% berasal dari sampah plastik, sebesar 11% berasal dari sampah jenis kertas dan sisanya, sebesar 2% berasal dari sampah elektronik. Hasil ini diperoleh melalui wawancara dengan metode survey terhadap248 responden, dimana 53% adalah perempuan dan 47% laki-laki,baik warga pesantren maupun penduduk local.

Diagram 1 Jenis Sampah di Desa Babakan

Kebanyakan sampah organik di Desa Babakan-Ciwaringin berasal pepohonan, sisa makanan dan sejenisnya. Sementara itu, sampah anorganik terdiri atas sampah plastik seperti kantong kresek, plastik kemasan air minum, emberan, plastik daun. Selain itu, banyak ditemukan sampah kertas termasuk kardus bekas, kaleng, juga besi dan logam. Sementara itu, hasil penghitungan estimasi jumlah sampah organik dan an-organik yang dihasilkan per-hari (ton) yang berasal dari kegiatan masyarakat desa Babakan Ciwaringin, Cirebon, baik penduduk desa maupun masyarakat pesantren. Hasil ini diperoleh dari sample sampah yang sudah terpilah dari beberapa pesantren dan beberapa warga dari pemukiman yang ada di RW 2, RW 3 dan 4 melalui metode penimbangan sampah terpilah (organic, an organic dan residu). Berikut hasil estimasi potensi sampah dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1 Jumlah sampah Organik dan Non-organik(harian/kg)

No Wilayah Sampah (kg)

Organik Non Organik Residu Total 1 Pemukiman 2,893 1,929 964 5,786 2 Pesantren 2,738 2,152 652 5,542

TOTAL 5,632 4,080 1.616 11,328 Sumber:Data Diolah, 2018

Merujuk pada table di atas, terdapat potensi sampah organic sekitar 5.632 Kg/hari atau setara dengan 5.6 ton/ hari dan sampah non-organik sekitar 4.080 kg/hari atau setara dengan 4 ton /hari dan residu 1.616 kg/hari atau setara dengan 1.6 ton/hari. potensi ini ada jika pemilahan sampah dapat dilakukan dengan baik oleh penduduk local maupun warga pesantren. Jika ditotal, setiap harinya, masyarakat desa Babakan Ciwaringin Cirebon menghasilkan sampah kurang lebih 11,328 kg untuk berbagai jenis sampah.

Plastik

Kertas

Elektronik

87%

11%

2%

15

BAGIAN IV

POTENSI RANTAI NILAI PENGELOLAAN SAMPAH PLASTIK Rantai nilai pengelolaan sampah di desa Babakan dapat dimulai dengan membangun perilaku pemilahan sampah yang tepat dari tingkatan rumah tangga. Pembangunan institusi bank sampah dapat menjadi sarana dalam mendidik masyarakat memilah sampah sekaligus menikmati nilai ekonomis sampah. Untuk keperluan operasionalisasi mini depo, model bank sampah dapat menjadi penjembatan sebagai institusi penyedia bahan baku berkualitas dan bernilai ekonomi tinggi untuk kemudian diproses lebih lanjut di mini depo dan diteruskan ke jaringan pengusaha daur ulang plastik, baik yang berada di dalam kawasan Babakan Ciwaringin, Cirebon, maupun di luar kawasan. Berikut adalah rekomendasi alur model pengolahan sampah di desa Babakan, sbb:

Nilai ekonomi sampah setidaknya telah dimanfaatkan oleh para pemulung yang ada di sekitar lingkungan Babakan. Bandar pemulung biasanya akan mengantarkan pemulung dalam satu mobil pick up, untuk diturunkan di desa babakan dan memungut sampah di setiap pukul 05.00 – 07.00 WIBpagi. Pemulung kemudian akan menyetorkan sampah yang diperolehnya ke Bandar pemulung.

Pemulung di Babakan-Ciwaringin Pemulung, yang kebanyakan datang dari luar dan dalam desa, setiap pukul 5 pagi mulai mendatangi tempat pembuangan sampah yang ada di desa untuk mengambil botol-botol plastik, kardus, buku-buku bekas, dan sampah bernilai lainnya. Para pemulung yang datang dari luar desa setiap pagi diangkut kendaraan bak terbuka dan diturunkan di wilayah desa. Sekitar pukul 6.30 pagi, para pemulung akan kembali dijemput oleh kendaraan yang membawa mereka tadi dengan membawa barang-barang yang berhasil mereka kumpulkan, untuk dijual ke pengepul/pelapak yang berada tidak jauh dari desa. Banyak pemulung yang mendatangi tempat tersebut untuk menyetor hasil mereka. Selama ini para pemulung tidak pernah membayar untuk mengambil barang-barang di tempat sampah di wilayah desa Babakan Ciwaringin karena sampah yang mereka ambil bukan sampah yang telah dipilah.

BANKSAMPAHUNIT-PESANTREN

BANKSAMPAHUNIT–TINGKATRW

MINIDEPO

JARINGANPENGUSAHA/INDUSTRI

DAURULANGPLASTIK

16

Selain pemulung, pada waktu-waktu tertentu juga datang tukang rongsok dengan mobil bak yang akan mendatangi pesantren satu persatu untuk menanyakan barang-barang rongsokan yang dapat mereka ambil. Tukang rongsok berkeliling sekitar 2 minggu sekali. Ketika mereka datang, biasanya sudah dengan peralatan lengkap, seperti timbangan, dan mereka mau membayar barang yang mereka ambil sesuai hasil penimbangan yang dilakukan. Para tukang rongsok ini umumnya datang dari wilayah Panuragan. Sedangkan pengepul yang cukup besar yang ada di sekitar desa terletak sekitar 3km dari Perapatan Penjalin yang terletak di Kabupaten Majalengka. Pengelola sampah yang cukup besar ini pernah menawarkan kepada pesantren untuk sudah mengambil sampah yang ada di pesantren.

Beberapa inisiatif masyarakat di Babakan untuk memaksimalkan potensi nilai ekonomi sampah sudah pernah dilakukan, meskipun tidak semua berjalan lancar. Sekelompok pemuda (karang taruna di RW 2) pernah melakukan pemilahan sampah non-organic (kering) untuk dijual ke lapak namun itu tidak berjalan lama dikarenakan adanya permasalahan lahan.Beberapa santri pondok pesantren “Mualimin Tegal Temu” juga pernah melakukan upaya untuk mengelola sampah dengan cara memasukkan semua jenis sampah ke dalam drum lalu dibakar hasilnya diayak untuk dijadikan kompos. Kompos bernilai ekonomi karena dapat menggantikan fungsi pupuk dan sekiranya dapat dijual jika diproduksi dalam jumlah besar.

IV.1 Estimasi Nilai Ekonomi Pengelolaan Sampah Melalui Bank Sampah dan Mini Depo Dari segi nilai ekonomis, sampah non-organic yang bertebaran di lingkungan desa Babakan dan sekitarnya memang berpotensi untuk dibeli oleh mini depok dan selanjutnya dijual ke pabrik-pabrik terdekat. Dari 4.080, atau jumlah keseluruhan sampah non-organik yang ada di desa Babakan Ciwaringin Cirebon (lihat table 1), berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ada kurang lebih 65% dari total sampah merupakan sampah plastik daun, sebanyak 20% merupakan sampah plastik akua/emberan, sebanyak 5% masing-masing adalah sampah kertas dan dus, sebanyak 4% asalah sampah besi dan hanya 1 % sampah logam/umum.14

Tabel 2 memperlihatkan estimasi jumlah setiap jenis sampah non-organik yang ada di desa Babakan Ciwaringin Cirebon per hari.

14Estimasiprosentasejenis-jenissampahnon-organikdiperolehdarihasilpengamatankualitatifdilapangan.Pengkategorianjenissampahplastik(missalsampahakua,emberan,plastidaun,dsb)mengacupadapengkategorianyangbiasanyaberlakuataudipakaiolehparapengusahaataupelakuusahadaurulangplastik

17

Tabel 2 Estimasi Jumlah Setiap Jenis Sampah Non-organik (kg/Hari)

no item Estimasi

persentasi ketersediaan

vol sampah (kg/hari)

jumlah /hari (Kg)

1 plastik daun 65% 4,080 2,652.00 2 akua/emberan 20% 4,080 816.00 3 kertas 5% 4,080 204.00 4 dus 5% 4,080 204.00 5 besi 4% 4,080 163.20 6 logam (umum) 1% 4,080 40.80

Jumlah 4,080

IV.2 Biaya Operasional Mini Depo Berdasarkan survey yang telah dilakukan pada bulan Agustus-September 2018, komponen biaya operasional mini depo terdiri atas biaya pembelian sampah non organik dari masyarakat melalui unit bank sampah, biaya transportasi (baik pengambilan maupun penjualan), upah kerja sortir dan pencucian, Upah kerja tugas pengepakan (pressing), serta biaya penyusutan. Biaya ini sudah termasuk biaya listrik untuk setiap proses kegiatan seperti kebutuhan listrik untuk cuci dan sortir, serta pengepakan pressing. Sementara itu, biaya penyusutan diprediksi meliputi biaya yang hilang akibat berkurangnya berat barang karena proses produksi seperti pencucian dan pemilahan. Tabel 3 memperlihatkan estimasi biaya operasional untuk setiap jenis sampah non-organik yang dapat diolah di mini depo untu dipilah dan dicuci. Jika mengacu pada Tabel3, biaya operasional terbesar adalah mengolah sampah plastik jenis akua atau emberan. Sementara yang paling sedikit biaya pengolahannya adalah untuk jenis sampah non-organik kertas dan dus.

Tabel 3 Estimasi Total Biaya Operasional Mini Depo Desa Babakan Ciwaringin

No Jenis Sampah Non Organik

harga beli

(Rp/kg)

Transport Pengambilan

(Rp/kg)

Upah kerja

Sortir + cuci

(Rp/kg)

Upah kerja ball

press (Rp/kg)

Transport penjualan

(Rp/kg)

Biaya Susut

(Rp/Kg)

Total Biaya Operasional

(Rp/Kg)

1 plastik daun 500 100 700 300 250 500 2,350 2 akua/emberan 2,000 100 500 300 500 200 3,600 3 kertas 700 100 300 200 1,300 4 dus 1,100 100 50 200 50 1,500 5 besi 3,500 100 50 200 3,850 6 logam (umum) 5,000 100 300 500 5,900

18

Maka merujuk table 2 dan table 3 sebelumnya, dapat diestimasi biaya operasional per-hari di mini depo untuk setiap jenis sampah non-organik yang diolah adalah sebagai berikut.

Tabel 4 Analisis biaya operasional

no Jenis sampah non

organik

Volume sampah

(kg)

Biaya Operasional

(Rp/kg)

Jumlah Total Biaya Operasional

(Rp) 1 plastik daun 2,652 2,350 6,232,200 2 akua/emberan 816 3,600 2,937,600 3 kertas 204 1,300 265,200 4 dus 204 1,500 306,000 5 besi 163 3,850 628,320 6 logam (umum) 41 5,900 240,720

TOTAL Volume

Sampah(kg) 4,080

TOTAL Biaya Operasional

(Rp) 10,610,040

IV.3 Harga Jual Output Mini Depo Berdasarkan pengamatan atas harga yang berlaku dalam pasar sampah non organic yang telah disortir cuci dan pressing, di sekitar Desa Babakan Ciwaringin Cirebon, maka harga jual per kg sampah platik non organic yang termahal dari mini depo adalah untuk jenis sampah logam (umum). Diantara jenis sampah plastik, plastik akua atau emberan dapat dijual dengan harga termahal yaitu Rp.4,500,-. Mini depo dapat menjual sampah plastik jenis daun seharga Rp.2,500,-.

Tabel 5 Estimasi Hasil Penjualan Sampah Non-Organik

item Volume sampah

(Kg)

Harga Jual (Rp/Kg)

Total Penjualan

(Rp) plastik daun 2,652 2,500 6,630,000 akua/emberan 816 4,500 3,672,000 kertas 204 1,800 367,200 dus 204 1,800 367,200 besi 163 4,500 734,400 logam (umum) 41 12,000 489,600 4,080 12,260,400

Merujuk pada perhitungan sebelumnya, maka estimasi laba atau keuntungan yang dapat diperoleh dari satu kali proses produksi total 4.080 Kg sampah non-organik di mini depo, dapat diilustrasikan pada table 6 berikut ini.

19

Tabel 6 Estimasi Laba Mini Depo

no item biaya

operasional (Rp)

Harga penjualan

(Rp)

Laba (Rp)

1 plastik daun 6,232,200 6,630,000 397,800 2 akua/emberan 2,937,600 3,672,000 734,400 3 kertas 265,200 367,200 102,000 4 dus 306,000 367,200 61,200 5 besi 628,320 734,400 106,080 6 logam (umum) 240,720 489,600 248,880

TOTAL (harian) 10,610,040 12,260,400 1,650,360

*perhitungan per-setiap pengelolaan sampah non-organik sebanyak 4.080 Kg.

Sebagai ilustrasi, jika Merujuk pada table 6, maka jika dalam satu bulan, mini depo mampu melakukan 10 kali penjualan, keuntungan mini depo dapat mencapai Rp. 16.503.600/bulan, dan seterusnya.

IV.4 Modal Usaha Mini Depo Keberlanjutan pengelolaan sampah berbasis masyarakat sekiranya dapat dapat berlangsung tidak hanya dipengaruhi oleh aspek sosial, tetapi juga finansial. Secara finansial, keuntungan menjadi nasabah bank sampah unit memberikan keuntungan ekonomi penduduk desa karena sampah yang mereka miliki dapat bernilai ekonomi yang dapat dirasakan secara langsung. Hasil penjualan dari pemilahan sampah di unit-unit bank sampah sangat dipengaruhi oleh kegiatan proses pengolahan di mini depo. Masyarakat, melalui unit bank sampah, akan memiliki alternatif tujuan penjualan, selain ke pemulung atau pengepul langsung, juga ke mini depo.

Keberadaan mini depo akan sangat membantu keberlanjutan penghidupan masyarakat dengan terus bergulirnya kegiatan jual beli sampah non organik yang akan dioleh menjadi produk daur ulang. Adanya modal Mini depo menjadi kebutuhan yang tidak dapat dielakkan. Sebagai langkah awal, Modal mini depo dapat diperoleh melalui beberapa skema penyediaan dana seperti:

• Membangun kerjasama melalui pembuatan nota kesepakatan jual-beli antara mini depo dan pengusaha /pelaku dalam rantai daur ulang. Ha ini dapat menjamin ketersediaan pasar bagi output mini depo.

• Mengalokasikan anggaran desa untuk permodalan mini depo dan subsidi pengelolaan mini depo. Hal ini dapat memberikan keuntungan lebih bagi warga desa setempat.

20

BAGIAN V

Persepsi masyarakat tentang Bank Sampah dan Mini Depo

Guna mendukung keberlanjutan rantai nilai pengolahan sampah plastik di Babakan Ciwaringin Cirebon, peran serta masyarakat akan sangat dibutuhkan. Wawancara yang dilakukan menggunakan kuesioner terhadap 248 responden menunjukkan hampir 95% setuju atas dibangunnya bank sampah di lingkungannya agar pengelolaan sampah dapat dilakukan secara lebih sistematis. Hanya 5% tidak setuju dibangun Bank Sampah di Lingkungannya. Jika disegregasi menurut jenis kelamin, dari kelompok yang menyetujui dibangungnya Bank Sampah, 49% adalah perempuan, dan 46% adalah laki-laki. Sementara itu, yang tidak menyetujui adanya Bank Sampah terdiri atas 2% perempuan dan 3% laki-laki. (Diagram 2)

Diagram 2 Kesediaan Masyarakat untuk Pembangunan

Bank Sampah di lingkungannya

Diagram 3 Kesediaan Menjadi Nasabah Bank

Sampah

Kebanyakan responden di Desa Babakan Ciwaringin-Cirebon bersedia menjadi nasabah bank sampah (73%), sementara sebanyak 27% lainnya tidak bersedia menjadi nasabah bank sampah. Berdasarkan jenis kelamin, dari total masyarakat yang ditemui dan setuju untuk menjadi bank sampah (73%), 37%-nya adalah perempuan, dan sisanya adalah laki-laki. Sementara dari total masyarakat yang tidak setuju menjadi nasabah bank sampah (27%), terdiri atas 14% perempuan dan 13% laki-laki.(Diagram 3) Sementara itu, Diagram 4 menunjukkan 90% responden memilih setuju apabila sampah-sampah yang tertampung di bank sampah diserahkan kepada mini depo yang akan dibangun Kementerian Perindustrian RI bersama Pemerintah Setempat, yang didukung oleh UNDP, sedangkan 5% sisanya tidak menyetujui apabila sampah yang tertampung dalam bank sampah diserahkan ke mini depo.

SetujuTidak setuju

95%

5%

IyaTidak27%

73%

21

Diagram 4

Dukungan atas Pembangunan Mini Depo

Pada umumnya, warga masyarakat di Desa Babakan, Kecamatan Ciwaringin, Cirebon sangat antusias dan menghendaki di bentuknya Bank Sampah maupun Depo Sampah di lingkungannya. Pembangunan mini depo diharapkan dapat menjadi sarana dilakukannya pengolahan sampah non-organik yang selama ini menjadi persoalan bagi Desa Babakan Ciwaringin, Cirebon-Jawa Barat

SetujuTidak setuju

90%

5%

22

BAGIAN VI

REKOMENDASI

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, maka direkomendasikan perlunya dilakukan pemilahan sampah yang tepat dilakukan di tingkatan rumah tangga untuk kemudian dapat menjadi bahan baku proses mini depo, yang mana hasil pemilahan dan pengolahan sampah di mini depo dapat memberikan keuntungan secara ekonomi khususnya bagi warga desa Babakan.

Setelah dilakukannya assessment di lapangan, beberapa kegiatan di bawah ini direkomendasikan untuk dilakukan guna mendukung operasionalisasi mini depo yang berkelanjutan di Babakan CIwaringin: 1. Sosialisasi Awal Program Pengolahan Sampah 2. Pelatihan pengolahan sampah melalui “Sistem Bank Sampah” 3. Pembentukan Bank sampah Unit beserta struktur kepengurusan Bank Sampah Unit 4. Menentukan wilayah pilot Project 5. Pendampingan bank sampah dan mini depo 6. Monitoring dan evaluasi

Selesai

23

LAMPIRAN : Laporan Kondisi Gender dan Aspek Penghidupan Masyarakat Desa Babakan Ciwaringin-Cirebon, Jawa Barat.