Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

13
Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 177 POTENSI AGENS HAYATI Trichoderma spp. SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI Nurmasita Ismail, Andi Tenrirawe Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara Jl. Kampus Pertanian Kalasey ABSTRAK Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga tercipta keseimbangan lingkungan yang dapat menjamin kelangsungan hidup manusia dan spesies lainnya. Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) hingga saat ini masih merupakan masalah utama yang membatasi produksi terutama untuk daerah-daerah yang mempunyai iklim tropis. Sementara, penggunaan pestisida sintetik dalam mengendalikan OPT mempunyai resiko yang besar karena dapat menyebabkan resistensi, resurgensi, pencemaran lingkungan, musnahnya musuh alami, timbulnya residu pestisida dalam tanaman dan sebagainya. Pengendalian hayati diharapkan dapat mengurangi efek samping dari penggunaan pestisida dalam mengendalikan serangan OPT. Salah satu agens hayati yang telah banyak dilaporkan adalah Trichoderma spp.. Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang mampu menghambat perkembangan patogen melalui proses, mikroparasitisme, antibiosis dan kompetesi. Makalah ini bertujuan untuk memaparkan informasi hasil-hasil penelitian tentang pemanfaatan Trichoderma spp. sebagai pengendalian hayati yang berwawasan lingkungan. Kata kunci : Agens Hayati, Trichoderma spp., Mikroparasitisme PENDAHULUAN Pertanian merupakan suatu bidang kegiatan usaha yang tidak akan lepas dari kehidupan manusia dan alam, sebab secara hirarkhi di ekosistem beberapa komponen kehidupan membentuk mata rantai yang saling mempengaruhi, terputusnya salah satu mata rantai tersebut akan mengakibatkan atau berpengaruh terhadap kelangsungan makhluk hidup yang lain sehingga harus dilestarikan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga dapat terciptan keseimbangan lingkungan yang dapat menjamin kelangsungan hidup manusia dan spesies lainnya.

Transcript of Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Page 1: Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 177

POTENSI AGENS HAYATI Trichoderma spp. SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI

Nurmasita Ismail, Andi Tenrirawe

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara

Jl. Kampus Pertanian Kalasey

ABSTRAK

Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga tercipta keseimbangan lingkungan yang dapat menjamin kelangsungan hidup manusia dan spesies lainnya. Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) hingga saat ini masih merupakan masalah utama yang membatasi produksi terutama untuk daerah-daerah yang mempunyai iklim tropis. Sementara, penggunaan pestisida sintetik dalam mengendalikan OPT mempunyai resiko yang besar karena dapat menyebabkan resistensi, resurgensi, pencemaran lingkungan, musnahnya musuh alami, timbulnya residu pestisida dalam tanaman dan sebagainya. Pengendalian hayati diharapkan dapat mengurangi efek samping dari penggunaan pestisida dalam mengendalikan serangan OPT. Salah satu agens hayati yang telah banyak dilaporkan adalah Trichoderma spp.. Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang mampu menghambat perkembangan patogen melalui proses, mikroparasitisme, antibiosis dan kompetesi. Makalah ini bertujuan untuk memaparkan informasi hasil-hasil penelitian tentang pemanfaatan Trichoderma spp. sebagai pengendalian hayati yang berwawasan lingkungan. Kata kunci : Agens Hayati, Trichoderma spp., Mikroparasitisme

PENDAHULUAN

Pertanian merupakan suatu bidang kegiatan usaha yang tidak akan lepas dari kehidupan manusia dan alam, sebab secara hirarkhi di ekosistem beberapa komponen kehidupan membentuk mata rantai yang saling mempengaruhi, terputusnya salah satu mata rantai tersebut akan mengakibatkan atau berpengaruh terhadap kelangsungan makhluk hidup yang lain sehingga harus dilestarikan.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga dapat terciptan keseimbangan lingkungan yang dapat menjamin kelangsungan hidup manusia dan spesies lainnya.

Page 2: Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 178

Pada saat ini upaya pengendalian terhadap hama dan penyakit tanaman masih mengandalkan penggunaan pestisida sebagai upaya pengendalian utama. Kenyataannya menunjukkan bahwa upaya pengendalian dengan menggunakan senyawa kimia bukan merupakan alternative yang terbaik, karena sifat racun yang terdapat dalam senyawa tersebut dapat meracuni manusia, ternak piaraan, serangga penyerbuk, musuh alami, tanaman, serta lingkungan yang dapat menimbulkan polusi bahkan pemakaian dosis yang tidak tepat bias membuat hama dan penyakit menjadi resisten. Selain itu dengan adanya aplikasi pestisida sintetik yang tidak bijaksana dapat memicu timbulnya pathogen yang resisten terhadap pestisida sistetik yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu diambil alternatif pengendalian yang efektif terhadap penyebab penyakit tanaman tanpa mengandalkan fungisida sistetik. Pengendalian biologi (hayati) menunjukkan alternatif pengedalian yang dapat dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan sekitarnya, salah satunya adalah dengan pemanfaatan agens hayati seperti virus, jamur atau cendawan, bakteri atau aktiomisetes. Beberapa jamur atau cendawan mempunyai potensi sebagai agens hayati dari dari jamur patogenik diantaranya adalah Trichoderma spp. (Baker dan Cook,1983 dalam Tindaon, 2008). Jamur Trichoderma spp. digunakan sebagai jamur atau cendawan antagonis yang mampu menghambat perkembangan patogen melalui proses mikroparasitisme, antibiosis, dan kompetisi (Mukerji dan Garg, 1988 dalam Rifai, et. al., 1996). Potensi jamur Trichoderma spp. sebagai jamur antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman telah menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha pengendalian organism pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai antagonis diketahui pula bahwa Trichoderm spp. juga berfungsi sebagai dekomposer dalam pembuatan pupuk organik. Aplikasi jamur Trichoderma spp. pada pembibitan tanaman guna mengantisipasi serangan OPT sedini mungkin membuktikan bahwa tingkat kesadaran petani akan arti penting perlindungan preventif perlahan telah tumbuh.

TUJUAN Penulisan ini bertujuan untuk memaparkan hasil � hasil penelitian tentang pemanfaatan agens hayati Trichoderma spp. dalam mengendalikan penyakit tanaman.

Page 3: Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 179

KARAKTERISTIK Trichoderma spp.

Biologi Trichoderma spp. Menurut Streets (1980) dalam Tindaon (2008), Trichoderma spp. diklasifikasikan dalam Kingdom Plantae,Devisio Amastigomycota,Class Deutromycetes,Ordo Moniliales, Famili Moniliaceae,Genus Trichoderma, Spesies Trichoderma spp.. Cendawan marga Trichoderma terdapat lima jenis yang mempuyai kemampuan untuk mengendalikan beberapa patogen yaitu Trichorderma harzianum, Trichorderma koningii, Trichorderma viride, Trichoderma hamatum dan Trichoderma polysporum. Jenis yang banyak dikembangkan di Indonesia antara lain Trichorderma harzianum, Trichorderma koningii, Trichoderma viride (Anonim, 2010). Trichoderma spp. memiliki konidiofor bercabang � cabang teratur, tidak membentuk berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam kelompok-kelompok kecil terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru (Semangun, 1996). Trichoderma spp. juga berbentuk oval, dan memiliki sterigma atau phialid tunggal dan berkelompok (Barnet, 1960 dalam Nurhaedah,2002). Morfologi Trichoderma spp.. Koloni Trichoderma spp. pada media agar pada awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau (Umrah, 1995 dalam Nurhayati, 2001). Koloni pada medium OA (20oC) mencapai diameter lebih dari 5 cm dalam waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidifor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang terutama apeks dari cabang, dan berukuran (2,8-3,2) µm x (2,5-2,8) µm, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang terminal, umumnya bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Gandjar,dkk., 1999 dalam Tindaon, 2008). Mekanisme Antagonis Trichoderma spp. Mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi dengannya. Antagonis meliputi (a) kompetisi nutrisi atau sesuatu

Page 4: Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 180

yang lain dalam jumlah terbatas tetapi tidak diperlukan oleh OPT, (b) antibiosis sebagai hasil dari pelepasan antibiotika atau senyawa kimia yang lain oleh mikroorganisme dan berbahaya bagi OPT, dan (c) predasi, hiperparasitisme, dan mikroparasitisme atau bentuk yang lain dari eksploitasi langsung terhadap OPT oleh mikroorganisme yang lain (Istikorini, 2002 dalam Gultom, 2008). Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah banyak diuji coba untul mengendalikan penyakit tanaman (Lilik,dkk., 2010). Sifat antagonis Cendawan Trichoderma spp. telah diteliti sejak lama. Inokulasi Trichoderma spp. ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang menyerang di persemaian, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang dihasilkan cendawan ini (Khairul, 2000). Selain itu Trichodermaspp.. mempunyai kemampuan berkompetisi dengan patogen tanah terutama dalam mendapatkan Nitrogen dan Karbon (Cook dan Baker, 1983 dalam Djatmiko dan Rohadi, 1997). Menurut Harman (1998) dalam Gultom (2008), mekanisme utama pengendalian patogen tanaman yang bersifat tular tanah dengan menggunakan cendawan Trichoderma spp.. dapat terjadi melalui : a. Mikoparasit (memarasit miselium cendawan lain dengan menembus

dinding sel dan masuk kedalam sel untuk mengambil zat makanan dari dalam sel sehingga cendawan akan mati).

b. Menghasilkan antibiotik seperti alametichin, paracelsin, trichotoxin yang dapat menghancurkan sel cendawan melalui pengrusakan terhadap permeabilitas membran sel, dan enzim chitinase, laminarinase yang dapat menyebabkan lisis dinding sel.

c. Mempunyai kemampuan berkompetisi memperebutkan tempat hidup dan sumber makanan.

d. Mempunyai kemampuan melakukan interfensi hifa. Hifa Trichodermaspp.. Akan mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel. Trichoderma spp. adalah jenis cendawan yang tersebar luas di tanah, dan

mempunyai sifat mikoparasitik. Mikoparasitik adalah kemampuan untuk menjadi parasit cendawan lain. Sifat inilah yang dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap jenis-jenis cendawan fitopatogen. Beberapa cendawan fitopatogen penting yang dapat dikendalikan oleh Trichoderma spp. antara lain : Rhizoctonia solani, Fusarium spp, Lentinus lepidus, Phytium spp, Botrytis cinerea, Gloeosporium gloeosporoides, Rigidoporus lignosus dan Sclerotium roflsii yang menyerang tanaman jagung, kedelai, kentang, tomat, dan kacang buncis, kubis, cucumber, kapas, kacang tanah, pohon buah- buahan, semak dan tanaman hias (Wahyudi, 2002 dalam Tindaon, 2008).

Page 5: Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 181

POTENSI Trichoderma spp.. SEBAGAI AGENS HAYATI

Pengertian agens hayati menurut FAO (1997) dalam Supriadi (2006) yaitu organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid, predator, parasit, arthropoda pemakan tumbuhan, dan patogen. Agens hayati yang digunakan untuk mengendalikan penyakit disebut agens antagonis, pemanfaatan agens hayati dalam menekan perkembangan penyakit terus dikembangkan dan dimasyaratkan ke petani (Lilik, dkk., 2010). Salah satu metode pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan mikroorganisme antagonis yang sekarang banyak dikembangkan yaitu dengan menggunakan cendawan atau bakteri nonparasitik (Djatmiko dan Rohadi, 1997). Penggunaan cendawan antagonis sebagai pengendali patogen merupakan salah satu alternatif yang dianggap aman dan dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan (Darmono, 1994). Pengendalian hayati terhadap patogen dengan menggunakan mikroorganisme antagonis dalam tanah memiliki harapan yang baik untuk dikembangkan karena pengaruh negatif terhadap lingkungan tidak ada. Rasminah (1995) dalam Khaeruni (2010) menyatakan bahwa pemanfaatan mikroorganisme sebagai agens pengendalian nampaknya masih perlu dikembangkan. Pengembangan penggunaan mikroorganisme tersebut perlu dilandasi pengetahuan jenis-jenis mikroorganisme, jenis-jenis penyakit dan juga mekanisme pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan mikroorganisme. Pemanfaatan ini diharapkan dapat membantu pengendalian penyakit tanpa mengganggu kondisi lingkungan. Pengendalian hayati dengan menggunakan agens hayati seperti Trichoderma spp. yang terseleksi ini sangatlah diharapkan dapat mengurangi ketergantungan dan mengatasi dampak negatif dari pemakaian pestisida sintetik yang selama ini masih dipakai untuk pengendalian penyakit tanaman di Indonesia (Purwantisari dan Hastuti, 2009).

PEMANFAATAN Trichoderma spp. DALAM MENGENDALIKAN PENYAKIT TANAMAN

Hasil-hasil penelitian tentang Trichoderma spp. dan kemampuannya sebagai agen pengendalian hayati telah banyak dilaporkan. Trichoderma spp. yang dinfestasikan kedalam tanah dilaporkan oleh Rifai,dkk., (1996) mampu menekan serangan Phytium sp pada tanaman Kedelai. Data mereka menunjukkan bahwa semakin panjangnya jarak antara infestasi T. viride dengan saat saat dating Phytium cenderung semakin menurunkan intensitas dan persentase bibit dan benih yang terserang Phytium spp. Penelitian lainnya

Page 6: Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 182

dilakukan oleh Sulistiyowati, dkk., (1997) dengan menggunakan cendawan uji Sclerotium roflsii. Hasil pengujian secara invitro Trichoderma spp.. mampu menghambat pertumbuhan S. rolfsii sebesar 53,89%. Sedangkan hasil pengujian di rumah kaca menunjukkan bahwa cara aplikasi Trichoderma spp. melalui tanah yang menyebabkan saat penyakit lebih lambat yakni 12-14 hari dibandingkan dengan cara penyelaputan benih (7-8 hari). Talanca, dkk., (1998) dengan mengutip beberapa penulis lain memberikan penjelasan bahwa kemampuan antagonis Trichoderma spp. berhubungan dengan mekanisme-mekanisme berikut :

a. Trichoderma spp. mengeluarkan toksin yang menyebabkan terlambatnya pertumbuhan bahkan mematikan inangnya

b. Trichoderma spp. menghasilkan enzim hidrolitik -1,3 glukanase, kitinase dan selulase. Menurut Ismujiwanto, et.al., (1996), aplikasi T. viride dengan kompos

jerami dapat menurunkan intensitas serangan Fusarium oxysporum pada pangkal batang dan akar tanaman vanili. Penelitian yang dilakukan oleh Darmono (1994) tentang aplikasi Trichoderma spp.. dengan menggunakan dedak ternyata dapat menekan serangan Phytophthora spp. di dalam jaringan buah kakao. Hasil penelitian Djatmiko dan Rohadi (1997) menunjukkan pelet T. harzianum yang diperbanyak dalam sekam padi dan bekatul mempunyai kemampuan menekan patogenitas Plasmodiophora brassicea dan penyakit akar gada, baik pada tanah andosol maupun latosol. Pelet T. harzianum 61 g/pot, merupakan perlakuan paling baik dalam memperkecil diameter akar gada, bobot akar gada dan intensitas penyakit akar gada. Penyakit busuk daun dan umbi tanaman kentang yang disebabkan oleh cendawan P. infestans merupakan masalah yang sangat serius untuk petani kentang, hal ini disebabkan sangat pentingnya penyakit ini dalam merusak jaringan tanaman, dan serangan patogen yang dapat mencapai 90% penurunan produksi dari total produksi kentang. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwantisari dan Hastuti (2009), menunjukkan bahwa penghambatan cendawan Trichoderma spp. mampu menghambat pertumbuhan cendawan P. infestans pada medium PDA. Persentase penghambatan Trichoderma spp. terhadap pertumbuhan P. infestans dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini :

Page 7: Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 183

Tabel 1. Persentase penghambatan Trichoderma spp. terhadap pertumbuhan cendawan P. infestans dengan metode biakan ganda

Ulangan Persentase penghambatan (%)

Hari ke 3 Hari ke 4 Hari ke 5 Hari ke 6 Hari ke 7 1 2 3

Rata-rata

12 4,55 9,09 8,55

25 15,38

16 18,79

30,56 31,43 18,52 26,84

32,50 38,10

20 30,20

41,30 48

31,25 40,18

Sumber Purwantisari dan Hastuti (2009) Pengamatan penghambatan pertumbuhan P. infestans dilakukan sejak inkubasi 3 hari sampai hari ketujuh. Pada hari pertama dan kedua selama pengamatan, belum terjadi mekanisme penghambatan oleh kedua cendawan, pada hari ketiga barulah tampak bahwa pertumbuhan kedua biakan saling mendekati, sehingga terbentuklah zona penghambatan bagi P. infestans (lebih dari 5 mm). Zona penghambatan ini tidak tetap selama pengamatan, sampai hari ketujuh lebar zona bening yang terbentuk semakin menyempit (kurang dari 5 mm). Mekanisme penghambatan yang terjadi pada uji antagonisme ini adalah antibiosis dan hiperparasit yang ditandai dengan terbentuknya zona bening yang merupakan zona penghambatan pertumbuhan P. infestans (antibiosis) dan pertumbuhan miselium Trichoderma spp. yang menutupi seluruh permukaan medium termasuk koloni P. infestans (hiperparasit). Adanya hambatan perkembangan koloni patogen P. infestans oleh cendawan antagonis Trichoderma spp. disebabkan karena pertumbuhan cendawan Trichodermaspp. lebih cepat dibanding cendawan patogen. Hal ini didukung oleh pernyataan Golfarb, et.al., (1989) dalam Purwantisari dan Hastuti (2009) bahwa cendawan yang tumbuh cepat mampu menggunguli dalam penguasaan ruang dan pada akhirnya dapat menekan pertumbuhan cendawan lawannya. Selain itu diduga karena selulase yang dimiliki oleh Trichoderma spp.. Akan merusak dinding sel selulosa cendawan patogen P. infestans, sesuai dengan pernyataan Salma dan Gunarto (1999) bahwa Trichoderma spp.. Mampu menghasilkan selulase untuk mengurai selulosa menjadi glukosa. Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel cendawan patogen P.infestans. Sclerotium roflsii Sacc merupakan cendawan patogen tular tanah dan bersifat polifag. Menurut Hardiningsih (1993) dalam Sulistyowati, dkk., (1997) melaporkan bahwa penyakit busuk batang yang disebabkan oleh infeksiS. roflsii yang menyerang tanaman kedelai pada masa vegetative dapat menyebabkan tanaman mati. Menurut Semangun (1994), bahwa S. roflsii

Page 8: Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 184

menghasilkan sklerotia yang tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Bahkan di dalam tanah dapat bertahan 6-7 tahun. Hal ini menimbulkan kesulitan besar bagi usaha mengurangi inokulum penyakit dalam tanah. Upaya pengendalian penyakit tanaman yang disebabkan oleh cendawan S. roflsii dapat dilakukan dengan memanfaatkan Trichoderma spp.. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Papavizaz (1985) dalam Sulistyowati, dkk., (1997), bahwa pengendalian penyakit busuk batang sklerotium juga dapat dilakukan secara hayati dengan menggunakan cendawan antagonis, misalnya Trichoderma spp.. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Nurhayati (2001), dimana dapat diketahui bahwa daya hambatTrichoderma spp. terhadap infeksi S. roflsii pada akar bibit cabai.

Page 9: Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 185

Tabel 2. Daya Hambat Trichoderma spp. Terhadap Infeksi S. roflsii pada Akar Bibit Cabai

Waktu Pengamatan (hari ke) Intensitas daya hambat Trichodermaspp.

21 28 35

20,18% 30,00% 30,80%

(Sumber : Nurhayati, 2001). Dari Tabel 2 tampak bahwa intensitas daya hambat Trichoderma spp.

pada hari ke 21 (20,18%) meningkat sebesar 9,28% pada hari ke 28 menjadi 30%. Sedangkan pada hari ke 35 intensitas daya hambat meningkat 0,80% menjadi 30,80%. Dalam penelitian ini penghambatan Trichoderma spp. terhadap infeksi S. roflsii terus meningkat. Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian Trichoderma spp. ke dalam tanah menghambat daya infeksi S. roflsii. Mekanisme penghambatan dari Trichoderma spp. terhadap infeksi S. roflsii dapat terjadi melalui beberapa mekanisme diantaranya dengan memproduksi senyawa gliotoksin dan viridian yang bersifat toksik terhadap cendawan lain (Cook dan Baker, 1989 dalam Sumartini, dkk., 1994). Penyakit yang sering menyerang tanaman Cabai adalah busuk buah yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici. Cendawan C. capsici dapat bertahan dilapangan pada sisa tanaman sakit. Apabila keadaan atau kondisi lingkungan sesuai seperti hujan terus menerus dan kelembaban tinggi, maka perkembangan penyakit lebih cepat dari lahan satu ke lahan lainnya (sastrahidayat, 1988). Dari hasil penelitian Baharia (2000) menunjukkan bahwa Trichoderma spp. mampu menghambat pertumbuhan C. capsici pada media PSA maupun pada buah Cabai. Salah satu factor yang menyebabkan pertumbuhan C. capsici terhambat karena cendawan Trichoderma spp. dapat mengeluarkan toksin yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan bahkan mematikan inangnya. Dari hasil penelitian Nurhaedah (2002), tentang pengaruh aplikasi Trichoderma spp. dan mulsa terhadap persentase serangan penyakit antraknosa pada buah tanaman cabai merah besar, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Page 10: Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 186

Tabel 3. Persentase serangan Antraknosa pada Panen I, II dan III

Panen Perlakuan Trichoderma spp.

P0 (tanpa Trichoderma spp.)

P1 (aplikasi Trichoderma spp.)

Panen I 40,47% 42,69% Panen II 47,14% a 35,71% b Panen III 49,53% a 30,14% b

Hasil analisis statistik pada panen I, menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma spp. tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase serangan penyakit antraknosa. Penyebab terjadinya hal tersebut, diduga karena Trichoderma spp. belum berinteraksi dengan cendawan C. capsici sebagai akibat dari : (1) ruang tumbuh yang masih cukup untuk pertumbuhan Trichoderma spp. dan (2) media tumbuh yang mengandung bahan organik sehingga Trichoderma spp. masih memanfaatkan nutrisi yang ada pada media tersebut. Litshitz,et.al., (1986) dalam Talanca (1998) mengemukakan bahwa mekanisme antagonis antara Trichoderma spp. terhadap patogen merupakan interaksi bersifat mikroparasitisme yang dimulai setelah hifa parasit melakukan kontak fisik dengan hifa inang. Selanjutnya aktivitas biologis dalam tanah terjadi karena mikroorganisme antagonis berkompetisi dalam hal makanan, menghaislkan antibiotik yang bersifat racun dan melakukan parasitisme terhadap patogen (Djafaruddin, 2000).

Pada Panen kedua dan ketiga perlakuan Trichoderma spp. berpengaruh nyata terhadap persentase serangan penyakit antraknosa. Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya persentase serangan penyakit pada perlakuan Trichoderma spp. (P1) yaitu rata-rata 35,71% bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa Trichoderma spp. (P0) yaitu mencapai 47,14% pada panen kedua. Pada panen ketiga persentase serangan rata-rata 30,14% pada perlakuan Trichoderma spp. sedangkan pada perlakuan tanpa Trichoderma spp. rata-rata 44,53%. Terjadinya penurunan persentase serangan penyakit berarti bahwa Trichoderma spp. telah mampu menekan pertumbuhan patogen antraknosa. Hal ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat dan adanya sifat antagonis dari cendawan Trichoderma spp.. Mukerji dan Garg (1986) dalam Djatmiko dan Rohadi (1997) melaporkan bahwa mikroorganisme antagonis terutama Trichoderma spp.. Mempunyai kemampuan berkompetisi dengan patogen terbawa tanah terutama dalam mendapatkan nitrogen dan karbon. Selain itu, cendawan Trichodermaspp.. Mempunyai kemampuan untuk menghasilkan enzim hidrolitik � 1,3 glukanase, kitinase dan selulase. Enzim-enzim inilah yang secara aktif merusak sel-sel jamur yang sebagian besar tersusun dari � 1,3 glukan

Page 11: Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 187

(linamirin) dan kitin sehingga dengan mudah jamur Trichoderma spp.. Dapat melakukan penetrasi ke dalam hifa jamur inangnya (Harman dan Elad, 1983 dalam Talanca,dkk., 1998).

KESIMPULAN

Dari penulisan diatas dapat disimpulkan bahwa Trichoderma spp. mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai agens hayati dalam pengendalian penyakit tanaman, hal ini dikarenakan sifat Trichoderma spp. sebagai cendawan antagonis yang dianggap aman bagi lingkungan karena cendawan ini berasal dari tanah dan dapat berfungsi sebagai pengurai unsur hara tanaman serta dalam pengendalian penyakit memberikan hasil yang cukup memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Contoh Proposal Penelitian-Aplikasi. http://ekyowinnersnews.blogspot.com/2010/05/contok-proposal-penelitian-aplikasi.html, Akses 10 Agustus 2010

Baharia, S., 2000. Uji Antagonis Beberapa Isolat Cendawan Trichoderma

Terhadap Pertumbuhan Colletotrichum capsici pada Buah Cabai. Skripsi Fakultas Pertanian UNTAD, Palu.

Darmono, T. W., 1994. Kemampuan beberapa isolat Trichoderma spp.. Dalam Menekan Inokulum Phytophthora sp. di dalam Jaringan Buah Kakao. Menara Perkebunan 62 : 2 :25-29.

Djatmiko, H.A., dan Rohadi, S.S., 1997. Efektivitas Trichoderma harzianum

Hasil Perbanyakan dalam Sekam Padi dan Bekatul Terhadap Patogenesitas Plasmodiophora brassicae pada Tanah latosol dan Andosol. Majalah Ilmiah UNSOED, Purwokerto 2 : 23 : 10-22.

Djafaruddin, 2000. Dasar-dasar Perlindungan Penyakit Tanaman. Budi

Aksara, Jakarta Gultom, J.M., 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa Jamur Antagonis dengan

Berbagai Tingkat Konsentrasi Untuk Menekan Perkembangan Jamur

Page 12: Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 188

Phytium sp Penyebab Rebah Kecambah pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.) http://repository.usu.ac.id.pdf Akses 10 Agustus 2010

Ismujiyanto, S. B., Aeny, T.N., Ginting, C., 1996. Pengaruh Cendawan

Antagonis Trichoderma viride dan Kompos Terhadap Intensitas Serangan Fusarium oxysporum Schl. F. Sp. Vanillae (TUCKER) Gordon Penyebab Penyakit Busuk Batang pada Tanaman Panili (Vanilla plafolia Andrews). JPP. Vol. VIII. No 8 Agustus, hal 85-90

Khaeruni, A.R., 2010. Penyakit Hawar Daun Bakteri Pada Padi: Masalah dan

Upaya Pemecahannya. http://www.rudyct. com/PPS702-ipb/03112/andi_khaeruni.htm

Lilik, R., Wibowo, B.S., Irwan, C., 2010. Pemanfaatan Agens Antagonis

dalam Pengendalian Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura. http://www.bbopt.litbang.deptan.go.id akses 30 Agustus 2010.

Nurhayati, H., 2001. Pengaruh Pemberian Trichoderma sp. Terhadap Daya Infeksi dan Ketahanan Hidup Sclerotium roflsii pada Akar Bibit Cabai. Skripsi Fakultas Pertanian UNTAD, Palu

Nurhaedah, 2002. Pengaruh Aplikasi Trichoderma sp. Dan Mulsa Terhadap

Persentase Serangan Penyakit Antraknosa pada Buah Tanaman Cabai Merah Besar (Capsicum annum L). Skripsi Fakultas Pertanian UNTAD, Palu

Purwantisari, S., dan Hastuti, R. B., 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen

Phythopthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal. http://eprints.undip.ac.id.pdf Akses 30 agustus 2010

Rifai, M., Mujim, S., dan Aeny, T.N., 1996. Pengaruh Lama Investasi

Trichoderma viride Terhadap Intensitas Serangan Pythium sp. Pada Kedelai. Jurnal Penelitian Pertama VII : 8 : 20-25

Salma, S., dan Gunarto, L., 1999. Enzim Selulase dari Trichoderma spp.

http://www.indobiogen.or.id. Akses 30 Agustus 2010 Sastrahidayat, I.R., 1988. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional,

Surabaya.

Page 13: Potensi Agens Hayati Trichoderma Spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati

Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

Potensi Agens Hayati Trichoderma Sp… 189

Semangun, H., 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ___________, 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta. Supriadi, 2006. Analisis Resiko Agens Hayati Untuk Pengendalian Patogen

Tanaman.http://aseanbiotechnology.info.10juni2010.pdf Akses 30 Agustus 2010.

Sulistyowati, L., Estiejarini, M., Cholil, A., 1997. Tehnik Isolat Trichoderma

spp. Sebagai Agen Pengendali Hayati Sclerotium roflsii Sacc. Pada Tanaman Kacang Tanah. Lembaga Penelitian, Universitas Brawijaya, Malang.

Sumartini, Modjo, H. S., Harsojo, A., 1994. Potensi Trichoderma viride Untuk

Pengendalian Hawar Upih Pada Jagung. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan, p 313-319.

Talanca, A.H. Soenartiningsih dan Wakman, W., 1998. Daya Hambat Jamur

Trichoderma spp.. pada Beberapa Jenis Jamur Patogen. Risalah Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan XI PEI, PFI dan HPTI Sul-sel, Maros 5 Desember 1998 Hal 317-322.

Tandion, H., 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan

Pupuk Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium roflsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) di Rumah Kasa. http://repository.usu.ac.id.pdf Akses 10 Agustus 2010