Posyandu Sangat Berperan Dalam Mendukung Pencapaian Pembangunan Kesehatan
-
Upload
raysyah-rahma-dhani-hasibuan -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
description
Transcript of Posyandu Sangat Berperan Dalam Mendukung Pencapaian Pembangunan Kesehatan
Posyandu sangat berperan dalam mendukung pencapaian pembangunan kesehatan, sayang
saat ini keberadaannya agak menurun, perlu upaya yang lebih agresif dari Pemerintah agar
posyandu kembali di sukai masyarakat. Mengapa hingga saat ini Posyandu masih dianggap
penting, karena fakta pembangunan kesehatan Indonesia proses pemberdayaan masyarakat
dibidang kesehatan merupakan hal yang mendukung bagi tercapainya pembangunan kesehatan.
Apalah artinya anggaran yang cukup, sementara partisipasi masyarakatnya rendah tentunya akan
menjadikan beban pemerintah menjadi lebih besar.
Posyandu yang merupakan jenis upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yang
paling memasyarakat. Posyandu meliputi lima program prioritas yaitu : KB, KIA, gizi,
imunisasi, dan penanggulangan diare, terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan
angka kematian bayi dan balita. Permasalahan gizi buruk anak balita, kekurangan gizi, busung
lapar, dan masalah kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan anak akan mudah dihindari
melalui kegiatan posyandu, sehingga posyandu sebagai layanan kesehatan yang sangat dekat
pada masyarakat sangat berperan penting dalam deteksi dini masalah gizi.
Deteksi dini balita gizi buruk adalah kegiatan penentuan status gizi balita melalui KMS
(yaitu dari berat badan menurut umur) dan tanda-tanda klinis pada balita yang dilakukan oleh
orang tua. Mdengan melakukan penimbangan setiap bulan di posyandu maka status gizi dan jalur
pertumbuhan anak dapat selalu terpantau, sehingga bila ditemukan kelainan dalam grafik
pertumbuhan akan segera terdetesi dan akan mudah untuk melakukan perbaikan status gizi anak.
Deteksi dini ini juga perlu diimbangi dengan penyuluhan serta pemberian makanan tambahan.
Apa saja Manfaat POSYANDU?
1. Pertumbahan anak balita terpantau sehingga tidak menderita gizi kurang/gizi buruk.
2. Bayi dan anak balita mendapat Kapsul Vitamin A setiap bulan Februari dan Agustus.
3. Bayi memperoleh imunisasi lengkap.
4. Ibu hamil terpantau berat badannya dan memperoleh Tablet Tambah Darah serja
imunisasi Tetanus Toxoid.
5. Ibu nifas memperoleh Kapsul Vitamin A dan Tablet Tambah Darah.
6. Stimulasi tumbuh kembang balita dengan fasilitas alat permainan edukatif di posyandu,
dan mendeteksi dini tumbuh kembang
7. Anak belajar bersosialisasi dengan sesame balita dan orang tua.
8. Memperoleh penyuluhan kesehatan tentang kesehatan ibu dan anak.
9. Apabila terdapat kelainan pada anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui akan
dirujuk ke Puskesmas
10. Dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang kesehatan ibu dan anak batita.
Banyak manfaat posyandu yang bisa diperoleh ibu dan balita. Semua fasilitas tersebut
disediakan secara gratis. Sudah selayaknya masyarakat memanfaatkan berbagai fasilitas yang
disediakan oleh pemerintah tersebut. Walaupun gratis, pelayanan tersebut bukanlah sesuatu yang
murah. Jika diuangkan, biaya untuk pembelian vaksin, vitamin, dan berbagai logistik posyandu
tentulah sangat mahal. Hal ini dapat dibuktikan jika kita mengimunisasikan anak kita ke
Lembaga Pelayanan Kesehatan Swasta, biaya 1 kali imunisasi bisa mencapai puluhan bahkan
ratusan ribu rupiah.
Oleh karena itu, setiap keluarga diharapkan aktif memanfaatkan fasilitas di posyandu.
Keluarga yang aktif ke posyandu adalah keluarga yang rutin membawa anaknya ke posyandu
setiap bulan. Sesibuk apapun orang tua, perlu menyempatkan diri sebulan sekali ke posyandu.
Jika orang tua tidak sempat ke posyandu, maka tidak ada salahnya memnta bantuan orang lain
atau pengasuh untuk mengantar anak ke posyandu. Posyandu bukan hanya tempat untuk
mendapatkan imunisasi saja, tetapi juga memantau pertumbuhan berat badan, deteksi dini
penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan anak, serta melakukan stimulasi tumbuh
kembang balita melalui alat permainan edukatif yang tersedia di posyandu.
Mengapa Tidak Datang Ke Posyandu?
Beberapa alas an yang sering dikemukakan ibu yang tidak datang ke piosyandu antara
lain :
1. Jumlah balita yang terdapat di dalam keluarga, mempengaruhi kunjungan ibu ke
posyandu, dimana keluarga yang memiliki jumlah balita sedikit maka ibu akan lebih
sering datang ke posyandu seta jarak dari rumah ke posyandu sangat mempengaruhi
kunjungan ibu ke posyandu.
2. Tingkat pengetahuan keluarga, dimana keluarga yang memiliki pengetahuan tentang
kesehatan, tanda, dan gejala sehubungan dengan pertumbuhan anggota keluarganya,
maka keluarga tersebut akan segera melakukan tindakan untuk meminimalkan dampak
yang lebih buruk lagi terhadap kondisi anggota keluarganya. Semakin terdidik keluarga
maka semakin baik pengetahuan keluarga tentang kesehatan.
3. Faktor geografi, dimana letak dan kondisi geografis wilayah tersebut. Kondisi geografis
diantaranya jarak dan kondisi jalan ke tempat pelayanan kesehatan sangat berpengaruh
terhadap keaktifan membawa balitanya ke posyandu.
4. Dukungan keluarga terdekat / suami. Ibu atau pengasuh balita akan aktif ke posyandu
jika ada dorongan dari keluarga terdekat. Dukungan keluarga sangat berperan dalam
memelihara dan mempertahankan status gizi balita yang optimal. Keluarga merupakan
sistem dasar dimana perilaku sehat dan perawatan kesehatan diatur, dilaksanakan, dan
diamankan, keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan secara
bersama-sama merawat anggota keluarga. Keluarga mempunyai tanggung jawab utama
untuk memulai dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh para professional
perawatan kesehatan.
Diposkan oleh SALSABILA di 23:24 Tidak ada komentar:
Selasa, 05 April 2011
Gangguan Haid dan Dismenorhae
Umumnya, siklus haid terjadi sekitar 28 hari, meski tidak selalu. Terkadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 35 hari. Namun, sebagian perempuan memiliki siklus haid yang tidak normal. Apa saja gangguan itu?
- Polimenorea
Polimenorea adalah siklus haid lebih pendek dari biasanya (kurang dari 21 hari siklusnya atau masa bersih tanpa darah haid kurang dari 2 minggu). Secara awam bisa terlihat sebagai haid yang terjadi dua kali atau lebih dalam satu bulan. Banyaknya perdarahan bisa sama atau lebih banyak dari haid normal. Penyebabnya antara lain gangguan hormonal sehingga siklus haid menjadi lebih pendek.
- OligomenoreaIni adalah siklus haid yang lebih panjang dari 35 hari. Perdarahan pada oligomenorea biasanya lebih sedikit dari ukuran normal. Penyebabnya antara lain gangguan hormonal, psikologis dan efek penyakit tertentu seperti TBC.
- AmenoreaAmenorea adalah ketiadaan haid selama 3 bulan berturut-turut. Dibedakan menjadi dua: Amenorea primer yaitu bila perempuan usia 18 tahun ke atas tidak pernah mendapat haid sama sekali. Penyebabnya adalah kelainan genetik atau anatomi.
Amenorea sekunder bila perempuan ini pernah mendapat haid tapi kemudian berhenti. Penyebabnya adalah gangguan kurang gizi, metabolisme, tumor, penyakit infeksi, dan sebagainya.
DISMENORESuatu proses yang normal jika seorang wanita mengalami haid atau menstruasi. Hal ini terjadi karena adanya peluruhan dinding (endometrium) yang disertai dengan pendarahan dan biasanya terjadi rutin setiap bulan kecuali pada masa kehamilan.
Pada sebagian wanita, biasanya akan mengalami masa yang menyiksa yaitu proses haid yang disertai dengan nyeri atau rasa sakit. Sebenarnya normal bila seorang wanita merasa nyeri, hanya terkadang seorang wanita merasakan nyeri haid yang sangat hebat sampai mengganggu aktivitasnya. Nyeri haid pada taraf yang berat ini sering disebut dengan dismenorhae.
Gejala mungkin mulai mucul 1-2 hari sebelum menstruasi, puncaknya pada hari pertama aliran, dan mereda pada hari itu atau selama beberapa hari. Rasa sakit biasanya digambarkan sebagai tumpul, sakit, kram dan sering menjalar hingga punggung bawah.
1. Dismenorhea primer. Timbul sejak haid pertama akan pulih sendiri dengan berjalannya waktu. Tepatnya saat lebih stabilnya hormon tubuh atau perubahan posisi harim setelah menikah dan melahirkan. Dismenorhea primer dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal, pengaruh suatu zat kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin, faktor psikis dan fisik, dan seperti stress, shock, penyempitan pembuluh darah, penyakit yang menahun, kurang darah, dan kondisi tubuh yang menurun.
2. Dismenorhea sekunder. Biasanya baru muncul kemudian, yaitu jika ada penyakit atau keluhan yang menetap seperti infeksi rahim, kista atau polip, tumor sekitar kandungan, kelainan kedudukan rahim yang dapat mengganggu organ dan jaringan di sekitarnya. Dismenorhea sekunder dapat disebabkan oleh rahim yang terbalik sehingga membuat darah haid tidak mudah dikeluarkan, benjolan besar atau kecil di dalam rahim, peradangan selaput lendir rahim, dan pemakaian spiral.
Tatalaksana dismenorhea antara lain :a. Penerangan atau nasehat. Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dismenorhea adalah
gangguan yang tidak berbahaya untuk kesehatan. Hendaknya diadakan penjelasan dan diskusi mengenai cara hidup, pekerjaan, kegiatan dan lingkungan penderita. Nasehat-nasehat mengenai makanan sehat, istirahat yang cukup dan olahraga teratur, minum air putih yang banyak, pada waktu haid menghindari sesuatu yang dingin.
b. Obat analgesik yang dapat diberiikan sebagai terapi simptomatikc. Terapi hormonal. Tujuan terapi ini ialah menekan ovulasi. Dengan sendirinya perkembangan
edometrium (dinding rahim) juga dihambat, sehingga produksi prostaglandin juga berkurang. d. Terapi dengan obat nonsteroid anti prostaglandin. Obat yang menurunkan jumlah
prostaglandin akan membantu mengurangi rasa nyeri. Misalnya asetosal dapat sedikit menurunkan prostaglandin.
DETERMINAN PERILAKU
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sebelum kita membicarakan tentang perilaku kesehatan, terlebih dahulu akan dibuat batasan
tentang perilaku itu sendiri. Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan
atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu
aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan
yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan
kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku
manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang
dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak
langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut
dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan
bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup
termasuk perilaku manusia.
2. Tujuan
Adapun tujuan dari pada pembuatan makalah ini antara lain :
o Memahami determinan prilaku
o Mengetahui beberapa teori yang berhubungan dengan determinan perilaku
o Mengetahui factor yang mempengaruhi prilaku seseorang maupun masyarakat
o Menjelaskan tentang teori perubahan prilaku.
BAB II
DETERMINAN PERILAKU
1. Konsep Umum
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu
sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup
berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal
activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk
kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh
organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung. Perilaku dan
gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor
genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan
lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.
Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yakni :
aspek fisik
aspek psikis
aspek social.
Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan,
keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi sikap dan sebagainya.
Gejala kejiwaan ditentukan oleh berbagai factor diantaranya :
factor prngalaman
keyakinan
sarana fisik
sosio budaya masyarakat.
2. Teori yang berhubungan dengan determinan perilaku.
1. Teori Laurence Green
Green menganalisis prilaku manusia dari tingkat kesehatan. Menurut Green kesehatan
individu maupun masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :
1. Factor perilaku (behaviour cause)
Prilaku dibentuk oleh 3 faktor antara lain :
Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud
dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan
sebagainya.
Faktor-faktor pendukung ( enebling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas
atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan,
alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
Faktor-faktor pendorong (renforcing factors), yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Model ini dapat digambar sebagai berikut :
B = f (PF,EF,RF)Dimana :
B = behaviour
PF = predisposing factors
EF = enebling factors
RF = reinforcing factors
f = fungsi
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan
oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang
bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan
terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan
karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya.
(predisposing factor)
Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas tempat
mengimunisasikan anaknya ( enebling factor).
Sebab lain, mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain
disekitarnya tidak pernah mengimunisasikan anaknya ( reinforcing factors).
1. Factor diluar perilaku (non-behaviour cause)
2. Teori Snehandu B. Kar
Kar menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan
fungsi dari :
Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau
perawatan kesehatannya (behaviour intention)
Dukungan social dari masyarakat sekitarnya (social-support)
Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas
kesehatan ( accessibility of information)
Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil
tindakan atau keputusan (personal autonomy)
Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak
(action situation).
Uraian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
B = f (BI, SS, AL, PA, AS)Dimana :
B = behaviour
f = fungsi
BI = behaviour intention
SS = social support
AI = accessibility of information
PA = personal autonomy
AS = action situation.
Seorang ibu yang tidak mau ikut KB, mungkin karena ia tidak ada minat dan niat terhadap
KB (behaviour intention), atau barangkali juga karena tidak ada dukungan dari masyarakat
sekitarnya ( social support). Mungkin juga karena kurang atau tidak memperoleh informasi yang
kuat tentang KB (accessibility of information), atau mungkin ia tidak mempunyai kebebasan
untuk menentukan, misalnya harus tunduk kepada suaminya, mertuanya atau orang lain yang ia
segani 9personal autonomy). Factor lain yang mungkin menyebabkan ibu ini tidak ikut KB
adalah karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, misalnya alasan kesehatan (action
situation)
3. Teori WHO
Tim kerja dari WHO mengenalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berprilaku
tertentu karena adanya 4 alasan pokok. yaitu :
1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman
orang lain.
3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang.
4. Nilai (value).
Pemikiran dan perasaan (thoughts and felling), yakni dalambentuk pengetahuan, persepsi,
sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini
adalah objek kesehatan).
1. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak
memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengetahuan bahwa api itu
panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena api. Seorang ibu akan
mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya kena penyakit polio sehingga
cacat, karena anak tetangganya tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio.
2. Kepercayaan
Kepercayaan sering di peroleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima
kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya
wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.
3. Sikap
Sikap mengambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari
pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau
menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu
terwujud dalam suatu tindakan yang nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan yang telah
disebutkan diatas.
1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membewanya ke
puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepeserpun sehingga ia
gagal membawa anaknya ke puskesmas.
2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit
keras kerumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap RS,
sebab ia teringat akan anak tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari di
RS.
3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat kontrasepsi
IUD mengalami perdarahan. Meskipun sikapnya sudah positif terhadap KB, tetapi
ia kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat kontrasepsi apapun.
4. Nilai (value). Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang
menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.
Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat.
4. Orang penting sebagai referensi
Perilaku orang lebih-lebih prilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang
yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau
perbuatan cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya, maka gurulah yang
menjadi panutan perilaku mereka. Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut
kelompok referensi (reference group), antara lain guru, para ulama, kepala adapt (suku), kepala
desa, dan sebagainya.
4. Sumber-sumber daya (resource)
Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu
berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat. Pengaruh sumber daya
terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negative. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat
berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan puskesmas tetapi juga dapat berpengaruh
sebaliknya.
4. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber
didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of
life) yang pada umumnya disebut kebudayaan.
Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu
masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan
peradaban umat manusia. Kebudayaan atau pola hidup masyarakatdi sini merupakan kombinasi
dari semua yang telah disebutkan diatas.
Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya
kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.
Perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau
latarbelakang yang berbeda-beda. Misalnya, alasan masyarakat tidak mau berobat kepuskesmas.
Mungkin karena tidak percaya terhadap puskesmas, mungkin takut pada dokternya, mungkin
tidak tahu fungsinya puskesmas, dan lain sebagainya.
Secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut :
B = f (TF, PR, R, C)Di mana :
B = behaviour
f = fungsi
TF = thoughts and feeling
PR = personal reference
R = resources
C = culture
Disimpulkan bahwa prilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh
pemikiran dan perasaan seseorang, adanya orang lain yang dijadikan referensi dan sumber-
sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku dan kebudayaan masyarakat.
Seseorang yang tidak mau membuat jamban keluarga, atau tidak mau buang air besar dijamban,
mungkin karena ia mempunyai pemikiran dan perasaan yang tidak enak kalau buang air besar
dijamban (thought and feeling). Atau barangkali karena tokoh idolanya juga tidak membuat
jamban keluarga sehingga tidak ada orang yang menjadi referensinya (personal reference).
Factor lain juga mungkin karena langkah sumber-sumber yang diperlukan atau tidak mempunyai
biaya untuk membuat jamban keluarga (resource). Factor lain lagi mungkin karena kebudayaan
(culture), bahwa jamban keluarga belum merupakan budaya masyarakat.
3. Teori Perubahan Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat
diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak.
Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak
disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat
memikirkan penyebab seseorang menerap-kan perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk
dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut.
1. Health Belief Model
Model perilaku ini dikembangkan pada tahun 50�an dan didasarkan atas partisipasi
masyarakat pada program deteksi dini tuberculosis. Analisis terhadap berbagai faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat pada program tersebut kemudian dikembangkan sebagai
model perilaku. Health belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial ;
1. Kesiapan individu intuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau
memperkecil risiko kesehatan.
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.
3. Perilaku itu sendiri.
Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan dengan sarana & petugas
kesehatan.
Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang kerentanan
terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap penyakit,
potensi ancaman, dan adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku akan memberikan
keuntungan.
Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi
oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang di tawarkan, interaksi
dengan petugas kesehatan yang merekomen-dasikan perubahan perilaku, dan pengalaman
mencoba merubah perilaku yang serupa.
2. Konsep Perilaku
Sebelum kita membicarakan tentang perilaku kesehatan, terlebih dahulu akan dibuat batasan
tentang perilaku itu sendiri. Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan
atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu
aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan
yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan
kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku
manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang
dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak
langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut
dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan
bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup
termasuk perilaku manusia.
Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku
makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah suatu kondisi atau
merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu mekanisme
pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses
belajar (learning process). Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku
merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon) dan respons. Ia
membedakan adanya 2 respons, yakni :
a. Respondent Respons atau Reflexive Respons
Adalah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-
perangsangan semacam ini disebut eliciting stimuli karena menimbulkan respons-respons yang
relatif tetap, misalnya makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan
menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Pada umumnya perangsangan-perangsangan yang
demikian itu mendahului respons yang ditimbulkan. Respondent respons (respondent behaviour)
ini mencakup juga emosi respons atau emotional behaviour. Emotional respons ini timbul karena
hal yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan, misalnya menangis karena sedih
atau sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena marah). Sebaliknya hal-hal yang
mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya tertawa, berjingkat-jingkat
karena senang dan sebagainya.
b. Operant Respons atau Instrumental Respons
Adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang
semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer karena perangsangan-perangsangan
tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu, perangsang
yang demikian itu mengikuti atau memperkuat suatu perilaku yang telah dilakukan. Apabila
seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan kemudian memperoleh hadiah maka
ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut.
Dengan kata lain responnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi. Didalam kehidupan sehari-
hari, respons jenis pertama (responden respons atau respondent behaviour) sangat terbatas
keberadaannya pada manusia. Hal ini disebabkan karena hubungan yang pasti antara stimulus
dan respons, kemungkinan untuk memodifikasinya adalah sangat kecil. Sebaliknya operant
respons atau instrumental behaviour merupakan bagian terbesar dari perilaku manusia dan
kemungkinan untuk memodifikasi sangat besar bahkan dapat dikatakan tidak terbatas.
3. Fokus teori Skinner ini adalah pada respons atau jenis perilaku yang kedua ini.
1. Prosedur Pembentukan Perilaku
Seperti telah disebutkan diatas, sebagian besar perilaku manusia adalah operant respons. Untuk
itu untuk membentuk jenis respons atau perilaku ini perlu diciptakan adanya suatu kondisi
tertentu yang disebut operant conditioning. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant
conditioning ini menurut Skinner adalah sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa
hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.
b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk
perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut disusun dalam urutan yang
tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.
c. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-tujuan sementara,
mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.
d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun
itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan
mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan.
Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen (perilaku) yang kedua, diberi
hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi), demikian berulang-ulang sampai
komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan
selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk. Sebagai ilustrasi, misalnya
dikehendaki agar anak mempunyai kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur. Untuk berperilaku
seperti ini maka anak tersebut harus :
Pergi ke kamar mandi sebelum tidur.
Mengambil sikat dan odol.
Mengambil air dan berkumur.
Melaksanakan gosok gigi.
Menyimpan sikat gigi dan odol.
Pergi ke kamar tidur.
Kalau dapat diidentifikasi hadiah-hadiah (tidak berupa uang) bagi masing-masing komponen
perilaku tersebut (komponen diatas) maka akan dapat dilakukan pembentukan kebiasaan
tersebut. Contoh tersebut di atas adalah suatu penyederhanaan prosedur pembentukan perilaku
melalui operant conditioning. Didalam kenyataannya prosedur ini banyak dan bervariasi sekali
dan lebih kompleks dari contoh tersebut diatas. Teori Skinner ini sangat besar pengaruhnya
terutama di Amerika Serikat.
Konsep-konsep behaviour control, behaviour theraphy dan behaviour modification yang dewasa
ini berkembang adalah bersumber pada teori ini.
4. Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang
terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk 2 macam,
yakni :
a. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan
pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit
tertentu meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi. Contoh
lain seorang yang menganjurkan orang lain untuk
mengikuti keluarga berencana meskipun ia sendiri tidak ikut keluarga berencana. Dari kedua
contoh tersebut terlihat bahwa ibu telah tahu gunanya imunisasi dan contoh kedua orang tersebut
telah mempunyai sikap yang positif untuk mendukung keluarga berencana meskipun mereka
sendiri belum melakukan secara konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku
mereka ini masih terselubung (covert behaviour).
2. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya
pada kedua contoh di atas, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas atau fasilitas
kesehatan lain untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua sudah ikut keluarga
berencana dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena perilaku mereka ini sudah
tampak dalam bentuk tindakan nyata maka disebut overt behaviour. Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah merupakan respons seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung dan disebut covert
behaviour. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respons seseorang terhadap
stimulus (practice) adalah merupakan overt behaviour.
4. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang(organisme) terhadap stimulus
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan serta
lingkungan. Batasan ini mempunyai 2 unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau
perangsangan. Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan
sikap) maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Sedangkan stimulus atau
rangsangan disini terdiri 4 unsur pokok, yakni sakit & penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup
:
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia berespons, baik
secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit atau rasa sakit yang ada pada
dirinya dan diluar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit
atau sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan
tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni :
Perilaku sehubungan dengan peningkatan ddan pemeliharaan kesehatan (health
promotion behaviour). Misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga, dan
sebagainya.
Perilaku pencegahan penyakit (health preevention behaviour) adalah respons untuk
melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk mencegah
gigitan nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk perilaku untuk tidak
menularkan penyakit kepadaorang lain.
Perilaku sehubungan dengan pencarian penngobatan (health seeking behaviour), yaitu
perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati
sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern
(puskesmas, mantri, dokter praktek, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan
tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).
Perilaku sehubungan dengan pemulihan kessehatan (health rehabilitation behaviour) yaitu
perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh
dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam
rangka pemulihan kesehatannya).
b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang terhadap sistem
pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini
menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-
obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas
dan obat-obatan.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour) yakni respons seseorang terhadap makanan
sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan
praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi),
pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (enviromental health behaviour) adalah respons
seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini
seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup :
Perilaku sehubungan dengan air bersih, ttermasuk didalamnya komponen, manfaat, dan
penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
Perilaku sehubungan dengan pembuangan aiir kotor, yang menyangkut segi-segi higiene,
pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.
Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Termasuk
didalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah yang sehat serta dampak
pembuangan limbah yang tidak baik.
Perilaku sehubungan dengan rumah yang seehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan,
lantai, dan sebagainya.
Perilaku sehubungan dengan pembersihan ssarang-sarang nyamuk (vektor) dan
sebagainya.
Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme
terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang
diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Dengan demikian maka
suatu rangsangan akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.
Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap.
Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek,
dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak
menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Didalam suatu
pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari
dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain susunan saraf pusat,
persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan, dan sebagainya. Susunan saraf pusat
memegang peranan penting dalam perilaku manusia karena merupakan sebuah bentuk
perpindahan dari rangsangan yang masuk menjadi perbuatan atau tindakan. Perpindahan ini
dilakukan oleh susunan saraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron
memindahkan energi-energi didalam impuls-impuls saraf. Impuls-impuls saraf indera
pendengaran, penglihatan, pembauan, pengecapan dan perabaan disalurkan dari tempat
terjadinya rangsangan melalui impuls-impuls saraf ke susunan saraf pusat.
Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi
sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera. Setiap orang mempunyai persepsi
yang berbeda meskipun mengamati objek yang sama. Motivasi yang diartikan sebagai suatu
dorongan untuk bertindak dalam rangka mencapai suatu tujuan, juga dapat terwujud dalam
bentuk perilaku. Perilaku juga dapat timbul karena emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi
emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, yang pada hakekatnya merupakan faktor
keturunan (bawaan). Manusia dalam mencapai kedewasaan semua aspek tersebut diatas akan
berkembang sesuai dengan hukum perkembangan. Belajar diartikan sebagai suatu proses
perubahan perilaku yang dihasilkan dari praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan. Belajar
adalah suatu perubahan perilaku yang didasari oleh perilaku terdahulu (sebelumnya). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung
dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi 2, yakni
faktor intern.
Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang
berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan
sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan
sebagainya. Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perilaku merupakan konsepsi yang tidak
sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni suatu pengorganisasian proses-proses psikologis oleh
seseorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan responsi menurut cara tertentu
terhadap suatu objek.
ekstern
Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan (health related behavior) sebagai berikut :
a. Perilaku kesehatan (health behavior) yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau
kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-
tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan
sebagainya.
b. Perilaku sakit (illness behavior) yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan seorang
individu yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.
Termasuk disini kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit,
penyebab penyakit serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yakni segala tindakan atau kegiatan yang
dilakukan individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping
berpengaruh terhadap kesehatan / kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain
terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap
kesehatannya. Saparinah Sadli (1982) menggambarkan individu dengan lingkungan social yang
saling mempengaruhi didalam suatu diagram. Keterangan :
a. Perilaku kesehatan individu; sikap dan kebiasaan individu yang erat kaitannya dengan
lingkungan.
b. Lingkungan keluarga; kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai kesehatan.
c. Lingkungan terbatas; tradisi, adat-istiadat dan kepercayaan masyarakat sehubungan dengan
kesehatan.
d. Lingkungan umum; kebijakan-kebijakan pemerintah dibidang kesehatan, undang-undang
kesehatan, program-program kesehatan, dan sebagainya.
Setiap individu sejak lahir terkait didalam suatu kelompok, terutama kelompok keluarga. Dalam
keterkaitannya dengan kelompok ini membuka kemungkinan untuk dipengaruhi dan
mempengaruhi anggota-anggota kelompok lain. Oleh karena pada setiap kelompok senantiasa
berlaku aturan-aturan atau norma-norma sosial tertentu maka perilaku tiap individu anggota
kelompok berlangsung didalam suatu jaringan normatif. Demikian pula perilaku individu
tersebut terhadap masalah-masalah kesehatan.
Kosa dan Robertson mengatakan bahwa perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh
kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan dan kurang
berdasarkan pada pengetahuan biologi. Memang kenyataannya demikian, tiap individu
mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan penyembuhan atau pencegahan yang
berbeda meskipun gangguan kesehatannya sama. Pada umumnya tindakan yang diambil
berdasarkan penilaian individu atau mungkin dibantu oleh orang lain terhadap gangguan
tersebut. Penilaian semacam ini menunjukkan bahwa gangguan yang dirasakan individu
menstimulasikan dimulainya suatu proses sosial psikologis. Proses semacam ini menggambarkan
berbagai tindakan yang dilakukan si penderita mengenai gangguan yang dialami dan merupakan
bagian integral interaksi sosial pada umumnya. Proses ini mengikuti suatu keteraturan tertentu
yang dapat diklasifikasikan dalam 4 bagian, yakni :
a. Adanya suatu penilaian dari orang yang bersangkutan terhadap suatu gangguan atau ancaman
kesehatan. Dalam hal ini persepsi individu yang bersangkutan atau orang lain (anggota keluarga)
terhadap gangguan tersebut akan berperan. Selanjutnya gangguan dikomunikasikan kepada orang
lain (anggota keluarga) dan mereka yang diberi informasi tersebut menilai dengan kriteria
subjektif.
b. Timbulnya kecemasan karena adanya persepsi terhadap gangguan tersebut. Disadari bahwa
setiap gangguan kesehatan akan menimbulkan kecemasan baik bagi yang bersangkutan maupun
bagi anggota keluarga lainnya. Bahkan gangguan tersebut dikaitkan dengan ancaman adanya
kematian. Dari ancaman-ancaman ini akan menimbulkan bermacam-macam bentuk perilaku.
c. Penerapan pengatahuan orang yang bersangkutan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
masalah kesehatan, khususnya mengenai gangguan yang dialaminya. Oleh karena gangguan
kesehatan terjadi secara teratur didalam suatu kelompok tertentu maka setiap orang didalam
kelompok tersebut dapat menghimpun pengetahuan tentang berbagai macam gangguan
kesehatan yang mungkin terjadi. Dari sini sekaligus orang menghimpun berbagai cara mengatasi
gangguan kesehatan itu, baik secara tradisional maupun modern. Berbagai cara penerapan
pengetahuan baik dalam menghimpun berbagai macam gangguan maupun cara-cara
mengatasinya tersebut merupakan pencerminan dari berbagai bentuk perilaku.
d. Dilakukannya tindakan manipulatif untuk meniadakan atau menghilangkan kecemasan atau
gangguan tersebut. Didalam hal ini baik orang awam maupun tenaga kesehatan melakukan
manipulasi tertentu dalam arti melakukan sesuatu untuk mengaatasi gangguan kesehatan. Dari
sini lahirlah pranata-pranata kesehatan baik tradisional maupun modern.