posyandu

43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 memuat tujuan pembangunan kesehatan dengan strategi paradigma sehat diharapkan masyarakat mampu menolong dirinya sendiri salah satunya adalah dengan menjaga kesehatan. Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan oleh pemerintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit kemajuan yang akan dicapai. Pengalaman dan penelitian–penelitian yang telah dilakukan terhadap peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan membuktikan bahwa peran serta masyarakat sangat menentukan keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan itu sendiri.

description

POS PELAYANAN DESA

Transcript of posyandu

BAB I

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang

Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 memuat tujuan pembangunan kesehatan dengan strategi paradigma sehat diharapkan masyarakat mampu menolong dirinya sendiri salah satunya adalah dengan menjaga kesehatan.

Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan oleh pemerintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit kemajuan yang akan dicapai. Pengalaman dan penelitianpenelitian yang telah dilakukan terhadap peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan membuktikan bahwa peran serta masyarakat sangat menentukan keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan itu sendiri.

Salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan adalah Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang dibentuk oleh dan untuk masyarakat itu sendiri. Posyandu merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan yang dikelola oleh masyarakat dengan dukungan tekhnis petugas Puskesmas. Kegiatan Posyandu meliputi 5 program pelayanan kesehatan dasar, yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Imunisasi, Keluarga Berencana (KB), Perbaikan Gizi dan Penanggulangan Diare.

Keberadaan Posyandu beserta kader sebagai penggeraknya telah memberikan dampak positif terhadap pembangunan khususnya di bidang kesehatan, sebagaimana yang ditemukan oleh Perdana (1980) dalam Pramudho (1997) di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan bahwa peranan kader telah memperlihatkan adanya peningkatan terhadap upaya Puskesmas dalam memperkecil masalah penyakit menular melalui pengobatan penderita, pembangunan jamban serta imunisasi bagi bayi dan ibu hamil.

Adanya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 berdampak terhadap berkurangnya kegiatan di Posyandu. Jumlah kunjungan balita di Posyandu yang semula mencapai 6070 % menurun menjadi 30 40 % , akibat menurunnya partisipasi masyarakat untuk membawa balitanya ke Posyandu. Soekirman (2000) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya kasus kurang gizi pada masyarakat karena tidak berfungsinya lembagalembaga sosial dalam masyarakat seperti Posyandu. Penurunan aktivitas Posyandu tersebut berakibat pemantauan gizi pada anak dan ibu hamil terabaikan. Namun meskipun demikian dari hasil penelitian Satoto dkk (2002) menunjukkan bahwa sekitar 35% desa di Indonesia masih melaksanakan Posyandu sampai sekarang dan sebagian masyarakat miskin masih menggunakan Posyandu sebagai tempat pelayanan kesehatan. Hal ini membuktikan bahwa posyandu masih mempunyai peran penting sebagai forum kegiatan masyarakat. Seperti dikemukakan diatas bahwa operasional posyandu tidak lepas dari adanya kader posyandu yang telah banyak membantu pelaksanaan kegiatan posyandu di 5 (lima) meja yang ada telah ditetapkan.

Menurut Satoto dkk (2002) bahwa tingkat presisi dan akurasi para kader posyandu masih rendah. Hal tersebut berdasarkan penelitian di 72 posyandu di Jawa Barat dan Jawa Tengah menunjukkan bahwa hanya 30% kegiatan posyandu dilaksanakan dengan benar, 90% kader membuat kesalahan dalam penimbangan dan pencatatan sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan, presisi dan akurasi data penimbangan masih rendah. Selain itu, berdasarkan penelitian UNICEF (2002) bahwa tingkat presisi kader dalam menimbang hanya 39% dan tingkat akurasinya hanya 3 %.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada 20 posyandu dari 27 posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Batu 10 pada awal bulan Juni 2006, terutama di posyandu yang sudah pernah mengikuti program pelatihan kader posyandu yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Kota Tanjung Pinang dimana ditemukan beberapa fakta sebagai berikut:

1. Cara penimbangan balita di posyandu tidak dilakukan sesuai petunjuk mengenai cara penimbangan yang benar, dimana hampir semua Posyandu melakukan kesalahan dalam penimbangan (misalnya, angka timbangan tidak di nolkan terlebih dahulu).

2. Buku-buku laporan posyandu tidak diisi dengan benar (lebih dari separuh posyandu).

3. Balok (SKDN), S : Jumlah balita di wilayah posyandu, K : Jumlah balita yang mempunyai Kartu Menuju Sehat, D : Jumlah balita yang datang dan ditimbang di posyandu, N : Jumlah balita yang ditimbang dan naik berat badannya, di Posyandu lebih dari 60% tidak dibuat.

4. Strata Posyandu masih ada yang berstrata pratama (2 posyandu) dan madya (11 posyandu).

Untuk itulah penulis merasa tertarik melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Program Pelatihan Kader Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Batu 10 Kota Tanjung Pinang.

B. Perumusan MasalahGejala-gejala yang ditemukan pada saat pelatihan kader posyandu dilakukan yang menjadi penyebab penulis mencoba untuk melakukan penelitian ini adalah: cara penimbangan balita di posyandu tidak dilakukan sesuai petunjuk mengenai cara penimbangan yang benar, dimana hampir semua kader posyandu melakukan kesalahan dalam penimbangan misalnya, angka timbangan tidak di nolkan terlebih dahulu sebelum melakukan penimbangan dan buku-buku laporan posyandu tidak diisi dengan benar hal ini terjadi pada lebih dari separuh posyandu serta balok SKDN di posyandu lebih dari 60% posyandu tidak dibuat.

Berdasarkan latar belakang dan gejala-gejala diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu Bagaimana gambaran hasil pelaksanaan program pelatihan kader posyandu yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Batu 10 Kota Tanjung Pinang?.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian1. Tujuan a. Umum:

Untuk mengetahui gambaran hasil pelaksanaan program pelatihan kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Batu 10 Kota Tanjung Pinang.

b. Khusus:

1) Untuk mengetahui pengetahuan kader tentang cara penimbangan balita di posyandu wilayah kerja Puskesmas Batu 10 Kota Tanjung Pinang

2) Untuk mengetahui pengetahuan kader tentang cara pembuatan balok SKDN di posyandu wilayah kerja Puskesmas Batu 10 Kota Tanjung Pinang.

3) Untuk mengetahui pengetahuan kader tentang cara pengisian kartu menuju sehat (KMS) di posyandu wilayah kerja Puskesmas Batu 10 Kota Tanjung Pinang.

4) Untuk mengetahui pengetahuan kader tentang penentuan strata posyandu di wilayah kerja Puskesmas Batu 10 Kota Tanjung Pinang.

5) Untuk mengetahui pengetahuan kader tentang pengisian laporan kegiatan bulanan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Batu 10 Kota Tanjung Pinang.

6) Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung program pelatihan kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Batu 10 Kota Tanjung Pinang.

7) Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat program pelatihan kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Batu 10 Kota Tanjung Pinang.

2. Manfaata. Sebagai informasi dan masukan dalam pengambilan keputusan untuk merumuskan kebijakan program.

b. Sebagai bahan acuan bagi peneliti-peneliti lain yang dapat digunakan sebagai bahan masukan atau perbandingan untuk penelitian serupa.

D. Kerangka/Landasan Teoritis1. Evaluasi Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menilai hasil dari program yang dilaksanakan, karena dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan kegiatan. Tanpa adanya evaluasi sulit rasanya untuk mengetahui sejauh mana tujuan tujuan yang direncanakan itu telah mencapai tujuan atau belum (Notoatmojo, 2003). Untuk mendapatkan evaluasi yang tepat, adekuat dan sesuai dengan tujuan evaluasi, dapat digunakan beberapa pendekatan, salah satunya adalah dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem dapat dilakukan untuk suatu program kesehatan dimana penilaian secara komprehensif dapat dilakukan dengan menilai input, proses, dan output.

Menurut Donabedian (cit. Khotimah, 2002) evaluasi dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : 1) Evaluasi input adalah : evaluasi yang dilakukan pada atribut atau ciri ciri tempat pemberian pelayanan, yang meliputi sumber daya sebagai berikut : personil, peralatan, keuangan, dan fasilitas 2) Evaluasi proses adalah : evaluasi yang dilakukan terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan, yang berkaitan dengan penyediaan dan penerimaan pelayanan. 3) Evaluasi output adalah evaluasi yang dilakukan terhadap hasil pelayanan, berkaitan dengan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan pelayanan tersebut.

Menurut Zulfendri (2005) ketiga komponen input, proses dan output tersebut juga dapat menilai suatu kinerja dari progam yang dilaksanakan.

Disamping teori tersebut diatas masih terdapat beberapa teori tentang evaluasi yang dapat digunakan sebagai bahan referensi misalnya menurut Lembaga Administrasi Negara (2004), evaluasi didefenisikan sebagai penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assesment), yang mempunyai karakteristik tertentu yang membedakannya dari analisis yaitu: a). Fokus nilai dimana evaluasi ditujukan kepada pemberian nilai dari sesuatu kebijakan, program maupun kegiatan. Evaluasi terutama untuk menujukan manfaat atau kegunaan dari suatu kebijakan, program maupun kegiatan bukan sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu hal, b). Interpendensi fakta nilai; suatu hasil evaluasi tidak hanya tergantung fakta semata namun juga terhadap nilai, c). Orientasi masa kini dan masa lampau; evaluasi diarahkan pada hasil yang sekarang ada dan hasil yang diperoleh masa lalu, d). Dualitas nilai; nilai yang ada dari sutua evaluasi mempunyai kualitas ganda karena evaluasi dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara.

Pentingnya evaluasi kegiatan karena evaluasi merupakan kegiatan lebih lanjut dari pembahasan yang telah diungkapkam sebelumnya yaitu pengukuran keberhasilan statu kegiatan. Tujuan evaluasi secara umum untuk mengetahui dengan pasti apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan program/kegiatan dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan di masa yang akan datang.

Evaluasi mempunyai beberapa fungs antara lain: a). Memberikan informasi yang valid mengenai program dan kegiatan yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan desempatan telah dicapai. Dengan evaluasi dapat diungkapkan mengenai pencapaian statu tujuan, sasaran dan target tertentu, b). Memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari tujuan dan target, c). Memberi sumbangan pada aplikasi metode analisis kebijakan termasuk perumusan masalah yang direkomendasikan, d). Evaluasi memiliki tujuan pokok melihat seberapa besar kesenjangan antara pencapaian hasil kegiatan dan program dengan harapan atau renacana yang sudah ditetapkan. Fokus evaluasi dapat dikelompokkan menjadi: a). Input evaluation, b). Proces evaluation, c). Output evaluation, d). Outcome evaluation dan, e). Impact evaluation

Evaluasi juga merupakan proses penetapan sesuatu yang berguna. Menurut pendapat yang berkembang, berguna berarti bernilai, bermanfaat atau mempunyai keunggulan, Agus (2004 : 11). Pendapat ini umumnya berdasarkan pada informasi perbandingan dan pengalaman dan seseorang mungkin mengharapkan beberapa konsensus dari orang yang memiliki informasi tersebut. Terkadang tidak ada kesamaan tentang makna tersebut karena tiap orang memiliki kriteria yang berbeda dalam membuat evaluasi.

Evaluasi pelatihan adalah proses mengumpulkan informasi untuk membuat keputusan tentang aktivitas pelatihan. Penting sekali bahwa evaluasi ini dilakukan secara hati-hati sehingga keputusan akan didasarkan pada bukti-bukti yang akurat. Keputusan yang baik akan memberikan kontribusi yang berarti bagi kebaikan organisasi, sedangkan keputusan yang buruk sebaliknya akan menghabiskan biaya tinggi. Keputusan yang dibuat harus memperhatikan aspek kontek organisasi dan rencana organisasi dimasa depan. Proses evaluasi ini merupakan lebih sebagai penyediaan informasi oleh pengambil keputusan dibanding dengan membuat keputusan itu sendiri.

Informasi yang dikumpulkan bisa memenuhi sejumlah tujuan. Ini mungkin mengenai proses pelatihan, perubahan yang bisa dipertalikan dengan pelatihan atau peningkatan efektivitas bagi mereka yang telah mengikuti pelatihan. Informasi ini juga bisa membantu memutuskan apakah pelatihan adalah cara yang paling efektif untuk mencapai bentuk perubahan organisasi. Karena itu penting sekali untuk mengidentifikasi tujuan evaluasi sebelum memutuskan informasi apa yang harus dikumpulkan. Jika ini tidak dilakukan, maka proses evaluasi akan kehilangan fokus dan menjadi suatu pemborosan dana saja. Tujuan evaluator adalah harus melakukan sesuatu dengan sumber daya yang tersedia. Sangat mustahil untuk mengumpulkan informasi untuk menjawab semua pertanyaan yang ada.

Pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah salah satu bentuk pemecahan masalah kesehatan masyarakat dengan menggunakan pendekatan pendidikan (edukatif). Pendidikan adalah suatu proses yang unsur-unsurnya terdiri dari masukan (input) yaitu sasaran pendidikan dan keluaran (out put) yakni suatu bentuk perilaku baru / kemampuan baru dari sasaran pendidikan. Masukan dalam pendidikan kesehatan adalah perilaku masyarakat, baik masyarakat pemberi pelayanan kesehatan (provider) maupun masyarakat penerima pelayanan (consumer), FKM UNDIP (2006 : 1).

Seperti halnya kegiatan-kegiatan lain Pendidikan Kesehatan Masyarakat (PKM) perlu untuk dilakukan suatu perencanaan dan evaluasi supaya mempunyai hasil yang optimal. Disamping itu dalam kegiatan PKM dapat diartikan sebagai kegiatan : pemberian informasi, pemberian pengetahuan, peningkatan keterampilan dan perubahan perilaku. Bahkan menurut pengertian WHO Philosophy, perlu ditambahkan adanya kegiatan: Educating Policy Makers dan perlunya memelihara kesehatan secara mandiri oleh masyarakat, perlu adanya partisipasi dari masyarakat dan untuk itu perlu perencanaan yang baik.

Lawrence Green dalam bukunya yang berjudul Health Education Planning a Diagnostic Approach mengajak kita untuk membuat perencanaan PKM mulai dari outcome (dalam hal ini adalah kualitas hidup) dan kemudian menelusur dengan mencari / mendiagnosa faktor-faktor yang penting untuk terjadinya masalah tersebut sebelum kita menetapkan cara / intervensi yang akan dilakukan. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena kalau tidak intervensi hanya berdasar pada kira-kira saja dan akan menyebabkan kegiatan intervensi ini salah arah atau tidak efektif.

Kegiatan pendidikan kesehatan terhadap Kader Posyandu sudah pernah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Tanjung Pinang. Adapun tujuan dari pelatihan tersebut adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Kader Posyandu dalam melakukan kegiatan-kegiatan di Posyandu. Namun sayang sekali hasil dari pelatihan tersebut masih dirasakan belum optimal seperti apa yang diinginkan.

Secara singkat evaluasi dapat diartikan sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan (yang direncanakan). Namun sebenarnya kalau kita lihat, evaluasi mempunyai bermacam-macam manfaat antara lain :

a. Memberi masukan kepada para perencana dalam membuat re-planning karena dalam melaksanakan evaluasi dapat pula diketahui adanya faktor pendorong dan penghambat terlaksananya kegiatan.

b. Memperbaiki metode monitoring.

c. Share of Experience kepada para pengelola program serupa yang lain.

Ada 3 (tiga) tingkat evaluasi yaitu :

a. Evaluasi Proses ialah evaluasi kegiatan intervensi PKM yang dilaksanakan.

b. Evaluasi Impak ialah evaluasi untuk tercapainya Objective Goal yang telah dibuat baik pada phase pendidikan maupun phase perilaku. Dalam evaluasi ini perlu ditetapkan kapan dan bagaimana (metode) evaluasi tersebut akan dilaksanakan.

c. Evaluasi Out Come ialah evaluasi terhadap masalah pokok yang pada awal perencanaan akan diperbaiki dan dirasakan baik oleh masyarakat maupun petugas kesehatan, yaitu :

- Masalah kesehatan hidup

- Masalah kualitas hidup, FKM UNDIP (2006 : 9).

Farida (2000 : 3) dalam Ralph Tyler, mendefinisikan evaluasi sebagai proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Selain itu juga Cronbach, Stufflebeam dan Alkin mengartikan evaluasi sebagai penyediaan informasi untuk pembuat keputusan. Sedangkan Maclcolm, Provus, pencetus Discrepancy Evaluation, mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standard untuk mengetahui apakah ada selisih.

FKM UNDIP (2006 : 9) dalam (Dignan & Carr, 1992), menyatakan bahwa evaluasi didefinisikan sebagai proses pemeriksaan terhadap ketercapaian suatu program. Defenisi ini meliputi 3 konsep dasar dalam memahami evaluasi.

Pertama, evaluasi adalah pemeriksaan; ini bukanlah ucapan, yang dikendalikan oleh aturan yang tidak fleksibel. Ketika para profesional kesehatan mengumpulkan pengalaman dalam perencanaan dan melaksanakan evaluasi, terlihat jelas bahwa fleksibilitas itu adalah suatu unsur kunci untuk menghasilkan evaluasi yang merujuk pada pertanyaan-pertanyaan penting mengenai program. Prinsip dasar dengan menunjukkan pengembangan rencana untuk evaluasi.

Kedua, evaluasi dipusatkan pada memprediksi pencapaian suatu program. Pencapaian mungkin digambarkan dalam berbagai cara, tergantung pada program itu dan motivasi untuk evaluasi. Evaluasi adalah perputaran, dimana informasi yang disajikan tidak hanya memenuhi kebutuhan tetapi membantu ke arah peningkatan program itu juga.

Ketiga, Evaluasi pada umumnya didasarkan pada suatu standard perbandingan. Untuk bisa efektif, evaluasi harus memusatkan pada suatu indikator kegagalan atau kesuksesan program dengan jelas. Indikator tersebut dikembangkan sebagai suatu jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan evaluasi yang paling mendasar : apa yang kita harapkan jika program berfungsi seperti yang diharapkan ?. Jawabannya mungkin memusatkan pada hasil seperti meningkatnya pengetahuan, akses pelayanan kesehatan yang lebih baik, gaya hidup yang lebih sehat, atau banyak perubahan-perubahan yang lain, tergantung pada tujuan umum dan tujuan khusus program

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat ditarik pengertian evaluasi adalah suatu proses pembandingan hasil kegiatan dengan standar yang telah ditetapkan yang meliputi evaluasi input, proses, dan output.

2. ProgramProgram pada dasarnya merupakan kumpulan kegiatan yang dihimpun dalam statu kelompok yang sama secara sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk mencapai tujuan dan sasaran. Program yang baik akan menuntun pada hasil-hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, penetapan program dilakukan dengan melihat kebijakan yang telah ditetapkan, tujuan dan sasaran serta visi dan misi.

Perumusan program dapat dilakukan melalui proses sebagai berikut:

a. Program merupakan alat untuk pencapaian tujuandan sasaran, oleh serena itu dalam menetapkan program, tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan menjadi informasi utama untuk menetapkan program.

b. Atas dasar hal tersebut diatas, selanjutnya dilakukan klarifikasi-klarifikasi sasaran yang dilakukan atas dasar berbagai pertimbangan baik dilihat dari sisi aspek-aspek tertentu.

c. Program dapat dilengkapi dengan fase-fase pelaksanaan yang akan menuntun para pelaksana pada alur yang sistematik sehingga tujuan dan sasaran dapat dicapai sesuai harapan.

d. Mengkaji ulang, program yang telah berhasil dirumuskan dan mengkaji ulang serta disosialisasikan ke tingkat yang lebih tinggi.

3. PosyanduPosyandu merupakan kependekan dari pos pelayanan terpadu adalah pusat kegiatan masyarakat dimana masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan. Tujuan dari adanya posyandu adalah untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi, balita dan angka kelahiran. Selain itu juga agar masyarakat dapat mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan lain yang menunjang.

Posyandu adalah unit pelayanan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis petugas Puskesmas (Depkes RI,1990). Pada dasarnya kegiatan yang dilaksanakan di Posyandu memadukan antara kegiatan pelayanan oleh masyarakat dan oleh petugas khususnya petugas kesehatan. Namun dalam kegiatan tersebut masyarakat yang mempunyai peranan pokok dalam upaya menjaga dan meningkatkan kesehatan sedangkan petugas kesehatan hanya membantu upaya yang pada dasarnya merupakan kegiatan masyarakat sendiri.

Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, Dirjen Binkesmas Depkes RI (2005 : 8).

Posyandu meliputi 5 program prioritas yakni : Keluarga Berencana (KB), Kesehatan ibu dan Anak (KIA), Gizi, Imunisasi, dan Penanggulangan Diare . Kelima program tersebut dilaksanakan secara terpadu melalui mekanisme 5 meja yang ada di Posyandu, yang terdiri dari :

a. Meja 1, pendaftaran (bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur)

b. Meja 2, penimbangan (khusus bayi dan balita)

c. Meja 3, pengisian Kartu menuju Sehat (KMS)

d. Meja 4, penyuluhan (gizi, KB, Lingkungan, dan lain lain)

e. Meja 5 , imunisasi dan pengobatan sederhana

(Notoatmodjo, 2005)

Kegiatan kegiatan di Posyandu dilaksanakan serta dikelola oleh kader yang telah dipilih oleh masyarakat, namun tidak berarti seluruh pelayanan yang ada di Posyandu tersebut dilakukan kader. Petugas kesehatan memberikan pelayanan yang tidak mungkin dilakukan oleh kader, seperti memberikan suntikan vaksin, suntikan KB dan lain sebagainya yang hanya boleh dilakukan oleh petugas kesehatan khusus yang sudah dilatih.

Atas dasar 8 indikator , Posyandu dapat digolongkan menjadi 4 tingkatan yang secara ringkas kriteria kategorisasi Posyandu tampak pada tabel berikut ini .

TABEL I.1

Indikator dan Tingkat keberhasilan PosyanduIndikatorPratamaMadyaPurnamaMandiri

Frekwensi timbang< 8888

Rata rata kader tugas< 5555

Rata rata cakupan D/S< 50%< 50% 50% 50%

Cakupan kumulatif KB< 50%< 50% 50 % 50%

Cakupan kumulatif KIA< 50%< 50% 50% 50%

Cakupan kum. Imunisasi< 50%< 50% 50% 50%

Program tambahan(-)(-)(+)(+)

Cakupan dana Sehat< 50%< 50%< 50% 50%

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2001a. Posyandu Pratama ( warna merah )

Posyandu tingkat pratama adalah Posyandu yang masih belum mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas.

b. Posyandu Madya ( warna kuning )

Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali pertahun, dengan rata rata jumlah kader yang hadir sebanyak 5 orang atau lebih.

c. Posyandu Purnama ( warna hijau )

Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang kegiatannya lebih dari 8 x pertahun, rata rata jumlah kader yang bertugas sebanyak 5 orang atau lebih, cakupan 5 program utamanya (KIA,KB,Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada dana sehat yang masih sederhana.

d. Posyandu Mandiri ( warna biru )

Posyandu ini berarti sudah dapat melaksanakan kegiatan secara teratur, cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan dana sehat telah menjangkau lebih dari 50% kepala keluarga.

Sistem adalah suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu sama lain dan mempunyai satu tujuan yang jelas. Komponen suatu sistem terdiri dari input, proses, output, effect, out-come dan mekanisme umpan baliknya (Muninjaya, 1999).

Di dalam sistem pelayanan terpadu (Posyandu) komponen input yaitu sumber daya atau masukan dari suatu sistem yang terdiri dari tenaga, sarana dan dana. Proses yaitu semua kegiatan sistem yang mengubah input menjadi output, dalam pelayanan Posyandu, proses adalah semua kegiatan dari mulai persiapan bahan, tempat dan kelompok sasaran , dilaksanakannya program pelayanan dilapangan sampai kegiatan evaluasi. Sedangkan menjadi output dalam program pelayanan terpadu ini adalah produk program sebagai kinerja dari hasil pelayanan terpadu (Muninjaya, 1999). Untuk lebih jelasnya mengenai komponen input, proses dan output pada pelayanan di Posyandu akan diuraikan secara lebih terinci berikut ini:

a. Komponen Input1) Tenaga

Jumlah tenaga yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan Posyandu ini , minimal sebanyak 4 5 orang. Bahkan untuk Posyandu tingkat Paripurna diperlukan kader kesehatan, minimal sebanyak 6-10 orang, sehingga pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan baik dan pengunjung mendapatkan pelayanan tanpa harus menunggu berlama lama (Depkes RI, 1990). Kader kesehatan masyarakat adalah seorang laki laki atau perempuan yang dipilih oleh masyarakat dan telah dilatih untuk menangani masalah masalah kesehatan perorangan atau masalah kesehatan masyarakat serta mau bekerja sama untuk daerah tempat tinggalnya .

2). Kelengkapan Sarana Posyandu

Lengkapnya sarana / peralatan di Posyandu dapat menunjang kelancaran kegiatan baik dari kadernya sendiri maupun pengguna Posyandu. Untuk melaksanakan kegiatannya, Posyandu harus memiliki sarana sarana/ perlengkapan yang dapat memperlancar pelaksanaan pelayanannya. Perlengkapan Posyandu tersebut adalah sebagai berikut:

a) Alat timbangan / dacin, KMS.

b) Alat bantu penyuluhan seperti : buku pegangan kader, lembar balik, leaflet, poster.

c) Meja dan Kursi.

d) Alat memasak.

3). Pendanaan

Dalam pelaksanaan kegiatannya, posyandu memerlukan dana operasional guna menunjang kelancaran kegiatan yang dilakukan. Besar dana tersebut pada umumnya tergantung dari jumlah kegiatan dan jumlah pasien yang dilayani. Dana operasional untuk membiayai seluruh kegiatan Posyandu biasanya bersumber dari masyarakat, sebab berdiri tidaknya Posyandu di suatu lingkungan Rukun Warga, tergantung dari partisipasi masyarakat setempat. Bantuan dari pihak Puskesmas hanya terbatas pada bidang bidang tertentu seperti tenaga Bidan untuk melakukan vaksinasi, pelayanan KB dan pelatihan tenaga yang dapat hanya dikatakan sebagai faktor penunjang kegiatan Posyandu. Sumber dana operasional posyandu ini, biasanya berasal dari :

a). Swadaya masyarakat, yaitu dana yang bersumber langsung dari masyarakat, misalnya : donatur tetap atau tidak tetap, kelompok arisan usaha.

b). Pihak pemerintah, yaitu dana yang bersumber dari bantuan pemeritah setempat atau Puskesmas.

c). Bantuan tertentu yaitu dana yang didapat dari bantuan pihak pihak tertentu misalnya simpatisan posyandu,organisasii kemasyarakatan dan lain lain.

b). Komponen Proses1). Perencanaan

Rencana kerja pada kegiatan Posyandu ini dilakukan melalui rapat PKK / LKMD dengan para pengurus posyandu di tingkat desa. Permasalahan yang dibahas dalam rapat tersebut antara lain adalah:

a) Pembahasan tentang kesiapan tenaga kader untuk menyelenggarakan kegiatan Posyandu.

b) Pembahasan tentang tata cara serta tujuan pelaksanaan Posyandu.

c) Pembahasan tentang langkah langkah persiapan pelaksanaan Posyandu.

d) Pembahasan tentang permasalahan yang sedang dihadapi untuk melihat rencana kerja kader ini, akan terlihat pada pembuatan jadwal yang seharusnya oleh kader bekerjasama dengan petugas kesehatan.

2) Pengorganisasian

Suatu organisasi yang baik, mempunyai struktur organisasi (susunan kepengurusan) yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan seksi seksi. Pada masing masing jabatan yang ada pada struktur organisasi tersebut, mempunyai rencana kerja tersendiri dan mengadakan pembagian tugas serta berusaha agar konsisten dalam melaksanakan kegiatan Posyandu.

3) Pelaksanaan kegiatan

a). Penimbangan

Pelaksanaan penimbangan yang dilakukan bertujuan untuk memonitoring balita dengan melihat naik atau tidak naik berat badan anak, yang dilakukan sebulan sekali dengan menggunakan KMS. Atas dasar penimbangan bulanan ini, ditentukan tindak lanjutnya manakala dibutuhkan (Depkes RI, 2000).

b). Pemberian paket pertolongan Gizi

Pelaksanaan pemberian paket pertolongan gizi ini terdiri dari

- Pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada semua anak balita usia 1 5 tahun setiap 6 bulan yang merupakan salah satu upaya pencegahan kurang vitamin A.

- Pemberian tablet tambah darah (Fe) setiap hari pada semua ibu hamil, terutama pada usia kehamilan 7 9 bulan. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai salah satu usaha pencegahan kurang darah pada ibu hamil.

- Pemberian oralit atau larutan gula garam (LGG) pada semua anak yang mencret, dan ini merupakan salah satu dari usaha penanggulangan diare.

c). Kegiatan penyuluhan

Pada kegiatan penyuluhan ini sangat penting. Ada 2 jenis penyuluhan yang biasa diberikan pada pelaksanaan di Posyandu ini, yaitu:

- Penyuluhan kelompok, yang dilakukan sebelum pelaksanaan penimbangan (awal pelaksanaan penimbangan)

- Penyuluhan individu dilakukan pada meja 4. Materi yang diberikan disesuaikan dengan kondisi balita. Biasanya kader yang menempati meja 4 sebelum memberikan penyuluhan langkah awal yang harus dilakukannya adalah memperhatikan KMS Balita, lalu memberitahukan pada ibu tentang keadaan anak berdasarkan perubahan berat badan anak yang tertera pada KMS. Langkah selanjutnya barulah kader memberikan peyuluhan berdasarkan hasil timbangan balita, dalam pemberian penyuluhan ini kader berpedoman pada buku pegangan kader (Depkes RI, 2000).

d). Evaluasi kegiatan

Menurut The World Health Organization, Evaluasi merupakan suatu cara belajar yang sistematis dari pengalaman yang dimiliki untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan dan perencanaan suatu program melalui pemilihan secara seksama berbagai kemungkinan yang tersedia guna penerapan selanjutnya.

Menurut The American Public Association, Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, sedangkan menurut The International Clearing House on Adolescent Fertility Control for Population Options, evaluasi merupakan suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan serta penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program, sedangkan menurut Riecken, evaluasi adalah pengukuran terhadap akibat yang ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Evaluasi merupakan bagian integral dari fungsi manajemen, evaluasi juga termasuk fungsi penilaian yang didalamnya termasuk pencatatan dan penyusunan laporan. Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan ini merupakan kegiatan yang sangat dibutuhkan, karena dari hasil pencatatan dan pelaporan ini dapat diketahui hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu ini.

Pada umumnya setiap Posyandu melakukan pencatatan terhadap kegiatan yang dilakukan, catatan kegiatan tersebut selanjutnya dirangkum oleh pengurus sehingga menjadi laporan kegiatan Posyandu. Laporan ini kemudian dikirim kepada instansi yang mempunyai hubungan dengan pembinaan Posyandu misalnya : Puskesmas, Lurah dan Camat. Data ini sangat berguna untuk mengetahui perkembangan Posyandu tersebut (Sitohang dan Adi, 1989). Pelaksanaan kegiatan dalam rangka untuk perbaikan gizi akan lebih berdaya guna dan berhasil guna apabila ditunjang dengan adanya suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang dapat diandalkan dalam menyediakan data dan informasi, baik data yang bersifat kumulatif ataupun data yang kualitatif (Depkes RI, 1999).

c). Komponen Output Menurut Azrul Azwar, DR,dr, MPH, output merupakan hasil dari statu pekerjaan administrasi, dalam ilmu kesehatan dikenal dengan nama pelayanan kesehatan (health service). Kinerja output disini meliputi cakupan hasil program gizi di Posyandu yang dapat dilihat dalam bentuk persentase cakupan yang berhasil dicapai oleh suatu Posyandu. Adapun cakupan hasil program gizi di Posyandu tersebut adalah sebagai berikut :

1). Cakupan Program (K/S)

Cakupan program (K/S) adalah : Jumlah Balita yang memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS) dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah Posyandu kemudian dikali 100%. Persentase K/S disini, menggambarkan berapa jumlah balita diwilayah tersebut yang telah memiliki KMS atau berapa besar cakupan program di daerah tersebut telah tercapai.

2). Cakupan Partisipasi Masyarakat (D/S)

Cakupan partisipasi masyarakat (D/S) adalah : Jumlah Balita yang ditimbang di Posyandu dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah kerja Posyandu kemudian dikali 100 %. Persentase D/S disini, menggambarkan berapa besar jumlah partisipasi masyarakat di dareah tersebut yang telah tercapai.

3). Cakupan Kelangsungan Penimbangan (D/K)

Cakupan kelangsungan penimbangan (D/K) adalah : Jumlah Balita yang ditimbang di Posyandu dalam dibagi dengan jumlah balita yang telah memiliki KMS kemudian dikali 100%. Persentase D/K disini, menggambarkan berapa besar kelangsungan penimbangan di daerah tersebut yang telah tercapai.

4). Cakupan Hasil Penimbangan (N/D)

Cakupan Hasil Penimbangan (N/D) adalah : Rata rata jumlah Balita yang naik berat badan (BB) nya dibagi dengan jumlah balita yang ditimbang di Posyandu kemudian dikali 100%. Persentase N/D disini, menggambarkan berapa besar hasil penimbangan didaerah tersebut yang telah tercapai.

5). Cakupan Distribusi Vitamin A

Cakupan Distribusi Vitamin A adalah : Jumlah balita yang mendapatkan vitamin A (Februari dan Agustus) dibagi dengan dua kali jumlah balita yang ada didaerah tersebut kemudian dikali 100% . Persentase distribusi vitamin A disini, menggambarkan berapa besar distribusi vitamin A di daerah tersebut yang telah tercapai.

6). Cakupan Distribusi Fe

Cakupan distribusi tablet tambah darah (Fe) adalah : Jumlah ibu hamil yang mendapatkan Fe (90 tablet) dibagi dengan jumlah ibu hamil yang ada didaerah tersebut kemudian dikali 100%. Persentase distribusi Fe disini, menggambarkan berapa besar distribusi Fe didaerah tersebut yang telah tercapai.

Pelatihan adalah suatu proses belajar mengajar terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga ada peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan, serta peserta pelatihanpun mampu melaksanakan tanggungjawabnya semakin baik sesuai dengan standar (Nur, 2003).

Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia tenaga kesehatan termasuk kader posyandu, peningkatan yang diharapkan berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan sedangkan metode yang sering digunakan ceramah, tanya jawab, curah pendapat, simulasi atau praktek (Depkes, 2000).

Kader Posyandu dipilih oleh pengurus Posyandu dari anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan Posyandu. Kader Posyandu menyelenggarakan kegiatan Posyandu secara sukarela. Kriteria kader Posyandu adalah sebagai berikut :

1) Diutamakan berasal dari anggota masyarakat setempat.

2) Dapat membaca dan menulis.

3) Mempunyai jiwa pelopor, pembaharu dan penggerak masyarakat.

4) Bersedia bekerja secara sukarela, memiliki kemampuan dan waktu luang.

Dalam keadaan tertentu, terutama di daerah perkotan, karena kesibukan yang dimiliki, tidak mudah mencari anggota masyarakat yang bersedia aktif secara sukarela sebagai kader Posyandu. Untuk mengatasinya kedudukan dan peranan kader Posyandu dapat digantikan oleh tenaga profesional terlatih yang bekerja secara purna / paruh waktu sebagai kader Posyandu dengan mendapat imbalan khusus dari dana yang dikumpulkan oleh dan dari masyarakat. Kriteria tenaga profesional antara lain sebagai berikut :

1) Diutamakan berasal dari anggota masyarakat setempat.

2) Berpendidikan sekurang-kurangnya SMP.

3) Bersedia dan mau bekerja secara purna / paruh waktu untuk mengelola Posyandu.

E. Konsep Operasaional