Portopolio Terapi Cairan Pada Cedera Kepala

download Portopolio Terapi Cairan Pada Cedera Kepala

of 12

description

Portofolio internship 2012

Transcript of Portopolio Terapi Cairan Pada Cedera Kepala

Kasus Topik: Terapi cairan pada cedera kepala

Tanggal (kasus): 25 September 2012Persenter: dr. Perina Enri Lisniawan, S.Ked

Tangal presentasi: 14 November 2012Pendamping: dr. Putu Kusumawati

Tempat presentasi: RS Tk IV Singaraja

Obyektif presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja DewasaLansia Bumil

Deskripsi: Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala post KLL + 1 jam SMRS

Tujuan: Mengetahui terapi cairan pada cedera kepala

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien:Nama: LANomor Registrasi: 900229

Nama klinik:Telp:-Terdaftar sejak: 25 September 2012

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/ Gambaran Klinis: Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala post KLL + 1 jam SMRS.Selain itu pasien mengeluh mual-mual dan muntah. Muntah dikatakan tidak menyemprot. Riwayat tidak sadar (-). MOI: Pasien berboncengan tanpa mempergunakan helm, karena sadel licin, maka pada saat di tanjakan pasien terpelanting ke belakang dengan kepala membentur aspal. Kecepatan sepeda motor saat KLL terjadi adalah + 40 km/jam.

2.Riwayat Penyakit Sebelumnya: Pasien tidak pernah memiliki keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat mengelami cedera kepala sebelumnya disangkal pasien.

3. Riwayat penyakit dalam Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.

4. Riwayat sosial: Pasien bekerja sebagai pedagang dan memiliki suami yang bekerja sebagai petani. Terkadang, selain berdagang, pasien juga ikut membantu suami bekerja di sawah. Pasien mempunyai 3 orang anak yang kesemuanya sudah bekerja. Pasien bukanlah perokok ataupun peminum alkohol.

Daftar Pustaka:

1.Mangku, Gd. 2002. Terapi Cairan. Diktat Kumpulan Kuliah Jilid II.. Laboratorium Anestesiologi dan Reanimasi. Fakultas Kedokteran Udayana. hal 42-46.

2.Rahardjo, R. Manajemen Perioperatif Cedera Kepala. In: Anestesia & Critical Care. Vol 24. 2006

3.Sunatrio S. Resusitasi Cairan. FKUI, Jakarta; 2000

Hasil pembelajaran:

1.Terapi cairan dan elektrolit adalah salah satu terapi yang sangat menentukan keberhasilan penanganan pasien kritis. Dalam langkah langkah resusitasi, langkah D (drug and fluid treatment) dalam bantuan hidup lanjut, merupakan langkah yang penting secara simultan dengan langkah - langkah yang lainnya. Tindakan ini seringkali merupakan langkah live saving pada pasien yang menderita kehilangan cairan yang banyak seperti perdarahan, dehidrasi karena muntah, diare dan atau lainnya.

2.Penyebab utama kematian pada trauma adalah cedera kepala, yang sebagian besar mengenai usia produktif yaitu 15-24 tahun dengan rasio pada laki-laki dua kali lebih besar daripada perempuan. Angka mortalitas pasien cedera kepala tiga kali lebih besar dibandingkan pasien tanpa cedera kepala. Penyebab utama cedera kepala adalah karena kecelakaan lalulintas

3.Evaluasi awal merupakan hal pertama yang dilakukan yang mencakup penilaian kesadaran dengan menggunakan skor GCS (Glasgow Coma Scale) dan penilaian tanda vital. Penilaian GCS juga dapat digunakan dalam menentukan tingkatan cedera kepala dari ringan sampai berat

4.Pada pasien dengan cedera kepala, manajemen cairan diperlukan untuk memelihara normovolemia serta mencegah hipotensi.

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:Definisi Terapi CairanPemberian cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.1 Tujuan terapi cairan pada umumnya dapat dijabarkan sebagai berikut: Mengganti cairan yang hilang. Mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Mencukupi kebutuhan perhari. Mengatasi syok. Mengoreksi dehidrasi.Mengatasi kelainan akibat terapi lain Jenis Cairan Intravenaa. KristaloidCairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler. Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian koloid untuk mengatasi defisit volome intravaskular. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Kebutuhan penggantian volume intravaskuler adalah 3 kali lebih banyak dari volume darah yang hilang, karena ratio volume darah (60 cc/kg) terhadap ISFV (150 cc/kg) secara kasar 1 : 3, dimana 25 % akan tetap berada di ruang intravaskuler. Ekspansi cairan dari ruang intravaskuler ke interstitial berlangsung selama 30-60 menit dan akan keluar dalam 24-48 jam lewat urin.Kristaloid dapat berupa cairan isotonik atau hipertonik. Cairan isotonik menyebar ke kompartemen intravaskular maupun interstisial tapi tidak menyebabkan perubahan intraselular. Hal ini dapat secara efektif mengganti perubahan cairan interstisial. Cairan hipertonik dapat menyebabkan redistribusi cairan intraselular ke kompartemen ekstraselular tapi terutama pada ruang interstisial. Keuntungan secara teoritis dari cairan hipertonik terutama kebutuhan volume yang sedikit untuk resusitasi.Edema perifer muncul pada penggunaan kristaloid karena cairan didistribusikan ke interstisial. Namun edema perifer pada trauma atau pasien postoperatif tidak mengindikasikan keadekuatan volume intravaskular.Adanya faktor keamanan edema membatasi jumlah dari edema paru interstisial sampai titik tertentu. Jika total volume kristaloid dibatasi untuk mencegah overload volume intravaskular, tidak ada perbedaan pada fungsi paru menggunakan kristaloid maupun koloid.Normal SalinNaCl 0,9 % adalah isotonik dan isoosmotik terhadap konsentrasi sodium plasma, tetapi mengandung klorida yang lebih banyak dibandingkan cairan ekstraselular. Bila diberikan pada jumlah besar, hipernatremi ringan dan hiperkloremia dapat terjadi. Cairan ini terutama digunakan untuk cedera kepala, alkalosis metabolik, hipokloremia, hiponatremia, atau pada pasien hiperkalium pada gagal ginjal karena cairan ini tidak mengandung kalium3.Larutan Garam SeimbangLarutan garam seimbang (laruran Ringers Laktat) dibuat sesuai dengan komposisi ECFV. Kecuali jika dibandingkan dengan Na+ dia sedikit hipotonis. Metabolisme terutama di hati dan sedikit di ginjal dengan laju metabolisme 100 mEq/jam. Dibandingkan NaCl 0,9 %, larutan ini menyediakan beberapa elektrolit dan selama pemberian yang cepat saat operasi menimbulkan gangguan yang lebih sedikit. RL dapat diberikan dalam jumlah besar pada hipovolemik dan sindrom syok. 3Hipertonik Salin Penggunaan hipertonik salin yang rasional adalah dengan volume kecil dapat mengembangkan volume plasma ekstraseluler dengan translokasi osmotik cairan ekstraseluler dan intraseluler. Ini dapat meminimalkan ruang penyimpanan yang dibutuhkan. Misalnya NaCl 1,8%, 3%, 5%, 7%, 10%.5 Sebagai tambahan, volume minimal dari cairan yang disuntikan mengurangi pembentukan edema. Ini penting pada pasien dengan predisposisi edema jaringan, misalnya bedah gastrointestinal yang lama, luka bakar, cedera otak. Osmolaritas larutan ini melebihi kadar cairan intraselular sehingga tidak dapat menembus membran sel secara bebas. Akibatnya cairan intraselular menjadi hipoosmolar dan akhirnya berpindah ke ekstraselular. Saat ini larutan ini jarang dipakai untuk pasien syok, namun masih dipakai untuk pasien dengan hiponatremia. Dekstrosa 5 %Fungsi dekstrosa 5 % sebagai air bebas, karena dekstrosa dimetabolisme. Cairan ini isoosmotik dan tidak menyebabkan hemolisis, dimana dapat terjadi bila air murni disuntikan intravena, karena gerakan cepat dari air ke dalam sel darah merah. Ini dapat digunakan untuk koreksi hipernatremi juga hipoglikemia pada pasien diabetes yang mendapat terapi insulin karena mengandung glukosa 50gram/L.3

b. KoloidKoloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik, sehingga menghasilkan tekanan onkotik. Bila diinfuskan, koloid akan tinggal terutama dalam ruang intravaskular. Darah dan produk darah (human albumin, fraksi protein plasma, fresh frozen plasma, larutan imunoglobulin) menghasilkan tekanan onkotik karena mengandung molekul protein besar. Koloid ini dikenal sebagai ekspander plasma, sebab mengekspansikan volume plasma lebih besar dari volume yang diinfuskan.1,3 Koloid iso-onkotik mengekspansikan volume plasma sebesar volume yang diinfuskan dan dikenal sebagai substitut plasma.3 Larutan koloid biasanya diberikan dalam jumlah yang sama dengan volume kehilangan darah. Volume awal distribusi sama dengan volume plasma.2Tekanan hidrostatik dan osmotik memperlihatkan pergerakan cairan antara kompartemen yang berbeda pada tubuh melewati membran semi permiabel.Koloid yang ideal meliputi : 1. Stabil dengan efek kerja lama1. Bebas pirogen, antigen dan toksin1. Bebas dari risiko transmisi penyakit1. Efek ekspansi volume plasma bertahan sampai beberapa jam1. Metabolisme dan ekskresi tidak berefek negatif terhadap pasien1. Tidak ada efek merugikanAlbumin Albumin merupakan suatu larutan yang telah lama dinilai dapat memberikan keuntungan yang paling besar (gold standard). Walaupun albumin didapatkan dari plasma manusia namun tidak ada risiko transmisi penyakit karena albumin telah dipanaskan dan disterilisasi dengan filtrasi ultra. Dalam hal transmisi penyakit infeksius, albumin secara umum dianggap aman.Berat molekul albumin adalah 69.000 dalton. 4% albumin bersifat hipo-onkotik, 5% iso-onkotik serta 20% sampai 25% hiperonkotik. Larutan ini memiliki shelf life yang singkat (~1 tahun) pada suhu ruangan, tapi dapat bertahan sampai 5 tahun pada suhu 2-80 C. Human Albumin 5% digunakan untuk terapi hipovolemia pada kondisi klinis yang bervariasi. Konsentrasi Human Albumin 20% digunakan untuk terapi hipoalbuminemia dengan overload garam dan air (misal hepatic failure). Pada penelitian lama yang mempelajari tekanan onkotik dari albumin manusia terkonsentrasi (misal 20%) telah menunjukkan mampu mengurangi edema paru. Efek albumin tergantung pergerakannya antara kompartemen intravaskular dan ekstravaskular dan sangat bervariasi tergantung penyakit dari pasien. Pada pasien dengan perubahan integritas endotel vaskular (misal setelah bedah jantung), albumin dapat melewati ruang interstisial, dimana cairan bertukar dari kompartemen vaskular mungkin meningkat, volume interstisial meningkat dan perfusi jaringan dapat berubah. Waktu paruh pemberian albumin dalam sirkulasi normalnya sekitar 16 jam, bisa lebih cepat 2-3 jam pada kondisi patologis.2Dekstran Dekstran merupakan polisakarida yang dibiosintesis dari sukrose oleh bakteri Leuconastoc mesenteroides menggunakan enzim dekstran sukrase, yang menghasilkan dekstran dengan berat molekul tinggi yang kemudian dipecah oleh hidrolisis asam dan dipisahkan dengan fraksinasi etanol berulang untuk menghasilkan produk akhir dengan kisaran berat molekul yang sempit.Dekstran merupakan campuran polydispersed dari polimer glukosa. Mempunyai cabang polisakarida sebanyak 200.000 unit glukosa. 6% dekstran 70 (berat molekul rata-rata 70.000 dalton) dan 10% dekstran 40 (berat molekul rata-rata 40.000 dalton) merupakan dua preparat dekstran yang tersedia. Perbedaan utama antara kedua larutan adalah karena pengaruhnya terhadap mikrosirkulasi. Infus dengan dekstran 40 dapat meningkatkan aliran mikrosirkulasi karena pengurangan sel darah merah dan sisa platelet, ekspansi volume dan reduksi yang diinduksi hemodilusi pada viskositas darah. Peningkatan volume plasma setelah infusi dengan 1.000 ml dekstran 70 berkisar antara 600-800 ml.2Penggunaan dari dekstran antara lain : Ekspansi volume, prevensi tromboemboli, peningkatan aliran darah perifer GelatinGelatin merupakan kolagen daging sapi yang dimodifikasi. Di AS, gelatin telah ditinggalkan sejak 1978 karena tingginya insiden reaksi hipersensitivitas. Gelatin didapat dalam 3 macam yaitu cross linked gelatin (gelofundiol), urea linked gelatin (haemaccel) dan succinylated gelatin (gelofusine). Satu-satunya perbedaan utama antara ketiga preparat tersebut adalah perbedaan konsentrasi elektrolit, urea linked gelatin terdiri dari kalsium dan potasium yang tinggi sedangkan succinylated gelatin memiliki kalsium dan potasium yang rendah. Karena berat molekul rata-rata yang rendah (kira-kira 35.000 dalton) paruh waktu plasmanya singkat (maksimal 2 jam) sehingga re-infus gelatin diperlukan untuk menjaga volume darah secukupnya.Insiden terjadinya reaksi terhadap gelatin dapat diterima (6 jam bahkan untuk berat molekul 130.000 dalton. Berat molekul rata-rata yaitu 10.000-100.000 dalton. 3HES dapat digunakan kapan pun cairan koloid diindikasikan untuk ekspansi volume plasma. Juga dapat digunakan pada bypass kardiopulmonal sebagai primer. HES sedikit lebih efektif daripada ekspansi albumin 5% pada basis volume. Untuk volume 1 liter HES akan mengekspansi kompartemen intravaskular sekitar 500-700 ml selama 2 jam.Untuk menghindari overload dan edema paru, monitoring hemodinamik adekuat harus dilakukan. Mengawasi output urin dengan HES dapat memberikan kesalahan sama pada dekstran, karena osmotik diuresis yang diproduksi dan partikel HES yang kecil. Pasien dengan gagal ginjal khususnya berisiko adanya overload volume saat menggunakan HES. Level amilase serum akan menjadi 2-3 kali normal dengan penggunaan HES, dan bukan indikasi untuk pankreatitis.Ekstensi dan durasi ekspansi plasma sangat tergantung dari karakteristik fisik dan kimia larutan HES. Ekskresi hestastarch rumit karena ukuran molekulnya yang besar, rata-rata 450.000. Molekul < 50.000 diekskresi cepat melalui urin, sedangkan molekul yang lebih besar dimetabolisme oleh amilase menjadi lebih kecil dan keluar melalui urin. Kecepatan keluar dari tubuh mempunyai waktu paruh 13 hari. 90% molekul pada infus tunggal dari HES meninggalkan sirkulasi sampai 42 hari dengan paruh waktu 17 hari. Sisa 10% memiliki paruh waktu 48 hari. Ekspansi volume plasma dengan HES sama atau lebih besar dari yang dihasilkan oleh dekstran 70 atau albumin 5%. Infus HES meningkatkan volume intravaskular dengan jumlah sama atau lebih besar dari volume infus.

Tabel 1. Perbandingan sifat antara Kristaloid dan Koloid 1 Sifat-sifatKristaloidKoloid

1. Berat molekul2. Distribusi3. Faal hemostasis4. Penggunaan5. Untuk koreksi perdarahanLebih kecilLebih cepatTidak ada pengaruhUntuk dehidrasiDiberikan 2-3 kali jumlah perdarahanLebih besarLebih lama dalam sirkulasi MenggangguPada perdarahan massifSesuai dengan jumlah perdarahan

Evaluasi Terapi CairanEvaluasi resusitasi cairan dan perfusi organ perlu dilakukan untuk menilai keberhasilan terapi dan perbaikan dari hemodinamik. Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon penderita. Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak memberi informasi tentang perfusi organ. Perbaikan pada status sistem syaraf sentral dan peredaran kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi kuantitasnya sukar ditentukan.1Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi ginjal. Pasien dengan syok lama sebaiknya dipasang kateter urine. Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. Produksi urine yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal yang cukup, bila tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran urin merupakan salah satu dari pemantau utama resusitasi dan respon penderita. Perubahan pada tekanan vena sentral dapat memberikan informasi yang berguna, dan resiko pemasangan jalur vena sentral harus diambil bila kasusnya rumit. Bila diperlukan indeks tekanan pengisian jantung, maka pengukuran tekanan vena sentral cukup baik untuk kebanyakan kasus.1

Klasifikasi Cedera Kepala a. Berdasarkan klinis (GCS) ada 3, yaitu:2 Cedera kepala ringan (CKR): GCS 14-15 Cedera kepala sedang (CKS): GCS 9-13 Cedera kepala berat (CKB): GCS 3-8b. Berdasarkan patologis ada 2, yaitu: Cedera otak primer (primary brain injury) Kerusakan primer pada neuron dan pembuluh darah yang timbul karena gerakan mendadak seperti fleksi, ekstensi, akselerasi-deserelasi dan rotasi otak, serta shearing force otak kesisi berlawanan. Primary brain injury atau komplikasi awal dari cedera pada kepala itu dapat berupa diffuse atau focal. Cedera yang diffuse ditandai adanya kerusakan mikroskopik pada keseluruhan area dari otak. Suatu kekuatan yang mengenai jaringan otak dapat menyebabkan kerusakan pada axon. Cedera otak focal merupakan cedera yang hanya mengenai area yang spesifik dari otak dan dapat menyebabakan kerusakan yang sering dapat dideteksi dengan menggunakan CT scan atau x-ray. Cedera Otak Sekunder (Secondary Brain Injury)2Cedera otak sekunder merupakan respon fisiologis karena kaskade biokimiawi yang dicetuskan oleh primary brain injury dan mengarah kepada kematian sel lebih luas. Secondary brain injury dapat berlangsung dalam beberapa menit, jam bahkan hari setelah kerusakan otak primer dan akan menyebabkan kerusakan jaringan neuron lebih lanjut. Penyebab kerusakan sekunder bisa sistemik atau intrakranial. Penyebab sistemik adalah hipoksemia, hiperkapnia, arterial hipotensi, anemia, hipoglikemia, hiponatremia, osmotic imbalance, hipertermia, sepsis, koagulopati, dan hipertensi. Penyebab intrakranial adalah epidural/subdural hematoma, kontusio/intraserebral, infeksi intrakranial, hiperemia serebral, epilepsi pasca trauma. Penyebab Secondary Injury dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Penyebab Secondary InjurySistemikIntrakranial

arterial hypotension hypoxemia hypercapnia anemia hypoglycemia hyponatremia and osmotic imbalance hyperthermia sepsis coagulopathy hypertension epidural/subdural hematoma contusion/intracerebral hematoma raised intracranial pressure cerebral edema cerebral vasospasm intracranial infection cerebral hyperemia posttraumatic epilepsy

Terapi Cairan pada Cedera KepalaPada pasien dengan cedera kepala, manajemen cairan bertujuan untuk memelihara normovolemia serta mencegah hipotensi. Terapi cairan dipandu dengan kondisi klinis, laboratorik, serta monitor ketat. Jumlah cairan pemeliharaan yang diperlukan adalah 30-40 mL/kgBB/hari. Pemilihan cairan cenderung berdasar nilai osmolaritas dibanding tekanan onkotik, sehingga penggunaan cairan hipotonik dihindari dan serum osmolaritas dijaga pada nilai 290-300 mOsm/l untuk mencegah perpindahan cairan ke otak yang cedera. Selain hal tersebut, dihindari juga cairan yang mengandung dekstrosa karena air yang tersisa setelah glukosa termetabolisme akan memperberat edema serebri serta kenaikan gula darah pasien akan memperjelek kondisi pasien. Penggunakan 3% NaCl pada pasien dengan edema serebri oleh karena cedera kepala dengan tujuan untuk menaikkan nilai natrium plasma dan osmolalitas sehingga akan mengurangi tekanan intrakranial.2,3Pencegahan terjadinya hipotensi pada cedera kepala sangatlah penting karena hipotensi ini merupakan salah satu faktor penyebab cedera kepala sekunder. Dilaporkan hipotensi pada cedera kepala (tekanan darah sistolik