Polymyositis dan dermatomyositis

8
Polymyositis dan Dermatomyositis Rachmat Gunadi Wachjudi Perhimpunan Reumatologi Indonesia Cabang Bandung Polymyositis ditandai dengan peradangan dan degnerasi otot- otot. Dermatomyositis adalah polymiositis yang disertai dengan peradangan kulit. Kerusakan otot dapat menyebabkan nyeri otot dan kesulitan mengangkat lengan keatas bahu, menaiki tangga, atau bangkit dari duduk. Biasanya dilakukan pemeriksaan enzim otot (CPK) dari serum, dan pemeriksaan elektrofisologik otot, magnetic resonance imaging (MRI) otot dan biopsy otot. Steroid merupakan bagian dari pengobatan utama penyakit ini. Penyakit ini dapat menimbulkan kelemahan otot yang sangat mengganggu sehingga tak dapat melakukan kegiatan sehari-hari, kelemahan otot ini lebih sering megenai bahu dan panggul, namun dapat pula mengenai seluruh otot rangka secara simetris. Polymyositis dan dermatomyositis paling sering dijumpai pada usia 40 – 60 tahun atau pada anak usia 5 - 15 tahun. Wanita dua kali lebih sering terkena kedua penyakit tersebut disbanding pria.pada orang dewasa penyakit ini dapat terjadi secar tersendiri atau dapat pula merupakan bagian dari penyakit jaringan ikat laiunnya seperti misalnya MCTD. Penyebab pasti kedua penyakit ini belum diketahui. Diduga ada peran dari infeksi viru dalam mencetuskan proses autoimun. Keganasan dapat pula mencetuskan dermatomyositis dan polymyositis. Hal imni mungkin disebabkan reaksi imun

description

pengantar ringkas untuk mengenal dua penyakit autoimmune yang acapkali dikelirukan dengan Lupus

Transcript of Polymyositis dan dermatomyositis

Page 1: Polymyositis dan dermatomyositis

Polymyositis dan Dermatomyositis

Rachmat Gunadi WachjudiPerhimpunan Reumatologi Indonesia Cabang Bandung

Polymyositis ditandai dengan peradangan dan degnerasi otot-otot. Dermatomyositis adalah polymiositis yang disertai dengan peradangan kulit.

Kerusakan otot dapat menyebabkan nyeri otot dan kesulitan mengangkat lengan keatas bahu, menaiki tangga, atau bangkit dari duduk.

Biasanya dilakukan pemeriksaan enzim otot (CPK) dari serum, dan pemeriksaan elektrofisologik otot, magnetic resonance imaging (MRI) otot dan biopsy otot.

Steroid merupakan bagian dari pengobatan utama penyakit ini.

Penyakit ini dapat menimbulkan kelemahan otot yang sangat mengganggu sehingga tak dapat melakukan kegiatan sehari-hari, kelemahan otot ini lebih sering megenai bahu dan panggul, namun dapat pula mengenai seluruh otot rangka secara simetris.

Polymyositis dan dermatomyositis paling sering dijumpai pada usia 40 – 60 tahun atau pada anak usia 5 - 15 tahun. Wanita dua kali lebih sering terkena kedua penyakit tersebut disbanding pria.pada orang dewasa penyakit ini dapat terjadi secar tersendiri atau dapat pula merupakan bagian dari penyakit jaringan ikat laiunnya seperti misalnya MCTD.

Penyebab pasti kedua penyakit ini belum diketahui. Diduga ada peran dari infeksi viru dalam mencetuskan proses autoimun. Keganasan dapat pula mencetuskan dermatomyositis dan polymyositis. Hal imni mungkin disebabkan reaksi imun terhadap kanker menjadi diarahkan terhadap jaringan otot.

Bagan Patogenesis Polymiositis dan Dermatomyositis

Page 2: Polymyositis dan dermatomyositis

Manifestasi Klinis

Polymyositis:

Polymyositis pada kelompok usia dewasa mempunyai perjalanan klinis yang kurang lebih serupa, sedangkan pada anak-anak lebih sering onsetnya akut. Manifestasi klinis dapat

Page 3: Polymyositis dan dermatomyositis

dimulai selama atau setelah terjadinya suatu infeksi. Gejala yang umumnya ditemukan berupa kelemahan otot-otot yang terjadi secara simetris pada gelang bahu, lengan atas, panggul dan paha. Gejala lain yang dialami adalah nyeri sendi, dan otot-otot periartikular, sulit menelan, demam, fatigue dan penurunan berat badan. Raynaud's syndrome lebih sering dialami oleh pasien dermato-polimyositis yang bersamaan dengan penyakit jaringan ikat lainnya

Kelemahan otot dapat timbul mendadak atau secara berangsur, dapat memburuk dalam beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian. Karena lebih sering mengenai otot proksimal, maka gangguan fungsi yang terjadi berupa menurunnya kemampuan mengangkat beban, menaiki tangga dan bangkit dari duduk ke berdiri. Jika mengenai otot leher, maka penederita akan mengalami kesulitan mengangkat kepala. Kelemahan bahu dan hip menyebabkan pasien harus menggunakan kursi roda atau bahkan terbaring tak berdaya di tempat tidur. Kerusakan otot di proksimal esophagus akan menyebabkan dysfagia dan bahkan terjadi regugitasi makanan. Namun demikian, penyakit ini hampir tak pernah mengenai otot-otot tangan, kaki dan wajah. Nyeri dan peradangan sendi terdapat pada 30% penderita, yang biasanya berlangsung ringan.

Polymyositis jarang mengenai organ selain organ dalam kecuali larynx dan pharynx,.namun demikian, walaupun jarang dapat pula mengenai jantung dan paru sehingga mengakibatkan pendek nafas dan batuk

Dermatomyositis:

Pada dermatomyositis, gejalanya sama seperti polymyositis. Sebagai tambahan, akan dijumpai pula rash yang timbulnya bersamaan dengan kelemahan otot atau gejala lainnya. Rash berupa bercak merah gelap agak ungu (heliotrope rash) dapat mengenai wajah berupa tonjolan merah keunguan sekitar mata , bisa bersisik, halus, atau menimbul, dapat terjadi di bagian manapun dari tubuh, namun terutama pada MCP dan pinggiran tangan. Nail beds menjadi kemerahan. Pada saat rash memudar, maka muncullah pigmentasi kecoklatan, mengeriput, atau terjadi bercak-bercak depigmentasi.kulit. Diagnosis

Kriteria diagnosis polymyositis dan dermatomyositis:

Muscle weakness at the shoulders or hips A characteristic rash Increased blood levels of certain muscle enzymes (especially creatine kinase) in the

blood, indicating muscle damage Abnormalities in muscle electrical activity as measured by electromyography (see

Symptoms and Diagnosis of Brain, Spinal Cord, and Nerve Disorders: Electromyography and Nerve Conduction Studies), or on appearance on a magnetic resonance imaging (MRI) scan

Characteristic changes in muscle tissue obtained by biopsy and observed under a

Page 4: Polymyositis dan dermatomyositis

microscope (the most conclusive evidence)

Pemeriksaan laboratorium dapat menunjang diagnosis, namun tidak spesifik. Muscle enzymes diperiksa secara serial dari darah untuk memonitor perjalanan penyakit. Kadarnya akan menurun seiring perbaikan klinis dengan terapi yang efektif. Magnetic resonance imaging (MRI)dapat menunjukkan daerah yang menaglami inflammasi dan dapat mebantu kita untuk menentukan bagian mana yang layak diambil sampel biopsy..pemeriksaan PA khusus harus dilakukan untuk menyingkirkan kelainan otot lainnya.

Heliotrope rash dan Gottron’s sign

Sebagai ilustrasi dibawah ini disampaikan perbandingan antara dermatomyositis, polymiositis dan inclusion body myositis

Manifestasi Deramatomyositis Polymyositis Inclusion bodyM’sitis

Age at onset Children/adults Adults (> 18 years) Adults (> 80 years)Sex F = M F > M M > FEthnic group All All, HLA restriction

according to raceWhites > blacks, ethnic clusters

Familial association

No No Yes

Other disorders Neoplasm, CTD, autoimm. dis.

Autoimm. dis., viral infections

CTD, viral infections

Main clinical manifestations

Cutaneous* and muscle weakness: symmetrical prox. legs > arms neck flexors > neck extensors, myalgia

Muscle weakness: symmetrical prox. legs > arms neck flexors > neck extensors

Muscle weakness: symmetrical prox. legs > arms asymmetric prox./distal leg and arm muscle, wrist/fingers flexors ≥ deltoids

EMG Myopathic Myopathic Myopathic or neurogenicMuscle enzymes High or normal High Normal or highMuscle biopsy Perifascicular atrophy Endomysial Endomysial

Page 5: Polymyositis dan dermatomyositis

infiltrates, capillary alterations non-necrotic muscle fibers

inflammatory cell infiltrates surrounding and invading

inflammatory cell infiltrates surrounding and invading non-necrotic muscle fibers, vacuolated m. fibers

Response to immunosuppression

Yes Yes No

*Gottron's papules, heliotrope rash, and macular erythemas. F, female; M, male; HLA, human leukocyte antigen; CTD, connective tissue disease.

Prognosis

Dalam kurun 5 tahun hampir 50% pasien terutama anak-anak yang mendapatkan terapi yang adequate, mengalami remisi yang panjang (bahkan perbaikan secara nyata.namun demikian penyakit ini dapat kambuh di sebarang waktu. Pada anak-anak survival 5 tahun setelah terdiagnosis sekitar 75%, bahkan lebih tinggi lagi. Mortalitas pada penderita jika didapatkan kelemahan otot progresif dan berat, kesulitan menelan, undernutrition, aspiration pneumonia, dan gagal nafas yang sering menyertai pneumonia. Polymyositis cenderung lebih berat dan tidak berespon baik terhadap terapi, pada pasien dengan pelibatan paru dan jantung. Pada pasien dengan komorbid keganasan, maka mortalitas biasanyaterkait keganasannya bukan karena PM DM nya.

Terapi

Pada saat penyakit sedang aktif aktivitas sebaiknya agak dibatasi. Terapi medikamentosa biasanya menggunakan steroid misalnya methyl prednisolon dengan dosis 0,8mg/kgBB/ hari peroral. Dosis sedemikian dipertahankan selama 12 minggu sambil memantau respon terapi berupa penurunan kadar enzyme otot, lalu dilakukan tap off. Sebagian penderita terpaksa harus diberikan steroid dosis rendahdalam waktu yang lama untuk mencegah terjadinya relapspenggunaan steroid ini dapat berlangsung bertahun-tahun, bahkan mungkin seumur hidup. Lain halnya dengan pasien anak, biasanya pemberian steroid paling lama selama 1 tahun, lalu dapat dihentikan tanpa terjadi flare

Pada sebagian penderita ada kemungkinan steroid tidak efektif atau harus diberikan dalam dosis yang tinggi, bahkan pada sebagian lagi mengalami gangguan dan kelemahan otot. Pada pasien-pasien dseperti ini, biasa akan diberikan obat-obatan imunosupresif seperti . methotrexate , azathioprine atau cyclosporine

Page 6: Polymyositis dan dermatomyositis

Jika obat-obatan inipun tidak efektif, maka diberikan gamma globulin yang diberikan secara intravenous. Pada kasus polymyositis dermatomyositis yang refrakter dapat diberikan Biologic agent seperti rituximab, infliximab dan etanercept

Pada polymyositis yang berkaitan dengan keganasan biasanya tidak memberikan respon baik terhadap steroid. Kondisinya akan membaik seiring dengan perbaikan pada keganasannya yang berespon terhadap terapi.

Untuk mengantisipasi efek samping steroid dosis tinggi dan jangka panjang pada pasien PM DM, seperti ririko fraktur osteoporotik, maka harus dilakukan pemeriksaan BMD baseline, antisapasi peningkatan tekanan darah dan pemeriksaan profil lipid.

Referensi

o Dalakas MC, Hohlfeld R. Polymyositis and dermatomyositis. Lancet. 2003;362:971–982. [PubMed: 14511932]

o Askanas V, Engel WK. Inclusion-body myositis and myopathies: Different etiologies, possibly similar pathogenic mechanisms. Curr Opin Neurol. 2002;15:525–531. [PubMed: 12351995]

o Hoogendijk JE, Amato AA, Lecky BR. et al. 119th ENMC International Workshop: Trial design in adult idiopathic inflammatory myopathies, with the exception of inclusion body myositis. Neuromuscul Disord. 2004;14:337–345. [PubMed: 15099594]

o Santmyire-Rosenberger B, Dugan EM. Skin involvement in dermatomyositis. Curr Opin Rheumatol. 2003;15:714–722. [PubMed: 14569200]

o Askanas V, Engel WK. Proposed pathogenetic cascade of inclusion-body myositis: Importance of amyloid-β, misfolded proteins, predisposing genes, and aging. Curr Opin Rheumatol. 2003;15:737–744. [PubMed: 14569203]

o Shamin EA, Rider LG, Miller FW. Update on the genetics of the idiopathic inflammatory myopathies. Curr Opin Rheumatol. 2000;12:482–491. [PubMed: 11092196]

o Hak AE, de Paepe B, de Bleecker JL, Tak PP, de Viser M Dermatomyositis and Polymyositis: New Treatrment targets on the horizon. The Journal of Medicine, 2011: 69,10; 410-419

o