Polutan, Musuh Tumbuh Kembang Anak

8
Anak Kota Rawan Gangguan Tumbuh Kembang Kompas.com - Gangguan dalam hal tumbuh kembang memiliki kecenderungan lebih besar dialami oleh anak-anak yang dibesarkan di kota dibandingkan dengan di desa. Kecenderungan ini diakibatkan perbedaan dalam pola makan dan pola asuh di antara keduanya. Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Profesor Juffrie mengatakan, pola makan menjadi faktor penting bagi tumbuh kembang anak, termasuk pola makan dari ibu dan anak. Berdasarkan hasil risetnya beberapa waktu lalu, ibu yang hidup di desa memiliki pola makan yang lebih alami dibandingkan mereka yang hidup di kota. "Makanan yang dimakan ibu menentukan ASI yang dihasilkannya. Semakin alami makanan yang dimakan maka akan semakin baik probiotik dalam ASI dihasilkan," papar Juffrie dalam acara peluncuran Happy Tummy Council di Jakara, Senin (25/3/2013). Probiotik merupakan unsur penting bagi kesehatan pencernaan anak karena dapat menyeimbangkan bakteri di dalam usus yang disebut dengan mikroflora normal dengan cara meningkatkan pertumbuhan bakteri baik dan menurunkan bakteri buruk. Kesehatan pencernaan anak kemudian akan mempengaruhi tumbuh kembang anak. Menurut dokter spesialis anak di bidang tumbuh kembang Ahmad Suryawan, ASI merupakan sumber probiotik alami. "ASI menjadi pilihan utama sumber probiotik bagi masyarakat desa. Berbeda dengan di kota yang umumnya banyak pilihan," ujar dokter dengan sapaan akrab Wawan ini. Wawan mengatakan, pemberian probiotik alami adalah yang terbaik untuk anak. "Terlebih dengan konsumsi makanan alami oleh ibu yang meningkatkan kualitas dari ASI, itu akan semakin baik," paparnya.

Transcript of Polutan, Musuh Tumbuh Kembang Anak

Page 1: Polutan, Musuh Tumbuh Kembang Anak

Anak Kota Rawan Gangguan Tumbuh Kembang

Kompas.com - Gangguan dalam hal tumbuh kembang memiliki kecenderungan

lebih besar dialami oleh anak-anak yang dibesarkan di kota dibandingkan dengan di desa.

Kecenderungan ini diakibatkan perbedaan dalam pola makan dan pola asuh di antara

keduanya.

Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah

Mada Profesor Juffrie mengatakan, pola makan menjadi faktor penting bagi tumbuh

kembang anak, termasuk pola makan dari ibu dan anak. Berdasarkan hasil risetnya

beberapa waktu lalu, ibu yang hidup di desa memiliki pola makan yang lebih alami

dibandingkan mereka yang hidup di kota. "Makanan yang dimakan ibu menentukan ASI

yang dihasilkannya. Semakin alami makanan yang dimakan maka akan semakin baik

probiotik dalam ASI dihasilkan," papar Juffrie dalam acara peluncuran Happy Tummy

Council di Jakara, Senin (25/3/2013).

Probiotik merupakan unsur penting bagi kesehatan pencernaan anak karena dapat

menyeimbangkan bakteri di dalam usus yang disebut dengan mikroflora normal dengan cara

meningkatkan pertumbuhan bakteri baik dan menurunkan bakteri buruk. Kesehatan

pencernaan anak kemudian akan mempengaruhi tumbuh kembang anak.  Menurut dokter

spesialis anak di bidang tumbuh kembang Ahmad Suryawan, ASI merupakan sumber

probiotik alami. "ASI menjadi pilihan utama sumber probiotik bagi masyarakat desa.

Berbeda dengan di kota yang umumnya banyak pilihan," ujar dokter dengan sapaan akrab

Wawan ini. Wawan mengatakan, pemberian probiotik alami adalah yang terbaik untuk anak.

"Terlebih dengan konsumsi makanan alami oleh ibu yang meningkatkan kualitas dari ASI, itu

akan semakin baik," paparnya.

Selain itu, pola asuh yang diterapkan pada anak juga sangat berpengaruh terhadap

tumbuh kembang anak. Menurut psikolog anak Rini Hildayani, pola asuh masyarakat desa

umumnya lebih baik daripada di kota. Hal tersebut mungkin yang menjadikan gangguan

tumbuh kembang anak lebih sering dijumpai di kota. "Orang tua yang bekerja, terutama ibu,

akan kehilangan banyak waktu untuk mengasuh anak. Mempercayakan pada pengasuh

yang tidak sensitif dan responsif akan menghambat tumbuh kembang anak," jelas Rini. Oleh

karena itu, kata Rini, sebaiknya orang tua merencanakan dengan baik ada siapa mereka

mempercayakan anak ketika mereka bekerja. "Mempercayakan pada pengasuh bisa saja,

asalkan sebelumnya sudah diberi pengarahan cara mengasuh anak yang tepat," pungkas

dosen di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.

Page 2: Polutan, Musuh Tumbuh Kembang Anak

Pembahasan

Faktor yang memengaruhi tumbuh kembang anak dibagi menjadi dua, yaitu faktor

genetik dan lingkungan. Faktor genetik merupakan modal dasar bagi tumbuh kembang

anak, sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor pendukung yang berperan cukup vital

dalam mencapai tumbuh kembang anak yang optimal. Faktor lingkungan terbagi menjadi

dua, yaitu prenatal (sebelum kelahiran) dan postnatal (setelah kelahiran). Salah satu faktor

lingkungan postnatal yang perlu diperhatikan adalah sanitasi lingkungan, termasuk polutan.

Perkembangan industri saat ini seperti koin yang memiliki dua sisi, memberi dampak positif

sekaligus negatif. Dampak negatif tersebut adalah semakin tingginya angka paparan tubuh

terhadap polutan yang bersifat toksik bagi tubuh.

Zat polutan pada lingkungan dikatakan beresiko tinggi terhadap kesehatan tubuh jika

telah melewati ambang batas tertentu. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah

(Bapedalda) DKI Jakarta sempat mengadakan studi yang menyimpulkan bahwa ibu-ibu di

pinggiran kota memiliki ASI berkadar timbal 10-30 ug per kilogram. Kadar ini jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan mereka yang tinggal di pedesaan, yakni hanya 1-2 ug per kilogram.

Polutan timbal yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar minyak, dapat memicu

gangguan kesehatan kaum perempuan dan balita. Tingginya kandungan timbal pada sisa

pembakaran bahan bakar minyak itu, antara lain karena digunakannya Pb sebagai

campuran demi meningkatkan perfoma mesin kendaraan.

Beberapa tahun lalu United Nations Environmental Programme (UNEP) juga

menempatkan Jakarta sebagai kota terpolusi nomor tiga di dunia setelah Meksiko dan

Bangkok. Sebagian besar kendaraan bermotor di kota-kota besar masih menggunakan

bahan bakar fosil seperti Hidrogen (H) dan Karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2)

juga Nox. Selain menyebabkan infeksi saluran pernapasan (ISPA), cemaran asap knalpot itu

juga mengancam kecerdasan anak. Penelitian PBB terbaru melaporkan, sebanyak 5.500

anak meninggal setiap harinya akibat penyakit yang di sebabkan oleh air dan makanan yang

tercemar zat polutan. Polutan juga telah memakan jutaan korban anak. Hasil penelitian

WHO menambahkan 1-3 masalah kesehatan global disumbang dari efek polutan di

lingkungan. Lebih dari 40 persen resiko ini menyerang anak usia di bawah 5 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Kevin Lynch pada tahun 1971-1975 menyimpulkan

bahwa lingkungan terbaik adalah yang mempunyai komunitas yang kuat secara fisik dan

sosial, komunitas yang mempunyai aturan yang jelas dan tegas, memberikan kesempatan

bermain untuk anak, memiliki fasilitas pendidikan yang memungkinkan anak untuk

mempelajari dan menyelidiki lingkungan dan dunia mereka. Penelitian ini sejalan dengan

Page 3: Polutan, Musuh Tumbuh Kembang Anak

pernyataan UNICEF bahwa anak-anak harus mendapatkan keamanan dan kenyamanan,

hingga dapat bebas bermain, belajar, dan berinteraksi. Mengacu pada hasil penelitian

tersebut, maka faktor penentu tumbuh kembang anak bukan hanya gizi dan kesehatan.

Faktor lingkungan juga memiliki pengaruh yang penting terhadap tumbuh kembang anak.

Oleh karena itu, orang tua perlu memberi perhatian terhadap lingkungan sehari-hari tempat

anak beraktivitas dan berinteraksi.

Salah satu musuh utama yang mengancam lingkungan tumbuh kembang anak

adalah polutan. Menurut dokter kesehatan masyarakat Departemen Kesehatan Lingkungan,

Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, DR.Dr. Rachmadi Purwana SKM, polutan yang kerap

masuk ke tubuh anak yaitu Pb (Timbal) dan Hg (Air raksa). Polutan tersebut, mempengaruhi

kesehatan organ-organ tubuh anak dan berdampak pada proses tumbuh kembang anak.

Polutan timbal muncul dari proses pembakaran yang tidak sempurna pada bahan

bakar kendaraan bermotor dan mesin-mesin pabrik. Menyebar melalui asap sisa

pembakaran yang kemudian terhirup manusia. Sedangkan polutan air raksa dapat meracuni

manusia melalui cairan atau makanan tercemar, atau uap yang terhirup. Dua logam berat itu

selanjutnya dapat terakumulasi ke otak, menyebabkan pengerutan jaringan otak sehingga

fungsi otak menurun, atau menghambat pembentukan darah, yang menyebabkan anemia.

Di luar ancaman penurunan tingkat kecerdasan, udara yang tercemar logam berat dan zat-

zat polutan juga dapat memicu bronchitis, pneumonia, asma serta gangguan fungsi paru.

Proses masuknya polutan ini tak hanya melalui kontak langsung misalnya pernapasan, kulit,

dan sebagainya, Namun juga meracuni bayi yang sedang dikandung. Salah satu, penyakit

akibat polutan pada anak yang di transfer dari ibu ini di kenal dengan penyakit minamata

yang di ketemukan di desa Minamata, Jepang. Kasus pencemaran yang menyebabkan

kelahiran cacat dan kematian bayi itu, di sebabkan oleh tingginya kadar merkuri pada ikan

yang si konsumsi para ibu di Jepang. Air raksa (merkuri) yang bersifat logam dapat berubah

menjadi merkuri organik yang dapat larut di dalam air. Merkuri logam akan di ubah oleh

bakteri dengan menyumbangkan zat organik ke dalam merkuri logam sehingga berubah

menjadi merkuri organik. Merkuri organik ini memiliki akses ke plankton/jasad renik yang

menjadi makanan ikan. Dampak dari mengkonsumsi ikan-ikan yang tercemar merkuri tidak

langsung terlihat, namun akan terakumulasi dalam tubuh, termasuk merusak pertumbuhan

janin dalam kandungan. Pada fase kehamilan bayi menyerap nutrisi dari si ibu. Termasuk

semua komponen merkuri yang mengalir dalam darah ibu akan ikut ditransfer ke bayinya.

Jika air raksa masuk ke dalam tubuh perempuan hamil, anak-anak yang dilahirkan akan

mengalami cacat tubuh yang sifatnya tanpa kaki, tanpa tangan atau bentuk kepala tidak

beraturan. Namun, tidak semua gejala seperti itu merupakan akibat dari paparan polutan,

sehingga perlu dilakukan uji laboratorium untuk menegakkan hipotesis tersebut.

Page 4: Polutan, Musuh Tumbuh Kembang Anak

Gejala-gejala keracunan polutan, akan sangat tergantung zat yang

menyebabkannya. Misalnya, gejala yang di timbulkan karena keracunan merkuri antara lain

mengeluarkan air ludah secara terus-menerus, sulit berbicara, telinga berdenging, dan mata

kabur. Bahkan, jika terkena jaringan saraf tremor bisa menyebabkan jaringan saraf psikonis

bisa menyebabkan paralisis atau kelumpuhan serta sesak nafas. Sedangkan pencemaran

timbal pada anak, akan menyebabkan perkembangan lambat, gangguan konsentrasi dan

gerak motorik, anak layu atau mengalami anemia secara tiba-tiba. Anak-anak dengan

gejala-gejala tersebut sebaiknya menjalani pemeriksaan medis lebih lanjut. Di masyarakat,

dampak cemaran polutan pada anak ini memang tidak mudah dikenali. Rachmadi

menjelaskan, satu kasus penyakit dengan gejala seperti akibat polutan, bisa diakibatkan

oleh beragam sebab (multiple cause).

Identifikasi gejala keracunan semakin rumit, karena satu zat beracun juga bisa

menyebabkan beragam efek. Misalnya, pada anak yang mengalami penurunan kecerdasan

bisa disebabkan oleh merkuri dan timbal, atau zat pencemar lainnya. Padahal di suatu

daerah bisa terdapat bermacam-macam polutan. Penyakit akibat polutan di suatu

lingkungan, baru bisa dipastikan jika daerah tersebut mengalami kasus lingkungan, seperti

kebocoran limbah, dan sebagainya. Pada kasus tertentu, penderita pingsan atau meninggal

sehingga bisa langsung terdeteksi karena keracunan zat polutan kadar tinggi. Namun yang

lebih sering terjadi, polutan dari lingkungan meracuni tubuh secara perlahan, dan sering

tidak diketahui pangkalnya.

Penanganan penyakit akibat polutan memiliki sifat dilematis. Karena kemungkinan

dipicu oleh penyebab lain. Untuk menentukan zat-zat berbahaya yang mencemari tubuh,

perlu dilakukan penelitian lebih komprehensif melalui tes laboratorium kuku, rambut, darah,

dan air seni. Untuk mengetahui tinggi rendahnya paparan merkuri, dilakukan pemeriksaan

rambut. Sedangkan, pemeriksaan darah bertujuan untuk mengetahui kadar keracunan yang

diakibatkan oleh timbal. Kemudian dilakukan pemeriksaan genetik. Sayangnya, di Indonesia

pemeriksaan tersebut sulit diaplikasikan akibat tingginya biaya yang harus dikeluarkan.

Kesulitan mendeteksi penyakit akibat polutan juga disebabkan jarak antara paparan zat

polutan dengan timbulnya penyakit, cukup jauh. Untuk memastikan bahwa penyakit

seseorang diakibatkan zat polutan, dibutuhkan penelusuran sejarah kehidupannya.

Misalnya, kondisi dan sifat daerah tempat tinggalnya, pola konsumsi, sejak masa kanak-

kanak, hingga dewasa. Perbedaan dampak polutan pada anak antara lain disebabkan oleh

perbedaan sistem imun yang mampu menyaring polutan, sehingga tingkat kemudahan untuk

menyerap polutan tidaklah sama. Masing-masing anak memiliki “kandungan” yang berbeda,

yang dapat menjadi “akseptor” polutan. Misalnya, anak yang mengalami kekurangan zat

besi dan kalsium akan lebih mudah menyerap timbal. Kedua mineral tersebut mampu

Page 5: Polutan, Musuh Tumbuh Kembang Anak

mendesak Pb keluar dari tubuh. Kenyataannya, paparan terhadap polusi memang cukup

sulit direduksi, sehingga salah satu penanganan yang dapat dilakukan adalah melalui diet

seimbang dari unsur protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan makanan kaya antioksidan. Di

sinilah peran orang tua untuk mengamati perkembangan anak sedetail mungkin. Selain itu,

orang tua juga perlu di bekali pengetahuan mengenai zat-zat polutan. Terutama

mewaspadai kondisi lingkungan di sekitar dan dalam rumah. Salah satu sumber polutan dan

zat beracun adalah mainan anak-anak. Waspadai mainan anak yang permukaannya tampak

mengkilap, karena bisa jadi pelapis timbal untuk memberi efek kilap tersebut.

Page 6: Polutan, Musuh Tumbuh Kembang Anak

Referensi

Sumber artikel :

http://kompas.com/

Sumber pembahasan :

Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2008.

http://www.ibudanbalita.com/