POLKAM - ftp.unpad.ac.id fileolehan kursi di DPR, yakni Partai Demokrat (26,4%), Par-tai Golkar...

1
PEMILU 2009 menghasilkan tiga partai yang berhasil me- nembus persentase 15% per- olehan kursi di DPR, yakni Partai Demokrat (26,4%), Par- tai Golkar (18,9%), dan PDIP (16,7%). Enam partai lain terbagi ke dalam dua kelompok, yakni empat partai yang bergabung dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Koalisi pen- dukung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boe- diono (PKS, PAN, PKB, PPP). Keempat partai itu memiliki perolehan kursi DPR di kisaran 5%-10% dari 560 kursi DPR. Lalu, ada Partai Gerindra dan Partai Hanura yang memi- lih untuk tidak merapat ke da- lam barisan setgab. Persentase perolehan kursi mereka adalah 4,6% untuk Gerindra dan 3% untuk Hanura. Perasaan memiliki kesa- maan nasib, menurut peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi, akhirnya akan membelah sikap partai menengah yang ber- gabung di setgab. Ia memprediksi pembahasan paket Rancangan Undang- Undang (RUU) Politik akan meretakkan jajaran parpol di setgab. “Persoalan setgab versus oposisi bukanlah titik yang membelah. Tapi persoalan partai menengah,” ujar Burha- nuddin. Ia mencontohkan, salah satu titik krusial dalam paket RUU Politik adalah perbedaan ke- pentingan terkait ambang batas parlemen. Sebab, di internal set- gab akan ada dua kepentingan, yakni partai besar hendak me- nambah tingkat ambang batas parlemen, sedangkan partai menengah justru tetap meng- inginkan angka 2,5%. “Masalah parliamentary threshold masih menjadi masalah tersendiri untuk partai menengah,” ujarnya. Sehingga, menurut dia, koa-lisi poros tengah yang diprakarsai PPP dan PKS ada- lah upaya mencari peluang kerja sama dengan partai me- nengah di luar setgab. “Koalisi poros tengah selain memilih ke partai menengah di setgab juga mencari dukungan partai menengah di luar setgab. Karena bagi Hanura dan Gerin- dra, sulit untuk mendapatkan dukungan dari PDIP karena perbedaan kepentingan,” pa- parnya. Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Ha- dar N Gumay menyayangkan partai besar yang getol mewa- canakan menaikkan angka parliamentary threshold. “Itu sama saja dengan mem- persempit ruang untuk partai sedang dan membabat ruang untuk partai kecil. Kalau sudah seperti itu, hanya akan memun- culkan ketegangan dan protes. Bagaimana pemerintahan bisa efektif kalau cukup besar suara rakyat malah tidak terwakili?” katanya. Menurut Hadar, DPR dan pemerintah tidak usah terfokus hendak menaikkan ambang ba- tas parlemen. Seharusnya, im- buhnya, pemerintah dan DPR memikirkan tentang membuat sistem pemilihan jadi lebih sim- pel dan mendidik pemilih agar lebih strategis dalam memilih. Peluang perolehan suara partai menengah juga semakin dipersulit dengan rendahnya kepercayaan publik terhadap parpol. Berdasarkan survei LSI yang dirilis pada 6 Januari, terjadi penurunan elektabilitas Par- tai Demokrat. Penurunan itu ternyata tidak menyebabkan parpol lain mendapat keun- tungan. Menurut Direktur Eksekutif LSI Kuskrido Ambardi, hal tersebut disebabkan kekece- waan publik terjadi pada par- pol secara menyeluruh. Hal itu ditunjukkan pula dengan ting- ginya angka pemilih abstain (undecided voters) sebesar 30%. “Kenapa semua partai cen- derung turun dukungannya? Jangan-jangan secara kolektif mereka ditinggalkan publik. Mereka bukan lagi memilih antara partai mana, melainkan antara berpartai atau tidak,” kata Kuskrido. (Din/*/P-1) KAMI dari Partai Golkar menginginkan ada kesepakatan bahwa sistem di negara ini adalah presidensial didukung oleh sistem kepartaian yang multipartai. Kesepakatan ini sudah diatur melalui konstitusi. Makanya paket UU bidang politik harus memenuhi keinginan konsti- tusi. Sistem ini sudah dipertahan- kan selama beberapa periode. Tu- gas selanjutnya adalah bagaimana menciptakan pemerintahan efektif melalui sistem ini. Wacana yang berkembang dalam pembahasan UU bidang politik bukan soal parpol menengah. Tetapi seluruh parpol harus me- mahami bahwa efisiensi pemerintahan adalah tu- juan demokrasi. Alat yang tersedia adalah konstitusi, jadi harus diterjemahkan melalui paket UU politik yang menuju pada stabili- tas demokrasi. (AO/P-3) SUDAH 12 tahun kita melatih demokrasi liberal dengan sistem multipartai, ternyata cita-cita reformasi untuk meraih kesejahte- raan belum ada tanda-tanda terang. Karena kita meyakini bahwa demokrasi itu adalah alat untuk meraih kesejahteraan. Tentu cara- cara yang tidak lagi efektif dengan demokrasi multipartai, maka harus dilaksanakan penyederhanaan partai. Pikiran kami jauh sekali dari sekadar kom- petisi politik. Kita ini menganut sistem presi- densial, tapi ada ambiguitas karena ada kuasi parlementer lewat pembuatan setgab. Itu menunjukkan ketidakpercayaan pada sistem yang berlaku semestinya. Pembatasan partai secara alamiah itu adalah konsekuensi. Tapi, itu tidak ada kaitannya dengan kekhawatiran akan keberadaan partai kecil dan me- nengah. Sebagai negara demokrasi, kita harus berikan hak hidup kepada semua partai. Kita harus membedakan ke- beradaan mereka sebagai entitas yang harus diakui hak hidupnya dan hak ikut memerintah. Seberapa besar partai menengah itu ber- tahan sampai 2014 tergantung kinerja mereka, apa bisa mem- beri keyakinan kepada publik. (Din/P-3) Partai Sedang Dipersulit yang Kecil Dibabat ah, Partai Tergerus 23 SENIN, 10 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA POLKAM WACANA penyederhanaan partai melalui peraturan perundang- undangan yang dilontarkan partai-partai besar kerap dipersoalkan partai menengah dan kecil. Hal itu dicurigai sebagai alat untuk ‘membunuh eksistensi’ partai menengah maupun guram. Alasan yang diusung politikus partai besar bahwa penyederhanaan parpol berujung pada efektivitas pemerintah. Berikut pendapat mereka : GALERI PENDAPAT MI/SUSANTO MULTIPARTAI kita harus ditata agar semakin matang, semakin efektif dan produktif. Ukuran demokrasi bukan banyak sedikitnya partai. Ukuran demokrasi adalah apakah partai fungsional dan bekerja dengan baik. Misalnya partainya ada lima, tapi kalau be- kerja dengan baik itu lebih menjamin terselenggaranya demokrasi. Daripada partainya ada 100, tapi ribut sendiri tidak pernah menghasilkan stabilitas pe- merintahan. Karena itu, mekanisme penataan dalam demokrasi yang saat ini perlu diperbaiki dan disempurnakan. Terus terang kami lebih suka kalau partai-partai di Indone- sia semua kuat, besar, dan bekerja baik untuk partai kecil. Kami tidak pernah bermimpi agar partai lain menjadi partai kecil. Pluralitas politik ini bukan sekadar plural dan ruang ke- bebasan sangat lebar. Kita harus lebih maju bicara produktivitas dan hasil. (ED/P-3) Demi Stabilitas Demokrasi Anas Urbaningrum Ketua Umum DPP Partai Demokrat Achmad Basarah Wakil Sekjen DPP PDIP Idrus Marham Sekjen DPP Partai Golkar an dan Persatuan Indonesia (PKPI) Rully Soekarta me- negaskan eksistensi partai yang pada Pemilu 1999 bernama Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) itu surut karena menjadi korban partai besar. “Dalam pertarungan politik, konsistensi adalah sesuatu yang harus dipertahankan. Tidak ada kalah atau menang. Sistem ciptaan partai besar yang membuat PKPI tersing- kir,” tukas Rully. Akan tetapi, ia tidak melihat ulah partai besar itu sebagai ancaman bagi partai yang didirikan pada 15 Januari 1999 itu. “PKPI tidak pernah meli- hat ancaman dari luar (partai besar). Akan menjadi ancaman bila kemudian membunuh hak partai menengah dan kecil. Saya juga tidak yakin partai besar itu akan bertahan lama, suatu saat nanti pasti akan habis,” ujar Rully. Di sisi lain, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) MS Kaban menilai perubahan sistem dan kecurangan dalam pemilu menjadi penyebab partai yang didirikan pada 17 Juli 1998 tergerus dari kancah parpol di DPR. Seharusnya, tambah dia, sistem pemilu diuji dalam em- pat atau lima kali penyeleng- garaan pemilu, baru dievalua- si. Tidak setiap pemilu selalu berganti sistem. “Persoalannya adalah sistem politik selalu berubah-ubah. Itu menimbulkan kekisruhan serta kegaduhan di tubuh internal partai. Lihat saja itu, awalnya kan berdasarkan nomor urut lalu tiba-tiba berubah menjadi suara terbanyak. Perubahan itu melahirkan kesempatan untuk melakukan kecurangan,” pa- par Kaban. Bagi dia, pemerintah dan DPR sekarang sebaiknya fokus membuat sistem pemilu yang murah, mudah, dan kredibel. “Tidak mahal dan mengor- bankan banyak dana, tenaga, dan waktu,” pungkas MS Ka- ban. (Din/*/P-1) Bagaimana pemerintahan bisa efektif kalau cukup besar suara rakyat malah tidak terwakili?” Hadar N Gumay Direktur Eksekutif CETRO K si SU m ra de ca ha pe de pa m ya se itu ak ne be pa be ya hi ik Se pa te be W un pa ‘m ya be G M ef p be ke A Ke Id Se ANTARA MI/M IRFAN ANTARA/WIDODO S. JUSUF MI/SUSANTO PARLIAMENTARY TRESHOLD: Puluhan simpatisan dari sejumlah partai politik menggelar unjuk rasa di depan gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, beberapa waktu lalu. Mereka menolak penaikan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) lebih dari 2,5%. rsebut lolos syarat ambang batas parlemen dan menjadi mitra koalisi pemerintah dalam sekretariat gabungan (setgab). ANTARA/WAHYU PUTRO A R TEMA: Toleransi Beragama di Mesir INTERNASIONAL SELASA (11/1/2011) FOKUS

Transcript of POLKAM - ftp.unpad.ac.id fileolehan kursi di DPR, yakni Partai Demokrat (26,4%), Par-tai Golkar...

PEMILU 2009 menghasilkan tiga partai yang berhasil me-nembus persentase 15% per-olehan kursi di DPR, yakni Partai Demokrat (26,4%), Par-tai Golkar (18,9%), dan PDIP (16,7%).

Enam partai lain terbagi ke dalam dua kelompok, yakni empat partai yang bergabung dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Koalisi pen-dukung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boe-diono (PKS, PAN, PKB, PPP). Keempat partai itu memiliki perolehan kursi DPR di kisaran 5%-10% dari 560 kursi DPR.

Lalu, ada Partai Gerindra dan Partai Hanura yang memi-lih untuk tidak merapat ke da-lam barisan setgab. Persentase perolehan kursi mereka adalah 4,6% untuk Gerindra dan 3% untuk Hanura.

Perasaan memiliki kesa-maan nasib, menurut peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi, akhirnya akan membelah sikap partai menengah yang ber-gabung di setgab.

Ia memprediksi pembahasan paket Rancangan Undang-Undang (RUU) Politik akan meretakkan jajaran parpol di setgab.

“Persoalan setgab versus oposisi bukanlah titik yang membelah. Tapi persoalan partai menengah,” ujar Burha-nuddin.

Ia mencontohkan, salah satu titik krusial dalam paket RUU Politik adalah perbedaan ke-pentingan terkait ambang batas parlemen. Sebab, di internal set-gab akan ada dua kepenti ngan, yakni partai besar hendak me-nambah tingkat ambang batas parlemen, sedangkan partai menengah justru tetap meng-inginkan angka 2,5%.

“Masalah parl iamen tary thresho ld mas ih menjadi masalah tersendiri untuk partai menengah,” ujarnya.

Sehingga, menurut dia, koa-lisi poros tengah yang diprakarsai PPP dan PKS ada-lah upaya mencari peluang kerja sama dengan partai me-nengah di luar setgab.

“Koalisi poros tengah selain memilih ke partai menengah di setgab juga mencari dukungan partai menengah di luar setgab. Karena bagi Hanura dan Gerin-dra, sulit untuk mendapatkan dukungan dari PDIP karena perbedaan kepentingan,” pa-parnya.

Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Ha-dar N Gumay menyayangkan partai besar yang getol mewa-canakan menaikkan angka parliamentary threshold.

“Itu sama saja dengan mem-persempit ruang untuk partai sedang dan membabat ruang untuk partai kecil. Kalau sudah seperti itu, hanya akan memun-culkan ketegangan dan protes. Bagaimana pemerintahan bisa

efektif kalau cukup besar suara rakyat malah tidak terwakili?” katanya.

Menurut Hadar, DPR dan pemerintah tidak usah terfokus hendak menaikkan ambang ba-tas parlemen. Seharusnya, im-buhnya, pemerintah dan DPR memikirkan tentang membuat sistem pemilihan jadi lebih sim-pel dan mendidik pemilih agar lebih strategis dalam memilih.

Peluang perolehan suara partai menengah juga semakin dipersulit dengan rendahnya kepercayaan publik terhadap parpol.

Berdasarkan survei LSI yang dirilis pada 6 Januari, terjadi penurunan elektabilitas Par-

tai Demokrat. Penurunan itu ternyata tidak menyebabkan parpol lain mendapat keun-tungan.

Menurut Direktur Eksekutif LSI Kuskrido Ambardi, hal tersebut disebabkan kekece-waan publik terjadi pada par-pol secara menyeluruh. Hal itu ditunjukkan pula dengan ting-ginya angka pemilih abstain (undecided voters) sebesar 30%.

“Kenapa semua partai cen-derung turun dukungannya? Jangan-jangan secara kolektif mereka ditinggalkan publik. Mereka bukan lagi memilih antara partai mana, melainkan antara berpartai atau tidak,” kata Kuskrido. (Din/*/P-1)

KAMI dari Partai Golkar menginginkan ada kesepakatan bahwa sistem di negara ini adalah presidensial didukung oleh sistem

kepartaian yang multipartai. Kesepakatan ini sudah diatur melalui konstitusi.

Makanya paket UU bidang politik harus memenuhi keinginan konsti-

tusi. Sistem ini sudah dipertahan-kan selama beberapa periode. Tu-gas selanjutnya adalah bagaimana menciptakan pemerintahan efektif

melalui sistem ini. Wacana yang berkembang

dalam pembahasan UU bidang politik bukan soal

parpol menengah. Tetapi seluruh parpol harus me-mahami bahwa efisiensi pemerintahan adalah tu-

juan demokrasi. Alat yang tersedia adalah konstitusi, jadi

harus diterjemahkan melalui paket UU politik yang menuju pada stabili-tas demokrasi. (AO/P-3)

SUDAH 12 tahun kita melatih demokrasi liberal dengan sistem multipartai, ternyata cita-cita reformasi untuk meraih kesejahte-raan belum ada tanda-tanda terang. Karena kita meyakini bahwa demokrasi itu adalah alat untuk meraih kesejahteraan. Tentu cara-cara yang tidak lagi efektif dengan demokrasi multipartai, maka harus dilaksanakan penyederhanaan partai.

Pikiran kami jauh sekali dari sekadar kom-petisi politik. Kita ini menganut sistem presi-densial, tapi ada ambiguitas karena ada kuasi parlementer lewat pembuatan setgab. Itu menunjukkan ketidakpercayaan pada sistem yang berlaku semestinya. Pembatasan partai secara alamiah itu adalah konsekuensi. Tapi, itu tidak ada kaitannya dengan kekhawatiran akan keberadaan partai kecil dan me-nengah.

Sebagai negara demokrasi, kita harus berikan hak hidup kepada semua partai. Kita harus membedakan ke-beradaan mereka sebagai entitas yang harus diakui hak hidupnya dan hak ikut meme rintah. Sebe rapa besar partai menengah itu ber- tahan sampai 2014 tergantung kinerja mereka, apa bisa mem-beri keyakinan kepada publik. (Din/P-3)

Partai Sedang Dipersulit yang Kecil Dibabat

ah, Partai Tergerus

23SENIN, 10 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIAPOLKAM

WACANA penyederhanaan partai melalui peraturan perundang-undangan yang dilontarkan partai-partai besar kerap dipersoalkan partai menengah dan kecil. Hal itu dicurigai sebagai alat untuk ‘membunuh eksistensi’ partai menengah maupun guram. Alasan yang diusung politikus partai besar bahwa penyederhanaan parpol berujung pada efektivitas pemerintah. Berikut pendapat mereka :

GALERI PENDAPAT

MI/SUSANTO

MULTIPARTAI kita harus ditata agar semakin matang, semakin efektif dan produktif. Ukuran demokrasi bukan banyak sedikitnya partai. Ukuran demokrasi adalah apakah partai fungsional dan bekerja dengan baik. Misalnya partainya ada lima, tapi kalau be-kerja dengan baik itu lebih menjamin terselenggaranya demokrasi.

Daripada partainya ada 100, tapi ribut sendiri tidak pernah menghasilkan stabilitas pe-merintahan.

Karena itu, mekanisme penataan dalam demokrasi yang saat ini perlu

diperbaiki dan disempurnakan. Terus terang kami lebih suka

kalau partai-partai di Indone-sia semua kuat, besar,

dan be kerja baik untuk partai kecil. Kami tidak pernah bermimpi agar partai lain menjadi

partai kecil. Pluralitas politik

ini bukan sekadar plural dan ruang ke-bebasan sangat lebar.

Kita harus lebih maju bicara produktivitas dan hasil. (ED/P-3)

Demi Stabilitas Demokrasi

Anas UrbaningrumKetua Umum DPP Partai Demokrat

Achmad BasarahWakil Sekjen DPP PDIP

Idrus MarhamSekjen DPP Partai Golkar

an dan Persatuan Indonesia (PKPI) Rully Soekarta me-negaskan eksistensi partai yang pada Pemilu 1999 bernama Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) itu surut karena menjadi korban partai besar.

“Dalam pertarungan politik, konsistensi adalah sesuatu yang harus dipertahankan. Tidak ada kalah atau menang. Sistem ciptaan partai besar yang membuat PKPI tersing-kir,” tukas Rully.

Akan tetapi, ia tidak melihat ulah partai besar itu sebagai ancaman bagi partai yang didirikan pada 15 Januari 1999 itu. “PKPI tidak pernah meli-hat ancaman dari luar (partai

besar). Akan menjadi ancaman bila kemudian membunuh hak partai menengah dan kecil. Saya juga tidak yakin partai besar itu akan bertahan lama, suatu saat nanti pasti akan habis,” ujar Rully.

Di sisi lain, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) MS Kaban menilai perubahan sistem dan kecurangan dalam pemilu menjadi penyebab partai yang didirikan pada 17 Juli 1998 tergerus dari kancah parpol di DPR.

Seharusnya, tambah dia, sistem pemilu diuji dalam em-pat atau lima kali penyeleng-garaan pemilu, baru dievalua-si. Tidak setiap pemilu selalu

berganti sistem. “Persoalannya adalah sistem

politik selalu berubah-ubah. Itu menimbulkan kekisruhan serta kegaduhan di tubuh internal partai. Lihat saja itu, awalnya kan berdasarkan nomor urut lalu tiba-tiba berubah menjadi suara terbanyak. Perubahan itu melahirkan kesempatan untuk melakukan kecurangan,” pa-par Kaban.

Bagi dia, pemerintah dan DPR sekarang sebaiknya fokus membuat sistem pemilu yang murah, mudah, dan kredibel. “Tidak mahal dan mengor-bankan banyak dana, tenaga, dan waktu,” pungkas MS Ka-ban. (Din/*/P-1)

Bagaimana pemerintahan bisa

efektif kalau cukup besar suara rakyat malah tidak terwakili?”Hadar N GumayDirektur Eksekutif CETRO

Ksi

SUmradecaha

pedepamyaseituakne

bepabeyahiikSepatebe

Wunpa‘myabe

G

Mefpbeke

AKe

IdSe

ANTARA

MI/M IRFAN

ANTARA/WIDODO S. JUSUF

MI/SUSANTO

PARLIAMENTARY TRESHOLD: Puluhan simpatisan dari sejumlah partai politik menggelar unjuk rasa di depan gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, beberapa waktu lalu. Mereka menolak penaikan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) lebih dari 2,5%.

rsebut lolos syarat ambang batas parlemen dan menjadi mitra koalisi pemerintah dalam sekretariat gabungan (setgab).

ANTARA/WAHYU PUTRO AR

TEMA:Toleransi

Beragama di Mesir

INTERNASIONALSELASA (11/1/2011)

FOKUS