Politik vs Perencanaan Pembangunan

6
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI BAWAH TEKANAN DINAMIKA POLITIK Era reformasi bagi sebagian orang merupakan saat refleksi terhadap jati diri bangsa yang semakin hilang oleh bias perjalanan sejarah kemerdekaan dimana lembar-lembarnya masih menyisakan misteri yang sulit dipahami. Demikian halnya dengan perencanaan pembangunan bangsa. Bagi Diana Conyers dan Peter Hills (1984), perencanaan adalah suatu proses berkelanjutan yang melibatkan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tentang alternatif pemanfaatan sumber daya yang ada dengan maksud mencapai tujuan tertentu di masa yang akan datang. Sebagai suatu proses, perencanaan berkaitan erat dengan tahapan-tahapan proses tertentu baik yang sudah tertata maupun tahapan-tahapan yang berkembang sesuai dinamika lingkungan. Tahapan-tahapan dalam perencanaan ini akan melibatkan berbagai aspek di luar perencanaan, termasuk aspek politik. Conyers dan Hills menegaskan bahwa salah satu implikasi yang paling signifikan dari keterkaitan antara perencanaan, pembuatan kebijakan dan pelaksanaan adalah kenyataan bahwa perencanaan tidak dapat dianggap terpisah dari lingkungan sosial, administrasi dan khususnya lingkungan politik dimana ia harus beroperasi. Hal ini penting, terutama untuk mempertimbangkan sistem politik di negara yang bersangkutan (misalnya cara dimana para pemimpin politik berkuasa, apakah menggunakan sistem satu partai atau multi partai dan derajat sentralisasi atau desentralisasi), ideologi politik pemerintah yang berkuasa dan struktur sosial masyarakat.

Transcript of Politik vs Perencanaan Pembangunan

Page 1: Politik vs Perencanaan Pembangunan

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI BAWAH TEKANAN DINAMIKA POLITIK

Era reformasi bagi sebagian orang merupakan saat refleksi terhadap jati diri bangsa

yang semakin hilang oleh bias perjalanan sejarah kemerdekaan dimana lembar-lembarnya

masih menyisakan misteri yang sulit dipahami. Demikian halnya dengan perencanaan

pembangunan bangsa. Bagi Diana Conyers dan Peter Hills (1984), perencanaan adalah suatu

proses berkelanjutan yang melibatkan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tentang

alternatif pemanfaatan sumber daya yang ada dengan maksud mencapai tujuan tertentu di

masa yang akan datang. Sebagai suatu proses, perencanaan berkaitan erat dengan tahapan-

tahapan proses tertentu baik yang sudah tertata maupun tahapan-tahapan yang berkembang

sesuai dinamika lingkungan. Tahapan-tahapan dalam perencanaan ini akan melibatkan

berbagai aspek di luar perencanaan, termasuk aspek politik. Conyers dan Hills menegaskan

bahwa salah satu implikasi yang paling signifikan dari keterkaitan antara perencanaan,

pembuatan kebijakan dan pelaksanaan adalah kenyataan bahwa perencanaan tidak dapat

dianggap terpisah dari lingkungan sosial, administrasi dan khususnya lingkungan politik

dimana ia harus beroperasi. Hal ini penting, terutama untuk mempertimbangkan sistem

politik di negara yang bersangkutan (misalnya cara dimana para pemimpin politik berkuasa,

apakah menggunakan sistem satu partai atau multi partai dan derajat sentralisasi atau

desentralisasi), ideologi politik pemerintah yang berkuasa dan struktur sosial masyarakat.

Memahami pengaruh dinamika politik terhadap perencanaan pembangunan dapat

dimulai dengan pemahaman atas makna pembangunan. Siagian (2009) berpendapat bahwa

pembangunan merupakan rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara

terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam

rangka pembinaan bangsa (nation building). Salah satu ide pokok yang dimunculkan dari

pengertian ini adalah bahwa pembangunan dilakukan secara terencana, baik dalam arti jangka

panjang, jangka menengah maupun jangka pendek. Perencanaan menjadi salah satu bagian

dari proses pembangunan yang diidentifikasi memiliki tantangan di bidang politik dimana

tantangan itu sudah mulai dirasakan sejak NKRI dideklarasikan kemerdekaannya.

Lima perkembangan geopolitik yang dibeberkan Siagian dapat menimbulkan

ancaman terhadap proses pembangunan akibat perang dunia, perang regional maupun perang

lokal yaitu: Pertama, di berbagai bagian dunia masih terdapat despot yang memerintah

bangsanya dengan tangan besi secara diktator dan proses demokratisasi di bidang politik

tidak terjadi sama sekali. Kedua, berbagai negara masih terus memperkuat dan memperluas

Page 2: Politik vs Perencanaan Pembangunan

hegemoninya di bidang politik, ekonomi dan militer. Ketiga, di banyak negara terdapat

gerakan-gerakan separatis (misalnya berdasarkan suku dan atau agama) yang jika dibiarkan

akan mengancam eksistensi negara yang bersangkutan . Keempat, Di banyak negara timbul

gerakan-gerakan ekstrim fundamentalis yang juga merupakan ancaman terhadap kedaulatan

dan kemerdekaan negara yang bersangkutan. Kelima, masih adanya pandangan tentang

supremasi bangsa tertentu yang antara lain berakibat pada pelecehan martabat bangsa lain dan

menolak kehadiran bangsa lain itu di negara yang bersangkutan.

Perkembangan geopolitik sebagaimana dikemukakan di atas akan menimbulkan

kekacauan dan perang yang dengan sendirinya akan berdampak pada proses perencanaan,

dimana agenda-agenda perencanaan seperti penyusunan rencana, penetapan rencana,

pengendalian pelaksanaan rencana dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana tidak dapat

berjalan sebagaimana mestinya. Dalam sejarah perencanaan pembangunan di Indonesia, hal

ini pernah terjadi antara Tahun 1947 sampai dengan 1969. Pada tahun 1947 terbentuk Panitia

Pemikir Siasat Ekonomi, yang ketuanya pada saat itu adalah Drs. Mohammad Hatta. Hasil

dari panitia ini berupa rencana dengan tajuk „Dasar Pokok daripada Plan Mengatur Ekonomi

Indonesia“. Keadaan negara pada saat itu mengakibatkan plan tersebut tidak dapat

dilaksanakan, sampai akhirnya dibuat dokumen lain berupa perencanaan beberapa sektor

perekonomian yang dikenal sebagai „Plan Produksi Tiga tahun RI“. Rentang waktu dari plan

itu antara 1948 sampai dengan 1950. Plan inipun tidak dapat dilaksanakan. Dengan terbentuk

Republik Indonesia Serikat, dari tahun 1950 sampai dengan 1952 telah dibuat berbagai jenis

rencana darurat dalam menyelesaikan masalah mendesak, namun situasi dan kondisi

kehidupan bernegara pada saat itu menyebabkan berbagai rencana inipun gagal dilaksanakan.

Pada tahun 1952 terbentuklah Biro Perancang Negara, di bawah Kementerian Negara Urusan

Pembangunan, yang dijabat oleh Ir. H. Djuanda. Usaha mereka telah menghasilkan Rencana

Pembangunan Lima Tahun (RPLT) 1956-1960. Sayangnya, kehidupan politik dalam negeri

pada saat itu telah menghambat pelaksanaan RPLT ini. Melalui dekrit presiden 5 Juli 1959,

yang mengembalikan konstitusi negara kepada UUD 1945, dibentuklah Dewan Perancang

Nasional (Depernas) yang diketuai oleh Mr. Muhammad Yamin. Tugas dari dewan ini adalah

menyusun rencana pembangunan nasional. Lembaga ini berhasil menyusun Rencana

Pembangunan Semesta Berencana (Comprehensive National Development Plan) untuk

jangka waktu 1961-1969. Melalui Penetapan Presiden No 12 tahun 1963 (Penpres 12/1963),

Depernas dirubah menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Kehidupan politik bangsa bernegara pada saat itu, yang ditandai dengan Perjuangan

Pembebasan Irian Barat, kemudian Penentangan berdirinya negara Malaysia serta berujung

Page 3: Politik vs Perencanaan Pembangunan

pada Pemberontakan G 30 S/PKI, telah mengakibatkan terhambatnya proses pembangunan

berencana. Masa bergejolak ini berakhir dengan mundurnya Presiden Soekarno yang ditandai

dengan penyerahan kekuasaannya kepada Mayjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret

1966 (Supersemar). Pemerintahan baru di tangan Soeharto ini kemudian berusaha

memperbaiki perekonomian negara dengan dikeluarkannya Instruksi Presidium Kabinet No.

15/EK/IN/1967 yang menugaskan Bappenas membuat rencana pemulihan ekonomi dengan

dokumen yang dihasilkan berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun I (Repelita I), untuk

kurun waktu tahun 1969 sampai dengan tahun 1973.

Gambaran sejarah perkembangan perencanaan pembangunan di Indonesia di atas

menunjukkan bahwa hampir dua puluh tahun lebih, Indonesia telah mengalami suatu periode

dimana pergolakan politik yang terjadi di tanah air sangat menghambat bahkan

menggagalkan proses perencanaan pembangunan nasional. Hal positip yang bisa dipelajari

yakni bahwa proses perencanaan pembangunan sangat erat kaitannya dengan konsep ruang

dan waktu. Perencanaan sebagai suatu proses akan berjalan baik bukan saja dipengaruhi oleh

kemampuan aktor-aktor yang berperan di dalamnya tetapi juga sangat membutuhkan ruang

politik yang kondusif dan mendukung terselenggaranya proses perencanaan yang berkwalitas.

Setidaknya hal ini dapat dilihat dari periode kepemimpinan Soeharto dimana situasi politik

dikendalikan sedemikian rupa terutama melalui intervensi pihak militer sehingga proses

perencanaan dapat berjalan sesuai agendanya, bahkan output yang dihasilkan dari proses

perencanaan juga cukup terukur. Salah satu keberhasilan yang dapat dilihat yakni adanya

swasembada pangan sebagai dampak dari proses perencanaan pembangunan yang dibuat

pada saat itu. Tentu saja keberhasilan ini tidak menjustifikasi bahwa apa yang dilakukan

Soeharto baik adanya, sebab sekalipun secara ekonomi kita berhasil meningkatkan

pendapatan nasional namun aspek-aspek lain seperti demokrasi, humanisme dan HAM telah

dikorbankan. Konteks pembangunan yang dikembangkan pada jaman Soeharto adalah

konteks pembangunan ekonomi bukan pembangunan nasional sebab pembangunan nasional

tidak hanya melihat peningkatan ekonomi sebagai indikatornya tetapi semua aspek yang

berkaitan seperti pembangunan fisik, pembangunan pendidikan, pembangunan politik,

pembangunan sosial, pembangunan administrasi dan sebagainya.

Tantangan terbesar justru datang pada era pasca lengsernya Soeharto. Kompleksitas

perencanaan pembangunan kita semakin rumit ketika lingkungan perencanaan semakin sulit

dikendalikan. Euforia politik telah menempatkan aktor-aktor politik memiliki peran yang

amat dominan dalam menentukan kebijakan pembangunan bangsa. Lagi-lagi perencanaan

pembangunan kembali tidak bisa berkutik ketika berhadapan dengan dinamika politik era

Page 4: Politik vs Perencanaan Pembangunan

reformasi. Tidak ada yang perlu disalahkan dalam kondisi ini sebab kita sendiri sedang

terjebak dalam kendali sistem internasional yang dibangun oleh negara-negara yang oleh

Siagian dikatakan sebagai negara yang terus ingin memperkuat dan memperluas

hegemoninya di bidang politik, ekonomi dan militer. Yang dapat kita lakukan saat ini adalah

menempatkan politik dan perencanaan pembangunan dalam posisi tawar yang sama agar

keduanya dapat berkreasi secara elegan demi pembangunan bangsa. Bila jalan ini juga buntu

maka kita perlu memperbaiki aspek fundamental politik bangsa kita agar sesuai dengan jiwa

dasar bangsa ini yaitu Pancasila dan UUD 1945. Mungkinkah akan muncul dekrit baru untuk

kembali ke rahim pertiwi bila dinamika politik telah membawa bangsa ini keluar dari

genggaman hakiki kemerdekaan?