POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

19
1 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional 1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1, diungkapkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. 1 Pada pasal 5 ayat 1 “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 2 Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional banyak aspek yang harus terpenuhi, salah satunya adalah persoalan anggaran atau pembiayaan pendidikan tersebut. Rahmah Setyawati mengutip al-Zarnuji mengatakan dalam kitabnya “ta’lim al-muta’allim” tidak akan diperoleh suatu ilmu kecuali dengan enam syarat, salah satu diantaranya adalah “biaya”. 3 Anggaran atau pembiayaan pendidikan adalah faktor penting dalam menjamin mutu dan kualitas proses pendidikan. Meskipun pembiayaan pendidikan bukan satu-satunya faktor keberhasilan, tanpa adanya pembiayaan yang mencukupi, maka pendidikan yang berkualitas hanya dalam angan-angan. 4 Hal tersebut selaras dengan yang dikemukakan oleh Mastuhu, bahwa penyelenggaraan pendidikan bermutu memang membutuhkan dana, tanpa adanya dana tidak dapat diselenggarakan pendidikan yang dimaksud (bermutu), namun dana bukan satu-satunya unsur yang menentukan keberhasilan usaha penyelenggaraan pendidikan mutu tersebut. 5 Anggaran pendidikan tersebut menjadi salah satu hal yang terpenting untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas sehingga bangsa Indonesia dapat mempunyai level yang sama dengan negara-negara maju atau setidaknya sejajar 1 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,2003), hlm.3. 2 Dijelaskan lebih lanjut pada ayat 2 dan 3 bahwa, Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Undang-Undang., Ibid, hlm.7. 3 Rahmah Setyawati, Pembiayaan Pendidikan (Jurnal Pendidikan Islam), Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Kerjasama Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama RI denga PPs Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 2 No. 1 Januari-April 2009, hlm.174 4 Mulyono, Konsep Pembiayaan Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2010), hlm. 5. 5 Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21, (Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2003), hlm.51.

Transcript of POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

Page 1: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan

Nasional pasal 1 ayat 1, diungkapkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.1 Pada pasal 5 ayat 1 “Setiap warga

negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.2 Untuk

mencapai tujuan pendidikan nasional banyak aspek yang harus terpenuhi, salah satunya

adalah persoalan anggaran atau pembiayaan pendidikan tersebut. Rahmah Setyawati

mengutip al-Zarnuji mengatakan dalam kitabnya “ta’lim al-muta’allim” tidak akan

diperoleh suatu ilmu kecuali dengan enam syarat, salah satu diantaranya adalah “biaya”.3

Anggaran atau pembiayaan pendidikan adalah faktor penting dalam menjamin mutu

dan kualitas proses pendidikan. Meskipun pembiayaan pendidikan bukan satu-satunya

faktor keberhasilan, tanpa adanya pembiayaan yang mencukupi, maka pendidikan yang

berkualitas hanya dalam angan-angan.4 Hal tersebut selaras dengan yang dikemukakan oleh

Mastuhu, bahwa penyelenggaraan pendidikan bermutu memang membutuhkan dana, tanpa

adanya dana tidak dapat diselenggarakan pendidikan yang dimaksud (bermutu), namun

dana bukan satu-satunya unsur yang menentukan keberhasilan usaha penyelenggaraan

pendidikan mutu tersebut.5 Anggaran pendidikan tersebut menjadi salah satu hal yang

terpenting untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas sehingga bangsa Indonesia

dapat mempunyai level yang sama dengan negara-negara maju atau setidaknya sejajar

1Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional,2003), hlm.3. 2Dijelaskan lebih lanjut pada ayat 2 dan 3 bahwa, Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik,

emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga

negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan

layanan khusus. Undang-Undang., Ibid, hlm.7. 3Rahmah Setyawati, Pembiayaan Pendidikan (Jurnal Pendidikan Islam), Ikatan Mahasiswa Pascasarjana

Kerjasama Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama RI denga PPs Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, Vol. 2 No. 1 Januari-April 2009, hlm.174 4Mulyono, Konsep Pembiayaan Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2010), hlm. 5.

5Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21,(Yogyakarta: Safiria Insani Press,

2003), hlm.51.

Page 2: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

2 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

dengan negara-negara berkembang lainnya dalam kualitas pendidikannya. Namun ironi

ketika tuntutan Undang-Undang yang mematok anggaran pendidikan di negeri ini,

pemerintah masih setengah hati dan belum maksimal memperjuangkannya. Hal ini menjadi

salah satu potret buram pendidikan di Indonesia.

Jumlah anggaran pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih tergolong sangat

kecil, bahkan dari beberapa sumber anggaran pendidikan di Indonesia merupakan yang

terkecil di negara-negara ASEAN. Meskipun demikian peningkatan anggaran pendidikan

bukanlah perjuangan yang mudah karena menyangkut berbagai kepentingan politik.

Menyangkut anggaran pendidikan yang sangat kecil tersebut menimbulkan pertanyaan,

apakah pemerintah benar-benar menempatkan investasi sumber daya manusia menjadi

prioritas utama dalam meningkatkan daya saing di era global yang sangat kompetitif seperti

sekarang. Namun, jika anggaran pendidikan berhasil ditingkatkan, pertanyaan berikutnya

akan muncul yaitu apakah kenaikan anggaran pendidikan yang tiba-tiba tidak melahirkan

akses buruk, terutama dilihat dari efisiensi penggunaannya, ini belum lagi ketika kita lihat

realitas akan masih tingginya angka korupsi yang sangat kronis bagi bangsa ini.6

Dalam makalah ini akan bertema“Politik Anggaran Pendidikan”, namun pada awal

pembahasan secara singkat diuraikan konsep pendidikan nasional, potret buram pendidikan

nasional, kemauan dan kemampuan pemerintah membiayai pendidikan serta politisasi

anggaran pendidikan. Maka dari pembahasan tersebut kita dapat menemukan benang

merah terkait persoalan pendidikan yang disebabkan anggaran pendidikan yang belum

maksimal yang menjadi faktor terpenting untuk terwujudnya pendidikan yang lebih

berkualitas.

6Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan

Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 45-46.

Page 3: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

3 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

BAB II

PEMBAHASAN

B. KONSEP PENDIDIKAN NASIONAL

Sudah jelas dasar diadakan pendidikan nasional tidak lain sumbernya adalah

Pancasila dan UUD 1945. Kedua hal tersebut merupakan landasan bagi kita untuk hidup

bersama dalam suatu wadah negara dan bangsa bernama Indonesia, sekaligus sebagai dasar

utama kita dalam melakukan dan menyukseskan pendidikan nasional.7 Dalam UU RI No.

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana pada bab II disebutkan tentang

fungsi8 dan tujuan pendidikan nasional.

9 Dari dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional

tersebut, salah satu sektor yang perlu mendapatkan prioritas dari pemerintah dalam

rangka mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pembangunan adalah bidang

pendidikan. Pemerintah selalu memperhatikan masukan dari pemangku kepentingan

pendidikan nasional mulai dari daerah hingga pusat dalam merumuskan suatu Kebijakan

Pendidikan Nasional. Kebijakan tersebut disusun dalam sebuah Rencana Strategis

Depdiknas 2005-2009 bertemakan Peningkatan Kapasitas dan Modenisasi; 2010-2015

bertemakan Penguatan Pelayanan; 2015-2020 bertemakan Daya Saing Regional; dan 2015-

2025 bertemakan Daya Saing Internasional. Untuk mencapai hal tersebut, Depdiknas

menetapkan tiga kebijakan nasional yang menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan mulai

dari pusat sampai di daerah, yakni: (1) Kebijakan dalam Pemerataan dan Perluasaan Akses

Pendidikan, (2) Kebijakan dalam Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing, (3)

Kebijakan dalam Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik. Ketiga

kebijakan ini diarahkan pada pembenahan perencanaan jangka menengah dengan

menetapkan kebijakan strategis serta program-program yang didasarkan pada urutan

prioritas. Dalam konteks ini ada dua hal yang perlu dipertimbangkan oleh pengambil

kebijakan, yakni sistem nilai yang berlaku dan faktor-faktor situasionalnya. Sistem nilai

mengarah pada perumusan kebijakan yang tepat sesuai dengan permasalahan yang dan

akan terjadi, sedangkan faktor situasional mengarah pada kebijakan pendidikan sesuai

7Muhammad Rifai, Politik Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: AR-RUZZ Media, 2011), hlm. 39.

8Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.Tim Redaksi, Standar Nasional Pendidikan

(SNP) PP No. 19 Tahun 2005 dilengkapi dengan UU No. 20 Tahun 2003 dan Permendiknas No. 11 Tahun 2005

tentang Buku Teks Pelajaran (Bandung: Fokus Media, 2005), hlm.98 9Yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Undang-Undang., hlm.6.

Page 4: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

4 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

dengan situasi dan kondisi masyarakat penggunanya. Oleh karena itu, kedua hal tersebut

menjadi dasar pengambilan keputusan pendidikan dan implementasinya.10

A. POTRET BURAM PENDIDIKAN NASIONAL

Sistem pendidikan yang ideal adalah suatu sistem yang mampu menyerap semua anak

didik dalam suatu kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan latar

belakang sosial, ekonomi, dan budaya, tanpa terjadi diskriminasi dalam penyelenggaraan

sistem pendidikan tersebut.11

Namun ironi dan banyak yang menilai jika pendidikan

nasional yang dicita-citakan masih jauh dari kenyataan, Menurut Ngainun Nain, potret

pendidikan Indonesia masih sarat dengan wajah-wajah buram, bopeng, dan karena itu

menimbulkan berbagai kekecewaan. Ada jurang yang lebar antara tujuan ideal dengan

realitas di lapangan. Hal ini disebabkan karena potret pendidikan Indonesia, selain sebagai

kontribusi positif yang telah dimainkan, juga sarat dengan persoalan yang kian hari kian

kompleks dan sulit diurai. Potret buram pendidikan nasional tersebut, yang pertama,

Sistem pendidikan nasional bersifat parsial, tidak utuh dan tidak sistematis. Implikasi dari

system yang semacam ini adalah dihasilkannya out put yang memiliki karakteristik yang

terpecah.12

Kedua, Kurikulum yang kurang mencerdaskan, kelemahan lain dari sistem

pendidikan nasional dapat kita cermati dari kontruksi kurikulum yang ditawarkan.

Karakteristik kurikulum yang dikembangkan nampaknya kurang progresif. Rumusannya

masih berkisar menjawab berbagai persoalan dalam jangka waktu 5 atau 10 tahun kedepan.

Di Negara-negara maju kurikulum bersifat progresif karena bersifat antisipatif terhadap

tantangan kehidupan dalam jangka panjang.13

Pendidikan nasional dapat dikatakan terkesan

tidak fokus karena ganti menteri pendidikan maka ganti pula kurikulum dan system

pendidikannya. Ketiga, Akses negatif media, Ngainun Naim mengutip H.A.R Tilaar bahwa

salah satu persoalan yang kini harus dihadapi oleh system pendidikan nasional adalah

menurunnya akhlak dan moral siswa (dan mahasiswa) dari media yang negatif.14

Keempat,

10

Suharmin Arfad, Politisasi Pendidikan: Sebuah Telaah Kritis Terhadap Konsep Sekolah Gratis, dalam

website, http://suharmin-arfad.blogspot.com, diakses, 6 November 2012. 11

Lihat Politisasi Pendidikan Indonesia, dalam website http://id.shvoong.com/society-and-news/environment

/2222548, diaksaes, 6 November 2012. 12

Ngainun Naim, Rekonstruksi Pendidikan Nasional Membangun Paradigma yang Mencerahkan,

(Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 25-26. 13

Ngainun Naim, Rekonstruksi., Ibid, hlm. 34. 14

Lebih lanjut dijelaskan, Parameter untuk melihat persoalan ini tidaklah sulit, lihat saja betapa banyak para

siswa yang sekarang ini terlibat dalam tawuran pelajar, penyalahgunaan obat-obat terlarang, pergaulan seks bebas,

serta tindakan kriminal lain yang cukup berat seperti pencurian dan pembunuhan. Ngainun Naim, Rekonstruksi.,

Ibid, hlm. 38.

Page 5: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

5 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

Buruknya infrastruktur sekolah, potret buram pendidikan Indonesia dalam aspek ini dapat

disimak dalam novel inspiratif “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata sebagai potret

kondisi sekolahnya yang buruk.

“Tak usah melukiskan sekolah kami, karena sekolah kami adalah salah satu dari

ratusan sekolah miskin di seantero negeri ini yang jika disenggol sedikit saja oleh

kambing yang seneweng ingin kawin, bisa rubuh berantakan”.15

Kelima, Kenakalan Pelajar, selain persoalan pornografi, menurunnya akhlak dan

moralitas siswa ditandai dengan semakin meningkatnya perilaku dengan sesama mereka.

Keenam, nalar egoisme16

, pemaksaan terhadap pilihan orang tua yang bukan minat dan

bakat siswa. Ketujuh, Masyarakat mabuk gelar.17

B. KEMAUAN DAN KEMAMPUAN PEMERINTAH DALAM MEMBIAYAI

PENDIDIKAN.

Muhammad Abduhzen mengutip Prof. Dr. Boediono, wakil Presiden RI dan yang

(konon) juga pemimpin komite pendidikan, pada tulisannya, dalam Edukasi Kompas edisi

29 Agustus 2012 menyoal subtansi pendidikan yang hingga kini belum jelas konsepsinya.

Namun, tulisan itu−biarpun mengakui pendidikan sebagai kunci pembangunan−secara

keseluruhan mengesankan bahwa pembangunan ekonomi dan politik lebih utama. Usulan

mengenai pendidikan umum dan pendidikan khusus guna membekali murid soft skill dan

hard skill terasa simplistic. Kurang mendasar dibandingkan ide Boediono ketika jadi

Menteri Keuangan. Saat itu ia menekankan ”revolusi pendidikan” dalam strategi

pembangunan baru, dalam (Kompas, 23 Oktober 2003).18

Pada pengalokasian anggaran pendidikan di Indonesia, Syaukani mengemukakan

sebagaimana dikutip Moh. Muslim, bahwa dalam sejarah bangsa Indonesia tahun 1966,

pernah ditetapkan melalui Tap MPRS No.VI/MPRS/1966 untuk mengalokasikan dana

sektor pendidikan 25 persen, karena berbagai hal anggaran tersebut belum pernah terpenuhi

hingga sekarang.19

Namun kemampuan dan usaha pemerintah yang bertahap barulah

kemudian direalisasikan pada tahun 2009. Dalam amandemen Undang-Undang Dasar

15

Andrea Hirata, Laskar Pelangi, (Yogyakarta; Bentang Budaya,2008), hlm. 17. 16

Ngainun Naim, Rekonstruksi., hlm. 80. 17

Ngainun Naim, Rekonstruksi.,Ibid, hlm. 89. 18

Mohammad Abduhzen, dalam website, http://suryowati.guru-indonesia.net/artikel_detail-30199.html,

Diakses, 5 November 2012. 19

Moh. Muslim, Politik Pendidikan Islam Era Reformasi (1998-2003), (Yogyakarta: Tesis UIN Sunan

Kalijaga, 2005), hlm.100-101.

Page 6: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

6 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 Ayat 420

dan Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1), cukup menegaskan21

20% anggaran untuk

pendidikan.

Dana pendidikan yang dimaksud yang harus dialokasikan sekurang-kurangnnya 20%

itu adalah dana diluar gaji pendidik, dan biaya pendidikan kedinasan. Dengan memisahkan

gaji pendidik dan biaya kedinasan maka Undang-Undang Sisdiknas sebenarnya hanya

memberi porsi biaya yang cukup layak untuk sektor pendidikan. Namun, penegasan pasal

49 ayat (1) itu dikaburkan dengan penjelasannya sendiri yang menyatakan bahwa

pemenuhan dana pendidikan itu dapat dilakukan secara bertahap. Dengan demikian,

penjelasan pasal 49 ayat (10) ini bukan memperjelas, melainkan justru membuat kabur dan

bahkan cenderung mereduksi amanat konstitusi. Logikanya, jika negara benar-benar harus

memprioritaskan alokasi dana untuk pendidikan, maka tentu saja pemenuhannya tidak

boleh dilakukan dengan cara bertahap. Apalagi konstitusi menegaskan bahwa alokasi dana

sebesar dua puluh persen itu adalah porsi minimal, atau dapat pula dipahami sebagai batas

toleransi yang diberikan oleh konstitusi.22

Disisi lain pada UU No. 33 Tahun 2004, ada

sedikit menyinggung dana fungsi pendidikan, pada pasal 20 tersebut bahwa ada

penambahan alokasi pendidikan pada dana bagi hasil dari pertambangan minyak bumi dan

gas bumi23

untuk (anggaran pendidikan dasar). Belum lagi sumber anggaran lainnya yang

dikelolah oleh pemerintah−daerah.

Berangkat dari hal tersebut maka dapat dipahami bahwa anggaran pembangunan

untuk sektor pendidikan tidaklah sedikit, selain dialokasikan dari APBN dan APBD juga

dialokasikan dari hasil pertambangan, namun ironis pula karena hal itu berimplikasi pada

siapa yang berwenang mengawasi dan bertanggung jawab pada Dana Bagi Hasil tersebut

kedalam pengelolaan fungsi pendidikan. Kendati hal ini wewenang daerah menyikapi

anggaran tersebut namun tidak menutup kemungkinan pengelolaannya tidak riil.

20

Negara mempriotitaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnnya 20% persen dari anggaran pendapatan

dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaran

pendidikan nasional. Undang-Undang Negera Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen IV Tahun 2002. 21

Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan sektor pendidikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan

Belanja Daerah (APBD). Undang-Undang.,hlm.23. 22

Reni Marlinawati, Rumitnya Pengelolaan Anggaran Fungsi Pendidikan, dalam website, http://www.

renimarlinawati.com/index.php/artikel/pedidikan/287, diakses, 5 November 2012,sil 23

Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 dan huruf f angka 2 sebesar 0,5 %

(setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. Undang-undang RI No 32 &.33

Tahun 2004,Tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan

Pemerintahan Daerah,(Yogyakarta: UII Press, 2004) hlm. 196.

Page 7: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

7 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

Bunyi perundang-undangan tersebut di atas menggarisbawahi perlunya komitmen

pemerintah terhadap pendidikan di tanah air. Banyak pernyataan pemerintah yang terang-

terangan berlawanan dengan amanat UUD maupun Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional, sementara itu pemerintah jalan terus tanpa menghiraukan keberatan-keberatan

dari sejumlah wakil masyarakat (Komisi X DPR), tanggapan-tanggapan dari para

pemerhati dan pelaksana pendidikan. Kurangnya komitmen pemerintah pusat dan daerah

untuk menjadikan pendidikan sebagai titik tolak reformasi masyarakat dan bangsa

Indonesia menuju masyarakat yang cerdas dan demokratis.24

Kebijakan politik republik

yang menetapkan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD sebetulnya

memiliki orientasi yang sangat jelas, yaitu kemandirian dan dan penyediaan SDM, namun

kebijakan politik itu tidak serta merta berwujud realitas karena beberapa alasan25

yang

sangat kompleks.

Masalah anggaran pendidikan di Indonesia memang sangat kompleks. Di dalam

sejarahnya, semenjak republik ini dipimpin oleh Presiden Soekarno, kemudian berturut-

turut digantikan Presiden Soeharto, Habibie, Gusdur, Megawati, dan Susilo Bambang

Yudhoyono, belum pernah pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan yang

memadai26

. Untuk mengukur keseriusan pemerintah dalam meningkatkan Sumber Daya

Manusia pada sektor pendidikan yang berkelanjutan, hal ini dapat dilihat dari segi anggaran

pendidikan yang ditargetkan 20% dari APBN sesuai amanah Undang-Undang, bandingkan

dengan Malaysia misalnya, yang sejak merdeka menyediakan anggaran pendidikan yang

tak pernah kurang dari 20 persen APBN-nya. Pemerintah hanya mampu melakukannya

sesuai dengan prinsip bertahap. Hal tersebut disisi lain bidang pembangunan menuntut

anggaran pada sektor ekonomi, kesehatan, infrastruktur dan lain-lain.

Sebagai perbandingan anggaran pendidikan di Indonesia dengan negara lain menurut

Muhammad Rifai mengutip Ki Suprioko dari hasil penelitiannya 174 negara anggota PBB

adanya pengaruh poisitif anggaran pendidikan terhadap kinerja pendidikan, semakin tinggi

anggaran pendidikan yang disediakan pemerintah, semakin baik kinerja pendidikan di

negara bersangkutan. Sebaliknya, semakin rendah anggaran pendidikan yang disediakan

24

H.A.R, Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional, Suatu Tinjauan Kritis, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,2006),

hlm.2-3 25

Seperti: pertama, sebagian besar komponen dana dalam struktur APBN 2003 tidak dapat dialokasikan

(unallocated), yaitu 34% untuk pembayaran utang dan 25% untuk dana perimbangan. Kedua, “komitmen

setengah hati” dari wakil-wakil rakyat sendiri secara politis dalam merumuskan kebijakan. Yoyon Bahtiar Irianto,

Kebijakan Pembaruan Pendidikan, Konsep, Teori, dan Model, (Jakarta: PT. Rajawali Press, 2012), hlm.46-47. 26

Muhammad Rifai, Politik, hlm. 101.

Page 8: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

8 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

pemerintah, semakin buruk kinerja pendidikan di negara yang bersangkutan. Jika diukur

dari GNP (Gross National Product), anggaran pendidikan tergolong sangat rendah.

Indonesia hanya mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan pendidikan sebesar 1,4

persen dari GNP.27

Dalam sistem pembiayaan pendidikan, Indonesia termasuk negara paling tidak

kompromis dengan anggaran pendidikannya. Artinya, anggaran yang disediakan untuk

pembiayaan pendidikan di Indonesia tidak pernah mencapai jumlah yang memadai.

Jangankan dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Norwegia, Kanada, AS, dan

New Zealand yang mengalokasikan anggaran pendidikan relatif sangat tinggi dari GNP-

nya, sedangkan dibandingkan dengan negara-negara disekitarnya saja, anggaran

pendidikan di Indonesia tidak pernah mencapai angka lebih tinggi. Malaysia sudah

mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 5,2 persen dari GNP-nya, Singapura 3,0

persen, Thailand 4,1 persen, dan Australia, bahkan sudah 5,6 persen. Angka 1,4 persen

anggaran pendidikan Indonesia tersebut di atas juga relatif terlalu rendah karena angka

rata-rata pada negara-negara berkembang 3,8 persen, dan negara-negara maju mencapai 5,1

persen. Jadi, alokasi anggaran pendidikan di Indonesia angkanya tidak saja lebih rendah

dari rata-rata di negara-negara maju dan negara-negara berkembang, tapi ternyata juga

lebih rendah dari rata-rata angka di negara-negara belum maju atau terbelakang seperti

anggaran pendidikan di Bangladess (2,9), Nepal (3,1), Ethiopia (4,0), Togo (4,7), Cote

d’lvoire (5,0), Malawi (5,5) dan negara-negara terbelakang lainnya yang ada dibenua

Afrika.28

Kecil anggaran pendidikan tersebut di atas membawa dua resiko yang untuk

memilihnya, cukup berat. Seperti seseorang yang sedang sakit disodori obat yang pahit.

Kalau ingin sembuh, obat pahit mesti diminum. Tapi kalau tidak mau pahit, orang tersebut

harus menerima untuk sakit terus, paling tidak ia akan terlambat sembuh.29

Anggaran pendidikan nasional atau pembiayaan pendidikan nasional sebenarnya

juga memberikan bantuan kepada kementerian lain, yaitu Kemenag. Misalkan di Kemenag,

walaupun populasi siswanya hanya 10%-15 dari keseluruhan siswa peserta pendidikan

secara nasional. Mereka tetap mendapatkan anggaran cukup signifikan. Besarannya sekitar

27

Muhammad Rifai, Politik, Ibid, 28

Muhammad Rifai, Politik, Ibid, hlm. 102-103. 29

Artinya, Kalau ingin pendidikan dinikmatinya bermutu baik, mesti ikut berpartisipasi membantu membiayai

pendidikan di tempat putra-putrinya bersekolah atau kuliah. Kalau tidak mau membantu, mesti menerima−dan

jangan mengeluhkan−pendidikan yang kurang bermutu baik. Suyanto dan M.S Abbas, Wajah dan Dinamika

Pendidikan Anak Bangsa, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), hlm.191-192.

Page 9: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

9 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

40% dari anggaran pendidikan Kemendiknas.30

Besarnya anggaran pendidikan di Indonesia

yang pernah mengalami hal yang sangat memprihatinkan dapat dilihat sebagian kecil data

pengalokasian anggaran sebagai berikut:

1. Sebagaimana yang pernah dikaji Ace Suryadi yang dikutip oleh Prof. Dr. Agus Irianto

dalam Kompas 24 Juni 2002, bahwa pada tahun 1995/1996 mencapai 13,8 % dari

APBN. Mengalami penurunan pada tahun 2000 menjadi 5,6 % dan turun kembali pada

tahun 2001 menjadi 3,8 %31

atau sebesar Rp.295,113 triliun. Hal ini berarti anggaran

pendidikan pada pada masa pemerintahan orde baru lebih tinggi bila berbanding

dengan kabinet reformasi.

2. Pada tahun 2002 pemerintah menganggarkan 5,8 persen dari APBN. Anggaran

pendidikan pada tahun 2002 mencapai 24,7 % (11,552 triliun) yang diambil dari dana

sektor pembangunan (Rp. 47 triliun) atau 5,8 % dari total APBN, ternyata setelah

dilakukan perhitungan secara cermat tidak ada perubahan atau (kemajuan) bila

dibandingkan dengan anggaran sektor pendidikan pada tahun sebelumnya yaitu tahun

2000 Rp.11,3 triliun dan pada tahun 2001 11,5 triliun.32

Pada tahun 2003 sebanyak 19

triliun atau sekitar 5,4 persen dari total APBN.33

3. Pada tahun 2004 alokasi anggaran hanya 6,6% dan terealisasinya masih sekitar 5,5%34

Pada tahun 2005 berjumlah Rp. 33,8 triliun, atau 20% namun dalam realisasi pada

APBN 2005 hanya mengalokasikan anggaran 24,6 triliun atau 6 % total anggaran.35

4. Untuk tahun 2006 anggaran pendidikan kita baru Rp 41,3 triliun atau sekitar 9,1% dari

APBN, bahkan peningkatan anggaran pendidikan yang diajukan oleh pemerintah untuk

RAPBN 2007 sangat tidak signifikan sekali yakni hanya menjadi Rp.51,3 triliun atau

sekitar 10,3 % dari RAPBN.36

30

Muhammad Rifai, Politik, Ibid, hlm. 90. 31

Agus Irianto, Pendidikan Sebagai Investasi dalam Pembangunan Suatu Bangsa, (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2011), hlm.84. 32

Moh. Muslim, Politik., hlm.101. 33

Perpustakaan Bappenas, Target Anggaran Pendidikan 20 Persen APBN Bisa Tercapai, dalam website,

http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F10687/.htm, diakses, 2 Desember 2012. 34

Achedy Penamedia, Anggaran Pendidikan dan Mahalnya Biaya Pendidikann Tinggi, dalam website,

http://achedy.penamedia.com/2010/05/14/20, diakses, 27 November 2012. 35

Mandala Harefa, Kebijakan dan Pengelolaan Anggaran Pendidikan, Antara Keinginan dan Keterbatasan,

dalam website, www.dpr.go.id, Kebijakan dan Pengelolaan Anggaran Pendidikan (Masalah Konstitusi dan

Pengelolaan Anggaran Pendidikan 20 persen Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas SDM Indonesia, Bab 2,

2009_6.pdf-Adobe Raider,), diakses, 2 Desember 2012. 36

Artikel Pendidikan Indonesia, dalam website, http://www.artikelbagus.com/2012/03/.html, diakses, 6

November 2012.

Page 10: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

10 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

5. Pada tahun 2008 ditetapkan dengan menganggarkan 11,8% untuk sektor pendidikan

atau sekitar 48,3 triliun dengan total 285,5 triliun APBN. dan pada tahun 2009

mengalami peningkatan hal ini menjadi salah satu catatan penting dalam APBN 2009

adalah terpenuhinya amanat UUD yang menetapkan porsi anggaran pendidikan sebesar

20% dari APBN. Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp.207,4 triliun untuk

anggaran pendidikan dari total APBN 2009 sejumlah 1.037,1 triliun. Dana pendidikan

yang mencapai 20% sebesar 207,4 triliun tersebar pada Departemen Pendidikan

Nasional sebesar Rp.61,5 triliun, Departemen Agama sebesar Rp.23,3 triliun,

Kementerian Negara/Lembaga lainnya sebesar Rp.3 triliun, bagian anggaran 69 sebesar

Rp.1,7 triliun dan melalui transfer ke daerah sebesar 117,9 triliun37

Namun anggaran

pendidikan 20% yang ditetapkan pemerintah dalam RAPBN 2009, tidak menjamin

bahwa seluruh warga negara usia pendidikan dasar bisa mengikuti pendidikan atas

biaya pemerintah sebagaimana amanat konstitusi.38

Pada hal keharusan menetapkan

alokasi anggaran sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD adalah amanah UUD

1945 pada beberapa poin yang menyatakan kewajiban pemerintah membiayai

pendidikan. Selain itu UU Sisdiknas menegaskan pentingnya pendidikan yang bermutu.

Sebenarnya kita patut mencurigai bahwa sejak awal, sebagaimana dirumuskan dalam

RPJM 2005-2009, Presiden SBY menggunakan kebijakan fiskal hanya untuk

mendongkrak popularitas semata. Presiden SBY melupakan sama sekali arti

penting mencerdaskan kehidupan bangsa yang diamanatkan Undang-Undang Dasar

1945.39

Bentuk detail dapat digambarkan realisasi anggaran Depdiknas, Menurut Data

Pokok APBN-P 2008 dan APBN 2009, pada tahun 2005 alokasi anggaran Depdiknas

ini mencapai Rp 23.117,4 miliar atau 19,23% dari total APBN. Selanjutnya terus

mengalami kenaikan, pada tahun 2006 mencapai Rp 37.095,1 miliar atau 22,44% dari

total APBN, Rp 40.476,8 miliar atau 18,95% dari total APBN pada tahun 2007, dan

pada tahun 2008 mencapai Rp 45.296,7 miliar atau 16,67% dari total APBN. Pada

37

Mulyono, Konsep., hlm. 64. 38

Kenaikan anggaran tersebut hanya digunakan antara lain untuk melakukan rehabilitasi gedung sekolah dan

membangun puluhan ribu kelas dan ribuan sekolah baru. Kemudian memberikan hibah dalam bentuk bantuan

operasional langsung ke sekolah yang dikenal dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan memberikan

bantuan langsung tunai kepada keluarga miskin melalui Program Keluarga Harapan (PKH). Kemudian

untuk menyediakan beasiswa untuk lebih dari satu juta siswa SD/MI, lebih dari 600 ribu siswa SMP/MTs, 900

ribu siswa SMA/SMK/MA, dan lebih dari 200 ribu mahasiswa PT/PTA yang sebagian besar siswa dan mahasiswa

tersebut, berasal dari keluarga tidak mampu. Termasuk untuk membiayai perbaikan kesejahteraan dan kualitas

kompetensi guru, Kusfiardi, Politisasi Anggaran Pendidikan, dalam website, http//.kusfiardi.wordpress.com

/2009/11/18. diakses, 6 November 2012. 39

Kusfiardi, Politisasi., Ibid,

Page 11: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

11 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

tahun 2009, alokasi anggaran Depdiknas dalam belanja pemerintah pusat mencapai Rp

62.098,3 miliar atau 19,76% dari total APBN.40

Realisasi anggaran Depdiknas dan

kementerian lainnya dapat dilihat grafik dibawah ini41

:

6. Pada tahun 2010 anggaran pendidikan hanya mencapai 195,6 triliun, Muh. Nuh sebagai

Menteri Pendidikan Nasional mengakui bahwasanya rencana anggaran pendidikan

2010 itu mengalami penyusutan dibandingkan tahun 2009 yang sebanyak Rp.207,4

triliun. Artinya penguasa tidak bekerja secara signifikan dan efisien untuk tiap tahunnya

meningkatkan biaya untuk kemajuan pendidikan nasional. Terlepas dari persoalan

ekonomi dan politik yang mungkin menyebabkan terjadinya penurunan anggaran

tersebut, kiranya penyusutan angka Rp.207,4 triliun terlalu berlebihan untuk dijadikan

alasan.42

7. Pada tahun 2011 dunia pendidikan kembali mengalami peningkatan anggaran.

Anggaran fungsi pendidikan tahun 2011 mencapai Rp. 225,2 triliun atau 20 persen dari

APBN.43

Sedangkan total anggaran pendidikan dalam APBN 2012 adalah Rp 289,957

triliun atau sekitar 20,2% terhadap total belanja negara yang mencapai Rp 1.435,406

triliun. Anggaran pendidikan dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat pada

kementerian/lembaga Rp 102,518 triliun dan melalui transfer ke daerah sebesar Rp

186,439 triliun. Melalui belanja pemerintah pusat, anggaran pendidikan dialokasikan

pada 20 kementerian/lembaga yaitu Kemendikbud Rp 64,350 triliun, Kemenag Rp 32,0

triliun, Kemenkeu Rp 88,385 miliar, Kementan Rp 43,600 miliar, Kemenprin Rp

292,400 miliar, Kemen ESDM Rp 66,819 miliar, Kemenhub Rp 1,795 triliun,

40

Ibnu Purna, Hamidi, Elis, Anggaran Pendidikan Dalam APBN, dalam website, http://www.setneg.go.id/

index.php?option=com_content&task=view&id=3723&Itemid=29, diakses, 27 November 2012. 41

Anggaran., Ibid 42

Muhammad Rifai, Politik, hlm. 88-89. 43

Alokasi Anggaran Pendidikan 2012, dalam website, http://www.kopertis12.or.id/2011/08/17/html, diakses,

5 November 2012.

Page 12: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

12 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

Kemenkes Rp 1,350 triliun, Kemenhut Rp 41,229 miliar, Kemen KP Rp 230,500

miliar, Kemenparekraf Rp 215,970 miliar, BPN Rp 22,790 miliar, BMKG Rp 18,800

miliar, Badan Tenaga Nuklir Nasional Rp 17,948 miliar, Kemenpora Rp 933,500

miliar, Kemenhan Rp 114,193 miliar, Kemenakertrans Rp 412,0 miliar, Perpustakaan

Nasional Rp 264,492 miliar, Kemenkop dan UKM Rp 215,0 miliar, dan

Kemenkominfo Rp 36,837 miliar.44

Hal senadah pun dikemukakan oleh ketua DPR

Marzuki Ali, Pada Diskusi Tokoh Nasional, dengan tema “Masa Depan Pendidikan

Tinggi Di Indonesia, di Universitas Indonesia, Depok, Senin (7/5/2012) lalu. bahwa

alokasi anggaran APBN 20 % untuk pendidikan tahun 2012 tidak hanya diberikan

kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian

Agama (Kemenag) saja. Bukan hanya itu, universitas di Jawa mendapatkan alokasi

pendanaan lebih besar dibanding dengan alokasi pada daerah-daerah lain. “Negeri ini

memang sungguh memprihatinkan. Ini artinya adanya distribusi dana terjadi

ketidakadilan.45

Adanya permasalahan yang timbul sehingga mengakibatkan kerancuan dan ragam

politisasi anggaran pendidikan tersebut di atas secara umum hal ini dapat dikemukakan

penyebab bahwa nampak jelas perbedaan dalam sistem pengelolaan anggaran, khusus

anggaran pendidikan yang dikelolah oleh pusat dapat dilihat antara lain, perencanaan

nominal anggaran terkadang mengalami perbedaan dengan jumlah nominal alokasi

anggaran yang ditetapkan, demikian pula lain jumlah yang terealisasi dilapangan dan

bahkan terindikasi berbeda hasil laporan.

Dari tahap perkembangan anggaran pendidikan beberapa tahun terakhir ini menjadi

sebuah bukti keseriusan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran pendidikan sesuai

tuntutan Undang-Undang, tentunya sebagai warga negara kita akan merasa puas dengan

usaha pemerintah tersebut. kendati demikian, anggaran pendidikan sekarang ini ternyata

belum cukup untuk mensejahterakan dunia pendidikan karena adanya pihak-pihak tertentu

yang tega memangkas anggaran pendidikan. Peningkatan anggaran pendidikan, menjadi

sebuah polemik dengan besarnya kecenderungan untuk melakukan korupsi besar-besaran,

melihat anggaran pendidikan menjadikan sebuah ladang yang sarat korupsi apabila

penggunaan dana yang sedemikian besar tersebut tidak diawasi dengan baik. Hal tersebut

44Bali Post, Arah Kebijakan APBN 2012 (5) Alokasi Anggaran dan Aksesibilitas Pendidikan, dalam website,

http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=58906, diakses, 24 November 2012. 45

Shodiq Ramadhan, Ternyata 19 Kementerian Ikut Nikmati Anggaran Pendidikan dalam website,

http://www.suara-islam.com/mobile/index. diakses, 12 Oktober 2012.

Page 13: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

13 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

dapat menjadi potret bahwa pemerintah dalam memperhatikan aspek pendidikan masih

belum maksimal.

C. POTRET POLITISASI ANGGARAN PENDIDIKAN

Gambaran umum pendidikan nasional kita, Abd. Rachman Assegaf, mengutip

Mastuhu menilai bahwa pengelolaan pendidikan kita masih berorientasi pada kepentingan

pemerintah bukan peserta didik, pasar, dan masyarakat. Pelaksanaan pendidikannya pun

masih dilakukan dengan “mental proyek” bukan panggilan hati.46

Disisi lain keperluan untuk penganggaran pendidikan menuntut kemajuan seiring

dengan perkembangan pendidikan guna yang menjawab tantangan global. Pendidikan yang

baik adalah mahal, tenaga yang baik untuk dapat bekerja penuh harus dibayar cukup untuk

hidupnya, gedung dan peralatan diperlukan untuk melaksanakan pendidikan sekolah yang

baik.47

Pepatah barat kaum kapitalis menyebutkan “tidak ada sarapan pagi yang gratis”.

Kecilnya anggaran pendidikan di Indonesia, Menurut Darmaningtiyas, keluhan

tentang kecilnya anggaran itu seakan meniadakan unsur-unsur lain yang cukup signifikan

memberikan kontribusi besar terhadap buruknya system pendidikan nasional; lemahnya

kemampuan manajerial dalam bidang keuangan, sehingga menimbulkan inefesiensi cukup

besar; mentalitas korup di lembaga yang mengurusi pendidikan; makin kerdilnya jiwa

pengelolah pendidikan; kecenderungan kapitalisasi pendidikan; serta hegemoni partai

politik atau penguasa yang mencapai tingkat paling paling bawah.48

Kendati anggaran

pendidikan bukan satu-satunya faktor masalah dalam pendidikan, akan tetapi dalam

wacana publik anggaran pendidikan inilah yang terkadang mendominasi topik pendidikan

nasional saat sekarang ini disisi lain kecilnya anggaran pendidikan ini.

Darmaningtiyas menduga hal tersebut sengaja digulirkan oleh para birokrat yang

orientasi berpikirnya project oriented.49

Wacana itu kemudian diyakini sebagai kebenaran

faktual oleh para pengamat dan pakar pendidikan tanpa sikap kritis. Hampir semua orang

46

Abd. Rachman Assegaf, Ada Apa Dengan Pendidikan Nasional Kita?,: Resensi Karya Mastuhu,

Kependidikan Islam (Jurnal Pemikiran, Riset dan Pengembangan Pendidikan Islam), Jurusan Kependidikan

Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: Vol.1, No. 1, Februari-Juli 2003, hlm.96. 47

Ruth Daroesman, dalam pengantar. Pembiayaan Pendidikan di Indonesia, Sebuah Studi Tentang Sumber

dan Penggunaan Pembiayaan, (ttp, PT. Badan Penerbit Indonesia Raya, 1975), hlm.3 48

Darmaningtiyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, (Yogyakarta: LKIS Group, 2011), hlm. 3. 49

Lebih lanjut dijelaskan bahwa, bagi mereka kecilnya anggaran pendidikan berarti berimplikasi pada

sedikinya proyek dan kecilnya uang yang dapat dikorup. Agar proyek tetap besar dan uang yang dikorup besar,

maka isu mengenai kecilnya anggaran pendidikan harus digulirkan terus-menerus. Darmaningtiyas, Pendidikan.,

Ibid, hlm. 4.

Page 14: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

14 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

setiap kali berbicara soal pendidikan, larinya pada kecilnya anggaran sebagai biang keladi

bobroknya sistem pendidikan nasional.50

Sehingga factor yang terselubung dari anggaran

pendidikan tersebut, salah satu faktor yang dianggap dominan adalah faktor korupsi terkait

kebocoran anggaran.

Berdasarkan hasil penelitian Indonesian Corruption Watch (ICW) medio 2004-2011,

ada korelasi antara peningkatan anggaran pendidikan nasional dengan potensi korupsi.

Peningkatan anggaran pendidikan selalu diikuti dengan semakin besarnya potensi

terjadinya korupsi dan penyalahgunaan untuk kepentingan politik. Pandangan ini

dipaparkan ICW menyusul hasil pemantauan praktik korupsi di dunia pendidikan selama

hampir sepuluh tahun. Selama masa pemantauan itu, ICW menggunakan data dari 2009-

2011, hal-hal yang menjadi pantauan khusus adalah peningkatan anggaran pendidikan tiap

tahun, dan pencapaian indikator pendidikan yang tidak sebanding dengan anggaran yang

dibelanjakan. Kemudian, masih rendahnya tingkat efisiensi, efektifitas, transparansi,

akuntabilitas, dan partisipasi dalam pengelolaan anggaran pendidikan yang rawan korupsi.

Serta lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum atas kasus korupsi.51

Hal tersebut dapat kita lihat beberapa kasus seperti yang diberitakan ICW (Indonesia

Corruption Watch) tersebut tentang: Sektor Pendidikan Paling Banyak Dikorupsi, (Rabu,

08 Februari 2012), menyatakan bahwa sektor pendidikan merupakan pos anggaran yang

menjadin sasaran empuk para koruptor. Hasil pantauan ICW menyebutkan dari 436 kasus

yang ditangani aparat penegak hukum, sekitar 12 persen atau sebanyak 54 kasus terjadi

pada sektor pendidikan. Sisanya terjadi di sektor keuangan daerah, sosial kemasyarakatan

dan transportasi serta sektor lainnya.52 Berdasarkan catatan ICW tersebut, dari total kasus

korupsi yang terjadi pada 2011, negara mengalami kerugian Rp. 2,1 trilliun. Dalam sektor

pendidikan tersebut ada sekitar 63 tersangka mulai dari Direktorat Jenderal (Dirjen) di

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) hingga kepala sekolah, pelaku paling

banyak adalah kepala dinas pendidikan berjumlah 14 orang, anggota (Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah) DPRD, Bupati, Camat masing-masing 1 orang. Kalau dilihat dari pelaku

50

Darmaningtiyas, Pendidikan., Ibid, 51

Indra Akuntono, Anggaran Pendidikan Naik Potensi Korupsi Besar, dalam website

http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/12/1628220/, diakses, 5 November 2012. 52

Korupsi sektor pendidikan banyak dilakukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah Daerah

hingga pejabat yang berada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu. Mereka dengan leluasa

menyalahgunakan anggaran pendidikan seperti dana bantuan operasional sekolah, dana alokasi khusus dan dana

pendidikan lainnya. Lihat, Sektor Pendidikan Paling Banyak Dikorupsi, dalam website

http://blog.csoft39.com/2012/02/11/sektor-pendidikan-paling-banyak-dikorupsi/, Diakses, 4 November 2012.

Page 15: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

15 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

ini berkaitan dengan kewenangan atas kebijakan pendidikan, terutama soal anggaran

pendidikan.53

Hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) setiap tahun terhadap

penggunaan anggaran negara di institusi pemerintah, termasuk Departemen Pendidikan

Nasional, selalu memperlihatkan rendahnya kemampuan pengelolaan anggaran pemerintah,

sehingga terjadi tingkat kebocoran dan inefesiensi yang tinggi.54

Dari hal tersebut di atas

dikatakan bahwa besarnya tingkat kebocoran tersebut menjadi potret yang cukup

mencengangkan terhadap berbagai bentuk politisasi anggaran pendidikan kendati anggaran

pendidikan di Indonesia tergolong rendah.

Jika Indonesia merupakan kategori negara terendah anggaran pendidikannya, namun

bagi Darmaningtiyas tidak ingin berkutat pada rendahnya anggaran pendidikan itu, karena

kenyataan di lapangan banyak membuktikan juga membuktikan bahwa anggaran

pendidikan setiap tahunnya tidak pernah habis, tetapi selalu tersisa mencapai ratusan milyar

rupiah. Kalau memang problemnya adalah kecilnya anggaran, maka logikanya, semua dana

pendidikan yang tersedia dapat terserap. Anggaran yang tinggi itu penting tapi bukan yang

terpenting untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional.55

Dengan kata lain, letak

permasalahannya bukan pada tinggi rendahnya alokasi anggaran untuk pendidikan tapi

sejauh mana dana yang ada itu dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk

pelaksanaan pendidikan.

Kenaikan anggaran pendidikan yang tinggi itu hanya memiliki makna bagi upaya

peningkatan mutu pendidikan nasional, bila seluruh dana tersebut terserap untuk

pengembangan pendidikan secara efektif dan efisien, tidak terlalu banyak dikorup dan

diselewengkan oleh aparat pendidikan.

Kendati anggaran pendidikan dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang

signifikan yang rentang dengan korupsi, maka beban tanggung jawab seluruh kalangan pun

semakin besar, berangkat dari hal tersebut, maka untuk meminimalisir bentuk-bentuk

53

Suharmin Arfad, Politisasi., 54

Dan sebagai contoh menurut Darmaningtiyas, kebocoran dan inefisiensi itu terbesar terjadi pada Direktorat

Pendidikan Dasar dan Menengah, yang secara riil memiliki banyak dan mengurusi pendidikan dasar (SD-SMP),

yang jumlahnya mencapai ratusan ribu unit dan puluhan juta murid. Alokasi anggaran pendidikan terbesar juga

terdapat pada Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. Tapi di direktorat ini pula, banyak terjadi korupsi, dan

soal pendirian dan rehabilitasi gedung, penerbitan buku pelajaran, sampai penyaluran beasiswa. Dan orang tidak

begitu peduli terhadap segala bentuk penyelewengan maupun korupsi tersebut. Darmaningtiyas,

Pendidikan.,hlm.5 55

Artinya, anggaran setinggi apa pun tidak tidak menjamin akan mampu memperbaiki system pendidikan

nasional, bila para pengelolanya masih tetap bermental korup, kolusi, dan project oriented, dan kurang memiliki

kemampuan manajerial. Atau bahkan menjadikan pendidikan itu sendiri sebagai tempat untuk mengeruk

keuntungan sebesar-besarnya, ibarat sekolah sebagai pasar. Darmaningtiyas, Pendidikan.,Ibid, hlm. 4-5.

Page 16: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

16 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

penyalahgunaan anggaran pendidikan dan meminimalisir bentuk kecenderungan yang

mengarah pada project oriented para birokrat dan aparat pendidikan, maka pemerintah

melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu membangun sistem anti korupsi.

Sistem anti korupsi tersebut harus terintegrasi dalam sistem perencanaan dan

penganggaran dan juga sistem pengelolaan keuangan dalam pengelolaan anggaran

pendidikan. Sistem anti korupsi dalam perencanaan itu bisa diatasi dengan melibatkan

masyarakat atau membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi

secara aktif dalam perencanaan pendidikan. masyarakat pun diharapkan agar turut berperan

aktif baik melalui paran serta dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Sekolah (APBS), maupun dalam hal realisasi atau penggunaannya. Pentingnya pengawasan

atas dana pendidikan agar penerapannya dapat berlangsung dengan baik dan tepat, serta

tidak ada penyelewengan. Setidaknya, ada tiga ukuran ketepatan yang harus dipatuhi bagi

semua pihak terkait dengan dana pendidikan, yaitu; pertama, Ketepatan dari sisi waktu

penyaluran, Kedua, Ketepatan jumlah dana yang disalurkan, Ketiga, Ketepatan dalam sisi

penggunaannya. Ketepatan besaran dana pendidikan dan penggunaannya pun harus

dilakukan dengan cara mengumumkan secara transparan kepada publik sebagai bentuk

pertanggungjawaban pihak sekolah kepada masyarakat melalaui media massa dan

menindak tegas penyelenggara pendidikan yang melakukan korupsi dari tingkat depdiknas,

dinas – dinas pendidikan sampai sekolah.56

Dengan adanya transparansi dan akuntabilitas

dalam pengelolaan dana pendidikan amat penting dilakukan, sebagai bagian dari bentuk

pertanggungjawaban dan upaya untuk menekan adanya penyelewengan, termasuk di

dalamnya adanya tindak pidana korupsi.

56

. Lihat, Sektor.,

Page 17: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

17 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Dalam konteks pendidikan nasional terutama dalam Undang Undang No.20 Tahun

2003 Tentang Sisdiknas nampak jelas pentingnya proses pendidikan yang dapat

mewujudkan insan yang memiliki kecerdasan spiritual, akhlak yang sholeh dan

keterampilan bagi seseorang dalam masyarakat.

2. Pendidikan sebagai sebagai sebuah tuntutan dalam perkembangan globalisasi

menawarkan konsep kebijakan pendidikan yang tepat sesuai dengan permasalahan yang

dan akan terjadi dan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat

3. Sistem pendidikan yang ideal adalah system yang mampu menerima peserta didik dari

berbagai kalangan masyarakat dengan latar belakang social yang berbeda tanpa ada

diskriminasi, namun hal tersebut menjadi ironi ketika yang diharapkan tidak sesuai

realitas. Hal tersebut melahirkan jurang yang lebar dari tujuan ideal dengan realitas

dilapangan. Potret buram itu perlahan menjadi menjadi abstrak ketika pendidikan hanya

dipentingkan pada satu pihak, disisi lain permasalahan yang nampak jelas adalah

infrastruktur dan fasilitas pendidikan yang tidak mendukung, perangkat dan setiap

instrumen pendidikan terkadang tidak menjangkau kemampuan dan kepentingan yang

diharapkan, akses negative media dan kenalakan pelajar yang mewarnai dunia

pendidikan sehingga yang menjadi output pendidikan kini tidak sedikit menjadi

generasi yang tidak berkarakter. Dengan demikian diperlukan segenap komponen

bangsa harus turut melakukan pembenahan sistem pendidikan di Indonesia sehingga

penciptaan kesadaran individu dalam rangka kebebasan berpikir dan bertindak dengan

mengedepankan etika dan norma di masyarakat dapat diwujudkan.

4. Rendahnya anggaran pendidikan yang mengakibatkan ketertinggalan Indonesia dengan

negara lain dalam hal pendidikan. Sesuai amanah Undang-Undang yang mewajibkan

20% dari APBN dan APBD anggaran pendidikan namun dalam implementasinya

tidaklah rapi dan tidak maksimal, pada sisi lain persoalan anggaran diwarnai bentuk-

bentuk politisasi mulai dari pusat hingga daerah. Kendati ditinjau dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan.

5. Timbulnya permasalahan yang mengakibatkan kerancuan dan ragam politisasi

anggaran pendidikan tersebut di atas secara umum dapat dikemukakan penyebab

bahwa nampak jelas perbedaan dalam sistem pengelolaan anggaran, khusus anggaran

pendidikan yang dikelolah oleh pusat dapat dilihat antara lain, perencanaan nominal

anggaran terkadang mengalami perbedaan dengan jumlah nominal alokasi anggaran

yang ditetapkan, demikian pula lain jumlah yang terealisasi dilapangan dan bahkan

terindikasi berbeda hasil laporan.

6. Dalam meminimalisir bentuk penyalahgunaan anggaran pendidikan setidaknya ada tiga

ukuran ketepatan yang harus dipatuhi bagi semua pihak terkait dengan dana

pendidikan, yaitu; pertama, Ketepatan dari sisi waktu penyaluran, Kedua, Ketepatan

jumlah dana yang disalurkan, Ketiga, Ketepatan dalam sisi penggunaannya. Demikian

pula hal utama diperlukan partisipasi masyarakat untuk mengontrol pengalokasian,

penetapan, penyaluran dan penggunaan serta evaluasi yang berkelanjutan tentang

anggaran pendidikan sangat berperan dalam mewujudkan anggaran pendidikan yang

bersih sesuai tujuan bersama untuk pendidikan yang lebih maju.

Page 18: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

18 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M.S dan Suyanto, Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa, Yogyakarta: Adicita

Karya Nusa, 2001.

Achedy, Penamedia, , Anggaran Pendidikan dan Mahalnya Biaya Pendidikann Tinggi, dalam

website, http://achedy.penamedia.com/2010/05/14/20.

Abduhzen, Mohammad, dalam website, http://suryowati.guru-indonesia.net/artikel_detail-

30199.html.

Arfad, Suharmin, Politisasi Pendidikan: Sebuah Telaah Kritis Terhadap Konsep Sekolah

Gratis, dalam website, http://suharmin-arfad.blogspot.com.

Assegaf, Rachman, Abd., Ada Apa Dengan Pendidikan Nasional Kita?,: Resensi Karya

Mastuhu, Kependidikan Islam (Jurnal Pemikiran, Riset dan Pengembangan Pendidikan

Islam), Jurusan Kependidikan Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta: Vol.1, No. 1, Februari-Juli 2003.

Akuntono, Indra, Anggaran Pendidikan Naik Potensi Korupsi Besar, dalam website

http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/12/1628220/,

Alokasi Anggaran Pendidikan 2012, dalam website, http://www.kopertis12.or.id/2011

/08/17/html.

Artikel Pendidikan Indonesia, dalam website, http://www.artikelbagus.com/2012/03/.html.

Bali Post, Arah Kebijakan APBN 2012 (5) Alokasi Anggaran dan Aksesibilitas Pendidikan,

dalam website, http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module= detailberita&kid=

10&id=58906,

Darmaningtiyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, Yogyakarta: LKIS Group, 2011.

Daroesman, Ruth, dalam pengantar. Pembiayaan Pendidikan di Indonesia, Sebuah Studi

Tentang Sumber dan Penggunaan Pembiayaan, ttp, PT. Badan Penerbit Indonesia

Raya, 1975.

Elis, Hamidi, Ibnu Purna, Anggaran Pendidikan Dalam APBN, dalam website,

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3723&Itemid

=29,

Harefa, Mandala, Kebijakan dan Pengelolaan Anggaran Pendidikan, Antara Keinginan dan

Keterbatasan, dalam website, www.dpr.go.id, Kebijakan dan Pengelolaan Anggaran

Pendidikan (Masalah Konstitusi dan Pengelolaan Anggaran Pendidikan 20 persen

Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas SDM Indonesia, Bab 2, 2009_6.pdf-Adobe

Raider,).

Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap

Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Hirata, Andrea, Laskar Pelangi, Yogyakarta; Bentang Budaya, 2008.

Irianto, Agus, Pendidikan Sebagai Investasi dalam Pembangunan Suatu Bangsa, Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2011.

Page 19: POLITIK ANGGARAN PENDIDIKAN Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

19 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional

1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012

Irianto, Bahtiar, Yoyon, Kebijakan Pembaruan Pendidikan, Konsep, Teori, dan Model,

Jakarta: PT. Rajawali Press, 2012.

Kusfiardi, Politisasi Anggaran Pendidikan, dalam website, http//.kusfiardi.wordpress.com/

2009/11/18.

Marlinawati, Reni, Rumitnya Pengelolaan Anggaran Fungsi Pendidikan, dalam website,

http://www.renimarlinawati.com/index.php/artikel/pedidikan/287.

Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21, Yogyakarta: Safiria

Insani Press, 2003.

Mulyono, Konsep Pembiayaan Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2010.

Muslim, Moh., Politik Pendidikan Islam Era Reformasi (1998-2003), Yogyakarta: Tesis UIN

Sunan Kalijaga, 2005.

Naim, Ngainun, Rekonstruksi Pendidikan Nasional Membangun Paradigma yang

Mencerahkan, Yogyakarta: Teras, 2010.

Perpustakaan Bappenas, Target Anggaran Pendidikan 20 Persen APBN Bisa Tercapai,

http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F10687/.htm,

Politisasi Pendidikan Indonesia, dalam website http://id.shvoong.com/society-and-

news/environment/2222548.

Ramadhan, Shodiq, , Ternyata 19 Kementerian Ikut Nikmati Anggaran Pendidikan dalam

website, http://www.suara-islam.com/mobile/index.

Rifai, Muhammad, Politik Pendidikan Nasional, Yogyakarta: AR-RUZZ Media, 2011.

Sektor Pendidikan Paling Banyak Dikorupsi, dalam website http://blog.csoft39.

com/2012/02/11/sektor-pendidikan-paling-banyak-dikorupsi/.

Setyawati, Rahmah, Pembiayaan Pendidikan (Jurnal Pendidikan Islam), Ikatan Mahasiswa

Pascasarjana Kerjasama Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama RI denga PPs

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 2 No. 1 Januari-April 2009.

Tilaar, H.A.R,, Standarisasi Pendidikan Nasional, Suatu Tinjauan Kritis, Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 2006.

Tim Redaksi, Standar Nasional Pendidikan (SNP) PP No. 19 Tahun 2005 dilengkapi dengan

UU No. 20 Tahun 2003 dan Permendiknas No. 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks

Pelajaran, Bandung: Fokus Media, 2005

Undang-Undang Negera Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen IV Tahun 2002.

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Undang-Undang ini diundangkan di Jakarta

pada tanggal 8 Juli 2003.

Undang-Undang RI No 32 & 33 Tahun 2004,Tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah,Yogyakarta: UII

Press, 2004.