Bingkai perempuan

37
Bingkai Perempuan Perjalanan Meraih Sukses Program SPP

description

Perjalanan meraih sukses perempuan di PNPM Mandiri Perdesaan Riau

Transcript of Bingkai perempuan

Page 1: Bingkai perempuan

Bingkai Perempuan

Perjalanan Meraih Sukses

Program SPP

Page 2: Bingkai perempuan

Bergelut dalam Lumpur

Perempuan Pencetak Bata dari kecamatan Pinggir

Page 3: Bingkai perempuan

Ia seolah tak ingin meratapi nasib, sejak sang suami harus

berhenti bekerja karena ketidak mampuan secara fisik. Pen-

yakit stroke ringan suaminya membuat ia harus banting stir ikut

menakhodai kapal yang tak ingin karam. Dari Padang Paria-

man, mereka pun nekat berhijrah ke kecamatan Pinggir Kabu-

paten Bengkalis. Sisa tabungan mereka kuras untuk membeli

tanah di kecamatan pinggir yang pada masa itu belum mahal

karena masih semak belukar. Dengan pekarangan yang luas

dan tanah liat yang dimiliki di pekarangan, maka Elmawati

membuat batu bata sebagai mata pencaharian.

Tenaga dan alat cetak sederhana adalah modalnya selama ini.

Tentu saja tak banyak yang bisa dihasilkannya. Apa lagi ia le-

bih banyak bekerja sendiri. Sesekali ada beberapa orang upa-

han, namun ia pun tak cukup modal untuk membayarnya. Mak-

lum, batu bata yang sudah dicetak, tentunya tidak bisa langsung

dijual. Ada beberapa proses yang harus dilalui, yakni pengerin-

gan hingga pembakaran. Dan untuk memulai pembakaran dibu-

tuhkan batu bata yang sudah siap cetak dalam jumlah yang

banyak

Hingga akhirnya Elmawati bertemu dengan kelompok yang

terdiri dari para ibu-ibu untuk mendapatkan pinjaman. Waktu

itu, Irna meminjam dana 2 juta untuk persiapan upah kerja se-

belum batu bata siap diorder.

Produksi batu bata yang dibuat Elmawati masih dengan cara

pembuatan manual. Seiring dengan perjalanan waktu, permin-

taan terhadap batu bata juga meningkat. Namun bagi Imah ia

cukup kewalahan dengan tenaga kerja yang bisa membantunya,

apa lagi pekerjaan membuat batu bata ini tidaklah gampang,

membutuhkan tenaga.

Elmawati akhirnya mengajukan pinjaman lagi ke UPK melalui

kelompoknya. Imah meminjam sebanyak Rp 10 juta. Dari pin-

jaman tersebut, akhirnya Imah bisa memiliki mesin pembuat

batu bata, sehingga produksi semakin meningkat dan tidak ke-

walahan lagi terhadap tenaga kerja karena pekerjaan sudah se-

makin ringat berkat adanya mesin tersebut.

“alhamdulilah, usaha ini bisa berjalan dengan lancer. Saya ti-

dak kesulitan lagi mengembangkan usaha. Apalagi meminjam

di UPK tidak membutuhkan persyaratan. Cukup kepercayaan

pada kelompok, apalagi kelompok kami tidak pernah menung-

gak.”

Ujar Elmawati

Sekarang Elmawati tak hanya bermimpi menyekolahkan

anaknya, ia bahkan sudah menguliahkan anaknya dari usaha

ini .

Tangan tangan halus itu bergelut dengan lumpur.

Pundak itu pun kini mulai berotot oleh kerja keras

dan semangat yang keras. Mereka tak berhenti

berusaha demi penghidupan yang bisa membangkit-

kan. Program SPP mewujudkan mimpi mereka

dengan peluang mengembangka usaha.

Ernawati, sang pembuat Batu Bata dari kecama-

tan Pinggir, anggota kelompok SPP

Page 4: Bingkai perempuan

Terasi Riau

Ke Negeri Jiran

Page 5: Bingkai perempuan

Sering kali, kisah masyarakat pesisir menjadi kisah pilu

yang menjadi gambaran masyarakat yang tinggal di daerah

perairan, tinggal dibibir pantai, miskin dan bodoh alias tidak

bersekolah. Tetapi tidak buat Ira, perempuan tangguh dari

Desa Gobang di kecamatan pulau Merbau, kepulauan Mer-

anti ,Riau.

Ira adalah salah satu perempuan yang ikut bergabung di

kelompok SPP (Simpan pinjam perempuan). Penghasilan

suami yang tidak menentu, tergantung dengan kondisi alam,

ombak, angin dan cuaca. Memang suami Ira adalah Nelayan

yang menggantungkan hidup dari mencari ikan. Terkadang

pendapatannya dari melaut bisa mendapatkan ikan yang ban-

yak dan dijual menghasilkan uang untuk kehidupan sehari-

hari, tetapi sering juga, setelah melaut berhari-hari ikan

hanya diperoleh sekedar untuk makan.

Tidak mau berpangku tangan ,Ira yang agak sulit mengguna-

kan bahasa Indonesia, bertutur lugu dalam bahasa kampong

dengan sepetah dua patah kata. Tetapi terlihat kebang-

gaannya menjadi istri yang tidak berpangku tangan hanya

menunggu pendapatan suami.

Awalnya Ira memanfaatkan ikan dan udang kecil hasil tang-

kapan para suami nelayan yang awalnya tidak laku dijual di-

pasaran. Ikan dan udang kecil itu dibayar Ira sekedarnya, dan

Ira pun mengolahnya, merebusnya. Ikan ikan berukuran agak

besar dijemur dan dikeringkan Ira, kemudian udang-udang

kecil (ebi) digiling halus dan dicetak padat. Alat cetaknya

pun sederhana, tutup toples. Ternyata usaha pembuatan bela-

can sebagai penyedap masakan itu diminati warga kampong.

Kemudian, karena peminatnya terus bertambah, Ira pun

menambah jumlah produksi, sampai akhirnya ada pemasok

yang mengambil Terasi Ira perminggu seribu keeping. Den-

gan harga penjualan Rp 500,- artinya setiap minggu Ira

mengelola uang sebesar RP 500.000

“ Terasi kami juga dibawa ke Malaysia.” Ujar Ira Bangga

Ira pun kini menjadi pengusaha kecil-kecilan yang mem-

banggakan, tak hanya berpangku tangan menunggu saatnya

matahari terbenam dan saat-saat suami pulang melaut. Ia su-

dah mempekerjakan keluarganya mengelola belacan. Se-

hingga Ira tak ragu dengan masa depan keluargannya, jika

alam sedang tak bersahabat, ia masih bisa menanti ikan-ikan

kecil dan udang kecil, untuk siap diolah, walau keuntungan

kecil tapi ia tetap bisa mengepulkan asap dapur dan menye-

kolahkan anaknya.

“Untung ada pinjaman dari SPP, syaratnya gampang, tidak

harus menggunakan agunan” Ujar Ira lagi

Kisah pertarungan hidup kelompok perempuan

Page 6: Bingkai perempuan

Aroma Jeruk mulai terasa

saat memasuki Desa Go-

bah di Kecamatan Tam-

bang kabupaten Kampar.

Di kanan kiri badan jalan

akan terlihat kebun-kebun

jeruk milik masyarakat

yang masih seumuran 1

bulan dengan ketinggian

sebatas kaki. Beberapa

kaum ibu terlihat mem-

bersihkan lahannya serta

menjaga kondisi air, baik

pagi hari maupun sore. Ti-

dak terlihat ada lahan kos-

ong apa lagi lahan tidur di

sana, semua termanfaat-

kan dengan baik. Umum-

nya mereka mengandal-

kan kelompok SPP untuk

mendapat pemodalan

Tidak sedikit dari mereka

yang kini sudah men-

daftarkan diri untuk naik

haji dari keuntungannya.

Aroma Kehidupan pada Bibit Jeruk

Usaha Kelompok Permata Bunda,

Tambang, Kampar

Page 7: Bingkai perempuan

Desa Gobah memang desa yang dikenal se-

bagai wilayah pembibitan pohon jeruk. Tak

heran bila sebahagian besar masyarakatnya

memiliki usaha pembibitan pohon jeruk. Bi-

bit pohon jeruk ini biasanya di drop ke Su-

matera barat. Untuk satu pembibitan mereka

menjualnya dengan harga Rp 3000 s/d Rp

5000. Dalam satu kapling pembibitan jeruk

ini bisa menghasilkan 5000 pohon, bisa diba-

yangkan hasil pembibitan pohon jeruk ini

saja mereka bisa menghasilkan sekitar Rp 15

juta sampai Rp 25 juta.

Umumnya, usaha pembibitan ini merupakan

usaha para kaum perempuan. Ini terlihat dari

data kelompok Simpan Pinjam Perempuan

Permata Bunda. Umumnya usaha kelompok

perempuan yang meminjam melalui program

SPP di Unit Pengelola Kegiatan (UPK) ke-

camatan Tambang, Kabupaten Kampar,

Riau.

“Ada sekitar enam puluh anggota kelompok

permata bunda yang meminjam modal usaha

untuk pembibitan pohon jeruk.” Ujar Naz-

pariany, ketua kelompok SPP Permata

Bunda. Prospek usaha pembibitan pohon je-

ruk ini diyakini masyarakat memiliki

prospek yang cukup baik, apa lagi sekarang

ini desa gobang sudah dikenal sebagai desa

sentra pembibitan pohon jeruk. “Usaha ini

cukup menjanjikan, bahkan dari keuntungan

itu ada anggotanya yang mendaftarkan diri

untuk berangkat haji.” Ujar Nazpariani.

Membangun Kelompok

karena kepercayaan

dalam mengelola Usaha

bersama. Kini Jumlah

kelompok sudah ada 100

Orang

Kelompok Permata Bunda, menata kelom-

pok perempuan yang mandiri

Kelompok permata Bunda adalah kelompok

SPP terbesar di Desa Gobah. Kelompok ini

adalah kelompok perempuan yang per-

jalanannya terbentuknya tidak terlepas dari

perjalanan program PNPM Mandiri Perde-

saan. Kelompok ini mulai terbentuk di tahun

2008 dengan anggota kelompok sebanyak

10 Orang, yang sebelumnya tergabung

dalam kelompok perwiritan. Kelompok ini

berorientasi untuk mengembangkan usaha

anggotanya sehingga mereka bisa mengak-

ses pinjaman kepada UPK. Kelompok ini

terbilang cukup maju, tidak hanya dalam

mengembangkan usaha produktif, tetapi

kelompok ini juga memiliki kegiatan ber-

sama dalam penguatan dan pembinaan ter-

hadap perempuan. Tak heran, dalam per-

jalanan waktu melihat geliat positif yang di-

lakukan kelompok ini, mulai banyak perem-

puan di desa Gobah ikut bergabung. Hingga

akhirnya, kelompok SPP Permata Bunda

memiliki kelompok-kelompok kecil lain,

dengan sebutan kelompok Permata Bunda

A,B,C,D dan E, hingga berjumlah 100 lebih

anggota.

Bahkan, kelompok Permata Bunda juga

memiliki usaha bersama penanaman bibit

pohon jeruk, disamping anggotanya juga

memiliki usaha sendiri sendiri.

Page 8: Bingkai perempuan

Membangkitkan semangat kaum perempuan

untuk membuka usaha adalah cita-cita

kelompok Muslimah, sebuah kelompok binaan

UPK Siak Hulu, Kab, Kampar, Riau

Jamur Tiram dari Desa Buluh

Nipis, Kampar

Page 9: Bingkai perempuan

Tak ingin berpangku tangan berharap dari hasil ladang karet

dan nelayan para suami, tekat itu pun begitu kuat di sampai-

kan oleh kaum ibu yang terdiri beberapa dusun dan kebetulan

dari kelompok wirit yasin. Program PNPM Mandiri Perdesaan

pengganti SPP diminta oleh mereka untuk membuka usaha

Jamur Tiram. Semangat ini didorong oleh pengalaman Ibu

Lasmi yang pulang kampung dari perantauannya di Jawa

Barat. Ia yang selama ini berbisnis Jamur Tiram di Jawa Barat

ingin mengajak ibu-ibu di desanya agar bisa menjadi warga

yang mandiri. Karena tekat besar itulah, Kepala Desa H.Rusli

ikut bersemangat merekomendasikan usulan ibu-ibu itu

kepada UPK. Hasilnya tentu saja membahagiakan para ibu-

ibu.

Ibu Hidayah adalah ketua kelompok ini. Mereka mem-

bagi tugas kerja menjadi 7 kelompok sesuai hari kerja, masing

-masing kelompok sekitar 4 atau 5 orang yang bertugas pagi

dan sore hari untuk menyiram pohon jamur tiram tersebut dan

sekaligus memanennya. Hasilnya panennya mereka jual ke

pasar dan sebagiannya sudah dinikmati oleh anggota kelom-

pok.

“Dari hasil panen kami selama 3 bulan ini sudah ter-

simpan empat juta rupiah.” Ujar Ibu Saridah sang Bendahara.

“Uang simpanan hasil penjualan Jamur Tiram itu ren-

cananya akan kami gunakan untuk mengembangkan usaha ini.

“ Tambah Ibu Hidayah “Tapi kami terkendala dengan pema-

saran.” Ujarnya lagi sepertinya mulai tidak bersemangat.

Tetapi kehadiran fasilitator Kabupaten dan Kecamatan hari itu

kembali memberikan semangat baru bagi mereka setelah

diberikan masukan pengelolaan usaha. Upaya-upaya untuk

melakukan pemasaran ke luar desa, termasuk juga menjalin

kerjasama dengan Restaurant atau Hotel di Pekanbaru. Dan

pertimbangannya, kalau sudah kerjasama dengan restaurant

atau hotel harus ditingkatkan jumlah produksinya agar pen-

jualan bisa kontinius.

“Kalau ingin mengembangkan usaha, ibu-ibu bisa

meminjam di UPK” Ujar Murdiati Fasilitator Kabupaten,

“tetapi ibu-ibu harus mempertimbangkan pengelolaan keuan-

gannya, hasilnya harus lebih besar dari pengeluaran sehingga

bisa membayar cicilan dan ibu-ibu bisa memperoleh keuntun-

gan.”

Hari itu, pertemuan antara fasilitator dengan ibu-ibu

pengusaha Jamur Tiram seperti melahirkan kembali semangat

baru. Mereka ingin menjadikan kampung mereka men-

jadi sentra usaha jamur tiram. Bila setiap rumah sudah

memiliki kebun jamur tiram, bukan tidak mungkin, para

distributorlah yang akan datang sendiri ke kampung

mereka. Dan masyarakat desa pun tinggal mengutip ha-

silnya.

Nah ibu… tunggu apa lagi, ibu-ibu di Desa Buluh

Nipis telah berbuat, kini giliran anda. Karena mimpi ti-

dak akan melahirkan kehidupannya nyata bila hanya ber-

pangku tangan di rumah

Page 10: Bingkai perempuan

Tidak ada yang tidak mungkin, dulunya tidak bisa kini menjadi

bisa. Itu yang dirasakan Para ibu-ibu dari desa Sako Marga

Sari, kini mereka bisa menghasilkan uang usai pelatihan menjahit

dari Program PNPM Mandiri Perdesaanu

Mendulang rupiah usai pelatihan Menjahit

PNPM Mandiri Perdesaan

Page 11: Bingkai perempuan

Koprasi Perempuan Barokah dari

Desa Sako Marga Sari, Kuansing

Jalanan tak beraspal sudah mulai dimasuki setelah kuda besi kami

berjalan lebih kurang 1 jam 30 menit dengan kecepatan rata-rata

60 km perjam. Sesekali jalanan aspal yang dilalui bolong-bolong,

sebahagiannya lagi tanah lembek. Artinya hampir 100 Kilo Meter

jarak tempuhnya untuk menuju sebuah desa ekstrans dari ibu kota

di Kecamata Logas Tanah Darat. Desa paling ujung itu berbata-

san dengan Kabupaten Pelalawan, namanya Desa Sako Marga

sari alias desa SMS sebutan keren mereka. Desa ini dulunya ter-

bilang tertinggal, karena jarak tempuh dan medan tempuh yang

sulit membuat desa mereka dahulunya sempat terisolir. Meski

sekarang, perlahan-lahan mulai ada pembinaan untuk memajukan

desa.

Hanna adalah salah seorang aktivis perempuan desa, salah seo-

rang pencetus sebuah koperasi perempuan di desa bernama Baro-

kah. Dia dan beberapa orang desa inilah yang pertama kali ingin

membangkitkan keterpurukan masyarakat desa. Bukan saja

karena persoalan SDM Masyarakatnya yang rata-rata hanya ta-

matan sekolah dasar, tetapi juga dikarenakan persoalan infra-

struktur yang masih sangat minim. Bersyukur mereka program

PNPM Mandiri Perdesaan masuk ke desa mereka sehingga ada

beberapa pembangunan yang bisa mereka nikmati diantaranya

adalah sebuah pembangunan sekolah PAUD.

Suatu ketika, desa Sako Marga Sari ini mendapat sanksi tidak

mendapat perguliran dana SPP karena imbas penyelewengan

UPK di kecamatan Logas Tanah Darat. Sebagai penggantinya,

sekelompok ibu-ibu di desa ini pun mendapat pelatihan. Meski

tidak bisa mengakses pinjaman, semangat para ib-ibu di desa

tersebutpun menjadi begitu bergelora. Selama 1 bulan belajar

menjahit, desa ini pun kembali seperti terhipnotis oleh gairah

bisnis baru bagi kalangan ibu-ibu yang ikut pelatihan tersebut.

Mereka mulai kerajinan menjahit, mulai dari menjahit mukena,

baju, seprai, gorden, tudung saji, dan berbagai jenis lainnya.

“Wah, Alhamdulillah, buk. Koperasi Barokah semakin bergelora

kembali.” Ujar Hanna dengan medok jawanya yang masih kental.

Hanna pun bercerita tentang koperasi Barokah yang sudah dir-

intis mereka. Koprasi ini mereka bentuk tahun 2004 , kemudian

mereka mengatasnamakan kelompok meminjam di kelompok

SPP tahun 2007. Pertama kali meminjam sebesar sepuluh juta

rupiah, dan uang itu dipinjamkan ke anggota kelompok untuk

usahanya masing-masing.

“Tahun ini kami sudah bisa bagi hasil dari modal sebesar lima

belas juta dan dibagikan kepada anggota, yah lumayanlah setiap

anggota dapat dua ratus ribu perorangnya.” Ujar Hanna.

Koperasi barokah kini sudah memiliki tempat yang merangkap

bisnis dan secretariat, persis di depan jalan dekat pasar desa. Di

tempat inilah sekelompok perempuan menghabiskan waktu

luangnya dengan membuat hal yang bermanfaat, yakni berdiskusi

dan juga menjahit tempahan dalam kelompok bersama. Uniknya,

koperasi ini menyediakan bahan baku jahitan yang didrop dari

pasar. Anggota kelompok yang hendak menjahit bisa mengambil

bahan jahitan dan akan membayarnya setelah si penempah mem-

bayarnya. Sehingga anggota kelompok tidak usah dipusingkan

lagi dengan modal bahan jahitan. Begitulah cara mereka men-

ghidupkan koperasi sehingga koperasi juga mendapatkan keun-

tungan.

Hanna mengaku, meski awalnya sempat kecewa karena tidak bisa

mengakses pinjaman kelompok SPP, tetapi pelatihan menjahit

yang diberikan kepada ibu-ibu justru memberikan manfaat baru,

sehingga ibu ibu mendapat keterampilan baru. Ketrampilan men-

jahit itu justru bisa mendulang rupiah bagi mereka.

Page 12: Bingkai perempuan

Kelompok SPP Gaya Puan Merajut kehidupan dengan Mempertahankan Tenun lokal

Pagi itu ritme kehidupan menyambut mentari yang

malu-malu memamerkan cahayanya. Di perbantu-

kan cahaya lampu, suara hentakan kayu pada

tangan-tangan yang mulai keriput, dan goyangan

kaki, menambah bisingnya pagi membangunkan

orang orang di kampung Alah air, sebuah kam-

pung berpenduduk asli Melayu Riau di Kabuaten

Kepulauan Meranti. Belasan perempuan, janda-

janda kampung tengah merajut asa pada helaian

benang yang mereka tenun menjadi songket indah

penghias gadis gadis cantik di kota. Di balik

rumah panggung, berlantaikan papan, ada kisah

heroic mereka mempertahankan hidup bersama

PNPM Mandiri Perdesaan

Page 13: Bingkai perempuan

Merajut hidup dari helaian benang

Tenun Asli Melayu

10 Tahun yang lalu, kelompok SPP Gaya Puan ini mulai melakoni

hidup dengan tenunan ala melayu Riau, selepas pelatihan yang diberikan

oleh pemerintahan kabupaten Bengkalis yang saat itu belum berpisah dari

kabupaten Meranti. Bersama samsiah sebagai ketua kelompok, mereka

melewati jalan yang Terseok-seok melewati jaman, saat songket tidak

menjadi kebutuhan banyak orang, karena produksi yang rumit dan harga

jual yang tinggi, menenun pun nyaris ditinggalkan. Namun lambat laun,

kualitas yang terjaga membuat hasil karya kelompok SPP … ini mulai

dikenal dikalangan ibu ibu pejabat dan pecinta seni songket tenun manual.

Rita mengenalkan songket Riau sebagai cirri khas melayu Meranti

ke kalangan ibu pejabat dan pesta pesta adat. Ikut dalam pameran-pameran

di kabupaten, serta menjualkannya ke sanak family termasuk yang berada

di negeri jiran Malaysia. Mereka sekarang bahkan merancang rajutan khas

kepulauan meranti, songket daun sagu.

5 Tahun belakangan ini, kelompok SPP mulai mengenal PNPM

Mandiri Perdesaan. Mereka pun mulai berani mengembangkan usaha den-

gan meminjam modal melalui UPK Kecamatan Tebing Tinggi program

PNPM Mandiri Perdesaan. Pinjaman itu tak hanya membangkitkan usaha,

tetapi membangkitkan semangat untuk meneruskan hidup. Pagi hingga

malam, semangat itu seolah tiada henti menghantarkan mereka perjuangan

hidup.

Ucu Nurjam bertutur, hasil menenun ini membuatnya tak lagi

mengharuska ia diusia menjelang senja ini memburu sayur diemperan

ladang yang hasilnya hanya bisa untuk makan. Namun hasil tenun ini jus-

tru membangkitkan hidupnya. Ia tak hanya bisa melanjutkan hidup tetapi

melanjutkan impian anak-anaknya menyelesaikan sekolah. Puluhan tahun

hidup sebagai janda dan menopang hidup sendiri tak membuatnya takut

berkat keuletannya menenun.

Satu minggu ia bisa menghasilkan rangkaian benang dengan 1

buah kain songket yang dihargai dari Rp 1 juta sampai Rp 2 juta rupiah.

Dipotong dengan modal pembelian benang dan upah merajut benang, serta

memulangkan uang pinjaman, setidaknya satu bulan ia bisa mengantongi

uang Rp 2 juta.

“Alhamdulillah, bu. Kami sangat terbantu sekali dengan pinjaman

dari PNPM Mandiri Perdesaan. Selain proses yang gampang, bunga yang

ringan, mengutamakan kami-kami yang kurang mampu ini.” Ujar Ucu

Nurjam.

Lain lagi kisah Juraida, pelan-pelan hasil jerih payahnya selama 5

tahun ini bisa mengumpulkan bahan bangunan. Rumah setengah jadi dibe-

lakang rumahnya menjadi tatapan penyemangat hidupnya untuk terus

bekerja sebagai penenun. Sebelumnya ia bekerja sebagai pengutip sagu,

pergi pagi pulang petang, dengan berpeluh melawan matahari dan terpaksa

menutup muka mereka , ditabur bedak dingin agar wajah tak terbakar

matahari, dengan penghasilan hanya Rp 80 ribu perbulan dan terpaksa

meninggalkan anak anak dirumah.

Gadis gadis cantik bersongketkan melayu hasil rajutan tradisional yang nyaris tak lagi ditemukan

itu menjadi barang mewah pada pesta-pesta adat, pernikahan, pelantikan dan upacara lainnya. Para ibu ibu

pejabat menghias dirinya dengan songket bersanding gaun melayu. Harga yang tinggi membuat songket

hasil tenunan manual ini menjadi istimewa saat mengenakannya. Tak banyak yang bisa menghasilkan

tenunan ini, tak banyak yang bisa mempertahankan budaya Indonesia ini, sekalipun nyaris ditelan jaman,

oleh kemajuan tekhnologi namun kelompok SPP di desa Alah Air, kecamatan tebing Tinggi, Kabupaten

Kepulauan Meranti, Riau, masih bisa mempertahankan ini, bahkan menjadikan tenun ini menjadi sumber

penghidupan mereka, para ibu-ibu mempertahankan hidup dari helaian benang yang mereka rajut.

“Sekarang jauh lebih enak.” Ujar Juraida

tak banyak kata meluapkan keba-

hagiaannya menemukan usaha yang lebih

menjanjikan.

Sayangnya tak banyak generasi yang mau

melirik usaha tenun manual ini. Samsiah

alias Rita ketua kelompok SPP tenun ini

terkadang kewalahan untuk memenuhi

permintaan pelanggannya. Sudah banyak

yang ia latih untuk menjadi penenun,

bahkan sudah banyak alat tenun yang ia

buatkan, namun menenun masih belum

dicintai masyarakat.

Pinjaman SPP dibayar dengan Kain

Tenun

Tak sulit bagi Rita sebagai ketua

kelompok untuk mengumpulkan uang

sebagai bayaran cicilan pinjaman ke

UPK. Anggota kelompoknya cukup den-

gan membayar kain tenun. Sudah 5 tahun

ini mereka meminjam ke UPK, namun

tidak sekalipun mereka menunggak. Ta-

hun ini saja mereka mendapat pinjaman

sebesar Rp 90 juta

Page 14: Bingkai perempuan

Ibu Nur Asih adalah salah satu pengusaha

kerupuk di desa Pematang Jaya. Ia men-

jadi anggota SPP untuk mengembangkan

usahanya Kini kampung itu telah menjadi

sentra kerupuk. Ada belasan anggota SPP

yang merupakan pengusaha kerpuk, hingga

desa mereka dikenal sebagai sentra kerupuk.

Bertandang Ke Sentra kerupuk

di Indragiri Hulu

Page 15: Bingkai perempuan

Anggota SPP dari Desa Pematang Jaya

Desa Pematang Jaya, adalah salah satu dari ratusan wilayah eks

transmigrasi di provinsi Riau. Daerah transmigrasi dari masyarakat pulau

jawa ini dahulunya boleh terbilang cukup memprihatinkan. Meski pemer-

intah memberikan mereka lahan masing-masing keluarga sebanyak 2 hek-

tar dan tempat tinggal dibangunkan, namun bukan berarti mereka langsung

bisa hidup dari hasil bercocok tanam. Maklum, saat itu mereka harus

menaklukan lahan hutan gambut, yang tidak begitu gampang ditaklukan

dengan sembarangan tanaman. Apalagi kondisi infrastruktur jalan dan

fasilitas umum belum terpenuhi. Masa-masa sulit terus mereka lewati pada

masa itu, hingga tak jarang dari mereka yang harus kembali ke pulau Jawa,

lari dari wilayah Transmigrasi.

Sekarang, desa Pematang Jaya tumbuh begitu pesat. Selain lahan

pertanian mereka yang ditanam karet, sawit, ubi dan perkebunan lainnya,

hal yang membuat geliat kehidupan itu tumbuh adalah adanya peran per-

empuan dalam kegiatan keekonomian di desa ini. Peran perempuan yang

ikut menopang kehidupan keluarga. Hingga Kampung ini dikenal sebagai

Kampung sentra pembuatan kerupuk.

Di desa ini banyak kegiatan home industry. Mereka umumnya bi-

naan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dalam program PNPM

Mandiri Perdesaan. Kelompok ini sekarang telah menjadi Koperasi Perem-

puan. Ada pembuat kue anting-anting, roti ketawa dan yang paling banyak

adalah pembuatan kerupuk.

Menurut Sri, ketua kelompok SPP / koprasi wanita Enggal Maju

ada 6 orang anggota kelompoknya yang kini sebagai pengusaha kerupuk.

Untuk 1 Orang pengusaha

“Untuk memenuhi kehidupan, sekarang masyarakat tidak hanya

berharap dari hasil perkebunan yang pendapatannya melihat musim. Se-

hingga penghasilan dari industry rumahan kerupuk ini begitu diharapkan

dan menjadi kebutuhan utama keluarga.

Adalah ibu . Nur asih. Ia adalah pengusaha kerupuk rumahan. Perharinya

minimal 1 kwuintal atau 100 Kg akan disorder langsung oleh pemasok.

Pemasok biasanya langsung datang ke rumah ibu … yang merangkap se-

bagai pabrik.

Untuk usaha kerupuk ini, umumnya mereka tidak menggunakan alat pen-

golahan seperti yang dilakukan oleh pabrik pada umumnya. Mereka mela-

kukannya dengan cara manual. Sebab cetakan-cetakan yang mereka hasil-

kan hanyalah potongan – potongan petak yang dipotong dengan pisau atau

gunting. Pagi harinya para pekerja membuat adonan terlebih dahulu yang

terbuat dari tepung tapioca dan bumbu. Perharinya 100 kg tepung, atau 2

goni atau lebih. Kemudian mencetaknya dengan mengkukus adonan di atas

kukusan. Di dapur yang berukuran 5 x 8 meter itu berjejer tungku dan

kuali pengkukus yang siap memasak bahan-bahan tersebut. Di dapur itu

pula mereka memotong-motongnya untuk kemudian di jemur di atas seng.

Suara deru mobil hilir mudik menjadi hal rutin setiap harinya di desa Pematang Jaya, kecamatan Rengat Barat,

Kabupaten Indragiri Hulu di salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang sangat terkenal dengan daerah transmigrasi. Wa-

jah-wajah ceria dihiasi senyum merekah menyambut pagi dan siap untuk beraktivitas mengejar materi untuk berbagi ke-

hidupan. Mulai membesarkan anak-anak, menyekolahkannya hingga ke perguruan tinggi, membangun rumah dan lain-

nya, semua dihadapi mereka dengan optimis. Mereka kini tak hanya berharap dari hasil pertanian, karena industry

rumahan yang dikelola oleh para ibu-ibu di desa ini juga cukup menjanjikan.

Dengan halaman yang luas ,

potongan adonan yang telah dikukus

itu pun siap untuk dijemur. Tentu

saja, usaha ini sangat berharap dari

matahari untuk mengeringkan bahan-

bahan tersebut, kalau musim hujan

mereka memang cukup kerepotan

sebab tidak memiliki alat pengering

Usai dikeringkan, biasanya para

pekerja akan pulang kembali ke

rumahnya masing-masing. Para ibu-

ibu yang membantu pembuatan keru-

puk biasanya sudah selesai pada ten-

gah hari. Dan mereka sudah bisa

kembali beraktivitas dirumah nya

masing-masing. Mereka pun masih

sempat mengurusi keluarga mereka,

membersihkan rumah, memasak dan

mengikuti perwiritan. Untuk

upah,Nur asih memberikannya per-

hari. Untuk pekerjaan dari jam 8 pagi

sampai tengah hari upahnya Rp

15.000, sedangkan yang bekerja

sampai sore hari Rp 30.000.

Page 16: Bingkai perempuan

Suara mesin jahit milik yani dan Penni seolah saling berkejar-kejaran , membangunkan warga dusun Tani Jaya, ikut menyambut pagi. Bergelut dengan ritme aktivitas yang sepertinya tak pernah berhenti, mengam-bil bagian dari nafas kehidupan dan menumbuh suburkan semangat pagi

Kampung Pemberdayaan di Bunga Raya Siak

Page 17: Bingkai perempuan

Kampung Pemberdayaan di Bunga raya Siak

Ada 10 orang penjahit di dusun ini, bersama Yanni dan penni ini mereka membentuk kelompok bersama seba-

gai penjahit baju. Mereka berbagi kerja, terkadang mengerjakan bersama sama di rumah Yani, tetapi lebih sering

mengerjakan sendiri-sendiri di rumah masing-masing agar lebih efektif, bisa bekerja nyambi dengan urusan dapur dan

memomong anak-anak mereka. Ada yang khusus bagian tukang potong pola jahitan, bagian jahit pinggir, menjahit

baju, pasang kancing dan lainnya. Hari-hari buat mereka diisi dengan aktifitas yang nyaris tanpa henti, lebih-lebih

ketika musim lebaran dan memasuki tahun ajaran baru, orderan baju sekolah pun sudah ngantri untuk dijahit.

Di seberang rumah tak jauh dari rumah Yani, kesibukan lain tak kalah memburu waktu, ia adalah ibu Dairah.

seorang penjual sarapan pagi, mulai dari menjual nasi uduk, lontong, dan lauk pauk serta gorengan. Sejak pagi menje-

lang subuh dapurnya telah mengepul, bahkan malam sebelumnya, ia telah disibukan meracik bumbu. Ia berjualan tak

jauh-jauh, cukup meletakan meja di depan rumahnya saja, tak sampai siang hari, dagangan telah habis untuk dikon-

sumsi oleh warga sekeliling, bahkan ada juga yang membeli sarapan dari dusun seberang. Selain rasanya, Dairah berani

bersaing harga.

Tak kalah sibuknya adalah aktivitas yang dilakukan Rostiwi, seorang mantan karyawan sebuah Perusahaan

swasta. Pasca pemutusan hubungan kerja, ia tak mau berpangku tangan. Banting stir menjadi pengrajin tape. Meski

sebenarnya apa yang ia kerjakan saat ini hanya sebuah kebetulan. Awalnya Rostini hanyalah menjadi agen penjual ubi

kayu, tetapi karena saat itu ubi yang telah diorder tak jadi diambil pembeli yang telah memesan, akhirnya Rostiwi pun

tak kehilangan akal, ia mengolah ubi kayu itu menjadi tape dan dijualnya ke warung-warung. Alhamdulillah, hasil coba

-cobanya itu justru menghasilkan keuntungan 2 kali lipat.

Kampung ini boleh dibilang kampung pemberdayaan bagi perempuan di Dusun Tani Jaya, desa Bunga Raya,

kecamatan Bunga Raya, kabupatena Siak, Riau. Dari 45 Kepala keluarga, 40 perempuan atau para istri ikut dalam pro-

gram Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dari PNPM Mandiri Perdesaan .

Dari program SPP itulah mereka mulai berani mengembangkan usahanya, bahkan memulai usahanya. Program SPP ini

awalnya diperkenalkan oleh ibu Fenny Arfrianti yang kini telah menjadi kader PNPM Mandiri Perdesaan di UNIT

Pengelola Kegiatan, dan ia juga sekarang menjadi tim verifikasi SPP. Cukup lama ia mengajak para ibu – ibu untuk

ikut membangun usaha produktif agar tidak berpangku tangan menunggu hasil pertanian yang kini mulai menurun pro-

duktifitasnya.

“Selama ini modal menjadi kendala para ibu-ibu untuk memulai usaha, sehingga saya memperkenalkan SPP

kepada ibu ibu melalui perwiritan di dusun.” Ujar Fenny memulai kisahnya. Ibu muda ini memang kader yang cukup

getol mengajak ibu-ibu untuk membangun usaha produktif. Tidak saja melalui program PNPM Mandiri perdesaan, pro-

gram bantuan dari dinas social seperti bantuan peralatan mesin jahit pun berusaha ia tebus agar program itu sampai ke

dusunnya dan perempuan bisa berkembang.

Fenny sudah mengenalkan program SPP kepada perempuan di dusunnya sejak tahun 2009. Ia membentuk

kelompok SPP bersama anggota lainnya bernama Marhatu Solehah 1. Alhamdulillah, pinjaman itu bisa dimanfaatkan

untuk mengembangkan usaha menambah modal usaha.

“Saya bisa menambah modal untuk membeli bahan pakaian, saya ambil banyak bahan, kemudian nanti ibu-ibu

akan membeli sekaligus menjahitkan bajunya pada saya.” Ujar Yani. Yani mulai meminjam dana SPP sebesar 3 juta,

kemudian tahun berikutnya naik menjadi 5 juta, sekarang dia akan menambahkan modal lagi, sebab dia butuh untuk

membeli bahan baju sekolah, “mudah-mudahan cepat direalisasikan, karena pinjaman itu sangat bermanfaat, kalau ti-

dak bingung juga mau cari tambahan modal.”

Sekarang usaha Yani cukup berkembang, ia bahkan telah membangun ruangan khusus tempat ia menjahit.

Tentu saja sebagiannya dari keuntungan usaha menjahit. Ia meminjam dari SPP untuk mengembangkan usahanya.

Rostiwi juga demikian, awalnya ia hanya menjual tape 10 kg perhari, sekarang ia sudah mengembangkan usa-

hanya sebanyak 35 kg perhari. Modal pinjaman yang ia dapatkan nanti rencananya untuk stok ubi yang mulai sulit di

dapat.

“kalo saya, awalnya bingung bu, suntuk. Terus diajak ibu peni untuk buka usaha dari pada bengung-bengung” Ujar ibu

Dairah yang masih kental dieleg jawanya dan sedikit latah. Ia memang tidak bisa menghitung keuntungan dari hasil

penjualannya, tapi yang pasti ia bisa makan sekeluarga dari hasil usaha jualan sarapan pagi tersebut, dan membayar

cicilan SPP. “Saya nggak pernah telat lho bu, membayar cicilan.”

Sekarang, warga di dusun Tani jaya tidak lagi hanya menggantungkan hidup dari pertanian. Usaha pertanian

ini hanya pas untuk kebutuhan makanan pokok saja. Sedangkan kebutuhan yang dicari para istri cukup membantu me-

menuhi kebutuhan lain. Apalagi saat sekarang ini, mereka tidak bisa begitu berharap banyak ditengah mahalnya harga

pupuk dan bibit.

Page 18: Bingkai perempuan

Ia tak sekedar perempuan biasa, yang mampu membangkitkan ekonomi keluargannya dari keterpu-

rukan akibat krisis moneter kala itu, tetapi ia memiliki keluarbiasaan karena berhasil membangkit-

kan semangat perempuan lain untuk membuka usaha, dengan kesahajaannya menggunakan cara-

cara sederhana dan mengedepakan prinsip-prinsip kemanusiaan dalam mengelola keuangan or-

ganisasi. 15 Tahun membina kelompok koperasi perempuan Enggal Maju, mampu membina 160 ang-

gota untuk meningkatkan ekonomi dari tangan-tangan perempuan

Koperasi Perempuan Enggal Maju, memberi

banyak Inspirasi

Page 19: Bingkai perempuan

Rumah sederhana milik Sri, perempuan berusia 50 tahun itu memang tidaklah luas, namun ia menyisihkan se-

buah ruang tamu untuk dijadikan sebagai kantor kelompok SPP simpan pinjam perempuan. Sejumlah berkas-

berkas administrasi kelompok lengkap ia tata meski tak serapi sebuah organisasi. Ruangan itu juga dipenuhi oleh

foto-foto kegiatan dan penghargaan yang diterima kelompok termasuk penghargaan dari PNPM Mandiri Perde-

saan. Deretan foto kegiatan anggota kelompok yang ia bina berjejer di sana. Tidak terasa , 15 tahun ia telah

membina kelompok tersebut yang turut pula mewarnai perkembangan desa Pematang Jaya, kecamatan Rengat

Barat, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, hingga menjadi kampung sentra industry kelompok pengrajin kerupuk.

Sri berawal membina kelompok itu dari sebuah perwiritan, boleh dibilang tanpa sengaja, yakni karena

kebutuhan untuk meminjam uang dari UPK (unit Pengelola Keuangan) binaan program PNPM Mandiri Perde-

saan. Program ini mengharuskan peminjaman melalui kelompok perempuan.

“Waktu itu tahun 1999, nama programnya adalah PPK. Kami meminjam uang lima ratus ribu, nung-

gunya sampai 2 tahun. Lama tenan” Dialeg jawa itu keluar begitu kental, maklum ia memang suku jawa dan

warga transmigrasi dari Solo di tahun 1980-an. Kala itu, kampung ekstrans masih sangat memprihatinkan, lahan

yang belum bersahabat untuk bercocok tanam, pembangunan infrastruktur yang minim, jalan lintas yang sulit

diakses kendaraan. Dengan membawa anggota perwiritan 5 Orang syarat minimal yang harus dipenuhi, mereka

pun meminjam untuk kemudian mengelola uanganya untuk merintis kembali usaha kecil-kecilan setelah usaha

warung kelontongnya tumpur akibat krisis moneter. Sri pun banting stir menjadi pedagang kerupuk keliling.

“Usaha kecil yang kelihatannya sepele inilah justru yang mampu menopang hidup keluarga kami. Da-

gang kain dengan modal besar justru tidak bisa berbuat apa-apa.” Ujar Sri seolah mengajarkan pada dirinya un-

tuk tidak sepele dengan usaha kecil-kecilan.

Sebagai ketua kelompok, Sri harus mengumpulkan uang setiap bulannya untuk membayar cicilan

kepada UPK, tentunya cukup merepotkan dan harus mengeluarkan ongkos. Untuk itu Sri meminta kesepakatan

anggota kelompoknya membayar “uang minyak”.

“Tapi yah nggak sampai hati juga, toh buk. masak saya cari untung sedang mereka juga susah, malah

lebih susah dari saya.”

Berawal dari Semangkuk beras Ini adalah sejarah yang tidak bisa dilupakan Sri, membesarkan organisasi berawal dari semangkuk

beras. Yah, untuk membayar cicilan ke kantor UPK yang jaraknya 10 Km, dengan jalanan dari kampung trans

menuju ibukota kecamatan bukan medan tempuh jarak yang mudah, tak ada kendaraan umum. Karena tak sam-

pai hati mengutip biaya, akhirnya sri memberikan usulan membayar iuran dengan membayar semangkuk beras,

dan usulan tersebut disepakati oleh anggota. Maka sejak itu uang iuran pun dibayar dengan semangkuk beras.

mengalihkan uang minyak untuk setoran kredit ke UPK.

Berkat kegigihan para ibu-ibu membuka usaha, yang kala itu sri menjual kerupuk sampai akhirnya ia

memiliki usaha pembuatan kerupuk, serta rekan-rekannya yang lain usaha kecil-kecilan, kelompok SPP mereka

pun dipandang berhasil dan meminjam uang ke UPK pun menjadi gampang. Beberapa warga di kampung

mereka juga ingin bergabung, sri pun mempermudah pinjaman kepada teman-temannya yang lain. Pinjaman

yang diperuntukan kepada 5 orang yang jumlahnya sudah mulai besar karena kelompok mereka merupakan

kelompok yang telah berkembang, dibagikan kepada 10 orang. Sehingga manfaat peminjam lebih banyak. Na-

mun Sri cukup hati-hati agar tidak ada penunggakan. Sri betul-betul membuat pendekatan pribadi agar anggota

membayar sesuai dengan jadwal.

Sampai akhirnya, kelompok spp enggal maju berkembang, UPK dan fasilitator kabupaten Inhu pun ikut

melakukan pembinaan. Melihat jumlah pemanfaat pinjaman yang dikelola ibu Sri ini cukup besar, maka kelom-

pok SPP pun di usulkan menjadi kelompok eksekuting. Kelompok eksekuting ini akan mendapat pinjaman yang

lebih besar dan bisa membuat aturan kelompoknya sendiri. “Saat ini saldo kelompok kami sebesar seratus juta,

bu. “ Ujar Sri. Kami bisa memberikan pinjaman kepada saudara-saudara kami yang membutuhkan untuk modal

usaha maupun pengembangan usaha satu juta sampai lima juta. Bahkan Cuma pinjam lima ratus ribu.”

Tetapi sekarang bayar iuran sudah nggak pake semangkuk beras, sebab anggota kelompok sudah 160

orang, yang mengutip beras sudah nggak sanggup lagi. Sehingga mereka membayar iuran sebesar Rp 5.000

perbulan.

Kelompok ini tak sekedar menerima keuntungan, tetapi keuntungan kelompok sebagai sisa hasil usaha

mereka ini akan kembali diberikan kepada anggota.

“SHUnya macam-macam bu, nggak duit, tapi barang. Kadang ada panci, piring dan lainnya.”

Sebahagian SHU yang dimiliki kelompok ini juga terkadang diberikan kepada masyarakat kurang

mampu, hal ini tergantung keputusan rapat anggota, yang kini sudah berjumlah 160 Orang. Dan Alhamdulillah,

sekarang Desa Pematang jaya tidak hanya menjadi desa yang makmur karena pertanian sawit dan karetnya bisa

diandalkan, tetapi desa ini juga menjadi desa yang warganya bisa mencari penghidupan dikampung sendiri den-

gan tumbuhnya perekonomian di sana. Kampung ini dikenal sebagai kampung sentra pembuat kerupuk.

Page 20: Bingkai perempuan

Pagi-pagi hari, usai anak sekolah sudah bepergian ke sekolah masing-

masing, para ibu kelompok SPP sudah bertandang ke rumah ibu Sunarti.

Teras samping rumah ketua spp itu sudah disulap menjadi dapur bersama

untuk pabrik kerupuk sayur. Di situlah para ibu-ibu yang berjumlah 8 orang

bercengkrama dengan tepung, minyak goring serta bungkusan pelastik. Ru-

angan ini menjadi meriah bersama rumpian mereka dan music dangdut yang

menghibur. Gelak tawa dan canda menambah semangat pagi seperti seman-

gat mereka mengais rezeki dengan bersama-sama. Kebersamaan ternyata

tak hanya menimbulkan cinta, tetapi kebersamaan bisa mengembangkan

ekonomi bersama pula bagi mereka. Dengan begitu, mimpi mereka menjadi

pengusaha bisa terwujut. Kerupuk sayur usaha kelompok sawit indah, Desa

teluk aur, kecamatan Rambah samo, Kabuaten Rokan Hulu, Provinsi Riau

Usaha Bersama Kerupuk Sayur

untuk Kemajuan Bersama

Page 21: Bingkai perempuan

Berawal dari kisah pilu dari anggota kelompok yang ga-

gal mengembangkan usahanya. Ada pedagang goreng pinggir

jalan jajanan sore yang tutup , penjual pecal yang kehabisan

modal, pedagang kelontong yang tumpur, serta penjual cen-

dol yang bangkrut. Tentu saja, gambaran untuk mengem-

balikan uang pinjaman ke UPK menjadi menakutkan buat

mereka, ketika usaha tak lagi bisa bertahan. Dari kisah itulah,

Sunarti sebagai ketua kelompok harus ikut memikirkan ang-

gota kelompoknya untuk mengembangkan usaha bersama,

agar beban yang dirasakan bisa diselesaikan bersama pula.

Meski dibilang belum berpengalaman membuat kerupuk

sayur sekaligus memasarkannya, akhirnya 8 ibu-ibu ini ber-

bagi tugas bersama. Ada kebagian tukang ngulen, mencetak,

menggoreng, membungkus, hingga memasarkan dari warung

ke warung.

“Alhamdulillah, 5 bulan sudah berjalan usaha bersama

ini, semuanya bisa menunjukan hasil yang lumayan.” Ujar

Sunarti begitu bersemangat. “Dari Cuma 15 kilo sekarang su-

dah 15 kilo perhari tepung yang diolah menjadi kue sayur.

“Kebersamaan itu tak hanya bisa menyelesaikan masalah

membayar cicilan, tapi kami yakin usaha ini bisa berkem-

bang.” Ujar Sunarti yang disambut gebira ibu-ibu yang lain.

Memang, sekarang ini ibu-ibu belum bisa menikmati ke-

untungannya, mereka masih berupaya menyelesaikan pinja-

man terlebih dahulu dari modal yang mereka ambil sebelum-

nya. Tapi mereka berkeyakinan, usaha ini bisa berkembang,

dan akan mendapat keuntungan. Buktinya setiap bulan dari

modal yang mereka kumpulkan bersama itu, mereka bisa

mengembalikan pinjaman setiap bulannya.

Suara penggorengan kerupuk sayur telah selesai. Se-

bagian ibu-ibu sudah bersiap siap untuk menjajahkannya ke-

langganan mereka yang kini sudah mulai banyak. Tidak saja di

wilayah desa sawit, bahkan kerupuk sayur sudah mereka ja-

jahkan di kecamatan seberang. Semua pekerjanya adalah ibu-

ibu, hingga marketing penjualnya juga para ibu-ibu. Mengen-

darai sepeda motor dengan tumpukan kerupuk di boncengan,

serta di setang kanan kiri, sudah menjadi pemandangan biasa

yang membuat keheroikan para ibu ini justru menonjol. Betapa

mereka berjuang untuk hidup.

“usaha bersama ini membuat

kami bisa sama-sama kuat.”

Ujar mereka menyadari bahwa

usaha bersama itu lebih baik

asal tetap menjaga kebersamaan

dan terutama keterbukaan dalam

memenagemen usaha.

Kelompok SPP Sawit In-dah tengah menunjukan kepada rekan-rekannya,

bahwa usaha bersama le-bih memberikan keber-samaan gotong royong

yang saling menguatkan untuk maju. Yang ter-

penting adalah saling per-caya dan keterbukaan

dalam mengelola usaha. Dengan demikian usaha

mereka lebih maju di-bandingkan usaha yang dikelola secara sendiri.

Baru 5 bulan menjalani usaha bersama, pening-katan produksi sudah cu-

kup pesat. Dari hanya memproduksi 5 kg, kini perharinya sudah 20 kg, usaha ini semakin meng-

giurkan

Page 22: Bingkai perempuan

Lima belas tahun lalu, tentu tak pernah hilang dari ingatan Nasti,

saat konflik politik bergejolak di Provinsi Aceh. Ribuan pendatang

di Aceh tergusur saat itu dan salah satunya adalah Nasti. Hidup

dalam pengungsian di Kota Medan membuat ia frustasi karena keti-

daktentuan nasib, berpindah-pindah mencari pertolongan dari sanak

saudara yang masih tersisa, sempat ke Kabupaten Kisaran di Su-

matera Utara, hingga akhirnya mendamparkan diri di Kecamatan

Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau.

Di Kecamatan Tambusai Utara, dengan membawa 4 orang

anak, air matanya menahan penderitaan hidup masih belum berhenti.

Ia nyaris putus asa, membayangkan harta yang terpaksa ditinggal

karena terusir dari perantauan oleh sebab politik yang tidak menentu,

sedang saat ini ia nyaris tak punya apa-apa. Namun anak-anaknya

masih butuh hidup, ia harus tetap bangkit, ditengah keadaan suami

sudah tak berdaya.

Waktu itu Nasti hanya memiliki uang Rp 50.000 yang tersisa,

dalam fikirannya tengah berkecamuk, mau diapakan uang itu untuk

mempertahankan hidup yang masih panjang. Entah bagaimana uang

itu sebagiannya ia belikan beras dan membeli 2 kg kacang kedelai.

Kacang kedelai itu ia olah menjadi tempe, maksud hati tempe itu ia

buat untuk lauk, namun ia mencoba menjualnya ke tetangga dan warung. Bermula

dari 2 kg kacang kedelai itulah Nasti terbuka fikiran itu untuk terus menjual

tempe dari warung ke warung, hingga terus meningkat sampai 5 Kg perhari.

Tahun 2009, Nasti mulai mengembangkan usahanya setelah bertemu den-

gan sebuah kelompok kenanga dari sebuah perwiritan. Kelompok itu mengajukan

pinjaman dana ke Unit pengelola Kegiatan kecamatan Tambusai Utara dari

PNPM Mandiri Perdesaan. Betapa bahagianya Nasti, pinjaman itu untuk membeli

peralatan untuk merebus kedelai dan dandang agar bisa memasak tempe lebih

banyak lagi, karena permintaan tempe kian hari kian bertambah. Nasty tak lagi

menjajahkan tempe berjalan kaki, ia sudah mulai bersepeda pada waktu itu,

hingga akhirnya permintaan tempe pun terus bertambah. Perharinya kini kebutu-

han tempe bagi pelanggannya sudah 50 kg. Nasti pun terpaksa meminjam kenda-

raan sepeda motor untuk bisa menjangkau pembelinya keerbagai desa.

Tahun 2014, nasty nekat harus membeli sepeda motor sendiri.

“mau dibelikan apa mbah uang pinjaman ini ?” Tanya tim verifikasi dari UPK

Kecamatan Tambusai

“Mau beli montor” Ujar Si Mbah polos

“Wah nggak bisa mbah untuk pembelian konsumtif begitu.” Ujar Ayu tim pen-

damping local UPK

“Yah… wong aku butuhnya untuk beli montor kok.” Ujar si mbah seperti ngotot,

“kalau mau namabh tempe, aku tinggal bilang saja sama kedai mbatak itu, tapi

aku butuhnya beli montor sama nambah alat. Pelangganku sudah banyak, jauh-

jauh”

“O... “ Ayu tersipu, dan mengangguk-angguk. “kalau untuk itu boleh mbah.”

Sekarang, Nasti sudah dikenal di pelosok desa dengan sebutan si Mbah

Tempe. 50 Kg perhari kacang kedelai ia olah menjadi tempe, ditambah lagi den-

gan tempahan diluar langganannya. Dari usahanya itu Ia bahkan sudah mem-

pekerjakan 4 Orang untuk mengembangkan usahanya. Dan kini mbah tempe itu

bersama suaminya yang senantiasa bersama mengembangkan usaha, bahu mem-

bahu mulai bisa menapaki hidup dengan tenang.

Ketika Mereka Menemukan Asa Mbah Tempe

Awalnya 2 Kg, dengan bermodalkan uang Rp 50.000. Ia menguatkan

tekatnya untuk bisa menyambung hidup.

Hingga ia berani memin-jam modal dari program

SPP-PNPM Mandiri Perdesaan, tanpa

agunan.

Sekarang perharinya ia memproduksi 50 Kg

kedelai untuk menjadi tempe. Kini ia mulai

hidup mapan. Kisah pilu terusir saat konflik aceh

tak membuatnya dirudung duka.

Page 23: Bingkai perempuan

Ketika Mereka Menemukan Asa

Pulau Kijang adalah sebutan lain di Kecama-

tan Reteh, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.

Wilayah ini masuk dalam kategori ekstrem. Maklum,

untuk menuju Kecamatan ini saja kita harus meng-

gunakan jalur air, spead boad kecil atau disebut cucut,

yang hanya berpenumpang 12 Orang. Memasuki

wilayah ini bisa dua jalur, dari jalur darat dan jalur

air. Jalur air dengan perjalanan 1 jam lebih banyak

digunakan, baik masuk melalui pelabuhan tembilahan

maupun dari kecamatan Keritang. Kerena jalur darat

meskipun berbiayan murah, namun malah jarang

digunakan karena kondisi jalannya cukup rusak

parah. Selain pertanian kelapa dan persawahan, sum-

ber penghasilan masyarakatnya adalah nelayan. Mak-

lum, Kabupaten Indragiri Hilir dikenal dengan negeri

seribu Parit, atau anak-anak sungai. Ikan dan udang

adalah santapan sedap yang tidak pernah luput dari hidangan mereka. Termasuk di Pu-

lau Kijang Ini.

Nah, beragkat dari itulah, masyarakat di daerah penghasil udang ini mulai

berkreativitas menambah sumber pendapatan lain. Utamanya para kaum ibu yang se-

lama ini menunggu hasil tangkapan suami atau nelayan lain. Emplang, alias kerupuk

asli udang segar adalah jenis usaha yang sangat popular di pulau Kijang Kecamatan

Reteh . Salah satunya adalah Ibu Masniah salah seorang anggota Simpan Pinjam Per-

empuan. Usaha awal yang hanya coba-coba ini untuk sekedar menambah pendapatan

justru sekarang menjadi sumber mata pencaharian utama. Bayangkan, ia yang dibantu

3 Orang pekerja sudah bisa berpenghasilan sekitar Rp 6 juta setiap bulannya dari usaha

Emplang..

Awalnya Masniah hanya membuat usaha kecil-kecilan, cukup 2 kilogram cu-

kup dengan bekerja seorang diri. Namun melihat mulai berkembang, Masniah pun

mengembangkan usahanya. Sekarang ia sudah membesarkan usahanya, ia pun menda-

pat pinjaman dari Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dari Program PNPM Mandiri Perde-

saan. Sudah bergabung dengan Kelompok SPP sejak PNPM Mandiri Perdesaan masuk

ke kecamatan Reteh di tahun 2008. Dan sekarang ia sudah bisa membesarkan usa-

hanya. Pinjam itu ia gunakan untuk membeli peralatan seperti kompor gas, Kuali Be-

sar, Toples besar, dandang dan lainnya.

“Setiap hari kami menghasilkan sekitar 30 kg Emplang yang sudah siap dipasarkan

dan menghasilkan uang satu juta rupiah.”

Ibu Masniah tak hanya mendapatkan sumber penghasilan bagi dirinya, tetapi ia juga

telah memberikan penghasilan tambahan bagi orang lain. Meski usia sudah berkepala

5, ibu Masniah tidak mau berpangku tangan, usahanya ini membuat semangat paginya

tetap bergairah dan siang hari ia masih bisa beraktivitas social seperti perwiritan.

Emplang si Pulau Kijang

Masniah menyandarkan

hidup pada Emplang,

makanan khas dari ke-

camatan Reteh-

Indragiri Hilir. Ber-

sama Emplang, ia kini

tetap bisa menata

hidup. Bergabung den-

gan kelompok SPP-

PNPM Mandiri

Perdesaan, ia semakin

percaya diri mengem-

bangkan usaha menjadi

pengusaha mandiri.

Page 24: Bingkai perempuan

Ketika Mereka Menemukan Asa

Hidup adalah ujian yang harus diperjuangkan untuk tetap

naik pada tingkatan menjadi manusia yang bermartabat. Tidak ban-

yak yang bisa melewati tahapan karena tidak gigih dalam perjuan-

gan, banyak pula yang putus asa dan menyalahkan pada nasib yang

tidak berpihak pada diri. Tapi tidak bagi Mardianis, anggota kelom-

pok SPP (Simpan Pinjam Perempuan) dalam program PNPM

Mandiri Perdesaan yang tergabung dalam kelompok SPP- Al Muk-

minin di kelurahan Minas Jaya, kecamatan Minas, Kabupaten Siak,

Provinsi Riau. Ia adalah catatan ketangguhan seorang perempuan

yang berhasil melewati masa-masa sulit dengan perjuangannya

ditengah keterpurukan ekonomi keluarga.

Mardianis membuka usaha ayam potong sekitar 4 tahun yang

lalu. Kala itu suaminya yang sebelumnya adalah penanggungjawab

utama ekonomi keluarga hampir menyerah karena penghasilannya seba-

gai supir truk mulai seret. Dan kapal dalam biduk rumah tangga mereka

pun semakin karam ketika suaminya nyaris tidak bisa apa-apa karena

menderita stroke. Mardianis tak bisa lama mendekam dalam kesedihan

dan kesusahan, ia harus bangkit dengan kekuatan anak-anaknya yang

juga membutuhkan hidup yang layak sebagai anak-anak yang memiliki

masa depan.

Seorang tetangga berbaik hati membuka jalan baginya untuk

usaha dagang ayam potong. Awalnya Mardianis berjualan ayam potong

milik tetangganya itu hanya beberapa kilo yang ia jual di pasar. Usaha

coba-coba itu ternyata memberikan nafas bagi kehidupan Mardianis.

Hingga akhirnya Mardianis mulai ingin usaha sendiri, tapi kendala klise

ketiadaan dana menjadi penghalangnya. Sampai ia mendengar ada pinja-

man tanpa agunan dari UPK (Unit Pengelola Kegiatan) milik kecamatan

Minas. Alhamdulillah, pinjaman modal itu membuka peluang usaha yang

kini menjajikan tersebut.

Setiap harinya, tak kurang 60 Kg ayam potong yan g diperjual

belikan. Untuk keuntungannya sendiri sekitar Rp 150 ribu sampai Rp

200 ribu perharinya. Bila diperhitungkan selama 1 bulan, penghasilan

yang diperoleh Mardianis bisa mencapai Rp 5 juta bahkan lebih.

“Alhamdulillah, bu. Dari usaha inilah saya bisa menguliahkan

anak saya yang paling besar.” Wajah Sumringah Mardianis tak mampu

ditutupinya dihadapan fasilitator Kabupaten dan Tim Monitoring PNPM

Mandiri Perdesaan RMC 1 Gatot. “Tahun ini saya meminjam dana lima

juta rupiah” Pinjaman itu untuk memutar modal usaha. Trik jitu

Mardianis dalam menjual ayam potongnya itu, Ia tak hanya menjualkan

ayam potong di depan rumahnya, tetapi memberikan service, yakni

pesanan bisa langsung diantar ke rumah, pelanggannya ada beberapa

rumah makan. Sehingga Mardianis yakin, usahanya ini bisa menghidupi

keluarga, asal siap dan berani bertarung.

Usaha Ayam Potong

“Alhamdulillah, bu. Dari usaha inilah saya bisa menguliahkan anak saya yang paling besar.” Sebelum memiliki modal, ia hanya menjadi penjual ayam eceran mengambil dari pedagang lain dengan untung sedikit. Kini ia sudah punya usaha sendiri. Tidak ia duga, kini usahanya kian maju, ten-tunya berkat pinjaman lu-nak dari program SPP– PNPM MPd

Page 25: Bingkai perempuan

Ketika Mereka Menemukan Asa

Rabu, 23 April 2014 pada saat Tim

Audit BPKP Provinsi Riau didampingi Tim Faskab

Bengkalis sedang melakukan audit PNPM Mandiri

Perdesaan di UPK Kecamatan Bantan, tiba-tiba datang

seorang Ibu separoh baya ke Sekretariat UPK

Kecamatan Bantan. Setelah bersalaman, beliau langsung

menemui Ketua UPK Kec Bantan Erlinawati. Ternyata

si ibu adalah Estherlin, Ketua Kelompok SPP Wanita

Nelayan dari Suku Akit Desa Selat Baru Kecamatan

Bantan Kabupaten Bengkalis. Estherlin mengatakan

bahwa beliau dapat telepon dari Panitia Temu Duta

PNPM Tingkat Nasional untuk berangkat ke Jakarta

tanggal 7 Mei 2014, mewakili Kabupaten Bengkalis

Provinsi Riau sebagai Duta PNPM Tingkat Nasional.

Saat itu semua pelaku program yang

mendengarkan cerita Estherlin mengucapkan selamat

“Surat undangan juga sudah diterima tanggal 11 April

2014. Melalui surat tersebut acara Temu Duta PNPM

akan dihadiri 100 orang dari seluruh Indonesia, dengan

tema BERSAMA PNPM MANDIRI, MASYARAKAT

BERDAYA, MANDIRI DAN BERMARTABAT. Kegiatan akan

berlangsung selama 3 hari efektif dari tanggal 8 – 10 Mei 2014

bertempat di Lapangan Monas Jakarta..

Esterlin adalah anggota SPP suku akit atau suku asli di Provinsi

Riau. Ia adalah ketua kelompok SPP yang dinilai berhasil membina

anggota kelompok yang juga suku akit. Kelompok mereka

merupakan kelompok yang selalu langganan mendapat IPTW

karena tidak pernah menunggak. Di bawah Estherlin, Kelompok

SPP Wanita Nelayan ini tercatat sudah 5 tahun sebagai nasabah

Dana Bergulir Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Bantan

tanpa pernah menunggak. Dana pinjaman khusus Estherlin

digunakan untuk usaha kecil-kecilan berupa menjual barang-barang

harian dan jual Pulsa. Sementara sang suami, bernama Yeasa alias

Atong sebagai nelayan sangat mendukung kegiatan sang isteri. Hasil

pantauan Faskab, Estherlin juga sehari-hari sebagai Guru Paud di

Dusun Brancah Desa Selat Baru. Beliau juga aktif sebagai Kader

PKK, Kader Posyandu, hadir rapat-rapat desa/Dusun/RT dan

penggerak untuk kemajuan perempuan-perempuan Suku Akit.

Duta PNPM MPd Itu Perempuan Akit

Esterlin membina kelompok perempuan, hanya semata pe-duli memajukan masyarakat dan suku mereka yang terke-belakang. Dengan membina se-jumlah perempuan untuk pro-duktiv dan mandiri dengan membuka usaha. Kesederhanaan cita-cita itu justru menghantarkan ia ke Ja-karta untuk mewakili provinsi Riau menjadi duta PNPM Mandiri Perdesaan. Suku akit tak ingin menjadi masyarakat keterbelakang, mereka pun ingin maju, men-ingkatkan taraf hidup. Teri-makasih PNPM Mandiri Perde-saan, selama ini telah mem-berikan ruang pada kami>“ ujarnya

Page 26: Bingkai perempuan

Suliyem menatap sepeda tuanya yang kini sudah mu-

lai jarang ia pakai. Kini sepeda itu lebih sering terdiam di be-

lakang rumah, atau sesekali dipake anaknya untuk bermain,

tak ada lagi cerita ia kelelahan, dungkulnya pegal, atau naik

betis karena kelelehan menggoet sepeda saat menjajahkan

dagangannya dari pintu ke pintu sebab kini ia sudah memiliki

kios tempat berjualan.

Suliyem adalah salah seorang anggota kelompok SPP

(simpan Pinjam Perempuan) yang awalnya hanya berdagang

dengan menggunakan sepeda dan hanya bermodalkan awal

sekitar 500,000 yang merupakan dana pinjaman kepada

kelompok yang diajukan ke UPK pada tahun 2008. Sekarang

Suliyem sudah bisa menyewa kios dipasar desa. Di kiosnya

sudah banyak dagangan pakaian lebih lebih lagi mejleang le-

baran, pelanggan untuk membeli pakaiannya pun bertambah.

Bahkan omzetnya untuk satu kali hari pasar sebesar Rp

2,000,000 lumayan untuk bisa bantu keluarga dirumah,

Adanya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

Mandiri Perdesaan ini membuat beberapa komunitas perem-

puan mampu menopang kehidupan keluarga mereka, ini yang

dirasakan oleh kelompok Kenanga yang berada di pasir

Agung, Rokan Hulu. dari 10 anggota yang bergabung den-

gan kelompok mempuyai aktivitas sebagai pedagang pakaian

jadi dipasar desa Pasir Agung dan beberapa dipasar desa yang

lain, dan ini sangat dirasakan sekali manfaatnya oleh peman-

faat SPP

Dan untuk menjelang lebaran biasanya omzetnya juga

naik, disamping bulan awal sekolah, disamping itu juga Ang-

gota dari kelompok ini juga menyedia layanan pembelian se-

cara kredit dengan cara mengangsur setiap minggunya pada

hari selasa, akan tetapi pengelolaannya hanya dilakukan se-

cara individu belum terarah kepada peningkatan kapasitas

kelompok dikarenakan anggotanya mengelola aneka usaha,

dalam tujuan visi kelompok ini akan mencoba mengelola

kegiatan semua anggotanya dengan kelompok usaha bersama,

tetapi membutuhkan waktu lama,

Ketika Mereka Menemukan Asa

Kios Suliyem

Suliyem kini telah menyewa kios di pasar desa. Usahanya dalam menjual pakaian keliling kian besar. Pelanggannya su-dah mulai banyak. Ini semua tidak ia dapatkan begitu saja. Selain usaha yang gigih, ia juga mendapat bantuan pinjaman dalam program SPP-PNPM Mandiri Perdesaa dengan mu-dah dan ringan. Dari tahun ke tahun, ia membangun keper-cayaan. Tidak pernah menung-gak. Kini sepeda tua yang biasa menghantarkannya dari pintu ke pintu untuk berdagang pakaian telah lama pengsiun. Ia semakin menatapi masa de-pan dengan kios barunya, men-jadi pengusaha mandiri.

Page 27: Bingkai perempuan

Ketika Mereka Menemukan Asa

Adalah Sukinem dari d e s a

wono Giri, kecamatan Lirik, Indragiri Hulu, nenek dari

5 Orang cucu ini masih kuat wara wiri mengembang-

kan usahanya merangkai bunga yang kini mulai banyak

dikenal di kampungnya hingga ke luar kota termasuk

pekanbaru dan bukit tinggi Dulu ia dikenal dengan

sebutan nenek su sipembuat keripik, sekarang ia mulai

dikenal si pembuat rangkaian bunga.

Hasil rangkaian bunganya pun kini mulai ban-

yak diikutkan dalam pameran mewakili desa mereka.

Desa punya nama, tapi neneku su meraih keuntungan

dari penjualan bunga.

“saya senang saja, bisa dapet untung karena bunga saya

bisa laku terjual. Bahkan pembelinya adalah bapak Bu-

pati.” Ujar polosnya penuh bangga. Tidak ia kira, hasil

rangkaiannya diminati kepala daerah.

Memang, bunga rangkaian Nenek su terbilang tidak istimewa,

sebab di rangkai dari bunga plastic yang ia beli di pasar. Tetapi Nenek Su

merangkainya di akar kayu yang hanya bisa ia dapat dari dalam hutan.

Bentuknya melingkar lingkar seperti ular dan di tata seperti pohon,

hingga menghasilkan nilai estetika. Harga jualnya pun terbilang tidak

mahal jika dijual di pasarandari Rp 400 .000 sampai Rp 600.000.

Tentu saja nenek su tidak mengambil akar hutan itu sendiri, ia

dibantu oleh suaminya dan adiknya mengambil akar hutan tersebut. Ke-

mudian dibentuk seperti batang pohon dan dihaluskan hingga dipernis.

Karena banyaknya pesanan, ia meminta adiknya mencarikan akar hutan

tersebut.

“Lebaran hingga usai lebaran ini permintaan sudah ada 20 buah. Untung

ada pinjaman SPP jadi bisa saya modalkan buat membeli bahan-bahan

bunga. Kalau tidak dari mana modal saya, bu.” Uajar nenek Su begitu

semangatnya.

Ia seperti tidak kenal lelah, pagi-pagi hari ia sudah berkutat di

dapur siap mengolah keripik ubi yang ia kelola perharinya sebanyak 25

kilo. Keripik ubi ia hantar ke 4 warung langganannya. Perhari ia bisa da-

pat untung Rp 80.000. Uang keripik inilah yang ia sisihkan setiap hari

untuk mengembalikan pinjaman dari SPP. Managemen sederhana yang ia

lakukan ini membuat nenek Su ini menjadi anggota kelompok SPP te-

ladan karena tidak pernah menunggak.

Nenek Su mengenal SPP-PNPM mandiri perdesaan ini sudah

cukup lama. Pertama kali ia meminjam Rp 2 juta. Ia bisa terus menerus

mengembangkan usaha keripiknya hingga semua anak-anaknya bisa

menamatkan sekolah. Bahkan ketika suami 2 tahun lalu pension dari

pekerjaan, Nenek Su tidak takut, mereka masih tetap bisa melanjutkan

hidup berbekal usaha dari kemahiran nenek Su dan kepercayaan UPK

memberikan pinjaman.

Sukinem-Dari Keripik hingga Merangkai Bunga

Dari Usaha keripik dengan harga eceran seribu perak, menjual kue lebaran, hingga menjual rangkaian bunga se-harga ratusan ribu. Nenek su ini tidak mau kehilangan mo-men untuk terus mencari rupiah demi mengepulkan asap dapur di rumah. Modal pinjamannya kepada UPK Kecamatan Lirik , In-dragiri Hulu, ia kelola hingga menghasilkan keuntungan dan usahanya bisa menopang ke-luarga. Ia bahkan bisa mem-berdayakan cucu-cucunya un-tuk membantu usahanya itu. “terima kasih PNPM, pinjaman itu sangat berarti buat kami mengembangkan usaha.” Ujar Nenek Su

Page 28: Bingkai perempuan

Ketika Mereka Menemukan Asa

Waktu itu, keringat disekujur

tubuhnya sudah penuh dengan keringat. Ia tetap

menggoet sepeda, meski dungkul kakinya sudah

terasa lelah. Maklum, usianya sudah hamper mema-

suki kepala enam. Ia masih merasa belum terlalu tua,

demi dorongan hidup tetap mencari nafkah. Usaha

dagang kebutuhan hidup memang sudah ia lakoni se-

jak dahulu iatelah berkeluarga, tapi peningkatan

hidup belum menunjukan tanda-tanda. Penghasi-

lannya hanya cukup untuk hidup, ia sulit sekali

menambah modal kemudian bisa memiliki warung

sendiri dan cukup menjaganya di sana.Sampai

akhirnya cita-cita itu terwujut, saat itu ibu Yani sang

kader desa menghampirinya dan menyarankan agar ikut dalam kelompok

dan meminjam dana SPP.

Akhirnya meski awalnya takut-takut, tapi akhirnya cita-cita itu

pun terwujut, ibu Nur Inah kini sudah punya warung impiannya. Meski

kecil dan sangat sederhana, tetapi warung ibu Nur Inah penduduk desa

Bunga Raya kecamatan Bungaraya kabupaten Siak, adalah warung ter-

lengkap di desanya.

“Alhamdulillah… “ Ibu Nurinah malu-malu menceritakan sejarah-

nya ia bisa memiliki warung itu. Kini ia tidak lagi bersepeda berkeliling

menawarkan dagangannya dari rumah ke rumah. Ia sudah terlalu tua,

dungkul ini sudah tak sanggup lagi menggoet sepeda.Sekarang ibu Nur

Inah sudah yang ketiga kalinya meminja. Pertama kali ia dapat pinjaman

sebesar Rp 3 juta untuk awal memuka arung. Ia membelanjakan semua

uang itu untuk memenuhi isi warung. Sekaran.ia sudah meminjam Rp 5

juta, ia pun sudah bisa membeli barang dengan ukuran besar. Misalnya,

sekarang ia sudah membeli stok gula 1 goni. Untungnya tentu saja lebih

besar dibanding ia hanya membeli gula kiloan.Kini warungnya semakin

lengkap, ibu Nur Inah bahkan menjual sayuran dan ikan kering.

Ia memang sudah tua, meskipun banyak lupa ia tidak lupa mem-

bayar cicilan kepada ketua kelompok. Bahkan, agar tak lupa harga

jualannya, ia menuliskan harga di setiap barang. Yah, meski warungnya

kecil, sangat sederhana, tapi layanannya nyaris seperti mini market. Wa-

rung yang lengkap.“Yah, saya bersyukur mengenal kelompok SPP, saya

bisa begini. Hidup dihari tua, masih bisa berarti buat anak cucu dan tak

harus menompang hidup pada siapa pun.” Ujar Nur Inah Sumringah.

Warung Impian Di usia Senja

Kisah Ibu Nurinah (67)

tahun ini membangunkan

kita dari mimpi. Diusia

senjanya itu ia tetap

mempertahankan hidup

dari usaha kemandir-

iannya. Dan tak pernah

lelah. Hingga ia pun bisa

mewujutkan impiannya

memiliki warung di depan

rumah. Berkat program

SPP-PNPM Mandiri Perd-

esaan. Kisah ia seti-

daknya memelekan orang

-orang muda, yang lebih

suka berpangku tangan

bahkan menadahkan tan-

gan, tapi Ibu Nur Inah,

yang telah tua itu tetap

berdiri di atas kakinya

sendiri

Page 29: Bingkai perempuan

Ketika Mereka Menemukan Asa

Tangan-tangan itu begitu terampil membentuk

tempe pada cetakannya yang terbuat dari papan biasa.

Sebuah kerjasama yang baik di dalam keluarga ini

pun mengalir seperti tanpa komando. Setiap hari ke

hari dan begitu seterusnya, pembagian kerja sudah ada

pada tugasnya masing-masing. Si istri sejak pagi su-

dah merebus tempe d an mencampurnya dengan ragi,

ia dibantu oleh suami dan anaknya. Usai itu, sebelum

matahari menampakan kesombongan, mereka sudah

bergegas pergi ke pasar untuk menjual tempe yang

sudah dicetak dan dibungkus semalam. Ada 6 keran-

jang perharinya atau 25 kg kedelai yang mereka olah

dan dijual ke pasar simpang Medan kelayang, In-

dragiri Hulu, Riau

Sepulang dari pasar, sang suami di rumah su-

dah menyiapkan cetakan tempe dari daun. Nyaris tak

punya waktu untuk beristirahat, sang istri sudah

duduk pada posisinya siap untuk mencetak tempe. Se-

sekali anak lelakinya ikut membantu kalau sedang tak

kuliah atau aktif sebagai kader pemberdayaan di desa.

Begitulah setiap harinya, dagangan tempe ibu Jumiarti

sudah habis setiap harinya 6 keranjang atau bila dirupiahkan

setiap hari Rp 600.000 uang yang ia peroleh dan ia kelola kem-

bali. Kadang-kadang belum sampai siang hari ia sudah pulang

karena dagangannya cepat sekali habis.

“perharinya 25 kg kedelai yang dibuat jadi tempe. Syu-

kurlah, selalu habis di jual di pasar.” Ujar Jumiarti

Selain usaha pembuatan tempe, ibu ini juga membuat

tahu yang tidak kalah laresnya. Saying saat kami berkunjung ia

tidak sedang membuat. Biasanya bila ada tamu datang, ia tidak

sungkan menyertakan hidangan air tahu yang biasa dikonsumsi

ibu-ibu khususnya saat hamil. Rasanya tidak jauh berbeda den-

gan susu kedelai karena berbahan yang sama.

Ibu Jumiarti adalah salah seorang anggota kelompok SPP.

Ia sangat bersyukur bisa mendapatkan pinjaman yang bisa

menambah modalnya untuk membeli bahan baku tempe yakni

kedelai. Modal itulah yang terus menerus ia olah, keuntungannya

bisa untuk mengidupi keluarga. Maklum, suaminya sendiri tidak

bekerja apa-apa kecuali membantunya mengelola usaha tempe

ini. Walau kelihatan sederhana, ibu Jumiarti justru bisa menyeko-

lahkan anak bungsunya hingga selesai kuliah.

Walaupun usaha tempe ini cukup menjanjikan, sebab

usaha tempenya telah dikenal oleh langganannya, namun ia be-

lum berani meningkatkan produksi, dengan demikian ia bisa

menampung tenaga kerja yang lain. Mudah-mudahan kede-

pannya ibu Jumiarti bisa terfikirkan untuk mengembangkan

usaha, sehingga ada peningkatan taraf hidup, anggota SPP

Usaha tempe Penyambung Hidup

Ibu Jumiarti adalah salah seorang

anggota kelompok SPP. Ia san-

gat bersyukur bisa mendapatkan

pinjaman yang bisa menambah

modalnya untuk membeli bahan

baku tempe yakni kedelai. Modal

itulah yang terus menerus ia olah,

keuntungannya bisa untuk men-

gidupi keluarga. Suaminya

sendiri tidak bekerja lain, kecuali

membantunya mengelola usaha

tempe ini. Walau kelihatan seder-

hana, ibu Jumiarti justru bisa

menyekolahkan anak bungsunya

hingga selesai kuliah.

Page 30: Bingkai perempuan

Ketika Mereka Menemukan Asa

Betandang ke rumah Ibu Sri, sang pengrajin Pot

bunga dari bahan Batok kelapa, anda akan disambut den-

gan berbagai hiasan berbahan batok kelapa. Mulai pot

bunga, lampu hias, tempat buku, hingga meja. Semuanya

terbuat dari bahan batok kelapa yang dihaluskan dan

dipernis, hingga menghasilkan hiasan bernilai es-

tetika yang tinggi.

Sekarang ia sudah memiliki galeri untuk me-

mamerkan hasil kerajinannya ini. Halaman rumah-

nya ia sulap menjadi galeri sederhana tempat keraji-

nan itu ia pamerkan untuk diperjual belikan. Mak-

lum ia sangat kewalahan untuk menjualkannya se-

bab tidak selamanya ia harus menjualnya hingga

menunggu ada bajar di Kabupaten.

Banyak yang mendukungnya untuk berkreatifitas menjual

produk unggulan hiasan batok kelapa ini. Termasuk program

simpan pinjam perempuan atau SPP– PNPM Mandiri Perdesaan.

Melalui program itu dengan bergabung pada kelompok, Sri pun

mengajukan pinjaman untuk mengembangkan usaha. Perlahan

demi perlahan, pinjaman itu Sri kelola dengan baik, termasuk

usaha musiman membuat lempok durian.

Usaha Lempok Durian

Lempok durian sangat dikenal sebagai oleh-oleh khas

Riau, khususnya didapat dari Bengkalis. Sebab salah satu

penghasil durian adalah Kabupaten Bengkalis khususnya di ke-

camatan Bantan. Di Kecamatan Bantan ini akan terlihat masyara-

katnya memiliki kebun durian. Namun dikarenakan pada waktu

itu alat transportasi sangat terbatas untuk menjualkan hasil kebun

durian ini, sering sekali durian busuk percuma. Hingga akhirnya

terfikirlah untuk mengawetkannya menjadi lempok durian.

“Ada beberapa ibu-ibu di kampung ini yang mengelola

lempok durian, dan saya membelinya dan menjadi pengumpul

untuk dijual lagi ke pekanbaru.”Alhamdulillah, ibu-ibu disini

memiliki usaha lain dan bisa menambah penghasilan.”

Kedepannya mereka ingin, lempok durian khas bengkalis

ini bisa diproduksi lebih besar lagi dan bisa menjadi usaha

utama. Tentunya semua itu juga membutuhkan modal. Semoga !

Dari kerajinan batok kelapa hingga Lempok Durian

Ibu Sri harus berfikir keras mana kala

musim durian tiba. Artinya, hasil ke-

bun durian dibelakang rumahnya akan

dibayar murah oleh para pedagang.

Tidak mau demikian, akhirnya, durian

itu pun ia olah menjadi lempok durian

Ia pun mengordinir pemilik durian

lainnya untuk mengolah durian menjadi

lempok durian. Ibu Sri pun menjual-

nya hingga ke pekan baru.

Selain usaha musiman ini, Ibu Sri

pun memanfaatkan keahliannya

mengelola kulit batok menjadi hiasan

pot bunga.

Page 31: Bingkai perempuan

Ketika Mereka Menemukan Asa

Ibu Nur ‘Ainah adalah pedagang buah-buahan di Pasar Pulau Pa-

las dan juga berdagang di Pinggir jalan Propinsi Desa Pulau Palas

yang merupakan jalan lintas gerbang masuk ke Ke Ibu Kabupaten In-

dragiri Hilir yaitu Tembilahan. Mimpi Ibu Nur ‘Ainah ingin menunai-

kan Ibadah Haji ke Makkah mungkin akan terwujud setelah melihat

hasil usaha yang telah dikelolanya sejak beberapa tahun yang lalu.

Usaha Ibu Nur ‘Ainah pada awalnya adalah pedagang buah-

buahan dari hasil kebunnya sendiri, dan menjual hasil kebunnya tersebut di

sebuah rumah kecil yang kebetulan berada dipinggi r Jalan lintas Kecama-

tan. Rumah kecil tersebut pada awalnya di tempati oleh Ibu Nur’Ainah se-

bagai bentuk pinjam karena lahan tanah rumah tersebut adalah dari kebun

seorang masyarakat. Selama beberapa tahun Ibu memanfaatkan rumah ke-

bun tersebut untuk meningkatkan ekonomi keluarga melalui dagang buah-

buahan seperti Sawo, Manggis, Mangga, Kesturi, Rambutan, Nangka dan

lainnya sesuai musim buah-buahan yang terjadi. Kadangkala juga menjual

jengkol karena musimnya lagi banyak berbuah. Usaha dagang tersebut

hanya bisa mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga Bu Nur ‘Ainah ini, dan

ia ingin mengembangkan lagi usaha dan meningkatkan keuntungan yang

diperolehnya.

Upaya Ibu Nur ‘Ainah ini untuk meningkatkan keuntungannya tidak

sia- sia karena adanya pinjaman dari Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM- MPd) Kecamatan Tembilahan Hulu

yang diperuntukkan kepada kelompok Perempuan di Desa Pula u Palas.

Karena adanya peluang untuk mendapatkan pinjaman tersebut maka Ibu Nur

‘Ainah yang aktif dalam kelompok PKK di Desanya mencoba mengajak ang-

gota kelompok PKK untuk mengajukan proposal Pinjaman berupa Simpan

Pinjam khusus Perempuan (SPP) ke PNPM Mandiri Perdesaan dengan men-

gikuti Musyawarah Desa di kantor Desa Pulau Palas pada tahun 2008.

Syarat pengajuan proposal yang mudah serta tidak melalui proses yang lama

dana pinjaman bisa disalurkan ke Kelompok PKK yang diketuainya.

Sejak pinjaman pertama tersebut ibu Nur ‘Ainah sebagai ketua

kelompok PKK telah dapat mengembangkan usahanya serta meningkatkan

keuntungan yang diperoleh.

Dari pinjaman SPP yang telah diperoleh tersebut Ibu Nur’Ainah per-

nah juga menjadi penampung untuk petani pinang yang merupakan komoditi

lokal masyarakat desa Pulau Palas. Namun menurut karena harga pinang ini

yang kadang berubah-ubah membuat Ibu Nur’Ainah berhenti menjadi penam-

pung Pinang, dan meningkatkan penjualan Gula merah (produksi local) dan

penjualan telur Ayam Kampung yang dibelinya dari Sumatera Barat. Usaha

dagang buah tetap dilakukan karena ini merupakan usaha intinya namun

karena pengaruh musim maka kuantitasnya tidak bisa dipastikan. Ke-

untungan yang diperoleh Ibu Nur’Ainah dalam penjualan bisa menca-

pai 1 juta rupiah setiap minggunya dari berdagang di Pasar Pulau Pa-

las. Dari keuntungan dagangannya Ibu Nur’Ainah telah berhasil mem-

beli sebidang tanah serta membangun tempat usaha yang baru untuk

dagangannya di jalan Propinsi Desa Pulau Palas. Tanah itulah yang

nantinya dijual untuk mewujudkan mimpinya naik haji.

Alhamdulillah, Bisa Ke Mekkah

Perjalanan panjang Ibu

Nuainah sebagai pedagang

bisa menjadi contoh atas

kegigihan seorang perempuan

yang tak hanya membangkit-

kan ekonomi keluarganya,

tetapi juga untuk mewujudkan

mimpinya bertandang ke

rumah Allah. Jika ada ke-

mauan pasti ada jalan.

PNPM Mandiri Perdesaan

membantu mewujudkan mimpi

itu dengan kemudahan mem-

bantu permodalan..

Page 32: Bingkai perempuan

Membina Kelompok

Suatu kelompok SPP (Simpan Pinjam Perempuan) di Desa Belutu dengan jumlah ang-

gotanya 17 orang sampai saat ini telah mengakses dana PNPM Mandiri Perdesaan se-

bayak dua kali. Pinjaman pertama sebanyak 44.000.000 dan pinjaman ke dua nya

adalah 63.000.000,-. Kelompok ini pada awalnya berasal dari kelompok Wirid Yasinan dengan jumlah

anggota lebih kurang 100 orang, karena kelompok ini terlalu banyak anggotanya maka

kelompok ini di bagi menjadi 4 kelomok yaitu kelompok Angrek-1, kelompok angrek-

2, kelompok angrek-3 dan kelompok angrek-4, walaupun kelompok telah di pisah

menjadi 4 kelompok, kegiatan rutin wiridan tetap rutin dilaksanakan setiap minggu.

Disamping kegiatan rutin wiridan (wirid Yasin) kelompok juga melakukan kegiatan

simpan pinjam di Desa. Berawal dari kegiatan yasinan ini akhirnya kelompok dapat pinjaman dana me-

lalui PNPM MPd (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan).

Untuk tahap ini kelompok mendapatkan pinjaman yang ke dua sejumlah 63 juta den-

gan jasa pinjaman 13 % selama 12 Bulan. Jasa Pinjaman 13 % ini adalah jasa yang di

tetapkan dan disepakati pada forum MAD (Musyawarah Antar Desa) di Tingkat Ke-

camatan, kelompok mengembalikan pinjaman ke Unit Pengelola Kegiatan (UPK) di ke-

camatan selama 12 kali angsuran dengan Jasa 13 %. Ada kesepakatan di Kelompok An-

grek-1 ini di mana jasa pinjaman dalam kelompok adalah 20 % artinya ada kelebihan 7 %

jasa pinjaman di kelompok, selisihnya 7 % dari kesepakatan besar jasa pinjaman di UPK,

Kelompok menggunakan jasa yang 7 % untuk penambahan modal kelompok. Peruntukan jasa 7 % di sepakti sesame anggota untuk

- Penambahan Modal Kelompok untuk dapat di pinjamkan kepada anggota lainnya

- Trasportasi pengurus dalam mengembalikan pinjamannya ke UPK setiap Bulan

- Admistrasi Kelompok, - Pemenuhan kebutuhan anggota yang tiba-tiba mendadak membutuhkan dana seperti

sakit, butuh sekolah anak dan hal-hal lainnya di luar dugaan

- Untuk kesejeahteraan anggota kelompok.

Pengelolaan jasa pinjaman baru di mulai tahun ini dan kelompok pun bercita-cita

ingin menjadi kelompok lebih maju dan mandiri di desa Belutu, hingga anngota kelompok

Angrek-1 berharap dari pengembangan jasa yang 7 % ini mereka mendapatkan laba tahu-

nan hingga Sisa Hasil Usaha tahunan nanti akan di bagi kepada semua angota kelompk

Angrek-1 walaupun laba kelompok cuma mendapatkan sebotol sirup.

Sangat menarik perhatian ibu Khairun Nisa (dari NMC) mendengar ungkapan dari ketua

kelompok “ibu Melly Triana” kami sepakat untuk selalu mengembangkan kelompok ini

mudah-mudahan kelompok kita menjadi kelompok excuting hingga dapat mengelola pin-

jaman lebih banyak lagi dan dapat sedikit meningkatkan kesejahteraan anggota. Ada beberapa bentuk administrasi di kelompok yang di sampaikan oleh bu Melly

Triana kepada ibu Khoiru Nisa dari NMC yang saat itu melakukan kunjungan dalam

rangka supervise World Bank ke Riau, satu diantara desa yang di kunjungi di Kecamatan

Kandis Kabupaten Siak adalah Kelompok Angrek-1 di Desa Belutu. Administrasi di

kelompok yang di sampaikan itu adalah:

1. Buku Kas Anggota, 2. Buku Anggota, identitas anggota

3. Buku Pinjaman Aggota

4. Buku Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib Anggota

5. SOP Kelompok

6. Struktur Organisasi kelompok

Begitu ketua kelompok (ibu Melly Triani) mengeluarkan dan menunjukkan be-

berapa bentuk administrasi kelompok ketua UPK Tidora Aritonang tersenyum “ini lah

bentuk upaya yang kami lakukan (UPK) setiap saat agar kelompok mandiri”.

Laba Sebotol Sirup

Banyak cara untuk men-

ghidupkan kelompok, termasuk

dengan cara simpan pinjam.

Dari hasil jasa simpan pin-

jam anggota kelomok ini, se-

lain bisa menghidupkan or-

ganisasi, anggota kelompok

juga bisa mendapatkan laba,

walaupun labanya hanya se-

botol sirup, yang diterima

anggota pada setiap tahun-

nya. Tetapi kebersamaan

kelompok ini dalam menguat-

kan ekonomi keluarga cukup

memiliki berkah bagi mereka

Page 33: Bingkai perempuan

Ketika Mereka Menemukan Asa

Sejak tahun 2004 ketika pada saat itu program yang ada di

Kecamatan Kuantan Tengah masih bernama PPK (Program Pengembangan

Kecamatan) berdirilah UPK (Unit Pengelola Kegiatan) di Kecamatan Kuantan

Tengah yang terdiri dari 3 orang dengan posisi ketua, bendahara dan

sekretaris, di awal-awal terbentuknya UPK tidak terlihat aktivitas yang

menonjol dari rutinitas kantor pada saat itu, dengan berjalannya waktu dan

semakin meningkatnya kapasitas kinerja anggota UPK NAROSA, mengingat

pengalaman dan kinerja yang baik dari UPK maka disitulah keanggotaannya

tetap dipertahankan oleh Masayarakat melalui setiap evaluasi kinerja UPK

yang selalu di bahas pada forum MAD dan tepatnya pada tahun 2008 terjadi

transisi PPK menjadi suatu Program yang bernama PNPM MPd dan banyak

terjadi perubahan sistem pelaksanaan antara progaram PPK dengan PNPM

MPd seperti terdapatnya pembagian alokasi dana BLM dengan ketentuan

Maximal 25% dari alokasi dana yang di kucurkan ke Kecamatan diperuntukan

bagi kelompok Simpan Pinjam Khusus Perempuan.

Disitulah kinerja yang ulet dibutuhkan untuk mengelolah simpan

pinjam yang diperuntukan untuk kaum perempuan ini. Adapun tujuan dari

SPP ini adalah untuk meningkatkan tarap hidup RTM (Rumah Tangga

Miskin) dimana dengan adanya kucuran dana yang dengan bunga yang relatif

rendah dan mudah diakses dengan artian hanya dengan bermodalkan KTP

kelompok Perempuan sudah dapat memperoleh pinjaman untuk menambah

pendapatan rumah tangga dan tidak lagi bergantung kepada Suaminya.

Setelah bulan berganti tahun produktifitas UPK Narosa cukup gemilang,

tepatnya sekarang pada tahun 2014 ini jumlah pinjaman di kelompok

perempuan di Kecamatan Kuantan Tengah telah mencapai Rp 4 Milyar lebih

nah,, dari dana yang beredar sebanyak itu UPK sekarang sudah medapatkan

hasilnya, dimana dari jasa pinjaman dapat dijadikan insentif ditambah dari 2

% operasional, dengan dana yang sekian besar otomatis kegiatan di UPK

semakin meningkat untuk mengimbangi aktifitas dan prokduktifitas akhirnya

anggota UPK Narosa menambah anggotanya yaitu sebagai kasir ditambah lagi

Pendamping Lokal Khusus SPP yang berfungsi membantu UPK

mengidentifikasi kelompok, salah seorang anggota UPK berkata kalau dulu

aktifitas di kantor UPK sangat minim dan kami hanya mendapatkan insentif

sebesar Rp 300 Rb/bulan kenangnnya.

Tapi berkat kerja keras dan komitmen membangun dan

mensejahterahkan masyarakatlah yang menjadikan kami kuat seperti ini

ucapnya, itulah yang menjadikan penulis jadi bangga sebagai FK yang

Melihat UPK mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pembangunan

masyarakat, saat ini insentif yang di dapat oleh anggota UPK telah mencapai

Rp 3.200.000/bulan dan lebih hebatnya lagi UPK Narosa sudah

mengalokasikan dana dari hasil jasa SPP untuk pembangunan Kantor

tersendiri yang sekarang kantor Narosa masih menumpang pada salah satu

ruangan di Kantor Camat Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi,

Provinsi Riau. Sebab ruangan yang ada dikantor UPK sekarang telah over

kapasitas dokumen dan arsip tidak tertampung lagi. Hasil yang didapat oleh

UPK Narosa saat ini bukan tidak melalui rintangan yang berarti, dimana

sering terjadi penyelewengan dana oleh ketua kelompok atau tunggakan kredit

oleh anggota kelompok, tapi tidak akan suatu usaha tanpa kendala,

alhamdulillah semua ada jalan keluarnya. Harapan kedepan Semua berjalan

dengan lancar serta perlu adanya dukungan yang kaut dari pelaku-pelaku di

tingkat Kecamatan dan partisifasi aktif dari setiap golongan masyarakat.

UPK Narosa

Perjalanan panjang Ibu

Nuainah sebagai pedagang

bisa menjadi contoh atas

kegigihan seorang perempuan

yang tak hanya membangkit-

kan ekonomi keluarganya,

tetapi juga untuk mewujudkan

mimpinya bertandang ke

rumah Allah. Jika ada ke-

mauan pasti ada jalan.

PNPM Mandiri Perdesaan

membantu mewujudkan mimpi

itu dengan kemudahan mem-

bantu permodalan..

Page 34: Bingkai perempuan

Ketika Mereka Menemukan Asa Kedelai rebus, pake ragi, lantas

dibungkus, apa lagi namanya kalau bu-

kan tempe. Yah, makanan khas mengin-

donesia asal jawa ini memang menjadi

santapan sehari-hari buat lauk, bahkan

mulai asyik dimakan buat cemilan.

Nah, tahukah Anda bila tempe gurih dan

enak dimakan itu diproduksi oleh seo-

rang bersuku jawa yang tinggal di pe-

mukiman transmigrasi di provinsi Riau.

Salah seorang sang pengrajin tempe itu

bahkan terhitung sebagai keluarga prase-

jahtera, dan juga si ibu tunggal atau

janda yang bisa menghidupi keluarga

bahkan ada juga yang berkontribusi buat

menguliahkan anak-anaknya. Dan kisah

pertarungan hidup ini kami dapati di

sebuah kampung ekstansmigrasi provinsi

Riau bernama desa pasir intan, kecama-

tan bangun purba, kabupaten Rokan

hulu.

Untuk menuju ke desa pasir intan ini saja dibutuhkan nyali dan semangat perubahan. Jarak

dari kecamatan bangun purba menuju desa pasir putih sekitar 10 km dengan jalan tanah

liat bercampur kerikil batu dan tak beraspal, yang akan licin bila hujan deras dan berdebu

saat musim panas.

Meski harga kedelai setelah masuk ke desa mereka harganya menjadi naik Rp 500/ kg

dari harga pasaran di kota. Atau naik menjadi Rp 25.000 untuk setiap pergoni ukuran 50

kg. Banyak pengrajin tempe di kampung ini, umumnya para kaum ibu. Ada yang dijual

hanya dikonsumsi untuk warga kampung, ada yang dijual untuk jajanan gorengan, bahkan

menjadi kerupuk tempe.

____

Mereka adalah ibu Sukati dan aminah. Mereka ini termasuk anggota kelompok binaan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandirri perdesaan(PNPM-MPd) sejak

tahun 2007 dalam program Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Usaha mereka ini menda-

pat perhatian dan kemudian mendapat bantuan pemodalan. Setiap harinya mereka mem-

produksi tempe 10 kg. Usaha tempe ini hanyalah usaha keluarga, yang dikerjakan oleh

anggota keluarga, dari memproduksi hingga memasarkan. Karena yang diproduksi juga

tidak banyak, maka mereka hanya memasarkan di wilayah kampung mereka saja.

Saya nggak ngerti untung, yang penting tempe diolah, dijual dan masih bisa beli bahan

lagi sama nyimpen cicilan bayar pinjaman. Yah untungnya bisa makan dari situ.” Ujar si

ibu dengan dialeg jawanya yang masih kental yang saat ini berusia lebih dari 50 tahun ini

Hal yang sama juga diungkapkan Sukati. Si pembuat tempe ini bahkan sudah melakoni

sebagai pengrajin tempe ini sejak pertama kali menjadi trans ke Riau.

“Dulu , selain sebagai pengrajin tempe, saya jual tempe digendong dan dijajahkan dari

rumah ke rumah, sekarang tinggal diantar ke kedai saja. Bahkan terkadang ada juga yang

pesan langsung, misalnya untuk pesta atau kebutuhan kendurian.”

Ia mengaku, dari usaha pengrajin tempe rumahan ini, ia bisa menyekolahkan anaknya,

bahkan 4 orang anaknya ini 3 diantaranya sudah kuliah. Ia sendiri nggak mengerti cara

mengelola keuangan, tapi yang pasti cukup buat makan dan menyekolahkan anaknya,

meski sudah ditinggal suami sejak anak masih kecil. Ia hanya punya sepetak tanah tana-

man sawit dan karet, yang jatah lahannya pun sama dengan rekan2 trans yang lain. Tapi

tekatnya menyekolahkan anak patut diacungi jempol.

“Anak saya jangan bodoh kayak saya yang ndak pernah sekolah.” Ucapnya berulang-

ulang.

Suyana, , ketua kelompok mengaku, anggota – anggota kelompoknya ini terma-

suk yang paling taat mengembalikan pinjaman SPP, itu sebabnya setiap tahun mendapat

pinjaman kembali. Di kelompoknya saja ada 3 pengrajin tempe yang mampu menghidupi

keluarga. Mereka sangat merasakan manfaat Simpan pinjam perempuan SPP Pnpm

mandiri perdesaan ini, karena bisa membantu perekonomian keluarga.

Desa pasir intan , kecamatan

Bangun Purba, Rokan Hulu,

adalah desa eks trans jawa.

Sebagian besar perempuan di

sana masih mengandalkan

pencaharian pembuatan tempe.

Alhamdulillah, meski sebagai

single parent, mereka masih

bisa tetap menyekolahkan anak

-anaknya.

Page 35: Bingkai perempuan

Galery

Sabun cair dari kecamatan Reteh- In-

Kios Suliyem-Kel. SPP Kenanga Desa Karya Tunas Jaya Kec. Tempuling INHIL-RIAU

Berdiri : 20 Februari 2012

Peyek Tulang Ikan Lele, oleh Kel. SPP Kec. Ujung Batu Rokan Hulu

Usaha Bakso, anggota kelompok SPP dari Pangkalan Kuras, . Pelalawan

Pelatihan Sulam pita, anggota kel. SPP dari Kec. Siak Hulu, Kampar

Pembinaan kelompok di kec. Tambusai Utara, Rohul

Page 36: Bingkai perempuan

Galery

Page 37: Bingkai perempuan