POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

81
POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan Platform Partai Keadilan Sejahtera pada Pemilu 2009) Skripsi diajukan untuk Persyaratan dalam menyelesaikan Program Strata 1 Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Oleh : Muhammad Alatas NIM : 104033201135 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010

Transcript of POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Page 1: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan Platform Partai Keadilan Sejahtera

pada Pemilu 2009)

Skripsi diajukan untuk Persyaratan dalam menyelesaikan Program Strata 1

Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh :

Muhammad Alatas NIM : 104033201135

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010

Page 2: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

KATA PENGANTAR

Assamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya Penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga Penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir akademis pada jurusan

Pemikiran Politik Islam, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat teriring salam selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW

yang telah memberikan cahaya kebenaran dan petunjuk kepada umat manusia

dengan akhlak dan budi pekertinya menuju peradaban yang lebih baik, serta para

keluarga dan sahabatnya.

Pada akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Politik

Aliran Dalam Pemilu 2009 (Studi atas Perubahan Platform Partai Keadilan

Sejahtera Pada Pemilu 2009) pada saat yang tepat. Hal ini tidak lepas dari

bantuan semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini. Sudilah kiranya

Penulis memberikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua

tercinta yaitu Al-Walid Al-Habib Umar bin Al-Habib Muhammad Al-Athas (Aba)

dan Assyarifah Zahra binti Al-Habib Mukhsin Al-Athas (Umi) yang dalam proses

penyusunan Skripsi ini Aba dan Umi telah dipanggil oleh Allah SWT Ke

Rahmatullah. Semoga rahmat dan kasih sayang Allah selalu menyertai mereka

berdua. Amin. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada kakak-kakak,

Hamid Al-Athas, Lc., Ustadzah Hikmah Al-Athas, S. Pd., Al-Habib Hasan bin

i

Page 3: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Umar Al-Athas, Nur Jehan Al-Athas, S. Ag., Intan Al-Athas, Anisah Alatas, S.

Pd., Gamar Al-Athas, Al-Habib Shaleh bin Umar Al-Athas, Salim bin Umar Al-

Athas, S. Sos., M. Si., dr. Sofia Al-Athas dan seluruh kakak ipar tercinta, semoga

Allah menganugerahi kasih dan sayang-Nya kepada kakak-kakak sekalian.

Selanjutnya Penulis meminta maaf dan mengucapkan terima kasih,

permintaan maaf Penulis sampaikan karena skripsi ini jauh dari kesempurnaan

dan ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah

membantu dan mendukung skripsi ini, antara lain:

1. Prof. Dr. Bahtiar Effendy, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial &

Ilmu Politik, Dr. Hendro Prasetyo, MA., selaku Wakil Dekan Fakultas

Ilmu Sosial Ilmu Politik, Drs. Idris Thaha, M. Si., Dra. Hj. Wiwi Siti

Sajaroh, M. Ag., selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu

Sosial & Ilmu Politik, M. Zaki Mubarok, M. Si., selaku Sekretaris

Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik. Penulis

haturkan rasa hormat dan terima kasih serta do’a Penulis agar Allah SWT

kiranya menganugerahi kasih dan sayang-Nya kepada Bapak dan Ibu.

2. Dra. Haniah Hanafie, M. Si., selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing dan memberikan motivasi, sehingga skripsi ini menjadi lebih

baik. Penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih serta do’a Penulis agar

Allah SWT kiranya menganugerahi kasih dan sayang-Nya kepada Ibu dan

keluarga.

3. Seluruh Guru dan Dosen-dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah mengajar dan mendidik Penulis. Penulis haturkan rasa hormat dan

ii

Page 4: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

terima kasih serta do’a Penulis agar Allah SWT kiranya menganugerahi

kasih dan sayang-Nya kepada Bapak dan Ibu.

4. Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat dan Pusat Informasi PT. Kompas Gramedia.

Terima kasih atas pinjaman buku dan referensinya.

5. Teman-teman Program Studi Pemikiran Politik Islam Angkatan 2003,

Angkatan 2004, Angkatan 2005.

6. Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Tama Jagakarsa Jakarta.

7. Sahabat-sahabatku, Ustadz H. Muhammad Arfan & MT. Asshofa,

Muhammad Syarif, Galeh Subroto & Teman-teman Paskibra-24 Jakarta.

8. Special tahnks for Kakak tercinta Hasan Al-Athas beserta istri (Fatimah

binti Zein Al-kaff) yang telah memberikan support dan perhatiannya

selama proses penulisan skripsi ini.

9. Special tahnks for Kakak tercinta Salim Al-Athas, S. Sos., M. Si., yang

telah memberikan support dan perhatiannya selama proses penulisan

skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh

pihak yang terkait, lembaga maupun perorangan, yang tidak dapat Penulis

sebutkan satu persatu yang secara langsung atau tidak langsung telah memberikan

semangat dan membantu Penulis dalam kuliah dan penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalasnya. Amin.

iii

Page 5: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Penulis Sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan yang

perlu disempurnakan, untuk itu dengan segala kerendahan hati Penulis

mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Ciputat, April 2010

Penulis

iv

Page 6: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………….. i

Daftar Isi …………………………………………………………... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masasalah ………..………......... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................. 9

C. Metodologi Penelitian ......................................... 10

D. Tujuan Penelitian ................................................. 10

E. Sistematika Penulisan ......................................... 11

BAB II LANDASAN TEORI

A. Politik Aliran ....................................................... 13

B. Islam Tradisionalis .............................................. 20

C. Islam Modernis .................................................... 23

BAB III BIOGRAFI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

A. Sejarah Perkembangan Partai Keadilan Sejahtera .. 27

B. Tokoh-tokoh PKS ................................................... 35

C. Paradigma dan Ideologi PKS ................................. 37

v

Page 7: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

vi

BAB IV PERUBAHAN DAN IMPLIKASI PLATFORM PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

A. Politik Aliran dalam Pemilu 2009 ………………. 48

B. Perubahan Platform Partai Keadilan Sejahtera ..... 53

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Platform Partai Keadilan Sejahtera … 61 D. Implikasi Perubahan Platform PKS pada Pemilu 2009 64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………….. 69

B. Saran ....................................................................... 68

Daftar Pustaka ………………………………………………………... 72

Lampiran ............................................................................................... 75

Page 8: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Partai Keadilan Sejahtera (PK-Sejahtera) merupakan pelanjut perjuangan

Partai Keadilan (PK) yang dalam pemilu 1999 lalu meraih 1,4 juta suara (7 kursi

DPR, 26 kursi DPRD Propinsi dan 163 kursi DPRD Kota/Kabupaten)1. Pada 20 Juli

1998 PKS berdiri dengan nama awal Partai Keadilan (disingkat PK) dalam sebuah

konferensi pers di Aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Presiden (ketua)

partai ini adalah Nurmahmudi Isma'il.

Pada 20 Oktober 1999 PK menerima tawaran kursi kementerian Kehutanan

dan Perkebunan (Hutbun) dalam kabinet pemerintahan KH Abdurrahman Wahid, dan

menunjuk Nurmahmudi Isma'il (saat itu presiden partai) sebagai calon menteri.

Nurmahmudi kemudian mengundurkan diri sebagai presiden partai dan digantikan

oleh Hidayat Nur Wahid yang terpilih pada 21 Mei 2000. Pada 3 Agustus 2000

Delapan partai Islam (PPP, PBB, PK, Masyumi, PKU, PNU, PUI, PSII 1905)

menggelar acara sarasehan dan silaturahmi partai-partai Islam di Masjid Al Azhar dan

meminta Piagam Jakarta masuk dalam Amandemen UUD 1945.

Akibat UU Pemilu Nomor 3 Tahun 1999 tentang syarat berlakunya batas

minimum keikut sertaan parpol pada pemilu selanjutnya (electoral threshold) dua

1 Navis, ”Sejarah PK Sejahtera,” artikel diakses tanggal 21 Januari 2010, dari http://www.pk-

sejahtera.org/v2/index.php?op=rub&idrub=1105&sel=0,

1

Page 9: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

persen, maka PK harus merubah namanya untuk dapat ikut kembali di Pemilu

berikutnya. Pada 2 Juli 2003, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyelesaikan seluruh

proses verifikasi Departemen Kehakiman dan HAM (Depkehham) di tingkat Dewan

Pimpinan Wilayah (setingkat Propinsi) dan Dewan Pimpinan Daerah (setingkat

Kabupaten/Kota). Sehari kemudian, PK bergabung dengan PKS dan dengan

penggabungan ini, seluruh hak milik PK menjadi milik PKS, termasuk anggota

dewan dan para kadernya. Dengan penggabungan ini maka PK (Partai Keadilan)

resmi berubah nama menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera).

Setelah Pemilu 2004, Hidayat Nur Wahid (Presiden PKS yang sedang

menjabat) kemudian terpilih sebagai ketua MPR masa bakti 2004-2009 dan

mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden PK Sejahtera. Pada Sidang

Majelis Syuro I PKS pada 26 - 29 Mei 2005 di Jakarta, Tifatul Sembiring terpilih

menjadi Presiden PK Sejahtera periode 2005-2010.

R. William Liddle, seorang guru besar di Departemen Ilmu Politik Ohio State

University, dalam bukunya Revolusi dari Luar; Demokatisasi di Indonesia (2005),

menyatakan bahwa pada pemilu 1999 dan 2004, telah terjadi pertarungan ideologi

yang kemudian menjelma dengan kekuatan politik. PKS adalah salah satu partai yang

muncul dari ideologi Islam modernis yang dianut oleh para elit-elit partai, dan

menjadikan ideologi ini sebagai ikon untuk mobilisasi dan maksimalisasi suara..

Inilah kemudian yang membuat sebagian orang menyebut PKS juga partai-partai lain

yang mengandalkan religio-ideological cleavages sebagai ikon untuk mobilisasi dan

maksimalisasi suara dengan sebutan “politik aliran”.

2

Page 10: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Konsep aliran pertama kali diciptakan oleh antropolog Clifford Geertz dalam

tulisan The Javanese Village (1959), untuk menggambarkan struktur sosial dan

politik desa di daerah Jawa pada awal zaman kemerdekaan. Dua tahun (1952-1954)

Geertz tinggal di Pare Jawa Timur, sebelum dia akhirnya mengenalkan konsep ini

kepada dunia ilmiah2.

Pola pembentukan aliran dalam politik Indonesia merupakan ekses dari

pengaruh politik etis kolonial Belanda3. Penelitian Geertz4 bahkan mengamati bahwa

kebijakan agraria pemerintah Belanda, khusunya apa yang dinamakan Cultuur Stelsel,

sistem pertanian tanam paksa, berusaha melindungi atau melestarikan struktur sosial

dan politik tradisional orang Jawa. Penjajah Belanda juga berusaha untuk mengisolasi

masyarakat Jawa dari dunia luar, atau dalam bahasa Geertz “hasil pertanian Jawa,

tetapi bukan rakyatnya, mau dimasukkkan ke dunia modern”.

Yang dimaksud dengan politik aliran adalah kelompok sosio-budaya yang

menjelma sebagai organisasi politik. Pada tahun 1950-an, Clifford Geertz

menemukan empat aliran besar dalam masyarakat Jawa yaitu : PNI yang mewakili

golongan priyayi, PKI yang mewakili golongan abangan, Masyumi sebagai wakil dari

santri modernis, serta NU yang merupakan wakil santri tradisionalis. Dengan

demikian pembentukan partai politik pada awal kemerdekaan mengikuti garis-garis

2 R. William Liddle. Revolusi dari Luar: Demokratisasi di indonesia (Jakarta: Nalar, 2005), h.

105. 3 Daniel S. Lev. Partai-partai Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Parlementer (1950-

1957) Dan Demokrasi Terpimpin (1957-1965). Dalam Ichlasul Amal. Teori-teori Mutakhir partai Politik (Tiara Wacvana Yogya, 1996), h. 131.

4 R. William Liddle. Revolusi dari Luar: Demokratisasi di Indonesia, h. 106.

3

Page 11: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

pengelompokkan yang sudah ada, baik menurut kelompok-kelompok suku bangsa,

etnik ataupun agama dan kepercayaan5.

Dari berbagai aliran pemikiran itu, nampaknya partai politik Islam

memainkan peranan yang cukup penting pada masa kemerdekaan dan masa

demokrasi parlementer. Pada masa kemerdekaan, Masyumi, misalnya, pandai dalam

melihat suasa politik. Ia tak segan-segan berkoalisi dengan partai sekuler dalam suatu

kabinet. Atau, ketika koalisi tidak terjadi, beberapa orang masyumi tetap menjadi

anggota kabinet meski mengatasnamakan pribadi. Ini seperti yang terjadi pada

kabinet Syahrir I, II dan III beberapa orang Masyumi masih dipercaya untuk menjadi

menteri6.

Pada masa orde baru pola aliran tercermin dalam politik elektoral saat

Soeharto memaksakan semua partai santri bergabung kedalam Partai Persatuan

Pembangunan (PPP), dan semua partai priyayi, abangan, dan non-Islam berdifusi

menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pasca orde baru realitas politik yang

didasarkan pada aliran bukan berangsur hilang, melainkan sebaliknya kian menonjol.

R. William Liddle, guru besar di Departemen Ilmu Politik Ohio State University,

dalam bukunya Revolusi dari Luar; Demokatisasi di Indonesia (2005) menyatakan

bahwa pola aliran masih berlaku, dan dalam pemilu 1999 semua partai yang meraih

5 Daniel S. Lev Partai-partai Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Parlementer (1950-

1957) Dan Demokrasi Terpimpin (1957-1965). Dalam Ichlasul Amal. Teori-teori Mutakhir partai Politik, h. 132.

6 Ulfi Fauzi. “Konflik Politik Islam; Studi Kasus hubungan Masyumi dan NU pada Masa Sebelum dan Sesudah Demokrasi Terpimpin (1950-1956),” (Skripsi S1 Jurusan Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuludin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 2.

4

Page 12: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

suara terbanyak, kecuali Golkar merupakan perwujudan baru dari sistem aliran yang

dilukiskan oleh Geertz.

PDI-P merupakan kelanjutan secara organisatoris dan ideologis dengan PNI

yang diciptakan Soekarno. Begitu juga dengan PKB, yang merupakan kelanjutan dari

partai politik NU. Kita juga bisa mengaitkan, secara lebih longgar, antara PAN

melalui Muhamadiyah (sebagai santri modernis) dengan Masyumi. PPP juga tidak

bisa dilepaskan dari masa lalunya dengan NU ketika pada 1971 bersama partai-partai

santri, berdifusi menjadi PPP.

Sejarah terulang kembali dalam pemilu 2004. Ketika politik aliran mulai

menemukan bentuknya lewat kemenangan partai-partai yang mengikuti pola aliran

yang dirumuskan Geertz pada 1950-an, dengan beberapa pengecualian, yaitu

suksesnya Partai Demokrat meraih sekitar 7,5 % suara meski afiliasi alirannya samar-

samar.

Dalam konteks demikian penulis melihat bahwa politik aliran tengah bekerja

di dalam kehidupan politik kita dewasa ini. Ia berperan sebagai instrumen untuk

mobilisasi dan maksimalisasi dukungan7.

Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya ketika setiap partai mlekatkan

dirinya pada ideologi ataupun aliran. Pada pemilu 2009 kita dapat mengamati bahwa

partai-partai politik telah mencanangkan keterbukaan partai mereka. Dalam artian

7 Bahtiar Effendy. Repolitisasi Islam: Pernahkah Islam Berhenti Berpolitik?. (Bandung: Mizan,

2000), h. 202.

5

Page 13: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

mereka mencari dukungan dari semua warga negara Indonesia, tanpa memandang

agama, ideologi, ataupun etnis.

Begitu pula dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang

selama ini dicitrakan sebagai partai ideologis yang berafiliasi kepada golongan

abangan yang mulai merapat kepada kelompok-kelompok muslim. Salah satunya

dengan membentuk Baitul Muslimin Indonesia yang merupakan organisasi sayap

PDI-P yang didirikan untuk mendulang suara dari kelompok muslim. Disamping itu,

Hidayat Nur Wahid, seorang yang memiliki basis massa muslim yang kuat, menjadi

kandidat calon wakil presiden mendampingi Megawati dan menurut polling Pusat

Kebijakan dan Pembangunan Strategies (Desember 2008) pasangan Mega-Hidayat

menembus angka 40,21 %.

Kedekatan PDI-P dengan kelompok muslim ini sungguh diluar dugaan,

mengingat pada tahun 1999 sempat terjadi ketegangan antara parpol-parpol Islam

dengan PDI-P, ditambah lagi dengan seruan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan

ormas-ormas Islam untuk tidak memilih PDI-P yang menampilkan banyak caleg non-

muslim. Oleh banyak kalangan ketegangan antara parpol dan ormas Islam disatu sisi

dengan PDI-P pada sisi lainnya seringkali digambarkan sebagai ketegangan antara

kelompok santri dan abangan.

Demikian halnya dengan partai-partai lain yang mulai menyadari bahwa

dalam konteks masyarakat majemuk seperti Indonesia, tampak ganjil jika hanya

mengandalkan religio-ideological cleavages sebagai ikon untuk mobilisasi dan

maksimalisasi suara. Karena dengan membuka diri, setiap partai dapat meraih

6

Page 14: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

dukungan sebanyak mungkin dari beragam entitas, ras, agama dan golongan agar bisa

memerintah negeri ini.

Partai Keadilan Sejahtera adalah salah satu partai yang dilahirkan oleh rahim

reformasi 1998. Awalnya, partai ini menjadikan Islam sebagai platform dan

menjadikan penegakan syariat Islam sebagai tujuan partai dan bersama-sama partai

Islam lain berjuang untuk mengembalikan tujuh kata dalam piagam Jakarta.8 Dengan

mengikuti pola aliran Geertz, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berfiliasi kepada

santri modernis9.

Dalam rangka pencapaian target 20 % suara dalam pemilu 2009 mulai

mengubah citra sebagai partai terbuka bagi semua kalangan, termasuk menerima

pencalonan anggota legislatif dari kalangan non-muslim. Cara lain yang dilakukan

PKS untuk merubah citra sebagai muslim eksklusif, dengan melakukan political

marketing untuk merekayasa citra sebagai partai terbuka. Salah satunya iklan politik

yang ditayangkan di stasiun televisi swasta nasional 9-11 November 2008, yang

menampilkan delapan tokoh nasional dengan afiliasi aliran serta ideologi yang

berbeda; KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Jenderal Soedirman, Bung

Tomo, Sukarno, Muhammad Natsir, dan Soeharto.

Anis Matta, Sekjen PKS10, mengatakan bahwa era politik aliran di Indonesia

dinilai sudah berakhir. Konstituen dalam Pemilu 2009 diprediksi akan lebih

8 Saiful Mujani. Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan partisipasi Politik di Indonesia

Pasca –Ordebaru (Jakarta : Gramedia, 2007), h. 71-72. 9 R. William Liddle. Revolusi dari Luar: Demokratisasi diIndonesia, h. 106. 10 Anis Matta, “Era Politik Aliran Sudah Berakhir,” artikel diakses tanggal 26 Januari 2010, dari

http://www.pk-sejahtera.org/v2/index.php?op=isi&id=6757.

7

Page 15: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

terpengaruh pada kinerja kader dan kredibilitas partai, ketimbang karena sentimen

agama atau kelompok tertentu. Uniknya pernyataan ini disampaikan Sekretaris dalam

acara temu muka Tim Delapan PKS dengan sejumlah tokoh nonmuslim Makassar di

Hotel Clarion, Makassar. Oleh karena itu, menurut Anis, PKS berhasrat merangkul

semua suku maupun agama yang ada di Indonesia untuk memenuhi target perolehan

suara 20 persen dalam Pemilu 2009. Saat ini sudah waktunya bagi PKS untuk

membuka diri, mengusung isu kemanusiaan tanpa dominasi agama. Selain itu, agenda

PKS untuk mengusung isu kemanusiaan tanpa sekat apapun dalam persatuan bangsa

adalah dengan menghapuskan anggapan awam bahwa partai selalu berorientasi

tempat, tokoh, dan warna.

Meski pada awalnya PKS ingin mencoba bermanuver dengan strategi lintas

ideologi, tetapi dukungan terhadap PKS masih cenderung didominasi oleh kader-

kader militannya. PKS tidak mampu menembus lintas batas ideologis politik aliran,

dan kurang berhasil menyedot swing voters dan pemilih rasional. Ini terbukti dengan

suara PKS yang relative stabil (stagnan) pada pemilu 2009 lalu11.

Skripsi ini membahas pola aliran yang terjadi pada pemilu 2009 dengan

menjadikan Partai Keadilan Sejahtera sebagai sampel. Pemilihan Partai Keadilan

sejahtera didasarkan atas konsistensinya memmperjuangkan syariat Islam dan

aktifitas dakwah yang dilakukan melalui partai politik. Tulisan ini juga relevan untuk

melihat ketegangan-ketegangan yang terjadi antara (meminjam istilah Geertz) santri

11 Moch. Nurhasim, ”Hasil Pemilu 2009 dan Perubahan Peta Politik,” artikel diakses tanggal 26

Januari 2010, dari http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/42-hasil-pemilu-2009-dan-perubahan-peta-politik.

8

Page 16: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

modernis dan tradisional. Dengan melihat pola-pola aliran yang terjadi pada partai-

partai Islam, kita juga akan melihat peta-peta politik umat Islam pada pemilu 2009.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Tulisan ini secara spesifik ingin mendeskripsikan tentang dinamika politik

Islam Indonesia yang terjadi pada pemilihan umum (pemilu) 2009. Mengingat,

bahwa Sejak digulirkannya reformasi 1998 seolah membuka kembali lembaran

sejarah tentang pola aliran yang terbentuk pada awal-awal kemerdekaan. Berbeda

dengan dua pemilu sebelumnya, dimana nuansa aliran sangat kental terasa, pada

pemilu 2009 mulai timbulnya kesadaran setiap partai politik bahwa dalam konteks

masyarakat majemuk seperti Indonesia, tampak ganjil jika hanya mengandalkan

religio-ideological cleavages sebagai ikon untuk mobilisasi dan maksimalisasi suara.

Karena dengan membuka diri, setiap partai dapat meraih dukungan sebanyak

mungkin dari beragam entitas, ras, agama dan golongan agar bisa memerintah negeri

ini. Dan tulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran yang lebih komprehensif dari

pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan sebagai berikut :

Mengapa terjadi Perubahan pada platform Partai Keadilan Sejahtera dalam Pemilu

2009?

9

Page 17: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

C. Metodologi Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian

kualitatif dengan melakukan penelusuran literatur yang berbentuk buku, makalah,

surat kabar, artikel-artikel yang terkait dengan tulisan yang dibahas pada skripsi ini.

Untuk melengkapi bahan tulisan ini secara komprehensif, penulis melakukan

wawancara mendalam (depth interview), dengan tehnik yang dipergunakan adalah

Purposive Sampling12 yaitu sampel dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan

tertentu, sedangkan pertimbangan yang diambil itu berdasarkan tujuan penelitian.

Dan sebagai narasumbernya ialah anggota Majelis Pertimbangan Partai (MPP) dan

Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera dan juga salah satu pendiri Partai Keadilan

Sejahtera.

Semua data-data, baik literatur ataupun hasil wawancara, kemudian

dianalisis secara deskriptif.

Sebagai referensi pedoman penulisan ini, penulis menggunakan buku

terbitan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta “Pedoman Penulisan

Skripsi, Tesis dan Disertasi” dan buku pedoman akademik tahun 2003/2004 Fakultas

Ushuludin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

12 Masri Singarimbun dan Sofyan Effendy, Metode Penelitian Survey (Jakarta: LP3iS, 1983 Cet.

Ke-3. h. 122

10

Page 18: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Secara umum penelitian ini bertujuan melihat pola politik aliran yang

terjadi pada pemilu 2009; studi atas perubahan Platform Partai Keadilan

Sejahtera pada Pemilu 2009.

2. Manfaat

Untuk memperluas khazanah keilmuan ilmu politik khususnya bagi Penulis

dan Mahasiswa Ilmu Politik pada umunya.

E. Sisematika Penulisan

Guna memudahkan pembahasan dan penulisan serta lebih sisematis, maka

penulis menyususun skripsi ini menjadi lima bab, yaitu :

Bab I : Pendahuluan, merupakan gambaran umum tentang latar belakang

masalah

Bab II : Menjelaskan definisi operasional “politik aliran”. Dalam bab ini juga

diuraikan perkembangan partai politik Islam, serta pola pemikiran

Islam tradisionalis dan dan modernis, dua tipologi pemikiran Islam

ini merupakan entry point terbentuknya diskursus politik Islam

Idonesia

Bab III : Biografi Partai Keadilan Sejahtera

Bab IV : Menggambarkan Politik Aliran dalam Pemilu 2009, mendeskripsikan

perubahan yang terjadi pada platform Partai Keadilan Sejahtera pada

Pemilu 2009, serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

11

Page 19: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

12

perubahan-perubahan tersebut serta implikasi perubahan tersebut

pada perolehan suara Partai Keadilan Sejahtera dalam Pemilu 2009

Bab V : PENUTUP yang berisi kesimpulan dan saran-saran

Page 20: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Politik Aliran

Konsep aliran pertama kali diciptakan oleh antropolog Clifford Geertz

untuk menggambarkan struktur sosial dan politik desa di daerah Jawa pada awal

zaman kemerdekaan.Geertz tinggal di pare, Jawa Timur selama dua tahun 1952-

1954. Istilah aliran diperkenalkan kepada dunia ilmiah pada 1959 dalam The

Javanese Village, yang diterbitkan dalam sebuah buku, Local ethnic, and National

Loyalties in Village Indonesia1.

Dalam penelitiannya itu, Geertz mencoba menghubungkan bagaimana

hubungan antara struktur-struktur sosial yang ada dalam suatu masyarakat dengan

pengorganisasian dan perwujudan simbol-simbol, dan bagaimana para anggota

masyarakat mewujudkan integrasi disintegrasi dengan cara mengorganisasi dan

mewujudkan simbol-simbol tertentu. Sehingga, perbedaan-perbedaan yang

nampak antara struktur sosial yang ada dalam masyarakat tersebut hanyalah

bersifat komplementer2.

Penemuan utama Geertz adalah bahwa masyarakat Jawa sudah lama

kehilangan kemampuan untuk menyusun kehidupan bersama. Dia

membandingkan citra desa yang romantik-komunal, organis, tata tentrem dengan

kenyataan yang diamatinya : “ketidakmampuan untuk bekerja sama atau untuk

mengorganisasikan segala hal; suatu keengganan yang bermula pada

1 R. William Liddle. Revolusi dari Luar: Demokratisasi di indonesia, h. 105. 2 Abudin Nata. Metodologi studi Islam. (Jakarta : Rajawali Pers, 2000), h. 347

13

Page 21: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

ketidakpastian tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk menjalani berbagai

usaha yang kompleks dan berjangka panjang, dan suatu kemandekan”.3

Masyarakat Jawa oleh Geertz dilihat sebagai suatu sistem sosial, dengan

kebudayaan Jawanya yang akulturatif dan agama yang sinkretik, yang terdiri atas

sub kebudayaan Jawa yang masing-masing merupakan struktur sosial yang

berlawanan. Struktur-struktur sosial yang dimaksud adalah Abangan (yang intinya

berpusat di pedesaan), Santri (yang intinya berpusat di pedesaan), dan Priyayi

(yang intinya berpusat di kantor pemerintahan, di kota)4.

Pembentukan aliran pada zaman kemerdekaan, menurut R. William

Liddle5, terjadi dalam konteks Cultuur Stelsel, sistem pertanian tanam paksa.

Ketika sejak awal abad ke-19 Belanda memaksa para petani di Jawa menanam

tebu, tembakau dan kopi yang akan di ekspor ke luar Hindia Belanda. Namun,

penjajah itu berusaha sekaligus melindungi atau melestarikan struktur dan politik

tradisional orang Jawa, atau dalam bahasa Geertz “Hasil pertanian Jawa, tetapi

bukan rakyatnya, mau dimasukkan ke dunia modern”.

Clifford Geertz membagi masyarakat Jawa, yang ditarik dari

mikrokosmosnya di Mojokuto, kedalam tiga varian sosiokultural : abangan, santri

dan priyayi. Ketika memaparkan perbedaan-perbedaan umum antara ketiga varian

tersebut dalam bukunya Religion of Java, ia menulis :

“Abangan mewakili suatu penekanan kepada aspek-aspek animistis dari seluruh sinkretisme Jawa dan secara luas berkaitan dengan unsur petani di kalangan penduduk; santri mewakili suatu penekanan kepada aspek-aspek Islam dari sinkretisme diatas dan pada umumnya berkaitan dengan unsur dagang (juga unsur-unsur tertentu dalam kelompok

3 R. William Liddle. Revolusi dari Luar: Demokratisasi di indonesia, h. 105. 4 Abudin Nata. Metodologi studi Islam, h. 347-348 5 R. William Liddle. Revolusi dari Luar: Demokratisasi di Indonesia, h. 106.

14

Page 22: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

petani); dan priyayi menekankan pada aspek-aspek Hinduistis dan berkaitan dengan unsur birokrasi).”6

Dengan demikian penyebab terjadi tipologi yang berbeda tersebut salah

satunya berkaitan dengan lingkungan yang berbeda (yaitu pedesaan, pasar dan

kantor pemerintahan) dibarengi dengan latar belakang sejarah kebudayaan yang

berbeda (yang berkaitan dengan masuknya agama serta peradaban Hindu dan

Islam di Jawa) telah mewujudkan adanya ketiga varian sosial keagamaan tersebut.

Disamping itu menurut Daniel S. Lev7, pengelompokkan tersebut makin diperkuat

oleh perbedaan-perbedaan ekonomis. Kelompok santri lebih cenderung pada

aktivitas perdagangan daripada kelompok abangan yang tipikal ideal sebagai

petani, dan kelompok priyayi urban sebagai birokrat.

Hasil penelitian Geertz ini bukan tanpa kekurangan, telah banyak kritik

dikemukakan ahli dan pengamat khususnya Harsja W. Bahtiar dan

Koentjaraningrat, terhadap tipologi atau varian “keagamaan” masyarakat Jawa.8

Harsja W. Bachtiar9, misalkan, mengatakan bahwa yang disebut kaum abangan

tidaklah harus mengacu kepada tradisi rakyat yang pokok yang terdiri dari tradisi

kebudayaan rakyat biasa, wong cilik (orang kecil). Dengan kata lain kelirulah

untuk menganggap tradisi kebudayaan kaum tani sebagai tradisi abangan.

Demikian pula, mengenai varian kaum santri bisa saja berasal dari golongan

rendahan dan karena banyak priyayi telah diasuh oleh pelayan-pelayan dari

6 Bahtiar Effendi. Islam dan Negara; Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di

Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1998), h. 37 7 Daniel S. Lev. Partai-partai Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Parlementer (1950-

1957) Dan Demokrasi Terpimpin (1957-1965). Dalam Ichlasul Amal. Teori-teori Mutakhir partai Politik, h. 134.

8 Azyumardi Azra. Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antar Umat (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), h. 185

9 Abudin Nata. Metodologi studi Islam, h. 348

15

Page 23: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

golongan rendahan yang berada dalam kedudukan uuntuk mempengaruhi mereka,

maka apa yang disini disebut “kepercayaan rakyat” atau kepercayaan animistik,

merupakan suatu yang lazim di kalangan orang-orang yang oleh Geertz disebut

sebagai santri dan priyayi, meskipun wajarlah apabila mereka tidak mengakuinya

Dengan kata lain Bachtiar ingin mengatakan, bahwa penggunaan istilah

abangan, santri dan priyayi untuk mengklasifikasikan masyarakat Jawa dalam

golongan-golongan agama tidaklah tepat, karena ketiga golongan yang disebutkan

tadi tidak bersumber dari satu sistem klasifikasi yang sama.

Beberapa ahli berpendapat bahwa istilah santri-abangan sudah ada jauh

sebelum Geertz mengemukakan hasil penelitiannya. Bahkan Azyumardi Azra10

menyatakan bahwa pada dasarnya Geertz hanyalah merumuskan dan

menteorisasikan kategori yang telah ada; bukan menciptakan. Yang diciptakan

Geertz adalah kerumitan tambahan, dengan memasukkan kategori “priyayi”

sehingga menciptakan “trikotomi” santri-abangan-priyayi. Padahal jelas, priyayi

adalah kategori sosiologis, bukan kategori keagamaan. Karena itu kategorisasi

“santri-abangan” sebenarnya tidak kedap air (watertight) dan, karena itu terdapat

banyak persilangan dan tumpang tindih.

Terlepas dari semua ini, yang jelas “trikotomi” Geertz, atau lebih tepat lagi

“dikhotomi” santri-abangan terlanjur populer, bukan hanya dalam dunia keilmuan,

khususnya antropologi, tetapi juga digunakan untuk menjelaskan pemilahan

politik dalam masyarakat Jawa khususnya. Demikian, pertarungan dan pergulatan

politik Indonesia, khususnya tahun-tahun 1950-an (menjelang dan pasca-pemilu

10 Azyumardi Azra. Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antar Umat,

h. 185

16

Page 24: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

1955) di antara Masyumi, PNI dan PKI dijelaskan banyak pihak dalam kerangka

Geertz, yang populer sebagai “politik aliran”, persisnya pertarungan antara santri

pada satu pihak dan abangan pada pihak lain.

Dengan demikian dalam kasus ini, Geertz menjelaskan, “proses manuver

politik yang digerakkan oleh sistem aliran ini segera membuat persekutuan

orientasi abangan dan priyayi dalam satu kesatuan yang berhadapan dengan

orientasi santri. Proses persekutuan politik antara kedua varian ini, untuk satu hal,

didorong oleh “terlembagakannya politik massa dan hak politik universal yang

mendekatkan kelompok priyayi dengan abangan”. Hal itu juga disebabkan oleh

kenyataan yang kuat diterima bahwa kedua kelompok tersebut “tidak menyukai

eksklusivisme kelompok santri”11

Yang dimaksud dengan politik aliran adalah kelompok sosio-budaya yang

menjelma sebagai organisasi politik12. Menurut Bahtiar Effendi13, Geertz

memaparkan aliran sebagai “suatu partai politik yang dikelilingi oleh satuan

organisasi-organisasi sukarela yang formal maupun tidak formal berkaitan

dengannya….[aliran] adalah pengelompokan organisasi secara nasional….yang

menganut arah dan posisi ideologis yang sama.” Terlepas dari penekannya pada

partai politik sebagai unsur pokok dalam konsep ini, penting dicatat bahwa “suatu

aliran lebih dari sekedar partai politik, jelas juga lebih dari sekedar ideologi; ia

adalah suatu pola integrasi sosial yang komprehensif,” dan ia diidentifikasi

kurang-lebih oleh “oposisi suatu kelompok kepada yang lain”

11 Bahtiar Effendi. Islam dan Negara; Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di

Indonesia, h. 39 12 R. William Liddle. Revolusi dari Luar: Demokratisasi di indonesia, h. 108. 13 Bahtiar Effendi. Islam dan Negara; Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di

Indonesia, h. 36

17

Page 25: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Setidaknya ada dua unsur utama yang inheren dalam konsep aliran.

Pertama, pentingnya pembilahan religio-kultural dalam tradisi masyarakat Jawa.

Kedua, cara dimana pembilahan semacam itu mentransformasikan diri secara

agak mudah kedalam pola pengelompokan-pengelompokan sosial-politik14.

Politik aliran terbentuk, untuk pertama kalinya pada pemilu 1955. Ketika

masyarakat Jawa untuk kali pertamanya selama satu setengah abad diberi

kebebasan untuk membuat organisasi-organisasi sosial dan politik baru. Yang

mereka ciptakan kemudian adalah aliran, yaitu partai-partai politik nasional, yang

diimpor dari Jakarta, lengkap dengan ideologi masing-masing dan organisasi-

organisasi sosial untuk petani, buruh, wanita, pemuda dan lain-lain15.

Pada pemilu tahun 1950-an pola pembentukan partai politik dipengaruhi

oleh konsep aliran. Kelompok santri cenderung mengarahkan orientasi politik

mereka ke partai-partai politik Islam, misalnya Masyumi dan Nahdlatul Ulama

(NU), dua partai Islam terbesar pada 1950-an. Pada sisi lainnya, kelompok

abangan dan priyayi lebih suka mengekspresikan kedekatan politis mereka dengan

partai “nasionalis” (PNI atau PKI).

Tumbangnya pemerintahan orde lama setelah gagalnya pemberontakan

PKI pada 1965 tidak serta merta menghapuskan trikhotomi abangan, santri dan

priyayi. Bahkan perkembangan politik Indonesia umumnya pada masa orde baru

tetap masih bisa dijelaskan banyak pengamat dalam kerangka Geertzian. Bahkan

banyak pemimpin militer Indonesia yang sebagian besar berasal dari etnis Jawa,

dan karena itu abangan menentang Islam dan kaum santri. Militer abangan yang

14 Bahtiar Effendi. Islam dan Negara; Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia, h. 38

15 R. William Liddle. Revolusi dari Luar: Demokratisasi di indonesia, h. 108

18

Page 26: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

hostile terhadap Islam dan golongan santri inilah yang kemudian mendukung dan

memenangkan Golkar sejak pemilu 1977, 1982 dan 1987, yang juga didominasi

oleh kaum abangan dan non-muslim. Singkatnya, polarisasi antara santri dan

abangan terus berlanjut dalam masa orde baru16.

Pada masa orde baru pola aliran tercermin dalam politik elektoral saat

Soeharto memaksakan semua partai santri bergabung kedalam Partai Persatuan

Pembangunan (PPP), dan semua partai priyayi, abangan, dan non-Islam berdifusi

menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pasca orde baru realitas politik yang

didasarkan pada aliran bukan berangsur hilang, melainkan sebaliknya kian

menonjol.

PDI-P merupakan kelanjutan secara organisatoris dan ideologis dengan

PNI yang diciptakan Soekarno. Begitu juga dengan PKB, yang merupakan

kelanjutan dari partai politik NU. Kita juga bisa mengaitkan, secara lebih longgar,

antara PAN melalui Muhamadiyah (sebagai santri modernis) dengan Masyumi.

PPP juga tidak bisa dilepaskan dari masa lalunya dengan NU ketika pada 1971

bersama partai-partai santri, berdifusi menjadi PPP.

Pada Pemilu tahun 2004 ternyata tidak ada lompatan ideologis (ideological

leapfrogging) yang ekstrim, namun dua partai Islam, PPP dan PBB, bergerak

lebih jauh ke kanan, sementara PKS lebih mendekat ke tengah. Partai-partai

sekuler, meski tetap dalam posisi semula, menjalankan strategi yang berbeda guna

16 Azyumardi Azra. Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antar Umat,

h. 186

19

Page 27: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

memperluas jangkauan pada segmen-segmen komunitas Islam tanpa mengubah

sikap dasar ideologinya.17

Arti penting teori aliran Geertz adalah bahwa teori ini mencoba

menunjukkan salah satu sumber paling esensial dari pengelompokan-

pengelompokan sosial-politik yang berkembang dalam realitas politik di

Indonesia.

B. Islam Tradisionalis

Sebenarnya apa yang sering disebut sebagai tradisionalis-modernis dalam

gerakan Islam Indonesia merupakan suatu istilah yang bisa diperdebatkan dan

dipertukarkan dengan istilah-istilah lain. Pemakaian istilah modernis, misalkan,

dalam banyak literatur gerakan Islam Indonesia teramat sering bertukar dengan

istilah “reformis”. R. William Liddle18 bahkan menggunakan istilah “Skripturalis-

Substansialis” untuk menggantikan istilah “tradisionalis-modernis”, Deliar Noer19

menggunakan istilah “kaum tua” kelompok tradisional dan “kaum muda” untuk

kelompok modernis. Meskipun demikian pada tulisan ini akan tetap digunakan

istilah “tradisionalis-modernis” yang dalam banyak hal maknanya paralalel

dengan “skripturalis-substansialis” dan “kaum tua-kaum muda”.

Sarjana Indonesia yang paling bertanggung jawab dalam menyebarluaskan

distingsi – yang selanjutnya menjadi dikotomi – antara “Islam tradisionalis” dan

17 Kuskridho Ambardi. Mengungkap Politik Kartel; Studi tentang Sistem Kepartaian di

Indoensia Era reformasi (Jakarta; Kepustakaan Populer Gramedia, 2009), h. 239 18 R. William Liddle. Skripturalisme Media Dakwah: sebuah Bentuk Pemikian dan Aksi

Politik Islam Indonesia pada Masa Orde Baru. Dalam Idy Subandi Ibrahim (editor). Media dan Citra Muslim: Dari Spiritualitas untuk berperang menuju Spiritualitas untuk Berdialog. (Yogyakarta: Jalasutra, 2005), h. 406

19 Fathurin zen. NU Politik: Analisis wacana Media. (Yogyakarta : LKiS, 2004).

20

Page 28: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

“Islam modernis” dalam kajian tentang Islam di Indonesia adalah Deliar Noer

dalam karyanya yang kini sudah menjadi klasik. Dalam karyanya ini, Deliar Noer

secara tegas membuat semacam watertight distinction antara Islam tradionalis dan

Islam modernis20.

Pembedaan awal dari kedua golongan ini pada mulanya hanya

menyangkut gerakan sosial dan keagamaan, akan tetapi selanjutnya meluas ke

bidang lainnya termasuk politik. Golongan tradisional adalah mereka yang

berpegang teguh pada pemikiran tradisional, sedangkan golongan modern adalah

mereka yang menghendaki perubahan.

Dalam konteks studi sosial-politik Islam Indonesia, islam “muslim

tradisionalis” memiliki dua arti: yang satu bersifat pejorative sementara yang lain

bersifat netral. Pertama, istilah tradisionalis berkonotasi pejorative jika dipakai

dengan merujuk kepada muslim model lama yang berasal dari kampung yang

tradisional dalam agama, kolot secara intelektual, oportunistik secara politik dan

sinkretik secara kultural. Kedua, pemahaman yang lebih umum mengenai muslim

tradisionalis menunjukkan bahwa mereka merupakan orang yang percaya bahwa

umat Muslim yang tidak memiliki keahlian memadai untuk berijtihad harus

mengikuti salah satu dari empat mazhab hukum yang ada dan memakai

pendekatan bertahap dan toleran dalam berdakwah ketika mereka berhadapan

dengan tradisi lokal. Kenyataan bahwa praktik-praktik Islam adakalanya

20 Azyumardi Azra. Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antar Umat,

h. 145

21

Page 29: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

tercampur aduk dengan tradisi lokal tidak berarti bahwa mereka menganggap

tradisi lokal bersifat islami; sebaliknya, ini hanya soal pendekatan saja21.

Golongan Islam tradisional diwadahi oleh organisasi keagamaan Nahdlatul

Ulama (NU). Sedangkan kendaraan politik yang mereka pergunakan pada awal

kemerdekaan adalah Masyumi hingga NU menyatakan keluar dan membentuk

partai sendiri, tahun 1952. Selanjutnya pada pemilu 1955 dan 1971 NU tampil

sebagai partai politik yang mewadahi golongan tradisional. Namun sebagaimana

golongan Islam lainnya, sejak tahun 1973 NU memperoleh perlakuan yang tidak

manusiawi dari pemerintah dan dipaksa berfusi ke PPP. Kondisi perpolitikan yang

tidak kondusif ini baru berakhir ketika rezim otoriter Orde Baru tumbang dan

beralih ke era reformasi, dimana setiap kelompok dan juga individu memiliki

kebebasan dan berpolitik.

Akhirnya pada forum Munas Alim Ulama NU pada 1983 di Situbondo,

NU memproklamirkan kembali ke “khittah 1926”. Digulirkannya gagasan

”kembali ke khitah 1926” ini merupakan upaya pemulihan untuk mengatasi

persoalan aliran atau eksklusivisme politik yang ada pada the body of politics

organisasi sosial keagamaan ini. Dengan pernyatan ini, NU melakukan reposisi

ulang: mengembalikan jati dirinya sebagai organisasi sosial keagamaan seperti

ketika lahir dulu (1926). Dan itu berarti NU tak lagi berfungsi sebagai organisasi

sosial-politik22.

21 Suadi Asyari. Nalar Politik NU dan Muhammadiyah. (Yogyakarta: LKiS, 2009), h. 76-77 22 Bahtiar Effedi. Repolitisasi Islam: Pernahkah islam Berhenti Berpolitik? (Bandung : Mizan,

2000), h. 179

22

Page 30: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

C. Islam Modernis

Pemikiran Islam di Indonesia berkembang dengan tumbuhnya gerakan

modernisme. Gerakan modernisme ialah gerakan kembali kepada al-Qur’an dan

Sunnah. Ajaran ini bersifat prinsip, garis besar, dan dipercayai berlaku untuk

segala tempat dan zaman, sehingga ia senantiasa modern. Ia perlu ditimbulkan

lagi karena tertutup oleh tradisi, adat kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran

pokok (bagi gerakan modernis adat kebiasaan yang tidak bertentangan dengan

ajaran pokok dapat diterima), dengan faham kebekuan (jumud) dan sifat

ketertutupan23.

Awalnya modernisasi Islam di Indonesia merupakan reaksi terhadap

berbaurnya praktik-praktik Islam dengan tradisi lokal. Gerakan modernisasi dalam

Islam seringkali dirujuk kepada gerakan Islam puritan, yaitu kelompok Muslim

yang cenderung mengklaim bahwa kelompok merekalah yang paling benar atau

menganut Islam murni dan karenanya merasa bertanggung jawab untuk

memurnikan Muslim lainnya yang tidak berpegang pada paham teologi Islam dan

cara ibadah yang sama seperti mereka24.

Berdasarkan catatan sejarah, golongan modernis Islam di Indonesia pada

umumnya masuk kedalam organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah, Al-

Irsyad, Persatuan Islam (Persis) dan organisasi keagamaan lain yang senapas

dengan organisasi-organisasi tersebut. Sejauh menyangkut Muhammadiyah,

paling tidak sudah menjadi hal yang bisa diperdebatkan jika organisasi ini hanya

23 Deliar Noer. Memposisikan Harun Nasution dalam pemikiran Islam di Indonesia. Dalam

Abdul Halim (editor). Teologi Islam Rasional: Apresiasi Terhadap Wacana dan Praksis Harun Nasution (Jakarta : Ciputat Pres, 2001), h. 142

24 Suadi Asyari. Nalar Politik NU dan Muhammadiyah, h. 35

23

Page 31: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

dilabeli sebagai gerakan modernis, lantaran teologinya mengandung unsur-unsur

puritan, yakni teologi yang didasarkan atas ideologi pemurnian akidah Muslim,

yang pada mulanya di propagandakan oleh gerakan Wahabi.

Sementara itu terkait dengan isu-isu penting dalam gerakan politik

‘tradisional-modernis” menurut Deliar Noer25 berkaitan dengan ini pertama, soal

khilafiyah. Gerakan modern Islam di negeri kita, seperti juga di negera Islam

lainnya, bermula dengan soal-soal ubudiyah. Dalam rangka ini, paham gerakan

tersebut berusaha mengubah paham-paham tradisional. Kedalamnya termasuk apa

yang disebut takhayul, khurafat, ada pula yang disebut masalah khilafiyah dalam

kalangan Islam. Kedua, sifat fragmentasi kepartaian. Sifat ini dimasa 1920-1942,

sangat menonjol baik pada kalangan Islam maupun pada kalangan kebangsaan.

Ketiga, Kepemimpinan yang bersifat pribadi. Dizaman merdeka kecenderungan

seperti itu terjadi, yaitu pemimpin, dengan alasan-alasannya sendiri, membawa

pengikutnya keluar organisasi semula membangun partai baru ataupun mengubah

sifat organisasinya menjadi partai politik. Keempat, perbedaan dan pertentangan

paham yang berhubungan dengan pemerintah.

Sementara kelompok modernis secara kelembagaan diwadahi oleh

organisasi-organisasi seperti Muhammadiyah, Persis, Dewan Dakwah Islam

Indonesia (DDII) dan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) dengan

gerakan politik yang dominan diberikan kepada Partai Amanat Nasional.

Uniknya pilihan ideologis PKB dan PAN mungkin akan memunculkan

masalah dalam merumuskan strategi elektoral yang bisa mengakomodasi berbagai

25 Abudin Nata. Metodologi studi Isla), h. 347-348

24

Page 32: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

kepentingan konstituen tradisional dan konstituen baru yang ingin dirangkul.

Meskipun berasal dari basis massa organisasi Muslim terbesar, PKB dan PAN

tidak serta merta mengidentifikasikan dirinya dengan politik Islam. PAN dan PKB

hanya menyebut diri mereka sebagai partai berbasis massa Muslim. Tetapi

menolak disebut sebagai partai Islam. Sementara pada sisi lainnya, PPP sebagai

partai Islam dengan basis massa tradisional yang sama dengan PKB, mengingat

secara genealogi PPP dilahirkan dari rahim partai-partai Islam pada tahun 1971.

Sedangkan PBB dan PKS adalah representasi, pada sisi lainnya, sebagai santri

modernis yang secara genealogis dan ideologis sangat berkaitan dengan

Muhammadiah dan organisasi-organisasi modernis lainnya.

Adapun acuan keagamaan PKS adalah Ikhwanul Muslimin, dikarenakan

diantara para pendiri PKS yang menuntut ilmu di Timur Tengah, dan Ikhwanul

Muslimin adalah sebuah organisasi yang lahir dan tumbuh di Timur Tengah. PKS

tidak memiliki persambungan keagamaan dengan jaringan ulama dan kiai

pesantren serta lembaga-lembaga pendidikan Islam dan lembaga-lembaga dakwah

yang bernaung di bawahnya yang telah mengakar di masyarakat dan tumbuh

bersama tradisi yang ada. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang

berkembang di PKS seakan berjarak dengan pemahaman keagamaan yang dianut

masyarakat negeri ini sehingga tidaklah heran jika pada awal-awal tumbuhnya

LDK dan Tarbiyah, para aktivisnya menarik diri (uzlah) dari aktivitas keagamaan

25

Page 33: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

26

masyarakat umum. Bahkan tidak jarang sebagian mereka menganggap masyarakat

telah menyimpang dari Islam yang benar.26

26 M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen.

(Yogyakarta: LKiS, 2008), h. 150

Page 34: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

BAB III

BIOGRAFI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

A. Sejarah Perkembangan Partai Keadilan Sejahtera

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang diprakarsai oleh para

aktivis dakwah kampus. Para aktivis yang sebagian besar berusia muda tersebut

bergerak dari dalam kampus (pada umumnya kampus-kampus umum) dan dalam

skala terbatas di sekolah-sekolah. Di kampus mereka mendirikan dan mengelola

pengajian yang di wadahi dalam bentuk Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Lembaga

inilah yang menyelenggarakan berbagai aktivitas keagamaan, baik berupa pengajian-

pengajian untuk mahasiswa, maupun pengajaran Islam bagi para anggotanya. Di

sekolah-sekolah, para aktivis ini berkiprah melalui lembaga kesiswaan yang sering

disebut Rohani Islam (ROHIS). Kegiatan yang dilakukan di ROHIS sama dengan

LDK, yakni memberikan pemahaman dasar-dasar keislaman dengan penekanan pdaa

penanaman semangat (ghirah) keislaman1.

Pada masa-masa awal (era pertengahan 1970-an hingga 1980-an), kegiatan

para aktivis tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi; dalam arti, berbagai

kegiatan lebih sering dilakukan dengan diam-diam dan jika menyelenggarakan

pengajian untuk banyak orang, mereka berkamuflase dengan mengatasnamakan

kegiatan mahasiswa atau siswa. Kegiatan diam-diam ini dikenal sebagai kegiatan

“usroh”. Para aktivisnya disebut “anak usroh”. Usroh berarti keluarga. Maksudnya,

1 M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, h. 23

27

Page 35: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

para anggota pengajian ini dibagi ke dalam satuan-satuan kecil (6-10 orang) dengan

seorang mentor (murabbi) dalam sistem stelsel.

Metode pengajian yang cenderung rahasia ini tidak terlepas dari kebijakan

politik pemerintahan Orde Baru yang sangat represif terhadap gerakan keagamaan.

Situasi sedikit berubah ketika memasuki era 1990-an di mana mulai muncul

pergeseran politik ketika Soeharto mulai menempatkan para aktivis Islam sebagai

sekutu. Meskipun demikian, para aktivis LDK belum menempuh strategi gerakan

yang terbuka. Dalam kondisi yang agak kondusif, para aktivis LDK lebih leluasa

melakukan dakwahnya dan mendapatkan sambutan lebih luas. Pada era ini, mereka

tidak lagi menggunakan sebutan Usroh, tetapi mengubahnya menjadi Ikhwan dan

menamai aktivitas mereka dengan sebutan tarbiyah (pendidikan)2

Seiring waktu, kelompok ini semakin lama semakin besar. Kedisiplinan

mereka dalam mengamalkan ajaran Islam yang mereka tahu dan kajian buku tentang

keilmuan dari para tokoh Al-Ikhwan Al-Muslimun, terutama dalam konsep tarbiyah,

membuat mereka secara sadar sering menyebut bahwa konsep tarbiyah merupakan

landasan bagi sebuah pembinaan. Dengan kata lain, semua marhalah tarbiyah seperti

tabligh, ta’lim, takwin dan tanfidz harus dilalui dalam sebuah pembinaan. Lama

kelamaan penggunaan istilah tarbiyah ini menjadi “latah” digunakan semua orang,

2 M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, h. 24

28

Page 36: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

karena itu yang melakukan pengajian-pengajian dalam kelompok kecil kemudian

menyebutnya sebagai kelompok tarbiyah3.

Perkembangan kelompok tarbiyah ini bisa dikatakan sangat cepat, tak sampai

10 tahun jaringannya sudah ada hampir di semua universitas maupun kantor-kantor

pemerintahan. Mereka menggunakan sistem Multi Level Marketing (MLM). Seorang

kader, membina paling tidak 5 orang kader baru dalam pengajian. Dan itu terjadi di

hampir semua universitas, untuk menopang kader-kader baru di daerah4.

Gerakan Tarbiyah terdiri atas lima elemen penting, yaitu5 :

1. Dewan Dakwah Islam Indonesia dengan tokoh utama M. Natsir. DDII

berperan menjadi inisiator awal berdakwah melalui kampus dan sekaligus

peletak dasar-dasar strategi dakwah kampus serta menyiapkan jaringan

para pendamping LDK yang terdiri dari tokoh-tokoh senior seangkatan M.

Natsir sendiri hingga para penerusnya, seperti Abu Ridho, Husein Umar

dan Masyhadi.

2. Elemen Jaringan LDK sebagai tulang punggung tarbiyah dan sekolah

(ROHIS). LDK merupakan pelaku utama dakwah kampus dan

menyediakan wahana dan mekanisme rekruitmen kader di kampus dan

sekolah. LDK sendiri bermula dari berbagai kegiatan yang

diselenggarakan oleh Masjid Salman ITB di bawah mentoring Imaduddin

3 Aay Muhammad Furkon. Partai Keadilan sejahtera; Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda

Muslim Indonesia Kontemporer. (Jakarta: Teraju, 2004), h. 124 4 Aay Muhammad Furkon. Partai Keadilan sejahtera;, h. 132 5 M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, h. 24

29

Page 37: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Abdurrahim. Berbagai kegiatan ini, selain diikuti oleh para mahasiswa di

sekitar Bandung, juga diikuti oleh mahasiswa dari kota-kota lain seperti

UI, UGM dan IPB. Mereka inilah yang kemudian menjadi dai-dai di

kampus masing-masing dan juga kampus-kampus lain.

3. Elemen para alumnus perguruan tinggi luar negeri, khusunya Timur

Tengah. Mereka berperan sebagai tenaga-tenaga murabbi (pendidik) yang

mengisi ceramah-ceramah dalam pertemuan-pertemuan tersebut. Para

alumni Timur Tengah yang memiliki kelebihan dalam pendalaman

keislaman serta penguasaan akan pikiran-pikiran Ikhwanul Muslimin

menjadi ideolog-ideolog yang handal. Mereka dihadirkan dalam

pengajian-pengajian dan menjadi tempat untuk bertanya dan berkonsultasi

dalam berbagai masalah. Selain itu, mereka juga berperan dalam

menyebarkan pemikiran-pemikiran Ikhwanul Muslimin di kalangan publik

yang lebih luas. Mereka menjadi penceramah di radio, televisi, menulis

buku, mengelola penerbitan dan menjadi narasumber di seminar-seminar

yang diikuti oleh kalangan luas.

4. Para aktivis ormas Islam maupun kepemudaan Islam. Dikalangan aktivis

Tarbiyah juga terdapat tokoh-tokoh yang selain aktif di Tarbiyah, juga

aktif di ormas-ormas kepemudaan Islam, seperti PII, GPI, IMM, HMI dan

PMII. Para kader yang memiliki kemampuan kepemimpinan dan

pengorganisasian ini juga turut berperan dalam mengisi kepemimpinan

dan menggerakkan roda organisasi di Tarbiyah.

30

Page 38: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

5. Para da’i lulusan pesantren. Mereka menjadi pengajar materi keislaman

dan menjadi mentor pengamalan ajaran Islam sekaligus menyumbangkan

pengalaman berdakwah dimasyarakat.

Kombinasi yang kompak dari lima elemen utama tarbiyah yang sebagian

besar didukung oleh orang-orang berkultur modernis (Masyumi) dan mahasiswa

perguruan tinggi umum ini menghasilkan pertumbuhan jaringan dakwah yang makin

lama makin banyak anggotanya. Dilihat dari pertumbuhan jaringan dakwah kampus,

perkembangan anggota dan persebarannya, menunjukkan tingkat akselerasi yang

mengagumkan.

Pada 1998 jaringan ini telah menyebar ke enam puluh empat perguruan tinggi

di seluruh Indonesia. Di sebagian besar perguruan tinggi tersebut, para aktivis

dakwah Tarbiyah ini bahkan menjadi kekuatan yang dominan dalam dunia

kemahasiswaan dan memgang posisi penting dalam organisasi intra kampus.

Pada 1998, mereka ikut merespon perkembangan politik Indonesia dengan

membentuk organisasi formal bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia

(KAMMI). Kesatuan mahasiswa yang didukung para kader Tarbiyah ini menjadi

salah satu kekuatan mahasiswa yang cukup diperhitungkan saat gerakan mahasiswa

menggulingkan rezim Soeharto. Selain jumlah mereka yang besar, para pemimpin

kesatuan ini juga merupakan kader kampus yang menonjol sehingga mampu

memerankan komunikasi publik yang efektif. Pola aksi mahasiswa yang simpatik

31

Page 39: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

juga menambah daya tarik dan daya gebrak KAMMI guna meraih dukungan

masyarakat untuk bersama-sama menggulingkan rezim Orde Baru6.

Pada bulan Agustus 1998, para kader Tarbiyah membentuk partai politik

bernama Partai Keadilan (PK). Kelahiran PK didahului dengan pro dan kontra di

kalangan internal mereka. Persoalan mendirikan partai ini menjadi agenda penting

dibicarakan: sebagian mengatakan perlu mendirikan partai politik, sementara

sebagian yang lain menyatakan tidak perlu. Persoalan ini kemudian menjadi

pembahasan yang cukup panjang. Sebagian berpendapat bahwa era reformasi yang

membuka keran kebebasan utuk berekspresi merupakan peluang yang baik untuk

meningkatkan tahap perjuangan pada mihwar siyasi. Akan tetapi, sebagian

menyatakan bahwa capaian yang diraih belum cukup untuk mewujudkan partai

politik7.

Kemudian diadakanlah musyawarah untuk menampung aspirasi dari kedua

pihak yang berbeda tersebut. Musyawarah untuk membentuk partai pada jamaah

Tarbiyah terjadi setelah Dewan Dakwah ‘gagal’ membuat satu partai politik yang

berazaskan Islam. Lahirnya Partai Bulan Bintang dengan azas Pancasila membuat

sebagian anggota Dewan Dakwah yang terlibat merumuskan partai Islam merasa

kecewa. Pada saat itu, menurut Abu Ridho, jamaah yang kini menjadi Partai Keadilan

sesungguhnya sedang menunggu dan meperhatikan Dewan Dakwah yang akan

6 M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, h. 34 7 M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS;, h. 34

32

Page 40: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

membidani lahirnya partai politik Islam. Namun, ketika lahir tidak dengan azas Islam,

maka mereka kemudian mengadakan musyawarah tersendiri8.

Dengan demikian, bukan kebetulan jika kedua partai ini mendeklarasikan diri

di tempat yang sama, masjid Al-Azhar. Tempat ini umum dikenal sebagai benteng

aktivis Muslim modernis. PBB dideklarasikan lebih awal pada 26 Juli 1998. Embrio

partai ini dapat dilacak dalam pembentukan BKUI (Barisan Kebangkitan Ulama

Indonesia) pada 12 Mei 1998, dimana tokoh kunci DDII terlibat aktif dalam proses

pembentukan organisasi tersebut, sementara PK dideklarasikan lebih belakangan di

hadapan ribuan pendukungnya pada 9 Agustus 19989.

Dalam deklarasi Partai Keadilan 9 Agustus 1998 Hidayat Nur Wahid sebagai

Ketua Dewan Pendiri membacakan pernyataan, yang dikenal dengan Piagam

Deklarasi bahwa :

“Partai Keadilan didirikan bukan atas inisiatif seorang atau beberapa orang aktivisnya, namun merupakan perwujudan dari kesepakatan yang diambil musyawarah yang aspiratif dan demokratis. Sebuah survei yang melingkupi cakupan luas dari para aktivis dakwah, terutama yang tersebar dimasjid-masjid kampus di Indonesia dilakukan beberapa bulan sebelumnya untuk melihat respon umum dari kondisi politik yang berkembang di Indonesia. Survei ini menujukkan bahwa sebagian besar mereka menyatakan bahwasanya inilah waktu yang tepat untuk meneguhkan aktivitas dakwah dalam bentuk kepartaian dalam konteks formalitas politik yang ada sekarang. Survei ini mecerminkan tumbuhnya kesamaan sikap dikalangan sebagian besar aktivis dakwah yang dapat menjadi sebuah pola dinamis bagi pengendalian partai di kemudian hari. Terbukti setelah tekad mendirikan sebuah partai diputuskan maka kesatuan sikap secara menyeluruh”.10

8 Aay Muhammad Furkon. Partai Keadilan sejahtera;, h. 150 9 Kuskridho Ambardi. Mengungkap Politik Kartel; Studi tentang Sistem Kepartaian di Indoensia

Era reformasi, h. 140 10 Aay Muhammad Furkon. Partai Keadilan sejahtera;, h. 154

33

Page 41: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Jika diperhatikan Piagam Deklarasi diatas mempunyai makna bahwa Partai

Keadilan tidak didirikan oleh orang-orang tapi didirikan secara bersama-sama.

Piagam deklarasi juga merupakan indikasi dari “amal jama’i” di mana seluruh

komponen yang terlibat dalam pendirian mempunyai tanggung jawab dan visi yang

sama tentang urgensi partai sebagai kendaraan untuk dakwah. Hal ini berimplikasi

pada sikap mental bahwa kegagalan mengurus partai bisa berarti kegagalan dalam

mengelola dakwah. Dengan demikian, profesionalitas dan keberhasilan

mengaplikasikan nilai-nilai dakwah menjadi sesuatu yang dipertaruhkan.

Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi berdiri pada 20 April

2002, sebagai langkah strategis dalam menjawab hambatan menyangkut elektoral

treshol. Dengan demikian maka visi dan misi partai tidak bergeser dari khittah PK

dan kalaupun ada perbedaan hanya dalam bentuk redaksional dan teknis semata. Atas

dasar kesamaan visi dan misi tersebut, musyawarah Majelis Syura Partai Keadilan

XIII yang berlangsung di Wisma Haji, Bekasi, Jawa Barat, pada 17 April 2003,

memutuskan Partai Keadilan menggabungkan diri dengan Partai Keadilan Sejahtera.

Pada saat deklarasi, Partai Keadilan Sejahtera memiliki pengurus di 30 DPW, 312

DPD, dan 2155 DPC di seluruh Indonesia. Selain itu, PKS juga memiliki 13

perwakilan di luar negeri dengan Pusat Informasi Partai Keadilan Sejahtera

(PIPKS)11.

Dengan demikian, kita dapat meliihat bahwa perubahan PK ke PKS hanyalah

semata-mata perubahan nama untuk menyiasati agar bisa mengikuti Pemilu 2004.

11 M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, h. 38

34

Page 42: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Oleh karena itu, suprastruktur (ideologi, pemikiran dan konsep-konsep partai),

maupun infrastruktur PKS (baik berupa jaringan kader, kepengurusan hingga aset-

aset partai) adalah pelimpahan dari PK.

Belajar dari “kegagalan” pada Pemilu 1999, PKS menempuh upaya

perekrutan kader dan simpatisan dengan ekstra keras. Selain itu, PKS juga mengubah

strategi dengan menampilkan citra yang lebih inklusif dengan mengangkat isu-isu

yang relevan bagi seluruh elemen masyarakat. Ini ditempuh dengan harapan PKS

mampu menjaring pemilih seluas-luasnya, tidak terbatas hanya pada kalangan kader

Tarbiyah.

B. Tokoh-tokoh PKS

Dalam piagam deklarasi12 yang di bacakan pada musyawarah Majelis Syura

Partai Keadilan XIII yang berlangsung di Wisma Haji, Bekasi, jawa Barat, pada 17

April 2003, tercantumlah beberapa nama tokoh-tokoh pendiri Partai Keadilan

Sejahtera, sebagian dari mereka kemudian menduduki posisi penting pada jajaran

MPP ataupun DPP, sebagian lagi menjadi anggota legislatif di DPR RI.

Para tokoh-tokoh yang tercantum dalam piagam deklarasi tersebut berasal ari

beberapa elemen penting yang turut berkontribusi dalam jaringan tarbiyah hingga

akhirnya membentuk sebuah kekuatan politik, elemen-elemen yang dimaksud adalah

Dewan Dakwah Islam Indonesia, elemen jaringan Lembaga Dakwah Kampus (LDK),

12 Lihat http://www.pk-sejahtera.org/v2/index.php?op=isi&id=109, artikel diakses tanggal 20

Maret 2010.

35

Page 43: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

elemen alumnus Timur tengah, para aktivis ormas maupun kepemudaan Islam, serta

para dai-dai lulusan pesantren.

Para tokoh pendiri PKS yang tercantum dalam piagam deklarasi adalah :

1. Abdullah Baharmus, Lc., MA. 2. Achyar Eldine, SE 3. Ahmad Yani, Drs. 4. Ahmadi Sukarno, Lc., MAg 5. Ahzami Samiun Jazuli, MA, DR 6. Ali Akhmadi, MA 7. Arlin Salim, Ir 8. Bali Pranowo, Drs 9. Budi Setiadi, SKH 10. Bukhori Yusuf , MA 11. Eddy Zanur, Ir, MSAE 12. Eman Sukirman, SE 13. Ferry Noor, SSi 14. H. Abdul Jabbar Madjid MA 15. H.M Ridwan 16. H.M. Nasir Zein, MA 17. Harjani Hefni, Lc 18. Haryo Setyoko, Drs 19. Herawati Noor, Dra 20. Herlini Amran, MA 21. Imron Zabidi, Mphil 22. Kaliman Iman Sasmitha 23. M. Iskan Qolba Lubis, MA 24. M. Martri Agoeng 25. Muttaqin 26. Mahfudz Abdurrahman 27. Martarizal, DR 28. Mohammad Idris Abdus Somad, MA, DR 29. Muhammad Aniq S, Lc 30. Muhammad Budi Setiawan, Drs 31. Muslim Abdullah, MA 32. Musoli, MSc, Drs 33. Musyafa Ahmad Rahim, Lc 34. Nizamuddin Hasan, Lc 35. P. Edy Kuncoro, SE. Ak 36. Ruly Tisnayuliansyah, Ir 37. Rusdi Muchtar

36

Page 44: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

38. Sarah Handayani, SKM 39. Susanti 40. Suswono, Ir 41. Syamsu Hilal, Ir 42. Umar Salim Basalamah, SIP 43. Usman Effendi, Drs 44. Wahidah R Bulan, Dra 45. Wirianingsih, Dra 46. Yusuf Dardiri, Ir 47. Zaenal Arifin 48. Zufar Bawazier, Lc 49. Zulkieflimansyah, DR.

Sebagaimana dibahas dalam bab sebelumnya, para tokoh-tokoh pendiri PKS

yang tercantum dalam piagam deklarasi berasal dari elemen-elemen kelompok

tarbiyah. Elemen-elemen gerakan tersebut adalah13 :

1. Dewan Dakwah Islam Indonesia dengan tokoh utama M. Natsir. Mereka

yang masuk dari Dewan Dakwah Islam Indonesia adalah Abu Ridho,

Husein Umar dan Masyhadi.

2. Elemen Jaringan LDK sebagai tulang punggung tarbiyah dan sekolah

(ROHIS). Mereka yang termasuk dalam kelompok ini adalah : Achyar

Eldine, SE; Ir. Arlin Salim; Ir. Eddy Zanur, MSAE; Eman Sukirman, SE;

Ir. Ruly Tisnayuliansyah; Drs. Musoli, MSc; Ir. Suswono; Ir. Yusuf

Dardiri; Sarah Handayani, SKM; Ir. Syamsu Hilal; Ferry Noor, SSi; Drs.

Bali Pranowo; Drs. Haryo Setyoko, Dra. Herawati Noor; Imron Zabidi,

13 M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen.

(Yogyakarta: LkiS), h. 24

37

Page 45: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Mphil; Drs. Muhammad Budi Setiawan; P. Edy Kuncoro, SE. Ak; Ir.

Syamsu Hilal; Umar Salim Basalamah, SIP; Dr. Zulkieflimansyah.

3. Elemen para alumnus perguruan tinggi luar negeri, khusunya Timur

Tengah. Diantaranya adalah : Abdullah Baharmus, MA; Ahmadi Sukarno,

Lc., MAg; Dr. Ahzami Samiun Jazuli, MA; Ali Akhmadi, MA; Bukhori

Yusuf , MA; H. Abdul Jabbar Madjid MA; H.M. Nasir Zein, MA; Harjani

Hefni, Lc; M. Iskan Qolba Lubis, MA; Mohammad Idris Abdus Somad,

MA, DR; Muhammad Aniq S, Lc; Muslim Abdullah, MA; Musyafa

Ahmad Rahim, Lc; Nizamuddin Hasan, Lc; Zufar Bawazier, Lc

4. Para dai lulusan pesantren. Diantara mereka adalah : H.M Ridwan;

Kaliman Iman Sasmitha; M. Martri Agoeng; Muttaqin; Mahfudz

Abdurrahman; Rusdi Muchtar; Zaenal Arifin.

C. Paradigma dan Ideologi PKS

Sebagai partai politik, PKS memiliki tujuan yang hampir sama dengan partai

lain, yakni mewujudkan demokratisasi, memperjuangkan kejayaan negara, membela

kepentingan rakyat, menegakkan keadilan, meningkatkan kesejahteraan, memperbaiki

birokrasi dan yang penting mewujudkan agenda-agenda reformasi. Akan tetapi,

berbeda dengan partai lain, PKS adalah partai dakwah, dengan demikian memiliki

agenda-agenda Islami yang berbeda dengan agenda partai lain, lebih-lebih partai yang

berideologi kebangsaan.

38

Page 46: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Sebagaimana tercantum dalam visi dan misi Partai Keadilan Sejahtera14,

disebutkan bahwa visi umum PKS adalah “Sebagai partai dakwah penegak keadilan

dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan ummat dan bangsa”. Lebih jauh visi ini

akan mengarahkan Partai Keadilan Sejahtera sebagai :

1. Partai dakwah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara.

2. Kekuatan transformatif dari nilai dan ajaran Islam di dalam proses

pembangunan kembali umat dan bangsa di berbagai bidang.

3. Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai

kekuatan yang secita-cita dalam menegakkan nilai dan sistem Islam yang

rahmatan lil ‘alamin.

4. Akselerator bagi perwujudan masyarakat madani di Indonesia.

Sementara itu misi Partai Keadilan Sejahtera adalah :

1. Menyebarluaskan da'wah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai anashir

taghyir.

2. Mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan yang Islami di berbagai

bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi.

3. Membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi

penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat.

14 Untuk visi dan misi PKS Lihat http://www.pk-sejahtera.org/v2/index.php?op=isi&id=110,

artikel diakses tanggal 20 Maret 2010.

39

Page 47: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

4. Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan

dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya.

5. Menegakkan amar ma'ruf nahi munkar terhadap kekuasaan secara konsisten

dan terus-menerus dalam bingkai hukum dan etika Islam.

6. Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahmi, kerjasama dan ishlah dengan

berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terwujudnya ukhuwah

Islamiyah dan wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa

lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merealisir agenda reformasi.

7. Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak

kezaliman khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang tertindas.

Dengan berdasar pada visi-misi tersebut dapat kita simpulkan bahwa : PKS

adalah murni partai dakwah yang berjuang melalui parlemen untuk menegakkan

nilai-nilai Islam yang berdasar pada al-Qur’an dan Sunnah. Meskipun, dalam

berbagai dokumen resmi yang dikeluarkan oleh partai menyatakan bahwa PKS

berasaskan pancasila, namun secara praktis-implementatif baik di tingkat eksekutif

maupun legislatif, PKS selalu mengedepankan nilai-nilai Islam dalam konteks

bernegara.

Kemudian, dengan mendasarkan pada visi-misi, tujuan utama berdirinya PKS

adalah menegakkan nilai dan sistem Islam sebagai rahmatan lil ‘alamiin. Poin ini

akan menjadi kontrakdiktif jika kita melihat realitas bahwa PKS hidup dan

dibesarkan dalam sistem demokrasi. Kontradiksi ini hanya dapat dipahami apabila

kita mengaitkan PKS sebagai bagian tidak terpisahkan dari demorasi. Karena pada

40

Page 48: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

akhirnya PKS harus menegakkan nilai-nilai demorasi yang mengharuskan adanya

keterbukaan, pluralisme dan inklusivisme. Bertolak belakang dengan hal ini, PKS

harus pula menegakkan nilai-nilai Islam yang seringkali bersifat ekskluif dibanding

inklusif.

Berkaitan dengan politik luar negeri PKS – sebagaimana tercantum dalam

visi-misi – dikatakan bahwa “ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan

keadilan dan menolak kedhaliman khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang

tertindas”. Secara praktis misi ini merupakan perwujudan dari solidaritas sesama

muslim atau lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa ini adalah merupakan perwujudan

dari “pan islamisme”, persatuan Islam yang dahulu pernah digagas oleh Jamaluddin

al-Afghani pada abad ke-19. Dapat dikatakan bahwa PKS adalah satu-satunya partai

yang secara tegas menyatakan perhatian mereka terhadap politik luar negeri, meski

hanya spesifik kepada Negara Islam. Ini dibuktikan oleh PKS dengan pembelaan

mereka terhadap situasi konflik Israel-Palestina, dalam bebrapa pernyataan resmi

mereka mendesak pemerintah Indonesia untuk secara aktif terlibat dalam konflik ini,

tekanan ini juga di tujukan kepada PBB melalui parlemen untuk berdiri di tengah

dalam konflik ini. Disamping itu, mereka juga kerap kali melakukan demonstrasi

dengan mengerahkan ratusan ribu kader mereka untuk turun kejalan menyuarakan

aspirasi, tujuannya agar suara umat Islam Indonesia dapat terdengar oleh dunia

Internasional terkait dengan konflik antara Israel-Palestina yang kian tak berujung.

Demi menjabarkan visi dan misi tersebut maka disusunlah strategi, sebagai

mana dicantumkan dalam buku Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan

41

Page 49: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Sejahtera yang diterbitkan oleh Majelis Pertimbangan Pusat Partai Keadilan

Sejahtera (2007) bahwa Strategi PKS sebagai partai dakwah (khuthuth ‘aridhah)

dalam transformasi berbangsa, adalah gerakan kultural (strategi mobilisasi

horizontal/tabi’ah al-afaqiyah) dan gerakan struktural (strategi mobilitas

vertikal/tabi’ah al-amudiyah). Mobilitas vertikal adalah penyebaran kader dakwah ke

berbagai lembaga yang menjadi mashadirul qarar (pusat-pusat kebijakan), agar

mereka dapat menterjemahkan konsep dan nilai-nilai Islam ke dalam kebijakan-

kebijakan publik. Sedangkan mobilisasi horizontal adalah penyebaran kader dakwah

ke berbagai kalangan dan lapisan masyarakat untuk menyiapkan masyarakat agar

mereka menerima manhaj Islam serta produk kebijakan yang Islami. 15

Paradigma Partai Dakwah yang melekat pada PKS ini kemudian memberikan

pengaruh terhadap sikap mereka di parlemen. Menurut M. Imdadun Rahmat,

masuknya kader PKS dalam jajaran legislatif di pusat maupun di daerah

memunculkan suatu warna baru. Para anggota legislatif yang merupakan santri

jebolan pengajian tarbiyah ini menyuarakan gerakan moral di DPR. Mereka

mempraktikkan gaya hidup shaleh dengan ketaatan beribadah, kesantunan akhlak

serta menjauhi kemaksiatan yang melekat dengan dunia glamour kepartaian. Salah

satu bentuk gerakan moral ini adalah gebrakan politik parlementer melawan

korupsi16.

15 Majelis Pertimbangan Pusat partai Kedilan Sejahtera. Platform Kebijakan Pembangunan Partai

Keadilan Sejahtera. (Jakarta: MPP Partai Keadilan Sejahtera, 2007), h. 17 16 M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen., h. 46

42

Page 50: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Pada sisi lainnya, PKS adalah partai kader. Sebagaimana keyakinan PKS17

bahwa jawaban untuk melahirkan Indonesia yang lebih baik di masa depan adalah

dengan mempersiapkan kader-kader yang berkualitas baik secara moral, intelektual,

dan profesional. Sebagai partai kader PKS memiliki sistem kaderisasi kepartaian yang

sistematis dan metodik. Kaderisasi ini memiliki fungsi rekrutmen calon anggota dan

fungsi pembinaan untuk seluruh anggota, kader dan fungsionaris partai. Fungsi-

fungsi ini dijalankan secara terbuka melalui infrastruktur kelembagaan partai yang

tersebar dari tingkat pusat sampai tingkat ranting. Fungsionalisasi berjalan sepanjang

waktu selaras dengan tujuan dan sasaran umum partai, khususnya dalam bidang

penyiapan sumber daya manusia partai18.

Dalam konteks pengkaderan, PKS mempunyai dasar pemikiran bahwa untuk

mendapatkan kader yang tangguh maka diperlukan suatu pembinaan yang secara

khusus dengan cara bertahap. Adapun pentahapan tersebut yakni dengan membangun

kekuatan pribadi yang baik dapat melahirkan keluarga yang baik. Keluarga yang baik

dapat pula melahirkan masyarakat yang baik. Keluarga dan masyarakat yang baik

akan menciptakan lingkungan yang baik juga. Mengingat pembangunan sebuah

negara memerlukan pribadi dan masyarakat yang shaleh, yang layak memikul

amanah yang dibebankan kepadanya, maka pembangunan pribadi juga sesuatu yang

niscaya. Sebab, setiap individu bertanggung jawab karena ia adalah alat masyarakat

17 http://www.pk-sejahtera.org/v2/index.php?op=isi&id=110, artikel diakses tanggal 20 Maret

2010. 18 Aay Muhammad Furkon. Partai Keadilan sejahtera; Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda

Muslim Indonesia Kontemporer, h. 204

43

Page 51: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

dan negara yang terpenting dalam melaksanakan tugas sosial dan politik demi

kepentingan dan tujuan bersama19.

tetapi menurut Aay Muhamad Furqon20, PKS bukan murni partai kader

melainkan kombinasi antara partai kader dan partai massa. Asumsi dari pernyataan

ini menurut Furqon, diakui pula oleh Sekjen PKS, bahwa Partai Keadilan Sejahtera

adalah gabungan antara apa yang kita sebut dengan Nukhbawiyah Jamahiriyyah, jadi

gerakan elit dan massa. Pijakan yang melandasi Nukhbawiyah Jamahiriyyah adalah

proses kebangkitan umat Islam kembali memerlukan kualifikasi kepemimpinan

kolektif dalam umat itu.

Kelompok kecil inilah yang mempunyai fungsi sebagai tulang punggung yang

memikul sebagian besar beban-beban umat itu. Dalam pengertian yang disebut

Rasulullah SAW. Annasu kal ibili miah, manusia itu seperti seratus ekor unta

latakaadu minhum rihlah, hampir-hampir kamu tidak menemukan seekor pun

diantaranya yang dapat memikul beban berat. Jadi masyarakat juga seperti itu, yang

memimpin mereka itu sedikit, karena itu kalau suatu partai politik tidak menyiapkan

kader-kader yang akan memimpin negeri dimana partai itu berpartisipasi, maka kelak

partai itu akan jadi bencana bagi negerinya.

Menurut M. Imdadun Rahmat21, paradigma PKS sebagai partai dakwah

terpengaruh oleh gerakan Ikwanul Muslimin, yang didirikan oleh Syaikh Hasan Al-

Bana di Mesir pada bulan April 1928. Organisasi ini menyeru untuk kembali kepada

19 Aay Muhammad Furkon. Partai Keadilan sejahtera;, h. 208 20 Aay Muhammad Furkon. Partai Keadilan sejahtera;, h. 204 21 M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS;, h. 98

44

Page 52: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Islam sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah, mengajak untuk

menerapkan syari’at Islam dalam realitas kehidupan, mengembalikan kejayaan Islam

dan berdiri menentang arus sekularisasi di kawasan Arab dan dunia Islam.

Dalam anggaran dasar Ikhwanul Muslimin disebutkan bahwa tujuan

organisasi ini adalah melakukan dakwah Islam yang benar, menyatukan umat Islam,

menjaga kekayaan negara untuk mensejahterakan rakyat, meningkatkan keadilan

sosial dan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Tujuan Ikhwanul Muslimin

yang lain adalah membebaskan seluruh negeri Arab dan Islam dari kekuasaan asing,

mendorong Liga Arab dan Pan Islamisme (Khilafah Islamiyyah), membentuk negara

yang melaksanakan semua hukum dan ajaran Islam seutuhnya dan mendukung

kerjasama internasional untuk melindungi hak dan kebebasan serta berpartisipasi

dalam menciptakan perdamaian dan mengembangkan peradaban kemanusiaan yang

baru.

Sedangkan gerakan yang dilakukan Ikhwanul Muslimin meliputi gerakan

dakwah melalui media massa, mempersiapkan delegasi dan utusan ke dalam dan luar

negeri, mendidik anggota sesuai dengan sistem dan prinsip Ikhwanul Muslimin

(metode Usroh/Tarbiyah), mengupayakan terwujudnya aturan-aturan publik yang

lebih Islami, mendirikan lembaga-lembaga sosial, ekonomi, keagamaan, kesehatan,

pendidikan dan lembaga-lembaga amar ma’ruf nahi munkar22.

PKS merupakan partai yang menjadikan Ikhwanul Muslimin sebagai acuan

utama dalam gerakan politiknya. Partai ini banyak mengadopsi pemikiran Ikhwnaul

22 M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, h. 100

45

Page 53: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Muslimin, baik dalam ideologi politik, manhaj dakwah, maupun pemahaman

keislamannya. Oleh karena itu banyak kader PKS yang menyebut partainya sebagai

“anak ideologis” Ikhwnaul Muslimin. Para aktivis PKS dengan penuh kesadaran

menyebut diri mereka sebagai kader Ikhwanul Muslimin. Di kalangan kader

Tarbiyah, PKS diakui sebagai IM-nya Indonesia. Bahkan PKS ditengarai pernah

merencakan menjadikan Indoesia sebagai sentrum perjuangan Ikhwanul Muslimin

Internasional23.

Itulah sebabnya PKS memiliki hubungan yang dekat dengan berbagai

kelompok di Timur tengah, baik ormas maupun partai politik yang menjadikan

Ikhwanul Muslimin sebagai acuan ideologinya. Kedekatan yang paling menonjol

adalah dengan faksi Hamas Palestina. Hamas adalah partai politik dan sekaligus faksi

mujahidin kemerdekaan Palestina yang berideologi Ikhwanul Muslimin24. Dukungan

nyata PKS terhadap Hamas adalah sumbangan dana “one man one dollar” sejumlah

enam miliar rupiah. Pengumpulan donasi bagi Hamas ini terus berlanjut dan menjadi

kegiatan rutin kader-kader PKS. Dukungan lain adalah sikap-sikap PKS yang tegas

terhadap Amerika Serikat dan Israel serta komunikasi intensif antara para anggota

parlemen hamas dengan anggota legislatif PKS. Dalam konflk internasional antara

Hamas dengan Fatah, PKS terlihat mendukung Hamas25.

23 M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS;, h. 97 24 Berbeda dengan Hamas yang ekstrim dan radikal dan seringkali menggunakan cara kekerasan

dalam setiap gerakannya. PKS meskipun sama-sama berideologi Ikhwanul Muslimin meninggalkan cara-cara kekerasan dan menjadi demokrasi sebagai alat perjuangan untuk mencapai tujuannya.

25 M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS;, h. 98

46

Page 54: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

47

Produk-produk tertulis resmi Ikhwanul Muslimin, baik Anggaran Dasar,

Anggaran Rumah Tangga, produ-produk Munas Ikhwanul Muslimin, maupun risalah-

risalah Syaikh hasan al-Banna serta pemikiran para tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin

yang lain banyak dpelajari oleh kader PKS, dan sangat berpengaruh pada

pembentukan pandangan-pandangan politik maupun keagamaan mereka. Banyak

unsur-unsur dasar pemikiran Ikhwanul Muslimin yang diadopsi menjadi bangunan

pemikiran yang membentuk jati diri PKS. Ini tidak mengherankan karena pengaruh

Ikhwanul Muslimin terhadap kader PKS terjadi sejak awal terbinanya gerakan

dakwah kampus era 1970-an sebagai embrio PKS.

Disamping itu, bentuk-bentuk keorganisasian Ikhwanul Muslimin juga

mengilhami bentuk-bentuk organisasi yang dipakai PKS. Pemikiran Ikhwanul

Muslimin juga sangat mempengaruhi keputusan-keputusan resmi partai ini,

disamping itu juga sangat mewarnai materi model, serta pola-pola pendidikan dan

pengkaderan di PKS. Hasilnya, pemikiran-pemikiran Ikhwanul Muslimin menjadi

acuan utama, baik secara resmi oleh partai maupun para kadernya.

Page 55: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

BAB IV

PERUBAHAN DAN IMPLIKASI PLATFORM

PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

A. Politik Aliran dalam Pemilu 2009

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, yang dimaksud dengan

politik aliran adalah kelompok sosio-budaya yang menjelma sebagai organisasi

politik. Clifford Geertz menemukan empat aliran besar dalam masyarakat Jawa yaitu

PNI yang mewakili golongan priyayi, PKI yang mewakili golongan abangan,

Masyumi sebagai wakil dari santri modernis, serta NU yang merupakan wakil santri

tradisionalis. Dengan demikian pembentukan partai politik pada awal kemerdekaan

mengikuti garis-garis pengelompokkan yang sudah ada, baik menurut kelompok-

kelompok suku bangsa, etnik ataupun agama dan kepercayaan1.

Pada masa orde baru pola aliran tercermin dalam politik elektoral saat

Soeharto memaksakan semua partai santri bergabung kedalam Partai Persatuan

Pembangunan (PPP), dan semua partai priyayi, abangan, dan non-Islam berdifusi

menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pasca orde baru realitas politik yang

didasarkan pada aliran bukan berangsur hilang, melainkan sebaliknya kian menonjol.

R. William Liddle, guru besar di Departemen Ilmu Politik Ohio State University,

dalam bukunya Revolusi dari Luar; Demokatisasi di Indonesia (2005) menyatakan

1 Daniel S. Lev Partai-partai Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Parlementer (1950-1957) Dan Demokrasi Terpimpin (1957-1965). Dalam Ichlasul Amal. Teori-teori Mutakhir partai Politik, h. 132.

48

Page 56: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

bahwa pola aliran masih berlaku, dan dalam pemilu 1999 semua partai yang meraih

suara terbanyak, kecuali Golkar merupakan perwujudan baru dari sistem aliran yang

dilukiskan oleh Geertz.

PDI-P merupakan kelanjutan secara organisatoris dan ideologis dengan PNI

yang diciptakan Soekarno. Begitu juga dengan PKB, yang merupakan kelanjutan dari

partai politik NU. Kita juga bisa mengaitkan, secara lebih longgar, antara PAN

melalui Muhamadiyah (sebagai santri modernis) dengan Masyumi. PPP juga tidak

bisa dilepaskan dari masa lalunya dengan NU ketika pada 1971 bersama partai-partai

santri, berdifusi menjadi PPP.

Sejarah terulang kembali dalam pemilu 2004. Ketika politik aliran mulai

menemukan bentuknya lewat kemenangan partai-partai yang mengikuti pola aliran

yang dirumuskan Geertz pada 1950-an, dengan beberapa pengecualian, yaitu

suksesnya Partai Demokrat meraih sekitar 7,5 % suara meski afiliasi alirannya samar-

samar.

Dalam konteks demikian kita melihat bahwa politik aliran tengah bekerja di

dalam kehidupan politik kita dewasa ini. Ia berperan sebagai instrumen untuk

mobilisasi dan maksimalisasi dukungan2.

Lalu apa yang terjadi pada pemilu 2009, apakah pola-pola aliran masih

berulang seperti dua pemilu sebelumnya sejak awal reformasi?

Pemilihan Umum (Pemilu 2009) diikuti oleh 38 parpol, sebanyak 18 parpol

peserta adalah parpol baru. Sementara itu, dua parpol baru Hati Nurani Rakyat

2 Bahtiar Effendy. Repolitisasi Islam: Pernahkah islam Berhenti Berpolitik?, h. 202.

49

Page 57: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

(Hanura) yang dipimpin oleh Mantan Menhankam/Pangab pada masa Orde Baru,

Wiranto, dan Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang dipimpin oleh mantan Danjen

Kopassus Prabowo Subianto, lolos parlementary threshold dan meraih kursi DPR.3

Fenomena yang paling menarik dalam Pemilu 2009 ini adalah munculnya

partai Demokrat sebagai pemenang. Pada Pemilu 2004, partai ini mencatat sejarah

sebagai parpol baru yang langsung menggebrak peta perpolitikan nasional dengan

keberhasilannya meraup 8,46 juta suara (7,5 persen) dan berhasil mendudukkan

kadernya di Senayan. Fenomena kemenangan partai Demokrat dalam Pemilu 2009 ini

telah mendudukkannya sebagai Partai “papan atas” dengan menggeser kedudukan

PDI-P dan Golkar, yang telah mendominasi sejak Pemilu 1999.

Fenomena Demokrat ini sangat menarik perhatian mengingat Partai Demokrat

adalah salah satu Partai yang Pola alirannya sama-samar4. Keberhasilan Partai

Demokrat dalam dua Pemilu tak terpisahkan dari popularitas tokoh Susilo bambang

Yudhoyono. Begitu juga dengan PAN (Amien Rais) dan PKB (Abdurrahman Wahid).

Munculnya Gerindra dan Hanura pada Pemilu 2009 juga sangat berkaitan dengan

popularitas Prabowo Subianto dan Wiranto5 Fenomena ini bisa dijadkan sebuah titik

awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai beralihnya “politik aliran” ke

“politik ketokohan”.

R. William Liddle dalam sebuah wawancara di harian Kompas (07 Juli 2009)

menyatakan bahwa berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, khususnya pada

3 Kompas, 01 Juli 2009 4 R. William Liddle. Revolusi dari Luar: Demokratisasi di indonesia, h. 106 5 R. William Liddle. Kompas, 07 Juli 2009

50

Page 58: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

pemilu Orde Baru, Pemilu 2009 ini tidak lagi dimeriahkan oleh pertarungan ideologi

atau aliran. Pertarungan dalam pemilu lebih banyak diwarnai pencitraan dan jualan

pesona para tokoh popular6.

Menurut Arya Fernandes7, trend politik kini bergerak meninggalkan ruang-

ruang ideologis, hal yang selama ini dianggap tabu. Itu pun sudah terbantahkan.

Rivalitas Islamisme dan nasionalisme tidak lagi berada dalam wilayah ideologis.

Simbol-simbol agama juga tak lagi menjadi pemikat untuk menarik simpati pemilih.

Pembentukan Baitul Muslim Indonesia (BMI) oleh Partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan (PDIP) dan deklarasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi partai

yang terbuka semakin memperkuat sinyalemen runtuhnya aliranisasi politik.

Imam Prihadiyoko8 secara lebih ekstrim mengatakan bahwa politik Indonesia

kini kian memperlihatkan politik yang tak ideologis. Bahkan menurutnya, tidak ada

lagi perdebatan ideologi yang melelahkan. Polarisasi ideologi seperti masa lalu sangat

sulit ditemukan, apalagi jika yang berhadapan Islam dan Nasionalis. Pergeseran ini,

menurut Prihadiyoko, makin memperlihatkan adanya ketidakjelasan dalam berpolitik.

Pasalnya, gaya politik yang muncul seperti si buta yang diserang lebah. Langkah dan

tindakannya seperti tidak beraturan, yang dinginkan hanyalah hasil akhir.

Eep Saefulloh Fatah9, mengemukakan bahwa gejala penting yang terlihat di

balik pengajuan calon anggota legislatif pada Pemilu 2009 mereka lebih cenderung

6 R. William Liddle. Kompas, 07 Juli 2009 7 Arya Fernandes. Suara Karya, 25 Maret 2008 8 Imam Prhadiyoko, Kompas. 02 Desember 2008 9 Eep Saefulloh Fatah, ”Ideologisasi Versus Idolisasi,” Kompas, 16 September 2008

51

Page 59: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

mengambil “idolisasi” sebagai jalan pintas ketimbang “ideologisasi”. Dalam Pemilu

2009, menurut Eep, alih-alih melakukan kaderisasi dan regenerasi kepemimpinan

dengan tekun, partai lebih senang melakukan cara instan mencari figur publik,

khusunya kalangan pesohor yang sudah populer. Suara digalang tak melalui proses

pembentukan hubungan pertukaran, tetapi melalui ikatan keterpesonaan dan kultus

pemilih terhadap idola mereka.

Berekembangnya idolisasi sekaligus menggarisbawahi bahwa umumnya

partai politik tak menguat dan mendewasa setelah tumbuh selama satu dekade. Partai

tumbuh hampir tanpa pembeda, nyaris tanpa karakter dan semua partai sama adanya.

Kecenderungan idolisasi merata pada semua partai10. Apa yang dimaksud Eep

sebagai Idolisasi sesungguhnya adalah representasi dari politik ketokohan.

Kuskridho Ambardi11 bahkan telah mensinyalir bahwa ideologi partai-partai

di Indonesia telah lama pudar. Dengan mengamati perilaku partai-artai pada Pemilu

1999 dan 2004, Ambardi berkesimpulan bahwa partai-partai politik telah

mengembangkan suatu pola kerja sama yang serupa sistem kepartaian yang

terkartelisasi12. Faktor penyebab kartelisasi ini adalah kepentingan kolektif partai-

partai dalam menjaga sumber-sumber rente di lembaga eksekutif dan legislatif demi

kelangsungan hidup mereka sebagai suatu kelompok.

10 Eep Saefulloh Fatah, ”Ideologisasi Versus Idolisasi,” Kompas, 16 September 2008 11 Kuskridho Ambardi. Mengungkap Politik Kartel; Studi tentang Sistem Kepartaian di Indoensia

Era reformasi, h. 347 12 Kartelisasi disini didefinisikan sebagai situasi di mana partai-partai politik secara kolektif

mengabaikan komitmen ideologis atau programatis mereka demi kelangsungan hidup mereka sebagai satu kelompok. Lihat Kuskridho Ambardi. Mengungkap Politik Kartel. h. 347

52

Page 60: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Disamping itu penelitian Ambardi13 juga menemukan bahwa partai-partai

bertindak secara kolektif sebagai satu kelompok, dan secara kolektif pula

meninggalkan komitmen program mereka sebagaimaa ditunjukkan oleh fenomena

migrasi ideologis dalam kasus subsidi Negara. Dalam kasus ini mereka bergeser dari

komitmen yang bersifat populis ke kemitmen yang pro-pasar. Rentang jarak antara

komitmen ideologis dan program elektoral mereka dengan kompromi yang dilakukan

di lapangan melampaui batas yang lazim diterima sebagai batas minimal ciri

persaingan antar partai.

Dengan melihat fenomena yang terjadi pada Pemilu 2009 kita dapat

mengambil sebuah kesimpulan bahwa politik aliran sudah mulai memudar dan

beralih menjadi politik ketokohan. Pernyataan R. William Liddle14, membenarkan

argumentasi pudarnya politik aliran ini, dia menyatakan bahwa saat ini Indonesia

sedang menciptakan sebuah sistem politik yang memberikan peran besar kepada

politisi dan sebagai individu. Hal ini, menurut Liddle, berbeda sekali Orde Lama

ketika partai dan pemimpin partai memainkan peran yang jauh lebih besar.

Pudarnya politik aliran pada Pemilu 2009 ini juga ditandai dengan

memudarnya ideologi partai-partai yang menjadi basis perjuangan mereka. Arya

Fernandes15 misalkan menyatakan bahwa Islamisme sebagai ideologi politik juga

sudah tidak lagi mendapatkan tempat yang signifikan di hati para pemilih. Jadi, tidak

seperti Pemilu 1955, ketika aliranisasi politik masih menguat dan rivalitas ideologis

13 Kuskridho Ambardi. Mengungkap Politik Kartel; h. 234 14 R. William Liddle. Kompas, 07 Juli 2009 15 Arya Fernandes. Suara Karya, 25 Maret 2008

53

Page 61: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

antara partai Islam dan sekuler menjadi sangat kentara. Kini, politik aliran telah

kehilangan makna, apalagi setelah perubahan citra PKS menjadi partai pluralis dan

terbuka. Menjadi sulit kemudian membedakan antara partai Islam dan partai sekuler.

Sepertinya, sudah tidak ada lagi perbedaan yang kentara antara partai Islam dan

sekuler, baik pada ranah ideologi maupun program. Apa yang selama ini dianggap

tabu bagi partai sekuler, kini sudah terbantahkan. Partai sekuler seperti PDIP berhasil

mewadahi kepentingan kelompok Islam melalui pembentukan BMI, sesuatu yang

sangat tabu pada dekade 1950-an.

Tifatul Sembiring, Presiden PKS menyatakan bahwa PKS membuka diri

untuk berkoalisi dengan partai manapun, termasuk PDI-P, yang tidak memiliki

komitmen keislaman yang jelas. Bahkan menurutnya, dari sejumlah riset, koalisi PKS

dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) adalah yang dianggap bias

mendatangkan pemilih dalam jumlah paling besar. Menurut Sembiring, sangat

mungkin PKS menggandeng Megawati Soekarnoputri, ketua umum sekaligus calon

Presiden PDI-P, pada pemilihan Presiden 2009.16

Pernyataan tifatul ini bisa dijadikan sebuah argumentasi, bagaimana pola-pola

aliran tidak lagi menjadi instrumen utama dalam politik. Dan sepertinya mereka

beranggapan bahwa tampak ganjil jika hanya mengandalkan religio-ideological

cleavages sebagai ikon untuk mobilisasi dan maksimalisasi suara. Karena dengan

membuka diri, setiap partai dapat meraih dukungan sebanyak mungkin dari beragam

entitas, ras, agama dan golongan agar bisa memerintah negeri ini.

16 Kompas, 15 September 2008

54

Page 62: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Seolah menguatkan pernyataan Tifatul Sembiring, Anis Matta, Sekjen PKS17,

mengatakan bahwa era politik aliran di Indonesia dinilai sudah berakhir. Oleh karena

itu, menurut Anis, PKS berhasrat merangkul semua suku maupun agama yang ada di

Indonesia untuk memenuhi target perolehan suara 20 persen dalam Pemilu 2009. Saat

ini sudah waktunya bagi PKS untuk membuka diri, mengusung isu kemanusiaan

tanpa dominasi agama. Selain itu, lanjut Anis, agenda PKS untuk mengusung isu

kemanusiaan tanpa sekat apapun dalam persatuan bangsa adalah dengan

menghapuskan anggapan awam bahwa partai selalu berorientasi tempat, tokoh, dan

warna.

B. Perubahan Platform Partai Keadilan Sejahtera.

Platform kebijakan pembangunan PK Sejahtera, merupakan dokumen yang

merefleksikan visi, misi, program dan sikap partai terhadap berbagai persoalan

Indonesia. Platform menjadi penggerak utama kegiatan partai, dan akan menjadikan

segenap aset partai disemua sektor kehidupan, yaitu sektor ketiga, sektor publik dan

sektor swasta bekerja secara terintegrasi, kontinyu, fokus dan terarah sehingga

sumber daya partai yang terbatas bisa dikelola secara baik untuk mendapatkan hasil

sesuai dengan yang diharapkan dan secara langsung bisa dirasakan oleh para

simpatisan, konstituen dan masyarakat pada umumnya18.

17 http://www.pk-sejahtera.org/v2/index.php?op=isi&id=6757, diakses tgl. 30 Maret 2010. 18 Majelis Pertimbangan Pusat partai Kedilan Sejahtera. Platform Kebijakan Pembangunan Partai

Keadilan Sejahtera. (Jakarta: MPP Partai Keadilan Sejahtera, 2007), h. xxv

55

Page 63: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Menurut Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS, Suharna Surapranata19,

Platform Kebijakan Pembangunan PKS dalam berbagai bidang kehidupan yang

strategis dipandang penting untuk dua sasaran. Pertama, sebagai instrumen

komunikasi kepada massa konstituen sekaligus sebagai alat untuk meresonansikan

perpsepsi tentang kehidupan bersama yang diperjuangkan. Sebab platform ini

mencerminkan jati diri, isi hati dan kepala PKS, sekaligus sebagai navigasi dalam

mengelola Negara dan komitmen yang akan dikerjakan. Dalam bingkai politik, maka

platform adalah proposal yang ditawarkan partai kepada konstituen dan masyarakat

pemilih untuk mendulang suara secara objektif dan bertanggung jawab.

Kedua, sasaran yang bersifat internal ke dalam tubuh PKS sebagai institusi

dakwah, platform adalah cara pandang institusi dakwah terhadap Negara, pengelolaan

Negara dan kehidupan bersama dalam wilayah NKRI. Platform adalah derivasi

sekaligus wahana (vehicle) dari ideologi partai. Ini merupakan subyektivitas dakwah,

cara pandang dakwah terhadap dunia di sekelilingnya. Platform secara internal

merupakan kristalisasi pemahaman akan arah bagaimana negara dan pengelolaan

Negara ke depan seharusnya dilakukan. Dengan demikian, platform tidak lain adalah

sekumpulan nilai, harapan dan capaian konseptual dari hasil interaksi dan

internalisasi intitusi dakwah terhadap sejarah panjang dan pengalaman dirinya dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dengan itu menumbuhkan pemahaman

konseptual dalam tubuh institusi dakwah itu sendiri. Dengan platform masing-masing

19 Suharna Surapranata. Kata Pengantar. Majelis Pertimbangan Pusat partai Kedilan Sejahtera.

Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera. (Jakarta: MPP Partai Keadilan Sejahtera, 2007), h. xxvii

56

Page 64: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

kader sebagai da’i dapat memahami bagaimana gerak langkah, sikap dan arah

institusi dakwah bergulir menembus waktu di dalam ruang publik secara obyektif.

Platform politik ini juga ingin menegaskan kembali karakteristik PKS sebagai

Partai Dakwah, yang bukan sekedar bekerja struggle for power secara struktural

politik setiap 5 tahunan dalam bingkai pemilu, tetapi juga sebagai sebuah partai yang

menggulirkan kerja-kerja kultural dalam pembangunan umat dan peradaban. Dalam

konteks inilah dapat diungkapkan tekad PKS sebagai sebuah intitusi dakwah yang

mengusung prinsip dan komitmen bersih, peduli dan professional20.

Platform Kebijakan Pembangunan PKS terdiri dari platform bidang politik,

ekonomi dan sosial budaya. Namun untuk kepentingan skripsi ini, platform tersebut

dibatasi hanya pada pembahasan platform poltik. Secara ringkas platform politik

dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 1 Ringkasan Platform Partai Keadilan Sejahtera

No Bidang Politik Ringkasan platform

1 Politik Nasional Mempelopori reformasi sistem politik, birokrasi, peradilan, dan militer untuk berkomitmen terhadap penguatan demokrasi

2 Kepemimpinan Nasional

Menumbuhkan kepemimpinan yang kuat yang mempunyai kemampuan membangun solidaritas masyarakat untuk berpartisipasi dalam seluruh dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, yang memiliki keunggulan moral, kepribadian, dan intelektualitas (Bersih, Peduli dan Profesional)

3 Ketatanegaraan Mendorong penyelanggaraan sisitem ketatanegaraan sesuai dengan fungsi dan wewenang setiap lembaga agar terjadi

20 Suharna Surapranata. Kata Pengantar. Majelis Pertimbangan Pusat partai Kedilan Sejahtera.

Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera, h. xxvii

57

Page 65: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

proses saling mengawasi, demi perubahan hubungan ketatanegaraan yang lebih stabil

4 Reformasi Birokrasi

Memperbaiki sitem rekrutmen dan pemberian sanksi-penghargaan, serta pebnataan jumlah pegawai negeri dan memfokuskannya pada posisi fungsional untuk membangun birokrasi yang bersih, kredibel dan efisien

5

Penegakkan hokum dan Perlidungan HAM

Strategi penegakkan hukum diawali dengan membersihkan aparat penegaknya dari perilaku bermasalah dan kruptif, serta penguatan kapasitas kelembagaan

6 Pertahanan

Menjadikan kekuatan rakyat sebagai modal dasar kekuatan Negara dalam menghadapi ancaman domestik dana asing, dengan mingkatkan kesadaran bela Negara masyarkat melalui penumbuhan rasa saling percaya dan semangat kebangsaan baru

7 Keamanan

Menjadikan kekuatan rakyat sebagai modal dasar kemanan domestik danketertiban social dengan menempatkan polisi selaku aparat pemelihara kamtibmas, peegak hokum, pengayom dan pelindung dan pelayan masyarakat

8 Kewilayahan

Mengmbangkan otonomi daerah yang terkendali serta berorientasi pada semagat keadilan dan proporsionalitas melalui musyawarah dalam lembaga-lembaga kenegaraan di tinkgat pusat, provinsi dan daerah

9 Politik Luar Negeri

Mendorong prinsip bebas dan aktif, menggalang solidaritas dunia demi mendukung bangsa-bangsa yang tertindas dalam merebut kemerdekaannya

10 Komunikasi dan Informasi

Menggenapi prinsip kebebasan informasi dengan kejujuran dalam berkomunikasi disertai penegakkan etika profesi dan pemberian sanksi hokum bagi pelanggaran informasi. Menjaga semangat kebebasan berekspresi agar tidak dikekang oleh kepentingan ekonomi dan politik.

Sumber : Majelis Pertimbangan Pusat partai Kedilan Sejahtera. Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera. Jakarta: MPP Partai Keadilan Sejahtera, 2007.

Berkaitan dengan bentuk Negara, PKS mencita-citakan pembangunan menuju

Indonesia yang maju, kuat, aman, adil, sejahtera dan bermartabat sesuai dengan cita-

cita universal, yakni Negara kesatuan Republik Indonesia yang adil dan makmur di

bawah lindungan Allah SWT.Berkaitan dengan model demokrasi. PKS menjadikan

58

Page 66: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

demokrasi sebagai model politik yang representativ dalam konteks masyarakat

majemuk seperti Indonesia21.

Dengan mengamati keseluruhan platfrom di bidang politik yang tercantum

dalam “Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera”, sesungguhnya

dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan yang dapat

menggolongkan PKS sebagai partai terbuka.

Mengenai komitmen PKS terhadap NKRI dan demokrasi yang ditekankan

pada Platform Kebijakan Pembangunan, sejak awal berdirinya PKS tidak pernah

menunjukkan niat mendirikan Negara Islam di Indonesia. Berdasarkan dokumen-

dokumen politik yang disusun partai ini sama sekali tidak menyinggung untuk

mendirikan Negara Islam ataupun adanya agenda untuk memberlakukan Piagam

Jakarta22.

Berkaitan dengan komitmen terhadap NKRI dan Demokrasi, dinyatakan oleh

salah seorang pendiri PKS, Abdullah Baharmus, Lc., MA., beliau menyatakan bahwa

PKS adalah salah satu Partai Politik di Indonesia yang mempunyai prinsip bahwa

NKRI adalah sudah final, jadi kita tidak ada ingin mendirikan Negara Islam, tapi

bagaimanapun juga akhlak dan ajaran Islam harus menjadi jiwa kita dan kehidupan

kita sehari-hari. Maka dari itu kita dalam berpolitik harus menggunakan akhlak Islam

dan prinsip-prinsip Islam seperti keadilan, kejujuran, profesional.23 Seperti juga

21 Majelis Pertimbangan Pusat partai Kedilan Sejahtera. Platform Kebijakan Pembangunan Partai

Keadilan Sejahtera. (Jakarta: MPP Partai Keadilan Sejahtera, 2007), h. vi 22 Kuskridho Ambardi. Mengungkap Politik Kartel; h. 150 23 Wawancara Pribadi dengan Abdullah Baharmus, Lc., MA., Jakarta, 7 April 2010.

59

Page 67: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

dikatakan oleh Salah Satu Anggota Majelis Syuro PKS, Ika Fithriyadi, bahwa NKRI

sudah final seperti terdapat di dalam buku Platform PKS yang dikeluarkan Majelis

Pertimbangan Partai (MPP), tentang Anggaran Dasar terdapat dalam Pasal 5 yaitu,

dinyatakan bahwa ada dua tujuan didirikannya PKS, pertama adalah mewujudkan

cita-cita Nasional bangsa Indonesia yang termaktub dalam UUD 1945, kedua adalah

mewujudkan Masyarakat madani yang adil dan sejahtera dalam ridho Allah SWT di

dalam NKRI24.

Dengan demikian sesungguhnya kita tidak melihat hal-hal yang benar-benar

baru dari Platform Kebijakan Pembangunan PKS dalam menghadapi Pemilu 2009.

Kalaupun pada Pemilu 2009 yang lalu seolah terjadi perubahan-perubahan yang

ditunjukkan dengan iklan-iklan yang tujuannya ingin mencitrakan PKS sebagai partai

terbuka dan menghilangkan eksklusifitas yang selama ini melekat pada dirinya.

Seperti misalkan iklan politik berdurasi 30 detik yang menyajikan delapan

tokoh nasional: KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asyari, Jendral Sudirman, Bung

Tomo, Soekarno, Muhammad Hatta, Mohammad Natsir dan Soeharto. Iklan berbiaya

Rp1 milyar itu diputar di lima stasiun televisi nasional selama tiga hari berturut-turut,

9-11 November 2009. Jumlah delapan tokoh disesuaikan dengan nomor urut partai ini

dalam Pemilu25.

Dengan melihat iklan tersebut, banyak pihak kemudian meyatakan bahwa

PKS yang selama ini dicitrakan sebagai Partai Islam yang cenderung eksklusif telah

24 Wawancara Pribadi dengan Ika Fithriyadi, Jakarta, 30 Maret 2010 25Iklan Pahlawan Partai Dakwah, Tempo, 23 November 2008

60

Page 68: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

mencoba membuka diri. Karena, delapan tokoh yang ditampilkan dalam iklan

tersebut merepresentasikan ideologi dan golongan yang ada di Indonesia. KH. Ahmad

Dahlan dan M. Natsir representasi dari Islam modernis; KH. Hasyim Asy’ari

representasi dari Islam tradisionalis; Soekarno dan Hatta representasi dari golongan

nasionalis; Sudirman dan Soeharto representasi dari kelompok militer. Soeharto juga

merupakan representasi dari kelompok-kelompok yang masih setia dengan Orde

Baru.

Berbeda dengan iklan politik partai-partai lain, iklan tersebut seolah tidak

biasa. Ia mendulang kontroversi lumayan panjang, terutama lantaran sosok Soeharto.

Sebagian kalangan menolak penahbisan Soeharto sebagai pahlawan dan guru bangsa

bahkan menurut Eep Saefulloh fatah, iklan ini menjadi salah satu pertaruhan penting

PKS dalam mengulang sukses Pemilu 200426.

Muttamimul ‘Ula menyatakan bahwa maksud pembuatan itu adalah

memberikan sentimen positif kepada masyarakat dan diharapkan akan memperluas

basis dukungan27. Menurut Ika Fithriyadi28, tujuan PKS dengan melakukan political

marketing seperti ini didasarkan perkembangan partai Islam yang dinamis, dan

realitas yang menunjukkan bahwa dukungan masyarakat terhadap partai Islam

cenderung turun. Belajar dari pengalaman itu semua PKS ingin diterima semua

kalangan tidak hanya dari umat Islam. Perlu diketahui bahwa PKS adalah partai

26 Eep Saefulloh Fatah. ”Soeharto dalam Pemasaran Politik PKS,”. Tempo, 14 Desember 2008. H.

98-99 27 Kompas. “Tampilkan pahlawan, PKS Ingin Perluas pasar”. 12 Nopember 2008 28 Wawancara Pribadi dengan Ika Fithriyadi, Jakarta, 30 Maret 2010

61

Page 69: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

politik yang harus mengakomodir kepentingan semua pihak. Alasan lain, menurut

Sekjen DPP PKS, Anis Matta29, PKS mulai menyadari bahwa untuk menjadi partai

besar PKS harus membuka diri, meskipun dilematis karena PKS adalah partai Islam

yang harus selalu menjaga eksklusifitasnya.

Dengan demikian, perubahan yang sesungguhya terjadi pada PKS bukan pada

perubahan yang menyentuh substansi; ideologi dan paradigma, namun perubahan

lebih berkaitan dengan pencitraan. PKS ingin dicitrakan sebagai partai terbuka dan

inklusif. Dengan demikian harapan dari keterbukaan ini diharapkan PKS tidak lagi

sekadar bermusik nasyid, musik kelompok Ungu, The Rock bahkan Slank pun sudah

bisa diterima. Tidak lagi sekadar berbaju koko, tetapi sudah rapi berjas dan berdasi.

Dan PKS mengharapkan memudarnya citra bahwa PKS adalah partai orang-orang

berjenggot.

Namun demikian, Ika Fithriyadi menambahkan bahwa sejak awal berdirinya

PKS sangat yakin dengan Azas Islam yang kita anut, seperti kita ketahui tidak banyak

Partai yang berazaskan Islam. Kita meyakini bahwa Islam adalah rahmat bagi sesama,

dan PKS ingin membuktikan bahwa ketika Islam diwujudkan secara nyata dalam

kehidupan dengan konotasi yang sesuai dengan Al-qur’an dan Sunnah maka Rahmat

akan timbul bagi bangsa ini. Masyarakat mengenal bahwa Politik itu identik dengan

kekerasan, politik uang, perebutan kekuasaan, dll, PKS ingn hadir dengan sebuah

contoh bahwa politik adalah sebuah Ibadah bagi kita.30

29 Kompas, “Dapatkah PKS Bertahan Sebagai partai Dakwah?”. 20 September 2010 30 Wawancara Pribadi dengan Ika Fithriyadi, Jakarta, 30 Maret 2010

62

Page 70: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi terjadinya Perubahan Platform.

Perubahan PKS banyak berkaitan faktor-faktor internal dan eksternal.

Menurut Ika Fithriyadi, salah satu faktor yang mendorong PKS untuk melakukan

perubahan-perubahan citra ini karena PKS seringkali dituduh sebagai partai ideologis

yang terkait dengan kelompok-kelompok Islam garis keras, seperti Wahabiah dan

Ikhwanul Muslimin. Menurut Fithriyadi memang dalam banyak hal dikaitkan,

sebenarnya tidak ada hubungan sama sekali antara PKS, Wahabiah dan Ikhwanul

Muslimin, dan isu ini pun muncul dari luar PKS, sesungguhnya kalau disebut sebagai

upaya untuk melaksanakan Islam secara kaffah dan itu muncul dari sebuah gerakan

kita sependapat. Namun, PKS adalah sebuah partai politik di Indonesia yang tidak

boleh mempunyai hubungan dengan luar negeri. Memang banyak dari pendiri dan

kader-kader PKS yang mempunyai hubungan dengan Timur Tengah yaitu menuntut

ilmu dan itu hanya proses pendawasaan seseorang31.

Sekjen DPP PKS, Anis Matta, menambahkan bahwa sejak Pemilu 2004,

semakin disadari bahwa PKS harus membuka diri kalau ingin menjadi partai besar.

Inilah yang menjadi tarikan di internal PKS. Di satu sisi ada keinginan menjadi partai

besar dengan membuka diri, disisi lain tidak ingin kehilangan identitas

keislamannya32. Begitu pula yang dikatakan oleh Baharmus bahwa Artinya sistem

penerapan politik yang diterapkan oleh PKS dalam meraih simpati masyarakat

dirubah caranya. Kalau dulu PKS sangat terkenal dengan Islamnya, namun sekarang

31 Wawancara Pribadi dengan Ika Fithriyadi, Jakarta, 30 Maret 2010 32 Kompas, “Dapatkah PKS BErtahan Sebagai partai Dakwah?”. 20 September 2010

63

Page 71: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

kita merangkul semua kalangan, karena Indonesia adalah negara majemuk. Kita

berusaha menghargai semua pihak dan pada prakteknya ada dan tidak adanya urusan

politik, kader PKS membantu semua pihak-pihak yang terkena musibah bencana

alam, contohnya di Bali, kader PKS turun langsung ke tempat musibah untuk

membantu para korban bencana yang kebanyakan beragama Hindu.33

Sementara itu menurut Ika Fithriyadi, faktor lain, bahwa PKS adalah partai

baru yang didirikan oleh orang-orang yang bukan dari pemerintahan sebelumnya atau

tidak pernah berhubungan dengan politik sebelum era reformasi. Sebagai partai baru

yang telah mengikuti 2 kali pemilihan umum PKS terus belajar dari pengalaman

untuk mampu mewujudkan harapan kita dan pemilu merupakan tolak ukur

masyarakat untuk mengakui keberadaan PKS. Tahun 1999 PK mendapatkan 1,7%

suara, tahun 2004 PKS mendapatkan 7,7% suara (meningkat 3 kali lipat) dan

melebihi (electoral threshold) pemilu 2004 yang sebanyak 3 % suara, hanya dalam

waktu 10 tahun sudah mendapatkan yang luar biasa dari Allah SWT.

Maka kemudian, menurut Fithriyadi, Majelis Syuro membuat strategi untuk

menghadapi Pemilu 2009 dengan target perolehan suara 20% atau 24 juta suara

dan/atau urutan tiga besar. Jadi untuk mencapai target tersebut perlu adanya

mobilisasi potensi yang kita miliki agar mampu meraih angka yang kita targetkan.

Kita membuat strategi bagi kader untuk mampu melakukan dua peran yaitu

mobilisasi secara vertikal dan horizontal. Yang dimaksud dengan mobilasi vertikal

adalah agar kader mampu secara masiv berperan pada lembaga-lembaga yang ada di

33 Wawancara Pribadi dengan Abdullah Baharmus, Lc., MA., Jakarta, 7 April 2010.

64

Page 72: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Negara ini, sedangakan mobilisasi horizontal adalah agar kader mampu berkoordinasi

dan berdialog pada masyarakat. Dua hal ini yang kemudian kita tandas sebagai cara

kita untuk mampu menjalankan potensi kita demi meraih suara masyarakat. Kita tahu

bahwa masyarakat indonesia begitu heterogen yang sudah tentu membuat isu akan

timbul pro dan kontra, itu pasti. PKS tidak ingin pro hanya kepada satu komunitas

saja, maka dari itu munculah ide besar untuk kemudian menarik dukungan dari semua

pihak, seperti Soeharto dan pendukungnya, Soekarno dan pendukungnya, Ahmad

Dahlan dan pendukungnya. Cara inilah yang dapat kita lakukan untuk meraih suara,

terlepas dari kontroversi yang ada dan pengamat marketing pun mengakui bahwa

PKS mengambil jalan yang cukup baik dan cerdas. Walaupun pada pemilu 2009 PKS

tidak mencapai target tapi kita harus mengambil hikmah dari semua peristiwa yang

terjadi.

Perubahan pencitraan ini juga merupakan agenda besar yang dihasilkan oleh

Mukernas di Bali, Februari 2008. Agenda tersebut adalah pertama, agenda

kebangsaan. Dalam agenda ini disebutkan, PKS meyakini keberagaman unsur bangsa

Indonesia merupakan suatu keniscayaan dan harus dikelola sebagai sumber energi

bangsa untuk maju. Kedua, agenda kepartaian. Agenda ini menyebutkan keinginan

PKS untuk menjadikan dirinya sebagai organisasi politik nasional yang eksistensinya

mengikat dan terikat dengan keseluruhan wilayah NKRI. Ketiga, agenda Pemilu

65

Page 73: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

2009. Dalam agenda ini disebutkan bahwa PKS menargetkan bisa meraih 20 persen

dukungan suara rakyat dalam Pemilu 2009 untuk tingkat DPR34.

D. Implikasi Perubahan Platform PKS pada Pemilu 2009

Ketika Partai Keadilan Sejahtera mendeklarasikan perubahan pada dirinya,

banyak reaksi yang timbul baik dari internal maupun eksternal partai. Reaksi pertama

menurut Ika Fithriyadi35 datang dari para kader-kadernya. Menurutnya PKS tidak

menafikkan bahwa ide perubahan tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dari

banyak pihak. Perlu diketahui semua yang sudah dilakukan pasti tidak akan

memuaskan semua pihak. Semua pengalaman yang kita lakukan di pemilu 2009 akan

kita jadikan pelajaran untuk yang kebih baik menuju pemilu 2014.

Dalam laporan di mahalah Tempo berjudul “Manuver Politik Faksi

Sejahtera” (Tempo, 30 November 2008) ditulis bahwa ada banyak reaksi didalam

tubuh PKS atas citra perubahan yang digulirkan oleh partai. Anis Matta, Ketua Tim

Pemenangan Pemilu Nasional, yang menggodok iklan itu, ramai dihujani kritik di

Dewan Pimpinan Pusat Partai. Salah satu pengkritik yang cukup keras adalah

Presiden PKS, Tifatul Sembiring.

Bekas Wakil Ketua Partai Keadilan, Syamsul balda, mengungkapkan bahwa

citra perubahan yang diusung oleh PKS telah membuat terjadinya dua faksi besar di

partai itu: “kubu keadilan” dan “kubu sejahtera”. Kubu keadilan memilih konservatif

34 Imam Prihadiyoko. “Wajah Baru PKS, Pluralitaskah.....?”. Kompas. 12 Februari 2008 35 Wawancara Pribadi dengan Ika Fithriyadi, Jakarta, 30 Maret 2010

66

Page 74: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

dalam berpolitik, yang diwakili Mustafa Kamal, Untung wahono dan Muttamimul

Ula. Sementara kubu sejahtera progresif dan oportunistik. Di barisan ini ada Anis

Matta, Fachri Hamzah dan Abu Bakar Alhabsyi36.

Sementara itu, reaksi dari luar sangat beragam khusunya dari para pengamat

yang menilai apa yang dilakukan oleh PKS adalah suatu yang kontoversi. Fachry

Ali37 menilai bahwa di satu sisi PKS telah “berjudi” sebab, bisa saja, akibat

pemasangan gambar tersebut para pemilih fanatiknya “lari”. Sementara itu Anhar

Gonggong38 mencurigai bahwa manuver “perubahan” ini sangat politis: untuk

menjaring suara, khususnya para pengikut Soeharto. Apalagi PKS Menargetkan

dalam Pemilu Legislatif 2010 nanti bisa meraup 20 persen suara. Maka dengan target

yang cukup berat, PKS perlu terobosan dengan menarik pemilih, tidak hanya yang

Islam fanatik.

Kemudian keterkaitan antara perubahan partai dengan perolehan suara pada

2009 menurut Ika Fithriyadi tahun 2004 PKS meraih 7,8% suara, kalau target 20%

jadi kami gagal. Tetapi kalau secara umum kita lihat pada pemilu tahun 2009 ada

Tsunami Demokrat/Tsunami SBY yang menghantam semua partai, hanya PKS yang

bertahan. PKS pada pemilu 2009 berada di posisi ke-4 yaitu Partai Islam Modernis

yang meraih suara terbanyak, kalau dari sini kita lihat PKS ada peningkatan

dibandingkan dengan pemilu 2004 yang berada di bawah Partai Islam Tradisionalis.

Jumlah anggota DPR pun meningkat menjadi 57 kursi, Menteri yang duduk di

36 Tempo. “Manuver Politik Faksi Sejahtera”, 30 November 2008 37 Kompas. “Tampilkan Pahlawan, PKS Ingin Memperluas pasar”, 12 November 2008 38 Tempo. “Manuver Politik Faksi Sejahtera”, 30 November 2008

67

Page 75: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

68

kabinet meningkat menjadi 4 Menteri. Maka dari itu untuk mempersiapkan pemilu

2014 PKS harus berani memunculkan iklan-iklan yang lain.

Page 76: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Secara umum Pemilu 2009 tidak lagi dimeriahkan oleh pertarungan ideologi

atau aliran. Pertarungan dalam pemilu lebih banyak diwarnai pencitraan dan

jualan pesona para tokoh. Trend politik kini bergerak meninggalkan ruang-

ruang ideologis, hal yang selama ini dianggap tabu. Itu pun sudah

terbantahkan. Rivalitas Islamisme dan nasionalisme tidak lagi berada dalam

wilayah ideologis. Simbol-simbol agama juga tak lagi menjadi pemikat untuk

menarik simpati pemilih. Pembentukan Baitul Muslim Indonesia (BMI) oleh

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan deklarasi Partai Keadilan

Sejahtera (PKS) menjadi partai yang terbuka semakin memperkuat

sinyalemen runtuhnya aliranisasi politik.

2. Pudarnya politik aliran pada Pemilu 2009 ini juga ditandai dengan

memudarnya ideologi partai-partai yang menjadi basis perjuangan mereka.

Islamisme sebagai ideologi politik juga sudah tidak lagi mendapatkan tempat

yang signifikan di hati para pemilih. Jadi, tidak seperti Pemilu 1955, ketika

aliranisasi politik masih menguat dan rivalitas ideologis antara partai Islam

dan sekuler menjadi sangat kentara. Kini, politik aliran telah kehilangan

makna, apalagi setelah perubahan citra PKS menjadi partai pluralis dan

69

Page 77: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

terbuka. Menjadi sulit kemudian membedakan antara partai Islam dan partai

sekuler. Sepertinya, sudah tidak ada lagi perbedaan yang kentara antara partai

Islam dan sekuler, baik pada ranah ideologi maupun program. Apa yang

selama ini dianggap tabu bagi partai sekuler, kini sudah terbantahkan. Partai

sekuler seperti PDIP berhasil mewadahi kepentingan kelompok Islam melalui

pembentukan BMI, sesuatu yang sangat tabu pada dekade 1950-an.

3. Platform kebijakan pembangunan PK Sejahtera, merupakan dokumen yang

merefleksikan visi, misi, program dan sikap partai terhadap berbagai

persoalan Indonesia.

4. Dengan mengamati keseluruhan platfrom di bidang politik yang tercantum

dalam “Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera”,

sesungguhnya dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi perubahan yang

signifikan yang dapat menggolongkan PK Sejahtera sebagai partai terbuka.

B. Saran-saran

Perubahan citra yang kini telah dilakukan oleh PKS telah menimbulkan

banyak reaksi baik dari internal maupun eksternal partai. Hal ini harusnya menjadi

pertimbangan elit partai untuk meninjau kebijakan tersebut. Disamping itu, kebijakan

ini merupakan suatu hal yang dilematis, pada satu sisi PKS adalah partai Islam

sementara perubahan citra ini mengharuskan PKS menjadi partai terbuka dan

menerima pluralitas, ini yang harus dicermati oleh PKS yang sejak awal

70

Page 78: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

71

mendeklarasikan diri sebagai “partai dakwah” yang sarat dengan ideologi yang

melekat pada dirinya.

Hal ini harus dipikirkan secara cermat, jangan sampai PKS yang memiliki

kader-kader militan akan “lari” kepartai lain yang bisa menampung militansi mereka.

Jangan dilupakan, PKS besar oleh kader-kader militan ini. Sebagaimana dikatakan

oleh Fachry Ali, apa yang dilakukan PKS dengan citra perubahan ini layaknya orang

yang “berjudi”, dengan demikian kebijakan ini dapat membawa dampak yang negatif

jika tidak didasarkan pada pemikiran yang cermat. Kemudian, PKS sebagai partai

dakwah harus lebih memperkuat ideologi mereka dan juga memperkuat basis kader

mereka, karena pada dasarnya PKS adalah partai kader yang besar oleh dan untuk

kader.

Page 79: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Amal, Ichlasul (Editor). Teori-teori Politik Mutakhir. Yogyakarta: Tiara Wacana

Yogya, 1996

Ambardi, Kuskridho. Mengungkap Politik Kartel; Studi Tentang Sistem Kepartaian

di Indonesia Era Reformasi. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2009.

Asyari, Suadi. Nalar Politik NU dan Muhammadiyah. Yogyakarta: LKiS, 2009.

Azra, Azyumardi. Menggapai Solidaritas; Tensi antara Demokrasi,

Fundamentalisme dan Humanisme. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002

-------------. Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antar

Umat. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002

Effendy, Bahtiar. Repolitisasi Islam: Pernahkah islam Berhenti Berpolitik?.

Bandung: Mizan, 2000.

----------------. Islam dan Negara; Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di

Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1998.

Fanani, Ahmad Fuad. Islam Mazhab Kritis; Menganggagas Keberagaman Liberatif.

Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004.

Fauzi, Ulfi. Konflik Politik Islam; Studi Kasus hubungan Masyumi dan NU pada

Masa Sebelum dan Sesudah Demokrasi Terpimpin (1950-1956). Skripsi S1

Jurusan Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuludin dan Filsafat Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.

Furkon, Aay Muhammad. Partai Keadilan sejahtera; Ideologi dan Praksis Politik

Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer. Jakarta: Teraju, 2004.

Karim, M. Rusli. Perjalanan Partai Politik di Indonesi; sebuah Potret Pasang Surut.

Jakarta: Rajawali Pres, 2002.

72

Page 80: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

Lev, Daniel S. Partai-partai Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Parlementer

(1950-1957) Dan Demokrasi Terpimpin (1957-1965). Dalam Ichlasul Amal.

Teori-teori Mutakhir partai Politik. Yogya: Tiara Wacvana Yogya, 1996.

Liddle, R. William. Revolusi dari Luar: Demokratisasi di indonesia. Jakarta: Nalar,

2005.

Mahendra, Yusril Ihza. Islam dan Masalah Kenegaraan. Dalam Abdul Halim

(editor). Teologi Islam Rasional; Apresiasi terhadap Wacana dan Praksis

Harun Nasution. Jakarta: Ciputat Pres, 2001.

Majelis Pertimbangan Pusat partai Kedilan Sejahtera. Platform Kebijakan

Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera. Jakarta: MPP Partai Keadilan

Sejahtera, 2007.

Mallarangeng, Rizal. Dari Langit: Kumpulan Esai tentang Manusia, Masyarakat dan

Kekuasaan. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008

Mujani, Saiful. Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan partisipasi Politik

di Indonesia Pasca –Ordebaru. Jakarta: Gramedia, 2007.

Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2000.

Noer, Deliar. Memposisikan Harun Nasution dalam pemikiran Islam di Indonesia.

Dalam Abdul Halim (editor). Teologi Islam Rasional: Apresiasi Terhadap

Wacana dan Praksis Harun Nasution. Jakarta: Ciputat Pres, 2001.

Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi, 2008.

Rahmat, M. Imdadun. Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus ke Gedung

Parlemen. Yogyakarta: LkiS, 2008.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendy, Metiode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES,

1983.

Yasmadi. Modernisasi Pesantren; Kriktik Nurcholis Madjid Terhadap Pendidikan

Islam. Jakarta: Ciputat Pers, 2002.

Zen, Fathurin. NU Politik: Analisis wacana Media. Yogyakarta: LKiS, 2004.

73

Page 81: POLITIK ALIRAN DALAM PEMILU 2009 (Studi Atas Perubahan ...

74

Artikel Koran dan Majalah

Prihadiyoko, Imam. “Wajah Baru PKS, Pluralitaskah.....?”. Kompas. 12 Februari

2008

Fernandes, Arya. “Runtuhnya Politik Aliran”. Suara Karya, 25 Maret 2008

Fatah, Eep Saefulloh, Ideologisasi Versus Idolisasi. Kompas. 16 September 2008

---------. “Tampilkan Pahlawan, PKS Ingin Memperluas pasar”, 12 November 2008

---------. “Tampilkan pahlawan, PKS Ingin Perluas Pasar”. 12 November 2008

Tempo, Iklan Pahlawan Partai Dakwah. 23 November 2008

--------, “Manuver Politik Faksi Sejahtera”, 30 November 2008

Prihadiyoko, Imam. “Jelasnya Kekuasaan dalam Ketidakjelasan Politik”. Kompas.

02 Desember 2008

Fatah, Eep Saefulloh. Soeharto dalam Pemasaran Politik PKS. Tempo, 14 Desember

2008.

Suwardiman. “Parpol Baru, yang Bertahan dan yang Tersingkir”. Kompas, 01 Juli

2009

Liddle, R. William, ”Saat ini Merupakan Era Politik Ketokohan”. Kompas, 07 Juli

2009

Kompas, “Dapatkah PKS BErtahan Sebagai partai Dakwah?”. 20 September 2010

---------, “Dapatkah PKS BErtahan Sebagai partai Dakwah?”. 20 September 2010

Website

http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Keadilan_Sejahtera, artikel diakses tanggal 21

Januari 2010.

http://www.pk-sejahtera.org/, artikel diakses tanggal 21 Januari 2010.