POLIISOPRENA
-
Upload
nurillahi-febria-leswana -
Category
Documents
-
view
377 -
download
0
description
Transcript of POLIISOPRENA
19
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lateks
Sebanyak 90 % dari karet alam dihasilkan dari hevea brasiliensis dan 10 % dari
guayule. Karet alam merupakan suatu cairan. Pohon yang berusia 1-1,5 tahun
ditransplantasikan di kebun dan dibiarkan tumbuh hingga 4-5 tahun. Pada usia
tersebut, pohon mulai menghasilkan lateks. Lateks memiliki pH 6,5-7, dan densitas
0,95 g/cm3. Sehubungan dengan reaksi enzimatik dan oksidasi lateks menggumpal
saat dipindahkan dari kebun ke pabrik. Sejumlah amoniak, natrium sulfida,
formaldehida atau asam borat ditambahkan sebagai pencegahan. Komposisi lateks
dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi lateks
Material Penyusun Komposisi
Material padat
Protein dan fosfoprotein
Resin
Asam – asam lemak
Karbohidrat
Garam-garam anoganik
3,0 – 3,8%
1,0 – 2,0%
2,0%
1,0%
1,0%
0,5%
Sumber : Bhatnagar, 2004
Poliisoprena adalah gabungan dari unit-unit monomer hidrokarbon C5H8
(isoprena) yang membentuk rantai panjang dan jumlahnya sangat banyak. Karet alam
20
adalah makro molekul poliisoprena yang bergabung dengan ikatan kepala ke ekor.
Konfigurasi dari polimer ini adalah konfigurasi “cis” dengan susunan ruang yang
teratur, sehingga rumus dari susunan karet adalah 1,4 cis poliisoprena. Susunan ruang
demikian membuat karet mempunyai sifat kenyal. Adapun rumus bangun dari
isoprena dan cis 1,4 poliisoprena dapat dilihat di bawah ini:
CH3
CH2 = C CH = CH2
Gambar 2.1. Monomer isoprena
Gambar 2.2. cis 1,4 poliisoprena (Stevens, 2001)
2.1.1. Prakoagulasi Lateks
Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau
gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan. Kejadian ini sering terjadi di areal
perkebunan karet sebelum karet sampai ke pabrik atau tempat pengolahan. Bila hal ini
terjadi akan timbul kerugian yang tidak sedikit. Hasil sadapan yang mengalami
prakoagulasi hanya dapat diolah menjadi karet yang bukan jenis baku dan kualitasnya
pun rendah.
Pabrik atau tempat pengolahan karet yang membuat karet jenis ribbed smoked
sheets atau RSS rata-rata menggunakan amonia dan natrium sulfit sebagai
antikoagulan. Untuk membuat karet jenis crepe, antikoagulan yang biasa digunakan
adalah soda atau natrium sulfit. Sedangkan formaldehida walau dapat digunakan
H
CH2
C C
CH3
CH2
n
21
untuk jenis ribbed smoked sheet dan crepe, tetapi pemakaiannya kurang dianjurkan
(Penulis PS,2007).
Lateks segar ketika baru disadap dari pohon bersifat sedikit basa atau netral.
Lateks segar dapat dengan cepat berubah menjadi asam akibat kerja bakteri.
Pembentukan asam organik menetralisasi muatan negatif pada partikel karet dan
lateks terkoagulasi secara otomotis. Akan tetapi hal ini harus dicegah, biasanya
dengan penambahan 0,7 % amoniak (Loganathan, 1998).
2.1.2. Pengolahan Lateks Pekat
Lateks kebun umumnya mengandung kadar karet (KKK) antara 25-35 %. Lateks ini
belum dapat dipasarkan karena masih terlalu encer dan belum sesuai untuk digunakan
sebagai bahan industri karet pada umumnya. Dengan demikian, lateks ini perlu
dipekatkan terlebih dahulu hingga memiliki kadar karet kering 60 % atau lebih. Lateks
dengan KKK 60 % atau lebih ini dikenal dengan sebutan lateks pekat (concentrated
latex). Proses pembuatan dan pemasaran lateks pekat ini telah sejak lama dikenal,
sehingga produk jenis ini bukanlah hal yang baru.
Lateks pekat merupakan bahan baku industri karet yang paling fleksibel
dibandingkan dengan sit, krep ataupun karet remah yang telah tersedia dalam bentuk
tertentu. Namun demikian, bentuk lateks pekat mempunyai beberapa kerugian karena
volumenya cukup besar dan masih mengndung kadar air yang cukup tinggi, yang
menimbulkan kesulitan dalam pengangkutan dan meningkatkan biaya cukup tinggi.
Proses pembuatan lateks pekat secara garis besar dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu : pemusingan (centrifuging) dan pendadihan (creaming) (Penulis PS, 2007).
22
2.1.2.1. Pengolahan Lateks Pekat Pusingan
Pada umumnya pengolahan lateks pekat dengan cara pusingan ditujukan untuk
memproduksi lateks pekat amoniak tinggi (HA-centrifuge). Urutan pengolahannya
adalah sebagai berikut :
1) Penerimaan lateks kebun
Lateks dari kebun harus dijaga kebersihannya dengan selalu menggunakan peralatan
yang bersih. Lateks diterima dalam bak penerimaan melalui saringan 80 mesh, diukur
jumlahnya dan diaduk merata. Kemudian diambil contoh untuk menentukan KKK dan
kadar VFA-nya. Ke dalam lateks ditambahkan 2 – 3 gram amoniak per liter lateks,
kemudian diaduk. Apabila dikehendaki, sebelum dimasukkan ke dalam alat pusingan,
lateks dapat dialirkan melalui pusingan pembersih (clarificator).
2) Pemusingan
Lateks dimasukkan ke dalam alat pusingan (centrifuge) misalnya “Separator A.B.
(laval)” buatan Stockholm atau “Westphalia” dan “Titan” buatan Kopenhagen.
Lateks yang dialirkan ke dalam alat pusingan oleh daya sentrifuge yang
berputar dengan kecepatan 6000-7000 rpm, dipisahkan menjadi dua bagian yaitu
lateks pekat dan serum.
Lateks pekat hasil pemusingan yang mengalir menuju tangki pencampur
dibubuhi dengan bahan pemantap. Bahan ini umumnya berupa larutan 10-20 % NH4
Laurat (sejenis sabun) dengan dosis 0,05 %. Fungsi dari larutan ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan lateks pekat hasil pemusingan. Selanjutnya dalam tangki/
pengangkut lateks pekat ditambah dengan NH3 sehingga kadar NH3 dalam lateks
menjadi 0,7 % atau lebih.
23
3) Penyimpanan lateks pekat
Lateks pekat hasil pusingan meskipun telah ditambah dengan bahan pemantap, lateks
itu masih belum siap dipasarkan. Lateks pekat itu perlu diperam/ disimpan dahulu
selama 2 minggu atau lebih. Pemeraman ini dimaksudkan agar bahan pemantap
berfungsi efektif. Selama pemeraman perlu diaduk setiap hari untuk menjaga agar
tidak terjadi pengendapan. Pengadukan dilakukan dengan pengaduk rpm rendah (30 –
60 rpm) dan dilakukan selama 15 – 30 menit.
Volume setiap tangki penyimpanan sebaiknya dapat menampung hasil olahan
selama 3 atau 6 hari bila dilakukan system sadap 3 hari sekali (1/2 – 3 ). Hal ini
dimaksudkan agar mutu lateks pekat dari tangki satu dengan yang lain akan sama.
4) Pengemasan
Pada umumnya pengemasan lateks pekat dilakukan dalam drum besi atau plastic
(volume 200 liter). Bila menggunakan drum besi perlu terlebih dahulu diberi bahan
pelapis di bagian dalamnya. Pelapisan dengan lilin atau bitumen pada bagian dalam
drum mutlak diperlukan meskipun dengan konsekuensi penambahan biaya dan tenaga.
Pada prinsipnya pengemasan lateks pekat harus dilakukan dalam wadah yang
sesuai, bersih, kering dan tertutup rapat, disamping tersimpan dalam tempat yang
sejuk demi untuk menjaga mutu lateks tidak cepat menurun (Penulis PS, 2007).
2.1.2.2. Pengolahan Lateks Pekat Dadih
Metode pemekatan lateks ini menggunakan bantuan bahan kimia yang berperan
sebagai bahan pendadih. Jadi, berbeda dengan cara pusingan yang menggunakan alat
mekanis. Urutan pengolahan lateks dadih adalah sebagai berikut :
24
1) Penerimaan lateks
Lateks diterima dalam tangki-tangki melalui saringan. Untuk dapat diolah menjadi
lateks pekat yang baik, sangat diperlukan bahan lateks kebun yang baik. Lateks ini
harus telah diawetkan dengan bahan pengawet sedini mungkin yaitu dengan
menambahkan NH3 dengan kadar ≥ 0,7 %. Disamping itu, untuk mendapatkan hasil
pendadihan yang baik sesuai dengan mutu standar, diperlukan bahan lateks kebun
dengan KKK ≥ 30 %.
2) Pendadihan
Bahan lateks kebun yang telah dibubuhi dengan bahan pengawet dan telah disaring
itu, dimasukkan ke dalam tangki pendadihan. Ke dalam tangki pendadih dimasukkan
bahan pendadih yaitu 140 cc larutan tepung Konyaku 1 % atau 60 cc larutan
ammonium alignat 1 % untuk tiap liter lateks. Kemudian diaduk merata dengan alat
pengaduk yang berputar dengan kecepatan antara 200 – 400 rpm selama 20 – 60
menit.
Setelah diaduk merata didiamkan selama beberapa waktu (3 – 4 minggu) untuk
memberi kesempatan partikel-partikel karet terkumpul pada bagian atas dan skim di
bagian bawah. Skim dari bagian bawah dikeluarkan untuk dialirkan ke dalam bak
pengumpul skim. Proses pendadihan yang baik akan menghasilkan skim berkadar
karet antara 3 – 5 %.
3) Penyimpanan dan pengemasan
Penyimpanan dan pengemasan lateks dadih sama seperti yang dilaksanakan pada
lateks pusingan. Skim sebagai limbah pengolahan lateks pekat biasanya diolah
tersendiri dan dijual dalam bentuk bekuan basah atau dalam bentuk krep. Krep skim
ini termasuk gumpalan mutu rendah yang dapat diolah menjadi karet remah.
Selain kedua cara pengentalanseperti yang telah diuraikan di atas, masih
dikenal satu cara lagi yaitu melalui proses penguapan. Pada dasarnya cara pengentalan
dengan penguapan adalah menguapkan air yang ada dalam lateks. Sebagai bahan
pemantap dan pengawet digunakan sabun kalium dan basa KOH (Penulis PS,2007).
25
2.2. Karet
Karet atau elastomer merupakan polimer yang memperlihatkan resiliensi (daya pegas)
atau kemampuan meregang dan kembali ke keadaan semula dengan cepat. Sebagian
besar mempunyai struktur jaringan (Steven, 2007).
Telah diketahui bahwa material karet dalam aplikasinya tidak terdiri dari
komponen tunggal. Biasanya, ditambahkan satu atau lebih material dasar (kompon)
yang terdiri atas elastomer bersama dengan pemvulkanisasi, pengisi, pemplastisasi,
antioksidan, pigmen dan lain-lain. Bahan dasar yang diubah menjadi karet pada
campuran diatas terntunya adalah polimer, suatu bahan yang memiliki massa molekul
tinggi. Polimer jenis ini yang telah dikenal dan telah lama digunakan adalah karet
alam. Karet alam terdiri dari rantai linier cis-1,4-poliisoprena yang bermassa molekul
tinggi, yang terjadi secara alami sebagai partikel koloid yang terdispersi pada lateks
dari spesies tanaman tertentu. Sejauh ini, spesies yang paling penting adalah Hevea
brasiliensis. Ketertarikan yang tinggi pada produksi karet alam terjadi pada akhir abad
19 dan awal abad 20 disebabkan perkembangan industry motor. Dari periode perang
dunia I, terjadi ketertarikan pada produksi karet sintetis sebagai alternatif karet alam.
Polimer karet tersebut dihasilkan dari polimerisasi monomer yang biasanya diperoleh
dari minyak tanah (Lovell, 1997).
2.2.1. Bahan - Bahan Penyusun Kompon Karet
a. Bahan pemvukanisasi
Adalah bahan kimia yang dapat bereaksi dengan gugus aktif pada molekul karet
membentuk ikatan silang tiga dimensi. Bahan pemvulkanisasi yang pertama dan
paling umum digunakan adalah belerang, khusus digunakan untuk pemvulkanisasi
karet alam atau karet sintesis seperti SBR dan EPDM.
26
b. Bahan pencepat
Adalah bahan kimia yag digunakan dalam jumlah sedikit bersama-sama degan
belerang untuk mempercepat reaksi vulkanisasi. Bahan pencepat yang digunakan
dapat berupa satu atau kombinasi dari dua atau lebih jenis bahan pencepat. Pencepat
dikelompokkan bardasarkan fungsinya sebagai berikut:
1). Pencepat primer, contoh MBT dan MBTS untuk jenis thiazol (semi cepat), CBS
untuk jenis sulfenamida ( cepat-ditunda)
2). Pencepat sekunder, DPG untuk jenis guanidine (sedang), TMT dan TMTD untuk
jenis thiuram (sangat cepat), ZDBC dan ZMDC untuk jenis dithiokarbamat (sangat
cepat)
c. Bahan penggiat
Adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam sistem vulkanisasi dengan pencepat
untuk menggiatkan kerja pencepat. Penggiat yang paling umum digunakan adalah
kombinasi antara ZnO dengan asam stearat.
d. Bahan anti degradasi
Adalah bahan kimia yang berfungsi sebagai anti ozonan dan anti oksidan yang
melindungi bahan jadi karet dari pengusangan dan peningkatan usia penggunaaanya.
Bahan yang sering digunakan antara lain: wax (anti ozonan) senyawa amina dan
senyawa turunana fenol (ionol).
Senyawa amina mudah migrasi dan meninggalkan bercak warna (stain) jika
bersentuhan, selain baik sebagai anti ozon juga sebagai anti flek dan anti oksidan
barang jadi karet yang berwarna gelap. Anti degradant dari senyawa fenol baik
digunakan utuk barang jadi karet yang berwarna jernih atau putih. Penggunaan bahan
anti degradat pada umumnya berkisar 1-2 phr.
27
e. Bahan pengisi
Bahan pengisi ditambahakan ke dalam kompon karet dalam jumlah yang cukup besar
dengan tujuan meningkatkan sifat fisik, memperbaiki karakteristik pengolahan
tertentu dan menekan biaya. Bahan pengisi dibagi menjadi dua golongan yaitu bahan
pengisi yang bersifat penguat, contoh carbon black, silika serta bahan pengisi yang
bersifat bukan penguat, contoh CaCO3, kaolin, BaSO4 dan sebagainya.
(http://floatshaker.blogspot.com/2009/05/bab-i-pendahuluan-1.html)
f. Bahan Pengelantang
Bahan pengelantang dalam industri pengolahan karet berguna untuk mendapatkan
warna karet yang diinginkan karena warna alami lateks agak kekuningan hingga
kuning. Dengan bahan pengelantang misalnya RPA-3, warna karet dapat dibuat sesuai
dengan keinginan.
g. Bahan Pelunak
Sesuai dengan namanya, bahan ini bias melunakkan karet sehingga memudahkan
pembuatan dan pemberian bentuk. Bahan pelunak yang umum digunakan antara lain
minyak naftenik, minyak nabati, minyak aromatik, ter pinus, lilin paraffin, dan damar.
h. Bahan Peniup
Bahan peniup berfungsi membentuk pori halus, sehingga karet menjadi ringan dan
lunak. Bahan peniup umumnya digunakan untuk pembuatan karet mikroselular.
Contoh bahan peniup antara lain Porofor BSH dan Vucacel Bn.
i. Bahan Pewangi
Karet memiliki aroma alami yang khas dan kurang enak. Karenanya, penambahan
bahan pewangi bisa dilakukan. Contoh bahan pewangi adalah Rodo 10
(Setiawan,2007).
28
2.2.2. Pravulkanisasi Lateks Pekat
Secara garis besar proses pembuatan barang jadi lateks dapat dipecah menjadi dua,
yakni tahap penyiapan kompon lateks dan tahap pencetakan, vulkanisasi dan
pengeringan. Tahap penyiapan kompon memerlukan kemampuan mengelola
persediaan bahan baku berupa lateks pekat dan bahan kimia kompon serta
pengetahuan yang cukup untuk meramu kompon sesuai kebutuhan dan barang jadi
lateks yang akan diproduksi (www.karetalam.com).
Salah satu tahap yang tidak dapat diabaikan adalah proses pravulkanisasi.
Persiapannya adalah dengan memanaskan lateks pekat dengan dispersi sulfur, zink
oksida, dan suatu akselerator super cepat pada temperatur kira-kira 70ºC selama 2
jam. Proses tersebut tidak membutuhkan proses pengkomponan yang rumit dan
biasanya digunakan pada industri karet yang menggunakan metode pencelupan
(Loganathan,1998).
2.2.3. Vulkanisasi
Sejak Goodyear melakukan percobaan memanaskan karet dengan sejumlah kecil
sulfur, proses ini menjadi metode terbaik dan paling praktis untuk merubah sifat fisik
dari karet. Proses ini disebut vulkanisasi. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada karet
alam, namun juga pada karet sintetis. Telah diketahui pula bahwa baik panas maupun
sulfur tidak menjadi faktor utama dari proses vulkanisasi. Karet dapat divulkanisasi
atau mengalami proses curing tanpa adanya panas. Contohnya dengan bantuan sulfur
klorida. Banyak pula bahan yang tidak mengandung sulfur tapi dapat memvulkanisasi
karet. Bahan ini terbagi dua yaitu oxidizing agents seperti selenium, telurium dan
peroksida organik. Serta sumber radikal bebas seperti akselerator, senyawa azo dan
peroksida organik.
Banyak reaksi kimia yang berhubungan dengan vulkanisasi divariasikan, tetapi
hanya melibatkan sedikit atom dari setiap molekul polimer. Definisi dari vulkanisasi
dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang menurunkan
laju alir elastomer, meningkatkan tensile strength dan modulus. Meskipun vulkanisasi
29
terjadi dengan adanya panas dan sulfur, proses itu tetap berlangsung secara lambat.
Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil bahan organik atau
anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya, akselerator
membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator, yang dapat berfungsi
sebagai aktivator adalah oksida-oksida logam seperti ZnO. (http://www.chem-is-
try.org)
Akibat vulkanisasi, perubahan-perubahan berikut terjadi :
1. Rantai panjang dari molekul karet menjadi terikat silang akibat reaksi dengan
zat pemvulkanisasi, membentuk struktur tiga dimensi. Reaksi ini mengubah
bahan yang bersifat plastis, lemah, dan lembut menjadi produk yang elastis
namun kuat.
2. Karet kehilangan kepekatannya dan menjadi tidak larut dalam pelarut-pelarut
dan lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh buruk yang disebabkan oleh
panas, cahaya, dan proses penuaan (Morton, 1987).
Vukanisasi karet alam dengan sulfur termasuk yang paling banyak diteliti.
Awal 1920, Staudinger mengembangkan teorinya tentang struktur rantai panjang
polimer. Sebelum mengalami ikat silang, karet (dalam hal ini karet alam) terdiri dari
rantai lurus yang bermassa molekul tinggi, seperti yang terlihat pada reaksi berikut
dimana R merupakan rantai karet yang lain.
30
Gambar 2.3. Reaksi Vulkanisasi Karet Alam (Sperling,1986)
Salah satu faktor penting dalam proses vulkanisasi adalah suhu. Suhu
vulkanisasi harus ditentukan untuk menghasilkan produk yang sesuai, memiliki sifat-
sifat fisik yang seragam pada waktu vulkanisasi yang sesingkat mungkin. Koefisien
suhu vulkanisasi adalah sebuah istilah untuk mengidentifikasi hubungan yang terjadi
antara perbedaan waktu vulkanisasi pada suhu yang berbeda-beda. Dengan
mengetahui koefisien waktu vulkanisasi tersebut maka waktu pemasakan optimum
dapat diperkirakan. Misalnya, sebagian besar kompon karet memiliki koefisien 2 (1,8
s/d 2,2). Ini mengindikasikan bahwa waktu pemasakan dikurangi seiring dengan
bertambahnya suhu setiap 18ºF (10ºC) atau jika suhu dikurangi 18ºF, waktu
pemasakan harus ditambah (Morton,1987).
2.3. Bahan Pengisi
S
CH2
H3C
CH C CH2
S R
S
S
CH2 C
H3C
CH CH2
S
S
R
CH2 C
H3C
CH CH2 Sulfur +
n
n
31
Bahan pengisi digunakan pada kompon karet untuk menguatkan atau memodifikasi
sifat-sifat fisik, memberikan sifat-sifat tertentu ataupun mengurangi biaya produksi
(Morton, 1987).
Syarat suatu bahan pengisi adalah ukuran partikelnya yang berkisar antara 100
– 500 A0 (penguat) dan 1000 – 5000 A0 (semi penguat). Memiliki sifat inert atau tidak
mudah bereaksi serta mempunyai muatan statik dan kristalinitas tinggi, yang terakhir
ini dapat diukur dengan alat difraksi sinar X (Supeno, 2009).
2.3.1. Jenis – Jenis Bahan Pengisi
Bahan pengisi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis :
1. Bahan Pengisi Penguat
Bahan pengisi penguat yang paling penting adalah karbon hitam dan silika.
Bahan pengisi penguat tersebut dengan dimensi 100 – 200 Å, membentuk
bermacam-macam ikatan fisika dan kimia dengan rantai polimer. Kekuatan
tarik dan sobek meningkat dan modulus meninggi. Bahan pengisi penguat
secara luas digunakan pada ban otomotif untuk meningkatkan daya tahan
terhadap abrasi (Sperling,1986).
2. Bahan Pengisi Bukan Penguat
Bahan pengisi bukan penguat yang paling banyak digunakan adalah kalsium
karbonat dan kaolin. Kaolin dikenal sebagai pengisi ekonomis untuk
memodifikasi proses dan penampilan karet alam dan karet sintesis. Mereka
ditambahkan pada karet alam untuk mengurangi daya rekat, meningkatkan
kekerasan, memperbaiki daya tahan dan mengurangi biaya (Morton,1987).
32
2.3.2. Kaolin Sebagai Bahan Pengisi
Kaolin disebut juga “China Clay” adalah mineral non logam jenis tanah liat disamping
Ball Clay, Fire Clay dan Building –brick clays. Ross and Kerr (1931) memberi
defenisi bahwa kaolin adalah massa batu-batuan tanah lempung kualitas tinggi yang
mengandung besi dalam kadar yang rendah sekali dan biasanya berwarna putih atau
mendekati putih. Menurut kejadiannya, kaolin berasal dari fedsfar dan granit yang
terjadi karena proses pelapukan atau metamorfosa hydrothermal yang disebut
“kaolinisation”. Sifat-sifat kaolin dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Karakteristik Kaolin
NO Sifat ( karakter) Keterangan 1.
2.
3.
4.
5.
Kekerasan
Berat jenis
Titik lebur
Warna
Keadaan / rupa
2,0 – 2,5
2,6 – 2,63 gr/ml
1785 ºC
Putih, abu-abu dan kekuning-kuningan
Lembut serta mudah terdispersi dalam air atau cairan lain
Sumber : Piter, 1994
Kaolin merupakan pengisi putih yang paling banyak digunakan, karena
memiliki beberapa kelebihan, terutama karena harganya yang murah. Kaolin yang
mempunyai rumus molekul Al2O3.SiO2.2H2O, merupakan bahan mineral yang
disediakan dengan empat cara berbeda, yaitu pengapungan udara (air-floated),
pembasuhan air (water-washed), kalsinasi (calcined), dan modifikasi kimia. Kaolin
jenis pengapungan udara yang paling banyak digunakan bagi pengomponan karet.
Kaolin yang disediakan secara pengapungan udara dapat dibagi menjadi dua yaitu
kaolin keras dan kaolin lembut. Kaolin keras dalam pengomponan karet menghasilkan
kekakuan yang lebih tinggi, sedangkan kaolin lembut lebih sering digunakan untuk
operasi ekstrusi. Kaolin hasil kalsinasi jarang digunakan dalam industi karet, kecuali
dalam pembuatan kabel, sedangkan kaolin hasil modifikasi kimia menghasilkan
viskositas Mooney, dan set mampatan yang rendah.
33
Setiap jenis pengisi memberikan sifat tertentu kepada karet sebagai akibat dari
permukaan kimianya yang spesifik. Akibat kehadiran gugus xilanol pada
permukaannya, maka partikel pengisi kaolin adalah lebih polar (berkutub)
dibandingkan carbon black, sehingga interaksinya dengan karet hidrokarbon akan
menjadi lebih lemah. Sebaliknya partikel-partikel kaolin cenderung untuk berinteraksi
sesamanya, dan membentuk partikel dengan ukuran yang lebih besar (aggregate).
Selama interaksi kaolin dengan molekul karet adalah lebih lemah dari interaksi kaolin
dengan kaolin, maka yang terjadi adalah pembentukan agregat kaolin yang besar
(agglomerate), penyebaran (dispersi) partikel kaolin di dalam phasa karet yang tidak
merata, dan ini berakibat kepada efek penguatan (reinforcing effect) dari kaolin
menjadi rendah (Surya, 2006).
2.4. Film Polimer
Metode pembuatan polimer dapat dipisahkan menjadi : yang menghasilkan film, serat
ataupun objek yang dicetak besar. Film memiliki rantai polimer yang umumnya
berporos tunggal dan lurus searah ketika ditekan. Film terlihat kuat pada arah
horizontal tetapi terlihat lemah ketika berdiri tegak lurus (Allcock,2003). Ketebalan
film tergantung pada aplikasi dan pembuatannya. Pada sebagian besar aplikasinya,
untuk film plastik biasanya dibawah 125 µm(Kroschwitz, 1990). Dalam industri lateks
karet alam yang menggunakan metode pencelupan, ketebalannya adalah 0,05 mm
untuk kondom dan 0,2 – 0,8 mm untuk sarung tangan (Harahap et al, 2007).
34
2.5. Karakterisasi dan Uji Sifat Mekanik Film Lateks Karet Alam
2.5.1. Kekuatan Tarik
Kekuatan tarik dari karet lebih sering diukur dibandingkan sifat-sifat yang lain
kecuali kekerasan dan karet sering digunakan pada berbagai aplikasinya tergantung
pada sifat kekuatan tariknya. Alasannya adalah bahwa kekuatan tarik merupakan
ukuran kualitas senyawa tersebut dan ikut berperan dalam pengaturan penggunaan
bahan pengisi berbiaya rendah. Senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri
umumnya memiliki kualitas yang tinggi, sehingga kekuatan tarik mengambil bagian
penting pada spesifikasi senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri.
Kekuatan tarik karet juga memiliki ketertarikan sains tersendiri dan tipe ikat
silang serta derajat ikat silang mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan
tarik karet alam. Umumnya, kekuatan tarik akan mencapai maksimum seiring dengan
meningkatnya derajat ikat silang. Nilai maksimum kekuatan tarik terjadi pada densitas
ikat silang yang lebih tinggi. (Hepburn, 1979)
Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum
(Fmaks) yang digunakan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas
penampangnya pada keadaan semula.
σ = Ao
Fmaks …………………………persamaaan (1)
Keterangan :
σ = kekuatan tarik bahan (Kg/mm2)
Fmaks = tegangan maksimum (Kg)
A0 = luas penampang mula-mula (mm2) (Wirjosentono,1993)
2.5.2. Scanning Electron Microscopy (SEM)
35
SEM berbeda dengan mikroskopi elektron transmisi (TEM) dalam hal bahwa suatu
berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel
dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-
elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memdulasi
berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman
medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi. Dalam penelitian
morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang
bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å. Aplikasi-
aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan
atau perekatan koting, batas-batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat campur,
struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat (Stevens,2001).
Desain dan pengendalian morfologi penting untuk kegunaan material tersebut.
Ada banyak tipe geometri dan morfologi pengisi sebanyak tipe pengisi itu sendiri.
Beberapa pengisi sepeti mika dan bubuk metalik berbentuk lempengan tipis. Beberapa
seperti wollastonite cenderung berbentuk jarum dan pengisi lain ada yang berbentuk
hampir menyerupai bola (Kroschwitz, 1990).
2.5.3. Swelling Index
Pelarutan suatu polimer tidak sama dengan pelarutan senyawa yang mempunyai berat
molekul rendah karena adanya dimensi-dimensi yang sangat berbeda antara pelarut
dan molekul polimer. Pelarutan polimer terjadi dalam dua tahap. Mula-mula molekul
pelarut berdifusi melewati matriks polimer untuk membentuk suatu massa
menggembung dan tersolvasi yang disebut gel. Dalam tahap kedua, gel tersebut pecah
(bercerai-berai) dan molekul-molekulnya terdispersi ke dalam larutan sejati. Pelarutan
sering kali merupakan proses yang lambat. Sementara beberapa jenis polimer bisa
larut dengan cepat dalam pelarut-pelarut tertentu, polimer yang lainnya bisa jadi
membutuhkan periode pemanasan yang lama dekat titik lebur dari polimer tersebut.
Polimer-polimer jaringan tidak dapat larut, tetapi biasanya membengkak
(menggelembung / mengembang / swelling) dengan hadirnya pelarut (Steven, 2001).
36
Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk
mengkarakterisasi material elastomer. Swelling merupakan suatu perubahan bentuk
yang tidak biasa karena perubahan volume merupakan suatu faktor yang tidak dapat
diabaikan begitu saja, seperti halnya perubahan mekanik. Swelling merupakan
pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai
derajat keseimbangan swelling. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan
pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas yang
meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan
pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi
sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi (Allcock,
2003).