Poli Gami

10
POLIGAMI A. PENGERTIAN POLIGAMI Kata poligami berasal dari polus bahasa Yunani, yang artinya banyak dan gamein, yang artinya kawin. 1 Dengan demikian poligami adalah kawin banyak. Artinya, seseorang suami mempunyai beberapa istripada saat yang bersamaan. Namun didalam bahasa Arab Poligami disebut ta’did al-zawjat, yang artinya berbilangannya pasangan, sedangkan poligami dalam bahasa Indonesia disebut perpaduan. B. DASAR HUKUM POLIGAMI Menurut hukum asalnya, poligami adalah mubah(boleh) 2 . Allah SWT membolehkan seorang lelaki berpoligami sampai empat orang istri dengan syarat dia bisa berlaku adil terhadap istri-istrinya. Jika suaminya takut berbuat zalim (tidak bisa adil), maka ia haram melakukan poligami. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat al-Nisa’ (3) : 3. dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Ayat diatas menurut pandangan Wahbah al-Zuhaily dalam kitab al-Tafsir al-Munir bahwa seorang suami diperkenankan untuk melakukan poligami jika ia bisa berbuat adil kepada 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,hlm. 250 2 Wahbah Zuhaily, al-Tafsir al-Munir, vo,:hlm.6668

description

materi hukum perkawinan

Transcript of Poli Gami

Page 1: Poli Gami

POLIGAMI

A. PENGERTIAN POLIGAMIKata poligami berasal dari polus bahasa Yunani, yang artinya banyak dan gamein,

yang artinya kawin.1 Dengan demikian poligami adalah kawin banyak. Artinya, seseorang suami mempunyai beberapa istripada saat yang bersamaan. Namun didalam bahasa Arab Poligami disebut ta’did al-zawjat, yang artinya berbilangannya pasangan, sedangkan poligami dalam bahasa Indonesia disebut perpaduan.

B. DASAR HUKUM POLIGAMIMenurut hukum asalnya, poligami adalah mubah(boleh)2. Allah SWT membolehkan

seorang lelaki berpoligami sampai empat orang istri dengan syarat dia bisa berlaku adil terhadap istri-istrinya. Jika suaminya takut berbuat zalim (tidak bisa adil), maka ia haram melakukan poligami. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat al-Nisa’ (3) :

3. dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan

yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Ayat diatas menurut pandangan Wahbah al-Zuhaily dalam kitab al-Tafsir al-Munir bahwa seorang suami diperkenankan untuk melakukan poligami jika ia bisa berbuat adil kepada istrinya. Akan tetapi, seandainya ia tidak bisa dan bahkan tidak mampu berbuat adil terhadap istri-istrinya, maka Islam tidak memperbolehkan baginya untuk berpoligami.

Senada dengan al-Zuhaily, Amir Syarifudidin mengatakan bahwa ayat tersebut memberikan beberapa batasan, antara lain : batas maksimal empat orang istri dan juga hanya boleh dilakukan bagi orang-orang yang mampu berbuat adil. Oleh karena itu, jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka tidak di perbolehkan berpoligami.

Keadilan yang dijadikan persyaratan untuk perkawinan poligami itu dinyatakan oleh Allah secara umum, yang mencakup kewajiban yang bersifat materi. Ulama’ sepakat tentang keharusan adil itu berlaku pada hal-hal yang berupa materi, tetapi mereka berbeda pendapat mengenai batas adil tersebut, apakah adil dalam arti yang sama banyak atau adil dalam arti berimbang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,hlm. 2502 Wahbah Zuhaily, al-Tafsir al-Munir, vo,:hlm.6668

Page 2: Poli Gami

C. POLIGAMI DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAMBerbicara mengenai hukum poligami dalam islam pasti erat kaitannya dengan ayat-

ayat al-Qur’an seperti dalam Surat al-Nisa’ dan beberapa Hadis Nabi Muhammad Sawtentang poligami. Ayat dan Hadis tersebut sebagai berikut:

“dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan

yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.3

Ayat diatas, merupakan salah satu keterangan/dasar hukum yang sangat terkenal untuk mengetahui hukum Poligami dalam Islam.

Namun demikian Hukum “boleh” dalam pernikahan poligami, masih menyisahkan beberapa paradigma baru dalam Islam. Menurut Fazlur Rahman yang dikutip dari Abdul Mustaqim bahwa ayat 3 surat al-Nnisa’ ini sering ditafsirkan parsial, sehingga seolah-olah poligami diperbolehkan begitu saja tanpa memperhatikan konteks turunnya ayat tersebut dan apa sesungguhnya ide moral dari praktek poligami.4 Dalam ayat 2 Surat al-Nisa’ misalnya sebagai berikut :

“ dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.”Ayat diatas memberikan penjelasan, bahwa sebelum ayat ini diturunkan, sudah

banyak pengampu anak yatim yang menyalah gunakan kekayaan anak yatim serta memakannya secara batil. Selain itu al-Quran juga memberikan solusi terbaik, yaitu agar para pengampu yang ingin mengelola harta anak-anak yatim, dengan lebih baik mengawini gadis-gadis yatim itu dari pada mengembalikan kekayaan mereka lantaran mereka ingin menikmati kekayaan tersebut. Hal itu tersurat dalam surat al-Nisa’ ayat 127 :

3 Al-Qur’an. 4(al-N’isa’), 3.4 Abdul Mustaqim, Konsep Poligami Menurut Muhammad Syahrur”, Jurnal study Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis, Volme 8, Nomor 1 (Januari,2007), 48

Page 3: Poli Gami

127. dan mereka minta fatwa kepadamu tentang Para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran[354] (juga memfatwakan) tentang Para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa[355] yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka[356] dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya.5

Dalam ayat 3 surat al-Nisa’, juga dinyatakan bahwa jika para pengelola(wali) ini dapat berlaku adil terhadap kekayaan gadis-gadis yatim (dan mereka bersikeras untuk mengawininya hingga empat, asal mereka berlaku adil di antara istri-istri. Tetapi jika khawatir tidak mampu berbuat adil terhadap istri-istri tersebut, maka mereka disuruh menikahi seorang saja . karena hal ini mereka, merupakan perbuatan dimana mereka tidak melakukan kesalahan dan penyimpangan.

Adapun dalam paradigma ushul fiqh, hukum poligami dapat dijelaskan dengan pertama-tama menggali beberapa lafaz/kata kunci dalam ayat 3 surat al-Nisa’, seperti fankihu, dan al-adlu. Kata fankihu dalam ilmu ushul fiqh merupakan kata perintah/amr, yang berarti “maka nikahilah”.menurut mayoritas pakar ilmu ushul fiqh dan tafsir, bahwa kaidah umum mengenai “kata perintah” di dalam al-Qur’an memiliki implikasi hukum wajib dan ilzam(keharusan).Kecuai jika ada qira’in (dalil atau argumen yang menyertai). Yang mengharuskan kata perintah itu diartikan lain, selain wajib. Dengan begitu kata perintah dalam al-Qur’an menunjuk kepada dua implikasi hukum. Pertama, kata perintah yang tidak disertai dengan qara’in, maka ia memiliki hukum wajib. Kedua, kata perintah yang disertai dengan qara’in maka ia memiliki implikasi hukum mubah atau boleh. Karena fankihu merupakan bentuk kata perintah dan bermakna perintah, serta memiliki qanrinah yaitu berupa penemuan syarat adil, maka hukum poligami dari segi kata fankihu berimplikasi hukum boeleh.

Meski l;afadz fankihu sudah diketahui maksudnya, hukum poligami belum dapat dihukumihanya dengan pendekatan makna saja. Selanjutnya penelusuran kata berfokus pada lafadz al-‘adlu yang berarti adi. Dalam ayat 3 surat al-Nisa’ makna adil terdapat dalam 2 kata, yaitu kata al-adlu,dan al-qistu.menurut M. Quraish Shihab kata al-adlu kan kata al-qistu sering disinonimkan dan diterjemahkan kedalam bahasa indonesia menjadi kata adil. Namun ada seagian ulama’ yang membedakan kata tersebut dengan ,mengatakan bahwa kata al-adlu adalah berlaku adil terhadap orang lain maupun diri sendiri , tetapi keadilan itu bisa saja tidak menyenangkan salah satu pihak, sedangkan al-qistu adalah berlaku adil antara dua orang atu lebih, dan keadilan yang menjadikan keduanya senang. Akan etapi, karena penerapan kedua

5 [354] Lihat surat An Nisaa' ayat 2 dan 3[355] Maksudnya Ialah: pusaka dan maskawin.[356] Menurut adat Arab Jahiliyah seorang Wali berkuasa atas wanita yatim yang dalam asuhannya dan berkuasa akan hartanya. jika wanita yatim itu cantik dikawini dan diambil hartanya. jika wanita itu buruk rupanya, dihalanginya kawin dengan laki-laki yang lain supaya Dia tetap dapat menguasai hartanya. kebiasaan di atas dilarang melakukannya oleh ayat ini.

Page 4: Poli Gami

kata tersebut berada pada barisan kalimat yang memiliki konteks yang berbeda, sudah barang tentu, makna antara kata al-adlu dan kata al-qistu berbeda pula maksudnya.

Kata al-qistu yang dimaksud, berada pada kalimat :

..... ,َم,ي 0يَت اْل أِف3ي 7ْق0ِس3ُط7ْو0 ُت < أَّال 7ْم0 ِخ3ْف0َت 3ْن0 َو,ا“...dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan

yatim...” (QS. Al-Nisa’:3)

Sedangkan kata al-adlu yang dimaksud, berada pada kalimat :

....... 7ْو0أ.... ْل ُتْع0ِد3 ,َّال> أ 7ْم0 ِخ3ْف0َت ْن0 3 ِف,ِا“.... apabila kalian takut untuk tidak dapat berbuat adil...” ( QS. Al-Nisa’:3)

Kata al-qistu dalam kalimat mempunyai arti kekhawatiran tidak dapat berbuat adil pada konteks membagi harta. Oleh karena itu, makna adil pada kata al-qistu tentu saja berorientasi pada makna adil secara materil, artinya berbuat adil pada kebijakan angka yang bersifat kuatitatif. Sedangkan kata al-adlu, pada kalimat dalam potongan ayat diatas, merupakan kekhawatiran tidak dapat berbuat adil pada konteks membagi kasih ahkan pada kebijakan adil secarasayang, cinta, perhatian, pengertian diantara istri-istri. Oleh karena itu, makna adil dalam kata al-adlu diarahkan pada makna adil secara immaterial, artinya berbuat adil pada kebijakan nilai kasih sayang, cinta, perhatian, pengertian kepada istri-istri yang bersifat kualitatif. Karena poligami atau menikah dengan lebid dari satu istri menurut syarat adil, yang mana adil tersebut berada pada kalimat :

....... 7ْو0أ.... ْل ُتْع0ِد3 ,َّال> أ 7ْم0 ِخ3ْف0َت ْن0 3 ِف,ِا“.... apabila kalian takut untuk tidak dapat berbuat adil...” ( QS. Al-Nisa’:3)

Maka, dapat disimpulkan, bahwa maksud ayat 3 surat al-Nia’ adalah melarang poligami secara lembut, atau membolehkan poligami dengan syarat yang amat ketat, karena untuk memenuhi syarat adil secara kualitatif, sungguh sulit, bahwa tidak mungkin dapat dipenuhi.

Selain itu dalam kajian ushul fiqh, syarat apapun dalam suatu ibadah maupun hukum perikata, biyasanya berada diluar perbuatan atau rukun. Konteks adil dalam poligami, memiliki sisi yang unik, karena berada dalam perbuatan dan rukun pernikaha, sebagaimana maskawin. Oleh sebab itu, karena syarat adil poligami memang seperti itu dan adil tidaknya seseorang suami terhadap isri-istrinya hanya dapat dibuktikam setelah poligami berlangsung, maka hukum poligami dengan menetapkan syarat adil adalah sebuah perilaku yang dibangun berdasaarkan komitmen jiwa dan morsl tinggi. Oleh karena itu, hukum poligami pada paradigma ini adalah sunnah tetapi haus memenuhi syaat yaitu adil.6

Masih berkaitan dengan adil sebagai syarat dalam poligami, bahwa secara garis besar, adil meliputi dua yaitu adil dalam menggauli dan adil dalam hal memberikan keperluan hidup. Meski syarat adil yang dimaksudkan hanya sebatas pada hal-hal yang mungkin dapat dilakukan dan dikontrol manusia, keadilan pada tingkat kualitatif tetap tidak akan mampu dilakukan mengingat keterbatasan sebagai manusia. Hal ini terbukti dalam surat al-Nisa’ ayat 129 :6 Nasiri, Praktik Prostitusi Gigolo Ala Yusuf Al-Qardawi,(Surabaya:Khalista,2010), hlm.64

Page 5: Poli Gami

“dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Adapun menurut Muhammad Saltut menjelaskan, bahwa adil yang dimaksudkan adalah supaya seotang suami tidak terlalu cenderung kepada salah seotang istrinya, dan membiarkan yang lain terlantar. Hal ini disebabkan adil secara keseluruhan baik yang disanggupi atau tidak karena hal itu mustahik dipenuhi oleh manusia. Beliau mendasarkan pada Hadis Rasululah SAW :

,ِاَم,ِة3 0ْق3ي اْل َم, ,ْو0 ِاَء,َي َج, ى 7ِخ0َر, اُأْل0 ِه3َم,ِاَع,َل,ى ,َح,ِد3 ُأْل3 0ُل7 ,َم3ي َي نؤ ,ِا ,ُت أ 3َم0َر, ا ,ُه7 ْل ,ْت0 ن ,ِا َك َم,نِد, اَح, ,جثَر> .َي 3اًل[ َم,ِاِئ ,َو0 ِاِق3ُط[ِاا َس, ْقcيهؤ َش,

“barang siapa yang mempunyai dua istri, tetapi dia lebih cenderung kepada yang salah atu, maka nanti di hari kiamat dia akan datang dengan menyeret salah satu lambungnya dalam keadaan katuh dan miring.”

Sementara itu, menurut Yusuf Qardhawi,7 adil dalam tataran praktis merupakan kepercayaan pada dirinya, bahwa dia mampu berbuat adil di antara istri-istrinya dalam masalah makan, minum, pakaian, tempat tinggal, bermalam dan nafkah. Jika tidak yakin atas kemampuan dirinya untuk menunaikan hak-hak tersebut secara adil dan imbang, maka haram baginya untuk menikah lebih ari seorang.

Selain harus menempuh ssyarat diatas, yang tidak kalah pentingnya bagi seorang suami yang ingin berpoligami adalah adanya alasan yang realitas. Alasan inlah yang nantinya akan menjadi dasar layak tidaknya seorang suami untuk poligami. Dlam tafsir al-Maraghi sebagaimana dikutip Tutik, menjelaskan bahwa alasan atau motif untuk dapat melakukan poligami yaitu tidak mempunyai anak yang akan menyambung keturunan. Berkenaan dengan alasan darurat yang membolehkan poligami, setidaknya ada delapan keadaan. Antara lain, istri mengidap suatu penyakit yang berbahaya dan sulit disembuhkan, istri terbukti manduldan dipastikan secara mdis tak dapat melahirkan, istri sakit ingatan, istri lanjut usia sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai istri, istri memiliki sifat buruk, istri minggat dari rumah, adanya ledakan jumlah perempuan karena perang, dan kebutuhan beristri lebih dari satu dapat menimbulkan mudlarat dalam kehidupan dan pekerjaannya jika tidak dipenuhi.8

D. POLIGAMI DALAM PRESPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA1. Alasan Poligami

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

7 Ibid, hlm.668 Ibid,hlm.67

Page 6: Poli Gami

keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam, perkawinan adalah sebuah akad yang sangat kuat atau mithaqan ghalizan untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan ibadah.9

Jelas, bahwa pernikahan adalah perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara laki-laki dan perempuan. Yang dimaksud antara laki-laki dan perempuan, tentu saja satu orang laki-laki dengan satu orang oerempuan bukan dengan banyak perempuan, atau lebih tepatnya beristri lebih dari seorang istri.

Berkaitan dengan poligami, secara implisit regulasi mengenai poligami di indonesia, termaktub dalam berbagai peraturan perundang-undangan perkawinan. Regulasi tersebut, terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, da peraturan pemerintah RI nomor 10 tahun 1983 tentang izin perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negri Sipil. Di dalam peraturan perundang-undangan tersebut, telah diatur mekanisme poligami, mulai dari batasan maksimal jumlah istri, alasan atau motif yang dijadikan dasar poligami, persyaratan-persyaratan hingga prosedur yang harus ditempuh dan dipenuhi oleh suami yang akan poligami.

Dalam peraturan perundang-undangan tentang perkawinan khususnya mengenai poligami, alasan/motif diperbolehkan poligami di Indonesia, dijelaskan dalam beberapa pasal. Pasal tersebut antara lain :

Pasal 4(2) pengadilan dimaksud ayat (1) pasal ini hanya memberi ijin kepada seorang suami

yang akan beristri lebih dari satu apabila :a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri b. istri mendapat cacat nbadan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Alasan-alasan poligami pada pasal 4 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 merupakan alasa-alasan yang bersifat alternatif. Artinya, bagi seseorang suami yang akan melakukan poligami , dapat diijinkan dengan dasar alasan-alasan tersebut atau salah satu dari ketiga alasan. Jika ketiga alasan tersebut justru terpenuhi, maka alasan yang menjadi dasar seorang suami melakukan poligami semakin kuat. Namun, jika seseorang mengajukan permohonan izin poligami hanya dapat memenuhi satu alasan, maka hal tersebut tetap dan dianggap sudah memenuhiaturan pada pasal 4 ayat 2 UU No. 1 tahun 1974.

9 Pasal 2 dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta,2000),14