Pola Tidur Pada Pasien Hospitalisasi

11
PEMENUHAN ISTIRAHAT/TIDUR PADA PASIEN HOSPITALISASI ARTIKEL Untuk Memenuhi Tugas Ujian Khusus Foundation of Nursing II Oleh: Shofi Khaqul Ilmy NIM. 105070200131010 PSIK K3LN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014

description

Pola Tidur Pada Pasien Hospitalisasi

Transcript of Pola Tidur Pada Pasien Hospitalisasi

Page 1: Pola Tidur Pada Pasien Hospitalisasi

PEMENUHAN ISTIRAHAT/TIDUR PADAPASIEN HOSPITALISASI

ARTIKEL

Untuk Memenuhi Tugas Ujian KhususFoundation of Nursing II

Oleh:Shofi Khaqul Ilmy

NIM. 105070200131010PSIK K3LN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2014

Page 2: Pola Tidur Pada Pasien Hospitalisasi

POLA TIDUR PADA PASIEN HOSPITlSASI

Setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar fisiologis untuk isirahat teratur. Jumlah kebutuhan bervariasi, bergantung pada kualitas tidur, status kesehatan, pola aktivitas, gaya hidup, dan umur sekarang (Potter dan Perry, 2005). Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk ke dalam kebutuhan fisiologis, tidur juga hal yang universal karena semua individu dimanapun ia berada membutuhkan tidur (Kozier, 2004). Menurut Potter dan Perry (2005) juga mengatakan kebutuhan untuk tidur, sangat penting bagi kualitas hidup semua orang. Tiap individu memiliki kebutuhan tidur yang berbeda dalam kuantitas dan kualitasnya.

Gangguan tidur sebenarnya bukanlah suatu penyakit melainkan gejala dari berbagai gangguan fisik, mental dan spiritual (Johanna & Jachens, 2004). Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah, orang muda serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologisnya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain (Potter & Perry, 2005). Gangguan tidur merupakan masalah yang sangat umum. Di Negara-negara industri khususnya, banyak orang menderita dari beberapa bentuk gangguan tidur. Data tentang frekuensi bervariasi antara 25-50% dari populasi (Johanna & Jachens, 2004).

Menurut International Classification of Sleep Disorders dalam Japardi (2002), gangguan tidur terbagi atas: disomnia dan parasomnia. Disomnia terdiri atas gangguan tidur spesifik di antaranya adalah narkolepsi, gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik/ mioklonus nokturnal, sindroma kaki gelisah/ Restless Legs Syndrome atau Ekboms Syndrome, gangguan pernafasan saat tidur/ sleep apnea dan pasca trauma kepala; gangguan tidur irama sirkadian di antaranya adalah gangguan tidur irama sirkadian sementara/ acute work shift/ jet lag, gangguan tidur irama sirkadian menetap/ shift worker. Sedangkan parasomnia terdiri atas tiga, yaitu gangguan tidur berjalan (sleep walking/ somnabulisme), gangguan terror tidur (sleep terror), gangguan tidur berhubungan dengan fase REM.

Prevalensi dari gangguan tidur menunjukkan peningkatan, yang mempengaruhi antara 30-50% dari populasi umum. Gangguan ini adalah hasil dari masalah kesehatan dan/atau kebiasaan, seperti kebiasaantidur yang membahayakan. Bagaimanapun, mereka yang mengalami gangguan tidur tidak memberikan perhatian penuh pada masalah tersebut, dan sedikit pasien yang mencari pertolongan pada tenaga profesional atau melaporkan masalahnya pada saat pemeriksaan klinis (Almodes et al., 2008).

Berdasarkan teori yang menyatakan bahwa tidur adalah pengalaman subjektif, hanya klien yang dapat melaporkan apakah tidurnya cukup dan nyenyak atau tidak. Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai, atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tapi lebih

Page 3: Pola Tidur Pada Pasien Hospitalisasi

merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan ciri adanya aktifitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari luar (Alimul, 2006).

Pada keadaan normal orang dewasa tidur pada malam hari rata-rata 6 sampai 8½ jam, tetapi hal ini bervariasi. Orang dewasa juga jarang sekali tidur siang. Orang dewasa yang sehat membutuhkan cukup tidur untuk dapat tetap berpartisipasi dalam kesibukan aktifitas yang mengisi hari-hari mereka. Akan tetapi perubahan status kesehatan, stres fisik dan psikologis, perubahan lingkungan, stres pekerjaan, perubahan hubungan keluarga dan aktifitas sosial dapat menyebabkan seseorang kesulitan memulai dan/atau mempertahankan tidur (Potter & Perry, 2005).

Seseorang yang menderita penyakit tertentu dan dirawat di rumah sakit mempunyai masalah  kesulitan tertidur atau tetap tertidur. Rasa sakit yang dialami, kesulitan memperoleh posisi yang nyaman, penggunaan obat-obatan, serta perubahan lingkungan fisik adalah beberapa faktor yang mengganggu terpenuhinya istirahat-tidur klien (Hardinge & Shryock, 2003).

Sedangkan teori lain menyatakan bahwa, Seseorang akan tertidur hanya jika ia telah merasa nyaman dan relaks, perawat dapat menganjurkan dan menggunakan beberapa tindakan untuk meningkatkan rasa nyaman seperti menganjurkan klien memakai pakaian malam yang longgar, menjaga tempat tidur agar tetap bersih dan kering, mengatur posisi dan menopang bagian tubuh yang menggantung untuk melindungi titik tekan dan membantu relaksasi otot, mengajarkan tehnik relaksasi serta memberikan masase otot sesaat sebelum klien tidur (Potter & Perry, 2005).

Kemampuan untuk dapat relaks bergantung pada individu, selain itu tidak ada satupun teknik yang efektif untuk semua orang pada setiap keadaan. Teknik relaksasi dapat membantu mencegah atau meminimalkan gejala fisik akibat stres ketika tubuh bekerja terlalu berlebihan, sehingga mengganggu kebutuhan istirahat-tidur. Tujuan pokok teknik relaksasi adalah untuk menahan terbentuknya respon stres terutama dalam system syaraf dan hormon. Dengan teknik relaksasi dapat mengembalikan tubuh ke kondisi yang tenang. Beberapa teknik relaksasi selain menyebabkan efek yang menenangkan fisik juga dapat menenangkan pikiran. Teknik relaksasi dapat membuat tidur menjadi lebih baik. Relaksasi terdiri dari imajinasi mental, pelatihan otogenik, terapi musik, latihan fisik, pernapasan diafragma, relaksasi progresif, serta meditasi (Davis,1987).

Untuk memenuhi kebutuhan istirahat-tidur dan untuk mengatasi rasa nyeri adalah dengan distraksi, relaksasi, stimulasi kulit, mengatur posisi tidur yang nyaman untuk klien, masase punggung, pengelolaan psikologis (pikiran lebih kuat dari pada tubuh), mendengarkan musik lembut, serta mengkaji kebiasaan klien sebelum tidur (Prihardjo, 1993).

Pada pasien hospitalisasi, frekuensi dari gangguan tidur meningkat dua kali lipat dan terdapat tendensi untuk mengabaikan gangguan tidur atau komplain dari gangguan tidur. Beberapa gangguan yang sering adalah fragmentasi tidur dan berkurangnya tidur malam selama periode hospitalisasi. Jumlah periode tidur memiliki rentang dari 1 sapai

Page 4: Pola Tidur Pada Pasien Hospitalisasi

15 jam, menghasilkan variasi dalam gangguan tidur pada tingkatan Non-REM dan REM (Almodes et al., 2008)

Klien dengan sakit kronis membutuhkan waktu lebih banyak dibanding orang yang sehat dengan umur yang sama. Kehamilan, menyusui, dan perubahan status kesehatan seperti pembedahan juga meningkatkan kebutuhan istirahat. Tekanan fisik dan emosi juga meningkatan kebutuhan istirahat klien. Istirahat dan tidur sering memberikan perasaan terlepas dari tekanan. Bagaimanapun, istirahat juga dapat menjadi metode yang tidak produktif untuk menyelesaikan tekanan, klien mungkin bergantung pada tidur sebagai cara untuk melarikan diri dari tekanan (Potter dan Perry, 2005).

Pola istirahat sering mengalami perubahan karena penyakit atau rasa nyeri. Perawat menggunakan metode spesifik untuk meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan rasa nyeri sehingga kebutuhan istirahat klien dapat diantisipasi dan dipenuhi. Jika klien tersebut tidak dapat tidur dan istirahat karena faktor lain, seperti gaya hidup atau tekanan kronis, perawat memberikan perawatan langsung untuk memecahkan penyebabnya pada saat membantu memenuhi kebutuhan ini (Potter dan Perry, 2005).

Menurut Almondes et al. (2008), tingginya frekuensi gangguan tidur pada pasien hospitalisasi dan perbedaannya dipengaruhi oleh dua faktor: 1) Individual: hadirnya patologi klinis, tingkat keparahan penyakit, penggunaan penghilang nyeri, sedasi dan durasi dari rawat inap, efek atau perubahan emosional, kecemasan, depresi atau stres. 2) Linkungan: struktur fisik rumah sakit atau lingkungan rumah sakit (suara, suhu lingkungan yang tidak nyaman, cahaya berlebih), rutinitas rumah sakit (gangguan saat medikasi pada malam hari), kurangnya struktur rumah sakit dalam menjaga pola siklus tidur-bangun dan memberikan kualitas tidur yang baik pada pasien.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gellestedt et al (2013), tidur pada pasien di rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ditemukan bahwa tidak hanya aspek fisik yang mempengaruhi tidur pasien. Studi kualitatif yang dilakukan menemukan bahwa bagaimana efek yang ditimbulkan perawat di bedside pasien memberikan efek yang positif dan negatif bagi tidur pasien. Sebuah tindakan bedside memberikan rasa aman yang dipengaruhi perilaku verbal dan non-verbal perawat. Ditemukan juga bahwa efek negatif yang ditimbulkan adalah tindakan bedside akan mmpegaruhi pengalaman pasien selama di rumah sakit. Sifat individual dari perawat yang menyebabkan perasaan kurang aman bagi pasien. Kebanyakan pasien melaporkan bahwa mereka ingin lingkungan rumah sakit menjadi lebih seperti di rumah sendiri.

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Kualitas tidur, menurut American Psychiatric Association (2000), dalam Wavy (2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi.

Page 5: Pola Tidur Pada Pasien Hospitalisasi

Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur. Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Dament et al, 1985; Hayashi & Endo, 1982 dikutip dari Carpenito, 1998). Di sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008) menyebutkan bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.

Selain itu, menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Tanda fisik meiputi ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing. Tanda psikologis meliputi menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

Perawat mempunyai kontak paling lama dengan klien, sehingga peran perawat dalam upaya penyembuhan klien menjadi sangat penting, termasuk dalam menangani klien dengan gangguan istirahat – tidur, perawat perlu mengetahui kebiasaan (rutinitas) yang dilakukan klien sebelum tidur agar dapat mengatasi penyebab gangguan tidur. Perawat juga perlu bertukar pikiran dengan klien tentang cara-cara mengatasi masalah tidur dan memberikan informasi tentang cara-cara memenuhi kebutuhan tidur, meskipun profesi lain juga tidak kalah pentingnya. Perawat harus berani mengaplikasikan secara profesional kemampuan kognitif, ketrampilan psikomotor dan afektifnya di tatanan klinik dengan penuh keyakinan dan percaya diri, karena kenyataan di lapangan tindakan keperawatan mandiri dalam penanganan klien dengan gangguan istirahat – tidur jarang dilakukan dan sedikit ditemui dalam catatan dokumentasi keperawatan klien

Relaksasi penting sebagai bahan untuk membangun penenang alamiah didalam otak, untuk menolak kekhawatiran atau kemungkinan panik, mencegah penyakit stres, meningkatkan kebutuhan istirahat tidur. Relaksasi itu baik untuk segala sesuatu dan tidak ada pengecualian. Relaksasi dapat menurunkan hormone stres, meningkatkan sistem imunisasi, meningkatkan toleransi terhadap sakit, meningkatkan penenang alamiah, memungkinkan jaringan yang rusak memperbaiki diri, membantu tubuh menjadi awet muda. Relaksasi progresif juga merupakan suatu teknik sistematik untuk mencapai keadaan relaksasi mendalam, teknik ini dapat digunakan untuk menidurkan

Page 6: Pola Tidur Pada Pasien Hospitalisasi

diri sendiri, melawan suatu serangan panik yang mengancam, menginteruksi penumpukan stres, mencegah gejala-gejala stres dan kekhawatiran (Hart, 2003).

Pemberian relaksasi progresif pada klien yang mengalami gangguan istirahat tidur dapat menurunkan ketegangan fisiologis, meningkatkan relaksasi otot, menurunkan kecemasan sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Aliran darah sistemik menjadi lancar, denyut nadi menjadi normal, frekuensi pernapasan menjadi normal, dan mengurangi evaporasi sehingga klien menjadi nyaman dan pikiran menjadi tenang, sebagai akibat dari penurunan aktivitas RAS (Reticullar Activating System) dan peningkatan aktivitas batang otak. Sehingga mampu mengatasi keluhan anxietas, insomnia, kelelahan, kram otot, serta tekanan darah tinggi (Davis, 1987).

Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam relaksasi, ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu : posisi yang nyaman, pikiran yang tenang, lingkungan yang nyaman. Sehingga relaksasi progresif yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan istirahat tidur mampu meningkatkan relaksasi otot-otot besar yang memberikan kenyamanan pada klien sehingga klien mendapatkan pemenuhan kebutuhan istirahat tidurnya sesuai kualitas dan kuantitas kebutuhannya. Terjadinya gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur diduga sebagai akibat dari peningkatan aktivitas RAS, dopamine dan noreprineprine atau sebagai akibat dari penurunan aktivitas sistem batang otak. (Davis, 1987).

Dalam NANDA 2012-2014, masalah gangguan istirahat/tidur masuk dalam domain Activity/Rest yang terdiri dari beberapa diagnosa keperawatan yaitu: insomnia, sleep deprivation, readiness for enhanced sleep, dan distrubed sleep pattern (Herdman, 2012). Penentuan diagnosa keperawatan untuk mendukung proses keperawatan yang akan diterapkan pada pasien hosptalisasi ditentukan oleh bagaimana karakteristik dari tanda dan gejala yang muncul pada pasien. Sehingga didapatkan diagnosa keperawatan yang tepat dalam penyusunan asuhan keperawatan dan intervensi yang dibutuhkan berdasarkan indikator NOC dan petunjuk intervensi NIC dapat diberikan secara tepat pada pasien sesuai yang dibutuhan.

Page 7: Pola Tidur Pada Pasien Hospitalisasi

REFERENSI:Potter, P.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan

Praktik/ Patricia A. Potter, Anne Griffin Perry. Alih Bahasa: Yasmin Asih dkk. Edisi 4. EGC, Jakarta.

Alimul aziz. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar manusia. Jakarta : Salemba medika

Gellerstedt, L. et al. 2013. Patients Experiences of Sleep in Hospital: a qualitative interview study. Journal of Research n Nursing. Jrn.sagepub.com

Johanna, Christa & Jachens. (2004). Sleep Disturbances & Healthy Sleep. The Association of Waldorf Schools of North America.

Davis, Marta.1987. The Relaxation & Stress Reduction Workbook; Alih Bahasa Indonesia; Achiryani S Hamid dan Budi Anna Keliat. EGC. Jakarta.

Hardinge & Shryock. 2003. Mencapai Hidup Prima dan Bugar. Indonesia Publishing House. Jakarta.

Prihardjo, R. 1993. Perawatan Nyeri : Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien. Editor, Yasmin Asih. EGC. Jakarta.

Almondes, K. M. et al. 2008. Sleep-Wake Cycle Pattern, Sleep Quality and Complaints about Sleep Distrubane Made by Inpatient.

Kozier, B. 2004. Fundamental of Nursing. Seventh Edition. Vol. 2. EGC, Jakarta.

Hidayat, A. A. (2004). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: salemba Medika.Japardi, I. (2002). Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara.