Pola Konsumsi & AKG

2
4. Pola Konsumsi Penduduk Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 236 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 95% mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan pokoknya. Pada tahun 1998 diketahui bahwa jumlah konsumsi beras nasional mencapai 34,6 juta ton dengan tingkat pertumbuhan 3% per tahunnya. Padahal produksi beras dalam negeri cenderung fluktuatif (BPS Jakarta, 2006). Beras masih merupakan pangan pokok bagi masyarakat yang hingga saat ini masih belum tergantikan posisinya sebagai sumber energi, meskipun sumber lainnya cukup banyak. Salah satu penyebabnya karena beras merupakan bagian dari struktur sosial budaya yang cukup berarti bagi masyarakat. Tingginya konsumsi beras tergambar dari besarnya alokasi pengeluaran. Dalam struktur pengeluaran keluarga, beras merupakan pengeluaran yang cukup besar. Menurut World Bank (1999) diperkirakan 70% pengeluaran keluarga miskin digunakan untuk pangan dan sebanyak 34% pengeluaran rumahtangga dialokasikan untuk membeli beras sebagai makanan pokok. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat maka diperkirakan konsumsi beras akan terus mengalami peningkatan Pola konsumsi adalah gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan pangan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari, dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu (Harper, 1985). Pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi, dan kesehatan, ukuran kemiskinan, serta prencanaan, dan produksi pada setiap daerah. Pola konsumsi pangan dapat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan, ukuran kemiskinan, serta prencanaan dan produksi pada setiap daerah. Konsumsi masyarakat terhadap

Transcript of Pola Konsumsi & AKG

4. Pola KonsumsiPenduduk Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 236 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 95% mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan pokoknya. Pada tahun 1998 diketahui bahwa jumlah konsumsi beras nasional mencapai 34,6 juta ton dengan tingkat pertumbuhan 3% per tahunnya. Padahal produksi beras dalam negeri cenderung fluktuatif (BPS Jakarta, 2006). Beras masih merupakan pangan pokok bagi masyarakat yang hingga saat ini masih belum tergantikan posisinya sebagai sumber energi, meskipun sumber lainnya cukup banyak. Salah satu penyebabnya karena beras merupakan bagian dari struktur sosial budaya yang cukup berarti bagi masyarakat. Tingginya konsumsi beras tergambar dari besarnya alokasi pengeluaran. Dalam struktur pengeluaran keluarga, beras merupakan pengeluaran yang cukup besar. Menurut World Bank (1999) diperkirakan 70% pengeluaran keluarga miskin digunakan untuk pangan dan sebanyak 34% pengeluaran rumahtangga dialokasikan untuk membeli beras sebagai makanan pokok. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat maka diperkirakan konsumsi beras akan terus mengalami peningkatan Pola konsumsi adalah gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan pangan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari, dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu (Harper, 1985).Pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi, dan kesehatan, ukuran kemiskinan, serta prencanaan, dan produksi pada setiap daerah. Pola konsumsi pangan dapat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan, ukuran kemiskinan, serta prencanaan dan produksi pada setiap daerah. Konsumsi masyarakat terhadap pangan dapat dilihat dari kecenderungan masyarakat mengkonsumsi jenis pangan tertentu. Apabila pola konsumsi pangan masyarakat beragam, maka gizi yang didapatkan juga akan beragam pula sehingga kecukupan gizi pada masing-masing individu dapat terpenuhi sesuai dengan kecukupan gizi yang telah dianjurkan.

5. AKG (Angka Kecukupan Gizi)AKG adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua masyarakat menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis (Moehdi, 2002). AKG dianjurkan untuk menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi, makanan bagi penduduk/golongan masyarakat yang didapatkan dari hasil survei gizi/makanan, untuk merencanakan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional, dll.Angka kecukupan gizi (AKG) berguna sebagai patokan dalam penilaian dan perencanaan konsumsi pangan, serta basis dalam perumusan acuan label gizi. Angka kecukupan gizi mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan Iptek gizi dan ukuran antropometri penduduk. Setelah sekitar sepuluh tahun ditetapkan angka kecukupan energi (AKE) dan kecukupan protein (AKP) bagi penduduk Indonesia, kini saatnya ditinjau ulang dan disempurnakan. Kajian ini bertujuan merumuskan angka kecukupan energi (AKE), kecukupan protein (AKP), kecukupan lemak (AKL), kecukupan karbohidrat (AKK) dan serat makanan (AKS) penduduk Indonesia.