ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

14
ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI DAN SOSIAL (Studi Kasus pada Desa Bandaran Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan) Enni Krisnawati Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk memahami kemiskinan melalui pola konsumsi rumah tangga nelayan dalamperspektif ekonomi dan sosial. Pendekatan Metode Verstehan dan Analisa Tipe Ideal: dari Peristiwa Unik ke Preposisi Umum digunakan sebagai metode riset dan alat analisa. Dengan wawancara mendalam dengan Among sebagai tokoh masyarakat, Muzakki sebagai Pamong desa, dan 20 rumah tangga nelayan (7 rumah tangga nelayanjuragan dan 13 rumah tangga nelayan pandega), diperoleh temuan sebagai berikut: Kemiskinan lebih bisa dipahami dengan analisapola konsumsi sesuai dengan kebutuhan dasamya karena pendapatan rumah tangga nelayan yang uncertain. Kelayakan hidup rumah tangga nelayan yang mengacupada konsumsipangan termasuk dalam kategori hidup yang kurang, rumah hunianjugajauh dari standar hunian yang layak. Permasalahan yang dihadapi rumah tangga nelayan sangatlah kompleks, oleh sebab itu, pendekatan ekonomi dan sosial mampu untuk memahami kemiskinan rumah tangga nelayan. Kemiskinan (pola konsumsi) rumah tangga nelayan tidak hanya disebabkan oleh f aktor ekonomi (pendapatan) tetapif aktor sosialjuga berperan dalam membentuk kemiskinan rumah tangga nelayan. Metode Verstehan (pemaknaan atas f akta/fenomena) dan analisa tipe ideal mampu mengungkap permasalahan-permasalahan sosial-ekonomi yang sangat kompleks. Dengan metode tersebut peneliti harus mampu menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain ("mengambil peran”). Kata Kunci: Pola Konsumsi, Rumah Tangga Nelayan, Perspektif Ekonomi, Perspektif Sosial Pendahuluan Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari rumah tangga nelayan (khususnya pandhiga) sangat sulit, intensitas tekanan sosial-ekonomi dan kemiskinan disebabkan oleh faktor-faktor yang sangat kompleks, hal ini semakin diperparah oleh ketidakpastian (uncertain) dan terus menurunnya tingkat pendapatan (Kusnadi, 2001: 1). 58

Transcript of ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

Page 1: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI DAN SOSIAL

(Studi Kasus pada Desa Bandaran Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan)

Enni KrisnawatiFakultas Ekonomi Universitas Brawijaya

AbstraksiPenelitian ini bertujuan untuk memahami kemiskinan melalui

pola konsumsi rumah tangga nelayan dalam perspektif ekonomi dan sosial. Pendekatan Metode Verstehan dan Analisa Tipe Ideal: dari Peristiwa Unik ke Preposisi Umum digunakan sebagai metode riset dan alat analisa. Dengan wawancara mendalam dengan Among sebagai tokoh masyarakat, Muzakki sebagai Pamong desa, dan 20 rumah tangga nelayan (7 rumah tangga nelayan juragan dan 13 rumah tangga nelayan pandega), diperoleh temuan sebagai berikut: Kemiskinan lebih bisa dipahami dengan analisa pola konsumsi sesuai dengan kebutuhan dasamya karena pendapatan rumah tangga nelayan yang uncertain. Kelayakan hidup rumah tangga nelayan yang mengacu pada konsumsipangan termasuk dalam kategori hidup yang kurang, rumah hunian juga jauh dari standar hunian yang layak. Permasalahan yang dihadapi rumah tangga nelayan sangatlah kompleks, oleh sebab itu, pendekatan ekonomi dan sosial mampu untuk memahami kemiskinan rumah tangga nelayan. Kemiskinan (pola konsumsi) rumah tangga nelayan tidak hanya disebabkan oleh f aktor ekonomi (pendapatan) tetapi f aktor sosial juga berperan dalam membentuk kemiskinan rumah tangga nelayan. Metode Verstehan (pemaknaan atas f akta/fenomena) dan analisa tipe ideal mampu mengungkap permasalahan-permasalahan sosial-ekonomi yang sangat kompleks. Dengan metode tersebut peneliti harus mampu menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain ("mengambil peran”).Kata Kunci: Pola Konsumsi, Rumah Tangga Nelayan, Perspektif Ekonomi, Perspektif Sosial

Pendahuluan

Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari rumah tangga nelayan (khususnya pandhiga) sangat sulit, intensitas tekanan sosial-ekonomi dan kemiskinan disebabkan oleh faktor-faktor yang sangat kompleks, hal ini semakin diperparah oleh ketidakpastian (uncertain) dan terus menurunnya tingkat pendapatan (Kusnadi, 2001: 1).

58

Page 2: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

Krisnawati, Análisis Pola Konsumsi Rumah Tangga Nelayan

Hipótesis pendapatan-permanen menekankan bahwa manusia mengalami perubahan acak dan temporer dalam pendapatan mereka dari tahun ke tahun. Menurut Friedman (teori pendapatan-permanen) dalam Mankiw (2000: 417-418), konsumsi adalah proporsional terhadap pendapatan permanen, karena orang menggunakan tabungan dan pinjaman untuk memperlancar konsumsi dalam menanggapi perubahan-perubahan transitoris dalam pendapatan. Orang akan membelanjakan pendapatan permanennya, tapi mereka akan menabung sebagian besar dari pendapatan transitorisnya.

Menurut Anda dan Kennickell dalam Mankiw (2000; 416-417) menunjukkan masalah terhadap model daur-hidup tentang konsumsi dan tabungan dari kaum lansia. Kaum lansia tidak mengurangi kekayaannya secepat yang orang harapkan kecuali jika mereka berusaha melancarkan konsumsinya selama sisa hidupnya. Ada dua penjelasan utama mengapa kaum lansia tidak menghabiskan tabungan sebanyak prediksi, yaitu: pertama, kaum lansia memperhatikan biaya-biaya yang tidak terduga. Tabungan tambahan yang muncul dari ketidakpastian adalah tabungan beijaga-jaga (precautionary saving). Alasan yang mendasarinya adalah kemungkinan hidup lebih lama dari yang diharapkan dan memberikan rentang waktu pensiun rata-rata yang lebih besar. Alasan lainnya adalah kemungkinan sakit dan tagihan biaya medis. Kaum lansia dapat merespon ketidakpastian ini dengan menabung lebih banyak untuk beijaga-jaga. Kedua, mereka mungkin ingin meninggalkan warisan pada anak-anak mereka.

Menurut Kotlikoff dan Summers dalam Donbursh (1995; 247) bahwa sebagian besar tabungan dilakukan untuk memberikan warisan dan bukan untuk menyediakan konsumsi di masa tua. Menurut Danziger, Gaag, Smolensky, Taussig dalam Donbursh (1995; 247) bahwa kaum tua menabung dengan proporsi terhadap pendapatan yag lebih besar daripada kaum muda.

Hipótesis pendapatan-permanen menyatakan bahwa konsumsi bergantung pada ekspektasi seseorang. Asumsi ekspektasi-rasional menyatakan bahwa orang-orang menggunakan seluruh informasi yang ada untuk membuat ramalan optimal tentang masa depan.

Menurut Hall dalam Mankiw (2000; 420) menunjukkan bahwa jika hipótesis pendapatan-permanen benar, dan jika konsumen mempunyai ekspektasi-rasional, maka perubahan-perubahan dalam konsumsi sepanjang waktu seharusnya tidak dapat diprediksi. Bila perubahan-perubahan dalam variabel tidak dapat diprediksi, variabel tersebüt dikatakan mengikuti jalan acak (random walk).

Hall beralasan sebagai berikut. Menurut hipótesis pendapatan-permanen, konsumen menghadapi pendapatan yang berfluktuasi dan berusaha memperlancar konsumsi mereka sepanjang waktu. Pada suatu saat, konsumen memilih konsumsi berdasarkan ekspektasi sekarang dari pendapatan kehidupan mereka. Sepanjang waktu, mereka mengubah konsumsi karena mereka menerima berita yang menyebabkan mereka merevisi ekspektasi mereka. Perubahan dalam konsumsi mencerminkan “kejutan” terhadap pendapatan seumur hidup. Jika konsumen secara optimal menggunakan seluruh informasi yang tersedia, maka mereka seharusnya hanya dikejutkan oleh peristiwa- peristiwa yang seutuhnya tidak dapat diprediksi. Karena itu, perubahan- perubahan dalam konsumsi mereka seharusnya tidak dapat diprediksi pula.

59

Page 3: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

TEMA, Volume 5, Nomor 1, Maret 2004

Pendapatan rumah tangga nelayan penuh dengan ketidakpastian. Menurut Kusnadi (2002: 12), pada rumah tangga nelayan buruh, persoalan mendasar yang dihadapi oleh rumah tangga nelayan buruh yang tingkat penghasilannya kecil dan tidak pasti adalah bagaimana mengelola sumber daya ekonomi yang dimiliki secara efisien dan efektif sehingga mereka bisa “bertahan hidup” dan bekerja. Kelompok-kelompok yang berpenghasilan rendah lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok pangan dalam upaya kelangsungan kehidupan rumah tangganya.

Sedangkan menurut Damsar (2002: 119) bahwa konsumsi dipandang dalam sosiologi bukan sekedar pemenuhan kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia tetapi berkait kepada aspek-aspek sosial budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas, maupun gaya hidup.

Kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan dasar yang esensial untuk dapat'hidup sehat, aman dan manusiawi menurut Soemarwoto dalam Suyanto (1995: 6) dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yakni: pertama, kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup secara hayati yang sehat dan aman dan merupakan naluri yang paling hakiki, semua makhluk hidup. Golongan ini terdiri dari udara, air, pangan yang harus tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai, serta perlindungan terhadap serangan penyakit, hewan buas, dan sesama manusia. Kebutuhan dasar ini bersifat mutlak dan tidak nisbi, yaitu sama untuk semua orang menurut jenis kelamin, umur dan sifat pekerjaan. Kedua, kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup yang manusiawi, antara lain agama, pendidikan, perlindungan hukum, pakaian, rumah dan pekerjaan. Kebutuhan ini bersifat nisbi, dipengaruhi oleh nilai sosial budaya dan berubah dari waktu ke waktu. Ketiga, kebutuhan dasar untuk memilih baik sebagai naluri untuk memelihara kelangsungan hidup hayatinya maupun untuk kelangsungan hidup manusiawinya yang terungkap dalam kelakuan sosial budaya. Kebutuhan dasar untuk memilih membuat kenisbian kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup yang manusiawi lebih besar lagi.

Tiga golongan kebutuhan dasar ini dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk mengukur tingkat kemiskinan dan tekanan sosial-ekonomi yang terjadi pada rumah tangga nelayan pandega dan memahami rumah tangga nelayan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Salah satu tolak ukur kemiskinan yang paling populer selama ini adalah apa yang disebut GNP per kapita. Menurut Soemitro dan Pronk dalam Trijono (1995: 7) bahwa pembangunan ekonomi telah berhasil menurunkan angka kemiskinan yang mengesankan. Angka itu diperoleh dengan menggunakan tolak ukur kemiskinan absolut yang dicerminkan oleh tingkat pendapatan per kapita. Banyak ahli mengkritik bahwa: (1) GNP per kapita mengesampingkan sumbangan ekonomi non pasar, (2) GNP per kapita juga dipandang mengabaikan akses anggota masyarakat terhadap sumber-sumber ekonomi dimana pendapatan diperoleh, (3) GNP per kapita sama sekali mengabaikan dimensi yang sangat penting dalam kemiskinan yaitu aspek keadilan yang tercermin dalam distribusi ekonomi masyarakat (Trijono dalam Suyanto, 1995: 8-9). Menurut Pasay dalam Suyanto (1995: 20) menyatakan bahwa pengukuran GNP tidak memperhitungkan komposisi, dan juga tidak memperhitungkan kebiasaan orang Indonesia mengkonsumir.

Ada banyak penyebab terjadinya kemiskinan pada masyarakat nelayan, seperti kurangnya akses kepada sumber-sumber modal, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar maupun rendahnya partisipasi masyarakat

60

Page 4: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

Krisnawati, Analisis Pola Konsumsi Rumah Tangga Nelayan

dalam pengelolaan Sumber Daya Alam. Dan juga disebabkan faktor-faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, rendahnya tingkat pendidikan, dan rendahnya tingkat kesehatan (Tarumingkeng, 2002). Peningkatan kesejahteraan nelayan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Pendidikan, pengalaman, penguasaan teknologi dan akumulasi modal (tabungan) nelayan yang miskin merupakan faktor internal yang mempengaruhi peningkatan kesejahteraan. Sedangkan faktor eksternalnya adalah potensi sumber daya, mekanisme pasar (harga) ikan, yurisdiksi daerah otonomi, keadaan Infrastruktur pelabuhan perikanan dan kebijakan pemerintah dalam perkreditan untuk meningkatkan modemisasi usaha perikanan skala kecil secara nasional (Muhammad, 2003).

Menurut Kusnadi (2003; 1-2), penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan dapat dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu: (1) Segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap: nelayan pemilik dan nelayan buruh. (2) Segi tingkat skala investasi modal usaha: nelayan besar dan nelayan kecil. (3) Segi tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan: nelayan modern dan nelayan tradisional.

Perbedaan-perbedaan tersebut membawa implikasi pada tingkat pendapatan dan kemampuan atau kesejahteraan sosial-ekonomi. Baik nelayan besar atau nelayan modem, maupun nelayan kecil dan atau nelayan tradisional, biasanya masing-masing merupakan kategori sosial-ekonomi yang relatif sama, dengan orientasi usaha dan perilaku yang berbeda-beda.

Berdasarkan pengelompokan kebutuhan dasar, seperti yang dikemukakan Soemarwoto dalam Suyanto (1999: 6), dan begitu kompleksnya permasalahan sosial-ekonomi (Kusnadi, 2001: 1) serta berdasarkan pertimbangan belum berkembangnya analisis pola konsumsi dengan pendekatan ekonomi dan sosial ini untuk memahami kemiskinan nelayan, maka dipilih analisis pola konsumsi dengan pendekatan ekonomi dan sosial untuk memahami kondisi kemiskinan atau tekanan sosial-ekonomi dalam kehidupan masyarakat nelayan.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan maksud untuk dapat mengungkap pola konsumsi rumah tangga nelayan secara mendalam melalui pendekatan ekonomi dan sosial, khususnya di Desa Bandaran Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan.

Pengumpulan data menggunakan teknik pengamatan terlibat, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Alat analisis data yang digunakan adalah Metode Verstehan dan Analisa Tipe Ideal: dari peristiwa unik ke preposisi umum. Metode Verstehan (pemahaman subyektif) sebagai metode untuk memperoleh pemahaman yang valid mengenai arti-arti subyektif tindakan sosial. Metode ini merupakan kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya mau dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut perspektif itu. Proses itu menunjuk pada konsep “mengambil peran” yang terdapat dalam interaksionisme simbol (Johnson, 1986).

Weber mengemukakan bahwa suatu tipe ideal dibentuk dengan suatu penekanan yang berat sebelah mengenai satu pokok pandangan atau lebih, atau dengan sintesa dari gejala-gejala individual kongkret, yang sangat tersebar,

61

Page 5: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

TEMA, Volume 5, Nomor 1, Maret 2004

memiliki sifatnya sendiri-sendiri yang kurang lebih ada dan kadang-kadang tidak ada, yang diatur menurut titik pandangan yang diberi tekanan secara berat sebelah ke dalam suatu konstruk analisis yang terpadu.

Dengan kata lain, si penganalisa memilih aspek-aspek suatu gejala yang kelihatannya sama dengan konsistensi logis dan mengkonstruksikan suatu keseluruhan dari aspek-aspek itu yang terpadu dan kompak. Konstruk intelektual ini mungkin mengabaikan atau menyimpang dari aspek-aspek tertentu yang terdapat dalam gejala empirik, namun hal ini tidak dapat dihindarkan, karena kenyataan sosial adalah sangat kompleks untuk dapat dimengerti dalam semua kompleksitasnya itu. Sekali Tipe Ideal itu dikonstruksikan, dia dapat dipergunakan sebagai tonggak pengukur untuk menilai seberapa jauh gejala itu sesuai dengan tipe ideal itu, dan sebagai konsep teoritis dalam mengembangkan hipotesa-hipotesa penelitian (Johnson, 1986).

Metode Verstehan dan analisa Tipe Ideal digunakan sebagai alat analisa dalam penelitian ini, karena dalam penelitian, peneliti dituntut untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain (pemahaman subyektif dengan interaksionisme simbolik) dan juga harus dapat melihat suatu fenomena yang sangat kompleks, yang terdapat dalam metode diatas, sehingga dalam penelitian hanya difokuskan pada analisa pola konsumsi dilihat dari ekonomi dan sosial.

Ukuran atau Dimensi Pola KonsumsiNelayan adalah orang yang pergi (bekerja) ke laut. Menurut Dirjen

Perikanan, Departemen Pertanian (1988), yang disebut nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan binatang atau tanaman air dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual. Sedangkan Kusnadi (2002), bahwa penggolongan sosial masyarakat nelayan ditinjau dari 3 sudut pandang. Pertama, penguasaan alat-alat produksi (nelayan pemilik dan buruh); Kedua, tingkat skala investasi modal usaha (nelayan besar dan kecil); Ketiga, tingkat teknologi peralatan tangkap (nelayan modern dan tradisional).

Ukuran atau dimensi pola konsumsi adalah ukuran yang digunakan untuk menghasilkan informasi tentang pola konsumsi (khususnya pangan) yaitu dengan menganalisa siklus (frekuensi), komposisi (jenis dan jumlah), gambaran rata-rata obyek yang diteliti dan hubungan antara pola konsumsi dan faktor ekonomi dan sosial yang mempengaruhinya.

Informan dan LingkungannyaPenelitian ini dilaksanakan di Desa Bandaran, Kecamatan Tlanakan,

Kabupaten Pamekasan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, mengingat penduduk desa tersebut, umumnya bekerja sebagai nelayan. Dan dengan pertimbangan bahwa permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh desa ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan permasalahan yang dihadapi oleh desa-desa lainnya. Misalnya: Selat Madura yang merupakan tempat melautnya nelayan Bandaran merupakan kawasan perairan yang tertutup karena diapit oleh Pulau Madura dan Pulau Jawa bagian timur dan sudah dalam kondisi tangkap lebih, tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Bandaran paling rendah, terjadi kerusakan ekosistem pesisir dan laut yang disebabkan tekhnologi (kapal yang semakin canggih dan tidak ramah lingkungan),

62

Page 6: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

Krisnawati, Analisis Pola Konsumsi Rumah Tangga Nelayan

pemukiman, dan tidak adanya MCK (terutama pembuangan kotoran manusia dan sampah) sehingga dibuang ke laut dan sebagainya.

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan mengenai pola konsumsi rumah tangga nelayan ini dilakukan dengan wawancara mendalam dengan informan. Informan pertama adalah Muzakki, sebagai Pamong Desa dan pandega yang berwenang untuk menjalankan “pemerintahan” desa. Informan kedua adalah Among, sebagai Tokoh Masyarakat yang dapat dipercaya oleh masyarakat dalam kegiatan sehari-hari. Informan selanjutnya adalah 20 rumah tangga nelayan yang terdiri dari 7 rumah tangga nelayan juragan dan 13 rumah tangga nelayan pandega yang melakukan aktivitas kegiatan melaut.

Pembahasan

Pola Konsumsi Pokok PanganFrekuensi makan sebagian besar penduduk pulau Madura berkisar

antara 2 sampai 3 kali sehari. Akan tetapi, frekuensi makan penduduk desa Bandaran yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan, 3 kali bahkan lebih dalam seharinya. Frekuensi tersebut sesuai dengan pekerjaan sebagai nelayan yang memerlukan kekuatan fisik yang berlebih dan untuk ketahanan tubuh ketika turun ke laut. Pekerjaan tersebut membutuhkan tenaga ekstra karena iklim dan cuaca di laut kurang “bersahabat” dengan tubuh, sehingga membutuhkan gizi yang sepadan. Pola frekuensi konsumsi pangan nelayan terjadi juga (secara otomatis) terhadap pola frekuensi konsumsi pangan rumah tangga nelayan.

Dari pola konsumsi pangan tersebut dapat dikatakan bahwa rumah tangga nelayan Desa Bandaran dalam kategori hidup yang cukup. Namun perlu diketahui bahwa konsumsi rumah tangga nelayan diperoleh dari: (a). Pendapatan melaut, (b). Pendapatan non melaut, (c). Pranata-pranata sosial yang berasal dari kehidupan kegiatan sosial seperti pinjaman/hutang, arisan, pengajian, penggadaian, bunga tabungan (emas). Maka rumah tangga nelayan masih dalam kategori hidup yang kurang (lihat Kusnadi 2003: 13).

Berperannya pranata-pranata sosial yang ada di masyarakat menurut kusnadi (2003: 46), pranata-pranata sosial yang ada seperti, arisan, jaringan sosial, perkumpulan simpan pinjam, dan perkumpulan pengajian, perannya masih bersifat karikatif dalam mengatasi tekanan-tekanan kehidupan masyarakat nelayan. Adapun komposisi yang terdapat dalam menu makanan penduduk, disajikan pada Tabel 1. Secara keseluruhan, pola konsumsi pokok pangan rumah tangga nelayan secara kuantitas memang sudah terpenuhi tetapi dari segi kualitas masih jauh dari hidup yang cukup (lihat Kusnadi, 2003: 12- 13).

Pola Konsumsi Pokok Non PanganKonsumsi pokok non pangan terdiri dari papan, sandang, pendidikan dan

kesehatan (lihat Suyanto,1995: 6). Frekuensi konsumsi papan dan sandang rumah tangga nelayan sebagian besar dilakukan 1 kali dalam setahun. Konsumsi untuk papan dan sandang biasanya dilakukan pada saat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Sebagian kecil dari rumah tangga nelayan mengkonsumsi sandang lebih dari 1 kali dalam setahun. Pendapatan bukan merupakan faktor

63

Page 7: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

TEMA, Volume 5, Nomor 1, Maret 2004

Tabel 1Jenis Konsumsi Pokok Pangan Rumah Tangga Nelayan Juragan dan

Pandega di Desa Bandaran Kecamatan Tlanakan Kabupaten PamekasanTahun 2003

J u ra g a n % P a nd e g a %M a k a n a n P o k o k M a k a n a n Pokok- B e r a s 55 - B e r a s 45Lauk Pa uk Lauk Pauk

Ik a n L a u t 50 I kan l aut 50R u j a k 38 R u j a k 62D a g i n g A y a m 50 D a g i n g A y a m 50D a g i n g S a p i 56 Tem p e 75T e m pe 25 T a h u 67T a h u 33 Te l or 100B a k s o 56 D ag i n g S a p i 44M ie 100 B a k s o 44

U s u s s a p i 100S ay u r M a y u r Sa yur M ayur

B a y a m 58 S o p - S o p a n 89K a c a n g P a n j a n g 60 B a y a m 42S o p - S o p a n 1 1 K a c a n g P a n j a n g 40

K a n g k u n g 100K e c a m b a h 100M e n t i m u n 100

B u a h - B u a h a n Bu a h - B u a h a nJ e r u k 50 J e r u k 50A p el 33 A p el 67

M a n g g a 100S a w o 100S a l a k 100P i s a n g 100P e p a y a 100

Jaj an / Kue J ajan / KueR u j a k 25 R u j a k 75M o le n 79 Mo l e n 2 1B a k s o 56 B a k s o 44M ie 100 S i n g k o n g 100M a r t a b a k / T e r a n g 100B u l an

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2003.

yang sangat penting yang dapat mempengaruhi frekuensi konsumsi papan dan sandang.

Rumah yang mereka tempati sangat bervariasi/bermacam-macam: dindingnya ada yang terbuat dari tembok (batu bata dan semen) dan ada yang terbuat dari tabing/”geddek” serta “triplek”, bentuk rumahnya ada yang bertingkat dan ada yang tidak, jendelanya ada yang terbuat dari kaca dan ada yang terbuat dari kayu, lantainya ada yang berporselen, keramik dan ada juga yang lantainya biasa/terbuat dari semen.

Ukuran rumah yang mereka tempati juga tidak terlalu besar, ada yang kecil dan ada juga yang tidak terlalu kecil. Rumah mereka tidak mempunyai halaman/ pekarangan karena perumahan sangat padat sehingga rumah mereka berhimpitan satu sama lain, hanya dipisahkan oleh lorong-lorong kecil yang di buat untuk jalan. Seluruh atau sebagian besar papan rumah tangga nelayan

64

Page 8: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

Krisnawati, Analisis Polo. Konsumsi Rumah Tangga Nelayan

tidak mempunyai WC hanya berupa kamar mandi, hanya 1 atau 2 rumah tangga yang mempunyai WC.

Barang-barang rumah yang ada di sebagian besar atau seluruh rumah tangga yaitu berupa tempat tidur dan lemari. Sedangkan kursi, TV, VCD, tape, telepon, kulkas, emas, tidak semua rumah tangga nelayan mempunyai barang- barang tersebut.

Sedangkan untuk tingkat pendidikan dapat disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 2Distribusi Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dan Ibu Rumah Tangga Nelayan di Desa Bandaran Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan

Tahun 2003

No. TingkatPendidikan

Jumlah PersentaseKepala

KeluargaJJiwa)

Ibu Rumah Tangga (Jiwa)

KepalaKeluarga

[%)

Ibu Rumah Tangga(%)

1. Tidak Tamat SD 1 5 -

2 . Tamat SD 18 15 90 753. Tamat SMP 1 5 5 25

Jumlah 20 20 100 100Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2003

Data Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu rumah tangga, yaitu tamat SD yang masing-masing sebanyak 90% dan 75%. Kepala keluarga yang tamat SLTP sebanyak 5% dan ibu rumah tangga yang tamat SLTP sebanyak 25%. Kepala keluarga yang tidak tamat SD sebanyak 5% sedangkan ibu rumah tangga yang tidak tamat SD tidak ada (semua ibu rumah tangga contoh pernah mengenyam pendidikan formai dan minimal tamat SD). Tingkat pendidikan kepala keluarga lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pendidikan ibu rumah tangga. Hal ini disebabkan oleh suatu anggapan bahwa seorang laki-laki atau anak cucunya yang tinggal di daerah penelitian nantinya akan tetap bekerja sebagai nelayan karena terbatasnya peluang kerja atau tidak ada alternatif lain untuk bekerja di Desa Bandaran, kecuali mereka keluar dari dusun atau desa tersebut (merantau).

Tabel 3Distribusi Tingkat Pendidikan Anak Rumah Tangga Nelayan di Desa Bandaran Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan Tahun 2003

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Anak (jiwa)

Persentase(%)

1 . Belum Sekolah 7 17.52 . TK 4 103. SD dan Tamat SD 1 1 27,54. SMP dan Tamat SMP 10 255. SMA dan Tamat SMA 8 20

Jumlah 40 100Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2003

65

Page 9: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

TEMA, Volume 5, Nomor 1, Maret 2004

Data Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan anak rumah tangga contoh yaitu SD dan Tamat SD sebanyak 27,5%. Hal ini sama seperti yang terjadi pada tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu rumah tangga contoh yang juga mayoritas tamat SD. Namun dalam hal ini, tingkat pendidikan anak rumah tangga contoh lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu rumah tangga yaitu bisa mencapai SLTA dan tamat SLTA yaitu sebanyak 20%. Sedangkan tingkat pendidikan SLTA kepala keluarga dan ibu rumah tangga contoh sebanyak 0%.

Rendahnya tingkat pendidikan rumah tangga nelayan disebabkan oleh: Pertama, pekerjaan mudah didapat yaitu sebagai nelayan. Untuk menjadi seorang nelayan yang “hebat” atau juragan laut tidak dibutuhkan pendidikan formal yang tinggi tapi memerlukan pengalaman atau masa kerja yang lama di laut. Kedua, pesimistis. Penduduk nelayan beranggapan bahwa walaupun tingkat pendidikan tinggi tidak menjamin kehidupan mereka akan sejahtera atau tidak akan berubah nasib kehidupannya, tetap akan miskin. Ketiga, keadaan atau tingkat ekonomi yang rendah. Tekanan kehidupan membuat mereka tidak bisa melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Seorang anak laki-laki juga bekerja sebagai nelayan untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Keempat, pendidikan hanya sebagai sarana bisa membaca dan menulis. Mereka beranggapan bahwa pendidikan adalah sebagai tempat dimana mereka bisa membaca dan menulis supaya nantinya kehidupan mereka tidak mudah ditipu oleh orang lain baik oleh saudara, teman, tetangga bahkan oleh petinggi- petinggi desa dan pemerintah, misalnya dalam hal warisan, proyek perikanan dan sebagainya. Kelima, status sosial. Dalam masyarakat desa nelayan status sosial yang paling tinggi bukan mereka yang mempunyai pendidikan yang tinggi. Seorang Kepala Desa tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya perangkat desa lainnya seperti carik (Sekretaris Desa), Pamong Desa dan atau tokoh-tokoh masyarakat serta pemuda-pemuda desa. Dalam setiap pengambilan keputusan mereka semua terlibat. Seorang Pamong Desa dan atau tokoh masyarakat harus bisa menjaga dan mempertahankan kelangsungan dan keamanan kehidupan sosial di desa atau dusunnya supaya tidak terjadi pertikaian atau perselisihan, misalnya seperti carok dan sebagainya. Keenam, kurangnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan. Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan yang ada di desa tersebut. Sekolah yang ada di desa tersebut hanya TK (Taman Kanak-kanak) dan SD (Sekolah Dasar) sehingga untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi baik itu sekolah negeri atau swasta (madrasah), mereka harus ke Kota Pamekasan atau Kabupaten Sampang (Camplong). Walaupun jarak antara Desa Bandaran dengan Kota Pamekasan dan Sampang tidak terlalu jauh tapi mereka harus mengeluarkan ongkos transportasi sebesar Rp.3.000,- sampai dengan Rp.4.000,- tiap harinya, belum uang saku untuk makan dan itulah yang sangat memberatkan. Selain kuantitas sekolah yang masih kurang, bangunan SD yang ada sudah “tidak layak pakai” yaitu bangunan yang terbuat dari papan kayu yang mau roboh, genteng bocor, bangku dan kursi yang sudah tua dan kusam, lantai yang tidak bersih dan lokasi dekat dengan semacam tempat pembuangan sampah/kotoran sehingga menimbulkan bau tidak sedap. Bangunan SD tersebut tidak bisa melindungi baik murid dan guru dari panas matahari dan hujan, bahkan kalau hujan sekolah dibubarkan.

Sedangkan untuk menjaga kesehatan, biasanya para nelayan (baik kepala keluarga dan anak) serta ibu rumah tangga (khususnya pangamba) mengkonsumsi jamu dan pijat. Jamu dan pijat ini sangat penting bagi nelayan

6 6

Page 10: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

Krisnawati, Analisis Pola Konsumsi Rumah Tangga Nelayan

karena pekerjaan mereka memerlukan fisik yang kuat. Cara-cara tradisional itulah yang dilakukan rumah tangga nelayan untuk menjaga kesehatannya, walaupun ada sebagian kecil nelayan yang menggunakan cara-cara modern dengan memeriksakan dirinya ke PUSKESMAS atau suntik vitamin. Selain karena memang masyarakat yang memilih menggunakan cara-cara tradisional, hal ini yang disebabkan oleh kurangnya sarana dan prasarana kesehatan di Desa Bandaran.

Para nelayan sebagian besar mengkonsumsi jamu sebanyak 1 kali dalam seminggu, hal ini juga terjadi pada wanita-wanita pangamba’, biasanya Hal tersebut dilakukan pada saat musim tera’an atau pada waktu nelayan istirahat/ tidak melaut. Sedangkan untuk pijat dilakukan 1 kali dalam sebulan, baik oleh para nelayan (suami dan anak) atau istri nelayan dan wanita-wanita pangamba’ yang bekerja di sektor non melaut. Tidak ada perbedaan frekuensi konsumsi jamu dan pijat (kesehatan) antara rumah tangga nelayan juragan dengan rumah tangga nelayan pandega.

Uang yang harus dikeluarkan untuk 1 kali konsumsi jamu sekitar Rp.3.000,- sampai dengan Rp.5.000,-, sedangkan uang yang harus dikeluarkan untuk 1 kali pijat sekitar minimal Rp.5.000,- dan maksimal Rp. 10.000,-. Jadi uang yang harus dikeluarkan untuk konsumsi jamu dan pijat relatif tinggi jika dibandingkan dengan tingkat pendapatan yang diperoleh nelayan dalam tiap bulannya karena pendapatan yang diperoleh nelayan disebar untuk konsumsi yang lain yaitu pokok pangan, pokok non pangan selain kesehatan, dan non pokok.

Adapun komposisi jamu rumah tangga nelayan juragan dan rumah tangga nelayan pandega disajikan pada Tabel 4, sebagai berikut:

Tabel 4Jenis Jamu yang Dikonsumsi Rumah Tangga Nelayan Juragan dan

Pandega di Desa Bandaran Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan,Tahun 2003

Juragan PandegaJamu racikan sendiri - seperti temo labek + kunyit + madu Sprite

- Telur SusuHemavitonKratingdaengJamu bungkusan - seperti jamu "nyonya mener" - seperti jamu "sehat lelaki"

Jamu racikan sendiri - seperti temo labek Sprite

- Telur SusuHemavitonKratingdaengJamu racikan/seduhan di warung - seperti jamu "nyonya mener" - seperti jamu "sehat perempuan", "sehat lelaki"Jamu dari Malaysia Anggur cap "orang tua"

Sumber: Data Primer Diolah, 2003

Secara keseluruhan konsumsi pokok non pangan, kehidupan rumah tangga nelayan (khususnya pandega) masih jauh dari cukup. Dilihat dari kondisi pemukiman, kehidupan rumah tangga nelayan jauh dari standar rumah hunian yang layak (lihat Kusnadi,2002: 13). Namun dilihat dari kategori sehat (lihat

67

Page 11: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

TEMA, Volunie 5, Nomor 1, Maret 2004

Istiyani, 2004: 58-63) rumah tangga nelayan masih dalam kategori sehat. Karena dilihat dari kondisi fisiknj'a masih kuat dan “hati” atau “perasaan” sudah merasa senang yang dapat dilihat dari sikap mereka menerima kondisi dengan pasrah, walaupun mereka sangat berkeinginan untuk keluar dari kemiskinan tersebut.

Pola Konsumsi Non PokokKonsumsi non pokok yang di teliti dalam hal ini terdiri dari/difokuskan

pada petik laut/rokat tose’, arisan, pengajian, tahlilan/kematian, tabungan, sangoh majeng yaitu rokok, kopi/teh, naik haji dan acara Hari Raya Idul Fitri. Sebenarnya banyak macam-macam pengeluaran non pokok lainnya seperti selamatan pernikahan, sunatan, kehamilan dan kelahiran tapi hal tersebut tidak dimasukkan karena sifatnya yang tidak rutinitas dan tidak terlalu menjadi permasalahan dalam kehidupan masyarakat Desa Bandaran, jadi peneliti tidak perlu mengangkat budaya selamatan tersebut. Adapun jenis konsumsi non pokok serta pola interaksi di Desa Bandaran secara ekonomi dan sosial dapat disajikan pada Tabel 5.

Kesimpulan dan Saran

KesimpulanAdapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai

berikut: pertama, kemiskinan lebih bisa dipahami dengan analisa pola konsumsi sesuai dengan kebutuhan dasarnya karena pendapatan rumah tangga nelayan yang uncertain (penuh dengan ketidakpastian). Kelayakan hidup rumah tangga nelayan yang mengacu pada konsumsi pangan termasuk dalam kategori hidup yang kurang, rumah hunian juga jauh dari standar hunian yang layak. Kedua, permasalahan yang dihadapi rumah tangga nelayan sangatlah kompleks, oleh sebab itu pendekatan ekonomi dan sosial mampu untuk memahami kemiskinan rumah tangga nelayan. Kemiskinan (pola konsumsi) rumah tangga nelayan tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi (pendapatan) tetapi faktor sosial juga berperan dalam membentuk kemiskinan rumah tangga nelayan.

SaranAda beberapa saran yang dapat diajukan dalam upaya mencari jalan keluar

permasalahan yang dihadapi, sebagai berikut: pertama, dalarn mengubah pola pikir masyakat (pola konsumsi) tentang pentingnya tingkat pendidikan; kesehatan seperti pola makan (akan pentingnya sayuran), MCK, pembuangan sampah; serta kelangsungan ekosistem laut, diperlukan adanya penyuluhan dari pihak PUSKESMAS, dinas pendidikan dan kebudayaan serta peran serta tokoh masyarakat dan pamong desa. Untuk mejaga kelangsungan ekosistem laut hendaknya tidak menggunakan alat penangkapan/kapal yang canggih tapi tidak ramah lingkungan karena untuk jangka panjang hal tersebut akan merugikan nelayan sendiri.

Kedua, dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya (konsumsi), dengan pendapatan yang tidak pasti (uncertain), hendaknya pranata- pranata sosial yang ada di masyakarat dipertahankan. Ketiga, dalam upaya meningkatkan pola konsumsi hendaknya dengan meningkatkan pendapatan, non melaut, oleh sebab itu diperlukan keterampilan untuk dapat mengolah hasil alam yaitu ikan, dalam bentuk pengeringan, krupuk, petis dan sebagainya. Oleh

68

Page 12: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

Krisnawati, Analisis Pola Konsumsi Rumah Tangga Nelayan

Tabel 5Pola Konsumsi Non Pokok yang merupakan Pola Interaksi (Bentuk Kerjasama/Hubungan) Ekonomi Sosial Desa Bandaran Kecamatan

Tlanakan Kabupaten Pamekasan, Tahun 2003Bentuk Fungsi Keterangan

Petiklaut /rokat tase’

Untuk mendatangkan dan memperbanyak ikan serta meningkatkan kesejahteraan (pendapatan) dengan banyaknya ikan yang ditangkap, tidak teijadi kesepakatan yang kongkrit.

Bentuk keijasama gotong-royong, upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat nelayan yang melibatkan banyak pihak-seperti kyai, tokoh-tokoh masyarakat (Pamong Desa), pemerintah desa dan sebagainya.

Arisan Untuk/sebagai alat atau salah satu cara untuk memenuhi atau "menjembatani" konsumsi kebutuhan hidup, untuk mempererat hubungan intrapersonal, tidak teijadi kesepakatan yang kongkrit, bertanggung j awab untuk memenuhi kebutuhan hidup yang akan datang.

Bentuk keijasama gotong-royong, tidak ada ketentuan dalam sistem pembayaran, teijadi hutang-piutang antara bandar arisan dengan anggota arisan, ada suatu ketetapan yaitu dengan menggunakan sistem lotre dimana pada bulan ke-3 atau pengambilan lotre untuk ke-3 kalinya yang mendapatkan adalah bandar, sebagai kompensasi atas tanggung jawabnya.

Pengajian Untuk acara keagamaan, untuk mempererat hubungan intrapersonal, antara individu dengan kelompok agama dan kelompok agama yang satu dengan yang lain, sebagai sarana simpan-pinj am.

Bentuk keijasama gotong-royong dan ekonomi, kerukunan antar kelompok agama/masyarakat.

Tahlilan / Kematian

Untuk mempererat hubungan intrapersonal, tidak teijadi kesepakatan yang kongkrit.

Bentuk keijasama gotong royong / selamatan, namun pada kenyatannya biaya (konsumsi) yang harus dikeluarkan untuk mengadakan acara tahlilan ini kadang memberatkan pihak keluarga yang ditinggalkan karena mereka miskin / tidak mampu secara keuangan, bahkan mereka terlibat dalam hutang-piutang, apabila acara ini tidak dilakukan atau kurang "memuaskan" maka akan mendapatkan cemoohan dari masyarakat.

Tabungan Untuk memenuhi konsumsi kebutuhan hidup khususnya makan dan sandang terutama anak.

Bentuk keijasama yang tidak terlalu penting dalam rumah tangga nelayan karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sekarang sudah sulit, biasanya anak-anak mereka menabung di sekolah tiap harinya, uang tabungan dibagikan padasaat menjelang Hari Raya Idul Fitri dan kemudian dibelikan sandang, tabungan juga dilakukan pada musim pettengan untuk konsumsi musim tera'an yang di simpan dalam lemari rumah.

69

Page 13: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

TEMA, Volume 5, Nomor 1, Maret 2004

Sangohmcgengyaiturokok,kopi/teh

Untuk ngi tangngih Bentuk kerjasama untuk menjalin komunikasi, pekerjaan nelayan pada malam hari sehingga mereka memerlukan rokok untuk tidak tidur/mengurangi rasa mengantuk dan cuaca di laut dingin serta angin yang berhembus keneang.

Naik haji Untuk meningkatkan status sosial, untuk menunaikan rukun islam

Bagi yang punya uang dan cukup untuk naik haji maka mereka langsung naik haji tanpa memikirkan konsumsi yang akan datang (setelah naik haji) sehingga kebanyakan masyarakat yang naik haji secara ekonomi (keuangan) merosot, "gelar" haji di sini penting untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat.

Hari Raya Idul Fitri

Untuk mempererat hubungan intrapersonal, antara rumah tangga, tidak terjadi kesepakatan kong ait

Bentuk hubungan sosial yang sudah mengakar di kehidupan masyarakat sebagai adat istiadat yang dilalaikan tiap tahunnya-seperti naik becak / "dokar", saling memberi hidangan makanan antar rumah tangga dan sebagainya, memenuhi tanggung j awab sebagai tunangan berupa sandang dan sebagainya

Sumber: Data Primer Diolah, 2003

sebab itu diperlukan intervensi dari pihak luar seperti dinas perikanan atau dinas tenaga keija. Serta perlunya intervensi pihak luar (dinas perikanan) dalam harga dan penjualan ikan. Keempat, supaya rumah tangga nelayan tidak konsumtif (sebagai bentuk “kompensasi psikologis”) maka diperlukan mekanisme monitoring dan evaluasi yang baik bagi program pemberian kredit berupa uang atau barang.

70

Page 14: ANALISIS POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM ...

Krisnawati, Analisis Pola Konsumsi Rumah Tangga Nelayan

Daftar Pustaka

Damsar, 2002. Sosiologi Ekonomi, Edisi Revisi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.Dornbusch & Fisher, 1995. Makroekonomi, Alih Bahasa: Mulyadi, Erlangga,

Jakarta.Gale & Potter, 2002. The Impact of Bequests on Aggregate Saving and Capital

Accumulation.Jappelli, 1999. The Age-Wealth Profile and The Life-Cycle Hypothesis: A Cohort

Analysis With A Time Series of Cross-Sections of Italian Household, Working Paper No. 14, CSEF.

Johnson, Doyle Paul, 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modem, Diterjemahkan Oleh Robert M. Z. Lawang, PT. Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta.

Kusnadi, 2001. Nelayan: StrategiAdaptasi dan Jaringan Sosial, Humaniora Utama Press, Bandung.

_______ _ 2002. Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber Day aPerikanan, LkiS, Yogyakarta.

---------- , 2003. Akar Kemiskinan Nelayan, LkiS, Yogyakarta.Lee, 1998. Life-Cycle Savings in The United States, 1900-1990, Chapter 3,

Dissertation, University of Chicago.Mankiw, 2000. Teori Makro Ekonomi, Alih Bahasa: Nurmawan, Erlangga, Jakarta.Miles & Huberman, 1992. Analisis Data Kualitatif, UI-Press, Jakarta.Peter & kerr, 2001. The Influence of Tax Mix and Tax Policy on Savings and Capital

Formation in Developing Economics: A Survey, Vol 8, No. 1, Asia-Pacific Development Journal.

Ruby, 2003. The Life Cycle Hypothesis and The Rate of Time Preference.Suyanto, Bagong, 1995. Perangkap Kemiskinan-Problem dan Strategi

Pengentasannya, Airlangga University Press, Surabaya.

71