Pola Komunikasi Pengajar FIB UI dalam...

34
Berbagi Informasi Di Kalangan Pengajar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Dalam Pengembangan Ilmu 1 Oleh: Laksmi dan Dian Nurmalasari Abstract The purpose of this study is to examine the information sharing activity among some lecturers at the Faculty of FIB UI in order to develope the science. Sharing information which is defined as collaboration of two individuals or more to exchange information is one of important activities in widening knowledge in order to develop our field study. This activity is as a part of user studies. The study includes motivation of information sharing, reason of choosing certain colleague to share information, media he/she uses, kind of information to be shared, and the barriers. The study is conducted in 2007, used quantitative approach and questionnaires. The scope of the population are 258 lecturers of FIB UI. Based on stratified proportional sampling, the respondents consists of 35 disseminated in 6 departments, namely, department of lingustic, litteratures, philosophy, historiology, archeology, and library and information science. The finding shows that the information sharing has not been as their habit yet. This activity is just conducted at the level of its programs study. At this level, intencity of meeting is higher than department level. Most lecturers share information when they have materials which have to be discused. The motivation of the lecturers are to improve their own knowledge. They prefer colleagues who have these criterias: at the same program and has competencies in the same fields. In doing this, they prefer to communicate face to face. The obstacle they find in performing the information sharing is colleague who has a little enthusiasm. The suggestions 1 Visi Pustaka, vol. 10, no. 2, Agustus, Laksmi dan Dian Nurmalasari, pp. 38-47.

Transcript of Pola Komunikasi Pengajar FIB UI dalam...

Berbagi Informasi Di Kalangan PengajarFakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Dalam Pengembangan Ilmu1

Oleh:Laksmi dan Dian Nurmalasari

Abstract

The purpose of this study is to examine the information sharing activity among some lecturers at the Faculty of FIB UI in order to develope the science. Sharing information which is defined as collaboration of two individuals or more to exchange information is one of important activities in widening knowledge in order to develop our field study. This activity is as a part of user studies. The study includes motivation of information sharing, reason of choosing certain colleague to share information, media he/she uses, kind of information to be shared, and the barriers.

The study is conducted in 2007, used quantitative approach and questionnaires. The scope of the population are 258 lecturers of FIB UI. Based on stratified proportional sampling, the respondents consists of 35 disseminated in 6 departments, namely, department of lingustic, litteratures, philosophy, historiology, archeology, and library and information science.

The finding shows that the information sharing has not been as their habit yet. This activity is just conducted at the level of its programs study. At this level, intencity of meeting is higher than department level. Most lecturers share information when they have materials which have to be discused. The motivation of the lecturers are to improve their own knowledge. They prefer colleagues who have these criterias: at the same program and has competencies in the same fields. In doing this, they prefer to communicate face to face. The obstacle they find in performing the information sharing is colleague who has a little enthusiasm. The suggestions are to make activity of information sharing as routine; the faculty management and lecturers themself grow values of togetherness and trust in the name of science development; the faculty should motivate and appreciate more appropriately lecturers to sharing their knowledge, in order to motivate the others.

Keywords: sharing information, lecturers, communication, science developing, FIB

UI

1. Latar Belakang

Berbagi informasi adalah saling menyediakan informasi untuk orang lain,

secara proaktif maupun melalui permintaan. Kegiatan ini memungkinkan

pengembangan ilmu di dunia akademik. Pengajar di perguruan tinggi melakukan

1 Visi Pustaka, vol. 10, no. 2, Agustus, Laksmi dan Dian Nurmalasari, pp. 38-47.

proses komunikasi dalam menyebarkan informasi tersebut melalui media tertentu

seperti forum diskusi di ruang pengajar atau secara interpersonal. Proses tersebut

memungkinkan munculnya respon dari komunikan atau penerima informasi, sehingga

diskusi dapat berlangsung.

Namun yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa berbagi informasi belum

menjadi kegiatan utama di kalangan para pengajar. Padahal visi Universitas Indonesia

(UI) adalah menjadi research university. Para pengajar cenderung mengajar, meneliti,

membaca dan menulis secara individual. Lebih jauh lagi, tulisan-tulisan pengajar,

seperti laporan penelitian, penulisan artikel, buku dan sebagainya, jarang sekali yang

diciptakan oleh multi-penulis, kebanyakan ditulis oleh penulis tunggal. Kasali (2005)

mengatakan pentingnya suatu forum untuk berbagi informasi di kalangan pengajar di

UI sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dalam menulis.2 Tanpa ada

dialog di antara para pengajar untuk berdiskusi tentang disiplin ilmu mereka, maka

dapat diramalkan bahwa pengembangan ilmu menjadi lebih lambat atau bahkan

menjadi statis, demikian pula dengan dunia praktis.

Tujuan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (selanjutnya disingkat FIB UI),

sesuai dengan misi UI dan tridharma pendidikan, adalah berupaya untuk

mengembangkan pendidikan dan penelitian ilmu-ilmu budaya dalam rangka

mengukuhkan jati diri bangsa; menghasilkan sumber daya manusia yang handal dan

terpercaya dalam hal pengabdian pada masyarakat di bidang ilmu-ilmu budaya; dan

meningkatkan integrasi pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat di bidang

ilmu-ilmu budaya melalui kerja sama. Informasi yang diperlukan pada program S1

hingga S3 berkaitan dengan bidang ilmu pengetahuan budaya, seperti bahasa dan

kebudayaan, pengetahuan tentang aspek budaya Indonesia dan asing, linguistik,

kesusasteraan, sejarah, arkeologi, filsafat, dan ilmu perpustakaan, serta informasi

dalam bidang pariwisata, perkantoran, penyuntingan, dan periklanan.

Pengelompokkan ilmu di FIB-UI terdiri dari enam departemen, yaitu departemen

Linguistik, Susastra, Filsafat, Arkeologi, Sejarah, dan Ilmu Perpustakaan. Dari

pengamatan awal, pengajar di beberapa departemen di FIB UI cenderung untuk tidak

mengkomunikasikan perkembangan bidang ilmu mereka padahal ini penting untuk

proses regenerasi dosen di FIB. Seorang guru besar atau pengajar senior yang akan

2 Rhenald Kasali dalam acara pemberian penghargaan kepada 200 staf pengajar UI yang telah menulis buku pada hari Senin tanggal 09 Mei 2005 di Kampus Depok.

2

pensiun hendaknya menyiapkan asisten setidaknya lima tahun sebelum dia pensiun

agar terjadi proses transfer ilmu pengetahuan kepada pengajar-pengajar yang ada di

program studi yang ditinggalkannya.

Berdasarkan kenyataan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

kegiatan berbagi informasi di antara para pengajar di FIB UI dalam kaitannya dengan

pengembangan ilmu. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, dengan metode

pengumpulan data menggunakan metode survei, serta kajian literatur dan dokumen

untuk dijadikan landasan dan memperkuat temuan yang dihasilkan. Metode

pangambilan sampel yang digunakan adalah sampel strata proporsional. Penelitian ini

digolongkan dalam kajian pemakai. Hasil penelitian ini diharapkan akan membantu

peningkatan kegiatan berbagi informasi; menciptakan hubungan yang lebih efisien;

dan motivasi di antara pengajar; serta mengembangkan tenaga pengajar di FIB untuk

menumbuhkan ilmu pengetahuan di Indonesia sesuai dengan visi UI sebagai research

university. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat mendorong

perkembangan ilmu perpustakaan dan informasi dalam aspek berbagi informasi.

2. Berbagi informasi dan jaringan komunikasi

Berbagi informasi merupakan bagian dari proses komunikasi. Secara umum,

komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada

orang lain. Brent D. Ruben (1998) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses

saat individu, dalam hubungannya dengan kelompok, organisasi, dan masyarakat,

menciptakan, mengirimkan, dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasi

lingkungannya dan orang lain.3 Awal tahun 1960-an David K. Berlo membuat

formula unsur komunikasi yang sederhana yang terdiri atas unsur pengirim, pesan,

media, dan penerima, sementara pakar lainnya menambahkan lagi unsur efek dan

umpan balik sebagai pelengkap dalam komunikasi yang sempurna. Setelah

komunikan menerima pesan, yang berisi tentang ilmu pengetahuan, hiburan,

informasi, nasihat atau propaganda, komunikan mendapatkan pengaruh atau efek,

yaitu perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima

sebelum dan sesudah menerima pesan.

3 Brent D Ruben dan Lea W. Stewart. (1998). Communication and human behavior. Boston: Allyn and Bacon, h. 1.

3

Dalam organisasi, individu-individu saling berinteraksi dan bertukar pesan,

yang dilakukan melalui jaringan komunikasi. Dalam hal ini, jaringan diartikan sebagai

hubungan sehari-hari dari anggota organisasi, bersifat formal maupun informal.4

Jaringan komunikasi dibedakan berdasarkan jumlah anggota dan strukturnya.

Hubungan struktur sosial dalam organisasi ditentukan pola hubungan interaksi

individu dengan arus informasi dalam jaringan komunikasi. Jaringan terbentuk dari

hubungan atau koneksi orang-orang dalam organisasi serta kelompok tertentu (klik);

adanya keterbukaan satu kelompok dengan kelompok lainnya; serta orang-orang yang

memegang peranan utama dalam suatu organisasi. Ada tiga peran dalam jaringan

komunikasi yaitu :

1) Bridge adalah anggota kelompok atau klik dalam satu organisasi yang

menghubungkan anggota satu kelompok dengan kelompok lainnya. Mereka saling

membantu memberi informasi dan mengkoordinasi di antara anggota kelompok.

2) Liaison adalah sama peranannya dengan bridge tetapi individu tersebut bukan

anggota satu kelompok tetapi ia merupakan penghubung di antara satu kelompok

dengan kelompok lainnya. Ia juga membantu dalam berbagi informasi yang

relevan di antara kelompok-kelompok dalam organisasi.

3) Isolate adalah anggota organisasi yang mempunyai kontak minimal dengan

orang lain dalam organisasi. Ia menyembunyikan diri dalam organisasi atau

diasingkan oleh teman-temannya. Berikut adalah bagan suatu jaringan

komunikasi.5

4 Gerald L. Pepper. (1995). Communicating in organizations: .... New York: McGraw Hill, h. 1675 Rogers. (1981). Communication networks. New York: The Free Press, h. 130; Arni Muhammad. (1995). Komunikasi organisasi. Jakarta: Bumi Aksara, h. 102-103.

4

Bridge

Klik 2

BridgeKlik 1

Isolate

Isolate

Liaison

Gambar 1. Jaringan Komunikasi dalam Organisasi

Jaringan komunikasi berfungsi untuk mengokoordinasi aktivitas individu,

mengarahkan dan memberikan fasilitas. Fungsi pengarah aktivitas secara keseluruhan

dalam organisasi adalah untuk memudahkan organisasi dalam mencapai tujuan.

Fnngsi pemberi fasilitas pertukaran informasi dalam organisasi memungkinkan alur

pertukaran informasi menjadi lebih mudah. Dalam lingkungan akademik, hal ini

bermanfaat untuk pengembangan disiplin ilmu karena informasi terbaru mengenai

suatu disiplin ilmu dapat disebarluaskan kepada segenap civitas akademik melalui

jaringan komunikasi.

Keberhasilan komunikasi, pertama-tama, tergantung dari komunikator; yaitu

kepercayaan pada komunikator serta keterampilan komunikator dalam berkomunikasi.

Ketua Jurusan atau Dekan adalah contoh komunikator yang pasti diterima oleh

komunikan yang merupakan pengajar atau civitas akademika lainnya. Komunikator

memerlukan daya tarik sumber dan kredibilitas sumber kepercayaan komunikan

kepada komunikator.6

Kedua, keberhasilan komunikasi tergantung pada pesan yang disampaikan,

yaitu daya tarik pesan, kesesuaian pesan dengan kebutuhan, dan peranan pesan.

Komunikan cenderung memilih pesan yang disampaikan, dan mengabaikan pesan

yang mereka anggap tidak menarik. Faktor lain yang turut berpengaruh adalah

kesesuaian isi pesan dengan kebutuhan komunikan. Bahkan, meskipun pesan yang

disampaikan sesuai dengan kebutuhan komunikan, namun bila isi pesan tidak

memberikan peran dalam memenuhi kebutuhannya, komunikan memilih untuk

mengabaikannya. Keberhasilan komunikasi juga tergantung dari kemampuan

komunikan menafsirkan pesan dan adanya kesadaran dalam diri komunikan bahwa

pesan yang diterimanya bisa memenuhi kebutuhannya.

Ketiga, keberhasilan komunikasi tergantung pada konteks, setting atau

lingkungan tertentu. Pertama, faktor lingkungan fisik, seperti jarak yang begitu jauh,

apalagi tanpa fasilitas komunikasi; seringkali menghambat komunikasi; demikian pula

dengan faktor lingkungan sosial budaya, antara lain seperti bahasa, kepercayaan, adat

istiadat, dan status sosial. Faktor dimensi psikologis, yaitu pertimbangan kejiwaan

yang digunakan dalam berkomunikasi, misalnya menghindari kritik yang

6 Onong Uchjana Effendy. (1990). op cit, h. 39.

5

menyinggung perasaan orang lain; dan faktor dimensi waktu, misalnya situasi yang

tepat untuk melakukan komunikasi, merupakan hambatan yang lazim ditemui dalam

komunikasi. Komunikasi juga tergantung pada metode dan media penyampaian,

media cetak atau media elektronik, yang disesuaikan dengan berbagai jenis indera

penerima pesan. Di lingkungan akademik, sistem penyampaiannya dapat berupa

seminar, diskusi, tulisan atau artikel yang kemudian dipublikasikan.

Ardichvili (2002) menyebutkan hambatan dalam berbagi informasi di

antaranya adalah adanya keinginan untuk menimbun informasi karena ilmu

pengetahuan adalah aset pribadi dan memiliki nilai saing yang menguntungkan.

Berdasarkan wawancara dengan seorang narasumber di Gedung II FIB-UI, ada

beberapa pengajar yang enggan membagi informasi yang dimilikinya karena

informasi tersebut merupakan aset pribadinya, baik untuk melakukan penelitian atau

mengajar mata kuliah, sehingga ia dapat meningkatkan angka kredit, golongan dan

jabatannya, yang berpengaruh pada penghasilannya. Hambatan lainnya adalah adanya

kekhawatiran jika informasi tidak relevan dengan topik diskusi yang sedang berjalan.

Kekhawatiran ini timbul karena kurangnya perhatian atau rendahnya ketertarikan

individu lain terhadap topik tersebut. Hambatan lain yang datang dari luar individu

adalah kurangnya dukungan dari pihak manajemen dan iklim/pola komunikasi

organisasi tersebut.7

3. Berbagi informasi di lingkungan akademik

Proses yang asasi dalam komunikasi adalah penggunaan bersama, artinya

suatu hal yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama (to share).

Proses saling berbagi atau menggunakan informasi secara bersama dan pertalian

antara para peserta dalam proses informasi disebut komunikasi.8 Berbagi informasi

didefinisikan sebagai kolaborasi antara dua individu atau lebih dengan maksud

menukar informasi untuk mencapai tujuan masing-masing, yang meliputi

menyediakan informasi, menetapkan bahwa informasi telah diterima dan telah

dipahami dengan baik.

7 Alexander Ardichvili, dkk. (2002). “Motivation and barriers to participants in virtual knowledge-sharing communities of practice” dalam Konferensi OKLC 2002 di Athena, Yunani.8 D. Lawrence Kincaid dan Wilbur Schramm. (1987). Asas-asas komunikasi antar manusia, h. 6.

6

Komunitas akademik adalah struktur strata sosial yang dibangun dalam

atmosfer kompetisi dalam berprestasi dan kebutuhan untuk diakui. Berbagi informasi

adalah hal yang fundamental bagi kalangan intelektual dan dasar untuk kompetensi

mereka karena melalui kegiatan tersebut mereka mendapatkan pengakuan atas karya-

karyanya dalam pengembangan ilmu. Sumber informasi yang digunakan oleh

kalangan intelektual adalah sumber formal dan informal. Sumber formal yaitu jurnal,

buku, artikel ilmiah, dan lain-lain, sumber informal yaitu interaksi antara seorang

intelektual dengan intelektual lainnya. Sumber informal memberikan akses lebih

mudah dan cepat ke informasi mengenai penelitian yang sedang berjalan. Interaksi

langsung dalam pertukaran informasi dianggap sebagai salah satu cara penting,

sehingga kalangan intelektual umumnya memiliki jaringan sosial sendiri.9

Penelitian yang dilakukan oleh Clara Chu (1999) mengenai kebiasaan

informasi kalangan intelektual di bidang sastra (humaniora) mengatakan bahwa

mereka melalui enam tahap kegiatan, yaitu menghasilkan ide, persiapan, perincian,

analisis dan menulis, penyebaran, serta penulisan dan penyebaran lanjutan. Setiap

tahap disertai dengan aktivitas penelusuran informasi, membaca, menambah materi

dalam tahap persiapan, serta menyimpulkan dan mendiskusikan ide dalam tahap

perincian. Ia juga mengatakan bahwa komunikasi informal di antara kalangan

intelektual di bidang sastra sama pentingnya dengan bidang lainnya.10 Borgman

(1990) mendefinisikan dan menggambarkan komunikasi intelektual sebagai

pemanfaatan dan penyebaran informasi melalui saluran formal dan informal. Graham

membagi komunikasi intelektual menjadi tiga tingkatan yaitu komunikasi dalam

jaringan informal, seperti diskusi; penyebaran ilmu melalui konferensi atau seminar;

dan terakhir adalah publikasi formal melalui artikel dalam jurnal terkemuka.11

4. Temuan

Penyebaran kuesioner dilakukan pada tanggal 27 April–4 Mei 2007 terhadap

35 responden di FIB UI. Dari 35 kuesioner yang disebarkan secara acak proporsional,

9 Gunilla Wiklund. (1998). “Information as social and intellectual capital in the research career: a gender perspective” dalam Information Research, Vol. 4 No. 2.10 Donald O. Case. (2002). Looking for information: .... Amsterdam: Academic Press, h. 240-241.11 Leah Halliday. (2001). “Scholarly communication, scholarly publication and the status of emerging formats” dalam Information Research, Vol. 6 No. 4, July 2001.

7

Tabel 1. Jumlah pengajar dan sampel dari setiap Departemen

Nama Departemen Jumlah Pengajar

Jumlah Sampel

Departemen Susastra 78 11Departemen Linguistik 77 10Departemen Sejarah 51 7Departemen Arkelogi 16 2Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi 15 2Departemen Filsafat 21 3

258 35

setelah dilakukan penyuntingan ternyata 3 kuesioner tidak kembali dan 1

kuesioner tidak lengkap, sehingga hanya 31 kuesioner yang layak untuk diolah.

a. Pengembangan ilmu di FIB UI

Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang narasumber di gedung II FIB

yang merupakan gedung pusat administrasi FIB, didapatkan informasi bahwa FIB UI

mendukung terjadinya kegiatan berbagi informasi di kalangan pengajar. Selama ini

fakultas sudah memfasilitasi kegiatan tersebut, seperti mengajak pengajar untuk

menjadi pemakalah atau peserta seminar baik di dalam maupun di luar negeri,

membiayai pengajar yang ingin menempuh pendidikan yang lebih tinggi, mengadakan

lomba penelitian setiap tahun, menghimbau pengajar untuk menulis dan mengadakan

penelitian mandiri untuk meningkatkan kualitas diri, namun fakultas belum

memfasilitasi adanya diskusi formal di setiap departemen maupun program studi,

fakultas menyerahkan kebijakan dalam hal pengembangan ilmu tersebut pada masing-

masing departemen maupun program studi.

Dalam hal komunikasi, fakultas sudah menyediakan milis bagi para pengajar

untuk berbagi informasi terbaru mengenai disiplin ilmu. Milis ini juga dimanfaatkan

pengajar untuk berkeluh-kesah mengenai keadaan fakultas. Jika dikembangkan dan

diberi perhatian, milis ini dapat dijadikan sarana untuk pengembangan kualitas

pengajar FIB. Untuk seminar, fakultas belum membuat kebijakan bagi pengajar yang

mengikuti seminar untuk menyebarluaskan hasil seminar yang diterimanya ke rekan

pengajar baik melalui tatap muka/diskusi formal maupun informal dan belum ada

kebijakan untuk menyerahkan hasil seminar kepada pihak fakultas untuk selanjutnya

8

disebarkan melalui milis fakultas. Untuk mendukung misi UI yaitu world class

university, fakultas baru dalam tahap menghimbau para pengajar untuk meningkatkan

kualitas bahasa Inggrisnya, dengan menyediakan kursus bahasa Inggris secara gratis.

b. Pengajar di FIB UI

Populasi dalam penelitian ini adalah kalangan pengajar FIB UI yang

keseluruhannya berjumlah 258 orang. Departemen yang memiliki anggota terbanyak

adalah departemen Susastra yang mencapai 78 pengajar, disusul oleh departemen

Linguistik 77 pengajar, dan departemen Sejarah 51 pengajar.

Pengajar yang merupakan anggota suatu departemen tersebar di 14 program

studi. Pengajar yang tergabung di departemen Linguistik dan Susatra merupakan

departemen yang bersifat heterogen, sebab terdiri dari para pengajar yang berasal dari

program studi Inggris, Indonesia, Jawa, Rusia, Cina, Arab, Jepang, Perancis, Belanda,

dan Jerman. Departemen Filsafat, Arkeologi, Ilmu Perpustakaan, dan Sejarah lebih

bersifat homogen. Umumnya pengajar di departemen Filsafat juga mengajar di

program studi Filsafat, begitu pula dengan pengajar di departemen Arkeologi, Ilmu

Perpustakaan, dan Sejarah. Meskipun demikian, beberapa pengajar di departemen

Sejarah ada yang mengajar di program Studi Cina, Rusia, atau Jepang. Hal ini

mengakibatkan disiplin ilmu mengalami perkembangan, misalnya di program studi

Rusia tidak hanya diajarkan mengenai kebudayaan Rusia atau Bahasa Rusia, tetapi

juga mengenai sejarah Rusia. Sehingga di dalam ruangan program studi Rusia dapat

terjadi diskusi diantara pengajar dari berbagai departemen mengenai Rusia yang

ditinjau dari segi budaya, bahasa, dan sejarahnya. Hal ini dapat meningkatkan

wawasan pengajar.

Latar belakang pengajar FIB bervariasi antara S1 hingga S3. Hampir seluruh

responden (81% atau 25 orang) memiliki latar belakang S2. Hanya sebagian kecil

responden yang memiliki latar belakang S1 (6% atau 2 orang), dan S3 (13% atau 4

orang). Lama mengajar mempengaruhi kedekatan atau interaksi personal dengan

rekan pengajar lain. Hal ini mempengaruhi proses berbagi informasi karena umumnya

individu yang ingin mendapatkan suatu informasi mencari ke lingkungan terdekatnya

terlebih dahulu. Penelitian Johnson (2004) mengenai perilaku informasi individu,

menyebutkan bahwa sumber informasi yang utama adalah orang yang dekat

9

dengannya.12 Hasil serupa juga ditemukan dalam penelitian Fisher, dkk (2005). Selain

itu, lama mengajar yang bisa mempengaruhi perkembangan wawasan pengajar karena

berbagai pengalaman, ia dapat membaginya dengan rekan pengajar yang lebih muda.

Dari diagram 1 diketahui bahwa hampir setengah responden (42% atau 13 orang)

telah mengajar selama 11 – 15 tahun.

Diagram 1. Lama mengajar

Jumlah persentase dosen yang dekat dengan responden dapat dijadikan acuan

dalam melihat jaringan informal responden dan bagaimana interaksinya di lingkungan

akademik. Hal ini dipengaruhi oleh salah satunya adalah lama ia mengajar.

Berdasarkan diagram 2 diketahui bahwa hampir setengah responden (36%)

menyatakan sebanyak 26–49% pengajar yang dekat dengan mereka. Hal ini

menunjukkan bahwa interaksi responden dengan lingkungan sekitarnya cukup baik

sehingga memudahkan terjadinya kegiatan berbagi informasi di lingkungan fakultas.

Diagram 2. Persentase dosen yang dekat

12 Catherine A. Johnson. (2004). “Choosing people: the role of social capital in information seeking behaviour” dalam Information Research, Vol. 10 No. 1, October 2004.

10

32%

36%

26%

0%

6%

1 - 25 % diantaranya

26 - 49 % diantaranya

50 % diantaranya

51 - 75 % diantaranya

76 - 100 % diantaranya

0 - 5 tahun16%

6 - 10 tahun3%

11 - 15 tahun42%

16 - 20 tahun26%

Di atas 20 tahun13%

Responden telah mengajar selama 11-15 tahun dan memiliki latar belakang

pendidikan S2. Seperti pada teori keberhasilan komunikasi, latar belakang pendidikan

ini berpengaruh pada pemahaman responden terhadap pesan/informasi yang

disampaikan oleh rekannya. Selain itu hal ini juga berpengaruh pada alasan pemilihan

rekan dalam berbagi informasi yang didasarkan pada kompetensi rekan. Selama 11-15

tahun mengajar, responden hanya mengenal sebanyak 26-49% dari jumlah pengajar

keseluruhan yaitu 258 orang. Persentase tersebut menandakan rendahnya jaringan

komunikasi baik formal maupun informal diantara pengajar, sehingga berpengaruh

pada kegiatan berbagi informasi karena jaringan komunikasi merupakan suatu sarana

dalam kegiatan tersebut.

c. Berbagi informasi di kalangan kengajar dalam pengembangan imu

1) Frekuensi berbagi informasi

Berbagi informasi untuk pengembangan ilmu dapat tercapai bila dilakukan

secara kontinu dan meminimalisir hambatan yang muncul. Dari diagram 3 diketahui

bahwa hampir seluruh responden (77% atau 24 orang) menyatakan mereka sering

berbagi informasi dengan sesama pengajar di lingkungan FIB. Jawaban ini

menandakan berbagi informasi di tingkat fakultas sudah berjalan meski belum

maksimal karena masih ada sebagian kecil responden yang menjawab jarang berbagi

informasi dengan sesama pengajar di lingkungan FIB (23% atau 7 orang).

Diagram 3. Frekuensi berbagi informasi

2) Berbagi informasi dengan rekan pengajar

Dari diagram 4 diketahui bahwa sebagian besar responden (68% atau 21

orang) menyatakan mereka tidak hanya berbagi informasi dengan sesama pengajar di

dalam program studi. Jawaban ini menandakan bahwa lingkup mereka dalam berbagi

11

Sering77%

Jarang23%

informasi tidak hanya dengan rekan di satu program studi, melainkan juga dengan

rekan di program studi lain maupun departemen lain. Hal ini memungkinkan disiplin

ilmu mengalami perkembangan.

Dari diagram 5 diketahui bahwa sebagian besar responden (62% atau 19

orang) menyatakan kegiatan bertukar informasi di departemen adalah hal yang tidak

sering dilakukan, kegiatan ini dilakukan hanya bila ada materi yang perlu

didiskusikan, jawaban ini menandakan berbagi informasi belum menjadi budaya di

tingkat departemen, meski di tingkat fakultas kegiatan ini sudah cukup sering

dilakukan, dan hampir setengah responden (35% atau 11 orang) menyatakan kegiatan

bertukar informasi merupakan hal yang rutin dilakukan di departemen mereka.

Diagram 4. Berbagi informasi dengan rekan Diagram 5. Rutinitas berbagi informasi pengajar dalam Program Studi di Departemen

3) Jenis informasi yang dibagi

Berdasarkan teori mengenai keberhasilan komunikasi, informasi yang dibagi

harus memiliki daya tarik dan mengandung peran dalam memenuhi kebutuhan

informasi komunikan. Dari diagram 6 diketahui bahwa sebagian besar responden

(58% atau 18 orang) menyatakan jenis informasi yang mereka bagi adalah mengenai

perkembangan disiplin ilmu. Jawaban ini menandakan tingkat kepedulian mereka

terhadap perkembangan disiplin ilmu mereka cukup tinggi.

Tabel 6. Jenis informasi yang dibagi

4) Motivasi berbagi informasi

12

Berbagi Informasi dengan Rekan Pengajardalam Program Studi

Ya32%

Tidak68%

Perkembangan Disiplin Ilmu

58%Buku-buku

Terbaru19%

Hal Pribadi10%

Keadaan Universitas

13%

Selalu35%

Tidak Sering62%

Tidak Pernah3%

Motivasi berbagi informasi bervariasi menurut kebutuhan masing-masing

pihak, baik untuk memenuhi kebutuhan individu maupun kelompok. Talja

menyebutkan bahwa berbagi informasi bukan perilaku individu, melainkan usaha

bersama yang terjadi di dalam jaringan sosial, seperti komunitas akademik.13 Dari

diagram 7 diketahui bahwa hampir setengah responden (43% atau 13 orang)

menyatakan motivasi mereka melakukan kegiatan berbagi informasi adalah untuk

pengembangan pengetahuan pribadi, meskipun hampir setengah responden yang lain

(35% atau 11 orang) menyatakan untuk pengembangan kurikulum departemen.

Diagram 7. Motivasi berbagi informasi

5) Media dalam berbagi informasi

Media yang digunakan dalam berbagi informasi bervariasi menurut

ketertarikan pihak yang terlibat dalam proses ini, dapat melalui tatap muka, tulisan,

atau melalui sarana internet dan telepon. Di kalangan intelektual seperti lingkungan

akademik umumnya komunikasi dilakukan melalui tulisan yang kemudian disebarkan

melalui jurnal ilmiah sehingga dapat dimanfaatkan oleh akademisi-akademisi di masa

depan.14 Dari diagram 8 diketahui bahwa hampir setengah responden (36% atau 22

orang) melakukan tatap muka dalam berbagi informasi, dan hampir setengah

responden yang lain (28% atau 17 orang) melalui tulisan yang kemudian disebarkan

(artikel) sebagai media berbagi informasi.

Diagram 8. Media dalam Berbagi Informasi

13 Sanna Talja. (2002). Information sharing in academic communities: types and levels of collaboration in information seeking and use. 14 Anne Buck, dkk (1999). Scholar’s forum: a new model for scholarly communication.

13

35%

3%

0%

19% 43% Pengembangan PengetahuanPribadi

Pengembangan KurikulumDepartemen

Meningkatkan Angka Kredit

Menunjang Proses RegenerasiProgram Studi

Memotivasi Pengajar LainDalam Pengembangan Ilmu

Internet18%

Tatap Muka36%Telepon

15%

Tulisan28%

Lainnya3%

6) Rekan dalam berbagi informasi

Dari diagram 9 diketahui bahwa sebagian besar responden (71% atau 22

orang) paling sering berbagi informasi dengan rekan pengajar di satu program studi,

dan hanya sebagian kecil responden (23% atau 7 orang) paling sering berbagi

informasi dengan rekan pengajar di satu departemen. Hal tersebut dikarenakan oleh

faktor geografis yang memungkinkan frekuensi mereka bertemu dengan rekan satu

program studi lebih tinggi. Untuk departemen dengan jumlah anggota yang sedikit

dan anggotanya bersifat homogen seperti Arkeologi, Filsafat dan Ilmu Perpustakaan

mereka memang memiliki intensitas pertemuan yang cukup tinggi.

Diagram 9. Rekan dalam berbagi informasi Diagram 10. Alasan memilih rekan

Dari diagram 10 diketahui bahwa sebagian besar responden (52% atau 16

orang) beralasan karena rekan tersebut kompeten di bidangnya, dan hampir setengah

responden (45% atau 14 orang) menyatakan alasannya karena akrab dengan

responden. Hasil ini serupa dengan penelitian yang diadakan oleh Fisher, mengenai

kebiasaan informasi yang mengatakan bahwa hampir sebagian besar responden

memilih lingkungan terdekatnya, seperti keluarga dan teman akrab sebagai sumber

informasinya.15 Hal ini disebabkan oleh tingkat kepercayaan yang lebih tinggi bahwa 15 Karen Fisher, dkk. (2005). “Something old, something new: preliminary findings from an exploratory about people’s information habits and information grounds”.

14

Guru Besar di Program

Studi Anda6%

Lainnya0%

Rekan Pengajar di

Satu Departemen

23%

Rekan Pengajar di

Satu Program Studi71%

Akrab Dengan Anda45%

Lain-lain3%

Kompeten Di Bidangnya

52%

lingkungan terdekatnya akan memberikan informasi yang tepat dibanding dengan

lingkungan luar, selain itu lingkungan terdekat lebih mudah diakses dan ditemui.

Hasil ini juga ditemukan dalam penelitian Johnson (2004).

7) Pola komunikasi

Pola komunikasi formal memberikan pengaruh pada interaksi formal yang

berlangsung di dalam organisasi. Berbagi informasi tidak hanya terjadi dalam situasi

formal, namun juga dapat terjadi dalam situasi informal. Dalam situasi formal seperti

diskusi formal yang dilakukan secara rutin.

Dari diagram 11 diketahui bahwa hampir seluruh responden (90% atau 28

orang) menyatakan departemen mereka memiliki pola komunikasi formal yang

mendukung terjadinya kegiatan berbagi informasi. Hal ini menandakan pola

komunikasi formal bukan merupakan hambatan dalam berbagi informasi di

departemen meskipun berjalan maksimal karena berbagi informasi di departemen

hanya dilaksanakan bila ada materi yang perlu didiskusikan.

Diagram 11. Pola komunikasi formal Diagram 12. Pola komunikasi informal

Pola komunikasi informal memberikan pengaruh pada interaksi informal yang

berlangsung di dalam organisasi. Berbagi informasi dalam situasi informal seperti

diskusi yang dilakukan secara santai dan tidak rutin pada saat jam makan siang atau

tidak ada jam mengajar. Dari diagram 12 diketahui bahwa hampir seluruh responden

(90% atau 28 orang) menyatakan departemen mereka memiliki pola komunikasi

informal yang mendukung terjadinya kegiatan berbagi informasi. Hal ini juga

menandakan bahwa pola komunikasi informal bukan merupakan hambatan dalam

15

Mendukung90%

Tidak Mendukung

10%

Mendukung90%

Tidak Mendukung

10%

berbagi informasi di kalangan anggota departemen. Berdasarkan diagram 11 dan 12

diketahui bahwa pola komunikasi formal maupun informal di tiap departemen

mendukung terjadinya kegiatan berbagi informasi. Sehingga pola komunikasi bukan

merupakan hambatan bagi para pengajar untuk berbagi informasi.

8) Hambatan dalam berbagi informasi

Dari diagram 13 diketahui bahwa hampir seluruh responden (81% atau 25

orang) menyatakan hambatan dalam berbagi informasi adalah rekan pengajar yang

kurang antusias. Jawaban ini menandakan rendahnya antusiasme pengajar terhadap

kegiatan berbagi informasi secara umum, terutama bila rekannya tidak memiliki

kompetensi yang sama baik itu dalam hal disiplin ilmu maupun latar belakang

pendidikannya.

Diagram 13. Hambatan dalam berbagi informasi

9) Jaringan Komunikasi

Dari diagram 14 diketahui bahwa sebagian besar responden (52% atau 16

orang) menyatakan mereka tidak memiliki jaringan komunikasi tersebut. Hal ini

mempengaruhi kegiatan berbagi informasi karena jaringan komunikasi merupakan

salah satu media terjadinya kegiatan tersebut.

Dari diagram 15 diketahui bahwa hampir setengah responden (40% atau 12

orang) menyatakan anggota jaringan komunikasi mereka adalah rekan pengajar satu

departemen, hal ini menandakan responden cukup memahami bahwa departemen

adalah tempat terjadinya pengembangan ilmu karena departemen dibuat berdasarkan

pengelompokkan disiplin ilmu.

16

81%

0%

0%

19% Rekan Pengajar yangKurang Antusias

Tidak Adanya Dukungandari Ketua Departemen

Anda Memang Tidak MauBerbagi Informasi

Lainnya

Diagram 14. Jaringan komunikasi Diagram 15. Anggota jaringan komunikasi

9.1) Posisi responden dalam jaringan

Dari diagram 16 diketahui bahwa sebagian besar responden (60% atau 9

orang) menyatakan posisi mereka dalam jaringan komunikasi adalah sebagai anggota

dan merupakan penghubung antar jaringan, saling memberi informasi dengan jaringan

yang lain dan mengkoordinasi jaringan tersebut (A = bridge). Posisi ini menandakan

pengajar FIB menduduki posisi penting dalam jaringan komunikasi tempatnya

tergabung, sebab koordinasi dipegang oleh posisi ini.

Diagram 16. Posisi responden dalam jaringan

9.2) Tujuan jaringan komunikasi

Dari diagram 17 diketahui bahwa sebagian besar responden (73% atau 11

orang) menyatakan tujuannya adalah untuk pengembangan disiplin ilmu, dan sebagian

kecil responden (20% atau 3 orang) menyatakan tujuan dibentuknya jaringan

komunikasi untuk memotivasi pengajar lain dalam pengembangan ilmu. Hal ini

menandakan tingkat kepedulian responden terhadap perkembangan ilmu cukup tinggi.

Diagram 17. Tujuan jaringan komunikasi

17

Ya48%

Tidak52%

A60%

B7%

C33%

20%

73%

7%

Memotivasi PengajarLain

Pengembangan DisiplinIlmu

Lainnya

Rekan Satu Departemen

40%

Rekan Lintas Departemen

30%

Rekan Lintas Fakultas

10%

Rekan Luar Universitas

17%

Lainnya3%

10) Aktivitas untuk Menambah Ilmu Pengetahuan

Dalam proses ini, masing-masing pihak saling memberikan kontribusi positif

mengenai topik yang sedang dibahas, sehingga dapat memperluas wawasan masing-

masing dan disiplin ilmu semakin berkembang. Untuk itu, masing-masing pihak harus

memiliki wawasan agar tidak menjadi pihak yang pasif dalam proses berbagi

informasi. Dari diagram 18 diketahui bahwa sebagian besar responden (64% atau 20

orang) memilih membaca buku untuk menambah ilmu pengetahuan mereka. Hal ini

diperkuat oleh Case (2002: 240) mengatakan bahwa ilmuwan humaniora lebih suka

membaca buku untuk menambah wawasan.

Diagram 18. Aktivitas untuk Menambah Pengetahuan

11) Aktivitas Setelah Mengikuti Seminar

Umumnya seminar diikuti oleh pihak-pihak dengan latar belakang disiplin

ilmu yang sama. Pengajar yang mengikuti seminar diharapkan dapat membagi

informasi yang diterimanya dalam seminar ke rekan-rekan pengajar lain sehingga

dapat menambah wawasan pengajar lain. Dari diagram 19 diketahui bahwa lebih dari

separo responden (65% atau 20 orang) memilih mendiskusikan hasil seminar kepada

18

64%10%

13%

13% 0% Membaca Buku

Berselancar di Internet

Mengikuti Seminar atauPelatihan

Berbagi Informasi denganRekanLainnya

rekan pengajar yang lain. Hal ini menandakan kesadaran responden untuk berbagi

informasi mengenai hasil seminar yang diterimanya cukup tinggi.

Diagram 19. Aktivitas Setelah Mengikuti Seminar

12) Respon rekan mengenai informasi yang Anda bagi

Kesibukan dalam mengajar atau aktivitas lain dan rendahnya tingkat

kepedulian pengajar terhadap perkembangan disiplin ilmu adalah salah satu sebab

rendahnya antusiasme pengajar dalam berbagi informasi. Dari diagram 20 diketahui

bahwa hampir seluruh responden (87% atau 27 orang) memberikan respon antusiasme

terhadap informasi mengenai hasil seminar yang dibagi oleh rekannya.

Diagram 20. Respon Rekan dalam Berbagi Informasi

Berdasarkan analisis di atas, kegiatan berbagi informasi di kalangan pengajar

dalam pengembangan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut:

Responden sering berbagi informasi mengenai perkembangan disiplin ilmu

dengan sesama pengajar di tingkat program studi. Hal ini dapat terjadi karena

intensitas pertemuan dengan rekan di satu program studi lebih tinggi dibanding

dengan rekan di satu departemen atau dengan rekan di departemen lain. Untuk di

tingkat departemen, berbagi informasi hanya dilakukan bila ada materi yang perlu

19

19%

3%

65%

13%0% Menyerahkan Makalah ke

Fakultas

Diskusikan Makalah denganJaringan Komunikasi

Diskusikan Makalah denganRekan

Menyimpan Makalah untukSendiri

Lainnya

Antusias87%

Tidak Antusias0%Kurang

Antusias3%

Sangat Antusias

10%

didiskusikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa berbagi informasi belum menjadi

budaya di lingkungan departemen di FIB UI, meskipun tingkat kepedulian mereka

terhadap perkembangan disiplin ilmu sudah cukup besar.

Motivasi pengajar dalam melakukan kegiatan berbagi informasi adalah untuk

pengembangan pengetahuan pribadi, bukan untuk peningkatan kualitas organisasi,

dalam hal ini adalah departemen.

Dalam memilih rekan untuk berbagi informasi pun responden cukup selektif,

mereka memilih rekan yang menurutnya berkompeten di bidang ilmunya,

sehingga mereka kurang antusias dalam berbagi informasi bila ada rekan yang

menurut mereka kurang berkompeten. Ini adalah salah satu hambatan dalam

kegiatan berbagi informasi.

Jaringan komunikasi baik formal maupun informal adalah salah satu sarana yang

dapat dimanfaatkan untuk berbagi informasi. Namun responden sebagian besar

tidak memiliki jaringan ini. Responden membentuk jaringan ini untuk

pengembangan disiplin ilmu dalam lingkup masing-masing departemen karena

anggotanya terdiri atas rekan-rekan di satu departemen.

Berbagi informasi melibatkan proaktif dari dua atau lebih pihak. Masing-masing

pihak saling menyediakan informasi yang mereka miliki. Untuk itu mereka harus

selalu menambah wawasan. Responden lebih memilih membaca buku untuk

menambah wawasan mereka, sedangkan dalam berbagi informasi mereka lebih

suka secara tatap muka.

Secara umum, respon rekan dalam berbagi informasi kurang antusias, namun

mereka memberikan respon positif bila ada rekan yang berbagi informasi

mengenai hasil seminar yang telah diikutinya. Begitu pula dengan kesadaran

pengajar yang baru pulang dari seminar untuk membagi informasi yang

diterimanya di seminar sudah cukup tinggi.

5. Kesimpulan

Karena pengajar FIB lebih sering berbagi informasi mengenai perkembangan

disiplin ilmu dengan sesama pengajar di program studi, bukannya di departemen,

dapat dikatakan bahwa berbagi informasi belum menjadi budaya di lingkungan

20

departemen di FIB UI. Selain adanya kepentingan pribadi, kondisi tersebut

disebabkan oleh kurangnya rasa percaya terhadap rekan yang dianggap kurang

kompeten di bidang ilmunya dan ketidaksesuaian latar belakang pendidikan rekannya.

Jaringan komunikasi baik formal maupun informal diantara pengajar yang masih

terbilang rendah, menunjukkan kurangnya nilai kebersamaan dan saling percaya.

Untuk mengatasi permasalah di atas, berikut ini adalah saran-saran yang

diajukan. Pertama, sebaiknya setiap departemen menjadikan kegiatan berbagi

informasi menjadi kegiatan rutin, karena departemen adalah wadah pengembangan

ilmu. Kedua, pihak fakultas dan pengajar itu sendiri menumbuhkan nilai kebersamaan

dan rasa saling percaya demi perkembangan ilmu yang ada. Ketiga, fakultas

sebaiknya lebih memfasilitasi kegiatan berbagi informasi, seperti mengadakan forum

diskusi lintas departemen secara berkala atau pembuatan newsletter dalam bidang

ilmu. Fakultas juga lebih memotivasi dengan memberikan penghargaan yang

memadai kepada pengajar untuk menuliskan hasil penelitian atau informasi baru

dalam bentuk tulisan, sehingga dapat memotivasi pengajar lain untuk melakukan hal

serupa.

~ o0o ~

DAFTAR PUSTAKA

Ardichvili, Alexander, dkk. 2002. “Motivation and barriers to participants in virtual knowledge-sharing communities of practice” dalam Konferensi OKLC 2002 di Athena, Yunani, diturunkan dari www.alba.edu.gr/OKLC2002/Proceedings/pdf_files/ID78.pdf

Bruce, Harry, William Jones, dan Susan Dumais. 2004. “Information behavior that keeps found things found”. Dalam Information Research, 10 (1), diakses dari http://informationr.net/ir/10-1/paper207.html tanggal 9 Februari 2007.

Cangara, Hafied. 2005. Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Case, Donald O. 2002. Looking for information: a survey of research on information seeking, need, and behavior. Amsterdam: Academic Press.

Effendy, Onong Uchjana. 1990. Komunikasi: teori dan praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Halliday, Leah. 2001. “Scholarly communication, scholarly publication and the status of emerging formats” dalam Information Research, 6 (4), July. Diakses dari http://informationr.net/ir/paper111.html tanggal 26 Februari 2007.

Kincaid, D. Lawrence, dan Wilbur Schramm. 1987. Asas-asas komunikasi antar manusia. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan

21

Sosial (LP3ES) bekerjasama dengan East-West Communication Institute (EWCI), Hawaii.

Levy, Philippa. 1997. “Continuing professional development for networked learner support: a progress review of research and curriculum design” dalam Information Research, 3 (1), diakses dari http://informationr.net/ir/3-1/paper35.html tanggal 9 Februari 2007.

Muhammad, Arni. 1995. Komunikasi organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.Pepper, Gerald L. 1995. Communicating in organizations: a cultural approach. New

York: McGraw Hill.Rhenald Kasali, dalam acara pemberian penghargaan kepada 200 staf pengajar

Universitas Indonesia yang telah menulis buku pada hari Senin tanggal 09 Mei 2005 di Kampus Depok diakses dari http://www.ui.edu/indonesia/main.php?hlm=berita&id=2005-05-11%2011:46:54# pada tanggal 31 Januari 2007.

Rogers, Everett M. dan D. Lawrence Kincaid. 1981. Communication networks: toward a new paradigm for research. New York: The Free Press.

Ruben, Brent D, dan Lea W. Stewart. 1998. Communication and human behavior. Boston: Allyn and Bacon.

Scudder, Virgil. 2007. “The Importance Of Communication In A Global World” dalam Vital Speeches of the Day (New York), 70 (18), Juli 2004, diakses dari http://feliterature.proquestlearning.co.uk/quick/displayItem.do?QueryName=criticism&ResultsID=10FFCDFB84A&forAuthor=0&ItemNumber=9 tanggal 06 Februari.

Sevilla, Consuelo G., dkk. 1993. Pengantar metodologi penelitian. Jakarta: UI Press.Sonnenwald, Diane H. 2006. “Challenges in sharing information effectively:

examples from command and control” dalam Information Research, 11 (4), July, diakses dari http://informationr.net/ir/11-4/paper270.html

Suprapto, Johanes. 1992. Teknik sampling untuk survey dan eksperimen. Jakarta: Rineka Cipta.

Tamura, Shunsaku. 2007. “Information sharing between different groups: a qualitative study of information service to business in Japanese public libraries” dalam Information Research, 12 (2), January 2007, diakses dari http://informationr.net/ir/12-2/paper306.html tanggal 9 Februari.

Tubbs, Stewart L., dan Sylvia Moss. 1996. Human communication: prinsip-prinsip dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wiklund, Gunilla. 1998. “Information as social and intellectual capital in the research career: a gender perspective” dalam Information Research, 4 (2) diakses dari http://informationr.net/ir/4-2/isic/wiklund.html tanggal 26 Februari.

22