Pola Interaksi, Floristik Non for Komunitas
description
Transcript of Pola Interaksi, Floristik Non for Komunitas
Pola Interaksi, Analisis Vegetasi Floristik dan Non Floristik Komunitas Tumbuhan
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Ekologi Tumbuhan
yang dibina oleh Prof. Dr. Hj. Mimien H Irawati Al Muhdhar
Disusun Oleh:
Offering : C /2013
Kelompok 7 :
Dina Yuli Pertiwi (130341614823)
Gigih Hasbi R. (130341614 )
Rabiatul Adawiyah (130341614832)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Maret 2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan limpahan rahmatNya kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul ” Pola Interaksi, Analisis Vegetasi Floristik dan Non
Floristik Komunitas Tumbuhan ”. Makalah ini kami susun dalan rangka menyelesaikan tugas
sekaligus sebagai acuan materi dalan pengembangan bahan ajar.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak sangat kami harapkan. Saran dan kritik tersebut akan sangat bermanfaat bagi
penyempurnaan makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Malang, 12 Maret 2015
Penyusun
Kelompok 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vegetasi sudah dimulai hampir tiga abad yang lalu.Mula-mula kegiatan utama yang
dilakukan lebih diarahkan pada diskripsi dari tentang alam dan vegetasinya.Dalam abad ke XX
usaha-usaha diarahkan untuk menyederhanakan eskripsi dari vegetasi dengan tujuan untuk untuk
meningkatkan keakuratan dan untuk mendapatkan standart dasar dalam evaluasi secara
kuantitaif. Berbagai metode analisis vegetasi dikembangkan, dengan penjabaran data secara
detail melalui cara coding dan tabulasi. Berbagai metode yang digemari dan banyak diterima
oleh banyak pakar adalah dari Raun kiaer (1913, 1918), Clements (1905, 1916), Du Rietz (1921,
1930), Braun (1915), dan Braun Bienquet (1928).Deskripsi umum dari vegetasi dan komunitas
tumbuhan melalui bentuk hidup dan species dominan adalah tekanan pada zaman yang telah lalu.
Ada dua fase dalam kajian vegetasi yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-
masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan.secara garis besar metode
analisis dalam ilmu vegetasi dapat dikelompokkan dalam dua perbedaan yang prinsip, yaitu;
Metode diskripsi dan metode non diskripsi.Metode destruktif biasanya dilakukan untuk
memahami jumlah materi organik yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas tumbuhan.
Metode ini umumnya dilakukan untuk bentuk bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran
luas pencuplikan antara satu meter persegi sampai lima meter persegi. Pendekatan yang terbaik
untuk metode ini adalah secara floristika. Metode non-destruktif, Metode ini dapat dilakukan
dengan dua cara pendekatan, yaitu berdasarkan penelaahan organisme hidup/tumbuhan tidak
didasarkan pada taksonominya,sehingga dikenal dengan pendekatan lainnya adalah didasarkan
pada penelaahan organisma tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.Metode
manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan kajian, luas atau
sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini
adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb,
1954).
Di dalam komunitas percampuran jenis-jenis tidak demikian saja terjadi, melainkan setiap
spesies menempati ruang tertentu sebagai kelompok yang saling mengatur di antara
mereka.Kelompok ini disebut populasi sehingga populasi merupakan kumpulan individu-
individu dari satu macam spesies.komunitas adalah kumpulan organisme hidup yang saling
berhubungan baik antara mereka maupun lingkungan.Adapun interaksi yang dapat terjadi dalam
suatu ekosistem biasanya melibatkan beberapa pola yakni interaksi antar-individu atau antar-
organisme, interaksi antar-populasi serta interaksi antar-komunitas. Interaksi yang seimbang dan
selaras akan berujung pada keseimbangan ekosistem yang menghasilkan harmoni.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan analisis vegetasi?
2. Apasajakah macam analisis vegetasi?
3. Apa saja interaksi yang terjadi dalam komunitas tumbuhan (vegetasi)?
4. Bagaimanakarakteristik komunitas tumbuhan yang menyangkut Keaneragaman,
Struktur dan komposisi komunitas serta Paramater yang dapat diukur dalam komunitas
vegetasi?
5. Bagaimanakah Struktur dan Komposisi Vegetasi ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian analisi vegetasi
2. Mengetahui Macam analisis vegetasi
3. Mengetahui interaksi yang terjadi dalam komunitas tumbuhan (vegetasi)
4. Mengetahui karakteristik komunitas tumbuhan yang menyangkut keaneragaman,
Struktur dan komposisi komunitas serta Paramater yang dapat diukur dalam komunitas
vegetasi
5. Mengetahui Struktur dan Komposisi Vegetasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisis Vegetasi
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis
yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut
terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun
dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta
dinamis (Marsono, 1977).
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi
secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi
adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi
diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari
penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi
kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3
kategori yaitu; (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan
membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda. (2)
menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal (3) melakukan korelasi antara perbedaan
vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Richard,1988).
2.2 Macam Analisis Vegetasi
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu
vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan
tujuannya.Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan
kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai
kendala yang ada (Syafei, 1990). Metodologi-metodologi yang umum dan sangat efektif serta
efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot
dan metode kwarter (Syafei, 1990).Selain menggunakan kedua metode di atas namun, secara
garis besar metode analisis dalam ilmu vegetasi dapat dikelompokkan dalam dua perbedaan yang
prinsip, yaitu, metode diskripsi dan metode non diskripsi.
Metode diskripsi biasanya dilakukan untuk memahami jumlah materi organik yang dapat
dihasilkan oleh suatu komunitas tumbuhan. Variable yang dipakai bisa diproduktivitas primer,
maupun biomasa.Dengan demikian dalam pendekatan selalu harus dilakukan penuain atau
berarti melakukan perusakan terhadap vegetasi tersebut.Metode ini umumnya dilakukan untu
bentuk bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan antara satu meter
persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada berat segar materi hidup
atau berat keringnya. Metode ini sangant membantu dalam menentukan kualitas suatu padang
rumput denan usaha pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas
tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika, yaitu didasarkan
pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.
Sedangkan metode non diskripsi biasanya dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan,
yaitu berdasarkan penelaahan organism hidup / tumbuhan tidak didasarkan pada taksonominya,
sehingga dikenal dengan pendekatan lainnya adalah didasarkan pada penelaahan organisma
tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.
Metode non-destruktif,non-floristika merupakan telah dikembangkan oleh banyak pakar
vegetasi. Seperti Du Rietz (1931), Raunkiaer (1934), dan Dansereau (1951). Yang kemudian
diekspresiakan oleh Eiten (1968) dan Unesco (1973). Danserau
membagi dunia tumbuhan berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi
daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan penutupan.Untuk setiap karakteristika di bagi-
bagi lagi dalam sifat yang kebih rinci, yang pengungkapannya dinyatakan dalam bentuk simbol
huruf dan gambar.
Metode ini, klasifikasi bentuk vegetasi, biasanya dipergunakan dalam pembuatan peta vegetasi
dengan skala kecil sampai sedang, dengan tujuan untuk menggambarkan penyebaran vegetasi
berdasarkan penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya (Syafei,1990).
2.3 Pola Interaksi dalam Komunitas
Arti penting interaksi spesies dan interdependensi terhadap komunitas memperkirakan
bahwa komunitas stabil, memperlihatkan lebih banyak terjadinya interaksi spesies pada
komunitas transient/sementara.
Pemberian komunitas berdasarkan pada fisiognomi, life form, tumpang tindih niche, adalah
berguna karena kemungkinan perbandingan stand yang terpisah jauh yang mempunyai
persamaan floristik atau tidak. Pola – pola interaksi dalam ekosistem merupakan komponen-
komponen ekosistem yang melibatkan berbagai macam bentuk pola interaksi berbagai
organisme. Dalam ekosistem, sesama vegetasi saling berhubungan antara satu dengan yang
lainnya. Interaksi yang terjadi antara lain :
1. Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antar organisme tumbuhan dalam habitat yang sama yang
bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral.
Contohnya :pohon pinus dengan pohon jati
2. Kompetisi
Merupakan interaksi bersaing antara individu tumbuhan dengan individu tumbuhan lainnya
dalam hal penggunaan sumber daya alam dan pemenuhan kebutuhan, seperti nutrisi, air, cahaya,
ruang, dsb. Jadi kompetisi akan timbul jika individu tumbuhan mempunyai daur hidup dan
keperluan lingkungan yang sama dengan individu tumbuhan lainnya, baik untuk jenis tumbuhan
yang sama maupun yang berbeda jenis. Tumbuhan yang lebih efisien memamfaatkan sumber
dayanya untuk bertahan, dan yang lainya tersingkir.
Contoh : pergantian jenis-jenis tumbuhan selama suksesi dalam bentuk seral-seralnya, yaitu dari
jenis oportunis sampai ke jenis keseimbangan.
3. Amensalisme
Hubungan antara individu- individu populasi tumbuhan yang satu merasa dirugikan (tetapi sesaat
) sedangkan populasi yang lain tidak di rugikan(netral).
Contoh : Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat
yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans)
jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik.
4. Komensalisme
Komensalisme merupakan hubungan antara dua organisme tumbuhan yang berbeda spesies
dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies
diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon yang
ditumpanginya.
5.Simbiosis Mutualisme
Disebut juga simbiosis yang merupakan interaksi obligatori (wajib) yang di perlukan oleh kedua
belah pihak yang berinteraksi karena keduanya saling memerlukan.
Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang-kacangan.
6.Tumbuhan penumpang ( seperti Epifit)
Merupakan kelompok tumbuhan yang memanfaatkan tumbuhan lain untuk tempat hidup secara
menempel, jadi berbeda dengan parasit, tumbuhan ini mempunyai akar untuk menghisap air dan
nutrisi yang terlarut dan mampu menghasilkan makanan sendiri.
Epifit ini cuma memerlukan peneduhan dan kelembapan dari tumbuhan lain sehingga mampu
bertahan di saat kekeringan. Contoh : Pteridaceae.
7.Proto koperasi
Interaksi dua populasi tumbuhan yang memperoleh keuntungan dengan adanya asosiasi tersebut
tetapi hubungan itu suatu keharusan.
8.Parasitisme
Hubungan antar organisme yang berbeda spesies, bila salah satu organisme hidup pada
organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan
inangnya.
Contoh : benalu dengan pohon inang.
2.4 Karakteristik Komunitas
Seperti halnya populasi, dalam mempelajari komunitas ada beberapa parameter yang dapat
di ukur. Ada parameter komunitas yang bersifat kuantitatif, seperti kekayaan spesies,
keaneragaman spesies, dan kelimpahan. Ada juga yang bersifat kualitatif, misalnya tingkatan
trofik, bentuk, dan karakter hidup.
A. Kuantitatif
1. Keragaman Jenis adalah gabungan antara kekayaan jenis dan kemerataan dalam satu nilai
tunggal (Ludwig, 1988). Menurut Wirakusumah (2003), keragaman merupakan ukuran integrasi
komunitas biologik dengan menghitung dan mempertimbangkan jumlah populasi yang
membentuknya dengan kelimpahan relatifnya. Keragaman akan cenderung lebih rendah dalam
ekosistem yang secara fisik terkendali dan lebih tinggi dalam ekosistem yang diatur secara
biologi.
2. Kekayaan spesies
Kekayaan spesies adalah jumlah spesies dalam area pada suatu komunitas, tiap spesies
nampaknya tidak mempunyai jumlah individu sama.
3. Kemerataan/evenness
Agihan individu antar spesies disebut kemerataan atau ekuibilitas spesies. Kemerataan
menjadi maksimum jika semua spesies mempunyai jumlah individu yang sama.
B. Kualitatif
1. Struktur trofik
Struktur trofik ditentukan berdasarkan posisi spesies dalam piramida
makanan.Struktur trofik ini ditentukan berdasarkan jenis makanan suatu spesies.
Hubungan ini menggambarkan aliran energi dari satu spesies ke spesies lain.
2. Bentuk dan karakter hidup
Bentuk hidup pada tumbuhan dapat di klasifikasika dalam kelompok semak,
perdu, dan pohon. Ciri lain yang penting dalam menggambarkan vegetasi tumbuhan
adalah karakter tumbuhan yang dominan, misalnya tumbuhan gugur daun, tumbuhan
evergreen, dan sebagainya.
2.5 Struktur dan Komposisi Vegetasi
A. Struktur Komunitas
Adalah suatu deskripsi atau pertelaan tentang masyarakat tumbuhan yang dapat
memberikan gambaran mengenai kondisi lingkungan dan distribusi nutrien di habitatnya.Suatu
pertelaan atau deskripsi tumbuhan berdasarkan bentuk luar, stratifikasi vertikal dan sebaran
secara horizontal bentuk hidup, dan ukuran/besar tumbuhan yang ada pada suatu saat.
Struktur suatu vegetasi terdiri dari individu-individu yang membentuk tegakan di dalam
suatu ruang.Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok tumbuh-tumbuhan yang masing-
masing individu mempertahankan sifatnya.Menurut Kershaw (1973) dalam Irwanto (2006),
struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu:
a. Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan lapisan
tumbuhan bawah, herba, semak, dan pohon penyusun vegetasi dalam suatu
komunitas.
b. Sebaran horisotal jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari
suatu individu terhadap individu lain.
c. Kemelimpahan (abudance) setiap jenis dalam suatu komunitas.
Ewusie (1992) dalam Mayor (1997), menyatakan bahwa vegetasi suatu komunitas dapat
diukur secara kualitatif maupun kuantitatif. Ciri kualitatif yang terpenting pada komunitas antara
lain adalah susunan flora dan fauna serta pelapisan berbagai unsur dalam komunitas. Ciri
kuantitatifnya meliputi beberapa parameter yang dapat diukur seperti kekerapan (frekuensi),
kepadatan dan penutupan.Mempelajari komposisi vegetasi dapat dilakukan dengan pembuatan
petak-petak pengamatan ataupun metode tanpa petak. Petak-petak pengamatan sifatnya
permanen atau sementara. Petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun
berbentuk jalur.
Pelapisan berbagai unsur dalam komunitas, akan mudah dianalisis apabila telah
dilakukan suatu pemilahan antar tingkat vegetasi. Berdasarkan hal tersebut maka Wyatt-Smith
(1963) dalam Soerianegara (1976) dalam Alhamid (1988), membedakan lapisan masyarakat
tumbuhan dalam tingkat permudaan hingga pohon sebagai berikut:
a. Pancang atau sapihan (sapling)
Permudaan yang tingginya 1,5 m atau lebih sampai pohon-pohon muda yang berdiameter
kurang dari 10 cm.
b. Tiang (pole)
Pohon muda yang berdiameter antara 10 – 35 cm.
c. Pohon (tree)
Tumbuhan dewasa dengan diameter lebih dari 35 cm.
B. Komposisi vegetasi
Adalah daftar jenis-jenis tumbuhan yang ada dalam suatu komunitas di suatu daerah.Data
flora/vegetasi tersebut dinamakan data floristik. Data floristik berguna untuk mengetahui:
keanekaragaman jenis; struktur setiap unit vegetasi; pengelompokan secara kuantitatif seperti
spesies dominan, frekuensi dan daya adaptasi yang luas; tahap suksesi; jenis-jenis yang jarang
(dapat digunakan sbg indikator habitat); kondisi habitat/lingkungan.
Caranya membuat daftar nama semua jenis tumbuhan yang terdapat di daerah tersebut
dan menentukan kerapatan individu/tiap jenis tumbuhan baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Karena ada hubungan yang khas antara lingkungan dan organisme, maka komunitas
di suatu lingkungan bersifat spesifik.Dengan demikian pola vegetasi di permukaan bumi
menunjukkan pola diskontinyu. Seringkali suatu komunitas bergabung atau tumpang tindih
dengan komunitas lain. Karena tanggapan setiap spesies terhadap kondisi fisik, kimia maupun
biotik di suatu habitat berlainan maka perubahan di suatu habitat cenderung mengakibatkan
perubahan komposisi komunitas. Rentetan komunitas yang memperlihatkan pergantian gradual
dalam suatu komposisi disebut continuum. Terdapat dua pandangan komposisi komunitas yang
berlawanan:
1. Pandangan organisme
2. Pandangan individualisme
Pandangan organisme dikembangkan oleh Clements (1916).Menurut pandangan ini
komunitas dianggap sebagai “Organisme super” yang merupakan stadium tertinggi per-
kembangan organisasi organisme yang dari sel ke jaringan, organ, spesies, populasi dan
komunitas.Komunitas dianggap organisme super karena tumbuhm beraturan dan di bawah
keadaan tertentu dapat melakukan reproduksi dan secara fungsional memperlihatkan tingkatan
yang lebih tinggi daripada vegetasi/binatang atau individu yang membentuknya.
Sedangkan pandangan individualisme dikembangkan oleh H.A. Gleason (1926) yang
disokong oleh Whittaker (1951, 1952, 1956), Curtis (1958) dan Mc Intosh (1959). Pandangan ini
pendekatannya menekankan bahwa komunitas tidak perlu mencapai suatu komposisi yang
seharusnya atau dalam keadaan stabil.Disini spesies merupakan bagian unit essensial karena
hanya spesies dan bukannya komunitas yang dipengaruhi dalam antar hubungan dan
distribusi.Spesies langsung tanggap terhadap kondisi lingkungan secara independen, tidak
menghadapinya bersama-sama.Dalam pendekatan ini komposisi komunitas dianggap variabel
yang kontinyu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Vegetasi tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai
keseimbangan yang spesifik.
2. Sedangkan metode non diskripsi biasanya dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu
berdasarkan penelaahan organisme hidup / tumbuhan tidak didasarkan pada taksonominya,
sehingga dikenal dengan pendekatan lainnya adalah didasarkan pada penelaahan organisma
tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika
3. Pola interaksi komunitas tumbuhan meliputi komensalise, mutualisme, penumpang,
amensalisme, Parasitisme, kompetisi dan netral.
3.2 Saran
Sebagai seorang calon guru sekaligus seorang mahasiswa sebaiknya kita menjaga
keanekargaman hayati di Indonesia bahkan dunia karenasumber daya alam merupakan sumber
daya yang luar biasa indah dan sangat bermanfaat. Kita seharusnya mensyukuri nikmat tuhan ini
dengan selalu merawat keanekargaman hewan dan tumbuhan dan selalu mengajarkan kepada
calon peserta didik kita nanti untuk menjaganya juga.
DAFTAR RUJUKAN
Alhamid .1988. Ekologi Tanaman. Jakarta : Rajawali Press
Clements, H. F. 1916. Effects of silicate on the growth and freckle of sugarcane in Hawai.
Puerto Rico. Proceedings International Society Sugar Cane Technologiest 12: 197 -
215.
Ludwig JA, Reynold JF. 1988. Statisyical Ecology: A Primer on Methods and Computing. New
York: John Wiley and Sons.
Irwanto. 2008. Hutan Mangrove dan Manfaatnya. Http: http://pengertiandefinisi.blogspot.com
Marsono, DJ. 1977. Diskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe Vegetasi Tropika. Yayasan Pembina
Fakultas Kahutanan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Richard & Steven, 1988.Forest Ecosystem San Diego. California: Academic Press.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung : ITB.
Webb RL. Air-side heat transfer correlations for flat and wavy plate fin-andtube geometries.
ASHRAE Trans 1990;96:445–9.