Pola Demam Sebagai Alat Diagnostik

3
Pola Demam Sebagai Alat Diagnostik Pola demam saja tidak dapat menjelaskan secara pasti etiologi yang mendasarinya tetapi dapat membantu dalam menegakkan diagnostik. Beberapa pola demam dapat dimiliki oleh satu penyakit tergantung dari fase penyakit, misalnya pada awal penyakit demam typhoid, pola demam bisa berupa remiten dan selanjutnya bisa berupa kontinu. Namun tidak selalu suatu penyakit mempunyai pola demam yang spesifik. Dibawah ini adalah berbagai pola demam yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. 1. Demam Kontinu Demam dengan variasi diurnal di antara 1,0-1,5ºF (0,55- 0,82ºC). Dalam kelompok ini, demam meliputi penyakit pneumonia tipe lobar, infeksi kuman gram negatif, ricketsia, demam typhoid, gangguan sistem saraf pusat, tularemia dan malaria falciparum 2. Demam Intermiten Demam dengan variasi diurnal >1ºC, suhu terendah mencapai suhu normal misal : endokarditis bakterialis, malaria, bruselosis 3. Demam Remiten Demam dengan variasi normal lebar >1ºC, tetapi suhu terendah tidak mencapai suhu normal, ditemukan pada demam tifoid fase awal dan berbagai penyakit virus 4. Pola demam tersiana dan kuartana 1

Transcript of Pola Demam Sebagai Alat Diagnostik

Page 1: Pola Demam Sebagai Alat Diagnostik

Pola Demam Sebagai Alat Diagnostik

Pola demam saja tidak dapat menjelaskan secara pasti etiologi yang mendasarinya

tetapi dapat membantu dalam menegakkan diagnostik. Beberapa pola demam dapat dimiliki

oleh satu penyakit tergantung dari fase penyakit, misalnya pada awal penyakit demam

typhoid, pola demam bisa berupa remiten dan selanjutnya bisa berupa kontinu. Namun tidak

selalu suatu penyakit mempunyai pola demam yang spesifik.

Dibawah ini adalah berbagai pola demam yang dapat membantu dalam menegakkan

diagnosis.

1. Demam Kontinu

Demam dengan variasi diurnal di antara 1,0-1,5ºF (0,55-0,82ºC). Dalam kelompok

ini, demam meliputi penyakit pneumonia tipe lobar, infeksi kuman gram negatif,

ricketsia, demam typhoid, gangguan sistem saraf pusat, tularemia dan malaria

falciparum

2. Demam Intermiten

Demam dengan variasi diurnal >1ºC, suhu terendah mencapai suhu normal misal :

endokarditis bakterialis, malaria, bruselosis

3. Demam Remiten

Demam dengan variasi normal lebar >1ºC, tetapi suhu terendah tidak mencapai suhu

normal, ditemukan pada demam tifoid fase awal dan berbagai penyakit virus

4. Pola demam tersiana dan kuartana

Merupaka demam intermitten yang ditandai dengan periode demam yang diselang

dengan periode normal. Pada demam tersiana, demam terjadi pada hari ke-1 dan ke-3

(malaria oleh plasmodium vivax) sedangkan kuartana pada hari ke-1 dan ke-4 (malaria

oleh plasmodium malariae)

5. Demam saddleback / pelana (bifasik), penderita mengalami beberapa hari demam

tinggi disusul oleh penurunan suhu, lebih kurang satu hari, dan kemudian timbul

demam tinggi kembali. Tipe ini didapatkan pada beberapa penyakit seperti dengue,

yellow fever, Collorado tick fever, Rit valley fever, dan infeksi virus misalnya

influenza, poliomielitis dan koriomeningitis limfositik

6. Demam intermiten hepatik (demam Charcot), dengan episode demam yang sporadis,

terdapat penurunan temperatur yang jelas dan kekambuhan demam. Hal ni adalah pola

1

Page 2: Pola Demam Sebagai Alat Diagnostik

yang sering terjadi dan dapat dipercayai pada kolangitis, biasanya terkait dengan

kolelitiasis, ikterik, leukositosis dan adanya tanda-tanda toksik

7. Demam Pel-Ebstein

Ditandai oleh periode demam setiap minggu atau lebih lama dan periode afebril yang

sama durasinya disertai dengan berulangnya siklus. Keadaan ini terjadi pada penyakit

Hodgkin, bruselosis dari tipe brucella melitensis

8. Kebalikan dari pola demam diurnal (typhus intervesus), dengan kenaikan temperatur

tertinggi pada pagi hari bukan selama senja atau di awal malam. Kadang-kadang

ditemukan pada tuberkulosis milier, salmonelosis, abses hepatik dan endokarditis

bakterial

9. Reaksi Jarisch-Herxheimer, dengan peningkatan temperatur sangat tajam dan

eksaserbasi manifestasi klinis, terjadi beberapa jam sesudah pemberian terapi

penisislin pada sifilis primer atau sekunder, keadaan ini dapat pula terjadi pada

leptospirosis dan relapsing fever, juga sesudah terapi tetrasiklin atau kloramfenikol

pada bruselosis akut

10. Relapsing Fever

Seperti demam Pel-Ebstein namun serangan demam berlangsung setiap5-7 hari

11. Factitious fever atau self induced fever, mungkin merupakan manipulasi yang

disengaja untuk memberi kesan adanya demam

Kepustakaan

1. Poorwo Soedarmo, Sumarmo S. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi

Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010.

2