POKOK PRODUKSI BERDASARKAN METODE JOB ORDER …repository.ub.ac.id/6593/1/Eka Junia...
Transcript of POKOK PRODUKSI BERDASARKAN METODE JOB ORDER …repository.ub.ac.id/6593/1/Eka Junia...
PENGHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN
METODE JOB ORDER COSTING
(Studi Kasus Pada UKM Sepatu CV SURYA CITRA ABADI di Mojokerto)
Dususun Oleh :
EKA JUNIA KURNIAWAN
125020218113037
SKRlPSl
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih
Derajat Sarjana Ekonomi
BIDANG MANAJEMEN KEUANGAN
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
viii
“PENGHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN METODE JOB
ORDER COSTING (Studi Kasus UKM Sepatu CV SURYA CITRA ABADI di
Mojokerto)”
Oleh :
Eka Junia Kurniawan
Dosen Pembimbing :
Dr. Achmad Helmy Djawahir, SE.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan penghitungan harga
pokok produksi dengan Job Order Costing Method pada Usaha Kecil dan Menengah Sepatu
Cv. Surya Citra Abadi Mojokerto untuk produk sepatu casual dan sepatu pantofel.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang menggunakan
pendekatan studi kasus. Sedangkan metode Analisis yang digunakan dalam penghitungan
harga pokok produksi adalah metode Job Order Costing untuk mengihitung biaya setiap
pesanan produksinya, Full Costing Method untuk penghitungan keseluruhan biaya yang
dibebankan pada produksinya dan Historical Costing untuk penghitungan biaya produksi
yang sebenarnya terjadi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk melakukan penghitungan harga pokok
produksi di Cv. Surya Citra Abadi tidak cukup hanya dengan membebani biaya bahan baku
saja namun juga harus memperhitungakan biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
pabrik. Dengan metode Job Order Costing dan metode FullCosting, maka jumlah harga
pokok produksi untuk pesanan Sepatu Casual sebesar Rp50.566.500,00 dengan biaya per
pasang sepatu sebesar Rp50.567,00 dan harga pokok produksi untuk pesanan Sepatu pantofel
sebesar Rp59.858.500,00 dengan biaya per pasang sepatu sebesar Rp59.859,00 untuk
pesanan 1000 pasang produksi sepatu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa seluruh komponen
biaya produksi dapat diperhitungkan dan menunjukkan dasar penghitungan harga pokok
produksi yang lebih akurat, sehingga perusahaan dapat menggunakan penghitungan harga
pokok produksi ini sebagai dasar menentukan harga pokok penjualan dan laba yang lebih
akurat.
Kata Kunci : Harga Pokok Produksi, Job Order Costing Method,Full Costing Method, Sepatu
Casual dan Sepatu Pantofel.
ix
“CALCULATION OF COST OF GOODS MANUFACTURED BASED ON JOB
ORDER COSTING METHOD (A Case Study CV SURYA CITRA ABADI in
Mojokerto)”
By:
Eka Junia Kurniawan
Advisor:
Dr. Ahmad Helmy Djawahir, SE.
ABSTRACT
This study aims to determining and explaining the calculation of cost of goods
manufactured using Job Order Costing method for casual shoes and shoes Pantovel CV.
Surya Citra Abadi, a shoe manufacturer of Small and Medium Enterprises in Mojokerto.
This descriptive and quantitative research case study approach. The method of
analysis used calculate the cost of goods manufactured job order costing which is to
calculate the cost of each order, full costing method which is to calculat the total cost charged
for the production, and Historical Costing which is calculate the production cost that actually
occurs .
The results show that, to calculate the cost of production, CV. Surya Citra Abadi take
direct labor costs and factory overhead costs into account besides raw material cost. Job
Order Costing and Full Costing method, the total value of cost goods manufactured for
Casual Shoes orders is IDR 50,566,500 with the cost for each pair of shoes costing IDR
50,567 and the total value of cost of production for pantovel shoes order is IDR 59.858.500
with cost for each pair of shoes IDR 59,859 all for the production of 1000 pairs of shoes.
These results indicate that all components of cost of goods manufactured can be calculated
and show the basis for calculation of cost of goods manufactured, so the company can use it
for the calculation of cost of goods manufactured, which can be used as the basis. For a more
accurate determination of cost of goods sold and profit.
Keywords: cost of production job order costing method, full costing method, casual shoes
and shoes Pantovel.
RIWAYAT HIDUP
BIODATA DIRI
Nama Eka Junia Kurniawan
Tempat dan Tanggal Lahir Mojokerto, 07 Juni 1994
Jenis Kelamin Laki-Laki
Agama Islam
Alamat Lingk. Murukan RT/RW 0210/005
Surodinawan Prajurit Kulon.
Mojokerto
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tingkatan Pendidikan Tahun
MI Nurul Huda 2 Kota Mojokerto 2006
Sekolah Menengah Pertama Negri 4 Kota Mojokerto 2009
Sekolah Menengah Atas Negri 4 Kota Mojokerto 2012
Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya,.
2012
Keahlian Yang Dimiliki
1. Mampu Mengoperasikan SAP ERP
2. Mampu Mengoperasikan Microsoft Office
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT karena atas limpahan dan karunia-Nya yang telah
memberikan banyak pertolongan untuk dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Penghitungan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Metode Job Order Costing (Studi Kasus
UKM CV. Surya Citra Abadi di Mojokerto)”.
Tujuan dibuatnya skripsi ini adalah sebagai syarat untuk meraih derajat Ekonomi pada
Jurusan Manajemen Konsentrasi Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Brawijaya.
Diselasaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan segenap pihak yang telah
menyumbangkan doa, solusi, pikiran, bimbingan serta motivasi bagi penulis. Oleh sebab itu,
penulis menyampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. Nurkholis.M.Bus (Acc)., Ak., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya.
2. Dr. Sumiati, SE., M.Si., CSRS., CFP. selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
3. Dr. Siti Aisjah, SE, MS, CSRS, CFP. selaku Ketua Program Studi S1 Manajemen
4. Bapak Dr. Achmad Helmy Djawahir, SE. sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang
telah membimbing, memberikan masukan dan evaluasi penulisan skripsi.
5. Bapak Moeljadi P., SE., SU., M.SC., Dr.,Prof. selaku dosen penguji I yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis.
6. Ibu Dr. Himmiyatul Amanah J. J. , SE., MM., CFP. selaku dosen penguji II yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis.
7. Dosen dan seluruh staf Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi.
ii
8. Bapak H. Abdul Kholik selaku pemilik UKM CV. Surya Citra Abadi di Mojokerto
yang telah mengizinkan untuk dilakukan penelitian dan membantu menyediakan data-
data penelitian yang dibutuhkan.
9. Kedua orang tua saya Alm. H. Syamsul Arifin dan Mufidatul Masfufah yang
senantiasa selalu memberikan motivasi serta doa yang tak henti-hentinya memberikan
dukungan, doa dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat saya Alfa, Ade, Yuan, Hanif, Yogi, Fahmi, Candra, Sandy, Rifki, Taufan,
lutfi dan sahabat saya dari kos Bu Umi, Bayu, Munir, Sondy, Satya, Nia, Ayu,
Juniarty, Weninggalih, Eni yang telah memberikan motivasi dan sama-sama berjuang
di bidang perkuliahan masing-masing.
Penulis mennyadari penulisanb Skripsi ini masih belum sempurna, sehingga masukan berupa
saran dan kritik sangat penulis harapkan. Semoga karya akhir ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua. Amin.
Malang, Mei 2017
Eka Junia Kurniawan
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................................. viii
ABSTRAK INGGRIS ............................................................................................................. ix
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah ................................................................................................. 9
1.3.Tujuan Penelitian ................................................................................................... 9
1.4.Manfaat Penelitian ............................................................................................... 10
BAB II : LANDASAN TEORI
2.1. Peneltian Terdahulu .............................................................................................. 11
2.2. Teori ...................................................................................................................... 13
2.2.1. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ........................................... 13
2.2.2. Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ............................ 13
2.2.3. Permasalahan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) .................. 14
2.2.4. Manajemen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ....................... 17
2.3. Konsep Biaya ....................................................................................................... 17
2.3.1.Definisi Biaya ........................................................................................... 18
2.3.2. Klasifikasi Biaya ...................................................................................... 18
2.4. Biaya Produksi ..................................................................................................... 23
2.4.1. Definisi Biaya Produksi ......................................................................... 23
2.4.2. Unsur-Unsur Biaya Produksi ................................................................. 24
2.4.3. Penghitungan Biaya Produksi ................................................................ 27
2.5. Harga Pokok Produksi ......................................................................................... 29
2.5.1. Pengumpulan dan Sistem Pengukuran Harga Pokok Produksi.............. 32
2.6. Metode Job Order Costing .................................................................................. 34
2.7. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi .......................................................... 41
2.7.1. Full Costing ............................................................................................ 41
iv
Halaman
2.7.2. Variable Costing .................................................................................... 43
2.7.3. Perbandingan Metode Full Costing Dan Variable Costing ................... 46
2.8. Kerangka Pikir Penelitian .................................................................................... 47
BAB III : METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian...................................................................................................... 51
3.2. Objek Penelitian .................................................................................................... 51
3.3. Jenis dan Sumber Data .......................................................................................... 51
3.3.1. Jenis Data ................................................................................................ 51
3.3.2. Sumber Data ........................................................................................... 52
3.4. Metode Pengumpulan Data .......................................................................................... 53
3.5.Metode Analisis Data ..................................................................................................... 55
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Gambaran Umum Objek Penelitian ....................................................................... 57
4.1.1. Sejarah Perusahaan ................................................................................. 57
4.1.2. Struktur Organisasi Perusahaan .............................................................. 59
4.1.3. Produk Yang Dihasilkan ........................................................................ 60
4.2.Hasil Peneltian ....................................................................................................... 60
4.2.1. Penghitungan Harga Pokok Produksi Menurut Perusahaan .................. 60
4.2.2. Penghitungan Harga Pokok Produksi Metode Job Order Costing ......... 61
4.3. Perbandingan Harga Pokok Produksi ................................................................... 82
4.3.1. Perbandingan Harga Pokok Produksi Menurut Perusahaan Dengan Job
Order Costing ................................................................................................. 82
4.4.Kartu Harga Pokok Pesanan .......................................................................................... 83
4.5.Implikasi Hasil ................................................................................................................ 87
BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 90
5.2. Saran ...................................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 92
v
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
Tabel 2.3 Perbandingan Variable Costing Dengan Full Costing 46
Tabel 4.1 Biaya Bahan Baku Sepatu Casual 61
Tabel 4.2 Biaya Bahan Baku Sepatul Pantofel 62
Tabel 4.3 Biaya Tenaga Kerja Langsung Sepatu Casual` ` 64
Tabel 4.4 Biaya Tenaga Kerja Langsung Sepatu Pantofel 64
Tabel 4.5 Biaya Ovehead Pabrik Sepatu Casual 65
Tabel 4.6 Biaya Overhead Pabrik Sepatu Pantofel 66
Tabel 4.7 Harga Pokok Produksi Perusahaan 67
Tabel 4.8 Biaya Pembelian Bahan Baku Sepatu Casual 70
Tabel 4.9 Biaya Pembelian Bahan Baku Sepatu Pantofel 68
Tabel 4.10 Biaya Bahan Baku Langsung Sepatu Casual 74
Tabel 4.11 Biaya Bahan Baku Langsung Sepatu Pantofel 75
Tabel 4.12 Biaya Tenaga Kerja Langsung Sepatu Casual 76
Tabel 4.13 Biaya Tenaga Kerja Langsung Sepatu Pantofel 77
Tabel 4.14 Biaya Penyusutan 78
Tabel 4.15 Alokasi Biaya Overhead Pabrik 80
Tabel 4.16 Harga Pokok Produksi Metode Job Order Costing 81
Tabel 4.17 Perbandingan Perhitungan HPP Perusahaan Dengan
HPP Job Order Costing Pada Sepatu Casual 82
Tabel 4.18 Perbandingan Perhitungan HPP Perusahaan Dengan
HPP Job Order Costing Pada Sepatu Pantofel 83
Tabel 4.19 Kartu Biaya Pesanan Sepatu Casual 84
Tabel 4.20 Kartu Biaya Pesanan Sepatu Pantofel 85
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
Gambar 2.1 Harga Pokok Produksi dan Harga Pokok Penjualan 40
Gambar 2.2 Laporan Laba Rugi 41
Gambar 2.3 Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing 42
Gambar 2.4 Harga Pokok Produksi dengan Metode Variable Costing 44
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran 49
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu industri yang
turut bersaing dalam memajukan perekonomian Indonesia. Dalam pembangunan
ekonomi di Indonesia, Usaha Kecil dan Menengah selalu digambarkan sebagai
sektor yang memiliki peranan penting karena sebagian besar penduduk
Indonesia hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun
modern. Usaha kecil dan menengah mempunyai peran yang strategis dalam
pembangunan ekonomi nasional, karena selain berperan dalam pertumbuhan
ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, Usaha Kecil Menengah juga berperan
dalam perindustrian serta pembangunan. Pada krisis ekonomi tahun 1997-1998
ketika banyak perusahaan besar yang tidak dapat bertahan hingga gulung tikar,
Usaha Kecil dan Menengah masih bisa bertahan bahkan mampu menompang
perekonomian Indonesia. Alasan yang menyebabkan Usaha Kecil dan Menengah
mampu bertahan yaitu produksi barang dan jasa dari Usaha Kecil dan Menengah
tidak terpengaruh oleh pendapatan rata-rata masyarakat dengan begitu dapat
dikatakan elastisitas permintaan lebih rendah terhadap pendapatannya. Selain itu
yang menjadi alasan lain yaitu Usaha Kecil dan menengah mendapatkan modal
yang tidak harus berasal dari bank, sehingga pengaruhnya tidak terlalu cukup
signifikan apabila terjadi fluktuasi terhadap suku bunga.
Menurut Data Pusat Statistik dari Departemen Koperasi dan UKM,
jumlah Usaha Kecil dan Menengah dari tahun 2012 hingga tahun 2013
2
meningkat sebesar 1.361.129 unit atau meningkat sebesar 2,41%. Tidak hanya
jumlah unit Usaha Kecil dan Menengah yang bertambah, kinerjanya pun
mengalami peningkatan. Produk Dosmetik Bruto yang dihasilkan Usaha Kecil
dan Menengah dari tahun 2012 hingga tahun 2013 meningkat sebesar Rp
570.439,8 milyar atau meningkat sebesar 11,71%. Bertambahnya jumlah unit
usaha dan juga diikuti dengan meningkatnya kinerja akan semakin memperkuat
perkiraan peningkatan jumlah Usaha Kecil dan Menengah di tahun 2015 dan di
tahun-tahun berikutnya. Menjamurnya bisnis dan usaha di Indonesia yang
dimulai dari usaha kecil-kecilan hingga usaha yang berkembang cukup besar
menjadikan sumber ekonomi yang sangat berpeluang tinggi bagi pelaku usaha
dan bisnis. Usaha Kecil dan Menengah bergerak diberbagai bidang baik
manufaktur, jasa maupun dagang. Untuk bidang manfaktur menyediakan
berbagai produk baik makanan, tas, sepatu, pakaian dan lain sebagainya. Pelaku
bisnis harus mempunyai strategi bersaing diantaranya yaitu keunggulan mutu
produk yang tinggi serta harga yang bersaing dan mampu berinovasi juga
berkreasi untuk dapat membuat bisnis yang mereka jalani dapat bertahan atau
bahkan mampu meraih keuunggulan kompetitif.
Selanjutnya dengan banyaknya bermunculan bisnis baru maka banyak pula
bisnis kecil yang bangkrut. Beberapa hal yang menjadi faktor penyebab usaha
kecil tidak dapat bertahan yaitu kemampuan pihak manajemen yang kurang baik
untuk mengelola bisnis, pengalaman yang tidak cukup untuk pengoperasian fisik
bisnis dan kemampuan konsep, kendali yang kurang berkaitan dengan kebijakan
kredit pembayaran dan perencanaan strategis, lokasi yang tidak strategis,
persediaan yang tidak dikelola dengan baik serta kurangnya kemampuan untuk
3
mengatasi transisi kewirausahaan (Soeharto, 2010). Dari beberapa faktor
kelemahan dan kesalahan Usaha Kecil dan Menengah tersebut, kesalahan yang
sering terjadi adalah manajemen keuangan yang kurang tepat. Manajemen
keuangan yang kurang tepat terdampak pada kondisi keuangan yang tidak stabil
dan tidak dapat mengetahui secara pasti mengenai posisi keuangan usaha.
Sebagai upaya untuk dapat memonitori pergerakan uang, dibutuhkan pencatatan
transaksi yang dilakukan, sehingga memungkinkan pelaku usaha dapat
mengendalikan biaya dan pengeluaran dengan lebih baik. Pengelolaan keuangan
yang baik memungkinkan pelaku usaha memperoleh laba yang diharapkan,
penerapan manajemen keuangan mencakup perencanaan, penggangaran,
pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan yang tepat.
Untuk dapat menerapkan menajemen keuangan secara tepat membutuhkan
informasi yang benar berkaitan dengan biaya-biaya yang terjadi di perusahaan
atau organisasi.
Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan
uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu
(Mulyadi, 2009: 8). Biaya berdasarkan kegiatan perusahaan dibedakan menjadi
biaya produksi (biaya manufaktur dan biaya operasi juga biaya non manufaktur).
Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku
menjadi produk jadi yang siap untuk dijual (mulyadi, 2009: 14).
Biaya proses produksi menjadi salah satu biaya utama pada perusahaan
manufaktur, sehingga ketika suatu perusahaan mampu melakukan efisiensi biaya
produksi maka secara otomatis akan mampu meminimalkan biaya secara
keseluruhan. Apabila perusahaan mampu meminimalkan biaya secara
4
keseluruhan, maka bukan tidak mungkin perusahaan mampu meraih keunggulan
kompetitif karena dapat menjual barang dengan harga yang lebih rendah dari
pesaing apabila kualitas dapat tetap terjaga. Biaya produksi pada perusahaan
manufaktur terdiri dari 3 elemen biaya yaitu bahan baku langsung, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik (Horngren, et al., 2008: 43). Biaya
bahan baku langsung mencakup nilai persediaan bahan baku awal ditambah nilai
perolehan bahan baku dikurangi nilai persediaan bahan baku akhir. Biaya bahan
baku langsung merupakan biaya perolehan semua bahan yang pada akhirnya
akan menjadi bagian dari objek biaya ( barang dalam proses dan kemudian
barang jadi ) dan yang dapat ditelusuri ke objek biaya dengan cara yang
ekonomis (Horngren, et al., 2008: 43). Biaya tenaga kerja langsung mencakup
kompensasi atas tenaga kerja langsung seperti upah. Untuk menentukan upah
tenaga kerja langsung dapat berdasarkan jam kerja (Direct Labor Hour) dan
dapat berdasarkan satuan unit. Biaya overhead pabrik mencakup seluruh operasi
pabrik yang tidak termasuk pada biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga
langsung seperti depresiasi biaya bahan penolong, bangunan pabrik, biaya listrik,
biaya administrasi pabrik produksi selanjutnya dijadikan dasar untuk menghitung
harga pokok produksi.
Penghitungan harga pokok produksi dilakukan dengan menganalisis proses
produksi dan komponen biaya-biaya produksi serta mengelompokkannya
berdasarkan pada metode akumulasi biaya, metode pengukuran biaya, metode
pembebanan biaya overhead, dan perlakuan biaya overhead tetap. Harga pokok
produksi diperoleh dengan menjumlah nilai persediaan barang dalam proses awal
5
dengan biaya produksi kemudian dikurangi dengan nilai persediaan barang dalam
proses akhir.
Terdapat dua metode pengumpulan harga pokokk produksi yaitu Process
Costing Method (Metode Biaya Proses) dan Job Order Costing Method (Metode
Biaya Pesanan) (Mulyadi, 2009: 16). Pemilihan metode dilakukan dengan
mempertimbangkan cara produksi yang dilakukan suatu perusahaan. Pada Job
Order Costing, biaya-biaya produksi dikumpulkan berdasarkan pesanan tertentu
dan biaya produksi per satuan produk yang dihasilkan untuk suatu pesanan
tersebut dihitung dengan membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut
dengan jumlah satuan produk produk pada pesanan tersebut. Akumulasi biaya
berdasarkan pesanan dilakukan dengan mengindentifikasi biaya pada produk,
bartch, kontrak atau proyek tertentu. Sedangkan pada Process Costing Method,
proses produksi atau departemen dijadikan sebagai obyek biaya dan metode ini
digunakan untuk perusahaan yang memproduksi beberapa jenis produk secara
masal dan jenis produksinya homogen atau serupa. Biaya-biaya produksi
dikumpulkan untuk periode tertentu dan biaya produksi per satuan produk yang
dihasilkan pada periode tersebut dihitung dengan cara membagi biaya produksi
untuk periode tersebut dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan pada
periode yang bersangkutan.
Penentuan harga pokok produk produksi dapat dihitung dengan dua
pendekatan, yaitu dengan menggunakan full costing dan variable costing
Mulyadi (2005:48),. Full Costing merupakan salah satu metode penentuan cost
produk, yang membebankan seluruh biaya produksi sebagai cost produk, baik
biaya produksi yang berperilaku variabel maupun tetap. Variable costing
6
merupakan salah satu metode penentuan cost produk, di samping full costing,
yang membebankan hanya biaya produksi yang berperilaku variabel saja kepada
produk. Full costing dan variable costing merupakan metode penentuan cost
produk konvensional, yang dirancang berdasarkan kondisi teknologi manufaktur
pada masa lalu.
Alokasi biaya yang tepat dibutuhkan untuk menentukan harga pokok
produksi yang akurat. Biaya langsung dapat ditelusuri dengan mudah namun
biaya overhead sulit untuk ditelusuri. Maka dibutuhkan suatu metode yang dapat
mengalokasikan biaya overhead secara tepat ke tiap produk. Selama ini
perusahaan menggunakan biaya konvensional yang membebankan biaya secara
tidak tepat ke tiap produk. Pada penghitungan harga pokok produksi, metode
yang paling umum digunakan perusahaan khususnya pada Usaha Kecil dan
Menengah adalah Full Costing Method, penentuan harga pokok produksi
dilakukan dengan membebankan seluruh biaya produksi yang bersiafat tetap dan
variable pada produk (Mulyadi 2009: 18).
Hasil penghitungan harga pokok produksi, dapat digunakan sebagai dasar
untuk melakukan penghitungan harga pokok penjualan dengan menjumlah nilaii
persediaan barang jadi awal dengan harga pokok produksi kemudian dikurangi
dengan nilai persediaan barang jadi akhir. Harga pokok penjualan digunakan
sebagai dasar menetapkan harga jual untuk memperoleh laba yang diharapkan
perusahaan.
UKM Sepatu CV Surya Citra Abadi, adalah bisnis yang bergerak dibidang
produksi pengerajin sepatu dan didirikan oleh Abdul Kholik pada tanggal 27
7
Februari 1987 yang berdomisili di Jl. Surodinawan No 2 Mojokerto. CV Surya
Citra Abadi juga telah memiliki kelengkapan perijinan lainnya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku) mesin baru dan 10 (sepuluh) unit
berkapasitas produksi besar dan sanggup untuk menghasilkan produk sepatu
untuk kualitas ekspor. Selanjutnya pada tahun 1991 telah diadakan perluasan
usaha dengan menambah areal tanah seluas : 4.650m dan bangunan baru seluas :
2.854m2 yang dipergunakan untuk menempatkan mesin-mesin lama maupun
yang baru sebanyak 8(delapan ntuk menghasilkan produk sepatu untuk kualitas
ekspor. Tahap produksi yang dilakukan UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi
terdiri dari 4 tahap bagian besar yaitu Tahap pembuatan pola, tahap pemotongan
dan menjahit, tahap perakitan sepatu, terakhir tahap finishing.
Penelitian dilakukan di UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto,
dimana harga jual yang bervariatif sesuai dengan kualitas, jenis dan modelnya.
Kualitas tinggi dengan harga terjangkau menjadikan UKM Sepatu CV. Surya
Citra Abadi Mojokerto memiliki jumlah penjualan dengan pesanan yang cukup
tinggi bahkan konsumen ada yang berasal dari luar Kota Mojokerto hingga luar
pulau, dan juga pernah sampai ekspor ke luar negeri. Namun CV. Surya Citra
Abadi masih banyak biaya-biaya yang seharusnya dibebankan tidak dimasukan
dalam penghitungan harga pokok produksi. Perusahaan sering mengabaikan
proses pencatatan menurut sistem akuntansi yang sebenarnya terutama dalam
hal pengelompokan dan pencataan biaya produksi dan biaya non produksi
lainnya. Akibatnya biaya-biaya aktual yang dikeluarkan perusahaan tidak
terhitung dan tidak menjadi komponen harga pokok produksi yang ditetapkan.
8
Dari permasalahan di atas maka perlu adanya penghitungan harga pokok
produksi pada UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto dengan
menggolongkan dan mengumpulkan biaya-biaya produksi sebagai dasar
penghitungan harga pokok produksi. Perusahaan disarankan untuk melakukan
penghitungan harga pokok produksi menggunakan metode Job Order Costing
untuk pengakumulasian biaya, biaya penyerapan (absorption costing), atau
sering juga disebut dengan pendekatan biaya penuh (Full costing) untuk
perlakuan biaya overhead tetap dan sistem tradisional untuk pembebanan biaya
dengan menggunakan cost driver volume produksi. Kita menyebut metode
penghitungan harga pokok produksi dalam penelitian ini dengan metode job
order costing untuk memudahkan pemahaman. Alasan penggunaan metode ini
sebagai penghitungan harga pokok produksi perusahaan karena perusahaan
memproduksi produk sesuai pesanan dan metode ini mudah dilakukan dan tidak
membutuhkan banyak biaya. Metode ini cukup membantu perusahaan dalam
membuat laporan keuangan eksternal dan mengambil beberapa keputusan
terkait produksi.
Berdasarkan fenomena yang terjadi, penelitian terdahulu dan UKM
Sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto yang belum melakukan
penghitungan harga pokok produksi, maka diperlukan penelitian yang dapat
membantu merumuskan penghitungan harga pokok produksi yang sesuai
dengan UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto dengan judul “
Penghitungan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Metode Job Order Costing
(Studi Kasus UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto)”.
9
Dengan dilakukannya penelitian ini, maka dapat diketahui penghitungan
harga pokok produksi UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto dengan
metode yang sesuai dengan cara produksi dalam pemesanan atau Job Order
Costing yang terjadi pada UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto,
dapat menentukan laba yang diharapkan ketika terjadi, proses tawar menawar
dengan pemesanan. Hal ini mengingatkan bahwa tiap-tiap pesanan mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda sehingga biaya produksinya berbeda. Selain itu
harga-harga bahan baku dan lainnya mengalami fluktuasi, sehingga harga
pokok produksi dan harga pokok pesanan dapat ditentukan dengan lebih tepat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka dapat disusun rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi dengan Metode Job Order
Costing pada UKM SEPATU CV. Surya Citra Abadi Mojokerto.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka dapat disusun tujuan
penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perhitungan harga pokok produksi sepatu dengan
metode yan digunakan oleh UKM SEPATU CV. Surya Citra Abadi
Mojokerto.
2. Untuk mengetahui dan menjelasakan perhitungan harga pokok produksi
dengan Metode Job Order Costing pada UKM SEPATU CV. Surya Citra
Abadi Mojokerto.
3. Untuk mengetahui perbandingan hasil perhitungan harga pokok produksi
sepatu berdasarkan metode UKM SEPATU CV. Surya Citra Abadi
Mojokerto dengan metode job order costing.
10
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Bagi penulis, dapat digunakan untuk memperbanyak wawasan ilmu
pengetahuan serta penerapan teori yang terkait khususnya mengenai
penentuan harga pokok produksi bagi perusahaan dan implementasinya
di lapangan secara langsung.
b. Bagi pihak UKM Sepatu pada UKM SEPATU CV. Surya Citra Abadi
Mojokerto yang menjadi objek penelitian diharapkan dapat
memberikan informasi yang berguna sebagai bahan masukan dan
referensi khususnya yang berkaitan dengan penentuan harga pokok
produksi serta dapat digunakan untuk menentukan kebijakan-kebijakan
di masa depan yang memiliki pengaruh terhadap profitabilitas
perusahaan.
c. Bagi semua akademik, penulis berharap agar penelitian yang terbatas
ini dapat menjadi bahan tambahan atau referensi serta dapat juga
digunakan sebagai pembanding yang dapat membantu dalam
pengembangan penelitian yang serupa.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Telah dilakukan penelitian terdahulu sebelumnya terkait dengan
penghitungan biaya produksi. Widiyastuti (2007) meneliti dengan judul “Analisis
Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand
BagCollection). Menyimpulkan bahwa perhitungan yang dilakukan oleh
perusahaan masih sangat sederhana dimana biaya overhead pabrik tidak
dialokasikan kemasing-masing produk secara rinci dan tidak disesuaikan dengan
pemakaian biaya secara nyata melainkan hanya merupakan suatu estimasi biaya
yang dianggarkan dalam kelompok biaya lain-lain. Perhitungan harga pokok
produksi dengan metode ABC menghasilkan harga pokok produksi yang lebih
besar daripada metode yang digunakan perusahaan, yaitu sebesar 32,47 % untuk
model 876 A dan 2,5 % untuk model858. Margin dari penetapan harga jual yang
diperoleh perusahaan berdasarkan metode perusahaan lebih besar dari pada
dengan metode ABC, yaitusebesar 56,52 % untuk model 876 A dan 34,85 %
untuk model 858.
Indah Fitri (2012) dalam skripsinya meneliti tentang penerapan metode Full
Costing dalam menetapkan harga produksi pada peternakan ayam UD. Family
Poultry Shop di Kabupaten Blitar. Hasil penelitian menyebutkan bahwa
perhitungan harga pokok produksi perusahaan tidak memasukkan semua
komponen biaya produksi sehingga laba yang diterima perusahaan setiap periode
belum menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Peneliti menghitung kembali
12
harga pokok produksi menggunakan metode Full Costing dan ditemukan
perbedaan yang signifikan antara perhitungan yang dilakukan perusahaan
dibandingkan dengan perhitungan menggunakan Full Costing. Harga pokok
produksi yang selama ini dibebankan oleh perusahaan ternyata lebih rendah
daripada perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode Full Costing.
Analisis perhitungan harga pokok jual dilakukan dengan menggunakan metode
return on asset dan margin laba 15%. Hasilnya mengungkapkan bahwa harga jual
yang menggunakan metode return on asset.
Rully Kusmawadewi (2013) meneliti tentang perhitungan harga pokok
produksi menggunakan metode Job Order Costing (studi kasus pada UMKM CV.
TRISTAR Alumunium). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan
menggunakan perhitungan harga pokok produksi berdasarkan pesanan tapi
terdapat kesalahan pada penentuan biaya bahan baku dan tarif tenaga kerja
langsung serta pembebanan biaya overhead.
Rica Marthasri (2013) meneliti tentang perhitungan biaya produksi dengan
metode Full Costing (studi kasus ayam bakar kaki lima jalan dr. Mansyur III
Padang Bulan Medan). Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa metode
tradisional dalam perhitungan biaya produksinya telah diketahui bahwa jika
menggunakan bahan setengah jadi total biaya produksi ayam bakar hariannya Rp.
643.433 adalah biaya produksi ayam bakar hariannya Rp. 472.535 adalah biaya
produksi per satuan atau biaya prodiksi per paket ayam bakar adalah Rp. 11.117
sedangkan perhitungan menggunakan metode full costing telah diketahui bahwa
jika menggunkan bahan setengah jadi total biaya produksi ayam bakar hariannya
Rp. 965.244 adalah biaya produksi per satuan atau biaya produksi per paket ayam
13
bakar adalah Rp. 19.567. Jika menggunakan bahan baku produksi sendiri total
biaya produksi ayam bakar hariannya Rp. 795.046 adalah biaya produksi per
satuan atau biaya produksi per paket ayam bakar adalah Rp. 16.573.
Keuntungannya yang ditargetkan Ayam Bakar Kaki Lima sebesar 20%.
Ollin Thia (2014), meneliti dengan judul “Perhitungan Biaya Produksi
dengan menggunakan Metode Job Order Costing Sebagai Dasar Penetapan Harga
Jual (Studi Kasus Pada Harry Handmade Shoes Malang). Penelitian dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui biaya produksi project order Bali pada
Harrymade Shoes. Hasil penelitian menujukkan bahwa pada penghitungan biaya
produksi yang dilakukan perusahaan terdapat biaya-biaya yang belum
diperhitungkan seperti biaya overhead pabrik.
2.2 Teori
2.2.1. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha Mikro Kecil dan Menengah merupakan salah satu faktor utama yang
turut menggerakkan dan memajukan perekonomian di Indonesia. Disaat usaha
besar banyak yang gulung tikar, UMKM mampu bertahan ditengah krisis moneter
yang melanda pada tahun 1997. Sejak tahun1998, jumlah UMKM di Indonesia
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dikarenakan pentingnya peran
UMKM di perekonomian Indonesia, pemerintah perlu melakukan pembinaan
sebagai upaya memperbaiki kinerja UMKM sehingga dapat lebih berkembang.
2.2.2. Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Di Indonesia terdapat beberapa definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM), Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan suatu usaha yang termasuk
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah berdasarkan jumlah tenaga kerjanya tanpa
14
mempertimbangkan penggunaan mesin dan besar modal untuk menjalankan usaha
tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik, usaha Industri adalah suatu unit usaha
yang melakukan kegiatan ekonomi denhgan tujuan menghasilkan produk berupa
barang maupun jasa yang terletak pada suatu lokasi tertentu serta memiliki catatan
administrasi produksi dan struktur biaya dan terdapat satu atau lebih orang yang
bertamggung jawab atas usaha tersebut. Perusahaan industri dengan jumlah tenaga
kerja sebanyak 1 hingga 4 orang adalah Industri Mikro atau Usaha Mikro.
Perusahaan industri dengan tenaga kerja sebanyak 5 hingga 19 orang adalah
Industri Kecil atau Usaha Kecil. Perusahaan industri dengan tenaga kerja
sebanyak 20 hingga 99 orang adalah Industri Sedanga atau Usaha Menengah.
Berikut pengertian dari usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah menurut
Undang-undang No. 20 tahun 2008.
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian langsung maupun
tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian dari langsung maupun
15
tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar. Dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan.
Dari definisi-definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di atas
adalah suatu usaha mandiri yang tidak menjadi bagian dari usaha besar dan
didirikan oleh satu orang atau lebih yang memiliki tenaga kerja, kekayaan
bersih dan penjualan tahunan lebih rendah dibandingkan dengan jumlah
tenaga kerja, kekayaan bersih dan penjualan tahunan yang dimiliki Usaha
Besar.
2.2.3. Permasalahan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah walau disebut sebagai usaha yang
mampu bertahan di tengah krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun
1997 tatap tidak dipungkiri bahwa banyak pula Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah yang tidak dapat bertahan di tengah persaingan yang ketat setiap
tahunnya. Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mengalami
peningkatan setiap tahunnya menjadikan persaingan semakin ketat pula. Hal ini
memaksa pelaku usaha untuk berusaha mempertahankan usahanya bahkan jika
mungkin berusaha meraih keunggulan kompetitif. Persaingan yang semakin ketat
dari tahun ke tahun menjadi salah satu alasan usaha-usaha kecil tidak mampu
bersaing sehingga banyak pulapelaku usaha kecil yang harus menutup usahannya
atau gulung tikar.
Menurut Soeharto (2010 : 229), permasalahan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah untuk bertahan dan berkembang yaitu :
1. Ketidakmampuan menajemen mengelola bisnis
16
2. Kurangnya pengalaman dalam pengoperasian fisik bisnis dan
kemampuan konsep
3. Lemahnya kendali keuangan dalam hal permodalan dan kebijakan
kredit pembayaran
4. Gagal mengembangkan perencanaan strategis
5. Pertumbuhan yang tak terkendali
6. Pemilihan yang buruk
7. Persediaan yang tidak baik
8. Ketidakmampuan mengenai transisi kewirausahaan
Perbaikan dan pengembangan UMKM perlu dilakukan agar dapat bertahan
di kerasnya persaingan di dunia bisnis. Hal ini merupakan tanggung jawab semua
pihak bukan hanya pemerintah. Menurut Soeharto Prawiro kusumo (2010:
223),beberapa saran untuk perbaikan dapat dilakukan oleh UMKM berdasarkan
penyebab-penyebab kegagalan UMKM. UMKM disarankan untuk melakukan
hal-halberikutini
1. Mengenali bisnis secara mendalam
2. Mengembangkan rencana bisnis yang matang
3. Mengelola sumber daya keuangan dengan menerapkan sistem
informasi keuangan dan digunakan untuk pengambilan keputusan
bisnis, permodalan yang mencukupi, dan pengelolaan arus kas yang
baik
4. Memahami laporan keuangan sebagai alat pengendali dan alat
indikator kesehatan perusahaan dengan mencatat semua kondisi
17
keuangan bisnis. Mengelola manusia secara efektif dengan melatih
dan memotivasi karyawan
5. Menjaga kondisi pribadi dengan memantau kesehatan dan
menghindari stress.
2.2.4. Manajemen Keungan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Setiap perusahaan, baik besar maupun kecil, memerlukan biaya untuk
beroperasi. Untuk mendapatkan uang, perusahaan harus terlebih dahulu
mengeluarkan uang untuk membeli persediaan dan mendapat pasokan,
perlengkapan dan fasilitas, dan untuk menggaji karyawan kemudian
memanfaatkan sumber daya yang ada tersebut untuk menghasilkan suatu produk
atau memberikan jasa kepada konsumen. Manajemen keuangan adalah seni dan
ilmu tentang pengelolaan uang perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Manajemen keuangan berhubungan erat dengan akuntansi dimana akuntan
bertugas untuk mengumpulkan dan menyajikan data keuangan, sedangkan manajer
keuangan menggunakan laporan keuangan dan informasi yang disajikan oleh
akuntan untuk mengambil keputusan keuangan (Mas’ud Machfoedz dan Mahmud
Machfoedz,2011:164).
2.3 Konsep Biaya
Pada perusahaan baik perusahaan manufaktur, jasa maupun dagang, biaya
merupakan hal utama yang perlu perhatian khusus agar usaha yang dijalani dapat
terus bertahan di tengah persaingan bisnis yang serupa. Akuntansi biaya
diperlukan untuk dapat menghitung, mencatat, melaporkan dan menganalisis
berkaitan dengan seluruh transaksi biaya untuk memproduksi suatu barang
maupun jasa. Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen. Sebagai upaya
18
untuk dapat mengupayakan ilmu Akuntansi Biaya yang tepat, diperlukan
pemahaman mengenai konsep biaya baik definisi maupun
penggolongan/klasifikasi biaya.
2.3.1 Definisi Biaya
Hansen dan Mowen (2009:47) mendefinisikan biaya sebagai kas
atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang
atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang
bagi organisasi. Carter(2009:30) mendefinisikan biaya sebagai suatu nilai
tukar, pengeluaran, atau pengorbanan yang dilakukan untuk menjamin
perolehan manfaat. Dalam akuntansi keuangan, pengeluaran atau
pengorbanan pada tanggal akuisisi dicerminkan oleh penyusutan atas kas
atau aset lain yang terjadi pada saat ini atau dimasa yang akan datang.
Sedangkan menurut Horngren, etal(2008:31). Biaya adalah sumber daya
yang dikorbankan (sacrificed) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai
tujuan tertentu.
Berdasarkan definisi-difinisi di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa biaya adalah pengorbanan yang dilakukan baik oleh seseorang
maupun perusahaan atau organisasi yang diukur dalam satuan uang untuk
mendapatkan barang dan jasa.
2.3.2. Klasifikasi Biaya
Klasifikasi biaya atau penggolongan biaya menurut Bastian Bustami dan
Nurlela (2013, p. 12) adalah suatu proses pengelompokan biaya secara sistematis
atas keseluruhan elemen biaya yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu
19
yang lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih ringkas dan
penting. Garrison, Norren, dan Brewer (2013, p. 26-49) menyatakan bahwa biaya
dapat diklasifikasikan sebagai berikut ini:
1. Klasifikasi Umum Biaya.
1) Biaya Produksi
Sebagian besar perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke
dalam tiga kategori yaitu:
(1) Bahan langsung
Bahan baku (raw material) merupakan bahan yang digunakan
untuk menghasilkan produk jadi. Bahan baku terbagi menjadi
bahan baku langsung dan bahan baku tidak langsung. Bahan baku
langsung (direct material) adalah bahan baku yang menjadi bagian
utama dari produk jadi dimana biayanya dapat ditelusuri dengan
mudah ke produk jadi. Sedangkan bahan baku tidak langsung
adalah bahan baku yang tidak memiliki pengaruh secara signifikan
dalam produk jadi sehingga dimasukkan kedalam overhead pabrik.
(2) Tenaga kerja langsung (direct labor)
Tenaga kerja langsung meliputi biaya tenaga kerja yang dapat
ditelusuri dengan mudah kedalam masing-masing unit produk.
Tenaga kerja langsung atau bisa disebut sebagai tenaga kerja
manual (touch labor) karena tenaga kerja langsung secara langsung
menyentuh produk pada saat produksi. Sedangkan biaya yang tidak
dapat ditelusuri ke produk tertentu karena rumit dan memakan
biaya disebut tenaga kerja tidak langsung (indirect labor), dimana
tenaga kerja tidak langsung ini dimasukkan kedalam biaya
overhead pabrik.
(3) Biaya overhead pabrik (manufacturing overhead)
Biaya overhead pabrik merupakan elemen ketiga dari biaya
produksi yang meliputi seluruh biaya produksi yang tidak termasuk
dalam bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung. Misalnya,
20
gaji petugas kebersihan, penyelia, penanggung jawab material, dan
penjaga malam.
2) Biaya Nonproduksi
Biaya nonproduksi umumnya dibagi menjadi dua kategori yaitu, biaya
penjualan dan biaya administrasi.
(1) Biaya penjualan (selling cost)
Biaya penjualan mencangkup semua biaya yang diperlukan untuk
menangani pesanan pelanggan. Biaya-biaya tersebut terkadang
disebut pemerolehan pesanan (order getting) dan pemenuhan
pesanan (order-filling). Contohnya adalah biaya iklan, biaya
pengiriman, biaya perjalanan dalam rangka penjualan, komisi
penjualan, gaji untuk bagian penjualan, dan biaya gudang
penyimpanan barang jadi.
(2) Biaya administrasi (administrasi cost)
Biaya administrasi meliputi semua biaya yang berhubungan
dengan menajemen organisasi. Biaya nonproduksi sering juga
disebut biaya penjualan, umum, dan administrasi (selling general,
and administrative cost). Contohnya adalah gaji eksekutif,
akuntansi umum, kesekretariatan, humas dan biaya lainnya yang
berkaitan dengan administrasi dan umum organisasi secara
keseluruhan.
2. Biaya dapat Diklasifikasikan menjadi Biaya Produk dan Biaya Periodik
1) Biaya produk (product cost)
Biaya produk mencangkup semua biaya yang terkait dengan
pemerolehan atau pembuatan suatu produk. Dalam hal memproduksi
barang, biaya tersebut terdiri atas bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan overhead pabrik. Biaya produk melekat pada unit
produk pada saat barang dibeli atau diproduksi dan biaya produk
akan tetap melekat sampai barang tersebut siap dijual. Awalnya,
biaya produk berada di neraca di akun persediaan. Pada saat barang
terjual, biaya tersebut dialihkan dari persediaan ke beban (biasanya
21
disebut sebagai harga pokok penjualan) dan dikaitkan dengan
pendapatan penjualan. Oleh karena biaya produk ditentukan dalam
persediaan, maka biasanya disebut juga biaya yang dapat diakui
sebagai persediaan (inventoriable cost)
2) Biaya periodik (period cost)
Biaya periodik adalah semua biaya yang tidak termasuk dalam biaya
produk. Semua biaya penjualan dan administrasi adalah biaya
periodik. Biaya periodik tidak masuk kedalam pembelian bahan atau
biaya produksi, melainkan dibebankan di laporan laba rugi pada
periode terjadinya sesuai dengan peraturan akuntansi tentang akrual.
Perlu diingat bahwa periode dimana biaya periodik terjadi tidak
selalu sama waktunya dengan periode saat uang dibayarkan.
3. Klasifikasi Biaya untuk Memprediksi Perilaku Biaya
Perilaku biaya (cost behavior) mengacu pada reaksi biaya terhadap aktivitas
perusahaan. Jika aktivitas naik atau turun, maka biaya tertentu akan naik
atau turun juga atau mungkin akan tetap, untuk tujuan perencanaan, manajer
harus dapat mengantisipasi situasi yang akan terjadi dan jika suatu biaya
diharapkan berubah, maka manajer harus dapat mengestimasi seberapa
besar perubahannya. Agar dapat membantu tugas manajer tersebut, biaya
biasanya dikategorikan sebagai biaya variabel, tetap, dan semivariabel.
1) Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variabel bervariasi dalam pembagian langsung berdasarkan
perubahan tingkat aktivitas. Agar dapat menjadi biaya variabel, biaya
harus berubah terhadap sesuatu, yaitu basis aktivitasnya. Basis
aktivitas (activity base) adalah ukuran yang menyebabkan terjadinya
biaya variabel. Suatu basis aktivitas biasanya mengacu pada suatu
pemicu biaya (cost driver). Beberapa basis aktivitas yang umum
adalah jam kerja tenaga kerja langsung, jam kerja mesin, unit yang
diproduksi, dan unit terjual.
22
2) Biaya Tetap (fixed cost)
Biaya tetap adalah biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa
terpengaruh tingkat aktivitas kecuali dipengaruhi oleh faktor luar.
Oleh karena biaya tetap selalu sama pada berbagai tingkat aktivitas,
maka biaya tetap per unit akan menurun jika aktivitasnya meningkat.
3) Biaya Semivariabel (mixed cost)
Biaya semivariabel terdiri dari dua elemen biaya yaitu, biaya tetap dan
biaya variabel. Sebagai contoh, biaya listrik biasanya adalah biaya
semivariabel. Listrik yang digunakan untuk pencahayaan cenderung
menjadi biaya tetap karena cahaya tetap diperlukan tanpa
memperdulikan tingkat aktivitas, sementara listrik yang digunakan
sebagai tenaga untuk mengoperasikan peralatan akan bervariasi
bergantung pada penggunaan peralatan oleh karena itulah terkadang
listrik menjadi biaya semivariabel.
4. Klasifikasi Biaya untuk Pembebanan Biaya ke Objek Biaya
Biaya dibebankan kepada objek biaya dengan berbagai tujuan termasuk
menentukan harga, mepelajari tingkat profitabilitas, dan pengendalian
pengeluaran. Objek biaya (cost objek) adalah segala sesuatu yang termasuk
dalam data biaya. Untuk tujuan pembebanan biaya ke objek biaya, biaya
diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Biaya Langsung (direct cost) adalah biaya yang dapat dengan mudah
ditelusuri ke objek biaya yang bersangkutan. Konsep biaya langsung
lebih luas dari pengertian bahan langsung dan tenaga kerja langsung.
2) Biaya Tidak Langsung (indirect cost)
Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri dengan
mudah ke objek biaya yang bersangkutan.
5. Klasifikasi Biaya untuk Pengambilan Keputusan
Biaya merupakan faktor penting dari banyak keputusan bisnis. Dalam
membuat keputusan, sangat penting bagi perusahaan memiliki pemahaman
23
yang kuat memiliki mengenai konsep biaya diferensial (differential cost),
biaya kesempatan (opportunity cost), dan biaya tertanam (sunk cost).
1) Biaya Deferensial (defferential cost)
Biaya deferensial disebut juga biaya incremental (incremental cost),
meskipun secara teknis yang dimaksud dengan biaya inkremental
hanya berkaitan dengan kenaikan biaya yang terjadi karena
perubahan dari satu alternatif ke alternatif lainnya; sedangkan
penurunan biaya disebut biaya dekremental (decremental cost).
Biaya deferensial adalah istilah dengan pengertian yang lebih luas,
termasuk peningkatan biaya (inkremental) maupun penurunan biaya
(dekremental) dari berbagai alternatif.
2) Biaya kesempatan (opportunity cost)
Biaya kesempatan adalah manfaat potensial yang akan hilang bila
salah satu alternatif telah dipilih dari sejumlah alternatif yang
tersedia.
3) Biaya tertanam (sunk cost)
Biaya tertanam adalah biaya yang terjadi dan tidak dapat diubah oleh
keputusan apa pun yang dibuat saat ini atau pun di masa yang akan
datang. Oleh karena itu biaya tertanam tidak dapat dirubah oleh
keputusan apapun, maka biaya tertanam bukanlah biaya diferensial.
Maka dari itu, biaya tertanam dapat diabaikan dalam pembuatan
keputusan.
2.4 Biaya Produksi
2.4.1 Definisi Biaya Produksi
Biaya produksi dapat pula disebut biaya proses produksi, biaya
manufaktur, biaya pembuatan barang maupun biaya pabrikasi. Biaya
produksi memiliki berbagai difinisi dari bebrapa ahli. Menurut Mulyadi
(2005:13), biaya produksi adalah seluruh biaya yang berkaitan dengan
proses pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi. Sedangakan menurut
24
Hansen dan Mowen (2009:45), biaya produksi adalah biaya berkaitan
dengan produksi barang yang selanjutnya dapat digolongkan menjadi biaya
bahan baku langsung. Biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
pabrik.
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa biaya proses produksi merupakan seluruh biaya yang
dikorbankan demi membuat suatu produk mulai dari pembelian bahan baku
hingga bahan baku diolah dan proses menjadi barang jadi yang siap untuk
dijual. Biaya proses produksi hanya mencakup biaya-biaya yang terjadi di
dalam pabrik sehingga tidak mencakup biaya pemasaran maupun biaya
administrasi dan umum.
2.4.2 Unsur-Unsur Biaya Produksi
Terdapat 3 jenis biaya yang dapat dikelompokkan ke dalam biaya proses
produksi seperti yang dijelaskan oleh Horngren, et al. (2008:43), bahwa tiga
istilah umum yang digunkan untuk menggambarkan biaya manufaktur adalah
biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung serta biaya manufaktur tidak
langsung. Berikut adalah ketiga macam biaya manufaktur:
1. Biaya Bahan Langsung/Biaya Bahan Baku/Direct Material Costs
Biaya bahan baku langsung sering dianggap sebagai biaya
terbesar untuk membuat atau memproduksi suatu barang. Menurut
Hansen dan Mowen (2009:45), biaya bahan baku langsung adalah
biaya bahan baku yang dapat dikenankan secara langsung pada
produk dan bahan baku tersebut dapat ditelusuri pada produk yang
dihasilkan. Pengamatan fisik dapat dilakukan untuk mengukur jumlah
25
yang dikonsumsi tiap unit produk sehingga hal ini lah yang
menjadikan biaya bahan baku dapat dinamakan secara langsung pada
suatu produk. Sedangkan Horngren, et al. (2008:43) menyatakan
biaya bahan langsung adalah biaya perolehan semua bahan yang pada
akhirnya akan menjadi bagian dari objek biaya (barang dalam proses
dan kemudian barang jadi) dan yang dapat ditelusuri ke objek biaya
dengan cara yang ekonomis.
Dari pengertian beberapa ahli di atas, biaya bahan baku adalah
seluruh biaya yang dikorbankan untuk memperoleh bahan baku untuk
kemudian bahan baku tersebut diproses menjadi barang jadi. Biaya
untuk memperoleh bahan baku tersebut tidak hanya mencakup harga
beli bahan baku saja namun juga mencakup retur pembelian,
potongan harga, dan biaya transportasi untuk memperoleh bahan baku
tersebut.
2. Biaya Tenaga Kerja Manufaktur Langsung/Direct
Manufacturing Labor Costs
Untuk memproduksi suatu barang tentu memerlukan tenaga
kerja dalam melaksanakan kegiatan produksi. Tenaga kerja tersebut
tentu tidak melakukan aktivitasnya secara Cuma-Cuma atau gratis
sehingga perusahaan harus memberi gaji atau upah kepada tenaga
kerja tersebut dengan jumlah sesuai kebijakan masing-masing
perusahaan. Menurut Hansen dan Mowen (2009:45), pengertian
tenaga kerja langsung yaitu:
26
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dapat ditelusuri
pada barang atau pelayanan yang dihasilkan dan sama halnya dengan
biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung juga dapat
dibebankan secara langsung dikarenakan dapat dilakukannya
pengamatan secara fisik untuk mengukur jumlah kerja yang
digunakan untuk menghasilkan jasa. Karyawan yang mengubah bahan
mentah menjadi produk atau yang menyediakan jasa pelayanan ada
pelanggan diklasifikasikan sebagai tenaga kerja langsung.
Menurut Horngren, et al. (2008:43), biaya tenaga kerja
manufaktur langsung mencakup kompensasi tenaga kerja manufaktur
yang dapat ditelusuri ke objek biaya baik barang dalam proses
maupun barang jadi dengan cara yang ekonomis.
Dari beberapa definiso di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang merupakan
kompensasi dari karyawan yang bekerja secara langsung dalam proses
produksi dan penghitungannya dapat berdasarkan jam kerja maupun
berdarsarkan unit produk yang dihasilkan dan tarifnya tergantung dari
kebijakan tiap perusahaan masing-masing.
3. Biaya Manufaktur Tidak Langsung/Indirect Manufacturing Costs
Biaya produksi tidak hanya terdiri dari biaya langsung saja
namun juga biaya tidak langsung. Di dalam pabrik, untuk mendukung
kegiatan proses produksi tidak dapat hanya memanfaatkan bahan
baku dan tenaga kerja saja tanpa mengkonsumsi biaya-biaya lain.
Agar kegiatan proses produksi dapat berjalan dengan baik, perusahaan
27
membutuhkan tempat, listrik, dan unsur-unsur lain yang mendukung
proses produksi termasuk tenaga kerja tidak langsung. Tenaga kerja
tidak langsung adalah tenaga kerja yang tidak secara langsung ikut
memproduksi suatu barang namun turut mendukung operasional
perusahaan yang ada di dalam pabrik.
Biaya overhead pabrik menurut Hansen dan Mowen (2009:46)
adalah semua biaya produksi selain dari bahan baku langsung atau
tenaga kerja langsung dikumpulkan menjadi satu kategori disebut
overhead dan pada kategori ini terdiri dari berbagai macam jenis
biaya seperti biaya depresiasi bangunan dan peralatan listrik,
pertamanan halaman pabrik, keamanan pabrik, dan pajak properti.
2.4.3 . Penghitungan Biaya Produksi
Sebelum melakukan penghitungan total biaya produksi secara
keseluruhan, perlu dilakukan penghitungan biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik terlebih dahulu.
Menurut Hansen dan Mowen (2013, p. 57) terdapat tiga elemen
biaya yang dapat dibebankan pada produk yaitu, bahan baku langsung,
tenaga kerja langsung dan overhead pabrik. Elemen-elemen biaya tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut ini:
1. Bahan baku langsung
Bahan baku langsung adalah bahan baku yang dapat ditelusuri secara
langsung pada barang atau jasa yang sedang diproduksi. Biaya dari bahan-
bahan ini dapat secara langsung dibebankan pada produk karena pengamatan
fisik dapat digunakan untuk mengukur jumlah yang dikonsumsi oleh tiap
produk. Bahan yang menjadi bagian dari produk berwujud atau yang dapat
digunakan dalam menyediakan jasa biasanya diklasifikasikan sebagai bahan
28
baku langsung. Total bahan baku yang digunakan dapat dihitung sebagai
berikut:
Rumus:
Total BBB = Jumlah (Kuantitas BB) x Harga Satuan BB
Sumber: Hansen dan Mowen (2012)
Keterangan:
BBB = Biaya bahan baku
BB = Bahan baku
2. Tenaga kerja langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dapat ditelusuri secara
langsung pada barang atau jasa yang diproduksi. Seperti halnya bahan baku
langsung, pengamatan fisik dapat digunakan untuk mengukur kuantitas
karyawan yang terlibat dalam memproduksi suatu produk dan jasa.
Karyawan yang mengubah bahan mentah menjadi produk atau yang
menyediakan jasa pelayanan pada pelanggan diklasifikasikan sebagai tenaga
kerja langsung. Total biaya tenaga kerja langsung dapat dihitung dengan
rumus:
Rumus:
Total BTKL = Jumlah Karyawan x Upah per hari x Lama produksi
Sumber: Hansen dan Mowen (2012)
Keterangan:
BTKL = Biaya tenaga kerja langsung
Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2013, p. 280) dalam penetapan
standar biaya tenaga kerja standar yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Sistem Upah Per Produk
Besarnya upah tenaga kerja langsung ditentukan dari jumlah produk
yang dihasilkan dikalikan tarif upah perpotong atau perbuah, semakin
29
besar jumlah produk yang dihasilkan semakin besar pula upah tenaga
kerja langsung.
2) Sistem Upah Jam
Besarnya upah tenaga kerja langsung ditentukan dari jumlah jam kerja
yang terjadi dikalikan upah per jam kerja, semakin besar jam kerja
berarti mengakibatkan semakin besar pula upah tenaga kerja
langsung.
3. Overhead pabrik
Overhead pabrik adalah semua biaya produksi selain bahan baku langsung
atau tenaga kerja langsung dikelompokan dalam satu kategori. Pada
perusahaan manufaktur, overhead juga dikenal sebagai beban pabrik
(factory burden) atau overhead manufaktur (Manufacturing overhead).
Contoh yang termasuk dalam biaya overhead adalah:
1) Perlengkapan (Supplies) adalah bahan-bahan yang diperlukan untuk
produksi yang tidak menjadi bagian dari produk jadi atau yang tidak
digunakan dalam penyediaan jasa.
2) Bahan tidak langsung yang merupakan bagian yang tidak dapat
ditelusuri dalam produk jadi umumnya dimasukkan dalam kategori
overhead sebagai jenis khusus dari bahan tidak langsung.
3) Biaya lembur tenaga kerja langsung biasanya juga dibebankan pada
overhead. Dasar pemikirannya adalah tidak semua produksi tertentu
secara khusus dapat diidentifikasikan sebagai penyebab lembur. Oleh
sebab itu, biaya lembur adalah hal yang umum bagi semua operasi
produksi sehingga merupakan biaya manufaktur tidak langsung.
2.5 Harga Pokok Produksi
Mengetahui harga pokok produksi dalam perusahaan sangat penting, dimana
harga pokok produksi dapat digunakan dalam beberapa pengambilan keputusan
oleh perusahaan. Harga pokok produksi (cost of good manufactured)
mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan
(Hansen dan Mowen, 2009, p. 60). Biaya yang hanya dibebankan pada barang
30
yang diselesaikan adalah biaya manufaktur dari bahan langsung, tenaga kerja
langsung, dan overhead. Perincian dari pembebanan biaya ini diuraikan dalam
daftar pendukung yang disebut laporan harga pokok produksi.
Sedangkan Horngren, Datar, dan Foster (2008, p. 45) menyatakan bahwa harga
pokok produksi adalah biaya barang yang dibeli untuk diproses sampai selesai
baik sebelum maupun selama periode akuntansi berjalan. Berdasarkan definisi
harga pokok produksi dari para ahli dapat disimpulkan bahwa harga pokok
produksi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan untuk
menghasilkan produk. Dimana biaya tersebut meliputi biaya bahan baku langsung,
biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
Biaya produksi merupakan unsur utama untuk menentukan harga pokok
produksi. Perbedaan antara biaya produksi dengan harga pokok produksi terletak
pada persediaan pada persediaan barang dalam proses. Harga pokok produksi
merupakan hasil penjumlahan persediaan awal barang dalam proses dengan biaya
produksi dikurangi dengan persediaan akhir barang dalam proses. Apabila pada
suatu perusahaan tidak terdapat persediaan barang dalam proses, maka biaya
produksi dan harga produksi jumlahnya adalah sama.
Menurut Mulyadi (2008: 41), berikut manfaat yang diperoleh dari
informasi harga pokok produksi:
1. Menentukan Harga Jual Produksi
Untuk menentukan harga jual produk, perhitungan harga pokok
produksi merupakan dasar untuk memperhitungkan harga pokok penjualan
yang juga menjadi dasar untuk menentukan harga jual selain biaya non
produksi. Untuk memperoleh perhitungan harga pokok produksi yang
31
tepat, perlu penghitungan biaya produksi per unit yang tepat pula
dikarenakan penghitungan yang terkait satu sama lain.
2. Memantau Realisasi Biaya Produksi
Perusahaan perlu mengetahui biaya produksi yang sesungguhnya
terjadi untuk memproduksi barang yang akan dijual. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui biaya produksi yang dikeluarkan telah sesuai, lebih
kecil atau lebih besar dari estimasi yang diperlukan.
3. Menghitung Laba Rugi Periodik
Sebagai upaya untuk mengetahui apakah aktivitas perusahaan
mampu menghasilkan laba atau tidak, perusahaan memerlukan
penghitungan laba yang tepat berdasarkan penghitungan harga pokok
produksi yang tepat.
4. Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi dan Produk
Dalam Proses yang Disajikan dalam Neraca
Biaya produksi yang dibebeankan pada barang dalam proses pada
tanggal neraca disajikan pada neraca sebagai harga pokok persediaan
barang dalam proses. Begitu pula dengan biaya produksi pada tanggal
neraca yang dibebenkan pada produk jadi siap jual disajikan pula pada
harga pokok persediaan. Hal ini berguna untuk pertanggungjawaban
menajemen tiap periode yang mengharuskan untuk membuat laporan
keuangan (neraca dan laba rugi).
32
2.5.1. Pengumpulan dan Sistem Pengukuran Harga Pokok Produksi
Terdapat dua metode pengumpulan harga pokok produksi
umum yang digunakan yaitu Metode Biaya Berdasarkan Pesanan
dan Metode Biaya Berdasarkan Proses.
Menurut Blocher,et al. (2007:147), metode akumulasi biaya
untuk menghitung harga pokok produksi antara lain :
1. Metode Biaya Berdasarkan Pesanan / Job Order Costing
Sistem biaya berdasarkan pesanan menjadikan pesanan atau
satu batch produk atau jasa sebagai objek biaya. Hal ini berarti
tujuan penentuan biaya produk berdasarkan pada pembebanan
semua biaya yang dikeluarkan untuk membuat produk ke
pesanan. Sistem ini biasa digunakan oleh perusahaan yang
mempunyai banyak jenis produk yang perusahaan dimana
biaya dapat diidentifikasikan dengan jelas pada produk, batch,
kontrak, atau proyek tertentu.
2. Metode Biaya Berdasakan Proses/ Proses Costing
Sistem proses menjadikan proses produksi atau
departemen menjadi objek biaya. Contohnya, divisi pabrikasi
logam dan divisi perakitan mungkin saja merupakan pusat
biaya. Sistem berdasarkan proses biasa digunakan oleh
perusahaan yang mempunyai produk yang homogen yang
memproduksi satu atau beberapa jenis produk secara masal.
33
Menurut Blocher, et al. (2007:147), untuk menentukan harga pokok
produksi, selain metode di atas, terdapat pula sistem pengukuran biaya
yang diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Sistem Biaya Sesungguhnya (Actual Costing System)
Actual Costing System / Historical System menggunakan
menghasilkan produk, yang meliputi biaya untuk bahan langsung,
tenaga langsung, dan overhead pabrik. Sistem biaya sesungguhnyan
jarang digunakan karena sistem tersebut dapat menghasilkan biaya per
unit yang berfluktuasi dari periode ke periode bahkan bacth ke catch.
Fluktuasi ini dapat menimbulkan masalah yang serius dalam
penentuan harga jual, keputusan menambah/menghentikan lini
produk,dan evaluasi pada akhir periode,. Sistem biaya sesungguhnya
tidak dapat menyediakan informasi tentang biaya produk per unit yang
akurat secara tepat waktu.
2. Sistem Biaya Normal (Normal Costing)
Sistem biaya normal menggunakan biaya sesungguhnya
untuk bahan langsung dan tenaga kerja langsung, dan biaya normal
untuk biaya overhead pabrik menggunakan tarif yang ditentukan
di muka dibebankan ke pusat biaya berdasarkan tarif biaya
overhead pabrik dan aktivitas pusat biaya. Tarif biaya overhead
diperoleh dengan membagi biaya overhead yang dianggarkan
pertahun dengan volume atau tingkat aktivitas yang dianggarkan.
Sistem biaya normal memberikan taksiran biaya untuk
memproduksi setiap bacth produk secara tepat waktu.
34
3. Sistem Biaya Standar (Standar Costing)
Sistem biaya standar menggunakan tarif standar (biaya) dan
kuantitas untuk ketiga jenis biaya [roduksi (bahan baku, tenaga kerja
langsung dan overhead pabrik). Biaya standar merupakan target biaya
yang ditetapkan di muka yang seharusnya dicapai oleh perusahaan.
Sistem biaya standar merupakan alat yang baik untuk pengendalian
biaya, evaluasi kinerja, dan perbaikan proses dalam berbagai
lingkungan.
2.6 Metode Job Order Costing
Sistem perhitungan berdasarkan pesanan (Job Order Costing) digunakan
untuk perusahaan yang memproduksi berbagai produk yang cukup berbeda antara
yang satu dengan yang lain selama periode tertentu. Produk khusus atau produk
yang dibuat menurut pesanan termasuk dalam kategori ini, begitu juga pesanan
yang menyediakan jasa yang berbeda kepada pelanggan. Perusahaan yang
umumnya menggunakan sistem berdasarkan pesanan adalah percetakan, kontruksi
pembuat perabot, perbaikan mobil, perusahaan pakaian yang menerima order
desain pakaian, tas, sepatu dan perusahaan jasa seperti rumah sakit, kantor
konsultan hukum, studio film, kantor konsultan hukum, studio film, kantor
akuntan, agen iklan, toko reparasi, (Garisson, et all., 2008: 123 dan Hansen dan
Mowen, 2009 : 290)
Job Order Costing dimulai dengan adanya pesanan dari konsumen yang
menginginkan produk dengan spesifikasi tertentu. Pesanan tersebut kemudian
dicatat pada kartu biaya pesanan yang terdiri dari bahan bakun lansung, tenaga
kerja langung dan biaya merupakan total biaya pesanan. Biaya rata-rata per unit
35
ditentukan dengan cara membagi biaya pesanan total dengan jumlah unit pesanan
yang dihasilkan (Blocher, et all., 2007 : 157)
Semua biaya yang dicatat dalam kartu biaya dimasukkan dalam rekening
produk dalam proses. Rekening pembantu untuk rekening produk dalam proses
(bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan berbagai overhead pabrik)
terdiri dari kartu-kartu biaya yang di dalamnya memuat biaya produksi selama
atau sebelum periode pemrosesan pesanan. Jumlah kartu biaya sama dengan
jumlah pada sisi debit rekening produk dalam proses. Jumlah ini merupakan biya
produksi total yang dibebankan. Jumlah ini dilaporkan dalam laporan biaya/harga
pokok produksi/harga pokok produksi. (Blocher, et. All., 2007 : 158).
Menurut Blocher, et all (2007 :158-164), sistem biaya pesanan dilakukan
dengan mengikuti alur berikut ini :
a. Biaya Bahan Baku
Job Order Costing menggunakan formulir permintaan bahan untuk
mendokumentasi dan mengendalikan bahan yang digunakan.oleh
supervisor departemen produksi untuk meminta bahan yang diperlukan
untuk produksi ke gudang. Formulir permintaan bahan menunjukkan
departemen, pesenan, dan proyek yang dibebani bahan yang digunakan.
b. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung dicatat dalam kartu biaya pesanan
dengan menggunakan kartu waktu (time ticket) yang disiapkan setiap
hari untuk setiap pesanan, tarif, gaji, dan biaya total yang dibebankan
pada setiap pesanan. Biaya tenaga kerja langsung didebit ke rekening
36
produk dalam proses dan dikredit pada utang gaji pada saat biaya
dikeluarkan.
c. Biaya Overhead Pabrik
Pembebanan atau alokasi overhead merupakan proses
membebankan proses membebankan biaya overhead untuk pesanan
yang sesuai. Alokasi diperlukan karena biaya overhead tidak dapat
ditelusuri ke pesenan individual. Ada tiga pendekatan dalam
membebankan biaya overhead pabrik ke berbagai pesanan actual costing,
normal costing, dan standar costing.
d. Tarif Overhead
Menurut Garrison, Norren dan Brewer (2013, p. 99) overhead pabrik
harus dimasukkan bersama-sama dengan biaya bahan baku langsung dan
tenaga kerja langsung kedalam kartu biaya kerena overhead pabrik juga
termasuk biaya produk. Meskipun demikian, pembebanan overhead pabrik
untuk setiap unit dapat menjadi tugas yang sulit. Ada tiga alasan untuk hal
tersebut, yaitu:
1) Overhead pabrik adalah biaya tidak langsung. Hal ini berati tidak
mungkin atau sangat sulit untuk menelusuri biaya ini ke produk atau
pekerjaan tertentu.
2) Overhead pabrik terdiri atas berbagai jenis biaya mulai dari pelumas
mesin hingga gaji tahunan manajer pabrik.
3) Meskipun jumlah output produksi sangat fluktuatif, tetapi biaya
overhead pabrik relatif tetap karena adanya biaya tetap.
Konsekuensinya, biaya rata-rata per unit akan bervariasi dari satu
periode ke periode berikutnya.
Dengan adanya masalah-masalah tersebut, cara untuk membebankan
overhead ke produk adalah dengan proses alokasi. Alokasi biaya overhead
dapat dilakukan dengan memilih basis alokasi yang umumnya digunakan
37
untuk perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa. Basis alokasi
(allocation base) adalah suatu ukuran seperti jam kerja langsung (direct
labor- hours-DLH) atau jam mesin (mechine hours-MH) yang digunakan
untuk membebankan biaya overhead ke produk atau jasa.
Basis alokasi yang umumnya digunakan dalam perusahaan manufaktur
adalah jam kerja langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Selain itu, jam
mesin ataupun unit produk ( untuk perusahaan yang hanya memproduksi
satu jenis produk) biasanya juga dapat digunakan untuk mengalokasikan
biaya overhead. Overhead pabrik bisa dibebankan ke produk dengan
menggunakan tarif overhead ditentukan dimuka (predetermined overhead
rate) dengan cara sebagai berikut:
Rumus:
Tarif overhead ditentukan dimuka =
Sumber: Garrison, Norren dan Brewer (2013, p. 99)
Tarif overhead ditentukan dimuka sebelum periode berlangsung (awal
periode) dengan menggunakan empat tahapan proses. Tahapan pertama
adalah mengestimasi jumlah basis alokasi (penyebutnya) yang akan
dibutuhkan diperiode mendatang menurut jumlah estimasi produksi. Tahap
kedua adalah mengestimasi biaya tetap overhead pabrik untuk tahun
mendatang dan biaya variabel overhead pabrik per unit dari basis alokasi.
Tahap ketiga adalah menggunakan rumus biaya yang ditunjukkan di bawah
ini guna mengestimasi total overhead pabrik (pembilang) untuk periode
mendatang.
Rumus:
38
Y = a + bX
Sumber: Garrison, Norren dan Brewer (2013, p. 99)
Keterangan:
Y = estimasi total biaya overhead pabrik
a = estimasi total biaya tetap overhead pabrik
b = estimasi biaya variabel overhead pabrik per unit dari basis alokasi
X = estimasi jumlah basis alokasi
Tarif overhead ditentukan dimuka kemudian digunakan untuk
membebankan biaya overhead kesebuah pesanan selama periode tersebut.
Proses menentukan biaya overhead kedalam pesanan disebut pembebanan
overhead (overhead application). Rumus untuk menentukan jumlah biaya
overhead yang dibebankan ke suatu pesanan adalah:
Rumus:
Sumber: Garrison, Norren dan Brewer (2013, p. 99)
Ketika basis alokasi jam kerja langsung maka rumusnya menjadi:
Rumus:
Sumber: Garrison, Norren dan Brewer (2013, p. 100)
Basis alokasi biaya yang digunakan bertindak sebagai pemicu biaya
(cost drive) dari biaya overhead. Pemicu biaya (cost drive) adalah suatu
faktor, seperti jam mesin, waktu penggunaan komputer, ataupun jam
penerbangan yang mengakibatkan munculnya biaya overhead. Jika basis
yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung tarif overhead bukanlah
pemicu biaya, maka akan berakibat pada tidak akuratnya tarif overhead dan
biaya produk akan terdistorsi.
overhead yang dibebankan Tarif overhead jumlah basis alokasi yang
Ke suatu pesanan = ditentukan dimuka × terjadi untuk suatu pesanan
overhead yang dibebankan Tarif overhead jam kerja langsung aktual
Ke suatu pesanan = ditentukan dimuka × yang dibebankan ke pesanan
39
Sedangkan Mulyadi (2010, p. 197) menjelaskan dalam perusahaan yang
menggunakan metode harga pokok pesanan, biaya overhead pabrik
dibebankan kepada pesanan atau produk atas dasar tarif yang ditentukan
dimuka. Penentuan tarif biaya overhead pabrik dilaksanakan melalui tiga
tahap, yaitu:
1) Menyusun Anggaran Biaya Overhead Pabrik
Dalam menyusun anggaran biaya overhead pabrik harus dipastikan
tingkat kegiatan (kapasitas) yang akan dipakai sebagai dasar
penaksiran biaya overhead pabrik. Ada tiga macam kapasitas yang
dapat dipakai sebagai dasar pembuatan anggaran biaya overhead
pabrik yaitu, kapasitas praktis, kapasitas normal, dan kapasitas
sesungguhnya yang diharapkan.
2) Memilih Dasar Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Kepada Produk
Pemilihan dasar pembebanan dilakukan dengan melihat aktivitas yang
menjadi pemicu terjadinya biaya overhead pabrik terbesar. Aktivitas
yang dipilih sebagai dasar pembebanan dihitung berdasarkan
estimasi. Ada berbagai macam dasar yang dapat dipakai untuk
membebankan biaya overhead. Dasar pembebanan biaya overhead
tersebut antara lain, satuan produk, biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja, jam tenaga kerja langsung, dan jam kerja mesin. Rumus dari
dasar pembebanan biaya overhead adalah sebagai berikut:
(1) Satuan Produk
(2) Biaya Bahan Baku
(3) Biaya Tenaga Kerja
(4) Jam Tenaga Kerja Langsung
40
(5) Jam Kerja Mesin
3) Menghitung Tarif Biaya Overhead Pabrik
Pemilihan dasar pembebanan dilakukan dengan melihat aktivitas
yang menjadi pemicu terjadinya biaya overhead pabrik. Dalam
perhitungannya tarif biaya overhead pabrik dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Rumus:
Tarif Biaya Overhead Pabrik =
Perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode Job Order
Costing tersebut dilaporkan dalam skedul pokok harga pokok produksi dan
harga pokok penjualan. Pelaporan harga pokok tersebut ditampilkan pada
gambar 2.1. Selanjutnya skedul harga pokok tersebut masuk ke dalam
bagian laporan laba rugi seperti ditampilan pada gambar 2.2.
Gambar 2.1 Harga Pokok Produksi dan Harga Pokok Penjualan
41
Gambar 2.2 Laporan Laba Bersih
2.7 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Terdapat dua metode atau dua bentuk perlakuan terhadap biaya overhead
pabrik tetap untuk menghitung biaya produksi dan harga pokok produksi yaitu
metode full costing dan metode variable costimg yang keduamya merupakan
sistem penghitungan tradisional. Metode Full Costing dan Variable Costing
adalah termasuk metode penentuan harga pokok produksi secara konvensional.
Namun, keduanya memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda. Metode
penentuan kos produk adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya dalam kos
produksi.
2.7.1 Full Costing
Sugiri dan Sulastiningsih (2004:46) berpendapat bahwa full costing
atau absorption costing produk meliputi seluruh komponen biaya untuk
membuat produk dimana cost produk meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung , dan biaya overhead baik variabel maupun tetap. Gambar 2.4
melukiskan unsur harga pokok produksi dengan metode full costing.
42
Gambar 2.3 Harga Pokok Produksi Dengan Metode Full Costing
Sumber : Mulyadi (2005:21)
Metode full costing terdiri dari unsur-unsur biaya produksi sebagai berikut
:
Persediaan Awal xxx
Biaya bahan Baku xxx
Biaya Tenaga Kerja xxx
Biaya Overhaed Pabrik variable xxx
Biaya Overhaed Pabrik Tetap xxx
Total Biaya Produksi xxx
Persediaan Akhir (xxx)
Harga Pokok Produksi xxx
43
Harga pokok produksi yang dihitung dengan pendekatan full costing
terdiri dari unsur biaya produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya
overhaed pabrik variabel, dan biaya overhaed pabrik tetap) ditambah dengan biaya
non produksi biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum).
Mulyadi (2005:21) menyatakan bahwa dalam pendekatan full costing,
berbagai pengorbanan sumber ekonomi ini disajikan dalam laporan laba-rugi yang
dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu:
1. Pengorbanan sumber ekonomi untuk mengolah bahan baku menjadi
produk jadi, yang dikelompokkan dengan judul ”biaya produksi”.
2. Pengorbanan sumber ekonomi untuk kegiatan pemasaran produk jadi,
yang dikelompokkan dengan judul”biaya pemasaran”
3. Pengorbanan sumber ekonomi untuk kegiatan selain produksi dan
pemasaran produk, yang kemudian dikelompokkan dengan judul” biaya
administrasi dan umum”.
2.7.2 Variable Costing
Menurut Mulyadi (2005:18) variable costing adalah metode penentuan
biaya produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku
variabel ke dalam cost produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead variabel.
Menurut Garrison dan Noreen (2000:256) variable costing hanya
menggunakan biaya produksi yang berubah-ubah sesuai dengan output yang
diperlakukan sebagai harga pokok. Pada umumnya terdiri dari bahan
langsung, tenaga kerja langsung dan overhead variabel. Biaya overhead pabrik
44
tetap tidak diperlakukan sebagai unsur harga pokok tetapi sebagai biaya
periodik seperti beban administrasi dan penjualan
Sehingga dapat disimpulkan bahwa variable costing merupakan
metode penetuan harga pokok produksi yang hanya menghitung biaya
produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksinya.
Gambar 2.5 melukiskan unsur harga pokok produksi dengan metode variable
costing.
Gambar 2.4 Harga Pokok Produksi dengan Metode
Variable Costing
Sumber : Mulyadi (2005:21)
Metode variabel costing terdiri dari unsur-unsur biaya produksi sebagai
berikut :
Persediaan Awal xxx
Biaya bahan Baku xxx
Biaya Tenaga Kerja xxx
Biaya Overhaed Pabrik variable xxx
Total Biaya Produksi xxx
xxx
Persediaan Akhir (xxx)
45
Harga Pokok Produksi xxx
Harga pokok produksi yang dihitung dengan pendekatan variable costing
terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel ( biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel) ditambah dengan biaya non
produksi variabel (biaya pemasaran variabel, dan biaya administrasi dan umum
variabel) dan biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap,
biaya administrasi dan umum tetap.
Sugiri (2004:57) memaparkan beberapa manfaat dan keterbatasan dari
metode variable costing. Manfaat metode variable costing adalah sebagai berikut:
a. Laporan laba/rugi dengan format contribution margin mendekati
pemikiran manajemen bahwa prestasi laba adalah fungsi penjualan, bukan
fungsi kombinasi antara produksi dan penjualan.
b. Pengaruh biaya tetap terhadap laba mendapat perhatian lebih karena biaya
tetap seluruhnya diperlukan sebagai biaya periode dan dilaporkan pada
satu tempat tertentu di laporan laba/rugi, tidak tersebar di seluruh bagian
laporan tersebut.
Keterbatasan penentuan kos variabel adalah:
a. Pemisahan pola perilaku kos menjadi kos variabel dan tetap sebenarnya
sulit sehingga jarang digunakan
b. Variable costing tidak dapat digunakan untuk pelaporan ekstern atau untuk
pelaporan pajak.
46
2.7.3 Perbandingan Metode Full Costing Dan Variable Costing
Metode full costing dan metode variable costing merupakan metode
perhitungan biaya karena berkaitan dengan cara menentukan biaya produk.
Perbedaan yang pokok antara keduanya sebetulnya terletak pada perlakuan
biaya tetap produksi. Perbedaan antara full costing dan variable costing dapat
dilihat dalam table di bawah ini
Tabel 2.3
Perbandingan Variable Costing Dengan Full Costing
Variable Costing Full Costing
Variable Costing hanya memasukkan
unsur biaya variabel dalam
perhitungannya dan biaya tetap
diperlakkukan sebagai beban
periodik.
Metode Full Costing memasukkan
semua unsur biaya produksi baik tetap
maupun variabel dalam
perhitungannya, sehingga
memudahkan dalam proses
penghitungannya.
Pendekatan full costing menghasilkan
laporanlaba rugi dimana biaya-biaya
diorganisir dan disajikan berdasarkan
fungsi-fungsi produksi, administrasi
dan penjualan. Laporan laba rugi ang
dihasilkan dari pendekatan ini banyak
digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pihak luar perusahaan.
Oleh karena itu, sistematikanya harus
Pendekatan variabel costing
menghasilkan laporan laba rugi yang
mengelompokkan biaya, dimana
biaya-biaya dipisah berdasarkan
fungsi-fungsi produksi, administrasi
dan penjualan. Laporan laba rugi
dihasilan dari metode ini hanya
digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pihak internal perusahaan.
47
disesuaikan dengan prinsip yang
berlaku umum. Dengan demikian
para pemakainya dapat membuat
berbagai analisis sesuai kebutuhannya
berdasarkan informasi standar.
2.8 Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka berpikir membantu menggambarkan fenomena yang terjadi
berkaitan penelitian yang akan dilakukan serta menggambarkan tentang metode
yang digunakan pada penelitian. Berdasarkan fenomena yang telah disertakan
dalam latarbelakang, diketahui bahwa permasalahan utama UKM terletak pada
bagian keuangan salah satunya terkait penentuan harga pokok produksi yang
belum tepat. Biaya pokok produksi menjadi salah satu biaya utama pada
perusahaan manufaktur, sehingga ketika suatu perusahaan mampu melakukan
efisiensi biaya produksi maka secara otomatis akan mampu meminimalkan biaya
secara keseluruhan. Apabila perusahaan mampu meminimalkan biaya secara
keseluruhan, maka bukan tidak mungkin perusahaan mampu meraih keunggulan
kompetitif karena dapat menjual barang dengan harga yang lebih rendah dari
pesaing apabila kualitas dapat tetap terjaga. Biaya produksi pada perusahaan
manufaktur terdiri dari 3 elemen biaya yaitu bahan baku langsung, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik (Horngren, et al., 2008: 43). Biaya
bahan baku langsung mencakup nilai persediaan bahan baku awal ditambah nilai
perolehan bahan baku dikurangi nilai persediaan bahan baku akhir. Biaya bahan
baku langsung merupakan biaya perolehan semua bahan yang pada akhirnya
48
akan menjadi bagian dari objek biaya ( barang dalam proses dan kemudian
barang jadi ) dan yang dapat ditelusuri ke objek biaya dengan cara yang
ekonomis (Horngren, et al., 2008: 43). Biaya tenaga kerja langsung mencakup
kompensasi atas tenaga kerja langsung seperti upah. Untuk menentukan upah
tenaga kerja langsung dapat berdasarkan jam kerja (Direct Labor Hour) dan
dapat berdasarkan satuan unit. Biaya overhead pabrik mencakup seluruh operasi
pabrik yang tidak termasuk pada biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga
langsung seperti depresiasi biaya bahan penolong, bangunan pabrik, biaya listrik,
biaya administrasi pabrik produksi selanjutnya dijadikan dasar untuk menghitung
harga pokok produksi. Penentuan harga pokok produksi yang tidak tepat
berakibat pada kurang tepatnya pangambilan keputusan yang seharusnya
dilakukan dengan mempertimbangkan harga pokok produksinya serta
menjadikan perusahaan tidak mendapatkan informasi yang benar terkait harga
pokok produksinya. Fenomena ini didukung oleh teori dari Blocher, et, al.
(2007), Horngern, et al., (2008), Hansen dan Mowen (2009), dan Mulyadi
(2005). serta penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Indah (2012), Rully
(2013), Rica Marthasari (2013), dan Ollin Thia (2014).
49
Gambar 2.5
Kerangka Pemikiran
UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi
Dalam menghitung harga pokok produksi masih
banyak biaya - biaya yang seharusnya dibebankan
tidak dimasukan dalam penentuan harga pokok
produksi.
Metode Penghitungan Harga Pokok Produksi
Landasan Teori
1. Garrison, et,al. (2014)
2. Hansen dan Mowen
(2009)
3. Horngren, et al., (2008)
4. Mulyadi (2005)
Penelitian Terdahulu
1. Indah (2012)
2. Rully (2013)
3. Rica Marthasari (2013)
4. Ollin Thia (2014)
Metode Penghitungan Harga
Pokok Produksi yang digunakan
UKM Sepatu CV. Surya Citra
Abadi Mojokerto
Metode Job Order Costing
Hasil Penelitian
KESIMPULAN
50
Gambar 2.5
Kerangka Pikir Penelitian
Pada gambar 2.5. dapat dilihat alur kerangka pikir dalam penelitian ini yang
dimulai diulasnya fenomena-fenomena yang terkait dengan objek penelitian yang
menjadi dasar latar belakang dalam penelitian ini yang dijelaskan dalam Bab I.
Selanjutnya dikaitkan dengan penelitian terdahulu dan landasar teori yang menjadi
landasan dan referensi dalam penelitian yang dijabarkan dalam bab II. Dan
metode yang digunakan untuk melakukan penelitian yang dijabarkan dalam bab
III, serta hasil dan pembahasan pengimplementasian metode yang dijabarkan
dalam bab IV, dan kesimpulan dari penelitian dan saran yang ditujukan kepada
perusahaan yang dijabarkan dalam bab V.
51
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang menggunakan
pendekatan studi kasus. Data kuantitatif, yaitu berupa laporan mengenai biaya-biaya yang
digunakan untuk penetapan harga pokok perusahaan. Penelitian deskriptif menurut Sekaran
Uma (2006:158) adalah dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk
menjelaskan karakteristik variable yang diteliti dalam suatu situasi. Penelitian ini
memberikan gambaran tentang realita pada objek yang diteliti secara obyektif dengan
mengumpulkan informasi mengenai data biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
produksi pada UKM CV. Surya Citra Abadi Mojokerto, sehingga dari informasi biaya-biaya
tersebut dapat dilakukan perhitungan mengenai Harga Pokok Produksi (HPP) dengan
metode Job Order Costing atau secara pesanan.
3.2. Objek Penelitian
Objek penelitian yang diambil adalah UKM CV. Surya Citra Abadi Mojokerto yaitu
salah satu usaha kecil menengah di Kota Mojokerto yang bergerak di bidang konveksi
pengerajin sepatu. UKM CV. Surya Citra Abadi Mojokerto beralamatkan di Jl. Surodinawan
No. 2, Kota Mojokerto, Jawa Timur. Lingkup penelitian terbatas pada harga pokok produksi
sepatu yang terjadi selama bulan Mei 2016.
3.3. Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Menurut Sugiyono (1999:13), ada dua jenis data dalam penelitian yaitu:
1. Data kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya untuk
data yang dapat diukur dengan ukuran yang telah dinyatakan dalam bentuk standar.
52
2. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang bukan merupakan angka-angka atau data yang hanya
merupakan keterangan yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu berupa
laporan mengenai biaya-biaya yang digunakan untuk penetapan harga pokok produksi
perusahaan. Dan data deskriptif, yaitu gambaran tentang realita pada objek yang diteliti
secara obyektif dengan mengumpulkan informasi mengenai data biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk kegiatan produksi pada UKM CV. Surya Citra Abadi Mojokerto,
sehingga dari informasi biaya-biaya tersebut dapat dilakukan perhitungan mengenai Harga
Pokok Produksi (HPP) dengan metode Job Order Costing atau secara pesanan.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data menurut Indriantoro dan Supomo (2009:147) dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Data Primer
Data primer merupakan sumber-sumber dasar yang merupakan bukti atau saksi
utama dari kejadian yang lalu. (Moh Nazir, 2005: 50) data primer merupakan data
yang langsung di ambil di tempat penelitian, seperti hasil wawancara atau pengisian
kuisioner yang dilakukan peneliti.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang berasal bukan langsung dari pihak yang
bersangkutan (objek yang diteliti), melainkan berasal dari pihak – pihak lain seperti
literature, artikel –artikel dalam majalah, jurnal –jurnal penelitian yang berkaitan,
dan sumber media massa lainnya dan hasil penelitian terdahulu
53
Dalam penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer berupa sumber data terkait profil perusahaan dan
proses produksi pesanan secara langsung dari CV. Surya Citra Abadi. Sedangkan
sumber data sekunder berupa data terkait biaya-biaya produksi yang telah disajikan
oleh pemilik CV. Surya Citra Abadi Mojokerto.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Studi lapangan (Field Research)
Penelitian yang dilakukan secara langsung ke lokasi obyek penelitian
(perusahaan) untuk mendapatkan data primer berupa fakta–fakta yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti. Dalam melakukan studi lapangan, penulis menggunakan teknik
perolehan data sebagai berikut:
1. Observasi, yakni dengan mengamati secara langsung objek yang akan diteliti.
Dalam pelaksanaan observasi ini, peneliti hadir di lokasi penelitian dan berusaha
memperhatikan serta mencatat setiap permasalahan yang ada di UKM CV. Surya
Citra Abadi Mojokerto dalam hubungannya dengan fenomena yang diteliti yaitu
penghitungan harga pokok produksi dengan metode Job Order Costing atau
secara pesanan. Ada tiga tahap observasi yang dilakukan dalam penelitian, yaitu
observasi deskriptif (untuk mengetahui gambaran umun), observasi terfokus
(untuk menemukan kategori-kategori), dan observasi selektif (mencari perbedaan
di antara kategori-kategori). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi
tahap pertama, yaitu dimulai dari observasi deskriptif secara luas dengan
menggambarkan secara umum situasi pada UKM tersebut. Tahap selanjutnya
dilakukan dengan observasi terfokus untuk melihat hal-hal yang terkait dengan
fokus penelitian, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemeriksaan, dan
54
penghitungan harga pokok produksi dengan metode Job Order Costing atau
secara pesanan. Tahap terakhir setelah melakukan analisis dan observasi
berulang-ulang, lalu dilakukan lagi dengan observasi lebih selektif dengan
mencari perbedaan di antara unsur-unsur, seperti perencanaan, pelaksanaan,
pemeriksaan, dan penghitungan harga pokok produksi dengan metode Job Order
Costing atau secara pesanan. Semua hasil observasi/pengamatan dicatat dan
direkam sebagai pengamatan lapangan.
2. Wawancara atau interview, yaitu dengan berdialog atau berkomunikasi langsung
dengan pihak yang berhubungan dengan data penelitian yang diperlukan. Sumber
data yang penting dalam penelitian kuantitatif adalah berupa data dalam bentuk
angka, biasanya untuk data yang dapat diukur dengan ukuran yang telah
dinyatakan dalam bentuk standar yaitu laporan mengenai biaya-biaya yang
digunakan untuk penetapan harga pokok produksi perusahaan. Hasil wawancara
akan digunakan untuk sumber penunjang dalam proses penganalisaan data secara
deskriptif. Hal ini untuk mengetahui pandangan, pendapat, keterangan atau
pernyataan-pernyataan yang dilihat dan dialami oleh responden dan informan.
Wawancara dapat dilakukan secara langsung (tatap muka) maupun tidak secara
langsung (telepon). Kemudian jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam
dengan alat perekam. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan
wawancara tidak terstruktur, sesuai dengan urutan wawancara, dan tidak memakai
sistem angket atau kuesioner. Penelitian ini menggunakan dua tipe wawancara, yaitu
wawancara yang bertipe open-ended dan wawancara terfokus. Wawancara open
ended dilakukan dengan bertanya secara langsung kepada informan kunci tentang
suatu peristiwa tertentu dan opini atau pendapat mereka tentang hal tertentu, seperti
pendapat pemilik UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto.
55
3. Dokumentasi, yaitu meneliti dan mempelajari dokumen–dokumen yang terdapat
di perusahaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian
ini dokumentasi digunakan untuk mencari data tentang penghitungan harga
pokok produksi dengan menggunakan metode Job order costing pada UKM CV.
Surya Citra Abadi Mojokerto. Dokumentasi digunakan untuk melengkapi data
sebelumnya yang didapat dari wawancara dan observasi dilapangan. Dokumen
disini bisa berupa foto, dokumen perusahaan, hasil wawancara.
3.5. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini nantinya akan ditampilkan dalam bentuk
gambar, tabel, dan lampiran sehingga mempermudah pemahaman, perhitungan dan
deskripsi pembahasan yang akan dilakukan. Selanjutnya akan dilakukan pengolahan dan
analisis data berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraiakan. Menurut Sugiyono
(2009, p.244) analisis data adalah proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi secara sistematis sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Data
tersebut dikelompokan menjadi analisis data kuantitatif yaitu menghitung harga pokok
produksi UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto.
Penelitian ini menggunkan metode analisis data yaitu :
1. Analisis deskriptif kualitatif yaitu untuk membahas dan mendukung hasil
perhitungan secara kuantitatif yang berupa keterangan-keterangan yang tidak
berbentuk angka..
2. Analisis depkritif kuantitatif yaitu dengan merekomendasikan perhitungan dan
penyusunan harga pokok produksi yang berupa angka-angka. Metode deskriptif
kuantitatif yang diperlukan dalan penulisan ini yaitu Metode Job Order Costing.
Job Order Costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang
memperhitungkan harga pokok sesuai dengan pesanan pelanggan. Harga pokok produksi per
56
unit dihitung dengan cara membagi total biaya pesanan tertentu dengan jumlah satuan
pesanan yang dihasilkan pada pesanan yang bersangkutan.
Untuk mengetahui kelemahan perhitungan harga pokok produksi pada perusahaan
menggunakan metode komparatif yaitu metode analisis data dengan cara membandingkan
suatu masalah yang di perbandingkan adalah praktek-praktek yang dijalankan dari kepastian
untuk merekomendasikan pada perusahaan.
Tahapan dalam kegiatan penelitian ini yaitu :
1. Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan biaya produksi.
2. Mengindentifikasi komponen biaya produksi dengan mengindentifikasi yang di pakai
UKM serta peneliti menentukan metode harga pokok produksi yang sebaiknya
digunakan.
3. Melakukan perhitungan harga pokok produksi metode job order costing dan
menganalisis perhitungan harga pokok produksi UKM.
Perhitungan Harga Pokok Produksi berdasarkan job order costing :
Biaya bahan baku untuk pesanan sepatu xxx
Biaya TKL pabrik untuk pesanan sepatu xxx
Biaya overhead pabrik pesanan sepatu xxx
Biaya Proses Produksi untuk sepatu xxx
4. Melakukan perbandingan dari kedua metode tersebut.
5. Memberikan kesimpulan dan saran kepada UKM untuk kemajuan UKM tersebut.
57
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1 Sejarah Perusahaan
UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi mulai berdiri pada tanggal 27
februari 1987 oleh Bapak Abdul Kholik selaku pemilik usaha pengerajin sepatu
sebelumnya perusahaan ini berbentuk Badan Usaha UD dengan nama UD
Alimda, yang berdomisili di Jl. Surodinawan No 2 Mojokerto pada Januari 1985.
Dengan pertimbangan bahwa bentuk Badan Perseroan Komanditer lebih tepat
sesuai dengan kemajuan dan perkembangan perusahaan maka pada tanggal 27
Februari 1987 dengan tanda daftar perusahaan TDP.CV.SCA. No.130335200274
dengan nomor wajib pajak /NPWP.SCA.02.297.0891.602.000 secara resmi
UD.Alimda diubah namanya menjadi CV Surya Citra Abadi. dan telah
memperoleh pengesahan dari Departemen Kehakiman. Selain itu CV Surya
Citra Abadi juga telah memiliki kelengkapan perijinan lainnya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku) mesin baru dan 10 (sepuluh) unit
berkapasitas produksi besar dan sanggup untuk menghasilkan produk sepatu
untuk kualitas ekspor. Selanjutnya pada tahun 1991 telah diadakan perluasan
usaha dengan menambah areal tanah seluas : 4.650m dan bangunan baru seluas :
2.854m2 yang dipergunakan untuk menempatkan mesin-mesin lama maupun
yang baru sebanyak 8(delapan ntuk menghasilkan produk sepatu untuk kualitas
ekspor. Tahap produksi yang dilakukan UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi
terdiri dari 4 tahap bagian besar yaitu Tahap pembuatan pola, tahap pemotongan
dan menjahit, tahap perakitan sepatu, terakhir tahap finishing.
58
Karyawan yang dimiliki UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi saat ini
berjumlah 16 orang termasuk pemimpin perusahaan dan semua karyawan
merupakan warga sekitar perusahaan sehingga dengan adanya usaha pembuatan
pupuk ini membantu mengurangi pengangguran. Produk yang dihasilkan oleh
UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi adalah Sepatu, sandal dan tas dengan
fungsi tiap produk yang berbeda. Pendistribusian produk yang di produksi
UKMCV. Surya Citra Abadi sudah sangat luas diantaranya di Jawa Timur,
Jawa Tengah,dan Jawa Barat bahkan sampai ekspor ke luar negeri.
Untuk membiayai Modal Usaha selain mempergunakan modal sendiri
juga memperoleh pinjaman dari BRI (Bank Rakyat Indonesia) Surabaya. Modal
usaha lainnya juga diperoleh dengan menjadi anggota UKM di Perusahaan
milik negara, dari situ banyak yang didapat oleh perusahaan antara lain,
anggota UKM diberi kesempatan untuk mengikuti seminar guna pengembangan
usaha hingga dapat menembus pasar global, dan juga anggota di beri
kesempatan untuk mengikuti acara pameran dan studi banding di perusahaan
yang dapat memberi masukan bagi anggota UKM untuk melakukan
pengembangan usahanya. Meski modal memadai saluran distribusi penjualan
luas dan kualitas produk ekspor dengan harga yang cukup bersaing walaupun
belum mengetahui secara pasti biaya produksinya.
Dalam penentuan Harga Pokok Produksi atas barang dan jasa yang
dihasilkan, perusahaan menggunakan metode Harga Pokok Pesanan.
Penghitungan biaya produksinya meliputi penghitungan biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang dapat diketahui
harga pokok produk untuk tiap unit roduk yang dipesan. Untuk menunjukkan
59
penghitungan biaya produksi untuktiap pesanan pada CV. Surya Citra Abadi,
penulis mengambil contoh penghitungan harga pokok produksi untuk pesanan
Sepatu Casual dan Sepatu Pantofel.
4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan
UKM Sepatu CV. Surya citra abadi memiliki struktur organisasi yang
sederhana, berikut ini merupakan gambar dari struktur organisasi UKM Sepatu
CV. Surya citra.
Sumber :UKM Sepatu CV. Surya citra abadi
UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi memiliki 1 karyawan bagian
keuangan, 14 karyawan bagian produksi dan 1 karyawan bagian pemasaran
sehingga total karyawan yang dimiliki oleh UKM Sepatu CV. Surya Citra
Abadi sejumlah 16 karyawan dengan tugas setiap bagian yang berbeda.
1. Bagian Keuangan
Bagian ini bertugas menghitung setiap pengeluaran yang dikeluarkan
dalam proses produksi maupun dalam membayar karyawan serta
melaporkan laba yang didapat kepada pemilikUKM.
2. Bagian Produksi
Bagian ini bertugas dalam proses pembuatan sepatu 14 karyawan
memproduksi sepatu casual dan sepatu pantofel.
Bagian
Produksi
Bagian
Keuangan
Bagian
Pemasaran
Pemilik
UMKM
60
3. Bagian Pemasaran
Bagian ini bertugas dalam melakukan promosi di berbagai media baik
media cetak maupun elektronik dan mencari pangsa pasar baru bagi
produk UKM.
4.1.3 Produk Yang Dihasilkan
Usaha Kecil dan Menengah Sepatu CV Surya Citra Abadi Mojokerto
menghasilkan satu macam produk dengan model yang berbeda yaitu
berupa sepatu model casual dan sepatu model pantofel dengan merek
NEW EXTEN. Berikut ini merupakan model sepatu yang dihasilkan
oleh UKM CV Surya Citra Abadi:
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Penghitungan Harga Pokok Produksi Menurut Perusahaan
Penghitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh UKM Sepatu CV.
Surya Citra Abadi di Mojokerto meliputi unsur biaya bahan baku, tenaga kerja
langsung dan overhead pabrik. Penghitungan biaya tersebut digunakan untuk
memproduksi sepatu selama bulan Mei 2016 dengan jumlah 1000 Pasang dengan
memenuhi pesanan dari mas Wawan dan Mas Wawan. Dari penghitungan biaya
61
produksi tersebut dapat diketahui harga pokok per pasang sepatu yang dipesan.
Berikut penghitungan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead pabrik menurut UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi di Mojokerto
untuk memproduksi 1000 pasang pesanan sepatu casual dan pantofel.
4.2.1.1.Biaya Bahan Baku
Penghitungan biaya bahan baku ini dihitung dengan mengalikan jumlah
bahan baku yang digunakan dengan harga bahan baku. Berikut penghitungan
biaya bahan baku selama bulan Mei 2016 untuk memenuhi pesanan 1000 pasang
sepatu casual dari mas Wawan dan pesanan 1000 pasang sepatu pantofel dari Mas
Wawan :
Tabel 4.1
Biaya Bahan Baku
Untuk Memproduksi 1000 Pasang Pesanan Sepatu Casual
Pada Bulan Mei 2016
NO Deskripsi Harga/Unit
Unit Total
(Rp) (Rp)
1 Kain Jean 70.000/Meter 150 Meter 10.500.000
2 Bahan Sintetis 50.000/Meter 50 Meter 2.500.000
3 Benang 20.000/Biji 25 Biji 500.000
4 Kain Busa (Lapis Dalam) 25.000/Meter 100 Meter 2.500.000
5 Elastis (Tali) 25.000/Meter 100 Meter 2.500.000
6 Spon Mesh (Lemek) 20.000/Lembar 50 Lembar 1.000.000
7 Kain Kera (Kerasan) 10.000/Meter 100 Meter 1.000.000
62
8 Sablon 500/Pasang 1.000 Pasang 500.000
9 Soll TPR 15.000/Pasang 1.000 Pasang 15.000.000
10 LEM 67.000/Kg 60 Kg 4.000.000
Total Biaya Bahan Baku 40.000.000
Jumlah Pesanan 1000 Pasang
Total Biaya Bahan Baku Per Pasang 40.000
Sumber: Data diolah, 2017
Tabel 4.1 memberikan informasi bahwa biaya bahan baku yang digunakan
oleh UKM seaptu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto dalam memproduksi 1000
pasang pesanan sepatu casual selama bulan Mei 2016 sebesar Rp 40.000.000.
Berdasarkan data tersebut dapat diansumsikan bahwa per pasang pesanan sepatu
casual yang dihasilkan dapat menyerap biaya bahan baku langsung sebesar Rp
40.000. Biaya tersebut dipergunakan untuk melakukan pembelian bahan baku
untuk produksi.
Sementara itu, jumlah bahan baku yang dipergunakan untuk mengerjakan
pesanan sepatu pantofel.
Tabel 4.2
Biaya Bahan Baku
Untuk Memproduksi 1000 Pasang Pesanan Sepatu Pantofel
Pada Bulan Mei 2016
NO Deskripsi Harga/Unit
Unit Total
(Rp) (Rp)
1 Kain Kulit 100.000/meter 150 meter 15.000.000
2 Assesoris 2.500/Pasang 1000 Pasang 2.500.000
3 Tali 500/Pasang 1000 Pasang 500.000
4 Kain Busa 30.000/Meter 100 Meter 3.000.000
5 Spon 500/Pasang 1000 Pasang 500.000
6 Spray Upper 500/Pasang 1000 Pasang 500.000
63
7 Spon Mesh (Lemek) 30.000/Lembar 50 Lembar 1.500.000
8 Kain Kera (kerasan) 20.000/Meter 100 Meter 2.000.000
9 Sablon 1000/Pasang 1.000 Pasang 1.000.000
10 Soll TPR 15.000/Pasang 1.000 Pasang 15.000.000
11 Besi Penguat Soll 1.500/Pasang 1.000 Pasang 1.500.000
12 LEM 67.000/Kg 60 Kg 4.020.000
Total Biaya Bahan Baku 47.020.000
Jumlah Pesanan 1000 Pasang
Total Biaya Bahan Baku Per Pasang 47.020 Sumber: Data diolah, 2017
Tabel 4.2 memberikan informasi bahwa biaya bahan baku yang digunakan
oleh UKM seaptu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto dalam memproduksi 1000
pasang pesanan sepatu casual selama bulan Mei 2016 sebesar Rp 47.020.000.
Berdasarkan data tersebut dapat diansumsikan bahwa per pasang pesanan sepatu
casual yang dihasilkan dapat menyerap biaya bahan baku langsung sebesar Rp
47.020. Biaya tersebut dipergunakan untuk melakukan pembelian bahan baku
untuk produksi.
4.2.1.2. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Tenaga kerja langsung yang dibutuhkan dalam proses produksi sepatu casual
dan sepatu pantofel ini tergantung pada banyaknya pesanan yang didapatkan
setiap bulannya. Untuk memproduksi 1000 pasang pesanan sepatu membutuhkan
tenaga kerja dengan jumlah 14 orang. Tenaga kerja tersebut dibagi dalam 5 bagian
yaitu, bagian Desain, Cutting, sawing atau panjahitan, asembling atau penempelan
dan terakhir finishing. Biaya tenaga kerja langsung dihitung dengan mengalikan
jumlah produksi dengan upah per pasang sepatu casual dan sepatu pantofel,
karena sistem pemberian upah tenaga kerja CV Surya Citra Abadi Mojokerto
menggunakan sistem upah per produk. Berikut penghitungan biaya tenaga kerja
langsung selama bulan Mei 2016 untuk memproduksi 1000 pasang sepatu :
64
Tabel 4.3
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Sepatu Casual (1000 pasang)
Bagian Jumlah Produksi Tarif Upah Total
Per unit BTKL (Rp)
Desain 1000 200 200.000
Cutting 1000 500 500.000
Sawing 1000 1000 1.000.000
Penjahitan
Asembling 1000 750 750.000
Penempelan
Finishing 1000 900 900.000
Total 3350 3.350.000
Sumber: Data diolah, 2017
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa jumlah biaya tenaga kerja langsung
yang diperlukan untuk memproduksi pesanan sepatu casual sejumlah 1000
pasang adalah Rp.3.350.000 ,00 yang artinya setiap pasang pesanan sepatu
casual memerlukan biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp.3.350, sementara
itu jumlah biaya tenaga kerja langsung yang dipergunakan untuk mengerjakan
pesanan sepatu pantofel adalah sebagai berikut ini:
Tabel 4.4
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Sepatu Pantofel (1000 Pasang)
Bagian Jumlah Produksi
Tarif
Upah Total
Per unit
(Rp) BTKL (Rp)
Desain 1000 400 400.000
Cutting 1000 737 747.000
Sawing 1000 1500 1.500.000
Penjahitan
Asembling 1000 1125 1.125.000
Penempelan
Finishing 1000 1350 1.350.000
Total 5.122 5.122.000
Sumber: Data diolah, 2017
65
Tabel 4.4 di atas menunjukan bahwa jumlah biaya tenaga kerja langsung
yang diperlukan untuk memproduksi pesanan sepatu pantofel sejumlah 1000
pasang adalah Rp 5.122.000,00 yang artinya setiap pasangnya memerlukan
biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp 5.122,00.
4.2.1.3. Biaya Overhead Pabrik
Tabel 4.5
Biaya Overhead Pabrik
Untuk Memproduksi 1000 pasang Pesanan Sepatu Casual
Bulan Mei 2016
NO Deskripsi Total Biaya
(Rp)
1 Biaya Listrik dan Air 2.000.000
2 Biaya Ongkir Bahan Baku 1.500.000
3 Biaya Bahan Bakar (Bensin) 2.000.000
Total Biaya OverHead 5.500.000
Jumlah Pesanan 1000 Pasang
Biaya OverHead Pabrik Per Pasang Sepatu 5.500
Sumber: Data diolah, 2017
Biaya overhead yang dihitung oleh CV Surya Citra Abadi di Mojokerto
meliputi biaya listrik, biaya air, biaya ongkir bahan baku, dan biaya bahan bakar
(Bensin). Biaya-biaya yang dialokasikan pada overhead pabrik dihitung
berdasarkan dasar estimasi CV Surya Citra Abadi Mojokerto. Berdasarkan tabel
4.5 diperoleh informasi bahwa biaya overhead yang diserap dalam proses
pembuatan 1000 pasang pesanan sepatu pantofel yaitu sebesar Rp5.500.000.
Dengan asumsi bahwa biaya overhead pabrik per pasang sepatu sebesar
Rp5.500.00. Dalam penghitungan biaya overhead ini masih terdapat biaya-biaya
yang seharusnya masuk dalam overhead pabrik tetapi tidak diperhitungkan,
seperti biaya bahan penolong, biaya penyusutan, dan biaya lain-lain yang
seharusnya juga dimasukkan dalam penghitungan biaya overhead pabrik.
66
Tabel 4.6
Biaya Overhead Pabrik
Untuk Memproduksi 1000 pasang Pesanan Sepatu Pantofel
Bulan Mei 2016
NO Deskripsi Total Biaya (Rp)
1 Biaya Listrik dan Air 2.000.000
2 Biaya Ongkir Bahan Baku 1.500.000
3 Biaya Bahan Bakar (Bensin) 2.000.000
Total Biaya OverHead 5.500.000
Jumlah Pesanan 1000 Pasang
Biaya OverHead Pabrik Per Pasang Sepatu 5.500
Sumber: Data diolah, 2017
Biaya overhead yang dihitung oleh CV Surya Citra Abadi di Mojokerto
meliputi biaya listrik, biaya air, biaya ongkir bahan baku, dan biaya bahan bakar
(bensin). Biaya-biaya yang dialokasikan pada overhead pabrik dihitung
berdasarkan dasar estimasi CV Surya Citra Abadi Mojokerto.
Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh informasi bahwa biaya overhead yang
diserap dalam proses pembuatan 1000 pasang pesanan sepatu pantofel yaitu
sebesar Rp5.500.000. Dengan asumsi bahwa biaya overhead pabrik per pasang
sepatu sebesar Rp5.500.00. Dalam penghitungan biaya overhead ini masih
terdapat biaya-biaya yang seharusnya masuk dalam overhead pabrik tetapi tidak
diperhitungkan, seperti biaya bahan penolong, biaya penyusutan, dan biaya lain-
lain yang seharusnya juga dimasukkan dalam penghitungan biaya overhead
pabrik.
67
4.2.1.4. Penghitungan Harga Pokok Produksi
Tabel 4.7
Harga Pokok Produksi
1000 Pasang Pesanan Sepatu Casual dan Sepatu Pantofel
NO Deskripsi Sepatu Casual Total (Rp) Deskripsi Sepatu Pantofel Total (Rp)
1 Biaya Bahan Baku 40.000.000 Biaya Bahan Baku 47.020.000
2 Biaya Tenaga Kerja Langsung 3.350.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung 5.122.000
3 Total Biaya OverHead Pabrik 5.500.000 Total Biaya OverHead Pabrik 5.500.000
Total Harga Pokok Produksi 48.850.000 Total Harga Pokok Produksi 57.642.000
Jumlah Pesanan 1000 Pasang Jumlah Pesanan
1000 Pasang
HPP Per Pasang Sepatu 48.850 HPP Per Pasang Sepatu 57.642
Sumber: Data diolah, 2017
Semua biaya produksi CV. Surya Citra Abadi Mojokerto untuk
menyelesaikan 1000 pasang pesanan Sepatu telah dihitung, baik biaya bahan
baku, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Setelah semua biaya dihitung,
selanjutnya adalah melakukan penghitungan harga pokok produksi selama bulan
Mei 2016 untuk memproduksi 1000 pasang pesanan sepatu.
Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh informasi bahwa harga pokok produksi untuk
memproduksi 1000 pasang sepatu casual dan sepatu pantofel pada bulan Mei 2016
adalah sebesar Rp48.850.000. Sehingga, dapat diketahui bahwa harga pokok
produksi per paasang sepatu casual sebesar Rp48.850 dan untuk sepatu pantofel
harga pokok produksi sebesar Rp57.642.000 dengan harga per pasang sepatu
pantofel sebesar Rp57.642. Dimana biaya yang dibebankan meliputi biaya bahan
baku, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
68
4.2.2. Penghitungan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Metode Job Order
Costing
UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto merupakan sebuah usaha
mikro yang memproduksi Sepatu. Kegiatan produksi UKM Sepatu CV. Surya
Citra Abadi Mojokerto berdasarkan dengan sistem pesanan. Sehingga, jumlah
output yang dihasilkan setiap bulannya berbeda-beda sesuai dengan banyaknya
pesanan yang diterima. Sistem pesanan ini diberlakukan karena sepatu ini
memiliki jenis yang berbeda konsumen dapat memesan sesuai dengan model
sepatu yang diinginkan.
Dengan sistem pesanan ini konsumen dapat memesan model sepatu yang
diinginkan dan mengetahui kisaran biaya yang dikeluarkan untuk pembelian
sepatu yang diinginkan. Pesanan yang diterima adalah sepatu dengan model
casual dan pantofel untuk bulan Mei 2016 sebanyak 50 kodi atau 1000 pasang
sepatu untuk memenuhi pesanan dari mas Wawan dan Mas Wawan, sehingga
untuk menentukan harga pokok produksi yang akurat maka dapat menggunakan
metode job order costing. Sebelum melakukan penghitungan harga pokok
produksi, maka perlu dilakukan pengidentifikasian dan pengelompokan biaya
produksi maupun biaya non produksi terlebih dahulu untuk mempermudah dalam
melakukan penghitungan.
4.2.2.1. Pengidentifikasian Biaya
Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh CV. Surya Citra Abadi Mojokerto dalam
pembuatan 1000 pasang pesanan sepatu adalah sebagai berikut: Biaya bahan baku
kain jean dan kulit, bahan sintetis, benang, kain busa, elastis(tali), spon mesh, kain
kera (kerasan), sablon, soll TPR, Lem, spray upper dan bahan penolong
69
(paku,kertas shok, label dan kardus), biaya tenaga kerja, biaya listrik, biaya air,
biaya penyusutan peralatan, upah mandor, ongkos kirim bahan baku, biaya
desain, biaya bahan bakar (bensin), biaya depresiasi bangunan, biaya promosi
produk, dan biaya transportasi pemasaran. Setelah pengidentifikasian biaya
dilakukan kemudian dilakukan pengelompokkan biaya menjadi biaya produksi
dan biaya non produksi.
4.2.2.2. Pengelompokan Biaya Produksi
Setelah melakukan identifikasi biaya langkah selanjutnya adalah
mengelompokkan biaya produksi. Biaya produksi dikelompokkan kedalam bahan
baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik (Garrison, Norren,
dan Brewer, 2013, p.26-49). Berikut adalah pengelompokan biaya produksi UKM
sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto:
1. Bahan Baku Langsung
Bahan baku langsung merupakan bahan baku utama yang digunakan untuk
menghasilkan produk, dimana biayanya dapat ditelusuri dengan mudah ke
produk jadi (Garrison, Norren, dan Brewer, 2013, p. 26-49). Biaya bahan
baku langsung untuk memproduksi pesanan sepatu model casual dan sepatu
pantofel sebanyak masing-masing model sepatu sebesar 1000 pasang sepatu
terdiri dari:
70
1) Biaya pembelian bahan baku sepatu model casual.
Tabel 4.8
Biaya pembelian bahan baku sepatu model casual.
NO Pembelian Bahan
Baku
Kuantitas
Unit Bahan
Baku
Harga Per
Satuan Unit
(Rp)
1 Kain Jean 150 Meter 70.000/Meter
2 Bahan Sintetis 50 Meter 50.000/Meter
3 Benang 25 Biji 20.000/Biji
4
Kain Busa (Lapis
Dalam) 100 Meter 25.000/Meter
5 Elastis (Tali) 100 Meter 25.000/Meter
6 Spon Mesh (Lemek) 50 Lembar 20.000/Lembar
7 Kain Kera (Kerasan) 100 Meter 10.000/Meter
8 Sablon 1.000 Pasang 500/Pasang
9 Soll TPR 1.000 Pasang 15.000/Pasang
10 LEM 60 Kg 67.000/Kg
Sumber: Data diolah, 2017
2) Biaya Bahan Baku Sepatu model Pantofel
Tabel 4.9
Biaya pembelian bahan baku sepatu model Pantofel
NO Pembelian Bahan
Baku
Kuantitas unit
Bahan Baku
Harga per
Satuan Unit
(Rp)
1 Kain Kulit Sintetis 150 Meter 150.000/Meter
2 Assesoris 1000 Pasang 2.500/Pasang
3 Tali 1000 Pasang 500/Pasang
4 Kain Busa 100 Meter 30.000/Meter
5 Spon 1000 Pasang 500/Pasang
6 Spray Upper 1000 Pasang 500/Pasang
7 Spon Mesh (Lemek) 50 Lembar 30.000/Lembar
8 Kain Kera (kerasan) 100 Meter 20.000/Meter
9 Sablon 1.000 Pasang 1000/Pasang
10 Soll TPR 1.000 Pasang 20.000/Pasang
11 Besi Penguat Soll 1.000 Pasang 1.500/Pasang
12 LEM 60 Kg 67.000/Kg
Sumber: Data diolah, 2017
71
2. Tenaga Kerja Langsung
Tenaga kerja langsung merupakan tenaga kerja yang menyentuh langsung
produk dalam proses produksi mulai dari input berupa bahan baku yang
kemudian diproses menjadi produk jadi. Tenaga kerja langsung meliputi
biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah kedalam masing-
masing unit produk (Garrison, Norren, dan Brewer, 2013, p. 26-49). Untuk
memproduksi pesanan sepatu casual dan pantofel sebanyak 1000 pasang
sepatu yang dikerjakan selama bulan Mei 2016 Ukm CV. Surya Citra Abadi
Mojokerto menggunakan 14 orang tenaga kerja langsung. Dimana sistem
pemberian upah pada UKM menggunakan sistem upah per jam kerja.
3. Overhead Pabrik (BOP)
Overhead pabrik adalah semua biaya produksi selain bahan baku langsung
atau tenaga kerja langsung yang dikelompokan dalam satu kategori. Pada
perusahaan manufaktur, overhead dikenal sebagai beban pabrik. Berikut ini
merupakan biaya yang tergolong dalam overhead pabrik:
1) Biaya bahan penolong
Biaya bahan baku penolong adalah biaya yang dikeluarkan untuk
melakukan pembelian bahan baku penolong. Bahan baku penolong
digunakan sebagai proses produksi dan kemasan yang terdiri dari
paku untuk bahan tambahan, kemudian Kertas Shok, Label, Kardus
yang digunakan untuk proses packing.
2) Biaya tenaga kerja tidak langsung
Biaya tidak langsung ini merupakan biaya tetap yang tidak
dipengaruhi oleh jumlah output yang dihasilkan. Biaya tenaga kerja
72
tidak langsung disini adalah asisten tukang sepatu atau pembantu
tukang apabila tukang membutuhkan bantuan dalam proses
produksi. Terdapat sistem pemberian upah untuk asisten tukang
yaitu sebesar Rp583.000,00 dengan jumlah unit produksi yang
ditentukan.
3) Biaya Penyusutan Peralatan
Penyusutan adalah alokasi jumlah yang dapat disusutkan dari suatu
aset sepanjang masa manfaat yang di estimasi (Surya, 2012, p. 173).
Biaya penyusutan Ukm terdiri dari biaya penyusutan peralatan yang
berupa mesin cating, mesin press, mesin embos dan komputer yang
digunakan untuk melakukan proses produksi sepatu. Selama ini
pihak Ukm tidak memasukkan biaya penyusutan peralatan pada
penghitungan biaya overhead pabrik.
4) Biaya Ongkos Kirim Bahan Baku
Biaya ongkos kirim bahan baku merupakan biaya yang muncul saat
terjadi pemesanan bahan baku. Ongkos kirim bahan baku ini akan
berubah-ubah sesuai dengan jumlah bahan yang dibutuhkan untuk
memproduksi pesanan sepatu.
5) Biaya Listrik dan Air
Biaya listrik dan air merupakan biaya yang muncul akibat
penggunaan sumber daya. Listrik digunakan untuk berbagai macam
hal yaitu untuk melakukan penerangan pada saat produksi, untuk
menggunakan mesin catting, press, embos dan untuk menghidupkan
kompor listrik. Sedangkan air digunakan untuk seperlunya.
73
6) Biaya bahan bakar (bensin)
Biaya bahan bakar (bensin) ini terjadi karena adanya proses produksi
yang menggunakan mesin open atau pemanas berfungsi untuk
menguatkan setiap sisi sepatu agar tidak lepas dari komponen bahan
baku lainnya,
4.2.2.3. Pengelompokkan biaya Non Produksi
Menurut Garrison, Norren, dan Brewer (2013, p. 26-49) biaya non produksi
dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu biaya penjualan sepatu dan biaya
administrasi yang dijabarkan sebagai berikut ini.
1. Biaya Penjualan, mencangkup semua biaya yang diperlukan untuk
menangani pesanan pelanggan, yang meliputi biaya telepon dan speedy
untuk mengkoneksikan internet, setiap bulannya biaya yang
dikeluarakan sebesar Rp400.000,00 .
2. Biaya Administrasi
Biaya administrasi CV Surya Citra Abadi berupa biaya bahan habis
pakai untuk keperluan kantor yang dialokasikan sebesar Rp350.000
untuk pembelian kertas, buku, bolpoint, pensil dan tinta printer.
4.2.2.4. Penghitungan Biaya Produksi
4.2.2.4.1. Biaya Bahan Baku Langsung
Bahan baku langsung (direct material) adalah bahan baku yang menjadi
bagian utama dari produk jadi dimana biayanya dapat ditelusuri secara langsung
pada produk. Bahan baku langsung dalam metode job order costing ini terdiri
74
dari, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan bahan baku sepatu model casual
dan sepatu model pantofel.
Penghitungan biaya bahan baku langsung dapat dilakukan dengan
mengalikan jumlah unit yang dibutuhkan dengan harga per unit. Berikut ini
merupakan proses penghitungan biaya bahan baku langsung menurut job order
costing.
Tabel 4.10
Biaya Bahan Baku Langsung
Untuk Memproduksi 1000 Pasang Sepatu Casual
Bulan Mei 2016
NO Deskripsi Harga/Unit
Unit Total
(Rp) (Rp)
1 Kain Jean 70.000/Meter 150 Meter 10.500.000
2 Bahan Sintetis 50.000/Meter 50 Meter 2.500.000
3 Benang 20.000/Biji 25 Biji 500.000
4
Kain Busa (Lapis
Dalam) 25.000/Meter 100 Meter 2.500.000
5 Spon Mesh (Lemek) 20.000/Lembar 50 Lembar 1.000.000
6 Kain Kera (Kerasan) 10.000/Meter 100 Meter 1.000.000
7 Soll TPR 15.000/Pasang 1.000 Pasang 15.000.000
8 LEM 67.000/Kg 60 Kg 4.000.000
Total Biaya Bahan Baku 37.000.000
Jumlah Pesanan 1000 Pasang
Total Biaya Bahan Baku Per Pasang 37.000
Sumber: Data diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.10 diperoleh informasi bahwa dalam memproduksi
1000 pasang sepatu pada bulan Mei 2016 Ukm sepatu CV Surya Citra Abadi
Mojokerto membutuhkan biaya bahan baku langsung sebesar Rp37.000.000. Dari
total bahan baku langsung tersebut dapat diansumsikan bahwa per pasang sepatu
casual yang diproduksi menyerap biaya bahan baku langsung sebesar Rp37.000.
75
Tabel 4.11
Biaya Bahan Baku Langsung
Untuk Memproduksi 1000 Pasang Sepatu Pantofel
Bulan Mei 2016
NO Deskripsi Harga/Unit
Unit Total
(Rp) (Rp)
1 Kain Kulit 100.000/meter 150 meter 15.000.000
2 Tali 500/Pasang 1000 Pasang 500.000
3 Kain Busa 30.000/Meter 100 Meter 3.000.000
4 Spon 500/Pasang 1000 Pasang 500.000
5 Spray Upper 500/Pasang 1000 Pasang 500.000
6 Spon Mesh
(Lemek) 30.000/Lembar 50 Lembar 1.500.000
7 Kain Kera
(kerasan) 20.000/Meter 100 Meter 2.000.000
8 Sablon 1000/Pasang 1.000 Pasang 1.000.000
9 Soll TPR 15.000/Pasang 1.000 Pasang 15.000.000
10 Besi Penguat Soll 1.500/Pasang 1.000 Pasang 1.500.000
11 LEM 67.000/Kg 60 Kg 4.020.000
Total Biaya Bahan Baku 44.520.000
Jumlah Pesanan 1000 Pasang
Total Biaya Bahan Baku Per Pasang 44.520
Sumber: Data diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.11 diperoleh informasi bahwa dalam memproduksi
1000 pasang sepatu pada bulan Mei 2016 Ukm sepatu CV Surya Citra Abadi
Mojokerto membutuhkan biaya bahan baku langsung sebesar Rp44.520.000. Dari
total bahan baku langsung tersebut dapat diansumsikan bahwa per pasang sepatu
Pantofel yang diproduksi menyerap biaya bahan baku langsung sebesar Rp44.520.
4.2.2.4.2. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Tenaga kerja langsung (direct labor) merupakan tenaga kerja yang secara
langsung menyentuh produk pada saat produksi. Tenaga kerja langsung terdiri
76
dari 14 orang. Pemberian upah tenaga kerja didasarkan pada per pasang sepatu
yang dihasilkan.
Biaya tenaga kerja langsung dihitung dengan mengalikan jumlah produksi
dengan upah per pasang sepatu casual dan sepatu pantofel, karena sistem
pemberian upah tenaga kerja CV Surya Citra Abadi Mojokerto menggunakan
sistem upah per produk. Berikut penghitungan biaya tenaga kerja langsung selama
bulan Mei 2016 untuk memproduksi 1000 pasang sepatu :
Besarnya biaya tenaga kerja langsung untuk masing-masing jenis pesanan
adalah sebagai berikut ini:
Tabel 4.12
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Sepatu Casual (1000 pasang)
Bagian Jumlah Produksi Tarif Upah Total
Per unit BTKL (Rp)
Desain 1000 200 200.000
Cutting 1000 500 500.000
Sawing 1000 1000 1.000.000
Penjahitan
Asembling 1000 750 750.000
Penempelan
Finishing 1000 900 900.000
Total 3350 3.350.000
Sumber: Data diolah, 2017
Tabel 4.12 di atas menunjukkan bahwa jumlah biaya tenaga kerja langsung
yang diperlukan untuk memproduksi pesanan sepatu casual sejumlah 1000
pasang adalah Rp.3.350.000 ,00 yang artinya setiap pasang pesanan sepatu
casual memerlukan biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp.3.350, sementara
itu jumlah biaya tenaga kerja langsung yang dipergunakan untuk mengerjakan
pesanan sepatu pantofel adalah sebagai berikut ini.
77
Tabel 4.13
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Sepatu Pantofel (1000 Pasang)
Bagian Jumlah Produksi
Tarif Upah Total
Per unit
(Rp) BTKL (Rp)
Desain 1000 400 400.000
Cutting 1000 737 747.000
Sawing 1000 1500 1.500.000
Penjahitan
Asembling 1000 1125 1.125.000
Penempelan
Finishing 1000 1350 1.350.000
Total 5.122 5.122.000
Sumber: Data diolah, 2017
Tabel 4.13 di atas menunjukan bahwa jumlah biaya tenaga kerja langsung
yang diperlukan untuk memproduksi pesanan sepatu pantofel sejumlah 1000
pasang adalah Rp 5.122.000,00 yang artinya setiap pasangnya memerlukan
biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp 5.122,00.
4.2.2.4.3. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik meliputi beberapa penghitungan unsur –unsur biaya
berikut ini :
1. Biaya bahan baku penolong
Biaya bahan baku penolong digunakan sebagai bahan baku tambahan
dalam proses produksi dan kemasan yang terdiri dari paku, Kertas Shok,
Label, dan Kardus yang digunakan untuk proses packing pada bulan Mei
sebesar Rp 5.000.000 yang dialokasikan pada 1000 pasang pesanan sepatu.
78
2. Biaya tenaga kerja tidak langsung
Biaya tenaga kerja tidak langsung meliputi gaji asisten tukan sepatu. Pada
bulan Mei 2016 dilakukan estimasi gaji asisten tukang sepatu sebesar Rp
583.000,00. Dimana biaya tersebut juga ikut dibebankan pada produk
sepatu karena secara tidak langsung berkaitan dengan proses produksi
sepatu.
3. Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan pada Ukm Sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto
Berdasarkan Metode Job Order Costing dihitung dengan menggunakan
metode garis lurus. Penghitungan ini dilakukan dengan membagi harga
perolehan dengan umur eknomis peralatan. Berikut ini merupakan hasil
dari perhitungan penyusutan peralatan yang terjadi pada Ukm Sepatu CV.
Surya Citra Abadi Mojokerto bulan Mei 2016.
Tabel 4.14
Biaya Penyusutan
Bulan Mei 2016
No Deskripsi Total
(Rp)
1 Mesin cating 1.500.000,00
2 Mesin press 1.850.000,00
3 Mesin Embos 1.500.000,00
4 Komputer 400.000,00
Total Biaya Penyusutan 5.250.000,00
Sumber: Data diolah, 2017
Berdasarkan dari gambar 4.14 dapat diketahui bahwa jumlah biaya
penyusutan peralatan pada bulan Mei 2016 sebesar Rp4.150.000. Dimana
biaya penyusutan ini dialokasikan pada sepatu.
4. Biaya Listrik, dan Air
Pihak Usaha sepatu CV Surya Citra Abadi Mojokerto menyatakan bahwa
pada bulan Mei 2016 melakukan pembayaran listrik dan air sebesar
79
Rp2.000.000. Sumber daya berupa listrik dan air ini dialokasikan pada
produk sepatu yang diproduksi pada bulan Mei 2016.
5. Biaya Bahan Bakar (bensin)
Biaya bahan bakar yang dikeluarkan pada bulan Mei 2016 sebesar
Rp2.000.000. Biaya ini dialokasikan pada produk sepatu dan produk
lainnya karena yang menyerap biaya tidak hanya proses produksi sepatu
saja.
6. Biaya Ongkos Kirim Bahan Baku
Biaya ongkos kirim bahan baku pada bulan Mei 2016 yaitu sebesar
Rp1.500.000. Biaya ongkos kirim ini dialokasikan pada sepatu dan produk
lainnya.
7. Penghitungan Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik berdasarkan metode job order costing terdiri dari
biaya bahan baku penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung (asisten
tukang), biaya penyusutan, biaya listrik dan air, biaya bahan bakar, biaya
ongkos kirim bahan baku. Biaya overhead dialokasikan pada produk sepatu
berdasarkan cost drive volume. Berikut ini merupakan proses penghitungan
alokasi biaya overhead berdasarkan cost drive volume pada Ukm Sepatu CV
Surya Citra Abadi Mojokerto.
Tabel 4.15
Alokasi Biaya Overhead Pabrik
Untuk Produksi 1000 Pasang Sepatu Casual dan Pantofel
Bulan Mei 2016
Metode Job Order Costing
No Deskripsi Total Biaya Alokasi Sepatu
Casual
Alokasi Sepatu
Pantofel
1 Biaya bahan penolong 5.000.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00
2 Biaya tenaga kerja tidak
langsung 583.000,00 291.500,00 291.500,00
3 Biaya listrik dan air 2.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00
4 Biaya Telephon 250.000,00 125.000,00 125.000,00
5 Biaya Ongkos Kirim 1.500.000,00 750.000,00 750.000,00
5 Biaya BBM 2.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00
11 Peny. Gedung Pabrik 3.500.000,00 1.750.000,00 1.750.000,00
80
12 Peny. Mesin Cating 1.500.000,00 750.000,00 750.000,00
13 Peny. Mesin Press 1.850.000,00 925.000,00 925.000,00
14 Peny. Mesin Embos 1.500.000,00 750.000,00 750.000,00
15 Komputer 400.000,00 200.000,00 200.000,00
16 Biaya lain-lain 350.000,00 175.000,00 175.000,00
Total BOP 10.216.500,00
Jumlah Pesanan 1000
BOP Per Pasang Sepatu casual dan pantofel 10.216,50
Sumber: Data diolah, 2017
Perhitungan biaya overhead pabrik berbasis volume ini dapat
mempermudah penghitungan alokasi biaya overhead yang dibebankan ke
produk. Karena selama ini perhitungan biaya overhead yang dilakukan oleh
perusahaan hanya berdasarkan estimasi saja tanpa dasar alokasi yang sesuai.
Oleh sebab itu, penghitungan tarif overhead ditentukan dimuka sulit
digunakan dalam penghitungan. Maka, untuk mempermudah penghitungan
dilakukan dengan menggunakan metode tradisional berbasis volume.
Rumus basis alokasi biaya berdasarkan volume sebagai berikut:
Rumus:
**) Persentase sepatu casual dan sepatu pantofel pesanan dibandingkan
dengan produksi total sepatu pada bulan Mei 2016 :
1000
2000× 100 = 50%
` Berdasarkan tabel 4.15 dapat diperoleh informasi bahwa untuk
memproduksi 1000 pasang sepatu pesanan sepatu casual dan pantofel biaya
overhead pabrik yang dikeluarkan sebesar Rp10.216.500. Sehingga dapat
diansumsikan bahwa per pasang sepatu casual dan per pasang sepatu
casualmenyerap biaya overhead pabrik sebesar Rp10.216,50
81
4.2.2.4.4. Penghitungan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Metode Job Order
Costing
Perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode job order costing
dilakukan dengan menjumlahkan total biaya bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik, hasil dari penjumlahan tersebut kemudian
dibagi dengan banyaknya jumlah pesanan sepatu casual dan sepatu pantofel.
Sehingga dapat diperoleh harga pokok produksi per pasang sepatu casual dan paer
pasang sepatu pantofel.
Tabel 4.16 Harga Pokok Produksi
Untuk Memproduksi 1000 Pasang Sepatu Casual dan Sepatu Pantofel
Bulan Mei 2016
Metode Job Order Costing
NO Deskripsi Sepatu Casual Total (Rp) Deskripsi Sepatu Pantofel Total (Rp)
1 Biaya Bahan Baku 37.000.000 Biaya Bahan Baku 44.520.000
2 Biaya Tenaga Kerja Langsung 3.350.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung
5.122.000
3 Total Biaya OverHead Pabrik 10.216.500 Total Biaya OverHead Pabrik
10.216.500
Total Harga Pokok Produksi 50.566.500 Total Harga Pokok Produksi
59.858.500
Jumlah Pesanan 1000 Pasang Jumlah Pesanan 1000 Pasang
HPP Per Pasang Sepatu 50.567 HPP Per Pasang Sepatu 59.859
Sumber: Data diolah, 2017
Tabel 4,15 berdasarkan tabel 4.16 diperoleh informasi bahwa hasil
penghitungan harga pokok produksi sepatu casual dan sepatu pantofel
berdasarkan metode job order costing harga pokok produksi sepatu casual sebesar
Rp50.566.500 dengan asumsi bahwa harga pokok produksi per pasang sepatu
sebesar Rp50.567. Sedangkan harga pokok produksi sepatu pantofel sebesar
82
Rp59.858.500 dengan asumsi bahwa harga pokok produksi per pasang sepatu
pantofel sebesar Rp59.859.
4.3. Perbandingan Harga Pokok Produksi
4.3.1. Perbandingan Harga Pokok Produksi Menurut Perusahaan
Dengan Job Order Costing
Berdasarkan penghitungan harga pokok produksi menggunakan metode
perusahaan dan metode job order costing, terdapat selisi penghitungan harga
pokok produksi anatara kedua metode tersebut berikut ini perbedaan penghitungan
harga pokok yang dijelaskan pada tabel 4.17 dan tabel 4.18.
Tabel 4.17
Perbandingan Perhitungan
Harga Pokok Produksi 1000 Pasang Sepatu Casual Bulan Mei 2016
Unsur
Hpp
Menurut
Perusahaan
Menurut Job Order
Costing Selisih
Per
Pasang Seluruh
Per
Pasang Seluruh
Pesanan
Per
Pasang Seluruh Pesanan
Sepatu Pesanan Sepatu Sepatu
BBB 40.000 40.000.000 37.000 37.000.000 3.000 3.000.000
BTKL 3.350 3.350.000 3.350 3.350.000 - -
BOP 5.500 5.500.000 10.217 10.216.500 4.717 4.716.500,00
HPP 48.850 48.850.000 50.567 50.566.500 1.717 1.716.500,00
Sumber: Data diolah,2017
83
Tabel 4.18
Perbandingan Perhitungan
Harga Pokok Produksi 1000 Pasang Sepatu Pantofel Bulan Mei 2016
Unsur
Hpp
Menurut
Perusahaan
Menurut Job Order
Costing Selisih
Per
Pasang Seluruh
Per
Pasang Seluruh
Pesanan
Per
Pasang Seluruh
Pesanan
Sepatu Pesanan Sepatu Sepatu
BBB 47.020 47.020.000 44.520 44.520.000 2.500 2.500.000
BTKL 5.122 5.122.000 5.122 5.122.000 - -
BOP 5.500 5.500.000 10.217 10.216.500 4.717 4.716.500,00
HPP 57.642 57.642.000 59.859 59.858.500 2.217 2.216.500,00
Sumber: Data diolah,2017
4.3.2. Kartu Biaya Pesanan
Kartu biaya pesanan berfungsi untuk mempermudah perusahaan
dalam melakukan perincian kisaran biaya yang dibutuhkan untuk
memproduksi pesanan yang diterima. Dengan adanya kartu biaya pesanan
juga akan memberikan informasi kapan dimulainya proses produksi
pesanan, hingga proses pesanan selesai dan siap untuk diambiloleh
pemesan. Hal ini berfungsi untuk mencegah terjadinya penumpukan
pesanan. Sehingga, proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan
pesanan dapat selesai tepat waktu. Adapun penghitungan harga pokok
produksi setiap pesanan yang terdapat dalam kartu harga pokok pesanan
tersebut telah penulis uraikan pada tabel 4.19 dan tabel 4.20 seperti
berikut ini.
84
Tabel 4.19
Kartu Biaya Pesanan
Pemesan : Mas Wawan Tgl. Pemesanan : 2 Mei
Produk : Sepatu Tgl. Dikerjakan : 3 Mei
Spesifikasi : Sepatu Model Casual Tgl. Selesai : 28 Mei
Tgl. Diambil : 29 Mei
Bahan Baku Langsung
Deskripsi Harga/Unit
Unit Total
(Rp) (Rp)
Kain Jean 70.000/Meter 150 Meter 10.500.000
Bahan Sintetis 50.000/Meter 50 Meter 2.500.000
Benang 20.000/Biji 25 Biji 500.000
Kain Busa (Lapis Dalam) 25.000/Meter 100 Meter 2.500.000
Spon Mesh (Lemek) 20.000/Lembar 50 Lembar 1.000.000
Kain Kera (Kerasan) 10.000/Meter 100 Meter 1.000.000
Soll TPR 15.000/Pasang 1.000 Pasang 15.000.000
LEM 67.000/Kg 60 Kg 4.000.000
37.000.000
Tenaga Kerja Langsung
Bagian Jumlah
Produksi
Tarif Upah Total
Per unit BTKL (Rp)
Desain 1000 200 200.000
Cutting 1000 500 500.000
Sawing 1000 1000 1.000.000
Penjahitan
Asembling 1000 750 750.000
Penempelan
Finishing 1000 900 900.000
3.350.000
BOP Dibebankan
Deskripsi Total Biaya Alokasi
Sepatu Casual
Alokasi
Sepatu
Pantofel
Biaya bahan penolong 5.000.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00
Biaya tenaga kerja tidak
langsung 583.000,00 291.500,00 291.500,00
Biaya listrik dan air 2.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00
Biaya Telephon 250.000,00 125.000,00 125.000,00
85
Biaya Ongkos Kirim 1.500.000,00 750.000,00 750.000,00
Biaya BBM 2.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00
Peny. Gedung Pabrik 3.500.000,00 1.750.000,00 1.750.000,00
Peny. Mesin Cating 1.500.000,00 750.000,00 750.000,00
Peny. Mesin Press 1.850.000,00 925.000,00 925.000,00
Peny. Mesin Embos 1.500.000,00 750.000,00 750.000,00
Komputer 400.000,00 200.000,00 200.000,00
Biaya lain-lain 350.000,00 175.000,00 175.000,00
10.216.500,00
Total Biaya Produksi 50.566.500
Sepatu yang Dipesan 1000
Biaya Per Pasang Sepatu Casual 50.567
Sumber: Data diolah, 2017
Tabel 4.20
Kartu Biaya Pesanan
Pemesan : Mas Wawan Tgl. Pemesanan : 2 Mei
Produk : Sepatu Tgl. Dikerjakan : 3 Mei
Spesifikasi : Sepatu Model Pantofel Tgl. Selesai : 28 Mei
Tgl. Diambil : 29 Mei
Bahan Baku Langsung
Deskripsi Harga/Unit
Unit Total
(Rp) (Rp)
Kain Kulit 100.000/meter 150 meter 15.000.000
Tali 500/Pasang 1000 Pasang 500.000
Kain Busa 30.000/Meter 100 Meter 3.000.000
Spon 500/Pasang 1000 Pasang 500.000
Spray Upper 500/Pasang 1000 Pasang 500.000
Spon Mesh (Lemek) 30.000/Lembar 50 Lembar 1.500.000
Kain Kera (kerasan) 20.000/Meter 100 Meter 2.000.000
Sablon 1000/Pasang 1.000 Pasang 1.000.000
Soll TPR 15.000/Pasang 1.000 Pasang 15.000.000
Besi Penguat Soll 1.500/Pasang 1.000 Pasang 1.500.000
LEM 67.000/Kg 60 Kg 4.020.000
44.520.000
Tenaga Kerja Langsung
Bagian Jumlah
Produksi
Tarif Upah Total
Per unit (Rp) BTKL (Rp)
86
Desain 1000 400 400.000
Cutting 1000 737 747.000
Sawing 1000 1500 1.500.000
Penjahitan
Asembling 1000 1125 1.125.000
Penempelan
Finishing 1000 1350 1.350.000
5.122.000
BOP Dibebankan
Deskripsi Total Biaya
Alokasi
Sepatu
Casual
Alokasi
Sepatu
Pantofel
Biaya bahan penolong 5.000.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00
Biaya tenaga kerja tidak
langsung 583.000,00 291.500,00 291.500,00
Biaya listrik dan air 2.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00
Biaya Telephon 250.000,00 125.000,00 125.000,00
Biaya Ongkos Kirim 1.500.000,00 750.000,00 750.000,00
Biaya BBM 2.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00
Peny. Gedung Pabrik 3.500.000,00 1.750.000,00 1.750.000,00
Peny. Mesin Cating 1.500.000,00 750.000,00 750.000,00
Peny. Mesin Press 1.850.000,00 925.000,00 925.000,00
Peny. Mesin Embos 1.500.000,00 750.000,00 750.000,00
Komputer 400.000,00 200.000,00 200.000,00
Biaya lain-lain 350.000,00 175.000,00 175.000,00
10.216.500
Total Biaya Produksi 59.858.500
Sepatu yang Dipesan 1000 Pasang
Biaya Per Pasang Sepatu
Pantofel 59.859
Sumber: Data diolah, 2017
87
4.3.3. Implikasi Hasil
UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto bergerak dalam pengerajinan
sepatu di Mojokerto. Dalam menjalankan proses produksinya UKM Sepatu CV.
Surya Citra Abadi Mojokerto sistem pesanan. Pada bulan Mei 2016 terdapat
pesanan dari Mas Wawan sebanyak 2000 pasang sepatu yaitu 1000 pasang sepatu
casual dan 1000 pasang sepatu pantofel. Agar dapat menetapkan harga jual yang
sesuai maka diperlukannya penghitungan harga pokok produksi yang akurat.
Dengan melakukan penghitungan harga pokok produksi yang akurat maka dapat
diperoleh harga jual yang sesuai, sehingga laba yang diharapkan perusahaan dapat
tercapai.
CV. Surya Citra Abadi Mojokerto dalam melakukan penghitungan harga
pokok produksi dirasa masih kurang akurat karena masih banyak unsur-unsur
biaya yang seharusnya dibebankan tidak dimasukan dalam penghitungan harga
pokok produksi. Hal ini akan berdampak pada laba yang akan di dapatkan oleh
perusahaan. Karena CV. Surya Citra Abadi Mojokerto memproduksi produknya
berdasarkan sistem pesanan maka, setiap bulannya jumlah produksi sepatu
berbeda sesuai dengan model pesanan sepatu yang diterima. hal ini disebabkan
karena setiap produk yang dipesan memiliki tingkat kerumitan dan model yang
berbeda sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sepatu casual dan
sepatu pantofel juga berfariasi. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk
menyelesaikan dua model produk sepatu juga berbeda sesuai dengan banyaknya
produk dan lamanya produk dapat diselesaikan. Berdasarkan karakteristik usaha
tersebut maka, metode perhitungan harga pokok produksi berdasarkan job order
costing sesuai untuk digunakan atau diimplemetasikan.
88
Metode job order costing merupakan suatu metode yang menjadikan pesanan
atau batch produk sebagai objek biaya. Tujuan penentuan biaya produksi
berdasarkan pada pembebanan biaya yang dikeluarkan untuk membuat pesanan.
Sistem ini sesuai untuk perusahaan yang memproduksi produk yang bervariasi
atau berbeda-beda. Metode job order costing mengakumulasikan semua biaya
yang dikeluarkan untuk proses produksi pada setiap produk pesanan pelanggan
secara terpisah. Metode job order costing akan memberikan kemudahan bagi
perusahaan untuk melakukan penghitungan harga pokok produksinya. Dalam
metode ini dilakukan pengklasifikasian biaya yang sesuai dengan kaidah
akuntansi, sehingga seluruh biaya yang berkaitan dengan proses produksi dirinci
dengan tepat..
Berdasarkan penghitungan harga pokok produksi UKM Sepatu CV. Surya
Citra Abadi Mojokerto maka, diperoleh hasil berbandingan penghitungan harga
pokok produksi berdasarkan metode perusahaan dan dengan metode job order
costing. Berdasarkan hasil penelitian terdapat selisih yang cukup besar antara hasil
perhitungan harga pokok produksi. Hal ini disebabkan karena UKM Sepatu CV.
Surya Citra Abadi Mojokerto belum dapat mengklasifikasikan biaya secara tepat.
Kurang akuratnya penghitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh
perusahaan mengakibatkan laba yang yang diperoleh oleh perusahaan tidak
maksimal. Selama ini, perusahaan merasa bahwa penghitungan harga pokok
produksi telah sesuai dan laba yang mereka dapatkan telah maksimal. Tetapi pada
kenyataannya tanpa disadari laba yang didapatkan perusahaan masih belum
maksimal dan penghitungan harga pokok produksi masih belum sesuai dengan
kaidah akuntansi.
89
Karena laba yang didapatkan pada kenyataannya digunakan untuk menutupi
pembayaran biaya penyusutan peralatan dan penyusutan gedung pabrik. Oleh
karena itu laba yang didapatkan oleh perusahaan belum maksimal yang sesuai
dengan perusahaan harapkan. Selain itu, dalam metode job order costing ini juga
memberlakukan kartu biaya pesanan yang memberikan informasi kepada
perusahaan kapan untuk memulai membuat pesanan, mulai memproduksi, kapan
produk selesai dan siap diambil. Dengan adanya pencatatan kartu biaya pesanan
maka penumpukan pesanan dapat terhindarkan, dan pesanan pelanggan dapat
selesai dengan tepat waktu. Selain itu, dalam kartu biaya pesanan juga dirinci
kisaran biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk memproduksi pesanan
sepatu casual dan sepatu pantofel sehingga dapat diperkirakan berapa harga jual
per pasang sepatu pesanan. Dengan penghitungan harga pokok produksi yang
akurat, maka perusahaan dapat menetapkan harga jual yang tepat, sehingga laba
yang didapatkan maksimal. Selain itu, dengan harga jual yang tepat CV.Surya
Citra Abadi Mojokerto dapat terus bertahan ditengah ketatnya persaingan harga
dipasaran dan terus mampu untuk mengembangkan usahanya. Adanya hasil
penelitian ini, dapat menjadi pertimbangan bagi perusahaan untuk melakukan
pencatatan laporan keuangan yang akurat dan rinci. Sehingga dapat dilakukan
pengklasifikasian biaya dan penghitungan harga pokok produksi yang akurat,
yang digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan terkait penetapan
harga jual dan laba rugi perusahaan.
90
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa untuk mengetahui dan mejelaskan penghitungan harga
pokok produksi dapat menggunakan metode Job Order Costing dan
metode Full Costing pada UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi Mojokerto.
Dengan dilakukan penghitungan harga pokok produksi dengan
metode Job Order Costing dan metode Full Costing, maka jumlah harga
pokok produksi adalah pesanan Sepatu Casual sebesar Rp50.566.500,00
dengan biaya per pasang sepatu sebesar Rp50.567 dan harga pokok
produksi untuk pesanan Sepatu pantofel sebesar Rp59.858.500,00 dengan
biaya per pasang sepatu sebesar Rp59.858 untuk pesanan 1000 pasang
produksi sepatu.
Hasil penghitungan menunjukkan bahwa seluruh komponen biaya
produksi dapat diperhitungkan dan menunjukkan dasar penghitungan
harga pokok produksi yang lebih akurat sehingga perusahaan dapat
menggunakan penghitungan harga pokok produksi ini sebagai dasar
menentukan harga pokok penjualan dan laba yang lebih akurat.
91
5.2.Saran
a. Bagi pemilik UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan solusi pada UKM dengan menggunakan
perhitungan harga pokok produksi dengan metode job order costing pada
UKM. Penghitungan tersebut dapat digunakan untuk menentukan
anggaran biaya produksi untuk kegiatan produksi selanjutnya dan
menentukan harga pokok produksi yang lebih akurat terutama dalam
menghadapi persaingan antar UKM.
b. UKM Sepatu CV. Surya Citra Abadi sebaiknya melakukan peninjauan
ulang terhadap metode yang selama ini diterapkan perusahaan dalam
menetapkan harga pokok produksi Sepatu. Biaya overhead pabrik
sebaiknya dicatat dengan rinci sehingga dapat dialokasikan secara akurat
ke produk Sepatu yang diproduksi oleh UKM. Seluruh biaya yang terkait
pada proses produksi dihitung secara rinci agar dapat menghasilkan
perhitungan harga pokok produksi yang akurat.
92
DAFTAR PUSTAKA
Blocher, Edward J., Chen, Kung H., Cokins, Gary., Lin Thomas W., 2007, Manajemen
Biaya,Edisi 3, Jakarta: Salemba Empat.
Carter, Wiliam K dan Milton F. Usry, 2006, Akuntansi Biaya Buku I, Edisi 13, Penerbit
Salemba Empat,Jakarta.
Garrison, Ray H., Noreen, Eric W., Brewer, Peter C., 2008, Akuntansi Manajerial. Edisi
Sebelas. Jakarta : Salemba Empat.
Hansen, Don. R dan Maryanne M. Mowen, 2009, Akuntansi Biaya, Edisi 8, Terjemahan oleh
Deny Arnos Kwary, Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., dan Foster, Georger. 2008. Akuntansi Biaya: dengan
Penekanan Manajerial, Edisi Keduabelas, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hanggana, Sri. 2009. Akuntansi Biaya – Teori dan aplikasi. Cetakan 1. Surakarta : LPP UNS
dan UNS Press.
Indah Fitri Rusmala, 2012, Pentingnya Penerapan Metode Full Costing dalam rangka
menetapakan harga pokok produksi pada peternak Ayam UD. Family Poultry Shop di
Kabupaten Blitar, Skripsi, Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya, Malang.
Indriantioro, Nur., Bambang Supomo, 2009. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi
dan Manajemen, Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta.
Kementrian koperasi Republik Indonesia, 2016, Data Usaha Mikro, kecil, dan
Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2012-2013, (Online)
Available at: http://www.depkop.go.id/pdfviewer/?p=uploads/tx_rtgfiles/
sandingan_data_umkm_2002-2003.pdf. (Diakses 25 Mei 2017).
Mohammad Nazir. 2005. Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia
Mas’ud Machfoedz dan Mahmud Machfoedz, 2011, Kewirausahaan : Metode Manajemen
dan Implementasi, Edisi 1, Yogyakarta: BPFE.
Mulyadi, 2005, Akuntansi biaya, Edisi 5, Yogyakarta: Aditya Media
Mulyadi, 2008, Sistem Akuntansi, Jakarta: Salemba Empat
Ollin Thia Priscilla Cristie, 2014, Perhitungan Biaya Produksi dengan Menggunakan Metode
Job Order Costing Sebagai Dasar Penetapan Harga Jual (Studi Kasus Pada Harry
Handmade Shoes Malang), Skripsi, Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya, Malang.
93
Rully Kusumawardani, 2013, Perhitungan Harga Pokok Produksi Menggunakan Metode Job
Order Costing (Studi Kasus UMKM CV. Tristar Alumunium), Skripsi, Program Studi
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang.
Rica Marthasari. 2013. Perhitungan Biaya Produksi Dengan Metode Full Costing (Studi
Kasus Ayam Bakar Kaki Lima Jalan DR Mansyur III Padang Bulan Medan).
Universitas Sumatera Utara.
Sugiri ,Slamet, dan Sulastiningsih, 2004, Akuntansi Manajemen: Sebuah Pengantar, UPP-
AMP YKPN, Yogyakarta
Setiawan,dkk, 2010 .Evaluasi Penerapan Job Order Costing Dalam Penentuan Harga
Pokok Produksi (S tudi Kasus Pada P T Organ Jaya).
.
Uma Sekaran, 2006, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1, Jakarta: Salemba
Empat.
Widiyastuti, 2007, Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus
UKM Lifera Hand Bag Collection). Skripsi, Program Studi Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertania Bogor.