pleno b1

58
Ketidakpatuhan Pasien TB Terhadap Pengobatan Adatya stevani paulins P 102010253 Maulana Malik Ibrahim 102011158 Muhammad Hasa Narej 102011450 Roswita Arliani 102012049 Teo Wijaya 102012121 Tiffany Cindy Claudia 102012197 Egidius Ian Andrian 102012346 Tiffany 102012368 Ninanda Widakdo 102012469 1

description

makalah kelompok paling kece b1 jangan macam macam yaa broo gue ngga suka b1 gokil banget hahahhaahhahahhahhhahahahahahahahhhahaahhahahhaha

Transcript of pleno b1

Ketidakpatuhan Pasien TB Terhadap Pengobatan

Adatya stevani paulins P 102010253 Maulana Malik Ibrahim 102011158 Muhammad Hasa Narej 102011450 Roswita Arliani 102012049 Teo Wijaya 102012121 Tiffany Cindy Claudia 102012197 Egidius Ian Andrian 102012346 Tiffany 102012368 Ninanda Widakdo 102012469

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

PendahuluanSecara epidemiologi, penelitian berasal dari kata research atau riset. Research berasal dari kata re yang berarti kembali, dan to search yang artinya mencari. Dengan demikian riset artinya mencari kembali. Penelitian adalah suatu upaya pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan analisis data yang dilakukan secara sistematis, teliti, dan mendalam dalam rangka mencarikan jalan keluar dan atau jawaban terhadap suatu masalah yang ditemukan.Tahapan PenelitianAgar penelitian dapat dilakukan dengan baik, perlu disusun langkah-langkah yang tepat. Secara garis besar, tahap-tahap penelitian adalah sebagai berikut:a. Pertanyaan PenelitianMerupakan tindakan awal yang sangat penting dalam merencanakan penelitian karena dari pertanyaan penelitian dapat disusun tujuan penelitian. Hampir pada semua laporan penelitian terdapat pertanyaan walaupun tidak mencantumkan tujuan secara eksplisit.3b. HipotesisHipotesa berasal dari penggalan kata hypo yang artinya di bawah dan thesa yang artinya kebenaran.Pengertian Hipotesa adalah tentang pemecahan masalah. Sering kali peneliti tidak dapat memecahkan permasalahannya hanya dengan sekali jalan. Permasalahan itu akan diselesaikan segi demi segi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk tiap-tiap segi, dan mencari jawaban melalui penelitian yang dilakukan.Dari kedua pernyataan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis adalah suatu dugaan yang perlu diketahui kebenarannya yang berarti dugaan itu mungkin benar mungkin salah.Jenis-jenis HipotesaJenis Hipotesa penelitian dapat di golongkan menjadi dua yaitu :Hipotesa Kerja, atau disebut juga dengan Hipotesa alternatif (Ha). Hipotesa kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok.Hipotesa Nol (Null hypotheses) Ho. Hipotesa nol sering juga disebut Hipotesa statistik, karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik, yaitu diuji dengan perhitungan statistik. Bertolak pada pemikiran diatas dapat penulis kemukakan bahwa dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis kerja dan hipotesis nihil (nol).3c. TujuanSetelah disusun pertanyaan penelitian yang akan dicari jawabannya maka tindakan selanjutnya dalah menentukan dan merumuskan tujuan penelitian dengan sebaik-baiknya, penentuan dan perumusan tujuan dalam suatu penelitian adalah hal yang sangat penting karena tujuan penelitian merupakan pedoman dalam melakukan tindakan selanjutnya. Dalam ilmu kedokteran, penelitian deskriptif jarang dilakukan secara murni, tetapi biasanya dilakukan bersama dengan penelitian analitik atau metode penelitian yang lain. Tujuan penelitian dapat dinyatakan dalam tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum menyatakan apa yang ingin dicapai dalam penelitian yang akan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian.Tujuan khusus merupakan tindakan yang akan dilakukan agar tujuan umum dapat dicapai karena itu tujuan khusus harus dinyatakan dalam kalimat aktif.3d. Populasi studi dan subjek studiPopulasi studi dapat berupa masyarakat di suatu daerah arau beberapa daaerah atau institusi, seperti sekolah, industry atau rumah sakit, atau data sekunder dari rekam medis di rumah sakit. Penentuan populasi studi harus dillakukan dengan hati-hati dan jelas karena populsi studi merupakan kumpulan dari subjek studi, yaitu individu yang akan diukur cirri-cirinya sesuai dengan tujuan penelitian.populasi studi juga penting artinya dalam menentukan cara pengambilam sampel dan besarnya sampel.Setelah populasi sulit ditentukan, kegiatan selanjutnya ialah menentukan criteria subjek studi. Variabel orang sebagai subjek studi meliputi umur, jenis kelamin, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain sesuai dengan tujuan.3e. Kriteria inklusi dan eksklusiKriteria inklusi adalah kriteria atau standar yang ditetapkan sebelum penelitian atau penelaahan dilakukan. Kriteria inklusi digunakan untuk menentukan apakah seseorang dapat berpartisipasi dalam studi penelitian atau apakah penelitian individu dapat dimasukkan dalam penelaahan sistematis. Kriteria inklusi meliputi jenis kelamin, usia, jenis penyakit yang diobati, pengobatan sebelumnya, dan kondisi medis lainnya. Kriteria inklusi membantu mengidentifikasi peserta yang sesuai.Kriteria eksklusi atau kriteria pengecualian adalah kriteria atau standar yang ditetapkan sebelum penelitian atau penelaahan. Kriteria eksklusi digunakan untuk menentukan apakah seseorang harus berpartisipasi dalam studi penelitian atau apakah penelitian individu harus dikecualikan dalam tinjauan sistematis. Kriteria eksklusi meliputi usia, perawatan sebelumnya, dan kondisi medis lainnya. Kriteria membantu mengidentifikasi peserta yang sesuai.3f. Cara pengambilan sampelSetelah menentukan populasi studi dan kriteria subjek studi maka kegiatan selanjutnya adalah menentukan apakah diambil seluruh subjek studi dalam populasi studi atau diambil sebagian (sampel). Bila kita akan mengambil sampel, tentukan cara pengambilan dan besarnya sampel. Bila ditentukan pengambilan sampel secara acak, tentukan tipe random sampling yang digunakan.Pengampilan sampel dilakukan dalam rangka penghematan biaya, tenaga, waktu, namun karena cara pengambilan sampel beraneka ragam maka cara pengambilam sampel harus ditentukan berdasarkan tujuan penelitian serta kondisi populasi seperti luas, sebaran, dan sebagainya.3Secara umum, pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara acak( random sampling) atau tanpa acak (nonrandom sampling). Beberapa cara pengambilan sampel (sampling) :Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling)Pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Ialah pengambilan sampel sedemikian rupa sehingga setiap unit dasar (individu) mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Cara ini merupakan cara paling sederhana, namun dalam praktik jarang dilakukan secara tunggal terutama pengambilan sampel pada populasi yang besar, tetapi cara ini mempunyai arti yang sangat penting karena pengambilan sampel acak sederhana merupakan dasar cara pengambilan sampel yang lain. Populasi studi dianggap homogen, bila tidak homogeny dapat dilakukan cluster untuk tiap unit sampel, di mana populasi dibagi menjadi kelompok-kelompok yang mempunyai sifat yang sama untuk tiap kelompok. Contoh: untuk meneliti pengetahuan, sikap dan perilaku ibu-ibu tentang cacingan pada anak balita, maka dapat dilakukan simple random sampling pada ibu-ibu yang mempunyai anak balita.Pengambilan sampel acak staratifikasi (stratified random sampling). Merupakan cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan membagi populasi menjadi beberapa strata dimana setiap strata adalah homogen, sedangkan antarstrata terdapat strata yang berbeda, kemudian dilakukan pengambilan sampel pada setiap strata. Pengambilan sampel acak bertahap (multistage random sampling). Cara ini merupakan salah satu model pengambilan sampel secara acak yang pelaksanaannya dilakukan dengan membangi populsi menjadi beberapa fraksi-fraksi yang lebih kecil dan diambil sampelnya. Pemabagian menjadi fraksi ini dilakukan terus sampai pada unit ampel yang diinginkan. Pengambilan sampel acak bertingkat ini biasanya digunakan bila kita inginmengambil ampel dengan jumlah yang tidak banyak pada populasi yang besar.Pengambilam sampel acak sistematik (systematic sampling). Diaktakan pengambilan sampel acak dilakukan secara berurutan dengan interval tertentu. Besarnya interval (i) dapat ditentukan dengan membagi populasi (N) dengan jumlah sampel yang diinginkan (n) atau i= N/n.Pengambilan sampel acak kelompok (cluster sampling). Pengambilan sampel acak kelompok dilakukan bila kita akan mengadakan penelitian dengan mengambil kelompok unit dasar sebagai sampel. Bila pengambilan sampel acak kelompok dilakukan dengan baik akan menghasilkan ketepatan yang lebih baik daripada pengambilan sampel acak sederhana.3Pengambilan sampel tanpa acak (nonrandom sampling)Pengambilan sampel tanpa acak ini digunakan bila kita ingin mengambil sampel yang sangat kecil pada populasi yang besar karena pada kondisi demikian dengan cara apa pun tidak mungkin mendapatkan menggambarkan keadaan populasinya, bahkan mungkin dengan pengambilam sampel tanpa acak akan menghasilkan bias yang lebih kecil dibandingkan dengan pengambilan swampel secara acak.3Pengambilan sampel seadanya (accidental sampling). Pengambilan sample yang dilakukan secara subjektif oleh peneliti ditinjau dari sudut kemudahan, tempat pengambilan sampel, dan jumlah sampel yang akan diambil. Cara ini sudah tidak dilakukan lagi dalam bidang kedokteran, tetapi masih digunakan dalam bidang sosial ekonomi dan politik untuk mengetahui opini masyarakat terhadap suatu hal.3Pengambilan sampel berjatah (quota sampling). Cara pengambilan sampel dengan jatah hampir sama dengan pengambilan sampel seadanya, tetapi dengan kontrol yang lebih baik untuk mengurangi terjadinya bias. Pelaksanaan pengambilan sampel dengan jatah sangat terganung pada peneliti, tetapi dengan criteria dan jumlah yang telah ditentukan sebelumnya.3Pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan (purposive sampling). Dikatakan pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan bila cara pengambilam sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga kewakilannya ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan orang-orang yang telah berpengalaman. Cara ini lebih baik dari dua cara sebelumnya karena dilakukan berdasarkan pengalaman berbagai pihak.3Pengambilan sampel pada penelitian klinis sering didasarkan atas waktu atau jumlah. Pengambilan sampel yang dialkukan dalam periode waktu tertentu, dimana semua penderita yang datang ke rumah sakit dan memenuhi criteria studi diambil sebagai sampel sampai suatu periode waktu yang telah ditentukan. Pengambilan sampel dengan cara ini tidak tergantung jumlahnya.3Pengambilan sampel berdasarkan waktu biasanya dilakukan pada penelitian dengan penyakit yang kasusnya cukup banyak karena bila insidensi kasusnya tidak banyak maka kemungkinan pada periode yang telah ditentukan jumlah sampel yang diperoleh tidak banyak. Untuk mengatasi hal itu, biasanya waktu pengambilan sampel diperpanjang sampai jumlah kasus cukup banyak. Pengambilan sampel berdasarkan jumlah, bila kasusnya cukup banyak akan membutuhkan waktu yang singkat, tetapi bila kasusnya jarang maka akan membutuhkan waktu yang lama. 3g. Menentukan variabel yang akan ditelitiSetelah ditentukan populasi studi, criteria subjek studi, dan cara pengambilan sampel serta perkiraan besarnya sampel maka tindakan selajutnya ialah menentukan variabel apa yang akan diteliti. Ini diperlukan untuk menyusun daftar pertanyaan yang akan digunakan sebagai pedoman dalam pengumpulan data.Misalnya, kita akan mencari prevalensi penderita ISPA pada anak maka kita tentukan batas umur anak. Selanjutnya, kalau ingin diketahui juga status gizi anak tentukan cara pengukuran yang digunakan. Agar variabel yang telah ditentukan mudah diukur maka variabel-variabel tersebut harus dibuat definisi operasional. Mialnya, untuk ISPA ditentukan cara diagnosis yang digunakan serta kriterianya dan juga batasan umur anak harus ditentukan apakah umur tepat atau digunakan dan batasan untuk menentukan status gizi.3h. Pengumpulan data Pengumpulan data dapat dilaksanakan dengan teknik wawancara atau angket. Pada saat pengumpulan data dilaksanakan, perlu dilakukan editing di lapangan dengan mengadakan koreksi bila terdapat data yang salah atau tidak jelas agar data ksar yang diperoleh sudah cukup bersih. Salah satu teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara. Wawancara merupakan suatu proses interaksi atau komunikasi verbal secara langsung antara pewawancara dan responden. Dengan wawancara dapat dikumpulkan data tentang fakta, sifat, pendapat, opini, dan pengalaman.3i. Analisis dataPada penelitian deskriptif dapat dilakuan analisis data yang diperoleh dengan mengadakan perhitungan statistic sederhana, seperti rasio, persentse atau proporsi, rata-rat, simpangan baku, koefisien korelasi, atau pengukuran risiko relative sesuai dengan skala ukuran data yang diperoleh. Pengumpulan data yang dilakukan dengan teknik wawancara seperti pada penelitian deskriptif akan diperoleh jawaban dengan intensitas yang berbeda-beda sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Untuk dapat menempatkan intensitas data yang berbeda-beda secara tepat buat beberapa tingkatan atau jenjang yang dikenal dengan skala ukuran. Skala ukuran dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu skala nominal, ordinal, interval, dan rasio.Skala Nominal. Skala yang hanya dapat membedakan saja. Contoh: jenis kelamin, agama, dan ras.Skala Ordinal. Skala yang dapat membedakan dan mengurutkan atau rangking. Contoh: status gizi (baik, sedang, buruk) dan pengetahuan (tinggi, sedang, rendah).Skala Interval. Skala yang dapat membedakan, mengurutkan, dan melihat besar beda. Contoh: suhu badan; A 360C dan B 38 0C maka suhu B berbeda dengan suhu A, suhu badan B lebih tinggi daripada suhu badan B dan ada perbedaan 20C. Namun, pada skala ini tidak ada pengamatan dengan nilai nol mutlak (tidak suhu badan yang bernilai nol).Skala Rasio. Skala yang dapat membedakan, mengurutkan, melihat besar beda dan berlaku kelipatan. Contoh: jumlah anak; ibu A mempunyai 2 anak, ibu B mempunyai 4 anak, maka jumlah anak ibu A dan B berbead, anak ibu B lebih banyak daripada anak ibu A, besar bedanya 2 anak, anak ibu B 2 kali lipat daripada ibu A. pada skala ini ada nilai nol mutlak yaitu jumlah anak= 0 (maknanya ibu tersebut tidak mempunyai anak).Setelah dilakukan analisis maka dengan hati-hati ditarik kesimpulan untuk menjawab tujuan penelitian serta rekomendasi bila dibutuhkan penelitian lebih lanjut.3Metode Pengolahan DataMetode pengolahan data dilakukan dalam 4 tahap yaitu :a. Tabulasi Data Tahap PertamaTabulasi data tahap pertama adalah untuk mengelompokkan jawaban dari responden dan dilakukan pada semua jenis kuesioner.b. Tahap Pemberian KodeTahap ini dikerjakan dengan cara memberikan inisial huruf pada input data SPSS 13.0 dari variabel pertanyaan dalam kuesioner bagian 1 dan 2.

c. Perhitungan DataPerhitungan data menggunakan software SPSS 13.0 pada data kuesioner bagian 2 dan 3 untuk mencari nilai koefisien korelasi. Sedangkan kuesioner bagian 1 dan 4 tidak dihitung, karena data bukan berbentuk angka.d. Tabulasi Data KeduaTabulasi data 2 adalah mengelompokkan data hasil perhitungan atau output dari SPSS 13.0 untuk kuesioner bagian 2 dan 3.3

Metode Analisa DataAnalisa bagian penting dalam Metode Penelitian ilmiah, sebab dengan melakukan analisis, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam suatu penyelesaianmasalah. Ada 2 pendekatan untuk menganalisis informasi berdasarkan jenis informasi yangdiperoleh, yaitu analisis kuantitatif dan analisa kuantitatif.Analisa kuantitatif adalah analisa yang berbasis pada hasil perhitungan data. Tahap ini adalah untuk penentuan kuat dan lemah masing-masing hubungan dilihat dari nilai korelasi. Jika nilai korelasi < 0,5 maka korelasinya lemah atau tidak berkolerasi. Jika nilai korelasi 0,5< r < 1 maka korelasinya kuat. Di samping itu perlu diperiksa juga arah korelasinya, negatif atau positif. Artinya, jika positif maka hubungan itu searah, sebaliknya jika negatif maka hubungan itu terbalik atau berlawanan arah.Setelah itu dilakukan eliminasi terhadap hubungan-hubungan antar variabel yang tidak logis. Sehingga akan terlihat variabel-variabel apa yang dapat dianalisa lebih lanjut.Analisa kualitatif yang dipakai selanjutnya adalah pembahasan dari hasil analisa kuantitatif. Hubungan-hubungan yang logis dijelaskan bersama beberapa teori yang ada dan hasil pengolahan data isian. Jika hasil analisa hubungan sesuai dengan teori yang ada maka tidak dilakukan kajian lebih lanjut. Tetapi jika terjadi sebaliknya, maka perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai mengapa hal itu tidak sesuai.Tahap selanjutnya adalah menghubungkan variabel-variabel manajemen kualitas dengan variabel-variabel kegagalan konstruksi. Sehingga pada hasil akhir dari analisa akan diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi antara manajemen kualitas dengan kegagalananalisis kualitatif.2,3

Manajemen Penelitiana. Pentingnya manajemen pada penelitianTelah disebutkan bahwa suatu penelitian pada dasarnya adalah juga suatu program. Karena itu, seperti juga berbagai program lainnya, untuk dapat terlaksananya suatu penelitian sesuai dengan yang telah direncanakam, penelitian perlu dikelola dengan sebaik-baiknya. Secara teoritis memang disebutkan bahwa pengelolaan (manajemen) pada dasarnya adalah suatu ilmu dan kiat yang dengan menggunakan orang lain dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kealpaan terhadap aspek manajemen ini tetntu akan menyebabkan pelaksanaan program penelitian tersendat-sendat, sehingga tujuan penelitian pun tidak akan tercapai.4Karena pentingnya aspek pengelolaan ini, maka beberapa peneliti sering menyusun rencana program penelitian tersendiri dipisahkan dengan rencana penelitian atau usulan penelitian. Pada rencana program penelitian diuraikan hal-hal yang harus dilakukan untuk dapay melaksanankan suatu penelitian. Sedangkan pada rencana penelitian diuraikan hal-hal yang menyangkut pekerjaan penelitian saja.4b. Unsur pokok manajemen penelitianPada dasarnya unsure pokok manajemen penelitian adalah sama dengan unsure pokok manajemen pada umumnya, yakni yang meliputi keempat fungsi administrasi. Yang berbeda hanya ruang lingkupnya, yakni yang menyangkut pengumpulam, pengolahan, penyajian, serta analisis data. Uraian dari unsur-unsur manajemen penelitian tersrsebut adalah sebagai berikut :4 Perencanaan. Perencanaan yang dimaksudkan di sini meliputi perencanaan pengumpulam data, perencanaan pengolahan data, dan perencanaan penyajian data, dan perencanaan analisis data. Yang dirumuskan di sini adalah rencana program penelitian bukan rencana penelitian, maka dalam menyusun perencanaan pada pengumpulan data, yang dirumuskan adalah hal-hal yang harus dilakukan sehingga pengumpulan data tersebut dapat dilakukan. Misalnya persiapan surat-surat dan persiapan transportasi. Bukan rencana pengumpulan data dalam bentuk instrument penelitian dan atau populasi dan sampel penelitian. Pengorganisasian. Secara teoritis pengorganisasian yang dimaksudkan di sini meliputi pengorganisasian pengumpulan data, pengorganisasian pengolahan data, pengorganisasian penyajian data, dan perngorganisasian analisis data. Pada penelitian yang melibatkan banyak pihak, pengorganisasian ini perlu diperhatikan. Penggerakkan. Sama halnya dengan pengorganisasian, maka penggerkan pada penelitian ditemukan pada penelitian yang melibatkan banyak pihak, serta perhatian lebih dititikberatkan pada pengumpulan dan pengolahan data. Peranan peneliti di sini adalah berupaya semaksimal mungkin agar rencana pengumpulan dan pengolahan data yang telah ditetapkan, dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Pengawasan. Pengawasan yang dilakukan pada manajemen penelitian juga ditemukan terutama pada penelitian yang melibatkan banyak pihak serta ditujukan pada kegiatan pengumpulan dan pengolahan data. Hal ini dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaannya.

c. Ruang lingkup manajemen penelitianRuang lingkup manajemen penelitian seharusnya menyangkut bidang yang sangat luas. Hanya saja betapa pun luasnya ruang lingkup tersebut, perlulah dikemukakan di sini bahwa ruang lingkup manajemen penelitian yang dimaksud tidak termasuk hal-hal yang berkaitan dengan persiapan usulan penelitian.4Ruang lingkup manajemen penelitian yang dimaksud di sini adalah yang mengatur aspek manajerial penelitian saja yang dilakukan sedemikian rupa sehingga usulan penelitian yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya. Adapun aspek manejerial tersebut diantaranya adalah :4 Organisasi penelitian. Jika melaksanakan suatu penelitian yang melibatkan banyak pihak, perlu dipersiapkan organisasi penelitian yang akan diguanakan. Susunlah organisasi tersebut sedemikian rupa sehingga setiap kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan ada penanggung jawabnya. Personalisasi penelitian. Apabila program tersebut membutuhkan banyak tenaga pelaksana, perlu pula dilakukan persiapan personalia penelitian tersebut. Untuk itu perlu dilakukan seleksi personalia sedemikian rupa sehingga memenuhi criteria yang telah ditetapkan. Sebaiknya dilakukan latihan terlebih dahulu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tenaga pelaksana terhadap penelitian yang dilakukan, juga untuk meningkatkan keterampilannya dalam melakukan penelitian tersebut. Pembiayaan. Untuk menjamin lancarnya penelitian yang dilaksanakan, maka masalah pembiayaan ini perlu disiapkan. Yang terpenting adalah pengaturan dalam pemakaian dan pertanggungjawabannya. Sarana dan fasilitas kerja. Pimpinan peneliti perlu bertanggung jawab mempersiapkan surat-surat yang dibutuhkan, termasuk surat izin penelitian yang sering diperlukan untuk menyelenggarakan suatu oenelitian. Dokumentasi. Dokumentasi ini sering diperlukan pada penyusunan laporan dan karena itu perlu dikelola dengan baik. Kegiatan dan jadwal kerja. Terlaksananya kegiatan sesuai dengan jadwal kerja yang telah ditetapkan akan menjamin selesainya penelitian sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Karena itu pengelolaan kegiatan dan jadwal kerja ini adalah sangat penting, yang harus dilakukan oleh manejer penelitian.

Desain PenelitianBeberapa desain penelitian yang umum digunakan atau dikenal dalam penelitian, terutama penelitian dalam bidang kesehatan. Adapun pembegian desain penelitian tersebut mencakup :1. Penelitian deskriptif dan analitik (explanatory research)Deskriptif. Terdiri dari penelitian dengan pendekatan cross-sectional dan longitudinal.Analitik. Penelitian dengan desain ini terdiri dari cross-sectonal, cohort, case-control dan experimental/ intervasional/ clinical trial/ penelitian klinis.2. Penelitian observasional dan intervensional (experimental)Penelitian observasional terdiri dari penelitian: deskriptif dan analitik observasional (cross-sectional, cohort, case-control). Sedangkan penelitian intervensional (experimental) terdiri dari penelitian true experimental dan quassy experimental.3. Cross-sectional, cohort, case-control dan experimental/ intervensional/ clinical trial/ penelitian klinis.4. Penelitian korelatif dan komparatif.1

Tidak ada satu desain pun yang paling baik. Yang terbaik adalah desain penelitian yang paling mampu menjawab pertanyaan penelitian itu sendiri. Desain penelitian memberikan kerangka kerja untuk pengumpulan dan analisis data. Pemilihan desain riset merefleksikan tentang prioritas yang akan memberikan berbagai dimensi dalam proses penelitian, termasuk menggambarkan hubungan sebab akibat di antara variable-variabel penelitian. Terdapat lima desain penelitian di antaranya: experimental, termasuk quassy experiments, cross-sectional or survey design, longitudinal design, case study design, and comparative design.1Dalam menentukan desain penelitian, peneliti harus mempertimbangkan beberapa hal yakni memformulasikan tujuan penelitian, mendesain metode pengumpulan data, meneyeleksi sampel, mengumpulkan data, prosesing dan analisis data.21. Penelitian deskriptifMenjelaskan fenomena agar dapat menjawab research question. Descriptive design ini dapat ditemukan baik pada studi kualitatif maupun kuantitatif. Pada penelitian kuantitatif menggunakan angka untuk menjelaskan fenomena, juga dapat membandingkan secara sederhana insiden dari fenomena yang terjadi antara kelompok yang berbeda.Penelitian deskriptif adalah sebuah tipe penelitian yang berusaha untuk menjelaskan status dari lokus studinya. Penelitian deskriptif adalah sebuah desain penelitian yang menggambarkan fenomena yang ditelitinya, menggambarkan besarnya masalah yang diteliti. Pertanyaan yang digunakan biasanya: what, how. Desain deskriptif adalah desain yang menjelaskan fenomena untuk menjawab pertanyaan penelitian.Menurut WHO, penelitian deskriptif adalah desain penelitian yang tidak memerlukan hipotesis. Dengan demikian, tidak membutuhkan uji hipotesis. Penelitian ini juga termasuk dalam penelitian observasional. Penelitian survey, misalnya prevalence survey merupakan bagian dari penelitian deskriptif. Terdapat beberapa jenis penelitian deskriptif diantaranya: case series, community diagnosis, epidemiological description of disease occurance, descriptive cross-sectional studies or community (population) survey, and ecological descriptive studies. Penelitian cross-sectional adalah desain penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan pada satu titik waktu atau at one point in time.Pada kesempatan ini penulis hanya menjelaskan tentang descriptive cross-sectional study. descriptive cross-sectional study adalah penelitian yang dilakukan secara cross-sectional (satu titik waktu tertentu) pada populsi atau penelitian sampel yang merupakan bagian dari populasi. Ciri-ciri penelitian dengan desain descriptif:a. Umumnya bersifat cross-sectionalb. Menggambarkan atau mendeskripsi suatu fenomena, kejadian, kondisi, fakta, dan lain-lain.c. Tidak membandingkan satu kelompok dengan kelompok lainnya.d. Pertanyaan tepat untuk penelitian deskriptif adalah what, where, when, how.e. Tidak memerlukan hipotesis, sehingga tidak perlu melakukan uji statistik.f. Analisis data umumnya menggunakan descriptive statistics.g. Studi tentang prevalence rate, proportion, rasio, dan lain-lain.12. Penelitian analitikPenelitian analitik adalah penelitian yang menekankan adanya hubungan antara satu variable dengan variable yang lainnya. Penelitian analitik dapat di bagi menjadi beberapa desain diantaranya: cross-sectional analytic, cohort, case control dan experimental study. Selain itu, ada juga yang membagi penelitian analitik menjadi penelitian dengan desain observasional (experimental study). Berikut ini beberapa ciri dari penelitian analitik:a. Penelitian dilakukan pada dua kelompok atau lebihb. Menghubungkan satu variable dengan variable yang lain (correlative study)c. Memerlukan hipotesis, sehingga perlu hipotesis testing atau uji hipotesis atau uji statistik.d. Membandingkan satu kelompok dan kelompok lainnya (comparative study).e. Pertanyaannya yang digunakan adalah why.2 Beberapa jenis desain penelitian analitik :Cross-sectional study.Cross-sectional adalahpenelitian yang melakukan determinasi terhadap paparan (exposure) dan hasil (disease outcome) secara simultan pada setiap subjek penelitian. Ini berarti bahwa exposure dan outcome dapat dilhat pada waktu yang sama atau dikenal dengan sebutan snapshot of the population. Definisi lainnya menyebutkan bahwa cross-sectional study design adalah penelitian yang mendesain pengumpulan datanya dilakukan pada satu titil waktu (at the point in time): fenomena yang diteliti adalah selama satu periode pengumpulan data. Cross-sectiona study juga tepat digunakan untuk menjelaskan status fenomena atau menjelaskan hubungan fenomena fix pada satu titik waktu. Dalam penelitian cross-sectional, kita mengenal adanya penelitian korelatif dan komparatif. a. Penelitian korelatif adalah penelitian yang menghubungkan variable yang satu dengan yang lainnya, selanjutnya mengujinya secara statistik (uji hipotesis) atau dikenal dengan uji korelasi yang menghasilkan koefisien korelasi.Contoh judul penelitian dengan correlative study design: hubungan antara Hb ibu hamil dengan berat badan bayi yang dilahirkan, hubungan antara umur dengan tekanan darah diastolic, dan hubungan antara intensitas pendidikan kesehatan dengan kejadian demam berdarah di wilayah kerja Puskesmas X.b. Penelitian komparatif adalah penelitian yang ingin membandingkan dua atau lebih kelompok tentang variable tertentu. Sedangkan penelitian korelasional adalah penelitian yang didesain untuk menguji hubungan di antara dua atau lebih variable dalam sebuah kelompok tanpa bertujuan untuk mendeterminasi cause dan effect, jga menguji arah hubungan (positif atau negative) serta kekuatan hubungan variabel penelitian. Dalam penelitian korelasi, tidak variabel independen yang dimanipulasi oleh peneliti, sehingga tidak ada intervensi dalam penelitian ini, hanya observasi saja. Keuntungan dari penelitian korelasi adalah relatif mudah, cepat, dan inexpensive way dalam memperoleh dan memproses data yang digunakan untuk menginvestasi hubungan-hubungan variabel yang diteliti.Contoh penelitian dengan comparative study design antara lain; perbedaan kadar Hb ibu hamil trimester I dan II, perbedaan rata-rata berat badan anak SD di kota dan di desa.1,2Dalam penelitian cross-sectional, seorang peneliti umumnya melakukan langkah-langkah tertentu secara sistematis, yang mencakup: menentukan populasi penelitian, selanjutnya menentukan besar sampel, memilih teknik sampling (cara pengambilamn sampel), menentukan mana variabel (cause and effect). Selanjutnya pada setiap subjek atau sampel dipastikan apakah yang bersangkutan memiliki faktor resiko atau tidak, memiliki effect atau tidak. Jadi, cause and effect atau variabel independen dan dependen diukur pada waktu yang sama untuk setiap subjek penelitian. Agar dapat dipahami secara lebih jelas maka pembaca dapat meyimak gambar berikut:Gambar 1. Penelitian cross sectional.Kelebihan dari cross-sectional study dibandingkan dengan kohort dan clinical trial :a. No waiting for the outcome to occur. Artinya, peneliti tidak perlu menunggu effect dari faktor resiko. Dengan demikian maka penelitian menjadi cepat dan murah, ini berarti no loss to follow up.b. Merupakan first step untuk penelitian cohort study ataupun experimental study. Artinya, hasil penelitian deskriptif dapat dilanjutkan dengan penelitian cohort maupun experimental study.c. Memungkinkan untuk dilakukan penelitian pada beberapa factor atau outcomes pada satu titik waktu.d. Bagus untuk membantu program perencanaan, budgeting, dan lain-lain.1Selain kelebihan, cross-sectional study juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya :a. Kesulitan dalam menetapkan causal-effect relationships dari data observasional yang dikumpulkan dalam a cross-sectional time frame.b. Impractical untuk penelitian dengan kasus atau penyakit yang jarang atau langka terjadi. Misalnya kasus kanker lambung pada umur 45-59 tahun pada laki-laki. Sebetulnya membutuhkan 10.000 kasus tetapi yang tersedia hanya beberapa kasus saja atau bahkan hanya ada satu kasus saja.2

Penelitian Cohort. Pada penelitian cohort, peneliti menentukan satu kelompok yang terpapar faktor resiko (exposed group) dan satu kelompok yang tidak terpapar (nonexposed group), kemudian dilakuakn follow up terhadap kedua kelompok tersebut untuk membandingkan insiden penyakitnya. Lebih lanjut, Gordis menyebutkan bahwa jika menghasilkan asosiasi positif antara risk factor dengan effect maka kita dapat diasumsikan bahwa proporsi kejadian penyakit (insiden penyakit) lebih tinggi pada kelompok yang terpapar dibandingkan dengan kelompok yang tidak terpapar. Penelitian cohort termasuk dalam penelitian dengan pendekatan yang diukur dari waktu ke waktu atau bersifat longitudinal.1Gambar 2. Penelitian kohort.

Gambar di atas menunjukkan bahwa penelitian cohort dimulai dari waktu saat ini (present) dengan melakukan studi terhadap dua kelompok, yaitu: kelompok yang terpapar dengan faktor resiko (exposed to risk factor) dan kelompok yang tidak terpapar dengan faktor resiko (not exposed to risk factor). Kedua kelompok tersebut masih dalam kondisi sehat, tetapi ada yang terpapar dan tidak terpapar faktor resiko. Selanjutnya kedua kelompok di follow up dalam rentang waktu tertentu ke depan (looking forward). Setelah itu dilanjutkan dengan melakukan pengukuran atau observasi dari masing-masing kelompok, apakah masalah muncul atau tidak muncul dari masing-masing kelompok (present or present). Langkah terakhir adalah membendingkan nilai relative risk atau risk ratio (RR) kedua kelompok.2Pada penelitian dengan cohort study, yang sangat umum untuk diukur atau dicari adalah nilai RR yang perhitungannnya dapat dilakukan dengan membagi risk (exposed) dengan risk (unexposed) atau dengan rumus berikut ini :

Cohort studies dapat dibagi menjadi dua desain studi, pertama kita kenal dengan prospective study, dan yang kedua, dikenal sebagai retrospective study.1. Prospective studyPenelitian ini sering disebut concurrent cohort atau longitudinal study. Penelitian ini uktor resiko umumnya membutuhkan waktu yang panjang untuk mengetahui apakah faktor resiko penyakit berefek terhadap penyakit. Sementara itu, Gordis menyebutkan bahwa penelitian ini dikatakan concurrent study karena peneliti mengidentifikasi original populationnya di awal penelitiannya, selanjutnya peneliti mengikutinya sampai batas waktu yang ditentukan sehingga dapat diketahui effectnya. Untuk memperjelas pemahaman pembaca tentang prospective cohort study, berikut ini adalah gambar yang menyajikan prospective cohort study.Gambar 3. Penilitian kohort prospektif.Berdasarkan gambar diatas, dapat dijelaskan bahwa peneliti memulai penelitiannya di tahun 2008 (misalnya saat ini adalah tahun 2008). Selanjutnya peneliti terlebih dahulu menentukan populasi penelitian. Kemudian memilih kelompok yang terpapar dan yang tidak terpapar secara non-random. Setelah kedua kelompok tersebut ditetapkan, peneliti mengikuti kedua kelompok tersebut dari tahun 2028. Pada tahu 2028, masing-masing kelompok (terpapar dan yang tidak terpapar) lalu diidentifikasi apakah outcome-nya positive disease ataukah negative disease sehingga nantinya dopat dihitung nilai RR-nya.Kelebihan penelitian Cohort :a. Memberikan gambaran secara lengkap tentang exposure, termasuk rate of progression, staging of disease and natural history of disease.b. Memberikan informasi tentang multiple potential effects akibat faktor resiko.c. Menghasilkan perhitungan (rate) pada exposed dan non-exposed individuals.1Kelemahan penelitian ini diantaranya adalah:a. Membutuhkan waktu yang panjang misalnya penelitian tentang pengaruh rorkok terhadap kanker paru-paru membutuhkan waktu sekitar 20 tahun untuk menyelesaikna penelitian.b. Membutuhkan biaya besar, apalagi kalau sponsor biaya penelitian hanya disupport sampai 3 atau 5 tahun.c. Ada kemungkinan investigator tidak survive sampai akhir penelitian.d. Membutuhkan sampel yang bear dan akan menemui kesulitan terutama pada kasus-kasus yang langka atau jarang terjadi.12. Retrospective studyPenelitian ini disebut juga historicak cohort study atau non-concurrent prospective study. Dalam penelitian ini, peneliti tetap membandingkan kelompok terpapar dan yang tidak terpapar. Penelitian ini dimaksudkan untuk mensiasati kelemahan dari prospective study yang membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk meyelesaikan penelitian. Penelitian ini menggunakan rentang waktu mulai dari paparan dan diikuti sampai efek terjadi, namun waktunya sudah lewat.Gambar 4. Penelitian kohort retrospektif.Berdasarkan gambar tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa peneliti memulai penelitiannya di tahun 1988 (waktunya sudah lewat karena misalnya saat ini adalah tahun 2008). Peneliti terlebih dahulu menentukan populasi penelitian. Kemudian memilih kelompok yang terpapar dan yang tidak terpapar secara non random. Setelah kedua kelompok ditetapkan, peneliti mengikuti kedua kelompok tersebut dari tahun 1988 sampai dengan tahun 2008. Pada tahun 2008, masing-masing kelompok diidentifikasi apakah outcomenya positive disease ataukah negative disease sehingga nantinya dapat dihitung nilai RR-nya.Kelebihan retrospective study antara lain hemat waktu dan biaya dan subjek telah diset, dasar pengukuran telah ada, follow up periode telah dilewati.Kelemahan retrospective study antara lain limited control, incomplete data, inaccurate, pengukuran mungkin tidakideal untuk menjawab research question.2Case control study. Merupakan salah satu bentuk analaitik observasional yang banyak digunakan terutama pada bidang epidemiologi. Deain ini terutama digunakan untuk mengetahui penyebab penyakit dengan menginvestigasi hubungan antara faktor resiko (risk factor) dengan kejadian penyakit (occurance of disesase). Desain ini relative simple, menggunakan pendekatan backward looking (retrospective) berdasarkan exposure histories of cases and controls.2Peneliti memilih studi dengan memilih sampel dari populasi dengan outcome (cases) dan yang lainnya dari populasi tanpa outcome yang dinamakan kontrol. Selanjutnya, membandingkan predictor variable di dalam dua kelompok sampel untuk melihat yang mana berasosiasi dengan cause the outcome.2Untuk kasus atau penyakit yang jarang terjadi ataupun yang long latent periods antara exposure and disease, maka case control study jauh lebih efisien dibandingkan dengan desain yang lain, menguji banyak variabel, dan digunakan untuk penelitian atau studi tentang outbreak atau kejadian luar bias KLB).SGambar 5. Studi kasus kontrol.Gambar di atas menunjukkan bahwa peneliti memulai penelitiannya dengan memilih dua kelompok cases (kelompok yang menderita penyakit tertentu) dan control (dalam kondisi sehat). Selanjutnya kedua kelompok tersebut ditelusuri atau ditanyakan riwayatnya ke belakang (backward) apakah terdapat paparan atau faktor resiko. Langkah selajutnya adalah menghitung Odds Ratio (OR) untuk mengetahui asosiasi antara expose dan disease.Interpretasi hasil OR: a. Jika OR = 1berarti tidak ada hubungan antara expose dengan disease.b. Jika OR > 1 berarti terdapat hubungan antara expose dengan disease.c. Jika OR < 1 berarti protective effect.Rumus untuk menghitung nilai OR :

Gambar 6. Cara menghitung odds ratio.Kelebihan case-control study antara lain penelitian dapat dilakukan pada kasus-kasus yang jarang terjadi, relatif efisien, membutuhkan sampel yang lebih kecil disbandingkan dengan cohort study, dan dapat terhindar atau meminimalisir masalah yang terkait dengan follow up dan subjek penelitian yang menolak untuk melanjutkan berpartisipasi dalam penelitian.Kelemahan dari case control study antaara lain; information available terbatas, hanya satu outcome yang dapat di studi,, tidak dapat menghitung incidence rate, dan informasi yang didapatkan sangat dipengaruhi oleh memori sehingga dapat menjadi potentially biased.Experimental study. Termasuk penelitian dengan desain kuantitatif yang menghsilkan bukti tentang hubungan cause dan effect di antara variabel-variabel penelitian. Ini adalah tujuan utama dari penelitian eksperimen yang mendeterminasi apakah satu variabel memiliki efek terhadap variabel yang lain. Diharapkan agar manipulasi terhadap independent variable atau causal variable akan memiliki efek terhadap dependent variable atau outcome variable. Variabel ini disebut dependent karena perubahannya tergantung dari perubahan yang terjadi pada independent variable. Dalam penelitian ini experimental, menggunakan control group sebagai pembanding dari experimental group. Control group tidak mendapatkan treatment seperto yang didapatkan oleh experimental group. Sebuah desain penelitian yang tidak menggunankan control group disebut a pre-experimental design. Bila penelitian menggunakan control group tetapi tidak mengalokasikan subjek penelitian secara random treatment maupun control group maka desain itu dinamakan a quassy-experimental design.2Penelitian experiment adalah sebuah tipe penelitian yang melakukan manipulasi dan treatment. Pada akhirnya akan diketahui atau ditentukan mana yang menjadi variable cause dan mana yang menjadi variable effect. Lebih jauh dijelaskan bahwa penelitian experiment adalah penelitiandengan memberikan treatment, di mana perlakuan diberikan oleh peneliti, dan peneliti dapat memanipulasinya.2Ciri dari penelitian eksperimen:a. Manipulation. Pada experimental design, peneliti melakukan beberapa hal manipulasi terhadap participant. Pengenalan terhadap beberapa hal manipulasi tersebut (treatment atau intervention) merupakan independent variable. The experimenter memanipulasi independent variable dengan melakukan treatment ke beberapa subjek dan dengan memisahkannya dari yang lain (dengan memberikan treatment yang lain). Selanjutnya melakukan observasi terhadap effect yang terjasi pada dependent variable.b. Control. Adalah melakukan control group dalam eksperimen. Control group mengacu pada kelompok subjek penelitian yang kinerja atau hasilnya dapat dilihat pada dependent variable yang digunakan untuk mengevaluasi hasil atau kinerja dari experimental group (treatment group atau kelompok yang menerima perlakuan atau intervensi) pada dependent variable yang sama.c. Randomization. Dikenal juga dengan random assignment yang menempatkan subjek pada groups secara random. Random pada dasarnya berarti setiap subjek memiliki peluang yang sama untuk dipilih ke dalam sebuah group. Jika subjek ditempatkan secara random maka itu berarti no systematic bisa di dalam group tersebut.2Skenario Puskesmas K pada pelaksanaan Mikro planning bulang lalu didapatkan data bahwa banyak pasien yang telah didagnosis TB paru dan diobati dengan sistem DOTS tidak kembali lagi mengambil obat. Sementara itu angka kejadian Multi Drugs Resistance (MDR) semankin meningkat. Kepala Puskesmas ingin melakukan penelitian untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan kunjungan follow up pasien TB tidak kembali. Berdasarkan beberapa literature diduga faktor-faktor yang berhubungan dengan keteraturan berobat antara lain : usia pasien, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, pekerjaan, jarak rumah dengan puskesmas, efek samping obat, lamanya minum obat, dan faktor-faktor lainnya.Rumusan masalahPada penelitian kasus-kontrol, pertanyaan penelitian harus diarahkan pada pajanan terhadap faktor risiko agar dapat dibandingkan besarnya pengalaman terpajan oleh faktor risiko antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Berdasarkan uraian di atas maka disusunlah rumusan masalah sebagai berikut: 1) Apakah akan semakin meningkat jumlah pasien TB Paru yang diobati dengan sistem DOTS dengan usia yang lebih tua untuk tidak kembali mengambil obat di Puskesmas debandingkan dengan yang muda?2) Apakah akan semakin meningkat jumlah pasien TB Paru yang diobati dengan sistem DOTS dengan berpendidikan yang rendah untuk tidak kembali mengambil obat di Puskesmas debandingkan dengan yang berpendidikan tinggi?3) Apakah akan semakin meningkat jumlah pasien TB Paru yang diobati dengan sistem DOTS dengan sosial ekonomi rendah untuk tidak kembali mengambil obat di Puskesmas debandingkan dengan yang tidak?4) Apakah akan semakin meningkat jumlah pasien TB Paru yang diobati dengan sistem DOTS dengan sosial ekonomi rendah untuk tidak kembali mengambil obat di Puskesmas debandingkan dengan yang tidak?5) Apakah akan semakin meningkat jumlah pasien TB Paru yang diobati dengan sistem DOTS dengan pekerjaan yang layak untuk tidak kembali mengambil obat di Puskesmas debandingkan dengan yang tidak?

Dari pertanyaan di atas, tampak bahwa pertanaan difokuskan pada besarnya pajanan terhadap faktor risiko dan bukan insidens penyakit seperti pada penelitian yang bersifat prospektif.Tujuan penelitianDari pertanyaan penelitian, dapat diketahui bahwa tujuan penelitian adalah membandingkan dua kelompok yaitu kelompok penderita (kasus) dengan kelompok bukan penderita (kontrol) terhadap pengalaman terpajan oleh faktor risiko yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya penyakit. Dengan kata lain, penelitian yang dilakukan merupakan penelitian retrospektif yang bergerak dari akibat ke sebab dan bertujuan untuk mencari hubungan sebab-akibat melalui perbedaan dalam pengalaman terpajan oleh faktor risiko antara kelompok penderita (kasus) dan kelompok bukan penderita (kontrol).

Tinjauan pustakaa. DefinisiTuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang kronis dan sudah dikenal semua orang. Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis. Tuberculosis paru memerlukan waktu pengobatan yang lama dan tidak boleh terputus, apabila pengobatannya terputus maka dapat menyebabkan resistensi dari obat tersebut.Tuberkulosis (TB) adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri mycrobacterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882 dan sering menginfeksis organ paru-paru dibanding bagian lain pada tubuh manusia.1

b. Faktor resiko c. Pemeriksaan d. Pemeriksaan bakteriologisPemeriksaan bakteriologis unutk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakan diagnosis. bahan untuk pemeriksaan bakteriologis ini dapat berasal dari dahak, cairan pleuran, urin, feses, dan jaringan biopsi. cara pengambilan dahak 3 kali (SPS) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut. bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot khusus. Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila; 1) 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif maka bTA positif; 2) 1 kali positif, 2 kali negatif, lakukan BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif maka BTA positif; 3) bila BTA 3 kali negatif maka BTA negatif.(interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD rekomendasi WHO) meliputi; tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif, ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang ditulis jumlah kuman yang ditemukan, ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+), ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+), ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (3+).6e. Tes TuberkulinTes ini dipakai unutk membantu menegakan diagnosis TB terutama pada anak balita. Biasanya dipakai tes mantoux yakni dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin P.P.D. (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. tuberculosis.Dasar tes tuberculin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman parogen baik yang virulen ataupun tidak (M. tuberculosis atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibody selular pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibody humoral yang perananyannya menurukan antibody selular.kelemahan dari tes ini adalah bisa terdapat positif palsu dimana pada pemberian BCG, atau terinfeksi dengan Mycobacterium yang lain. Negative palsu lebih banyak ditemui daripada positif palsu. Hal-hal yan dapat memberikan hasil tes negative palsu adalah; 1) Pasien baru 2-10 minggu terpajan tuberculosis, 2) Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresi lainnya, 3) Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.6f. Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan rutin foto torakx PA. pemeriksaan atas indikasi seperti foto apikolordotik, oblik, CT scan. Tuberkulosis memberikan gambaran bermacam-macam pada foto toraks. gambarannya dapat berupa; 1) bayangan lesi dilapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah, 2) bayangan berawan atau bercak, 3) adanya kavitas tunggal atau ganda, 4) bayangan bercak millier, 5) bayangan efusi pleura, umumnya unilateral, 6) Destroyed lobe sampai destroyed lung, 7) kalsifikasi.American Thoracic Society membagi luasnya proses TB pada foro torakx terdiri dari 3 bagian:g. Lesi MinimalBila proses TB mengenai sebagiankecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak melebihi volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari sela iga ke dua dan prossesis spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas.h. Lesi SedangBila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas tidak boleh lebih luas dari satu paru, atau jumlah dari seluruh proses TB tadi memeliki densitas yang lebih padat, lebih tebal, tetapi tidak boleh melebihi sepertiga dari satu paru dan proses ini dapat disertai atau tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas, tidak boleh melebihi 4 cm.i. Lesi LuasKelainan lebih luas dari lesi sedang.

Program TB PuskesmasPenanggulangan TB paru (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB Paru ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional melalui Puskesmas.2Tahun 1995 program nasional penanggulangan TB mulai melaksanakan strategi DOTS dan menerapkannya pada Puskesmas secara bertahap. Sampai tahun 2000, hampir seluruh Puskesmas telah komitmen dan melaksanakan strategi DOTS yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.2Di Indonesia, TB masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat sampai saat ini dan merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.2Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.2Sampai tahun 2005, program Penanggulangan TB paru dengan Strategi DOTS menjangkau 98% Puskesmas, sementara rumah sakit dan BP4 / RSP baru sekitar 30%.2

1. Tujuan dan TargetTujuan Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB paru, memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya multidrug resistance (MDR), sehingga TB paru tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.Target Target program penanggulangan TB paru adalah tercapainya penemuan pasien baru TB paru BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85 % dari semua pasien tersebut serta mempertahankannya. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB paru hingga separuhnya pada tahun 2010 dibanding tahun 1990, dan mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015.22. Kebijakana. Penanggulangan TB paru di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana)b. Penanggulangan TB paru dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTSc. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program penanggulangan TB parud. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB paru.e. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB paru dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta (DPS).f. Penanggulangan TB paru dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB paru (Gerdunas TB)g. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.h. Obat Anti TB paru (OAT) untuk penanggulangan TB paru diberikan kepada pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya.i. Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.j. Penanggulangan TB paru lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan terhadap TB paru.k. Pasien TB paru tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.l. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam Millennium Development Goals (MDGs)23. Strategia. Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin ketersediaan sumberdaya dan menjadikan penanggulangan TB paru suatu prioritasb. Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu dilaksanakan secara bertahap dan sistematisc. Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melalui kegiatan advokasi, komunikasi dan mobilisasi sosiald. Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan bantuan sumber daya.e. Peningkatan kinerja program melalui kegiatan pelatihan dan supervisi, pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan24. Penemuan Penderita di Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) Penemuan penderita TB paru dilakukan secara pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang dengan kemauan sendiri berkunjung ke UPK. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini dikenal dengan sebutan passive promotive case finding.2 Selain hal tersebut di atas, semua kontak penderita TB paru positif dengan gejala yang sama, harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin. Semua tersangka penderita (sesuai gejala klinis) harus diperiksa tiga spesimen dahaknya dalam waktu 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).2 Diagnosis TB paru dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif.2 Bila hanya satu spesimen yang positif perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu dengan foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB paru, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB paru BTA positif. Jika hasil rontgen tidak mendukung, maka pemeriksaan dahak SPS harus diulangi.2 Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas selama satu sampai dua minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB paru , maka pemeriksaan dahak SPS harus diulangi. Jika hasil pemeriksaan SPS positif didiagnosa sebagai penderita TB paru BTA positif, dan jika hasil SPS tetap negatif maka pemeriksaan dilanjutkan dengan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB paru.2 Dari hasil foto rontgen di atas dapat didiagnosis sebagai penderita TB paru BTA negatif Rontgen positif jika hasil rontgennya mendukung, dan jika hasil rontgennya tidak mendukung maka penderita tersebut dinyatakan bukan penderita TB paru.25.Pengobatana. Tujuan pengobatanTujuan pengobatan TB paru adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan paduan obat anti TB paru yang tepat, pemberian dalam dosis yang benar serta diminum secara teratur pada waktu yang telah ditentukan.2

b. Prinsip pengobatanObat TB paru diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama enam sampai delapan bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh.Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TB paru akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (Directly Observed Treatment/ DOT). Pengawasan dilakukan oleh pihak lain yang dikenal dengan pengawas menelan obat (PMO).2Pengobatan TB paru diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Pada pengobatan tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua minggu. Sebagian besar penderita TB paru BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Pengobatan tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.2c. Paduan obat yang digunakan.Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia menggunakan jenis-jenis obat anti TB paru sebagai berikut : Isoniasid (H), Riampisisn (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S), dan Etambutol (E).2Obat-obat tersebut di atas dipadukan dalam tiga kategori sebagai berikut : kategori-1 terdiri dari 2HRZE/4H3R3, kategori-2 terdiri dari 2HRZES/HRZE/5H3R3E3, kategori-3 terdiri dari 2HRZ/4H3R3, di samping tiga kategori ini, disediakan juga paduan obat sisipan yaitu HRZE. Untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai, maka paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak, yaitu satu (1) paket untuk satu (1) penderita dalam satu (1) masa pengobatan.2Paduan obat dengan Kategori-1 (2HRZE/4H3R3) diberikan untuk penderita baru TB paru BTA positif, penderita TB paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat, dan penderita TB ekstra paru berat. Pada tahap awal obat-obat ini (HRZE) diberikan setiap hari selama dua bulan, kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR, diberikan tiga kali dalam seminggu selama empat bulan.2Tabel 1. OAT Kategori 1Tahap PengobatanLama pengobatanDosis per hari/kaliJumlah hari/kali menelan obat

H 300mgR 450mgZ 500mgE 250mg

Tahap intensif2 bulan113360

Tahap lanjutan4 bulan21-54

Paduan obat dengan Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure), dan penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default). Pada tahap awal obat-obat ini diberikan setiap hari selama tiga bulan, yang terdiri dari dua bulan dengan HRZES dilanjutkan satu bulan dengan HRZE. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan tiga kali dalam seminggu selama lima bulan dengan HRE.2Tabel 2. OAT Kategori 2Tahap pengobatanLama pengobatanDOSIS PER HARI/KALISTREPTOMISIN INJEKSIMENELAN OBAT

H 300mgR 450mgZ 500mgETAMBUTOL

250mg500mg

Tahap intensif2 bulan1 bulan11113333--0.75gr-6030

Tahap Lanjutan5 bulan21-12-66

Paduan obat Kategori-3 (2HRZ/4H3R3) diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan, dan penderita ekstra paru ringan. Pada tahap awal obat-obat yang terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama dua bulan, diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama empat bulan diberikan tiga kali seminggu.2Tabel 3. OAT Kategori 3Tahap pengobatanLama pengobatanH 300mgR 450mgZ 500mgJumlah hari menelan obat

Tahap intensif2 bulan11360

Tahap lanjutan4 bulan21-54

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan Kategori-1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan Kategori-2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan yang terdiri dari HRZE setiap hari selama satu bulan.2

Tabel 4. Obat sisipanTahap pengobatanLama pengobatanH 300mgR 450mgZ 500mgE 250mgJumlah hari/kali menelan obat

Tahap intensif1 bulan113330

d. Analisa hasil pengobatanHasil pengobatan seseorang penderita dapat dikategorikan sebagai sembuh, pengobatan lengkap, meninggal, pindah, lalai/DO, dan gagal dengan penjelasan sebagai berikut : Penderita dinyatakan sembuh jika hasil pemeriksaan ulang dahak (follow-up) paling sedikit dua kali berturut-turut negatif, salah satu diantaranya haruslah pemeriksaan pada akhir pengobatan (AP). Pengobatan lengkap adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak, khususnya pada akhir pengobatan. Meninggal adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab apapun. Pindah adalah penderita pindah berobat ke daerah kabupaten/kota lain Defaulted atau drop out adalah penderita yang tidak mengambil obat dua bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatan selesai. GagalPenderita dengan BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan.Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan kedua menjadi positif.2

Kerangka Teori dan Kerangka Konsepa. Kerangka teori merupakan kumpulan materi ilmu yang berhubungan erat dengan penelitian. Bahan tersebut mencakup definisi-definisi yang di perlukan, patofisiologi penyakit, dan hasil-hasil penelitian yang relevan. Dalam bagian ini juga dituliskan deskripsi alat-alat kedokteran yang digunakan dan lokasi penelitian. Kerangka teori sangat penting karena pengembangan kerangka konsep dan kerangka operasional tergantung dari bobot materi kerangka teori.1,8b. Kerangka konsepsi operasional merupakan pola pikir yang dikembangkan berdasarkan materi pengetahuan pada kerangka teori untuk menyelesaikan permasalahan penelitian. Terdapat dua bagian dalam kerangka ini. Pertama, merupakan alur pikir atau kerangka konsep peneliti untuk menyelesaikan masalah yang dikembangkan berdasarkan konsep epidemiologis Agent-Host-Environtment bila berhubungan dengan adanya exposure atau pemajan dan outcome atau masalah kesehatan atau penyakit. Dalam rangka ini anak panah antar variabel tidak menggambarkan hubungan statistik tetapi hubungan konsepsional. Kedua, merupakan pengembangan suatu model penyelesaian masalah atau kerangka operasional yang terdiri dari variabel-variabel yang akan diukur. HipotesisPengolahan DataData yang telah terkumpul melalui pengisian kuesioner kemudian diolah, langkah-langkah dalam pengolahan data ada empat tahapan yaitu :editing, coding, entry data, cleaning. Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isi kuesioner apakah sudah diisi dengan lengkap dan jelas, relevansi jawaban dengan pertanyaan dan konsistensi, misalnyaantara pertanyaan usia perkawinandengan jumlah anak. Memeriksa data yang terkumpul dan meneliti kelengkapan jawaban dengan lembar wawancara yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara semua pertanyaan dengan jawaban. Coding Merupakan kegiatan memberikan kodeberbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan.8,9Hasil PenelitianDalam bab ini dilaporkan hasil penelitian dalam bentuk table-tabel. Sebelum tabel diberikan dulu penjelasan mengenai jumlah sampel yang terkumpul dibandingkan dengan besar sampel yang dihitung. Bila ada sebagian dari sampel yang tidak terkumpul perlu diberikan penjelasan. Dijelaskan secara rinci jalannya pengumpulan data serta kendala-kendalanya. Table-tabel terdiri dari dua macam table, yaitu tabel distribusi frekuensi yang meliputi semua variable baik dependen maupun independen dan tabel kontingensi 2x2 atau tabel hubungan antara variabel independen dan dependen. Tabel frekuensi mempunyai judul tabel, terdiri dari kolom-kolom nama variabel yang telah di kelompokkan, frekuensi, dan presentase. Dalam tabel frekuensi yang penting adalah persentase dan biasanya informasi ini digunakan dalam pembahasan untuk menerangkan tabel hubungan. Tabel hubungan juga mempunyai judul, drengan kolom paling kiri adalah variabel independen dan sebelah kanan variabel dependen.8,9Pada tabel hubungan, dilakukan tes-tes kemaknaan yang sesuai. Tes kemaknaan yang digunakan bertujuan untuk melihat apakah hubungan kedua variabel terjadi secara kebetulan atau tidak. Yang lebih dahulu dilihat adalah kecenderungan yang ada dalam tabel. Selanjutnya dilakukan tes kemaknaan , bila hubungannya bermakna (harga p < , di mana adalah batas kemaknaan) maka hubungan yang ada tidak terjadi secara kebetulan, sehingga merupakan informasi yang dapat digunakan. 8,9Dua hal penting yang perlu diperhatikan untuk menggunakan suatu tes kemaknaan dengan benar yaitu skala pengukuran data variabel yang diteliti serta jumlah sampel penelitian. Skala pengukuran data variabel yang sering dalam penelitian adalah yang bersifat kategori dan kontinyu. Ada dua jenis tes kemaknaan yaitu tes kemaknaan parametric (tes T, tes Z, ANOVA, dll) dan non parametric (tes Chi-square, tes Fisher, tes Kolmogorov Smirnov, dll).Semua hipotesis untuk tabel Baris (B) kali Kolom (K) tidak berpasangan menggunakan ujiChi Square, bila memenuhi syarat uji Chi Square. Syarat uji Chi square adalah: tidak ada sel yang nilai observed yang bernilai nol, sel yang mempunyai nilai expec ted kurang dari 5, maksimal 20 % dari jumlah sel, jika syarat uji chi square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya. Alternatif uji chi square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher. Alternatif uji chi square untuk tabel 2xkolomadalah uji Kolmogorov Smirnov. Penggabungan sel adalah langkah alternatif uji chi square untuk tabel selain 2 X 2 dan 2 X K sehingga terbentuk suatu tabel B kali K yang baru. Setelah dilakukan pengga bungan sel, uji hipotesis dipilih sesuai dengan tabel B kali K yang baru tersebut. 8,9Analisis dan Penyajian DataPenyajian dan analisis dilakukan dengan komputer menggunakan program SPSS Windows versi 16 menggunakan analisis statistik yang sesuai. Analisis data dimulai dengan melakukan uji komparatif terhadap data karakteristik pasien dari kelompok yang mengalami anemia ibu hamil dan yang tidak dengan Chi-square atau Fisher exact jikaskala variabel kategorik-kategorik dan Uji T one atau Mann Whitney jika skala variabel numerik. Analisis dilanjutkan dengan menghitung odds ratio (OR) dari variabel anemia gizi dan jumah anak terhadap kejadian anemia ibu hamil.Analisis hasil studi case control secara sederhana adalah perhitungan OR (Odds Ratio) OR adalah odds pada kasus dibandingkan odds pada kontrol yaitu : 8,9Tabel 1. Hubungan Penyakit, Pajanan, dan OddsPenyakitJumlah

+-

Pajanan+aBn1

-cDn2

Jumlahm1m2N

Oddsa/cb/d

Uji korelasi dilakukan terhadap dua variabel faktor risiko tersebut terhadap kejadian anemia ibu hamil dengan uji Pearson atau Spearman tergantung dari sebaran data. Analisis terakhir dilakukan dengan adalah multiple regresi, untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabelsecara bersamaan terhadap kejadian nemia ibu hamil. Hasil analisis dikatakan signifikan jika nilai p