PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ISOLASI DAN...

91
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SAPONIN PADA KECAMBAH KEDELAI (Glycine max L.) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh: Yustina Sakundita Puspariani NIM : 038114014 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ISOLASI DAN...

  • ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SAPONIN PADA KECAMBAH KEDELAI

    (Glycine max L.)

    SKRIPSI

    Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

    Program Studi Ilmu Farmasi

    Oleh:

    Yustina Sakundita Puspariani

    NIM : 038114014

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

    2007

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • AAppaakkaahh ssuukksseess iittuu?? SSeerriinngg ddaann bbaannyyaakk tteerrttaawwaa

    MMeennddaappaattkkaann rraassaa hhoorrmmaatt ddaarrii oorraanngg ppaannddaaii ddaann rraassaa kkaassiihh ddaarrii oorraanngg sseekkiittaarr

    MMeerraaiihh ppeenngghhaarrggaaaann kkrriittiikkuuss yyaanngg jjuujjuurr

    MMeenngghhaarrggaaii kkeeiinnddaahhaann

    MMeenneemmuukkaann ssiiffaatt bbaaiikk ddaallaamm ddiirrii oorraanngg llaaiinn

    MMeemmbbuuaatt dduunniiaa lleebbiihh bbaaiikk,, ddeennggaann sseeppeettaakk kkeebbuunn

    MMeennggeettaahhuuii bbaahhwwaa sseesseeoorraanngg tteellaahh hhiidduupp lleebbiihh mmuuddaahh kkaarreennaa kkeebbeerraaddaaaannmmuu;;

    IIttuullaahh aarrttii ssuukksseess..

                          (Ralph Waldo Emerson) 

    TTuuggaass ddii hhaaddaappaann kkiittaa ttiiddaakk ppeerrnnaahh sseebbeessaarr kkeekkuuaattaann ddii bbeellaakkaanngg kkiittaa

              (Anonim) 

     

    KKuuppeerrsseemmbbaahhkkaann kkaarryyaa kkeecciill iinnii uunnttuukk ::

    MMaammaa && PPaappaa tteerrcciinnttaa

    KKaakkaakkkkuu tteerrssaayyaanngg

    OOrraanngg--oorraanngg yyaanngg mmeennyyaayyaannggiikkuu

    ddaann AAllmmaammaatteerrkkuu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PRAKATA

    Puji syukur penulis panjatkan pada Allah Bapa di Surga, karena atas

    berkat dan kekuatan yang diberikan-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas

    skripsi yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Saponin pada Kecambah Kedelai”

    sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Universitas

    Sanata Dharma.

    Dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan,

    bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga penulis berkewajiban

    untuk menyampaikan terimakasih kepada :

    1. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

    Sanata Dharma Yogyakarta.

    2. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah

    memberikan bimbingan, saran, pengarahan, pengetahuan dan kesabaran

    dalam membimbing selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

    3. Bapak Drs. Sulasmono, Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia

    menguji, memberikan saran dan masukan yang sangat berguna dalam

    penyelesaian skripsi ini.

    4. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah

    bersedia menguji, memberikan saran dan masukan yang sangat berguna

    dalam penyelesaian skripsi ini.

    5. My beloved family, Papa dan Mama, serta Kakakku Petra Chanelia, atas

    cinta, kasih sayang, pengorbanan, dukungan, dan doa yang tak pernah

    henti.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6. Mas-ku, Laurentius Dian ‘Ndolith’ Krislianto atas dukungan, perhatian,

    serta rasa sayang. Terima kasih untuk kebaikan hatimu mengantarku

    mencari kedelai dan selalu siap menjadi penolongku.

    7. Sahabatku, Raya, atas dukungan dan persahabatan yang menyenangkan.

    Terima kasih juga dapat menjadi andalanku.

    8. Teman seperjuanganku, Yohana, atas kerjasama dan suka duka selama

    penelitian di laboratorium, juga untuk printernya. Jangan menyerah,

    kawan!

    9. Teman-teman d’Sindens : Moncee (terima kasih atas pengalaman-

    pengalaman seru di awal kuliah), Vera, Dita, Rosa, Ana, Sari, Tata, dan

    Angger. Dunia hiburan kelas A akan sepi tanpa kalian.

    10. Mas Wagiran, Pak Mukmin, Mas Parlan, Mas Sigit, Pak Prapto, Mas

    Kunto dan Mas Iswandi yang selalu membantu kemudahan penelitian di

    laboratorium.

    11. Teman-teman angkatan 2003, khususnya kelas A (khususnya lagi Shyu

    ‘Baby’, Andi ‘Papi’, dan Adi ‘Gondes’), sebagai supporting team, dan atas

    pelangi penuh warna selama belajar di Farmasi.

    12. Semua pihak serta teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu

    persatu yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan, dan doanya

    selama ini. God bless you all!

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh

    dari sempurna. Maka dari itu, penulis dengan senang hati menerima segala saran

    maupun kritik yang bersifat membangun, dan yang dapat membantu skripsi ini

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • agar dapat menjadi lebih sempurna dan berguna. Akhir kata semoga skripsi ini

    dapat memberi manfaat bagi pembacanya dan bagi perkembangan ilmu

    pengetahuan terutama di bidang kefarmasian.

    Yogyakarta, Oktober 2007

    Penulis

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • INTISARI

    Kedelai (Glycine max L.) selain dikonsumsi sebagai sayuran juga dapat digunakan sebagai tanaman obat karena memiliki kandungan kimia yang cukup bermanfaat. Salah satu senyawa kimia yang terkandung dalam kedelai adalah saponin, dimana secara umum kadar saponin meningkat bila kedelai dikecambahkan. Menurut golongannya, saponin terbagi dua yakni steroid dan triterpenoid. Saponin steroid berguna untuk pengembangan hormon kelamin dan kontrasepsi oral. Sedangkan saponin triterpenoid biasa digunakan sebagai ekspektoran, antiinflamasi, larvasida, serta dapat meningkatkan ekskresi kolesterol. Penentuan tipe saponin berguna untuk pemanfaatan selanjutnya dari tanaman yang mengandung tipe saponin tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tipe saponin yang terdapat dalam kecambah kedelai serta karakteristik saponin tersebut secara Kromatografi Lapis Tipis dan spektroskopi UV.

    Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian non-eksperimental dengan cara analisis deskriptif komparatif. Uji saponin dilakukan dengan uji busa, reaksi Liebermann-Burchard, dan reaksi Salkowski. Selanjutnya saponin dihidrolisis. Isolasi dilakukan dengan KLT preparatif. KLT dan spektroskopi UV digunakan untuk karakterisasi, dan uji kemurnian menggunakan KLT multi-eluen. Sebagai pembanding digunakan Succus Liquiritae.

    Berdasarkan hasil penelitian, kecambah kedelai mengandung saponin triterpenoid. Isolasi menggunakan KLT preparatif menghasilkan isolat murni berwarna biru-ungu hasil reaksi dengan penampak bercak anisaldehid-asam sulfat. Hasil spektroskopi UV menunjukkan puncak tunggal isolat saponin kecambah kedelai dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 280,6 nm.

    Kata kunci : saponin, triterpenoid, kecambah, Glycine max L., isolasi, identifikasi,

    KLT, KLTP, spektroskopi UV

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ABSTRACT

    Soybean (Glycine max L.) can be used as medicinal plants, in other side as vegetable because of its benefit constituents. One of the chemical substance in soybean is saponin, when commonly the saponin amount promotes up in the sprout-shape. Saponin are divided into two types, they are steroid and triterpenoid. Steroid saponins are useful for development of sex hormones and oral contraceptions. Meanwhile the triterpenoid saponins generally used for expectorant, antiinflamation, larvacides, and also can increase excretion of cholesterol. Knowing the type of saponin is very helpful for the next preparation of the plants that include the type of the saponin. The purposes of this research are to knowing the type of saponin of soybean sprouts and their characterization based on Thin Layer Chromatography and UV spectroscopy.

    This was a non-experimental research using comparative descriptive analysis. Saponin was tested with foam test, Liebermann-Burchard reaction, and Salkowski reaction. Next, saponin was hydrolysed. The isolation was done through preparative TLC method. Characterization was use TLC and UV spectroscopy, and for purity test used multi-eluen TLC. Succus Liquiritae is used as standard.

    Based on the research, indicate that soybean sprout contains triterpenoid saponins. Isolation result using TLC preparative give blue-violet pure isolate by reaction with anisaldehide-sulphuric acid. The result of UV spectroscopy showed only one peak with maximum absorbance on wave length about 280.6 nm. Key words : saponin, triterpenoid, sprout, Glycine max L., isolation,

    identification, TLC, PTLC, UV spectroscopy

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL............................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iii

    HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv

    PRAKATA......................................................................................................... v

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ viii

    INTISARI . ........................................................................................................ ix

    ABSTRACT......................................................................................................... x

    DAFTAR ISI...................................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiv

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv

    DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xvii

    BAB I . PENGANTAR .................................................................................. 1

    A. Latar Belakang.................................................................................... 1

    1. Permasalahan ......................................................................... 3

    2. Keaslian penelitian................................................................ 3

    3. Manfaat penelitian................................................................. 4

    B. Tujuan Penelitian................................................................................ 4

    BAB II PENELAAHAN PUSTAKA.......................................................... 5

    A. Kedelai................................................................................................. 5

    1. Keterangan botani ................................................................. 5

    2. Nama Daerah ......................................................................... 5

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3. Deskripsi................................................................................. 5

    4. Khasiat dan kegunaan........................................................... 6

    5. Kandungan kimia .................................................................. 6

    B. Penyarian ............................................................................................. 6

    C. Saponin. ............................................................................................... 9

    D. Kecambah............................................................................................ 13

    E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)...................................................... 16

    F. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)................................. 19

    G. Spektroskopi Ultra Violet (UV) ....................................................... 21

    H. Keterangan Empiris ........................................................................... 24

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 25

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian ....................................................... 25

    B. Definisi Operasional .......................................................................... 25

    C. Bahan dan Alat Penelitian................................................................. 26

    D. Jalan Penelitian ................................................................................... 26

    1. Identifikasi tanaman.............................................................. 26

    2. Pengumpulan bahan dan proses perkecambahan .............. 27

    3. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik..................... 27

    4. Uji saponin ............................................................................. 27

    5. Hidrolisis saponin kecambah kedelai dan

    Succus Liquiritae............................................................ 28

    6. Ekstraksi saponin kecambah kedelai dan

    Succus Liquiritae................................................................... 28

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7. Pemeriksaan pendahuluan saponin dengan KLT………. 29

    8. Isolasi saponin dengan KLTP.............................................. 29

    9. Uji kemurnian dengan KLT multi-eluen……………….. 30

    10. Spektroskopi Ultra Violet (UV) .......................................... 31

    E. Tata Cara Analisis Hasil.................................................................... 31

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 33

    A. Identifikasi tanaman........................................................................... 33

    B. Pengumpulan Bahan dan Proses Perkecambahan.......................... 33

    C. Pemeriksaan Organoleptik dan Makroskopik................................. 34

    D. Uji Saponin ......................................................................................... 35

    E. Hidrolisis Saponin Kecambah Kedelai dan Succus Liquiritae..... 38

    F. Ekstraksi Saponin Kecambah Kedelai dan Succus Liquiritae...... 40

    G. Pemeriksaan Pendahuluan Saponin dengan KLT .......................... 41

    H. Isolasi Saponin dengan KLTP .......................................................... 44

    I. Uji Kemurnian dengan KLT multi-eluen........................................ 47

    J. Spektroskopi Ultra Violet (UV) ....................................................... 54

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 58

    A. Kesimpulan ......................................................................................... 58

    B. Saran .................................................................................................... 58

    DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 59

    LAMPIRAN..................................................................................................... 62

    BIOGRAFI PENULIS.................................................................................... 72

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • DAFTAR TABEL

    Tabel I . Hasil pemeriksaan organoleptik dan makroskopik terhadap

    kecambah kedelai........................................................................ 34

    Tabel II . Hasil kromatogram KLT Pendahuluan ................................... 43

    Tabel III . Hasil kromatogram uji kemurnian dengan KLT multi-eluen 48

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Kerangka steroid ................................................................ 10

    Gambar 2. Kerangka triterpenoid, α-amirin, β-amirin, dan lupeol ...... 12

    Gambar 3. Bagan spektrofotometer UV berkas ganda ………………….. 21

    Gambar 4. Tingkat energi elektron molekul.......................................... 24

    Gambar 5. Mekanisme terbentuknya buih ........................................... 35

    Gambar 6. Reaksi Liebermann-Burchard…………………………….. 37

    Gambar 7. Reaksi Salkowski ............................................................... 38

    Gambar 8. Kerangka asam glisiretinat ................................................. 40

    Gambar 9. Mekanisme hidrolisis Succus Liquiritae

    dalam suasana asam ........................................................... 40

    Gambar 10. Hasil kromatogram KLT Pendahuluan………………… .. 42

    Gambar 11. Hasil uji kemurnian isolat tahap pertama dengan

    fase gerak n-butanol:etanol:air (7:2:5 v/v).......................... 46

    Gambar 12. Hasil kromatogram KLT multi-eluen

    dengan fase gerak kloroform : metanol (95 : 5 v/v)……… 49

    Gambar 13. Hasil kromatogram KLT multi-eluen

    dengan fase gerak kloroform:metanol:air (64:50:10 v/v) .. 50

    Gambar 14. Hasil kromatogram KLT multi-eluen

    dengan fase gerak n-butanol:etanol:air (7:2:5 v/v) ............ 51

    Gambar 15. Reaksi antara saponin triterpenoid

    dengan anisaldehid-asam sulfat ......................................... 52

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Gambar 16. Gugus kromofor asam glisiretinat………………………… 55

    Gambar 17. Spektra saponin kecambah kedelai (sampel) ................... 56

    Gambar 18. Spektra saponin Succus Liquiritae (pembanding)............ 56

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 . Surat keterangan determinasi........................................... 62

    Lampiran 2. Sertifikat analisis Succus Liquiritae…………………….. 64

    Lampiran 3 . Foto tanaman kedelai....................................................... 65

    Lampiran 4 . Foto biji kedelai dan kecambah kedelai .......................... 66

    Lampiran 5 . Foto uji saponin dengan uji buih ..................................... 67

    Lampiran 6 . Foto uji saponin dengan reagen Liebermann-Burchard .. 68

    Lampiran 7 . Foto reaksi Salkowski...................................................... 69

    Lampiran 8 . Foto alat hidrolisa ............................................................ 70

    Lampiran 9 . Foto alat menyaring isolat ............................................... 71

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB I

    PENGANTAR

    A. Latar Belakang

    Gaya hidup back to nature kian diminati sebagai bagian dari kesadaran

    untuk hidup sehat. Masyarakat memanfaatkan berbagai macam tanaman untuk

    kelangsungan hidupnya. Dalam hal ini, bukan saja tanaman pangan tetapi juga

    tanaman obat yang mengandung metabolit sekunder yang cukup bermanfaat

    dalam pengobatan. Tanaman obat merupakan tanaman yang dapat digunakan

    dalam pengobatan baik sebagai pemeliharaan kesehatan maupun untuk

    penyembuhan penyakit. Salah satu jenis tanaman obat adalah kedelai (Glycine

    max L.), walaupun selama ini masyarakat lebih mengenal kedelai sebagai sayuran

    dan bahan pangan, bukan sebagai tanaman obat.

    Kedelai termasuk dalam jajaran bahan makanan yang ditargetkan sebagai

    sumber protein nabati untuk memerangi PMN (protein malnutrition) oleh WHO

    dan FAO. Kecambah kedelai adalah salah satu bentuk penggunaan kedelai,

    dimana biasa digunakan saat masih mentah maupun dimasak sebagai sayur.

    Hanya saja, lebih dianjurkan mengkonsumsi kecambah kedelai dalam keadaan

    mentah, misalnya dijadikan lalapan atau diminum sebagai jus, karena zat-zat

    bermanfaat yang dikandungnya masih utuh. Jika harus dimasak sebagai sayur,

    sebaiknya kecambah dimasukkan sesaat sebelum masakan matang. Selain

    dikonsumsi sebagai sayuran, ternyata kedelai juga dapat digunakan untuk

    pengobatan pada beberapa penyakit, seperti diabetes mellitus, reumatik, sakit

    ginjal (Arisandi dan Andriani, 2006).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Kedelai diperkirakan memiliki kandungan kimia berupa protein, lemak,

    karbohidrat, mineral (Na, K, Fe), vitamin A, vitamin B, saponin, isoflavonoid,

    lesitin, glisinin peptida, dan fito-estrogen (Dora, 2005).

    Berdasarkan hal tersebut, kedelai memiliki dua fungsi yaitu selain

    dikonsumsi sebagai sayuran ternyata dapat juga digunakan sebagai tanaman obat

    karena memiliki kandungan kimia yang cukup bermanfaat. Jika tanaman obat

    tersebut dapat dimakan sebagai sayuran sekaligus dapat mengobati penyakit

    seperti yang telah disebutkan diatas, tentu masyarakat akan merasa lebih

    diuntungkan.

    Dalam setiap bagian tanaman pasti terdapat metabolit sekunder. Salah satu

    senyawa kimia yang termasuk dalam golongan metabolit sekunder yang

    terkandung di dalam kedelai adalah saponin. Menurut golongannya, saponin dapat

    dibedakan menjadi dua macam tipe yaitu tipe steroid dan triterpenoid (Evans,

    2002). Penentuan tipe dari saponin ini berguna untuk pemanfaatan selanjutnya

    dari tanaman yang mengandung tipe saponin tersebut. Saponin steroid berguna

    untuk mendapatkan prekursor obat jenis kortison serta pengembangan hormon

    kelamin dan kontrasepsi oral (Evans, 2002). Sedangkan saponin triterpenoid biasa

    digunakan sebagai ekspektoran (obat batuk), antiinflamasi, larvasida serta dapat

    menurunkan kadar kolesterol. Menurut penelitian, pada anak ayam yang diberi

    0,9% saponin triterpenoid dapat menurunkan konsumsi pakan, menurunkan berat

    badan, serta meningkatkan ekskresi kolesterol (Anonim, 2006).

    Sebuah penelitian menyatakan bahwa ketika biji-bijian dikecambahkan,

    secara umum kadar saponin meningkat sekitar 450% (Wahyuni, 2006). Saponin

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • dalam kecambah mampu menurunkan kadar lemak LDL (Low Density

    Lipoprotein) dalam tubuh, tanpa mengganggu lemak HDL (High Density

    Lipoprotein). LDL bersifat atherogenik (dapat memicu atherosklerosis atau

    pengerasan pembuluh darah akibat penimbunan lemak) sehingga disebut ’lemak

    jahat’, sedangkan HDL bersifat anti atherogenik, karena fungsinya mengangkut

    kolesterol kembali ke hati untuk dikatabolisme sehingga mengurangi simpanan

    kolesterol. Kadar lemak LDL normal yakni < 130 mg/dl, sedang kadar HDL yang

    baik adalah > 40 mg/dl (Soeharto, 2000).

    Untuk lebih mendalami dan mengetahui tipe saponin yang terkandung di

    dalam kedelai, maka dilakukan penelitian mengenai isolasi dan identifikasi

    saponin pada kecambah kedelai (Glycine max L.) serta karakterisasi saponin

    tersebut secara kromatografi lapis tipis (KLT) dan spektrofotometri ultra violet

    (UV).

    1. Permasalahan

    Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, timbul

    permasalahan untuk diteliti, yaitu :

    1. tipe saponin apakah yang terkandung dalam kecambah kedelai?

    2. bagaimana ciri karakteristik saponin kecambah kedelai secara

    kromatografi lapis tipis (KLT) dan spektroskopi ultra violet (UV)?

    2. Keaslian Penelitian

    Penelitian tentang isolasi dan identifikasi saponin pada kecambah kedelai

    sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Penelitian sejenis yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • pernah dilakukan adalah isolasi dan identifikasi aglikon saponin pada buah lerak

    (Sapindus rarak D.C.) oleh Yanuarsih (2001), isolasi dan identifikasi glikosida

    saponin pada herba krokot (Portulaca oleracea L.) oleh Kristianti (2007).

    3. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan baru bagi

    perkembangan ilmu kefarmasian, kedokteran, maupun kesehatan pada umumnya.

    Hal tersebut dapat berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis.

    a. Manfaat Teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu

    kefarmasian khususnya tentang tipe saponin kecambah kedelai.

    b. Manfaat Praktis

    Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi mengenai kecambah

    kedelai berdasarkan aktivitas farmakologi golongan saponin yang

    terkandung dalam kecambah kedelai.

    B. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Penelitian ini secara umum bertujuan untuk lebih mendalami

    pengetahuan tentang kecambah kedelai.

    2. Tujuan Khusus

    Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui tipe saponin

    kecambah kedelai dan karakteristik saponin kecambah kedelai secara

    kromatografi lapis tipis (KLT) dan spektroskopi ultra violet (UV).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB II

    PENELAAHAN PUSTAKA

    A. Kedelai

    1. Keterangan botani

    Kedelai mempunyai nama ilmiah Glycine max L. dan termasuk dalam suku

    Leguminosae. Tanaman ini memiliki sinonim yakni, Glycine soja L. dan Soja max

    Piper (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991 ; Thomas, 1992).

    2. Nama Daerah

    Di beberapa wilayah Indonesia, kedelai dikenal dengan berbagai nama,

    antara lain : dele, dangsul, dekeman (Jawa), kacang bulu, kacang rimang

    (Minangkabau), retak mejong (Lampung), kadhele (Madura), kacang jepun

    (Sunda) (Thomas,1992).

    3. Deskripsi

    Tumbuhan kedelai mempunyai habitus berupa semak, semusim, tinggi 20-

    60 cm. Batang bersegi, berkayu, berambut, bercabang, hijau keputih-putihan.

    Berdaun majemuk, menyirip ganjil, bulat telur, ujung tumpul, tepi rata, pangkal

    membulat, panjang 2-5 cm, lebar 2-4 cm, pertulangan menyirip, hijau. Bunganya

    majemuk, bentuk tandan, kelopak 5-7 mm, berambut, bertaju sempit, runcing,

    ungu. Buah berupa polong, bertangkai pendek, pipih, masih muda hijau setelah

    tua kuning kecoklatan. Biji berbentuk bulat telur, kuning keputih-putihan. Berakar

    tunggang, putih kekuningan (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4. Khasiat kegunaan

    Biji kedelai berkhasiat untuk mencegah kanker, menurunkan tekanan darah

    tinggi, mencegah dan menurunkan kelebihan kolesterol dalam tubuh, antioksidan,

    dan mencegah osteoporosis (Dora, 2005).

    5. Kandungan kimia

    Kedelai mengandung protein, lemak, karbohidrat, mineral (Na, K, Fe),

    vitamin A, vitamin B, saponin, isoflavonoid, lesitin, glisinin peptida, dan fito-

    estrogen (Dora, 2005).

    B. Penyarian

    1. Cairan Pelarut

    Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik

    (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan

    demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa

    kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa

    yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih untuk

    melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung (Anonim, 2000).

    Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah :

    (1) selektivitas

    (2) kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut

    (3) ekonomis

    (4) ramah lingkungan

    (5) keamanan (Anonim, 2000)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2. Metode ekstraksi dan pemisahan

    Dalam analisis fitokimia digunakan jaringan tumbuhan yang masih segar

    (Anonim, 1986). Untuk mendapatkan suatu zat dari bahan tanaman perlu

    dilakukan penyarian. Metode ekstraksi menggunakan pelarut dapat dibedakan

    menjadi dua cara yaitu cara dingin dan cara panas.

    (1) cara dingin

    a. maserasi

    maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia menggunakan

    pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

    temperatur. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang terus-

    menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan

    pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan

    seterusnya.

    b. perkolasi

    perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

    sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Prinsip

    perkolasi dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam bejana

    silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan dialirkan

    dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan

    melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan

    jenuh. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi

    antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5

    kali bahan (Anonim, 1986 ; Anonim, 2000).

    (2) cara panas

    a. refluks

    refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

    selama waktu tertentu dan jumlah pelarutnya terbatas yang relatif

    konstan dengan adanya pendingin balik.

    b. soxhlet

    soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

    umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

    kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya

    pendingin balik.

    c. digesti

    digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi dari

    temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-

    50 °C.

    d. infus

    infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan

    air pada suhu 900C selama 15 menit (Anonim, 1986).

    e. dekok

    dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan

    temperatur sampai titik didih air (Anonim, 2000).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • C. Saponin

    Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang dapat membentuk buih jika

    dikocok dalam air. Saponin juga mempunyai sifat hemolisis, dan jika diinjeksikan

    langsung ke dalam aliran darah akan sangat toksik, namun akan tidak berbahaya

    jika digunakan melalui mulut, karena itu saponin biasa dipakai untuk bahan

    tambahan dalam minuman non-alkohol/beverages (Evans, 2002). Saponin

    merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi, kemungkinan karena mempunyai

    sifat mengiritasi mucosa. Saponin dapat membentuk kompleks dengan asam

    empedu dan kolesterol (Nio, 1990). Pada pangan nabati, saponin memberikan rasa

    pahit. Saponin larut dalam etanol dan air tetapi tidak larut dalam eter (Robinson,

    1991).

    Saponin relatif merupakan senyawa yang stabil, tetapi lama-lama mungkin

    diubah sebagian ke dalam zat yang tidak aktif. Sarsaparilla yang disimpan selama

    50 tahun tetap mempunyai aktivitas penuh seperti aktivitas permulaannya (Evans,

    2002).

    Saponin mempunyai berat molekul yang tinggi, dan isolasinya yang

    membutuhkan kemurnian, cukup sulit. Sebagai glikosida, saponin terhidrolisis

    oleh asam, memberikan aglikon (sapogenin) triterpenoid atau steroid, bermacam

    gula (glukosa, galaktosa, pentosa, atau metil pentosa) dan asam uronat (Evans,

    2002).

    Berdasarkan struktur sapogenin, dikenal dua macam saponin, yaitu steroid

    (biasanya tetrasiklik triterpenoid) dan tipe pentasiklik triterpenoid. Keduanya

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • mempunyai ikatan glikosida pada C-3 dan mempunyai asal-usul biogenesis

    melalui jalur asam mevalonat dan unit isoprenoid (Evans, 2002).

    1. Saponin steroid

    Saponin steroid lebih sedikit terdistribusi di alam dibandingkan tipe

    triterpenoid. Survey fitokimia menunjukkan bahwa saponin steroid terdapat dalam

    banyak tumbuhan monokotil, terutama Dioscoreaceae, Amaryllidaceae, dan

    Liliaceae. Pada dikotil terdapatnya diosgenin pada Leguminosae dan alkaloid

    steroida pada Solanum secara potensial sangat penting. Beberapa spesies

    Strophantus dan Digitalis mengandung saponin steroida disamping glikosida

    jantung (Evans, 2002).

    OH H

    A B

    C1

    2

    34

    56

    7

    89

    10

    1112

    13

    14

    2526O

    O

    15

    16

    17

    18

    19

    20

    21

    2223

    24

    H

    R2

    R1D

    E

    Gambar 1 : Kerangka steroid

    Saponin steroid mempunyai pengaruh yang penting dikarenakan adanya

    hubungan dengan beberapa bahan seperti hormon seks, kortison, steroid diuretik,

    vitamin D, dan glikosida jantung. Beberapa saponin steroid digunakan sebagai

    senyawa awal untuk sintesis bahan-bahan tersebut (Evans, 2002). Saponin steroid

    yang penting adalah diosgenin yang terdapat pada akar Dioscorea (yam) dan

    secara komersial dipergunakan untuk sintesis steroid yang penting bagi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • pengobatan medis (Mann, 1994). Solasodin (dari Solanum sp.) dan diosgenin

    biasa digunakan untuk obat kontrasepsi (Yuliani, 2001).

    2. Saponin triterpenoid

    Saponin triterpenoid jarang terdapat pada tumbuhan monokotil. Mereka

    banyak terdapat pada tumbuhan dikotil. Saponin triterpenoid sering dimanfaatkan

    sebagai ekspektoran karena dapat merangsang keluarnya sekret dari bronkial.

    Menurut beberapa penelitian, saponin triterpenoid mempunyai aktivitas

    antiinflamasi, larvasida, serta dapat meningkatkan eksekresi kolesterol (Anonim,

    2006).

    Menurut Harborne (1987), banyak triterpenoid dikenal dalam tumbuhan

    dan secara berkala senyawa baru ditemukan dan dicirikan. Sampai saat ini hanya

    beberapa saja yang diketahui tersebar luas. Senyawa tersebut adalah triterpena

    pentasiklik α-amirin dan β-amirin serta asam turunannya, yaitu asam ursolat dan

    asam oleanolat. Senyawa ini dan senyawa sekerabatnya terutama terdapat dalam

    lapisan malam daun dan dalam buah, seperti apel dan per, dan mungkin mereka

    berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba

    (Harborne, 1987).

    Saponin triterpenoida dapat dibedakan ke dalam tiga golongan yang

    diwakili oleh α-amirin, β-amirin, dan lupeol.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • OH

    COOH

    R2

    R1

    H

    A B

    C D

    E

    12

    34

    56

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    1415

    16

    1718

    1920

    21

    22

    2324

    2526

    27

    28

    29 30

    (1)

    C H 3

    H 3C

    CH 3

    C H 3

    D

    H 3C C H 3

    C H 3

    C H 3

    C H 3

    C H 3

    C H 3H 2C

    13

    14

    17

    1920

    E

    (2) (3) (4) Gambar 2 : Kerangka triterpenoid (1), α-amirin (2), β-amirin (3), dan Lupeol (4)

    Adanya saponin dalam tanaman juga dapat ditunjukkan dengan beberapa

    cara antara lain:

    a . indeks buih (foam index)

    indeks buih menunjukkan angka pengenceran dari zat atau obat yang

    diperiksa yang akan memberikan suatu lapisan buih yang tingginya 1 cm sampai

    10 cm, bila larutan digojok dalam gelas ukur selama 15 detik dan selanjutnya

    dibiarkan dulu selama 10 menit sebelum dilakukan pembacaan (Anonim, 1995a).

    b. haemolisa

    campur bahan yang akan diperiksa dengan larutan dapar fosfat pH 7,4 ,

    panaskan, dinginkan, dan saring. Ambil filtrat campur dengan suspensi darah.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Diamkan selama 30 menit, terjadi haemolisa total berarti menunjukkan adanya

    saponin (Anonim, 1995a).

    c. reaksi warna

    reaksi warna dapat digunakan untuk menggolongkan saponin (sapogenin)

    yang digunakan untuk membuktikan identitas dari suatu obat, dan jika perlu untuk

    memonitor pada waktu pemisahan. Tidak ada reaksi warna yang secara spesifik

    untuk tiap jenis saponin. Reaksi berikut ini dapat digunakan yaitu:

    1) dengan menggunakan asam asetat anhidrat dan asam sulfat (disebut reaksi

    Liebermannn-Burchard). Hasilnya ditunjukkan dengan adanya perubahan

    warna yang bergantung dari aglikonnya yaitu, merah muda sampai merah

    berarti termasuk golongan triterpenoid. Sedangkan jika warnanya biru hijau

    maka menunjukkan adanya senyawa golongan steroid (Bruneton,1999).

    2) dengan menggunakan vanillin, anisaldehid, dan aldehid aromatik lainnya yang

    ditambah dengan asam mineral kuat. Senyawa yang mengandung saponin

    akan berwarna kuat, yang kemungkinan hasil reaksi antara aldehid dan aglikon

    (Bruneton,1999).

    Uji saponin di atas juga ditunjang dengan cara kromatografi lapis tipis (KLT) atau

    pengukuran spektrum (Harborne, 1987).

    D. Kecambah

    Kecambah merupakan tumbuhan kecil yang baru tumbuh dari biji dan

    masih hidup dari persediaan makanan yang terdapat dalam biji (Tjitrosoepomo,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2003). Perkecambahan biji ditandai dengan pecahnya kulit biji dan munculnya

    calon tanaman baru.

    Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari

    perubahan-perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia. Tahap-tahap

    perkecambahan meliputi :

    1. tahap pertama dari perkecambahan benih dimulai dengan proses

    penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari

    protoplasma.

    2. tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim

    serta naiknya tingkat respirasi benih.

    3. tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan

    seperti karbohidrat, lemak dan protein menjdi bentuk-bentuk yang

    melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh.

    4. tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan

    tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan

    pembentukan komponen dan petumbuhan sel-sel baru.

    5. tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses

    pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik

    tumbuh.

    Sementara daun belum dapat berfungsi sebagai organ fotosintesa maka

    pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada persediaan makanan yang ada

    dalam biji (Sutopo, 1985).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Kecambah memperlihatkan bagian-bagian seperti lembaga, karena memang

    kecambah berasal dari lembaga. Lembaga adalah calon tumbuhan baru, yang

    nantinya akan tumbuh menjadi tumbuhan baru, setelah biji memperoleh syarat-

    syarat yang diperlukan. Lembaga memperlihatkan ketiga bagian utama tubuh

    tumbuhan, yaitu:

    a. akar lembaga atau calon akar (radicula / hipokotil)

    b. daun lembaga atau calon daun (cotyledon)

    c. batang lembaga (cauliculus)

    Batang lembaga beserta calon-calon daun merupakan bagian lembaga yang

    dinamakan pucuk lembaga / plumula (Sutopo, 1985 ; Tjitrosoepomo, 2003).

    Syarat biji dapat berkecambah bila biji berada dalam keadaaan yang

    memenuhi syarat perkecambahan, meliputi kadar air, suhu, cahaya, dan oksigen

    (Tjitrosoepomo, 2003). Suhu optimal untuk perkecambahan antara 10-30°C.

    Oksigen diperlukan untuk respirasi yang merupakan reaksi pembongkaran atau

    pemecahan cadangan makanan. Sedang cahaya diperlukan selama berlangsungnya

    perkecambahan. Namun demikian biji dapat berkecambah dengan baik dengan

    atau tanpa cahaya.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih :

    a. faktor dalam, antara lain : tingkat kemasakan benih, ukuran benih,

    dormansi.

    b. faktor luar, antara lain : air, temperatur, oksigen, cahaya, dan medium.

    Kandungan zat gizi pada biji sebelum dikecambahkan berada dalam bentuk

    tidak aktif (terikat). Setelah perkecambahan, bentuk tersebut diaktifkan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Peningkatan zat-zat gizi pada kecambah mulai tampak sekitar 24-48 jam saat

    perkecambahan (Rukmana, 1997).

    Pada saat perkecambahan, terjadi hidrolisis karbohidrat, protein, dan lemak

    menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna, selain

    itu juga terjadi peningkatan jumlah protein, sedangkan kadar lemaknya

    mengalami penurunan. Ketika biji-bijian dikecambahkan, secara umum kadar

    saponinnya meningkat 450%, bahkan meningkatkan jumlah vitamin A sebanyak

    300 % (Wahyuni, 2006). Menurut Arisandi dan Andriani (2006), kandungan gizi

    yang terdapat pada 100 g biji kedelai yakni protein (34,9 g), kalori (331 kal),

    lemak (18,1 g), hidrat arang (34,8 g), kalsium (227 mg), saponin (200 mg), fosfor

    (585 mg), vitamin A (110 SI), dan vitamin B1 (1,07 mg).

    E. Kromatografi Lapis Tipis

    KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen atas dasar

    perbedaan adsorbsi atau partisi oleh fase diam di bawah pergerakan pelarut

    pengembang atau pelarut pengembang campur. Pemilihan pelarut pengembangan

    atau pelarut pengembangan campur sangat dipengaruhi oleh macam dan polaritas

    zat-zat kimia yang dipisahkan (Mulja dan Suharman, 1995).

    Menurut Gritter, Bobbitt, dan Schwarting (1991), pada hakikatnya KLT

    melibatkan dua peubah: sifat fase diam, dan sifat fase gerak atau campuran pelarut

    pengembang. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai

    permukaan penjerap atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penjerap pada KLT, tetapi

    yang paling umum dipakai adalah sebagai berikut :

    a. silika gel (asam silikat)

    silika gel merupakan penjerap yang paling banyak dipakai dalam KLT. Sebagian

    besar silika gel bersifat sedikit asam, maka asam sering agak mudah dipisahkan,

    jadi meminimumkan reaksi asam-basa antara penjerap dan senyawa yang

    dipisahkan.

    b. alumina

    berbeda dengan silika gel, alumina bersifat sedikit basa dan sering dipakai untuk

    pemisahan basa. Cara ini juga meminimumkan reaksi asam-basa.

    c. kiselgur dan selulosa

    kiselgur dan selulosa merupakan bahan penyangga lapisan zat cair yang dipakai

    dalam sistem kromatografi cair-cair. Kromatografi jenis ini selalu dipakai untuk

    pemisahan senyawa polar seperti asam amino, karbohidrat, nukleotida, dan

    berbagai senyawa hidrofil alam lainnya.

    Lapisan penjerap sering mengandung indikator fluoresensi yang

    ditambahkan untuk membantu penampakan bercak tidak berwarna pada lapisan

    yang telah dikembangkan. Indikator fluoresensi adalah senyawa yang

    memancarkan sinar tampak jika disinari dengan sinar berpanjang gelombang lain,

    biasanya sinar ultraviolet. Dan biasanya penjerap yang dicampur dengan indikator

    fluoresensi diberi tanda F, misalnya silica gel GF. Jika senyawa pada bercak yang

    ditampakkan mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatis, maka

    sinar UV yang mengeksitasi tidak dapat mencapai indikator fluoresensi sehingga

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • tidak ada cahaya yang dipancarkan. Dengan demikian hasilnya ialah bercak gelap

    dengan latar belakang yang bersinar. Cara ini sangat peka dan tidak merusak

    senyawa yang ditampakkan. Indikator fluoresensi yang paling sering digunakan

    adalah sulfida anorganik, yang dapat memancarkan cahaya jika disinari pada 254

    nm (Gritter, 1985).

    Menurut Mulja dan Suharman (1995), pada sistem KLT dikenal istilah

    kecepatan rambat suatu senyawa dan diberi simbol Rf. Harga Rf ini ditentukan

    oleh jarak rambat senyawa dari titik awal dan jarak rambat pelarut dari titik awal,

    ditulis dengan rumus :

    Rf =

    Angka Rf berkisar antara 0,00 – 1,00 dan hanya dapat ditentukan dengan dua

    desimal. HRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai

    berkisar antara 0 – 100 (Harborne, 1987 ; Stahl, 1973).

    Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan bercak dalam KLT yang juga

    mempengaruhi harga Rf adalah struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat

    dari penjerap dan derajat aktifitasnya, tebal dan kerataan dari lapisan penjerap,

    derajat kemurnian fase gerak, derajat kejenuhan uap dalam bejana pengembangan,

    jumlah cuplikan yang digunakan, suhu, kesetimbangan antara atmosfer dalam

    bejana jenuh dengan uap pelarut (Sastrohamidjojo, 2002).

    Densitometri adalah metode analisis instrumental yang berdasarkan

    interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada KLT.

    Interaksi radiasi elektromagnetik dengan noda pada KLT yang ditentukan adalah

    absorpsi, transmisi, pantulan pendar fluor atau pemadaman pendar fluor dari

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • radiasi semula. Densitometri lebih dititikberatkan untuk analisis kuantitatif analit-

    analit dengan kadar sangat kecil yang perlu dilakukan pemisahan terlebih dahulu

    dengan KLT. Prinsip analisis kuantitatif dengan metode densitometri hampir sama

    dengan metode spektrofotometri penentuan kadar analit yang dikorelasikan

    dengan area noda pada KLT akan lebih terjamin kesahihannya dibanding metode

    KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) atau KGC (Kromatografi Gas Cair),

    sebab area noda kromatogram diukur pada posisi diam (Mulja dan Suharman,

    1995).

    F. KLT Preparatif

    KLT preparatif adalah salah satu metode yang paling mudah dan murah

    yang digunakan untuk isolasi komponen suatu senyawa. Tetapi membutuhkan

    kerja yang lebih intensif dan tiap-tiap fraksi yang diperoleh hanya dalam jumlah

    kecil. Sebenarnya prinsip dasar KLTP sama dengan KLT pada umumnya. Tetapi

    ada perbedaan yang paling mendasar yaitu tentang ukuran ketebalan penjerap dan

    metode penotolannya. Pada KLTP, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan

    berupa garis lurus mendatar pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan

    dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan sehingga campuran akan

    terpisah menjadi beberapa pita. Pita akan nampak dengan cara yang tidak merusak

    jika senyawa itu berwarna. Setelah itu penjerap yang mengandung pita dikerok

    dari pelat kaca. Kemudian cuplikan dielusi dari penjerap dengan pelarut polar.

    Cara ini berguna untuk memisahkan campuran reaksi sehingga diperoleh senyawa

    murni (Gritter, 1991).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memeriksa pengaruh ketebalan

    penjerap terhadap kualitas pemisahan tetapi ketebalan yang paling sering dipakai

    adalah 0,5 – 2 mm. Ukuran pelat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x40

    cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran pelat sudah tentu mengurangi

    jumlah bahan yang dipisahkan dengan KLTP. Penjerap yang paling umum ialah

    silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun

    campuran senyawa hidrofil.

    Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan

    berulang. Jika pemisahan secara KLTP telah dicapai, pelat dikeringkan dan

    kemudian dimasukkan lagi ke dalam bejana. Bergantung pada Rf pita, proses ini

    dapat diulang beberapa kali, walaupun ada kerugian waktu.

    Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluoresensi yang

    membantu kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan

    menyerap sinar UV. Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa

    pilihan:

    a) menyemprot dengan air,

    b) menutup pelat dengan sepotong kaca menyemprot salah satu sisi dengan

    pereaksi semprot,

    c) menambahkan senyawa pembanding (Hostettmann, 1995).

    Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari pelat dengan spatula

    atau pengerok berbentuk tabung yang disambungkan ke pengumpul vakum. Cara

    terakhir tidak dapat dilakukan untuk senyawa peka karena penjerap yang

    mengandung senyawa yang sudah murni terus menerus terkena aliran udara dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • resiko otooksidasi selalu ada. Kemudian senyawa harus diekstraksi dari penjerap

    dengan pelarut sekitar 5 ml untuk 1 g penjerap. Harus diperhatikan bahwa makin

    lama senyawa berkontak dengan penjerap makin besar kemungkinan penguraian

    (Hostettmann, 1995).

    G. Spektroskopi Ultra Violet (UV)

    Spektroskopi ultra violet merupakan salah satu dari metode analisis yang

    digolongkan dalam metode spektroskopi yang memakai sumber radiasi

    elektromagnetik UV dekat (190-380 nm) dengan memakai instrumen

    spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Pada umumnya konfigurasi dasar

    setiap spektrofotometer UV berupa susunan peralatan optik yang terkonstruksi

    dengan susunan tertentu (gambar 3).

    Gambar 3 : Bagan spektrofotometer UV berkas ganda (Skoog, et al, 1998)

    Dasar dari metode ini adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik

    dengan atom, molekul atau ion. Dalam praktek spektrofotometri UV untuk

    sebagian besar dibatasi pada sistem terkonjugasi (Mulja dan Suharman, 1995).

    Analisis kuantitatif spektroskopik berdasarkan hubungan antara jumlah

    cahaya yang diabsorpsi dan konsentrasi senyawa pengabsorpsi. Banyaknya cahaya

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • yang diserap pada frekuensi atau panjang gelombang tertentu sesuai dengan

    jumlah molekul yang ada. Hal ini menentukan banyaknya intensitas serapan yang

    dinyatakan sebagai transmitan (T), didefinisikan sebagai berikut:

    T = IoI = 10-ε.b.c………………………………. (1)

    dimana Io adalah intensitas dari energi pancaran yang mengenai cuplikan, I adalah

    intensitas pancaran yang keluar dari cuplikan, c adalah konsentrasi, ε adalah daya

    serap molar dan b adalah panjang sel.

    Rumusan tersebut disempurnakan dalam Hukum Lambert-Beer yang

    menyatakan hubungan antara transmisi dengan tebal cuplikan dan konsentrasi

    bahan penyerap. Hubungan tersebut dinyatakan sebagai:

    A = log T1 = a.b.c …………………............... (2)

    Keterangan: T = persen transmitan a = daya serap (L/g.cm) c = kadar zat (g/L) b = panjang sel (cm) A = serapan ( Anonim, 1995b).

    Harga ε didefinisikan sebagai daya serap molar. Harga ε adalah

    karakteristik untuk molekul atau ion penyerap dalam pelarut tertentu, pada

    panjang gelombang tertentu dan tidak bergantung pada konsentrasi dan panjang

    gelombang lintasan radiasi (Sastrohamidjojo, 2001).

    ε =

    dimana c dalam mol/L.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Bila diketahui konsentrasi (c) larutan dalam gram per liter (g/L), maka

    persamaan Lambert-Beer dapat ditulis menjadi,

    A = A(1%,1cm).b.c …………………………… (3)

    A adalah serapan; A(1%,1cm) adalah serapan jenis dari larutan 1% zat terlarut

    dalam sel dengan ketebalan 1 cm; b adalah panjang sel dalam cm; dan c adalah

    kadar dalam g/L zat (Anonim, 1995b).

    Suatu molekul dapat menyerap radiasi elektromagnetik bila mempunyai

    kromofor yakni gugus penyerap dalam molekul. Pada senyawa organik dikenal

    pula gugus auksokrom yaitu gugus fungsional yang tidak menyerap radiasi namun

    bila terikat bersama kromofor dapat meningkatkan penyerapan oleh kromofor atau

    merubah panjang gelombang serapan dan intensitas ketika bergabung dengan

    kromofor, misal –OCH3, -Cl, -OH dan –NH3 (Christian, 2004).

    Pergeseran serapan ada 4 macam yaitu pergeseran batokromik, pergeseran

    hipsokromik, hiperkromik, dan hipokromik. Pergeseran batokromik adalah

    pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih panjang disebabkan substitusi

    atau pengaruh pelarut. Pergeseran hipsokromik adalah pergeseran ke arah panjang

    gelombang yang lebih pendek disebabkan substitusi atau pengaruh pelarut,

    misalnya dari pelarut nonpolar ke pelarut polar (Sastrohamidjojo, 2001). Efek

    hiperkromik adalah kenaikan intensitas serapan. Efek hipokromik adalah

    penurunan intensitas serapan (Connors, 1982).

    Transisi elektronik senyawa organik yang dapat terjadi yaitu transisi dari

    orbital σ→ σ*, π→ π*, n→ σ*, n→ π* yang ditunjukkan oleh gambar berikut:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Gambar 4 : Tingkat energi elektron molekul (Skoog, et al, 1998)

    1. transisi elektron n→ π*, meliputi transisi elektron-elektron heteroatom tak

    berikatan ke orbital antibonding π* seperti N, S, O, dan Halogen. Serapan ini

    terjadi pada panjang gelombang yang panjang dan intensitasnya rendah

    2. transisi elektron n→ σ*. Senyawa-senyawa jenuh yang mengandung

    heteroatom memiliki elektron-elektron nonbonding, disamping elektron σ,

    yang dapat dipromosikan pada panjang gelombang yang pendek, ke keadaan

    antibonding σ*. Transisi ini terjadi pada panjang gelombang di bawah 200 nm.

    3. transisi elektron π→ π*, terjadi pada elektron di orbital π, yaitu pada ikatan

    rangkap dua dan rangkap tiga. Eksitasi ini paling mudah terbaca dan

    bertanggung jawab terhadap spektra elektronik dalam daerah UV dan tampak

    4. transisi elektron σ→ σ*, terjadi pada elektron yang mempunyai ikatan

    tunggal kovalen. Tingkat energi yang dibutuhkan untuk eksitasi ini sangat

    besar dan absorpsi elektron σ untuk bertransisi yaitu pada panjang gelombang

    sekitar 150 nm (Christian, 2004 ; Sastrohamidjojo, 2001).

    H. KETERANGAN EMPIRIS

    Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui tipe saponin pada kecambah

    kedelai beserta karakternya secara KLT dan spektroskopi UV.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian non-eksperimental,

    karena di dalam penelitian ini tidak dilakukan manipulasi atau intervensi terhadap

    subjek uji.

    B. Definisi Operasional

    1. Identifikasi organoleptik dan makroskopik adalah cara untuk menentukan ciri

    khas simplisia yang dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap rasa, warna,

    bau, dan bentuk dari kecambah kedelai.

    2. Uji buih adalah cara untuk mengetahui adanya saponin dengan menggojok

    ekstrak air dari kecambah kedelai dalam tabung reaksi sampai terbentuk busa

    yang mantap selama 10 menit.

    3. Isolasi saponin kecambah kedelai adalah proses pengambilan saponin dari

    kecambah kedelai dengan cara kromarografi lapis tipis preparatif.

    4. Karakteristik saponin kecambah kedelai secara KLT adalah hasil KLT yang

    didapatkan berupa warna bercak dan Rf saponin kecambah kedelai.

    5. Karakteristik saponin kecambah kedelai secara spektroskopi UV adalah hasil

    spekra isolat saponin kecambah kedelai berupa serapan maksimum pada

    panjang gelombang tertentu.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • C. Bahan dan Alat Penelitian

    1. Bahan Penelitian

    a. bahan utama : kecambah kedelai varietas Galunggung yang bijinya diambil

    dari Balai Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan Tanaman

    Pangan, Gunungkidul, Yogyakarta.

    b. bahan kimia yang digunakan, kecuali disebut lain, berderajat pro analisis,

    yaitu: aquadestilata (diambil dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia

    Fakultas Farmasi USD), asam asetat anhidrida, asam sulfat, asam klorida,

    kloroform, metanol, n-butanol, etanol, natrium sulfat anhidrat, silika gel

    GF254, anisaldehid, Succus Liquiritae sebagai pembanding yang diambil dari

    Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi USD (asal

    BRATACO/pharmaceutical grade).

    2. Alat Penelitian

    Bakul bambu, neraca analitik (Metler Toledo), kompor, alat hidrolisis /

    pendingin balik, magnetic stirrer, oven, penangas air, atomizer, mikropipet,

    sinterred glass, lampu UV 254 nm, alat untuk fotografi, spektrofotometer UV-

    Vis Lambda 20 (Perkin Elmer) dan kuvet (Quartz), serta peralatan gelas

    (pipet, tabung reaksi, Erlenmeyer, corong pisah, gelas Baker, dan lain-lain).

    D. Jalan Penelitian

    1. Identifikasi Tanaman

    Identifikasi tanaman dilakukan di Balai Pengembangan dan Promosi

    Agribisnis Perbenihan Tanaman Pangan di Gunung Kidul, Yogyakarta untuk

    memastikan bahwa tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah benar.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2. Pengumpulan Bahan dan Proses Perkecambahan

    Pengumpulan biji kedelai dilakukan dan diambil dari Balai

    Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan Tanaman Pangan di

    Gunung Kidul, Yogyakarta. Kedelai yang digunakan adalah kedelai varietas

    Galunggung. Biji dipilih yang baik untuk dikecambahkan

    Proses pembuatan kecambah kedelai adalah dengan merendam biji

    kedelai dalam air secukupnya selama satu malam. Simpan biji kedelai di

    tempat yang gelap dan lembab dengan menggunakan bakul dari bambu.

    Usahakan biji tetap dalam keadaan lembab dengan menyiraminya setiap 5 jam

    sekali. Biji mulai berkecambah setelah 24 jam, dan kecambah siap dipakai

    setelah 3 hari (Adisarwanto, 2005).

    3. Pemeriksaan Organoleptik dan Makroskopik

    Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan berdasarkan

    pengamatan terhadap rasa, warna, bau, dan bentuk kecambah kedelai.

    4. Uji Saponin

    a. Uji buih

    Sebanyak 1 g kecambah yang akan diperiksa dihancurkan kemudian

    dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas,

    didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk buih

    yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit (Anonim, 1995)

    b. Reaksi Liebermann – Burchard

    Sejumlah 1 g bahan dipanasi dengan 1 ml asam asetat anhidrida,

    dinginkan, lalu ditetesi dengan asam sulfat pekat 2 tetes. Jika mengandung

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • senyawa steroid akan terbentuk warna hijau biru, atau akan terbentuk

    warna merah muda sampai merah jika mengandung senyawa triterpenoid

    (Bruneton, 1999).

    c. Reaksi Salkowski

    Sebanyak 1 g kecambah kedelai utuh dan kecambah kedelai yang

    telah dihancurkan, secara terpisah ditambah kloroform, kemudian

    ditambahkan 1 ml asam sulfat pekat. Apabila terbentuk warna kuning yang

    lama-kelamaan berubah menjadi merah tua membuktikan adanya senyawa

    triterpenoid (Paech and Tracey, 1955).

    5. Hidrolisis Saponin Kecambah Kedelai dan Succus Liquiritae

    Sejumlah 8 g kecambah kedelai dan 5 g Succus Liquiritae dihidrolisis

    secara terpisah dengan 50 ml HCl 1 M selama 2 jam dengan menggunakan

    pendingin balik kemudian didinginkan (Harborne, 1987).

    6. Ekstraksi Saponin Kecambah Kedelai dan Succus Liquiritae

    Hidrolisat yang diperoleh dituang ke dalam Erlenmeyer bertutup,

    ditambahkan kloroform 30 ml dan diaduk menggunakan magnetic stirrer

    selama 30 menit. Fase kloroform yang terbentuk dipisahkan dengan corong

    pisah, larutan fase air asam diekstraksi ulang dengan kloroform sebanyak 3

    kali. Fase kloroform yang diperoleh ditambah dengan natrium sulfat anhidrat

    lalu disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan di atas penangas air. Hasil yang

    diperoleh adalah fraksi kloroform kecambah kedelai dan Succus Liquiritae

    yang berisi saponin.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7. Pemeriksaan Pendahuluan Saponin dengan Kromatografi Lapis Tipis

    Pemisahan dengan metode KLT ini menggunakan fase diam silika gel

    GF254 dan fase gerak kloroform-metanol (95:5 v/v). Pada titik pertama

    lempeng ditotolkan fraksi kloroform pembanding Succus Liquiritae sebanyak

    5 µl dan pada titik kedua ditotolkan fraksi kloroform kecambah kedelai

    sebanyak 10 µl. Jarak penotolan 1,5 cm dari tepi bawah lempeng dengan jarak

    pengembangan 10 cm. Setelah eluasi mencapai batas tersebut, lempeng

    diangkat dan dikeringkan, kemudian dimasukkan kembali dalam bejana.

    Pengembangan berulang dilakukan 2x. Setelah 2x pengembangan, lempeng

    dikeringkan, lalu diamati di bawah lampu UV 254 nm. Selanjutnya disemprot

    dengan pereaksi anisaldehida-asam sulfat LP, dipanaskan pada suhu 110°C

    selama 5-10 menit lalu diamati dengan sinar tampak.

    8. Isolasi Saponin dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

    Isolasi atau pemisahan dari senyawa-senyawa lain dilakukan dengan

    metode kromatografi lapis tipis preparatif. Fase diam yang digunakan adalah

    silika gel GF254 pada lempeng berukuran 20x20 dengan ketebalan 0,5 mm dan

    fase geraknya adalah kloroform:metanol (95:5 v/v).

    Pada lempeng dilakukan penotolan 10 µl fraksi kloroform berbentuk

    pita, kemudian dikembangkan dengan fase gerak. Setelah pemisahan KLTP

    dicapai, pelat dikeringkan kemudian dimasukkan lagi ke dalam bejana.

    Pengembangan berulang dilakukan sebanyak 2x.

    Setelah pelat dikeringkan, pita yang menunjukkan hasil Rf yang sama

    dengan KLT pendahuluan dikerok dan dikumpulkan, kemudian disari dengan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • cara kerokan dimasukkan ke dalam sinterred glass lalu ditambah kloroform 5

    x 20 ml, lalu disaring. Cairan hasil penyaringan diuapkan di atas penangas air

    sampai kering.

    Filtrat hasil penguapan diencerkan dengan kloroform kemudian

    dilakukan kembali isolasi dengan metode kromatografi lapis tipis preparatif.

    Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF254 pada lempeng berukuran

    20x20 dengan ketebalan 0,5 mm dan fase geraknya adalah n butanol:etanol:air

    (7:2:5 v/v). Pada lempeng dilakukan penotolan 10 µl fraksi kloroform

    berbentuk pita, kemudian dikembangkan dengan fase gerak.

    Setelah pelat dikeringkan, pita yang menunjukkan hasil Rf yang sama

    dengan KLT pendahuluan dikerok dan dikumpulkan, kemudian disari dengan

    cara kerokan dimasukkan ke dalam sinterred glass lalu ditambah kloroform 5

    x 20 ml, dan disaring. Cairan hasil penyaringan diuapkan di atas penangas air

    sampai kering. Filtrat ini disebut isolat saponin kecambah kedelai dan Succus

    Liquiritae.

    9. Uji Kemurnian dengan KLT Multi-eluen

    Pemisahan dengan metode KLT multi eluen ini menggunakan fase diam

    silika gel GF254 dan 3 komposisi fase gerak, yaitu :

    1. kloroform:metanol (95:5 v/v),

    2. kloroform:metanol:air (64:50:10 v/v), dan

    3. n-butanol:etanol:air (7:2:5 v/v) (Stahl, 1973 ; Wagner, 1999 ; Gasparic,

    1978).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Pada titik pertama lempeng ditotolkan pembanding dan pada titik kedua

    ditotolkan isolat saponin kecambah kedelai. Kedua cuplikan ditotolkan dengan

    jumlah yang sama yaitu 10 µl dengan jarak penotolan 1,5 cm dari tepi bawah

    lempeng. Selanjutnya lempeng dielusi dengan fase gerak dengan batas elusi 10

    cm. Setelah eluasi mencapai batas tersebut, lempeng diangkat dan dikeringkan

    di udara selama 10 menit, lalu diamati dengan sinar tampak, di bawah lampu

    UV 254 nm. Selanjutnya disemprot dengan pereaksi anisaldehida-asam sulfat

    LP, dipanaskan pada suhu 110°C selama 5-10 menit lalu diamati dengan sinar

    tampak.

    10. Spektroskopi Ultra Violet (UV)

    Isolat yang berisi saponin kecambah kedelai diencerkan dengan etanol,

    larutan ini kemudian dibaca serapannya dengan spektrofotometer UV pada

    panjang gelombang 220-350 nm.

    E. Tata Cara Analisis Hasil

    Data yang telah diperoleh berupa data kualitatif dan akan dipaparkan secara

    deskriptif komparatif, yakni dengan menggambarkan secara apa adanya hasil yang

    diperoleh dan dibandingkan dengan standar/pembanding yang sesuai.

    Analisis kandungan kimia kecambah kedelai, dalam hal ini untuk

    mengetahui golongan saponin dilakukan dengan cara uji pendahuluan yang berupa

    uji buih dan reaksi warna (reaksi Liebermann-Burchard dan reaksi Salkowski).

    Selain itu untuk analisis golongan saponin pada kecambah kedelai dilakukan juga

    KLT, dengan cara membandingkan warna bercak dan Rf dari ekstrak kecambah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • kedelai dan ekstrak Succus Liquiritae (yang digunakan sebagai pembanding)

    secara kualitatif.

    Isolasi saponin kecambah kedelai dilakukan dengan metode KLT

    preparatif, sedangkan uji kemurnian isolat dengan menggunakan metode KLT

    multi-eluen. Analisis hasil KLT multi-eluen dilihat dari kromatogramnya yang

    hanya menghasilkan satu bercak. Untuk menambah data dilakukan juga analisis

    secara kualitatif dengan menggunakan spektrofotometri UV untuk melihat

    identitas dari isolat.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Identifikasi Tanaman

    Berdasarkan hasil identifikasi tanaman yang dilakukan di Balai

    Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan Tanaman Pangan, Gunung

    Kidul, Yogyakarta, maka dapat diperoleh kepastian bahwa tumbuhan yang

    diidentifikasi adalah Glycine max L. (Lampiran 1)

    B. Pengumpulan Bahan dan Proses Perkecambahan

    Bahan yang digunakan adalah biji kedelai yang diambil dari Balai

    Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan Tanaman Pangan di daerah

    Gading, Gunung Kidul, Yogyakarta.

    Untuk membuat kecambah tidak dikhususkan menggunakan varietas

    tertentu. Maka dalam penelitian ini digunakan biji kedelai varietas Galunggung

    dengan alasan biji kedelai varietas ini lebih besar dari biji kedelai varietas lain,

    sehingga diharapkan saponin yang terkandung lebih banyak.

    Proses pembuatan kecambah dilakukan dengam menggunakan biji kedelai

    yang baik, artinya biji tidak busuk dan berbentuk baik. Biji kemudian dicuci

    bersih dan direndam dalam air secukupnya selama 1 malam. Proses perendaman

    ini bertujuan supaya biji menarik air dan kulit bijinya melunak, sehingga dapat

    berkecambah. Setelah perendaman selama 1 malam, biji disebar di atas daun

    pisang yang diletakkan dalam wadah bambu atau tampah dan ditutup dengan daun

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • pisang, kemudian disimpan dalam ruang gelap. Biji disebar supaya semua biji

    mendapat udara, dan disimpan dalam ruang gelap agar biji dapat berkecambah

    dengan baik. Biji kedelai disiram air tiap 5 jam sekali dengan alasan supaya biji

    tetap dalam lingkungan yang lembab, sebab jika terlalu sering disiram biji akan

    terlalu basah sehingga busuk dan tidak dapat berkecambah. Biji kedelai mulai

    berkecambah setelah 1 hari, dan kecambah dapat digunakan setelah 3 hari.

    C. Pemeriksaan Organoleptik dan Makroskopik

    Pemeriksaan oganoleptik dan makroskopik kecambah kedelai dilakukan

    untuk mengetahui ciri-ciri dari kecambah kedelai berdasarkan pengamatan

    terhadap bentuk, rasa, warna, dan bau dari kecambah kedelai (Tabel I).

    Tabel I : Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik terhadap kecambah kedelai

    Pemeriksaan Kecambah kedelai Rasa Tawar, agak pahit Warna Putih kekuningan Bau Langu Bentuk Radikel berwarna putih dengan panjang ± 4 cm ; kotiledon

    berwarna kekuningan dengan bentuk cembung pada satu sisi dan rata pada sisi lain, jumlah dua, dan duduk berhadapan pada sisi yang rata ; ruas batang lembaga di atas kotiledon (internodium epicotylum)

    Kecambah yang digunakan pada penelitian ini dipilih yang baik.

    Sebelumnya, kulit biji dibersihkan. Tidak ada definisi spesifik mengenai

    kecambah yang baik, karena itu pada penelitian ini kecambah yang dipilih adalah

    yang segar/tidak layu, kotiledon tidak rusak, utuh, tidak lembek, serta tidak ada

    noda.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • D. Uji Saponin

    1. Uji buih

    Pemeriksaan uji saponin secara sederhana dilakukan terhadap kecambah

    kedelai yang telah dihancurkan. Hasil uji buih pada awal menit pertama timbul

    buih dengan tinggi lebih kurang 1,5 cm dan setelah dibiarkan 10 menit, buih tetap

    ada dengan tinggi yang sama. Hasil yang diperoleh sesuai dengan ketentuan

    (Anonim, 1995). Ini menunjukkan bahwa kecambah kedelai mengandung saponin.

    Buih dapat terbentuk karena saponin mempunyai sifat dapat menurunkan

    tegangan permukaan air. Seperti sabun, saponin mempunyai molekul besar yang

    mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik. Dalam air, molekul saponin

    mensejajarkan diri secara vertikal pada permukaannya, dengan gugus lipofilik

    menjauhi air (gambar 4).

    OH

    COO H

    R 2

    R 1

    H

    A B

    C D

    E

    12

    34

    56

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    1415

    16

    1718

    1920

    21

    22

    2324

    2526

    27

    28

    29 30

    OHH

    gugus h id rofilik

    gugus

    lipofili

    k

    gugus h id ro filik

    OHH

    Gambar 5 : Mekanisme terbentuknya buih

    Adsorpsi molekul saponin pada permukaan air dapat mengakibatkan penurunan

    tegangan permukaan air yang dapat menimbulkan buih. Buih merupakan suatu

    struktur yang relatif stabil yang terdiri dari kantong-kantong udara terbungkus

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • dalam lapisan tipis cairan, dispersi gas dalam cairan yang distabilkan oleh suatu

    zat penurun tegangan permukaan, dalam hal ini adalah molekul saponin.

    2. Reaksi Liebermann-Burchard

    Uji reaksi ini dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya senyawa

    triterpenoid atau steroid dalam kecambah kedelai karena reaksi ini positif dengan

    kebanyakan triterpenoid dan steroid. Setelah kecambah kedelai dihancurkan

    kemudian dipanaskan dengan asam asetat anhidrat, lalu ditambah asam sulfat

    pekat yang berfungsi sebagai katalis menghasilkan warna merah ungu (gambar 5).

    Hal ini menunjukkan bahwa kecambah kedelai mengandung triterpenoid.

    Substitusi H pada gugus hidroksi dari glikosida saponin triterpenoid dengan gugus

    CH3COO- tersebut menyebabkan energi yang dibutuhkan untuk melakukan

    transisi elektron ke tingkat eksitasi menjadi lebih kecil. Oleh karena itu, panjang

    gelombang menjadi lebih panjang dan intensitas warna meningkat.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • OH

    COO H

    R2

    R1

    H

    A B

    C D

    E

    12

    34

    56

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    1415

    16

    1718

    1920

    21

    22

    23 24

    2526

    27

    28

    29 30

    (CH3 CO)2O

    COO H

    R2

    R1

    H

    A B

    C D

    E

    12

    34

    56

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    1415

    16

    1718

    1920

    21

    22

    2324

    2526

    27

    28

    29 30

    CH 3COO

    + CH 3COOH

    Asam asetat anhidrat

    +

    Glikosida saponin triterpenoid

    Glikosida saponin triterpenoid

    H2SO 4

    (warna merah ungu)

    Gambar 6: Reaksi saponin triterpenoid dengan reagen Liebermann-Burchard

    3. Reaksi Salkowski

    Reaksi ini untuk mempertegas bahwa senyawa yang terdapat dalam

    kecambah kedelai adalah triterpenoid. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil positif

    adanya warna kuning kecoklatan yang lama-kelamaan berubah menjadi merah tua

    setelah ditambah asam sulfat pekat. Kloroform digunakan sebagai pelarut, karena

    saponin yang terdapat dalam kecambah kedelai larut dalam kloroform. Sedangkan

    asam sulfat pekat yang ditambahkan digunakan sebagai oksidator. Dari warna

    yang terbentuk kecambah kedelai mengandung saponin triterpenoid (gambar 6).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Deprotonisasi H pada glikosida saponin triterpenoid kemungkinan menyebabkan

    perpanjangan gugus kromofor sehingga intensitas warna yang terjadi meningkat.

    OH

    COO H

    R2

    R1

    H

    A B

    C D

    E

    12

    34

    56

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    1415

    16

    1718

    1920

    21

    22

    2324

    2526

    27

    28

    29 30

    + H2SO 4 -H +

    COO H

    R2

    R1

    H

    A B

    C D

    E

    12

    34

    56

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    1415

    16

    1718

    1920

    21

    22

    2324

    2526

    27

    28

    29 30

    O

    Glikosida saponin triterpenoid

    Glikosida saponin triterpenoid (warna merah tua)

    Gambar 7 : Reaksi Salkowski

    E. Hidrolisis Saponin Kecambah Kedelai dan Succus Liquiritae

    Untuk mendapatkan saponin dari kecambah kedelai dan Succus Liquiritae,

    maka dilakukan hidrolisis, karena dengan hidrolisis saponin dapat terurai menjadi

    bagian-bagiannya yaitu glikon dan aglikon. Saponin terhidrolisis dalam suasana

    asam, maka untuk menghidrolisis saponin dalam kecambah kedelai dan Succus

    Liquiritae digunakan asam klorida 0,1 M untuk memberi suasana asam. Hidrolisis

    dilakukan selama 2 jam menggunakan alat pendingin balik. Untuk mengetahui

    bahwa hidrolisis sudah terjadi dapat diketahui dari perubahan warna yang terjadi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Kecambah kedelai yang berwarna kekuningan setelah hidrolisis berubah menjadi

    coklat. Namun untuk lebih memastikan terjadinya hidrolisis, maka dapat

    dilakukan perbandingan KLT sebelum dan sesudah hidrolisis. Biasanya harga Rf

    suatu senyawa setelah dihidrolisis akan lebih rendah. Maka dari itu perlu

    dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan telah terjadinya hidrolisis

    saponin pada kecambah kedelai dan Succus Liquiritae.

    Pembanding yang digunakan dalam penelitian ini adalah Succus Liquiritae.

    Serbuk Succus Liquiritae diperlakukan sama dengan sampel kecambah kedelai.

    Succus Liquiritae merupakan ekstrak kering akar segar Glycyrrhiza glabra L.

    yang mengandung saponin glisirisin. Saponin glisirisin dari Succus Liquiritae

    terhidrolisis dalam suasana asam menghasilkan aglikon asam β-glisiretinat yang

    merupakan derivat triterpen pentasiklik dengan tipe β-amirin dan glikon berupa 2

    mol asam glukoronat (Anonim, 1995b ; Robbers, et al, 1996 ; Stahl, 1973).

    Saponin dari Succus Liquiritae inilah yang digunakan sebagai pembanding

    terhadap saponin kecambah kedelai karena menurut uji pendahuluan dengan

    reaksi Lieberman-Burchard dan reaksi Salkowski, kecambah kedelai mengandung

    senyawa saponin triterpenoid. Dengan alasan ini, Succus Liquiritae digunakan

    sebagai pembanding untuk melihat apakah saponin kecambah kedelai mempunyai

    tipe yang sama dengan dari Succus Liquiritae.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • HO

    H

    CO O H

    O

    Gambar 8 : Kerangka asam glisiretinat

    OOH

    OH

    COOH

    OHH

    O

    H

    O

    OH

    O

    OH

    COOH

    COOH

    H+

    Kalor HO

    H

    CO O H

    O

    glisirisin (asam glisirizinat) asam glisiretinat

    +

    O

    OH

    COOH

    OH

    OHH

    O

    H

    O

    OH

    OH

    COOH

    2 mol asam glukoronat

    Gambar 9 : Mekanisme hidrolisis Succus Liquiritae dalam suasana asam

    F. Ekstraksi Saponin Kecambah Kedelai dan Succus Liquiritae

    Hidrolisat yang diperoleh dari hidrolisis didinginkan untuk selanjutnya

    diekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan penyari kloroform sebanyak 3 x 30 ml

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • dengan alasan agar semua hasil hidrolisis tersari oleh kloroform. Pemakaian

    kloroform dipilih karena saponin larut dengan baik dalam pelarut non polar,

    selain itu karena kloroform tidak campur dengan air dan mudah diuapkan.

    Setelah penyarian dengan kloroform, fraksi kloroform kecambah kedelai

    dan Succus Liquiritae yang terkumpul ditambahkan natrium sulfat anhidrat,

    diaduk, kemudian disaring. Tujuan penambahan natrium sulfat anhidrat adalah

    untuk menarik sisa-sisa air yang kemungkinan masih ada di dalam ekstrak.

    Kemudian filtrat diuapkan di atas penangas air untuk dilakukan pemeriksaan

    berikutnya.

    G. Pemeriksaan Pendahuluan Saponin dengan KLT

    Pemeriksaan pendahuluan dengan KLT dimaksudkan untuk

    membandingkan adanya saponin yang sama antara fraksi kloroform kecambah

    kedelai dan pembanding fraksi kloroform Succus Liquiritae. Fase diam yang

    digunakan adalah silika gel GF254 dan fase gerak kloroform:metanol (95:5 v/v).

    Silica gel GF254 merupakan silica gel yang mengandung perekat CaSO4 dan

    indikator fluoresensi, sehingga jika dideteksi pada UV 254 nm silica gel akan

    berfluoresensi sedangkan bercaknya akan memadamkan fluoresensi. Fase gerak

    yang digunakan bersifat non polar sehingga sistem KLT ini merupakan

    kromatografi fase normal. Saponin setelah proses hidrolisis cenderung bersifat

    non polar, sehingga dengan fase gerak yang digunakan juga bersifat non polar

    diharapkan saponin terelusi dengan baik. Fraksi kloroform kecambah kedelai dan

    Succus Liquiritae masing ditotolkan 10 µl dengan menggunakan mikropipet

    (gambar 9 dan Tabel II).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • (1) (2)

    Gambar 10 : KLT pendahuluan

    Keterangan : A = fraksi kloroform Succus Liquiritae (pembanding) B = fraksi kloroform kecambah kedelai (sampel) Deteksi:

    (1) Dilihat dibawah sinar UV 254 nm (2) Deteksi dengan anisaldehid-asam sulfat, dipanaskan 110°C selama 5-10

    menit, dilihat dengan sinar tampak Fase diam : silika gel GF254Fase gerak : kloroform:metanol (95:5 v/v) Jarak pengembangan : 10 cm

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Tabel II : Hasil kromatogram KLT pendahuluan dengan menggunakan fase diam silica gel GF254 dan fase gerak kloroform:metanol (95:5 v/v)

    Nama bercak

    Nomor bercak

    Rf UV 254 nm Anisaldehid-asam sulfat

    A 1 2 3 4 5 6

    0,25 0,32 0,38 0,49 0,65 0,92

    Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu

    Kuning Kuning

    Coklat pucat Biru-ungu

    - Coklat tua

    B 1 2 3 4 5 6

    0,19 0,34 0,50 0,65 0,81 0,95

    Ungu Ungu Ungu

    - Ungu Ungu

    - Coklat pucat Biru-ungu

    Coklat -

    Coklat tua Keterangan : A = fraksi kloroform Succus Liquiritae (pembanding) B = fraksi kloroform kecambah kedelai (sampel) Deteksi : (1) Dilihat dibawah sinar UV 254 nm

    (2) Pereaksi anisaldehid-asam sulfat, dipanaskan 110°C selama 5-10 menit

    Dari hasil kromatogram yang menghasilkan banyak bercak tersebut

    terdapat beberapa bercak yang mempunyai Rf dan warna yang sama. Bercak

    tersebut adalah A4 dengan Rf 0,49 dan B3 dengan Rf 0,50 yang berwarna biru–

    ungu, serta bercak A6 dengan Rf 0,92 dan B6 dengan Rf 0,95 dengan warna

    coklat tua. Menurut Stahl (1985), bercak asam glisiretinat yang merupakan

    saponin golongan triterpenoid berwarna biru-ungu dengan hRf sekitar 20-30 pada

    fase diam silica gel GF254 asam (yang dibuat dengan asam o-fosfat 0,25 % sebagai

    pengganti air) dan fase gerak kloroform:metanol (95 : 5 v/v), pengembangan 2x

    suhu percobaan 20°C, dan deteksi dengan anisaldehid-asam sulfat (dipanaskan

    selama 5 menit pada suhu 105°C). Maka kedua bercak A4 dan B3 yang mendekati

    referensi inilah yang selanjutnya akan diisolasi. Perbedaan Rf yang terjadi antara

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • penelitian dengan literatur mungkin karena fase diam yang dipakai berbeda, juga

    kondisi percobaan yang berbeda karena pada penelitian suhu yang dipakai adalah

    suhu ruangan (± 25-27°C), sehingga memungkinkan terjadinya Rf lebih tinggi.

    Selain itu dari hasil penelitian sebelumnya tentang saponin, menyatakan bahwa

    hRf saponin triterpenoid golongan β-amirin sekitar 55 dengan warna kebiruan

    setelah dideteksi dengan anisaldehid-asam sulfat (Yanuarsih, 2001).

    H. Isolasi Saponin dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

    Isolasi dengan kromatografi lapis tipis preparatif dilakukan untuk

    memperoleh isolat yang mengandung saponin yang dimaksud. Fase diam yang

    digunakan adalah silika gel GF254 pada plate kaca 20 x 20 cm. Fase gerak yang

    digunakan pada tahap pertama adalah kloroform:metanol (95:5 v/v) karena pada

    KLT pendahuluan menghasilkan pemisahan yang cukup baik. Setelah

    pengembangan berulang sebanyak 2x, hasil eluasi yang menunjukkan Rf yang

    sama dengan KLT pendahuluan kemudian dikerok dengan hati-hati menggunakan

    spatula dan dikumpulkan. Pengembangan berulang dimaksudkan untuk mencapai

    keefisienan pemisahan, karena semakin banyak dilakukan pengembangan

    berulang, pemisahan senyawa semakin baik. Dalam penelitian ini, 2x

    pengembangan sudah menghasilkan pemisahan yang cukup baik karena bercak

    yang didapat terlihat jelas dan tidak terlalu dekat satu sama lain, sehingga lebih

    mudah untuk dikerok. Hasil kerokan kemudian disaring dengan kloroform

    menggunakan sinterred glass lalu diuapkan. Jumlah fase diam yang digunakan

    pada isolasi ini sejumlah 5 plate dengan maksud agar isolat yang didapat lebih

    banyak. Jumlah kloroform yang digunakan untuk menyari adalah 5 x 20 ml

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • berdasarkan alasan bahwa untuk menyaring menggunakan sinterred glass hasil

    kerokan harus benar-benar terendam oleh pelarut, dan dilakukan minimal 3x

    sehingga penyaringan dilakukan sebanyak 5x.

    Isolat tahap pertama yang didapatkan kemudian diisolasi kembali dengan

    metode yang sama. Fase diam yang digunakan sama dengan sebelumnya, namun

    fase gerak yang dipakai adalah n-butanol:etanol:air (7:2:5 v/v) alasannya karena

    ternyata setelah isolat tahap pertama diuji kemurniannya dengan fase gerak

    tersebut, masih bisa terpisahkan menjadi 2 bercak dengan Rf sekitar 0,8 berwarna

    biru ungu dan Rf sekitar 0,88 berwarna coklat (gambar 10). Hal ini dapat terjadi

    kemungkinan karena kekuatan pemisahan fase gerak ini paling baik. Dengan

    begitu maka akan timbul pertanyaan mengapa pada KLT pendahuluan, fase gerak

    ini tidak digunakan. Hal tersebut karena pada KLT pendahuluan, yang ditotolkan

    adalah ekstrak kloroform kecambah kedelai dan Succus Liquiritae yang pekat,

    sehingga fase gerak ini malah tidak cukup baik memisahkan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Gambar 11 : Uji kemurnian isolat tahap pertama dengan fase gerak n-butanol:etanol:air (7:2:5 v/v)

    Keterangan : A = isolat saponin kecambah kedelai (sampel) B = isolat saponin gabungan (Succus Liquiritae dan kecambah kedelai) C = isolat saponin Succus Liquiritae (pembanding) Deteksi : anisaldehid-asam sulfat, dipanaskan 110°C selama 5-10 menit, dilihat

    dengan sinar tampak Fase diam : silika gel GF254Jarak pengembangan : 10 cm

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Pada isolasi tahap yang kedua, langkah yang digunakan sama seperti isolasi

    tahap pertama, hanya saja tidak dilakukan pengembangan berulang, karena fase

    gerak ini sudah memisahkan dengan baik dengan satu kali eluasi. Bercak yang

    diisolasi adalah bercak dengan Rf sekitar 0,8 (bercak yang bawah) karena bercak

    tersebut pada KLT uji kemurnian isolat tahap pertama menghasilkan warna biru

    ungu (sesuai literatur). Sehingga akhirnya didapatkan isolat yang murni yang

    berisi saponin kecambah kedelai dan Succus Liquiritae yang dimaksud.

    I. Uji Kemurnian dengan KLT Multi-eluen

    Isolat saponin yang didapat kemudian diuji kemurniannya dengan KLT

    multi-eluen (Gambar 10, 11, dan 12). Fase gerak yang digunakan berbeda-beda

    dengan maksud untuk melihat apakah isolat tersebut benar-benar murni, karena

    jika isolat tersebut merupakan 1 senyawa murni maka hanya memberi satu bercak

    saja untuk setiap fase gerak yang berbeda. Fase gerak yang dipakai dalam uji

    kemurnian ini adalah kloroform:metanol (95:5 v/v), kloroform:metanol:air

    (64:50:10 v/v) dan n-butanol:etanol:air (7:2:5 v/v). Adapun alasan digunakan 3

    fase gerak karena untuk uji kemurnian dengan KLT multi-eluen paling sedikit

    dipakai 3 fase gerak yang berbeda. Fase gerak-fase gerak yang dipilih berdasarkan

    tingkat kepolarannya sehingga dapat diketahui benar kemurniannya. Fase gerak

    kloroform:metanol (95:5 v/v) bersifat non polar, sedang kloroform:metanol:air

    (64:50:10 v/v) dan n-butanol:etanol:air (7:2:5 v/v) bersifat semi polar.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Tabel III : Uji kemurnian isolat saponin dengan beberapa fase gerak

    Fase gerak

    Nomor bercak

    Rf UV 254 nm

    Anisaldehid-asam sulfat

    A 0,45 Ungu Biru-ungu Kloroform:metanol (95:5 v/v) B 0,46 Ungu Biru-ungu

    A 0,93 Ungu Biru-ungu Klorofrom:metanol:air (64:50:10 v/v) B 0,94 Ungu Biru-ungu

    A 0,78 Ungu Biru-ungu n-butanol:etanol:air (7:2:5 v/v) B 0,81 Ungu Biru-ungu

    Keterangan :

    A = isolat Succus Liquiritae (pembanding) B = isolat kecambah kedelai (sampel) Deteksi : (1) Dilihat dibawah sinar UV 254 nm

    (2) Pereaksi anisaldehid-asam sulfat, dipanaskan 110°C selama 5-10 menit

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • (1) (2)

    Gambar 12 : Uji kemurnian dengan KLT multi-eluen

    dengan fase gerak kloroform:metanol (95:5 v/v)

    Keterangan : A = isolat saponin Succus Liquiritae (pembanding) B = isolat saponin kecambah kedelai (sampel) Deteksi:

    (1) Dilihat dibawah sinar UV 254 nm (2) Deteksi dengan anisaldehid-asam sulfat, dipanaskan 110°C selama 5-10

    menit, dilihat dengan sinar tampak Fase diam : silika gel GF254Jarak pengembangan : 10 cm

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • (1) (2)

    Gam