PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI EVALUASI ... · Pramuji Eko Wardani, MAB., Apt. selaku...
Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI EVALUASI ... · Pramuji Eko Wardani, MAB., Apt. selaku...
EVALUASI PENGOBATAN TUBERKULOSIS PARU PADA PASIEN DEWASA DI INSTALASI RAWAT JALAN
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2005
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Nugraheni Angger Utomowati
NIM : 038114032
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
EVALUASI PENGOBATAN TUBERKULOSIS PARU PADA PASIEN DEWASA DI INSTALASI RAWAT JALAN
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2005
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Nugraheni Angger Utomowati
NIM : 038114032
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Disaat kita sedang bahagia,
Disaat kita sedang tertawa
Disaat kita sedang sendirian
Disaat orang lain tidak paham tentang diri kita
Disaat kita lemah tak berdaya
Disaat kita menghadapi masalah berat sekalipun
Dia yaitu Jesus yang selalu ada buat kita
Dia yang memampukan kita dalam menghadapi masalah
Dia yang tidak tidur, dia yang selalu menjaga kita
Dia yang selalu menguatkan kita
Dia yang selalu membuka jalan setiap persoalan kita
Dan kita percaya karena Dia Kita bisa kuat menjalani masalah hidup
Dan kita bisa kuat sampai sekarang
Itu semua sebuah proses dalam hidup untuk menjadikan kita lebih dewasa dalam berpikir.
Skripsi ini ku persembahkan kepada :
Bapaku yang di Surga
Ayah dan Bundaku tercinta
Adikku tersayang
Almamater
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah maupun dari seluruh lapisan masyarakat karena dapat menyebabkan kematian. WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian karena tuberkulosis paru sekitar 140.000. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerasionalan pengobatan tuberkulosis paru pada pasien dewasa di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005 yang mengacu pada standar pengobatan tuberkulosis paru di Rumah Sakit Bethesda yaitu Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis DepKes RI dan standar pengobatan dari WHO.
Penelitian ini termasuk jenis non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang pengambilan datanya bersifat retrospektif. Penelitian dilakukan dengan menggunakan catatan rekam medis pasien dewasa tuberkulosis paru di instalasi rawat jalan rumah sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus tuberkulosis paru yang paling banyak terjaadi pada pasien laki-laki yaitu 61,22% sedangkan pasien perempuan sebanyak 38,78%. Tindakan diagnosis tuberkulosis paru pada pasien dewasa di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005 yaitu dengan pemeriksaan BTA dan pemeriksaan rontgen paru. Pengobatan yang diberikan kepada pasien tuberkulosis paru pada pasien dewasa dengan dua OAT yaitu dengan OAT-kombipak dan OAT-FDC. Ditemukan 5 kasus dengan pemberian jenis OAT-kombipak yang tidak sesuai standar, 11 kasus dengan lama pemberian OAT-kombipak dan 2 kasus dengan lama pemberian OAT-FDC yang tidak sesuai standar pengobatan, dan terdapat 36 pasien (73,47%) dengan hasil pengobatan sembuh dan 13 pasien (26,53%) dengan pengobatan gagal. Pengobatan tuberkulosis di Rumah Sakit Bethesda berhasil mencapai presentase kesembuhan yang tinggi dibandingkan dengan pasien yang gagal. Kata kunci : Tuberkulosis paru, evaluasi pengobatan, standar pengobatan.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Tuberculosis is kind of infectious disease that caused by Mycobacterium
tuberculosis, it is health problem which still need a serious attention both from government and social stratum. Moreover, it caused death. WHO estimate happened by 583.000 new case of lung tuberculosis every year with the death because of lung tuberculosis about 140.000. The research intends to know the rationale of lung tuberculosis treatment at adult Patient in the home care installation on Bethesda Hospital Yogyakarta at 2005 that referred to standard of tuberculosis therapy in Bethesda Hospital are Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis from DepKes and Standard therapy by WHO.
The research is a kind of non experimental with an descriptive evaluate which the collection data has retrospective quality. The research done by used medical record note to the patient of age in Bethesda Hospital Yogyakarta at 2005.
The result showed that the case of lung tuberculosis which is at most happened by the men patient that is 61,22% while woman patient as much 38,78%. Diagnosed of lung tuberculosis at adult patient in the home care installation on Bethesda Hospital Yogyakarta at 2005 that is with the inspection of BTA and inspection of rontgen thorax. Treatment which passed to patient of lung tuberculosis at adult patient with two OAT that is OAT-kombipak and OAT-Fixed Dose Combination (OAT-FDC). The found 5 case with give OAT-KOMBIPAK which the inappropriate of standard therapy, 11 case with regimen OAT-KOMBIPAK and 2 case with regimen OAT-FDC which the inappropriate of standard therapy, and there are about 36 persons (73,47%) of lung tuberculosis patient in succeed treatment and 13 persons (26,53%) were failed. The treatments more raise a high percentage than the patient who failed. Key Words : Lung tuberculosis, Evaluation of Therapy, Standard Therapy
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih
anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Evaluasi Pengobatan Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005”, sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari banyak pihak, baik berupa materiil, moral, maupun spiritual.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta dan sekaligus sebagai Dosen Penguji yang telah
memberikan masukan, kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Utama atas
bimbingan, pengarahan, waktu, dan dukungannya selama penelitian sampai
penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
masukan , kritik,dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Pramuji Eko Wardani, MAB., Apt. selaku Kepala Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Bethesdha Yogyakarta, yang telah memberikan masukan dalam
melakukan penelitian.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Bapak Sis Wuryanto, AmdPerKes., SKM, selaku kepala bidang rekam medis.
6. Bapak, Ibu, dan adikku, atas semua perhatian, dukungan, serta doa yang tiada
henti selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
7. Sari, ana, tata, rosa, dita, bu-men dan vera, atas persahabatan yang indah
selama ini.
8. Teman-temanku kelas A, toes-ti, O-B, terutama anak-anak praktikum
kelompok B.
9. Sinta, meta, agung, opang,widi, dan win, atas kebersamaannya serta toro atas
bantuan scan’nya
10. David, ica, dan alin, atas bantuan dan perhatian selama penyusunan skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan untuk
penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian
penyusun berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, Mei 2007
Penulis
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... vii
PRAKATA.................................................................................................... viii
DAFTAR ISI................................................................................................ x
DAFTAR TABEL......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xviii
BAB I PENGANTAR.................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1. Permasalahan ....................................................................................... 4
2. Keaslian Karya .................................................................................... 4
3. Manfaat Penelitian............................................................................... 5
B. Tujuan Penelitian..................................................................................... 5
1. Tujuan umum ...................................................................................... 5
2. Tujuan khusus ..................................................................................... 6
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA............................................................ 7
A. Tuberkulosis Paru.................................................................................... 7
1. Mycobacterium tuberculosis ............................................................... 7
2. Klasifikasi ........................................................................................... 8
3. Gejala tuberkulosis.............................................................................. 9
4. Patogenesis.......................................................................................... 11
5. Penegakan diagnosis............................................................................ 13
6. Mekanisme resistensi mikroorganisme terhadap Obat Anti
Tuberkulosis......................................................................................... 18
7. Kriteria kategori pasien tuberkulosis paru........................................... 18
B. Pengobatan Tuberkulosis ........................................................................ 20
1. Prinsip pengobatan.............................................................................. 21
2. Pemilihan obat..................................................................................... 22
3. Obat Anti Tuberkulosis ....................................................................... 27
C. Hasil Akhir Pengobatan .......................................................................... 32
D. Keterangan Empiris................................................................................. 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 35
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................................. 35
B. Definisi Operasional ............................................................................... 35
C. Subyek Penelitian.................................................................................... 37
D. Bahan Penelitian....................................................................................... 37
E. Lokasi Penelitian..................................................................................... 37
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
F. Jalannya Penelitian.................................................................................. 38
1. Tahap perencanaan.................................................................................... 38
2. Tahap pengambilan data...................................................................... 38
3. Tahap pencatatan data.......................................................................... 38
4. Tahap pengolahan data......................................................................... 39
5. Wawancara mendalam......................................................................... 39
6. Tahap analisis hasil ............................................................................. 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 40
A. Gambaran Kasus Tuberkulosis Paru ....................................................... 40
1. Distribusi jenis kelamin pasien tuberkulosis paru............................... 40
2. Penyakit penyerta pada pasien tuberkulosis paru................................ 42
B. Diagnosis Tuberkulosis Paru .................................................................. 43
1. Diagnosis tuberkulosis paru pada pasien dewasa................................ 44
2. Pemeriksaan BTA tuberkulosis paru pada pasien dewasa .................. 44
3. Pemeriksaan rotgen dada tuberkulosis paru pada pasien
dewasa ................................................................................................. 45
C. Pengobatan Tuberkulosis Paru ................................................................ 46
1. Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis .................................................. 46
2. Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis berdasarkan kategori pasien..... 48
3. Penggunaan vitamin pada pasien tuberkulosis paru............................ 49
4. Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis pada pasien yang
terdignosis penyakit lain ................................................................... 50
D. Kesesuaian Pengobatan Tuberkulosis Paru .............................................. 52
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Kesesuaian jenis Obat Anti Tuberkulosis berdasarkan standar
pengobatan tuberkulosis paru .............................................................. 52
2. Kesesuaian dosis (termasuk lama pemberian) Obat Anti
Tuberkulosis berdasarkan standar pengobatan .................................... 55
E. Hasil akhir pengobatan tuberkulosis paru.................................................. 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 64
A. Kesimpulan ............................................................................................. 64
B. Saran........................................................................................................ 64
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 66
LAMPIRAN.................................................................................................. 68
BIOGRAFI PENULIS .................................................................................. 79
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I. Obat Anti Tuberkulosis............................................................. 23
Tabel II. Paduan OAT-kombipak kategori 1........................................... 27
Tabel III. Paduan OAT-kombipak kategori 2 .......................................... 28
Tabel IV. Paduan OAT-kombipak kategori 3 .......................................... 29
Tabel V. Obat Anti Tuberkulosis fase sisipan ........................................ 30
Tabel VI. Paduan OAT-FDC kategori 1 .................................................. 31
Tabel VII. Paduan OAT-FDC kategori 2.................................................. 32
Tabel VIII. Distribusi penyakit penyerta tuberkulosis paru pada pasien
dewasa di intalasi rawat jalan rumah sakit Bethesda
Yogyakarta tahun 2005 ............................................................ 43
Tabel IX. Distribusi hasil pemeriksaan BTA tuberkulosis paru pada
pasien dewasa di instalasi rawat jalan rumah sakit Bethesda
Yogyakarta tahun 2005............................................................ 45
Tabel X. Distribusi hasil pemeriksaan rontgen tuberkulosis paru pada
pasien dewasa di instalasi rawat jalan rumah sakit Bethesda
Yogyakarta tahun 2005............................................................ 46
Tabel XI. Distribusi penggunaan Obat Anti Tuberkulosis paru pada
pasien dewasa di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta tahun 2005 ............................................................ 47
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XII. Disribusi penggunaan OAT paru pada pasien dewasa di
instalasi rawat jalan rumah sakit Bethesda Yogyakarta Tahun
2005 berdasarkan kategori pasien ............................................ 49
Tabel XIII. Distribusi penggunaan vitamin tuberkulosis paru pada pasien
dewasa di instalasi rawat jalan rumah sakit Bethesda
Yogyakarta tahun 2005............................................................. 50
Tabel XIV. Kesesuaian penggunaan jenis OAT-kombipak dan jenis
OAT-FDC berdasarkan standar pengobatan tuberkulosis paru
pada pasien dewasa di instalasi rawat jalan rumah sakit
Bethesda Yogyakarta tahun 2005 ............................................ 52
Tabel XV. Kesesuaian penggunaan jenis OAT–Kombipak Tuberkulosis
Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005.................................. 53
Tabel XVI. Distribusi ketidaksesuaian penggunaan OAT-kombipak
kategori 1 tuberkulosis paru pada pasien dewasa di instalasi
rawat jalan rumah sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005....... 54
Tabel XVII. Distribusi Ketidaksesuaian penggunaan OAT-kombipak
Kategori 2 Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di
Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
Tahun 2005. ............................................................................. 54
Tabel XVIII. Kesesuaian penggunaan jenis OAT-FDC tuberkulosis paru
pada pasien dewasa di instalasi rawat jalan rumah sakit
Bethesda Yogyakarta tahun 2005. ........................................... 55
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XIX. Kesesuaian lama pemberian OAT berdasarkan standar
pengobatan tuberkulosis paru pada pasien dewasa di instalasi
rawat jalan rumah sakit Bethesda Yogyakata tahun 2005 ....... 56
Tabel XX. Distribusi ketidaksesuaian lama pemberian OAT-kombipak
tuberkulosis paru pada pasien dewasa di instalasi rawat jalan
rumah sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005.......................... 57
Tabel XXI. Distribusi ketidaksesuaian lama pemberian OAT-FDC
tuberkulosis paru pada pasien dewasa di instalasi rawat jalan
rumah sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005...................... 59
Tabel XXII. Distribusi Hasil Pengobatan Tuberkulosis Paru Pada Pasien
Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta Tahun 2005............................................................ 60
Tabel XXIII.Distribusi pasien yang gagal dalam pengobatan tuberkulosis
paru pada pasien Dewasa di instalasi rawat jalan Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta tahun 2005.............................................. 61
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Foto rontgen paru tuberkulosis pada pasien dewasa ............... 14
Gambar 2. Alur diagnosis tuberkulosis paru pasien dewasa...................... 17
Gambar 3. Diagram batang distribusi jenis kelamin tuberkulosis paru
pada pasien dewasa di instalasi rawat jalan rumah sakit
Bethesda Yogyakarta tahun 2005............................................. 41
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat ijin melakukan penelitian di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta............................................................................... 68
Lampiran 2. Data Rekam Medik pasien tuberkulosis paru pada pasien
dewasa di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta tahun 2005.......................................................... 70
Lampiran 3. Data pasien tuberkulosis paru pada pasien dewasa di instalasi
rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005 yang
disertai dengan penyakit penyerta..................................................... 73
Lampiran 4. Hasil wawancara dengan dokter........................................................ 74
Lampiran 5. Paduan OAT paru pada pasien dewasa di instalasi rawat jalan
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005............................... 76
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut dapat masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara pernafasan dalam paru atau organ lainnya yaitu tulang,
otak, ginjal bahkan dapat menyerang kulit (Anonim, 2003a). Penyakit ini menjadi
salah satu masalah kesehatan yang masih perlu mendapat perhatian lebih banyak
dari permerintah maupun dari seluruh lapisan masyarakat karena dapat
menyebabkan kematian dimana setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru
tuberkulosis dengan kematian karena tuberkulosis paru sekitar 140.000.
Tuberkulosis paru penyebab kematian nomor satu diantara penyakit menular di
Indonesia. Tuberkulosis paru dapat menyerang siapa saja, tetapi sebagian besar
penderita tuberkulosis paru yaitu kelompok usia produktif (15-50 tahun).
Perkiraan angka kasus tuberkulosis paru dibeberapa negara di dunia adalah
sampai setinggi 400 per 100.000 per tahun. Perkiraan yang beralasan tentang
besarnya angka tuberkulosis paru di dunia adalah bahwa sepertiga populasi dunia
terinfeksi Mycobacterium tuberculosis yaitu 30 juta kasus tuberkulosis aktif di
dunia, dengan 10 juta kasus baru terjadi setiap tahun. Tuberkulosis paru
menyebabkan 6% dari seluruh kematian di dunia (Anonim, 2003a). Tahun 1999,
Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130
penderita baru tuberkulosis paru BTA positif dan mencapai 10,2 juta pada tahun
2000 (Anonim, 2003a). Tahun 2004 tercatat 211.753 kasus baru tuberkulosis paru
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
di Indonesia, dan terdapat 300 orang meninggal disebabkan karena kuman
tuberkulosis dan setiap tahunnya kasus baru tuberkulosis di Indonesia bertambah
seperempat juta (Anonim, 2005b).
Berdasarkan hasil penelitian World Health Organization (WHO) di
Indonesia, setiap empat menit sekali terdapat satu orang penderita tuberkulosis
paru yang meninggal dunia, dan setiap dua detik terjadi penularan penyakit yang
diakibatkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Anonim, 2002).
Penelitian para ilmuwan menunjukkan kuman M. tuberculosis dapat
bersembunyi di dalam tubuh manusia tanpa terdeteksi, oleh karena itu walaupun
World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar sepertiga populasi
penduduk dunia terinfeksi kuman Mycobacterium tuberculosis tetapi hanya 5-
10% yang menunjukkan gejala sakit. Mycobacterium tuberculosis adalah kuman
yang dapat menyembunyikan diri di dalam sel untuk waktu sangat lama tanpa
terlacak sistem kekebalan tubuh (Tjay dan Rahardja, 2003). Hal inilah yang
menyebabkan kesulitan dalam pemberantasan penyakit tuberkulosis paru.
Ketepatan pengobatan yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan
pemberian, tepat dosis, serta waspada efek samping merupakan faktor penting
yang berperan dalam mencegah resistensi kuman tuberkulosis, menghambat
penularan, dan mengurangi angka kematian.
Pengobatan tuberkulosis paru perlu dilakukan evaluasi pengobatan yang
meliputi gambaran kasus tuberkulosis paru, tindakan diagnosis tuberkulosis paru,
gambaran obat yang diberikan, efek samping yang ditimbulkan, obat tambahan
yang diberikan serta lamanya pengobatan dalam terapi tuberkulosis paru, karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
pada kasus tuberkulosis terapi obat yang diberikan dalam waktu jangka panjang
dan apabila kerasionalan terapi tuberkulosis paru tidak tercapai maka dapat
meningkatkan penularan, mempercepat resistensi, angka kesembuhan yang
dicapai rendah, dan dapat meningkatkan kematian. Pengobatan tuberkulosis paru
diberikan selama 6-9 bulan dan dapat diperpanjang berdasarkan atas dasar klinis
dan tes resistensi. Untuk mencapai keberhasilan terapi, pengobatan perlu
dilakukan monitoring terhadap pasien tuberkulosis paru dan pengawasan terhadap
penggunaan Obat Anti Tuberkulosis, sehingga tingkat kematian pasien yang
disebabkan karena infeksi tuberkulosis paru akan semakin menurun. Kerasionalan
pengobatan merupakan faktor penting yang berperan dalam mencapai
keberhasilan terapi dan menghambat faktor resistensi kuman tuberkulosis.
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Pada saat ini, tuntutan terhadap pelayanan
kesehatan yang baik semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
pengetahuan dan ekonomi masyarakat. Hal ini juga menyebabkan semakin
meningkatnya pula kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian.
Peranan farmasis sangat diperlukan di instalasi farmasi rumah sakit dalam
pemantauan penggunaan obat dan proses evaluasi pengobatan yang akan
membantu dalam pemantauan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Melalui pemantauan penggunaan Obat Anti Tuberkulosis dan proses evaluasi
pengobatan tuberkulosis paru maka dapat diketahui kerasionalan terapi
tuberkulosis paru. Rasionalitas dalam penggunaan obat akan sangat menentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien yang mendapat terapi di
instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
1. Permasalahan
Dari uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan di bawah ini.
a. Seperti apakah gambaran kasus tuberkulosis paru pada pasien dewasa di
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005 yang meliputi jumlah
kasus, jenis kelamin dan penyakit penyerta pasien tuberkulosis paru?
b. Seperti apakah tindakan diagnosis tuberkulosis paru pada pasien dewasa di
instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005?
c. Seperti apakah pola pengobatan tuberkulosis paru pada pasien dewasa di
instalasi rawat jalan di Rumah Sakit Bethesda tahun 2005?
d. Bagaimanakah kesesuaian pengobatan tuberkulosis paru pada pasien
dewasa di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun
2005 dengan standar dari Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis DepKes RI dan Rekomendasi World Health Organization
(WHO)?
e. Seperti apakah hasil akhir pengobatan tuberkulosis paru pada pasien
dewasa di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun
2005?
2. Keaslian Karya
Sepanjang yang diketahui penulis, penelitian tentang Evaluasi Pengobatan
Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Tahun 2005 berbeda dengan penelitian sebelumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan mengenai tuberkulosis paru adalah
“Angka Konversi dan Angka kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru dalam
Program DOTs di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-
September 2002” (Yuniarti, 2001). Dalam penelitian sebelumnya menghitung
angka konversi dan angka kesembuhan, sedangkan pada penelitian ini
menggambarkan evaluasi pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta dengan membandingkan standar yang digunakan di Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta pada tahun 2005 tanpa menghitung angka konversi dan
angka kesembuhan. Oleh karena itu penelitian ini belum pernah dilakukan
sebelumnya.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi bagi rumah sakit menuju
penggunaan obat yang rasional.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan dan
sebagai bahan evaluasi pengobatan tuberkulosis paru pada pasien dewasa di
Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerasionalan pengobatan
tuberkulosis paru pada pasien dewasa di instalasi rawat jalan Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta selama tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran kasus tuberkulosis paru pada pasien dewasa di Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005 yang meliputi jumlah kasus, jenis
kelamin, dan penyakit penyerta pasien tuberkulosis paru.
b. Mengetahui tindakan diagnosis tuberkulosis paru pada pasien dewasa di
instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005.
c. Mengetahui pola pengobatan tuberkulosis paru pada pasien dewasa di instalasi
rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005.
d. Mengetahui kesesuaian pengobatan tuberkulosis paru pada pasien dewasa di
instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005 dengan
standar dari Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis DepKes RI dan
Rekomendasi World Health Organization (WHO).
e. Mengetahui hasil akhir pengobatan tuberkulosis paru pada pasien dewasa di
instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis Paru
1. Mycobacterium tuberculosis
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di
berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang
tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membran
selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan
pertumbuhan dari kuman Mycobacterium tuberculosis berlangsung dengan
lambat. Penularannya terjadi pada malam hari karena sifat dari bakteri ini tidak
tahan terhadap UV (Rab, 1996).
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang langsing, lurus atau
lengkung. Basil ini terdapat dalam keadaan tunggal atau berkelompok, tidak
bergerak, dan tidak membentuk spora (Tjay & Rahardja, 2002). Tuberkulosis paru
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas
yang diperantarai sel (Cell-mediated hypersensitivity). Apabila dalam pengobatan
tuberkulosis paru terdapat kesalahan maka pada penyakit yang aktif akan terjadi
perjalanan penyakit yang kronik dan berakhir dengan kematian (Isselbacher et al.,
1995). Kebanyakan individu yang terinfeksi M. tuberculosis tidak menunjukkan
penyakit secara langsung tetapi ditandai oleh kronisitas dengan nekrosis jaringan
yang disebabkan oleh hipersensitivitas tipe lambat (Shulman, 1994).
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
2. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk
menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis yang sesuai dan dilakukan sebelum
pengobatan dimulai.
Pasien tuberkulosis paru dapat digolongkan berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya.
a. Kasus baru
Pasien dengan kasus baru adalah penderita yang belum pernah mendapat
pengobatan Obat Anti Tuberkulosis atau sudah pernah menggunakan OAT
kurang dari satu bulan.
b. Kambuh (Relaps)
Pasien kambuh adalah penderita tuberkulosis paru yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis paru dan telah dinyatakan sembuh,
kemudian melakukan pengobatan lagi hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
c. Gagal
Pasien dengan pengobatan gagal adalah penderita yang pada akhir bulan
ke lima pengobatan atau satu bulan sebelum akhir pengobatan, dilakukan
pemeriksaaan dahak dengan hasil BTA positif. Selain itu pasien dinyatakan
gagal apabila pada akhir bulan ke dua pengobatan dengan hasil BTA negatif
rontgen positif menjadi BTA positif.
d. Kasus berobat setelah lalai (Pengobatan setelah default/drop-out)
Pasien dengan kasus berobat setelah lalai adalah penderita yang sudah
melakukan pengobatan kurang lebih satu bulan, dan berhenti dua bulan atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
lebih, kemudian datang kembali untuk melakukan pengobatan. Pada umumnya
penderita tersebut kembali melakukan pengobatan dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
e. Pindahan
Pasien pindahan adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di
suatu kabupaten kemudian pindah ke kabupaten lain. Penderita tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah.
f. Kronis
Pasien dinyatakan kronis apabila penderita pada akhir pengobatan
pemeriksaan dahak masih menunjukkan BTA positif
Berdasarkan hasil pemeriksaaan dahak, tuberkulosis paru dibagi menjadi
tuberkulosis BTA pasitif dan tuberkulosis BTA negatif (Anonim, 2001).
a. Tuberkulosis Paru BTA negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) hasilnya BTA
negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
b. Tuberkulosis Paru BTA Positif
1) Pada pemeriksaan BTA, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) hasilnya positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya positif dan foto rontgen dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif (Anonim, 2001).
3. Gejala Tuberkulosis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Gejala tuberkulosis paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau
tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada dan batuk
darah.
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, kadang-kadang suhu
badan dapat mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi dapat timbul kembali. Hal seperti ini terus menerus terjadi dan
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien serta berat ringannya infeksi
kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Malaise
Penyakit tuberkulosis paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan semakin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat
malam. Gejala malaise ini semakin lama semakin berat dan gejala ini muncul
dan hilang secara teratur.
c. Batuk/batuk darah
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Keadaan dan kondisi
bronkus pada setiap penyakit tidak sama, maka kemungkinan terjadinya batuk
baru terjadi karena penyakit telah berkembang dalam jaringan selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan dimulai dari peradangan. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah terjadi peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah, karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Batuk darah pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
tuberkulosis paru terjadi pada kavitas, tetapi dapat pula terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
b. Sesak napas
Penyakit yang baru muncul belum dirasakan sesak nafas. Pada penyakit
yang sudah lanjut akan ditemukan sesak nafas, yang infiltrasinya meliputi
setengah bagian paru-paru.
c. Nyeri dada
Nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis, yaitu terjadi gesekan kedua pleura sewaktu
pasien menarik/melepas nafasnya (Bahar, 2003).
4. Patogenesis
Sumber penularan tuberkulosis paru adalah penderita tuberkulosis BTA
positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk droplet yaitu percikan dahak. Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Selama
kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman
tersebut dapat menyebar dari paru ke saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Anonim, 2001).
Riwayat terjadinya tuberkulosis paru dibedakan menjadi dua yaitu :
a. infeksi primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali oleh kuman
tuberkulosis. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya sehingga mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
melewati pertahanan musilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai
dialveolus dan menetap. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis mulai
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, sehingga mengakibatkan
peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman tuberkulosis ke
kelenjar limfe di sekitar hilus paru, kejadian ini disebut sebagai kompleks primer.
Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer yaitu
sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan
reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif (Anonim, 2001).
Berkembangnya dari infeksi primer menjadi penderita tuberkulosis paru
tergantung dari banyaknya kuman dan besarnya respon daya tahan tubuh. Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan
tuberkulosis, tetapi masih terdapat beberapa kuman yang menetap sebagai kuman
persisten atau dormant. Pada suatu saat daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan dapat
menjadi penderita tuberkulosis paru. Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan
mulai terjadinya infeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan
(Anonim, 2001).
b. tuberkulosis paru pasca primer
Tuberkulosis paru pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan
atau tahun setelah terjadinya infeksi primer. Tuberkulosis paru pasca primer dapat
disebabkan misalnya daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status
gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis paru pasca primer yaitu tejadi
kerusakan paru yang luas dengan adanya kavitas atau efusi pleura.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Daya penularan dari seorang penderita tuberkulosis paru ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Semakin tinggi derajat positif
pada pemeriksaan dahak maka penderita tersebut semakin tinggi tingkat
penularannya. Apabila hasil pemeriksaan dahak negatif atau tidak terlihat kuman,
maka penderita tersebut dianggap tidak menular (Anomim, 2003b).
Faktor resiko dari tuberkulosis paru yaitu a) negara berkembang, b) anak-
anak di bawah umur 5 tahun atau orang tua, c) pecandu alkohol dan narkotik, d)
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), e) DM, f) penghuni rumah
beramai-ramai atau banyaknya jumlah anggota keluarga dalam satu rumah, g)
imunosupresi, h) hubungan intim dengan pasien yang mempunyai sputum Bakteri
Tahan Asam (BTA) positif, i) kemiskinan dan malnutrisi (Rab, 1996).
5. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis pada pasien yang diduga menderita tuberkulosis paru
dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan.
a. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda fisik yang terjadi pada pasien tuberkulosis paru adalah badan
kurus atau berat badan menurun, pada kulit tampak pucat, demam yang mungkin
hanya terjadi kenaikan suhu ringan pada malam hari, nadi umumnya meningkat
seiring dengan demam (Crofton, 1999).
Pada pemeriksaan fisik pasien tuberkulosis paru sering tidak menunjukkan
suatu kelainan terutama pada kasus-kasus dini. Tuberkulosis paru terjadi secara
asimptomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan
radiologis dada (Bahar, 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaaan radiologis paru merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih
dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal pemeriksaan
radiologis memberikan beberapa keuntungan seperti pada tuberkulosis anak-anak
dan tuberkulosis mulier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui
pemeriksaan dada sebab dengan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif
(Bahar, 2003).
Pada awal penyakit gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti
awan dengan batas-batas yang tidak tegas. Apabila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal
sebagai tuberkuloma (Bahar, 2003).
Gambar 1. Foto Rontgen Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa (Anonim, 2006).
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
tuberkulosis baru akan diperoleh jumlah leukosit dan laju endap darah (LED)
meningkat (Bahar, 2003). Laju endap darah mungkin meningkat tetapi hasil
yang normal dapat memungkinkan terjadinya tuberkulosis (Crofton, 1999).
2) Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA (Bakteri tahan asam) diagnosis sudah dapat dipastikan.
Pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat
dikerjakan di puskemas, tetapi kadang tidak mudah untuk mendapat sputum,
terutama pada pasien dengan batuk yang tidak produktif (Bahar, 2003).
Untuk mendapatkan sputum pada batuk non produktif dapat dilakukan
dengan cara pasien dianjurkan minum air sebanyak ± 2 liter satu hari sebelum
pemeriksaan sputum dan melakukan refleks batuk. Dapat juga memberikan
tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam
hipertonik selama 20-30 menit. Apabila masih sulit, sputum dapat diperoleh
dengan cara bronkospi diambil dengan brushing atau bronchial washing.
Sputum yang akan diperiksa sebaiknya dalam keadaan segar. Kriteria sputum
BTA positif apabila sekurang-kurangnya ditemukan 3 kuman batang BTA
dalam satu sediaan (Bahar, 2003).
Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan BTA dinyatakan
positif apabila ditemukan sedikitnya dua dari tiga spesimen Sewaktu Pagi
Sewaktu (Anonim, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
3) Tes Tuberkulin
Pemeriksaan tuberkulin masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis tuberkulosis paru pada anak-anak. Tes tuberkulin
hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami
infeksi M. tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen
lainnya (Bahar, 2003).
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan maka akan timbul reaksi
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yaitu hasil dari
reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin (Bahar,
2003).
Pada penderita yang dicurigai tuberkulosis paru, perlu dilakukan
pemeriksaan dahak apabila ditemukan 3 spesimen kuman tuberkulosis maka dapat
dinyatakan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pada pemeriksaan dahak
apabila ditemukan 1 kuman tuberkulosis atau sama sekali tidak ditemukan
sedangkan dari gejala dicurigai tuberkulosis paru, perlu diadakan pemeriksaan
lebih lanjut yaitu dengan foto rontgen paru atau pengulangan pada pemeriksan
dahak SPS. Jika hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, maka penderita
didiagnosis sebagai penderita BTA positif., tetapi apabila hasil rontgen tidak
mendukung tuberkulosis paru maka perlu dilakukan kembali pemeriksaan dahak
SPS (Anonim, 2001).
Dapat lebih jelas dengan melihat alur diagnosis tuberkulosis paru pada
pasien dewasa berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Tersangka Penderita TB (Suspek TB)
Pemeriksaaan dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)
Hasil BTA + + + + + -
Hasil BTA + - -
Hasil BTA - - -
Pemeriksaan Rontgen Dada
Beri Antibiotik Spektrum Luas
Hasil Mendukung TB
Hasil Tidak Mendukung TB
Tidak ada perbaikan
Ada perbaikan
Ulangi periksa dahak SPS
Hasil BTA + + + + + - + - -
Hasil BTA - - -
Hasil Mendukung
TB
Hasil Tidak Mendukung
TB
Pemeriksaan Rontgen Dada
TB BTA negatif rontgen positif
Bukan TB, penyakit lain
Penderita TB BTA Positif
Gambar 2. Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru Pasien Dewasa (Anonim, 2001)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
6. Mekanisme Resistensi Mikroorganisme terhadap Obat Anti Tuberkulosis
Terjadinya resistensi terhadap Obat Anti Tuberkulosis dapat disebabkan
karena penggunaan obat yang tidak sesuai dengan aturan pemakaian, dalam
pengobatan tuberkulosis timbulnya resistensi terhadap Obat Anti Tuberkulosis
apabila penggunaan obat dalam bentuk tunggal dan pemakaian obat kurang dari
jangka waktu yang telah ditentukan yaitu 6-8 bulan. Mikroorganisme dapat
memperlihatkan resistensi terhadap obat-obat dengan mekanisme sebagai berikut :
a. resistensi terhadap rifampisin disebabkan oleh perubahan polimerase RNA
akibat mutasi kromosom yang sering terjadi
b. mikroorganisme mengubah permeabilitas terhadap obat yang disebabkan oleh
perubahan selaput luar yang mengganggu pengangkutan ke dalam sel
c. mikroorganisme menghasilkan enzim yang dapat merusak zat aktif obat
d. mikroorganisme mengembangkan sasaran struktur yang diubah terhadap obat,
resistensi terjadi karena hilang atau berubahnya suatu protein khusus pada sub
unit 30S dari ribosom pada bakteri yang merupakan tempat pengikat pada
bakteri
e. mikroorganisme mengembangkan jalur metabolisme lain yang memintas reaksi
yang dihambat oleh obat (Jawetz, 2001).
7. Kriteria Kategori Pasien Tuberkulosis Paru
Dalam menentukan kriteria pasien tuberkulosis paru berdasarkan pada
pemeriksaan diagnosis yaitu dapat diketahui dari hasil pemeriksaan BTA dan
pemeriksaan rontgen. Kriteria pasien yang menggunakan Obat Anti Tuberkulosis-
kombipak dibagi dalam 4 kategori, sedangkan pada penggunaan Obat Anti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Tuberkulosis-Fixed Dose Combination kriteria pasien berdasarkan diagnosis
dibagi dalam dua kategori.
a. Pengobatan dengan OAT-kombipak
Apabila dalam pengobatan tuberkulosis menggunakan OAT-kombipak,
maka pengelompokkan pasien berdasarkan diagnosis dapat dibagi menjadi 4
kategori yaitu :
1) kategori 1
Berdasarkan hasil diagnosis dari pemeriksaan BTA dan pemeriksaan
rontgen, pasien tuberkulosis yang tergolong dalam kategori 1 adalah
penderita baru tuberkulosis paru BTA positif, penderita tuberkulosis paru
BTA negatif rontgen positif sakit berat, dan penderita tuberkulosis ekstra
paru berat.
2) kategori 2
Pasien tuberkulosis paru yang tergolong dalam kategori 2 adalah
penderita kambuh, penderita gagal, dan penderita dengan pengobatan
setelah lalai
3) kategori 3
Pasien tuberkulosis paru yang tergolong dalam kategori 3 adalah
penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan, serta pada
penderita ekstra paru ringan.
4) kategori sisipan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Pasien yang tergolong dalam kategori sisipan apabila pada akhir tahap
intensif pengobatan baik pada penderita kategori 1 atau kategori 2, hasil
pemeriksaan BTA masih positif (Anonim, 2001).
b. Pengobatan dengan OAT-FDC
Berdasarkan pemeriksaan BTA dan pemeriksaan rontgen apabila dalam
pengobatan tuberkulosis paru dengan menggunakan OAT-FDC, kriteria
pasien dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1) kategori 1
Pasien yang termasuk dalam kategori 1 adalah penderita baru
tuberkulosis paru dengan hasil laboratorium BTA positif, penderita baru
tuberkulosis paru dengan BTA negatif/rontgen positif baik ringan atau
berat, dan pada penderita tuberkulosis ekstra paru baik ringan atau berat.
2) kategori 2
pasien yang tergolong dalam kategori 2 adalah penderita kambuh,
gagal dan lalai setelah berobat dengan hasil BTA positif (Anonim, 2003b).
B. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis menggunakan paduan obat dimaksudkan untuk
membunuh basil dengan cepat, mencegah kekambuhan, mencegah resisitensi,
mencegah kematian dan menurunkan tingkat penularan (Zubaidi, 1995).
Pengobatan tuberkulosis dibedakan menjadi dua kelompok obat, yaitu obat
primer dan obat sekunder. Obat primer sering digunakan karena efektivitasnya
yang tinggi dengan toksisitas yang dapat diterima. Sebagian besar penderita
sembuh dengan paduan obat tersebut. Isoniazid, rifampisin, pirazinamid,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
etambutol dan streptomisin termasuk dalam kelompok obat ini. Kelompok obat
sekunder kurang efektif, tetapi karena pertimbangan resistensi dan kontraindikasi
dari penderita, maka paduan kelompok obat ini kadang digunakan. Kelompok
obat ini meliputi etionamid, para-aminosalisilat, sikloserin, amikasin, kapreomisin
dan kanimisin (Zubaidi, 1995).
1. Prinsip Pengobatan
Prinsip pengobatan tuberkulosis paru dengan menggunakan Obat Anti
Tuberkulosis dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis dengan jumlah dan
dosis yang tepat selama 6-8 bulan, tujuannya agar semua kuman dapat
termusnahkan. Pengobatan tuberkulosis paru diberikan dalam dua tahap, yaitu
tahap intensif dan tahap lanjutan (Anonim, 2001).
Pada tahap intensif penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti
Tuberkulosis. Apabila pengobatan pada tahap intensif diberikan secara tepat maka
pada penderita tuberkulosis BTA positif yang sangat menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Pada akhir pengobatan tahap intensif
sebagian besar penderita tuberkulosis paru BTA positif menjadi BTA negatif
(Anonim, 2001).
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat dalam jumlah yang lebih
sedikit tetapi dalam jangka waktu yang lama. Pada tahap lanjutan sangat penting
karena untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan (Anonim, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Pada tahap lanjutan, pengobatan tuberkulosis paru menggunakan isoniazid
bersama rifampisin selama 7 bulan sehingga seluruh masa pengobatan menjadi 9
bulan. Dalam studi terbaru menyebutkan pengobatan selama 6 bulan yaitu melalui
tahap intensif 2 bulan dan tahap lanjutan 4 bulan sama efektifnya dengan
pengobatan selama 9 bulan (Tjay dan Rahardja, 2002).
2. Pemilihan Obat
Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis paru adalah
isoniazid (INH), rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin merupakan
lima agen baris pertama untuk mengobati tuberkulosis paru. Isoniazid dan
rifampisin adalah dua obat yang paling aktif. Suatu kombinasi isoniazid dengan
rifampisin yang diberikan selama 9 bulan akan menyembuhkan 95-98% kasus-
kasus tuberkulosis. Tambahan pirazinamid pada kombinasi isoniazid-rifampisin
untuk 2 bulan pertama akan mempersingkat lama terapi sampai menjadi 6 bulan
tanpa kehilangan efikasinya. Pada prakteknya, suatu terapi tuberkulosis diawali
dengan pemakian obat sekaligus yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol ataupun streptomisin (Katzung, 2004).
Obat-obat alternatif dalam lini kedua (second-line drugs) biasanya
dipertimbangkan hanya dalam kasus resistensi terhadap obat-obat pilihan pertama,
dalam kasus kegagalan respons klinis pada terapi konvensional dan berkenaan
dengan efek-efek toksik. Obat Anti Tuberkulosis lini kedua antara lain amikasin,
asam aminosalisilat, capreomisin, ciprofloksasin, klofazimin, cikloserin,
etionamid, levofloxasin, rifabutin, dan rifapentin (Katzung, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Tabel I. Obat Anti Tuberkulosis (Katzung, 2004) Obat Dosis Khusus Dewasa
isoniazid 300 mg/hari rifampin 600 mg/hari
pirazinamid 25 mg/kg/hari etambutol 15-25 mg/kg/hari A
gen
baris
pe
rtam
a
streptomisin 15 mg/kg/hari amikasin 15 mg/kg/hari
asam aminosalisilat 8-12 kg/hari capreomycin 15 mg/kg/hari ciprofloxacin 1500 mg/kg/hari clofazimine 200 mg/hari cycloserine 500-1000 mg/hari, terbagi ethionamide 500-750 mg/hari levofloxacin 500 mg/hari
rifabutin 300 mg/hari
Age
n ba
ris k
edua
rifapentine 600 mg sekali atau dua kali seminggu
a. isoniazid (H)
Isoniazid yang dikenal dengan INH mempunyai sifat bakterisid, dapat
membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat
ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman
yang sedang berkembang (Anonim, 2001). Isoniazid aktif terhadap kuman yang
berada intraseluler dalam makrofag maupun di luar sel (Tjay dan Raharja, 2002).
Mekanisme kerja dari INH berdasarkan terganggunya sistesis mycolic
acid, yang diperlukan untuk membangun dinding bakteri. Isoniazid masih tetap
merupakan obat kemoterapi terpenting tehadap berbagai tipe tuberkulosis paru
dan selalu dalam bentuk multiple therapy dengan rifampisin dan pirazinamid
(Tjay dan Raharja, 2002).
Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kgBB. Efek samping
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
dari pengunaan INH antara lain timbul gatal-gatal, yang paling berat berupa
hepatitis yang dapat terjadi pada kurang lebih 0,5% penderita (Anonim, 2001).
Hepatitis akibat isoniazid merupakan efek toksik utama yang sering terjadi,
dimana terjadi peningkatan aminotrasferase tiga atau empat kali keadaan normal.
Risiko hepatitis lebih besar pada pecandu alkohol dan mungkin selama kehamilan
dan pasca kehamilan (Katzung, 2004).
Pemberian dosis melebihi 400 mg akan terjadi polineuritis yaitu radang
saraf dengan gejala kejang dan gangguan penglihatan. Penyebabnya adalah
persaingan dengan piridoksin yang rumus kimianya mirip dengan INH, efek lain
yang sering muncul perasaan tidak sehat, letih dan lemah, serta anoreksia. Untuk
menghindari reaksi toksis ini biasanya diberikan vitamin B6 (piridoksin) 10-20mg
sehari bersama vitamin B1 100mg (Tjay dan Raharja, 2002).
b. rifampisin (R)
Rifampisin bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi-dormant yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid (Anonim, 2001). Rifampisin berkhasiat
bakterisid luas terhadap fase pertumbuhan M. tuberkulosis dan M. leprae, baik
yang berada di luar maupun di dalam sel. Obat ini mematikan kuman yang
“dormant” selama fase pembelahan yang singkat. Oleh karena itu obat ini sangat
penting untk membasmi semua basil guna mencegah kambuhnya tuberkulosis
(Tjay dan Raharja, 2002).
Efek samping dari penggunaan rifampisin yaitu terjadi penyakit kuning,
terjadi gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, sakit ulu hati kejang perut
dan diare (Tjay dan Raharja, 2002). Rifampisin diberikan dengan dosis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
600mg/hari (10mg/kg/hari) secara per oral bersama isoniazid, pirazinamid, dan
etambutol untuk mencegah timbulnya resistensi kuman tuberkulosis (Katzung,
2004).
c. pirazinamid (Z)
Pirazinamid bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada di
dalam sel dengan suasana asam (Anonim, 2001). Spektrum kerjanya sangat
sempit yaitu hanya meliputi M. tuberculosis, khasiat dari pirazinamid diperkuat
oleh INH. Penggunaan obat ini khusus pada fase intensif, digunakan pada fase
pemeliharaan apabila terdapat multiresistensi. Absorpsinya cepat dan hampir
sempurna, lebih kurang 70% pirazinamid diekskresikan melalui urin (Tjay dan
Raharja, 2002).
Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kgBB. Efek samping
penggunaan pirazinamid yaitu terjadi hepatitis, nyeri sendi dan kadang-kadang
dapat menyebabkan serangan arthritis gout yang kemungkinan disebabkan
berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Selain itu dapat menimbulkan
demam, mual, kemerahan dan rekasi kulit yang lain (Anonim,2001).
d. streptomisin (S)
Streptomisin merupakan senyawa yang bersifat bakterisid terhadap kuman
Gram negatif dan Gram positif, termasuk M. tuberculosis. Streptomisin aktif
terhadap mycobacteria ekstraseluler yang sedang membelah aktif dan pesat.
Mekanisme kerjanya yaitu dengan menghambat sintesis protein kuman dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
jalan pengikatan RNA ribosomal. Resorpsi streptomisin diusus buruk sekali,
sehingga diberikan sebagai injeksi i.m (Tjay dan Raharja, 2002).
Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Pada penderita yang
berumur sampai 60 tahun dosis yang diberikan 0,75 gr/hari, sedangkan yang
berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari. Efek samping utama dari
streptomisin yaitu terjadi kerusakan saraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita. Kerusakan
alat pendengaran biasanya terjadi pada 2 bulan pertama dengan tanda-tanda
telinga mendenging, pusing dan kehilangan keseimbangan (Anonim, 2001).
e. etambutol (E)
Etambutol berkhasiat spesifik terhadap M. tuberculosis yang bersifat
bakteriostatis. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada
kuman yang sedang membelah dan juga menghindari terbentuknya mycolic acid
pada dinding sel (Tjay dan Raharja, 2002).
Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kgBB. Etambutol dapat
menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan,
buta warna untuk warna merah dan hijau. Setiap penderita yang menerima
etambutol harus diingatkan apabila terjadi gejala-gejala gangguan penglihatan
supaya segera melakukan pemeriksaan mata. Gangguan penglihatan akan kembali
normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan (Anonim, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
3. Obat Anti Tuberkulosis
Dalam pengobatan tuberkulosis paru digunakan Obat Anti Tuberkulosis
kombipak dan OAT-FDC (Fixed Dose Combination)
a. Obat Anti Tuberkulosis-kombipak (OAT-kombipak)
World Health Organization dan International Union Against Tuberculosis
and Lung Disease (IUATLD) merekomendasikan paduan OAT standart.
1) Kategori 1
Obat Anti Tuberkulosis yang digunakan pada kategori 1 yaitu
2HRZE/4H3R3, 2HRZE/4HR, 2HRZE/6HE.
Tabel II. Paduan OAT-kombipak kategori 1 (Anonim, 2001). Dosis per hari / kali Tahap
pengobatan Lamanya
pengobatan H
R
Z
E
Jumlah Hari / kali
Menelan obatTahap intensif
(dosis harian) 2 bulan 1 1 3 3 60
Tahap lanjutan (dosis 3x
seminggu)
4 bulan 2 1 --- --- 54
Keterangan : H : isoniazid (@ 300 mg) Z : pirazinamid (@ 500 mg) R: rifampisin (@ 450 mg) E : etambutol(@ 250 mg)
Obat yang digunakan pada tahap intensif terdiri dari isoniasid (H),
rifampisin (R), pirasinamid (Z) dan etambutol (E). Obat-obat tersebut
diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan
dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid (H) dan rifampisin (R),
yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat
ini diberikan pada penderita tuberkulosis paru BTA positif, penderita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
tuberkulosis paru BTA negatif dengan rontgen pasitif yang “sakit berat”
dan penderita tuberkulosis ekstra paru berat (Anonim, 2001).
2) Kategori 2
Obat Anti Tuberkulosis yang digunakan pada kategori 2 :
2HRZES/HRZE/5H3R3E3, 2HRZES/HRZE/5HRE. Pada tahap intensif
pengobatan diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
isoniasid (H), rifampisin (R), pirasinamid (Z), etambutol (E) dan suntikan
streptomisin setiap hari di Unit Pelayanan Kesehatan. Dilanjutkan 1 bulan
dengan isoniasid (H), rifampisin (R), pirasinamid (Z), dan etambutol (E)
setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan
dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Dalam
penyuntikan streptomisin perlu diperhatikan yaitu diberikan setelah
penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan pada penderita kambuh
(relaps), penderita gagal (failure), dan pada penderita dengan pengobatan
setelah lalai (after default) (Anonim, 2001).
Tabel III. Paduan OAT-kombipak kategori 2 (Anonim, 2001). E
Tahap pengobatan
Lamanya pengobatan H R Z
@ 2
50 m
g
@ 5
00 m
g
S
Jumlah Hari / kali Menelan
obat
Tahap intensif (dosis harian)
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
0,75 gr
60
30
Tahap lanjutan (dosis 3x
seminggu)
5 bulan 2 1 - 1 2 66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Keterangan : H : isoniazid (@ 300 mg) S : streptomisin R : rifampisin (@ 450 mg) Z : pirazinamid (@ 500 mg) E : etambutol
3) Kategori 3
Obat Anti Tuberkulosis yang digunakan pada kategori 3 :
2HRZ/4H3R3, 2HRZ/4HR, 2HRZ/6HE. Pada tahap intensif terdiri dari
isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z) yang diberikan setiap hari
selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
isoniazid (H), rifampisin (R) selama 4 bulan dan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan pada penderita baru BTA negatif
dan rontgen positif sakit ringan serta penderita ekstra paru ringan yaitu
tuberkulosis kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral,
tuberkulosis kulit, tuberkulosis tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan
kelenjar adrenal (Anonim, 2001).
Tabel IV. Paduan OAT-kombipak kategori 3 (Anonim, 2001).
Tahap pengobatan Lama
pengobatanH R Z
Jumlah hari/kali
menelan obat
Tahap intensif
(dosis harian) 2 bulan 1 1 3 60
Tahap lanjutan
(dosis 3x seminggu) 4 bulan 2 1 - 54
Keterangan : H : isoniazid (@ 300 mg) R : rifampisin (@ 450 mg) Z : pirazinamid (@ 500 mg)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
4) Sisipan
Obat Anti Tuberkulosis yang digunakan pada fase sisipan yaitu
HRZE. Obat Anti Tuberkulosis fase sisipan diberikan apabila pada akhir
tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1
atau penderita BTA positif dengan kategori 2 dimana hasil pemeriksaan
dahak masih BTA positif. Pemberian OAT sisipan setiap hari selama 1
bulan.
Tabel V. Obat Anti Tuberkulosis fase sisipan (Anonim, 2001). Tahap
pengobatan
Lama
pengobatanH R Z E
Jumlah hari/kali
menelan obat
Tahap intensif
(dosis harian) 1 bulan 1 1 3 3 30
Keterangan : H : isoniazid (@ 300 mg) Z : pirazinamid (@ 500 mg) R : rifampisin (@ 450 mg) E : etambutol (@ 250 mg)
b. Obat Anti Tuberkulosis–Fixed Dose Combination (OAT-FDC)
Obat Anti Tuberkulosis “fixed-dose combination” atau disingkat dengan
OAT-FDC adalah tablet yang berisi kombinasi beberapa jenis obat anti
tuberkulosis dengan dosis tetap.
Pengobatan tuberkulosis paru yang menggunakan Obat Anti Tuberkulosis
Fixed Dose Combination (OAT-FDC) dibagi dalam dua kategori yaitu kategori 1
dan kategori 2.
1) Kategori 1
Pada tahap intensif digunakan 4FDC yang setiap tablet mengandung
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol diberikan tiap hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
selama 56 hari. Pada tahap lanjutan digunakan 2 FDC yang setiap tablet
mengandung isoniazid dan rifampisin (Anonim, 2003b).
Tabel VI. Paduan OAT-FDC kategori 1 (Anonim, 2003b). Berat Badan
Tahap Intensif tiap hari selama 56 hari
Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu
30 – 37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 2FDC
38 – 54 kg 3 tablet 4FDC 3 tablet 2FDC
55 – 70 kg 4 tablet 4FDC 4 tablet 2FDC
≥ 71 kg 5 tablet 4FDC 5 tablet 2FDC
Kategori 1 diberikan pada penderita baru tuberkulosis paru dengan
hasil laboratorium BTA positif, penderita baru tuberkulosis paru dengan
BTA negatif/rontgen positif baik ringan atau berat, dan pada penderita
tuberkulosis ekstra paru baik ringan atau berat. Pemeriksaan dahak harus
tetap dilakukan karena untuk evaluasi pelaksanaan program
penanggulanan tuberkulosis (Anonim, 2003b).
2) Kategori 2
Pada tahap intensif digunakan 4FDC yang setiap tablet mengandung
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol serta digunakan juga
injeksi streptomisin, diberikan tiap hari selama 56 hari Pada tahap lanjutan
digunakan 2FDC yang setiap tablet mengandung isoniazid dan rifampisin
serta digunakan juga etambutol, diberikan selama 3 kali seminggu selama
20 hari. Kategori 2 diberikan pada penderita kambuh, gagal dan lalai
setelah berobat dengan hasil BTA positif (Anonim, 2003b).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Tabel VII. Paduan OAT-FDC kategori 2 (Anonim, 2003b) Tahap Intensif
tiap hari
Berat Badan
selama 56 hari selama 28 hari
Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 20 minggu
30–37 kg 2tab 4FDC+500 mg Streptomisin inj.
2 tab 4FDC 2tab 2FDC + 2 tab etambutol
38–54 kg 3tab 4FDC+750 mg Streptomisin inj.
3 tab 4FDC 3tab 2FDC + 3 tab etambutol
55–70 kg 4tab4FDC+1000 mg Streptomisin inj.
4 tab 4FDC 4tab 2FDC + 4 tab etambutol
≥ 71 kg 5tab4FDC + Streptomisin inj.
5 tab 4FDC 5tab 2FDC + 5 tab etambutol
Beberapa keuntungan penggunaan FDC dalam pengobatan tuberkulosis :
1) penderita akan lebih mudah dalam menggunakan obat anti tuberkulosis,
karena jumlah tabletnya sedikit
2) efek samping yang lebih kecil, karena formula dosis sangat mendekati
dasar perjitungan, yaitu antara berat badan dengan jumlah komponen obat.
3) tingkat kepatuhan penderita dalam menggunakan obat akan lebih tingi,
karena pengaruh psikis dari melihat jumlah tablet bila dibandingkan obat
anti tuberkulosis kombipak
C. Hasil Akhir Pengobatan
Hasil pengobatan penderita tuberkulosis dapat dikategorikan sebagai
berikut.
1. Sembuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Penderita tuberkulosis paru dinyatakan sembuh apabila hasil pemeriksaan
ulang dahak sedikitnya dua kali pemeriksaan hasilnya negatif, baik pada
pemeriksaan akhir tahap intensif maupun pada pemeriksaan satu bulan
sebelum akhir pengobatan.
2. Pengobatan Lengkap
Penderita tuberkulosis paru dinyatakan masuk dalam pengobatan lengkap
apabila penderita tubekulosis paru telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak, khususnya pada akhir
pengobatan.
3. Gagal
Penderita tuberkulosis paru dinyatakan gagal pada hasil akhir pengobatan
apabila :
a. penderita tuberkulosis paru dengan BTA positif yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali positif pada satu bulan sebelum akhir
pengobatan atau pada akhir pengobatan
b. penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan
kedua menjadi positif
4. Defaulted atau Drop Out
Pasien Drop Out adalah penderita yang tidak mengambil obat dua bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
5. Meninggal
Pasien dinyatakan meninggal apabila penderita yang dalam masa
pengobatan diketahui meninggal karena sebab apapun (Anonim, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
D. Keterangan Empiris
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran evaluasi pengobatan
tuberkulosis paru pada pasien dewasa, yang meliputi gambaran kasus tuberkulosis
paru, tindakan diagnosis tuberkulosis paru, gambaran obat yang diberikan, efek
samping yang ditimbulkan, obat tambahan yang diberikan serta lamanya
pengobatan dalam terapi tuberkulosis paru di instalasi rawat jalan Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai “Evaluasi Pengobatan Tuberkulosis Paru Pada Pasien
Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005”
merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif
evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini merupakan penelitian non
eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subyek uji. Rancangan penelitian
deskriptif karena penelitian ini hanya bertujuan melakukan eksplorasi deskriptif
terhadap pengobatan yang terjadi. Penelitian ini bersifat retrospektif karena data
yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan melakukan penelusuran
terhadap dokumen terdahulu, yaitu data lembar catatan rekam medis pasien.
Peneliti hanya melakukan evaluasi apakah pengobatan tuberkulosis paru
pada pasien dewasa di Rumah Sakit Bethesda tahun 2005 sudah sesuai dengan
standar yang digunakan di Rumah Sakit Bethesda yaitu Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis DepKes RI dan standar pengobatan dari World
Health Organization (WHO).
B. Definisi Operasional
1. Rumah Sakit Bethesda adalah Rumah Sakit yang digunakan sebagai tempat
penelitian.
2. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
3. Kriteria pasien adalah pasien dewasa berusia 18-60 tahun (Walker, 2003) yang
menderita tuberkulosis paru di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta tahun 2005.
4. Kartu rekam medis adalah berkas yang memberikan catatan tentang identitas
pasien yang meliputi nomor rekam medis, nama, umur, pekerjaan, jenis
kelamin, diagnosis penyakit utama dan diagnosis penyakit penyerta, keluhan,
pemeriksaan laboratorium, jenis obat, dosis obat, lama pemberian, rute
pemberian dan hasil pengobatan.
5. Evaluasi adalah melihat kembali dan menyimpulkan tindakan pelayanan
kesehatan yang dilakukan sudahkah sesuai dengan standar.
6. Pengobatan adalah suatu cara pelayanan kesehatan yang dilakukan untuk
menangani suatu penyakit.
7. Jenis obat adalah kelompok obat yang diberikan berdasarkan kelas terapinya
yang diberikan kepada pasien tuberkulosis paru selama menjalani pengobatan
di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005 dalam
bentuk generik seperti isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan
streptomisin
8. Pilihan obat tidak tepat yaitu obat yang diberikan kepada pasien tidak efektif
(kurang sesuai dengan indikasinya), pasien mempunyai alergi terhadap obat
tersebut, obat yang diberikan memiliki kontraindikasi dengan obat lain yang
juga dibutuhkan, efektif namun bukan yang paling murah dan aman, serta
adanya kombinasi obat yang tidak perlu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
9. Hasil akhir pengobatan adalah kondisi pasien setelah menjalani pengobatan
secara lengkap dimana penderita telah menjalani pengobatan tahap intensif
dan tahap lanjutan selama 6-9 bulan, seminggu sebelum akhir pengobatan
dilakukan pemeriksaan ulang dahak, apabila hasil BTA positif pasien
dinyatakan gagal tetapi jika hasil BTA negatif maka pasien dinyatakan
sembuh.
C. Subyek Penelitian
Dalam penelitian mengenai “Evaluasi Pengobatan Tuberkulosis Paru Pada
Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun
2005” subyek penelitian yang digunakan adalah pasien dewasa tuberkulosis paru.
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu rekam medis
dengan diagnosis tuberkulosis paru yang tergolong pasien dewasa di instalasi
rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005 yang meliputi nomor
rekam medis, umur, jenis kelamin, diagnosis penyakit utama dan diagnosis
penyakit penyerta, keluhan, pemeriksaan laboratorium, jenis obat, dosis obat,
lama pemberian, dan hasil pengobatan. Selain dari kartu rekam medis juga
menggunakan hasil wawancara dengan dokter spesialis paru-paru.
E. Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Pengobatan Tuberkulosis Paru Pada Pasien
Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
ini dilakukan di Rumah Sakit Bethesda Jalan Jendral Sudirman 70 Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
F. Jalannya Penelitian
Proses jalannya penelitian dilakukan secara bertahap, dengan jalur di
bawah ini.
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan analisis situasi, penentuan masalah serta
pencarian informasi standar pengobatan tuberkulosis paru pada pasien dewasa di
instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Pada tahap analisis
situasi dilakukan dengan mencari informasi pada bagian rekam medis mengenai
distribusi penyakit tuberkulosis paru pada pasien dewasa di instalasi rawat jalan
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta selama tahun 2005.
2. Tahap pengambilan data
Proses penelusuran data dilakukan dengan melihat buku keluar pasien
tahun 2005 yang berisi nomor registrasi, usia, berat badan, jenis kelamin, lama
terapi, dan lainnya. Berdasarkan data tersebut, peneliti memilih pasien dewasa
yang menderita tuberkulosis paru, tanggal masuk dan tanggal keluar pasien berada
pada tahun 2005.
3. Tahap pencatatan data
Pencatatan data dilakukan dengan mencatat data pasien tuberkulosis paru
pada pasien dewasa yang mendapat terapi tahun 2005 yang disalin dari rekam
medis. Hal-hal yang dicatat dari rekam medis antara lain No. RM, jenis kelamin,
berat badan, umur, riwayat sakit, tanggal penggunaan obat, jenis obat yang
digunakan, dosis dan frekuensi pemberian, dan status pulang pasien. Ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
digunakan untuk melihat gambaran pengobatan tuberkulosis paru pada pasien
dewasa.
4. Tahap pengolahan data
Data yang diperoleh kemudian diolah, hasil yang diperoleh ada yang
disajikan dalam bentuk tabel dan ada pula yang disajikan dalam bentuk gambar.
5. Wawancara mendalam
Wawancara dilakukan sesuai panduan wawancara dan penulisannya
disusun sesuai dengan hasil wawancara dari dokter yang terkait dalam
penanganan kasus tuberkulosis paru pada pasien dewasa. Pelaksanaan wawancara
dilakukan di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta bagian
paru-paru kepada salah seorang dokter spesialis paru-paru.
6. Tahap analisis hasil
Data dianalisis secara deskriptif kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk
diagram dan tabel beserta uraian penjelasan. Analisis tersebut berdasarkan :
a. jumlah kasus, jenis kelamin dan penyakit penyerta
b. diagnosis, kategori pengobatan, jenis obat dan dosis yang diberikan
c. evaluasi kesesuaian pengobatan tuberkulosis paru yang dibandingkan
dengan standar pengobatan dengan melihat hasil laboratorium dan
pengobatan yang telah dilakukan kemudian diberi rekomendasi yang
tepat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama tahun 2005 ditemukan kasus tuberkulosis paru baik dirawat jalan
maupun di rawat inap pada semua umur sebesar 175 kasus. Pasien yang diteliti
adalah seluruh populasi pasien dewasa dengan diagnosis tuberkulosis paru di
instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta selama tahun 2005.
Jumlah kasus yang berhasil dikumpulkan berdasarkan catatan rekam medis
tersebut sejumlah 49 kasus, kemudian dari rekam medis yang didapat dicatat
nomor rekam medis, jenis kelamin, umur, berat badan, diagnosis penyakit utama
dan diagnosis penyakit penyerta, keluhan, pemeriksaan laboratorium, jenis obat,
dosis obat, lama pemberian, dan hasil pengobatan.
A. Gambaran Kasus Tuberkulosis Paru
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui jumlah kasus tuberkulosis paru
pada pasien dewasa di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
tahun 2005 sebanyak 49 kasus.
1. Distribusi Jenis Kelamin Pasien Tuberkulosis Paru
Pasien dengan diagnosis tuberkulosis paru yang menjalani pengobatan di
instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta selama tahun 2005
diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, tujuannya untuk mengetahui frekuensi
dan persentase perbandingan jenis kelamin laki-laki dan perempuan sehingga
dapat diketahui apakah jenis kelamin mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
penyakit tuberkulosis paru.
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Berdasarkan hasil penelusuran data rekam medis rawat jalan pada pasien
tuberkulosis paru diperoleh data dengan perbandingan laki-laki sebanyak 30
(61,22 %) dan perempuan sebanyak 19 (38,78 %).
0
5
10
15
20
25
30
35
Laki-laki perempuan
Gambar 3. Diagram Jenis Kelamin Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang besar
pada jumlah pasien laki-laki dengan pasien perempuan. Jumlah pasien laki-laki
yang terlihat pada gambar 3 mempunyai persentase yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien perempuan. Sampai sekarang belum ada keterangan
yang memberikan jawaban yang tuntas mengenai perbandingan jenis kelamin ini.
Keadaan yang menyebabkan laki-laki mempunyai persentase lebih tinggi
daripada perempuan yaitu kebiasaan merokok yang banyak dikonsumsi oleh laki-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
laki. Merokok merupakan salah satu faktor resiko terjadinya tuberkulosis paru.
Rokok dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi alveolar makrofag pada
paru-paru. Makrofag merupakan sel darah putih yang berperan dalam fagositosis,
oleh karena itu apabila terjadi kerusakan pada fungsi alveolar makrofag maka
kuman lebih mudah masuk ke dalam paru-paru sebab tidak ada penghalang dari
makrofag (Crofton, 2002).
Selain karena faktor resiko merokok, terjadinya tuberkulosis dapat
disebabkan oleh kebiasaan hidup sehari-hari yaitu kebiasaan makan, kebersihan
rumah, pada umumnya wanita lebih memperhatikan kondisi kesehatan
dibandingkan dengan laki-laki. Apabila kondisi tubuh kurang baik dan pada saat
berhadapan atau berbicara dengan seseorang yang menderita tuberkulosis paru
dengan BTA positif, maka kemungkinan untuk terinfeksi kuman tuberkulosis
menjadi lebih besar.
2. Penyakit Penyerta Pada Pasien Tuberkulosis Paru
Selain terdiagnosis penyakit tuberkulosis paru, pasien juga terdiagnosis
penyakit lain yang menyertai tuberkulosis paru. Penyakit penyerta ini merupakan
riwayat dari pasien sebelum terdiagnosis tuberkulosis paru dan penyakit yang
timbul setelah pasien terdiagnosis tuberkulosis paru.
Penyakit penyerta yang terjadi sebelum terdiagnosis tuberkulosis paru
merupakan riwayat penyakit pasien, sedangkan penyakit penyerta yang terjadi
setelah timbulnya gejala klinik tuberkulosis paru dapat juga timbul dari efek
samping terapi dari Obat Anti Tuberkulosis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Tabel VIII. Distribusi Penyakit Penyerta Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Penyakit penyerta Jumlah pasien Persentase (%) Satu penyakit penyerta 1. Diabetes Mellitus 2. Bronkitis 3. Masa kehamilan
2 1 1
4,08 2,04 2,04
Dua penyakit penyerta Hepatitis dan Diabetes melitus Hipertensi dan Diabetes melitus
1 1
2,04 2,04
Dari tabel VIII terdapat 6 pasien yang menderita penyakit lain selain
tuberkulosis. Beberapa pasien yang terdiagnosis tuberkulosis paru dengan satu
penyakit penyerta seperti diabetes mellitus berjumlah 2 pasien (4,08%), hipertensi
1 pasien (2,04%), bronkitis sebanyak 1 pasien (2,04%), dan terdapat pasien
tuberkulosis pada masa kehamilan berjumlah 1 pasien (2,04%). Pasien dengan dua
penyakit penyerta yaitu hepatitis dan diabetes melitus sebanyak 1 pasien (2,04%),
hipertensi dan diabetes melitus sebanyak 1 pasien (2,04%).
Pada penderita tuberkulosis paru kekebalan tubuh akan semakin lemah
dalam melawan kuman tuberkulosis. Pada saat kondisi tersebut maka tubuh akan
semakin mudah terserang berbagai penyakit. Oleh karena itu penderita yang telah
terpapar tuberkulosis paru harus tetap menjaga lingkungan tetap bersih, sanitasi
yang baik dan tetap memperhatikan gizi sehingga kondisi tubuh tidak semakin
buruk.
B. Diagnosis Tuberkulosis Paru
Infeksi tuberkulosis paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dapat dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium seperti
pemeriksaan BTA dan pemeriksaan rontgen paru. Pemeriksaan tersebut digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
untuk menegakkan diagnosis penyakit tuberkulosis paru yang selanjutnya dapat
digunakan untuk pedoman pertimbangan pengobatan.
1. Diagnosis Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa
Pada pemeriksaan dahak pada pasien tersangka tuberkulosis paru apabila
hasil tes BTA ditemukan 3 spesimen kuman tuberkulosis maka dinyatakan
penderita tuberkulosis BTA positif. Jika pemeriksaan dahak hasil tes BTA hanya
ditemukan 1 dari 3 spesimen kuman tuberkulosis sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan rontgen paru, apabila hasilnya mendukung tuberkulosis paru dapat
dinyatakan penderita tuberkulosis paru BTA positif tetapi jika hasil pemeriksaan
rontgen paru tidak mendukung tuberkulosis paru maka diulangi pemeriksaan
dahak SPS. Pada pemeriksaan dahak hasil tes BTA tidak ditemukan spesimen
kuman tuberkulosis, dapat diberikan antibiotik. Apabila tidak ada perbaikan
dilakukan pengulangan pemeriksaan dahak SPS tetapi apabila dengan pemberian
antibiotik terdapat perbaikan maka bukan tuberkulosis paru melainkan penyakit
lain. Kriteria sputum dengan hasil BTA positif yaitu jika dalam satu sediaan
ditemukan 3 batang kuman tuberkulosis.
2. Pemeriksaan BTA Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa
Pemeriksaan BTA dapat digunakan langsung untuk penegakan diagnosis
dan memastikan jenis pengobatan yang digunakan, tetapi kadang terjadi beberapa
faktor yang menjadi kendala untuk mengetahui keberhasilan pemeriksaan BTA.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan BTA dapat berasal
dari faktor pasien sendiri dan faktor kuman yang sulit untuk dideteksi. Penyebab
utama dari faktor pasien adalah pasien menderita batuk nonproduktif atau pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
tidak dapat mengeluarkan sputum. Keadaan ini menyebabkan sputum tidak dapat
diperoleh dalam jumlah banyak sehingga dalam pemeriksaan BTA, kuman
tuberkulosis tidak dapat terdeteksi.
Tabel IX. Distribusi Hasil Pemeriksaan BTA Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Hasil Pemeriksaan BTA Jumlah pasien Persentase (%)
BTA negatif 0 0
BTA positif 49 100
Total 49 100
Dari tabel IX dapat dilihat bahwa pasien dengan BTA positif berjumlah 49
pasien (100%) dan tidak terdapat pasien dengan BTA negatif. Data tesebut
menunjukkan bahwa pasien yang datang ke Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
semua hasil tes BTA-nya positif.
Penegakan diagnosis tuberkulosis paru dapat ditunjang dengan
pemeriksaan lain seperti pemeriksaan rontgen paru karena terdapatnya beberapa
kendala dalam pemeriksaan BTA. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis DepKes RI menyatakan apabila terdapat 2 sampai 3 spesimen
dengan hasil pemeriksaan negatif, maka penegakan diagnosis harus ditunjang
dengan pemeriksaan lain seperti pemeriksan rontgen. Hal ini sudah dilakukan oleh
pihak Rumah Sakit Bethesda untuk menunjang penegakan diagnosis tuberkulosis
paru.
3. Pemeriksaan Rotgen Dada Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa
Pemeriksaan rontgen perlu dilakukan untuk menunjang penegakan
diagnosis tuberkulosis paru. Rontgen positif menunjukkan bahwa pasien memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
gambaran aktif tuberkulosis paru, sedangkan rontgen negatif menunjukkan bahwa
dalam pemeriksan tidak ditemukan adanya gambaran tuberkulosis aktif.
Tabel X. Distribusi Hasil Pemeriksaan Rotgen Dada Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Pemeriksaan Jumlah pasien Persentase (%) Rontgen negatif 0 0 Rontgen positif 49 100
Total 49 100
Berdasarkan data pada tabel X menunjukkan bahwa pasien yang datang ke
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta pada tahun 2005 semua hasil rontgen paru
positif. Dari hasil penelitian ini terdapat 49 kasus tuberkulosis paru yang
tergolong dalam pasien dewasa dan terdapat 49 kasus hasil rontgen menunjukkan
positif dengan persentase 100%.
Pemeriksaan rontgen dada membutuhkan biaya yang tidak sedikit jika
dibandingkan dengan pemeriksaan sputum, akan tetapi pemeriksaan rontgen dada
cukup membantu dalam diagnosis tuberkulosis paru apabila dengan pemeriksaan
BTA menunjukkan hasil negatif.
C. Pengobatan Tuberkulosis Paru
1. Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis
Obat Anti Tuberkulosis yang digunakan di Rumah Sakit Bethesda adalah
Obat Anti Tuberkulosis primer yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol
dan streptomisin. Regimen pengobatannya terdapat dalam 2 jenis yaitu :
a. Obat Anti Tuberkulosis-kombipak (OAT-Kombipak)
b. Obat Anti Tuberkulosis-Fixed Dose Combination (OAT-FDC)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Obat Anti Tuberkulosis kombipak adalah paduan Obat Anti Tuberkulosis
yang diberikan dalam dosis tunggal dengan paduan obat tuberkulosis. Keuntungan
dari pemberian OAT-kombipak adalah mudahnya penyesuaian dosis jika pasien
mengalami kontraindikasi dengan obat tersebut. Kerugian dari OAT-kombipak
adalah banyaknya jumlah obat sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam
pemberian dan penggunaannya.
Obat Anti Tuberkulosis-Fixed Dose Combination (OAT-FDC) adalah
paduan Obat Anti Tuberkulosis yang diberikan dalam satu tablet yang terdiri dari
kombinasi beberapa jenis obat dengan dosis tepat. Keuntungan dari OAT-FDC
adalah dapat meningkatkan compliance pasien dan menurunkan angka kesalahan
pemberian dalam penggunaan obat. Kerugian dari OAT-FDC adalah sulitnya
penyesuaian dosis jika pasien mengalami kontraindikasi dengan obat tersebut.
Tabel XI tersebut menunjukkan bahwa penggunaan OAT-kombipak lebih
banyak dibandingkan penggunaan OAT-FDC yaitu OAT kombipak sebanyak 27
pasien (55,10%), OAT-FDC sebanyak 19 pasien (38,78%), dan pasien yang
menggunakan dua jenis OAT yaitu OAT-kombipak dan OAT-FDC sebanyak 3
pasien (6,12%).
Tabel XI. Distribusi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Jenis Obat Jumlah pasien Persentase (%)
OAT-Kombipak 27 55,10
OAT-FDC 19 38,78
OAT-kombipak dan FDC 3 6,12
Total 49 100,00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Penggunaan OAT-FDC lebih kecil daripada penggunaan OAT-kombipak
karena OAT-FDC merupakan Obat Anti Tuberkulosis yang produk pemasarannya
baru diperkenalkan pada tahun 2003 dan pengenalan mengenai OAT-FDC masih
minim.
Pada tabel tersebut terdapat 3 pasien (6,12%) yang diberikan Obat Anti
Tuberkulosis dengan dua jenis OAT yaitu OAT-kombipak dan OAT-FDC.
Bersadarkan hasil wawancara dengan salah satu dokter spesialis paru Rumah
Sakit Bethesda bahwa seorang pasien selama pengobatannya hanya mendapat satu
jenis OAT dan tidak mungkin seorang pasien dalam pengobatannya mendapat dua
jenis OAT sekaligus. Data tersebut sedikit menyimpang dengan keadaan
sebenarnya dimana terdapat empat pasien yang dalam pengobatannya mendapat
dua jenis OAT, kecuali dalam kondisi pasien mengalami kontraindikasi dengan
salah satu OAT yang diberikan, sehingga pihak Rumah Sakit dapat mengevaluasi
penggunaan Obat Anti Tuberkulosis pada pasien tuberkulosis paru selama
menjalani terapi.
2. Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Berdasarkan Kategori Pasien
Obat Anti Tuberkulosis terdiri dari 4 macam kategori yaitu kategori 1,
kategor 2, kategori 3, dan sisipan, sedangkan OAT-FDC terdiri dari 2 macam
kategori yaitu kategori 1 dan kategori 2 (Anonim, 2003).
Penggunaan OAT-kombipak kategori 1 yaitu penderita baru tuberkulosis
paru dengan tes BTA positif, kategori 2 yaitu untuk penderita kambuh, kategori 3
pada penderita tuberkulosis paru dengan tes BTA negatif rontgen positif sakit
ringan dan kategori sisipan diberikan apabila pasien tuberkulosis paru pada akhir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
tahap intensif tes BTA masih positif. Pada OAT-FDC kategori 1 penderita baru
tuberkulosis paru dengan tes BTA positif, penderita baru tuberkulosis paru dengan
tes BTA negatif rontgen positif baik sakit ringan maupun sakit berat, dan
penderita tuberkulosis paru ekstra ringan maupun berat. Kategori 2 yaitu untuk
penderita tuberkulosis paru kambuh, gagal dan berobat setelah lalai dengan hasil
tes BTA positif. Dari data primer dapat disimpulkan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel XII. Disribusi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005 Berdasarkan Kategori Pasien
Kategori Jumlah pasien Persentase (%) 1 43 87,76 2 2 4,08
sisipan 4 8,16 Total 49 100,00
Dari tabel XII menyebutkan jumlah pasien dengan kategori 1 sebanyak 43
pasien (87,76 %), kategori 2 sebanyak 2 pasien (4,08 %) dan kategori sisipan
sebanyak 4 pasien (8,16 %). Data yang diperoleh tidak ada pasien dengan kategori
3 yaitu penderita baru TB paru dengan hasil tes BTA negatif rontgen positif.
3. Penggunaan Vitamin Pada Pasien Tuberkulosis Paru
Penyakit tuberkulosis paru dapat berkembang karena adanya imunitas
pasien yang rendah. Oleh karena itu dalam pengobatan tuberkulosis paru sering
ditambahkan suplemen atau vitamin untuk mengurangi ketoksikan Obat Anti
Tuberkulosis dan menjaga imunitas pasien agar tetap baik.
Penggunaan INH dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
toksisitas pada saraf tepi, kesemutan, nyeri otot atau gangguan kesadaran. Vitamin
BB6 merupakan vitamin yang dapat mengurangi toksisitas tersebut. Penggunaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
vitamin B6 dari data tersebut sebanyak 25 pasien (51,02%). Hal ini menjelaskan
bahwa hampir sebagian dari jumlah kasus tuberkulosis dewasa telah mendapat
vitamin B6.
Tabel XIII. Distribusi Penggunaan Vitamin Pada Pasien Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta 2005
Vitamin Jumlah pasien Persentase (%) Vitamin B6 25 51,02
Tanpa vitamin B6 24 48,98 Total 49 100,00
4. Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Pada Pasien Yang Terdiagnosis Penyakit Lain
Berdasarkan penelitian ditemukan penderita tuberkulosis paru yang juga
terdiagnosis penyakit lain seperti diabetes melitus, hipertensi, hepatitis dan masa
kehamilan, dapat dilihat pada tabel VIII. Pada penderita tuberkulosis paru yang
juga terdiagnosis penyakit diabetes melitus perlu diperhatikan bahwa penggunaan
rifampisin akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes sehingga dosisnya
perlu ditingkatkan. Juga diperhatikan dengan penggunaan etambutol karena
mempunyai komplikasi terhadap mata. Pada penderita diabetes perlu melakukan
monitoring kadar glukosa dalam darah (Anonim, 2001).
Pada wanita hamil dapat menggunakan Obat Anti Tuberkulosis karena
semua jenis OAT aman bagi wanita hamil, kecuali penggunaan streptomisin.
Streptomisin tidak dapat digunakan pada wanita hamil karena sifat dari
streptomisin yang dapat menembus barier plasenta. Keadaan ini dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap
pada bayi (Anonim, 2001). Perlu dijelaskan kepada ibu hamil yang terdiagnosis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
tuberkulosis paru bahwa keberhasilan pengobatan sangat penting agar bayi yang
dilahirkan tidak terinfeksi tuberkulosis, oleh karena itu selama melakukan terapi
tuberkulosis harus sesuai dengan aturan penggunaan Obat Anti Tuberkulosis dan
menyelesaikan pengobatan sampai dinyatakan sembuh oleh dokter.
Pemberian Obat Anti Tuberkulosis pada penderita TB dengan riwayat
penyakit hepatitis akut ditunda sampai hepatitisnya mengalami penyembuhan.
Tetapi pada keadaan dimana pengobatan tuberkulosis paru sangat diperlukan
maka dapat diberi streptomosin dan etambutol maksimal 3 bulan sampai
hepatitisnya membaik dan dilanjutkan dengan rifampisin dan isoniazid selama 6
bulan.
Pada penderita tuberkulosis paru yang terdiagnosis kelainan hati kronik,
dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum menjalani pengobatan tuberkulosis.
Apabila nilai SGOT dan SGPT meningkat 3 kali dari normal maka OAT harus
dihentikan, tetapi jika peningkatannya kurang dari 3 kali dari normal maka
pengobatan dapat diteruskan dengan pengawasan ketat. Pirazinamid (Z) tidak
boleh digunakan karena efek samping dari pirazinamid yaitu menyebabkan
hepatitis. Paduan obat yang dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE
(Anonim, 2001). Diketahui bahwa nilai normal dari SGOT dan SGPT adalah
17,0-59,0 µ/L dan 21,0-22,0 µ/L.
Berdasarkan buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dari
DepKes RI dan berdasarkan Drug Information, tidak menyebutkan adanya
kontraindikasi terhadap penderita hipertensi dan bronkitis. Pemberian Obat Anti
Tuberkulosis dapat diberikan pada penderita hipertensi dan bronkitis, akan tetapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
penderita dalam menggunakan Obat Anti Tuberkulosis harus teratur sesuai aturan
penggunaan yang telah ditentutukan selama 6-9 bulan.
D. Kesesuaian Pengobatan Tuberkulosis Paru
Penggunaan obat yang rasional adalah ketepatan penggunaan obat
berdasarkan kriteria tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis
(termasuk rute dan lama pemberian).
1. Kesesuaian Jenis Obat Anti Tuberkulosis Berdasarkan Standar Pengobatan Tuberkulosis Paru.
Pengobatan tuberkulosis paru yang tepat dimaksudkan untuk mencegah
kekambuhan, mencegah resistensi kuman, memutuskan rantai penularan dan
mencapai tingkat kesembuhan pasien. Obat Anti Tuberkulosis yang digunakan
Rumah Sakit Bethesda adalah OAT primer karena obat ini mempunyai efektifitas
paling tinggi dan toksisitasnya paling rendah dibanding OAT sekunder. Obat Anti
Tuberkulosis diberikan dalam 3-4 obat yaitu kombinasi isiniazid, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol karena apabila diberikan dalam obat tunggal dapat
mengakibatkan resistensi yang sangat cepat.
Tabel XIV. Kesesuaian Penggunaan Jenis OAT-kombipak dan Jenis OAT-FDC Berdasarkan Standar Pengobatan Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
OAT Kombipak
OAT FDC
Kesesuaian Penggunaan
OAT Jumlah pasien Persentase (%)
Jumlah pasien Persentase (%)
Sesuai 25 51,02 19 38,78 Tidak sesuai 5 10,20 - 0
Total 30 61,22 19 38,78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Pengobatan tuberkulosis paru di Rumah Sakit Bethesda menggunakan dua
OAT yaitu OAT-kombipak dan OAT-Fixed Dose Combination (OAT-FDC).
Masing-masing jenis obat tersebut memiliki pengelompokan yang berbeda dalam
penentuan jenis kategori.
a. Kesesuaian Penggunaan OAT-kombipak
Apabila dalam pengobatan tuberkulosis paru menggunakan OAT-
kombipak, maka pengelompokkan pasien berdasarkan diagnosis dapat dibagi
menjadi 4 kategori yaitu kategori 1, kategori 2, kategori 3 dan sisipan. Pembagian
kategori ini dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit, keparahan penyakit dan
pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan BTA dan pemeriksaan rontgen
dada.
Tabel XV. Kesesuaian Penggunaan Jenis OAT-kombipak Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Jenis obat Kesesuaian dengan standar pengobatan
Kategori Fase intensif Fase lanjutan Tidak sesuai sesuai 1 HRZE HR 3 25 2 HRZES/HRZE HRE 2 -
Kesesuaian penggunaan artinya OAT kombipak kategori 1 diberikan
kepada pasien baru tuberkulosis paru dengan hasil BTA positif. Ketidaksesuaian
penggunaan artinya OAT-kombipak kategori 1 tidak diberikan kepada pasien baru
tuberkulosis paru dengan hasil BTA positif.
Jumlah kasus yang tergolong dalam kategori 1 sebanyak 28 kasus
sedangkan jumlah kasus pada kategori 2 hanya ditemukan 2 kasus. Kesesuaian
penggunaan Obat Anti Tuberkulosis-kombipak kategori 1 sebanyak 25 kasus dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
yang tidak sesuai dengan standar pengobatan sebanyak 3 kasus. Pada kategori 2
terdapat 2 kasus yamg tidak sesuai dengan standar pengobatan. Ketidaksesuaian
penggunaan OAT-kombipak pada kategori 1 dan kategori 2 dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel XVI. Distribusi Ketidaksesuaian Penggunaan OAT-kombipak Kategori 1 Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Jenis obat yang diberikan
Jenis obat sesuai standar pengobatan
No. pasien
No. RM kategori
Fase awal F. lanjutan F.awal F. lanjutan35 962291 1 HRZ HR HRZE HR 36 530183 1 E, HE HRE HRZE HR 48 568794 1 HRZE RE HRZE HR
Ketidaksesuaian penggunaan Obat Anti Tuberkulosis kategori 2 artinya
pasien yang kambuh, datang kembali untuk melakukan pengobatan dengan hasil
BTA positif tidak diberikan jenis OAT-kombipak kategori 2.
Tabel XVII. Distribusi Ketidaksesuaian Penggunaan OAT-kombipak Kategori 2 Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Jenis obat yang diberikan
Jenis obat sesuai standar pengobatan
No. pasien
No. RM kategori
Fase awal F. lanjutan F.awal F. lanjutan22 972829 2 HRZE - HRZES/
HRZE HRE
43 300092 2 HRZE HRE HRZES/HRZE
HRE
b. Kesesuaian Penggunaan OAT-FDC
Apabila dalam pengobatan tuberkulosis paru dengan menggunakan OAT-
FDC, kriteria pasien dibagi menjadi 2 kategori yaitu kategori 1 dan kategori 2.
Kategori 1 apabila penderita baru tuberkulosis paru dengan tes BTA positif dan
penderita tuberkulosis paru dengan tes BTA negatif rontgen paru positif,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
sedangkan kategori 2 apabila penderita tuberkulosis paru dalam keadaan kambuh
atau gagal dan melakukan pengobatan kembali dengan hasil tes BTA positif.
Seperti pada OAT-kombipak, pembagian kategori pada OAT-FDC juga dilakukan
dengan melihat diagnosis penyakit dan pemeriksaan laboratorium yaitu meliputi
pemeriksaan BTA dan pemeriksaan rontgen dada.
Jumlah kasus yang mendapat OAT-Fixed Dose Combination sebanyak 19
kasus yaitu tergolong dalam kategori 1. Dalam penggunaan OAT-FDC tidak
terdapat ketidaksesuaian penggunaan OAT-FDC.
Tabel XVIII. Kesesuaian Penggunaan Jenis OAT-FDC Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Jenis obat Kesesuaian dengan standar Kategori Fase intensif Fase lanjutan Tidak sesuai sesuai
1 4FDC 2FDC - 19
Kesesuaian penggunaan OAT-Fixed Dose Combination (FDC) kategori 1
adalah penderita baru tuberkulosis paru dengan tes BTA positif dan penderita
tuberkulosis paru dengan tes BTA negatif rontgen paru positif mendapat jenis
OAT-FDC kategori 1.
2. Kesesuaian Dosis (termasuk lama pemberian) Obat Anti Tuberkulosis Berdasarkan Standar pengobatan
a. Kesesuaian Dosis Obat Anti Tuberkulosis Berdasarkan Standar Pengobatan.
Dalam penelitian ini untuk mengetahui kesesuaian dosis Obat Anti
Tuberkulosis yang diberikan berdasarkan standar pengobatan tidak dapat
diketahui apakah dosis yang diberikan sudah tepat atau belum. Hal ini disebabkan
karena pada lembar rekam medis pasien, dokter tidak menuliskan berat badan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
penderita sehingga penulis tidak dapat menganalisis dosis berdasarkan berat
badan.
Pemberian dosis Obat Anti Tuberkulosis disesuaikan dengan berat badan
masing-masing pasien, dengan tidak adanya berat badan dalam data rekam medis
maka penulis tidak dapat menganalisis dosis yang diberikan. Hal ini dapat
menjadi catatan bagi pihak rumah sakit untuk melakukan evaluasi apakah pasien
tuberkulosis yang datang ke rumah sakit Bethesda telah mendapat dosis yang
sesuai. Ketepatan dosis akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan karena jika
dosis yang diberikan salah maka dapat menyebabkan resistensi kuman
tuberkulosis.
b. Kesesuaian Lama Pemberian OAT Berdasarkan Standar Pengobatan.
Terjadinya resistensi kuman tuberkulosis terhadap suatu obat dapat timbul
selama pengobatan, oleh karena itu ketepatan lama pemberian obat sangat penting
dalam menentukan keberhasilan terapi. Obat Anti Tuberkulosis diberikan dalam
bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, pemberian selama 6-8 bulan agar
semua kuman tuberkulosis dapat dibunuh.
Tabel XIX. Kesesuaian Lama Pemberian Obat Anti Tuberkulosis Berdasarkan Standar Pengobatan Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
OAT-Kombipak OAT-FDC Kesuaian dengan standar pengobatan Jumlah
pasienPersentase
(%)Jumlah pasien
Persentase (%)
Sesuai 19 38,78 17 34,69 Tidak sesuai 11 22,45 2 4,08
Total 30 61,23 19 38,77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Analisis data dilakukan dengan melihat lamanya pemberian obat pada
pasien dari catatan rekam medis. Jumlah dan persentase kesesuaian dan
ketidaksesuaian lama pemberian OAT-kombipak dan OAT-FDC dapat dilihat dari
tabel XIX.
1) Kesesuaian Lama Pemberian OAT-Kombipak
Lama pemberian OAT – kombipak pada fase intensif adalah 2 bulan dan
fase lanjutan adalah 4-6 bulan. Dari data rekam medis yang diperoleh
kemudian dianalisis berapa jumlah kasus yang sesuai dan yang tidak sesuai
dengan standar pengobatan. Jumlah pasien yang menggunakan OAT-
kombipak dengan lama pemberian yang sesuai sebanyak 19 pasien, sedangkan
jumlah pasien yang menggunakan OAT- Kombipak dengan lama pemberian
yang tidak sesuai sebanyak 11 pasien.
Tabel XX. Distribusi Ketidaksesuaian Lama Pemberian OAT-kombipak Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Durasi pengobatan yang dibeikan
Durasi pengobatan sesuai standar pengobatan No.
Pasien No. RM Kategori Fase intensif
Fase lanjutan
Fase intensif
Fase lanjutan
21 564051 1 2 bln - 2 bln 4 bln 22 972829 1 1 bln - 2 bln 4 bln 23 571210 1 1 bln - 2 bln 4 bln 24 569086 1 2 bln 1 bln 2 bln 4 bln 25 972848 1 2 bln - 2 bln 4 bln 28 963729 1 1 bln - 2 bln 4 bln 29 966093 1 1 bln - 2 bln 4 bln 30 963871 1 2 bln - 2 bln 4 bln 42 960980 1 1 bln - 2 bln 4 bln 48 575189 1 1 bln - 2 bln 4 bln 49 936836 1 2 bln - 2 bln 4 bln
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Dari tabel XX dapat diketahui bahwa pasien tersebut menghentikan
pengobatan tuberkulosis paru karena terjadi keadaan putus obat baik pada
tahap intensif maupun pada tahap lanjutan.
Kesesuaian lama pemberian adalah apabila pasien menggunakan OAT-
kombipak dengan lama pemberian selama 6-8 bulan, sedangkan
ketidaksesuaian apabila pasien dalam menggunakan OAT-kombipak tidak
sesuai aturan atau pasien menghentikan pengobatannya sendiri tanpa
konfirmasi dengan dokter.
Ketidaksesuaian lama pengobatan tuberkulosis paru dapat menyebabkan
terjadinya resistensi kuman tuberkulosis dan kegagalan pengobatan.
Kegagalan durasi pengobatan disebabkan karena jangka waktu pengobatan
tuberkulosis yang lama sehingga pasien merasa bosan untuk minum obat.
Apalagi jika pasien sudah merasa sembuh atau karena keterbatasan biaya maka
pasien akan menghentikan pengobatan tanpa konfirmasi ke dokter.
Kegagalan dalam pemberian OAT dapat juga disebabkan karena
minimnya tenaga kesehatan yang mengawasi penggunaan obat anti
tuberkulosis. Oleh karena itu masalah ini perlu menjadi perhatian dan
tanggung jawab dari tenaga kesehatan untuk mengawasi dan memberikan
edukasi kepada pasien dalam pengobatan tuberkulosis paru.
2) Kesesuaian Lama Pemberian OAT-FDC
Durasi pengobatan OAT-FDC kategori 1 pada tahap intensif adalah selama
2 bulan setiap hari dan tahap lanjutan adalah selama 4 bulan 3 kali seminggu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Dari data yang diperoleh hanya terdapat pasien tuberkulosis paru dengan
kategori 1.
Jumlah pasien yang menggunakan OAT-FDC dengan lama pemberian
yang tidak sesuai sebanyak 2 pasien, jumlah ini jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan OAT-kombipak. Jumlah pasien yang menggunakan
OAT-FDC dengan lama pemberian yang sesuai sebanyak 17 pasien. OAT-
FDC merupakan sediaan 1 tablet yang terdiri dari kombinasi beberapa jenis
obat sehingga dalam pemakaiannya lebih mudah daripada OAT-kombipak dan
dengan jumlah yang sedikit pasien tidak akan merasa bosan untuk minum.
Tabel XXI. Ketidaksesuaian Lama Pemberian OAT-FDC Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Durasi pengobatan yang diberikan
Durasi pengobatan sesuai standar pengobatan No.
Pasien No. RM KategoriFase
intensif Fase
lanjutan Fase
intensif Fase
lanjutan 10 970436 1 3 bln - 2 bln 4 bln 19 473794 1 2 bln - 2 bln 4 bln
E. Hasil Akhir Pengobatan Tuberkulosis Paru
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hasil pengobatan tuberkulosis
paru dengan melihat angka keberhasilan dan angka kegagalan pasien agar pihak
Rumah Sakit dapat mengevaluasi terapi pengobatan tuberkulosis paru.
Tingkat keberhasilan pengobatan dapat dilihat dari keputusan dokter yang
tertulis dalam Rekam Medis yang dilihat dari keluhan dan pemeriksaan
laboratorium akhir pasien serta selesainya waktu pengobatan tuberkulosis paru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Standar pelayanan medis menjelaskan bahwa kriteria pasien sembuh
adalah jika tidak ada keluhan pasien dan pemeriksaan laboratorium BTA
menunjukkan hasil negatif masa pengobatan terakhir. Pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan Rumah Sakit Bethesda adalah pemeriksaan BTA dan pemeriksaan
rontgen sehingga kriteria sembuh jika pemeriksaan BTA dan pemeriksaan rontgen
menunjukkan hasil negatif.
Kriteria pasien gagal adalah jika masih ada keluhan dari pasien dan pada
pemeriksaan laboratorium BTA menunjukkan hasil positif setelah terapi lima
bulan. Selain itu kasus gagal juga terjadi jika pasien menghentikan pengobatan
tanpa konfirmasi dari dokter.
Tabel XXII. Distribusi Hasil Pengobatan Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Hasil Pengobatan Jumlah pasien Persentase (%)
Sembuh 36 73,47
Gagal 13 26,53
Total 49 100,00
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 36 pasien (73,47%)
dengan hasil pengobatan sembuh, 13 pasien (26,53%) dengan pengobatan gagal.
Pasien dengan hasil pengobatan sembuh disebabkan karena adanya
ketepatan diagnosis dan ketepatan pemberian OAT pada pasien serta pasien
mematuhi aturan pengobatan lengkap baik berdasarkan durasi waktu maupun
jumlah obat yang diberikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Pasien dengan pengobatan gagal disebabkan karena pasien menghentikan
pemakaian OAT tanpa konfirmasi dari dokter yang bersangkutan dan tidak
melanjutkan pengobatannya kembali.
Tabel XXIII. Distribusi Pasien yang Gagal Dalam Pengobatan Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Durasi pengobatan yang diberikan No.
Pasien No. RM Kategori Fase intensif
Fase lanjutan
10 970436 1 3 bln - 19 473794 1 2 bln - 21 564051 1 2 bln - 22 972829 1 1 bln - 23 571210 1 1 bln - 24 569086 1 2 bln 1 bln 25 972848 1 2 bln - 28 963729 1 1 bln - 29 966093 1 1 bln - 30 963871 1 2 bln - 42 960980 1 1 bln - 48 575189 1 1 bln - 49 936836 1 2 bln -
Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Denny Yuniarti
yaitu Angka Konversi dan Angka Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru Dalam
Program DOTS di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-
September 2002, diperoleh hasil angka kesembuhan 90% sedangkan pada
penelitian ini diperoleh angka kesembuhan 73,47%. Angka kesembuhan yang
diperoleh pada penelitian ini lebih kecil daripada angka kesembuhan yang
diperoleh pada penelitian sebelumnya.
Pada penelitian sebelumnya dalam pengobatan tuberkulosis paru
menggunakan 1 jenis OAT yaitu OAT-kombipak, sedangkan pada penelitian ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
pengobatan tuberkulosis sudah menggunakan 2 OAT yaitu OAT-kombipak dan
OAT-FDC, dapat diketahui bahwa OAT-FDC memiliki banyak keuntungan dalam
pengobatan tuberkulosis paru sehingga dapat mencapai angka kesembuhan yang
tinggi. Untuk memperkecil angka pasien yang gagal dalam pengobatan serta
mencegah penularan penyakit tuberkulosis maka dari pihak rumah sakit sebagai
tenaga kesehatan dapat memberikan edukasi kepada pasien antara lain :
1. penderita tuberkulosis paru harus minum obat-obat yang diberikan dalam
bentuk kombinasi secara teratur sesuai aturan pengunaan dan menyelesaikan
pengobatan sesuai waktu yang telah ditentukan (6-8 bulan), oleh karena itu
petugas kesehatan perlu mengawasi selama pengobatan atau dengan menunjuk
seseorang pengawas pengobatan dikalangan keluarga
2. menyampaikan adanya efek samping yang muncul selama penggunaan Obat
Anti Tuberkulosis
3. penderita perlu melakukan pemeriksaan ulang BTA setelah 2 bulan
pengobatan, 1 bulan sebelum akhir pengobatan dan pada saat akhir, hal ini
untuk mengetahui keberhasilan pengobatan tuberkulosis paru
4. memberi saran apabila pada saat batuk untuk menutup mulut dan membuang
dahak tidak disembarang tempat
5. menjaga kebersihan tempat tinggal sebagai upaya mengurangi penyebaran
penyakit tuberkulosis paru.
Dalam kenyataannya angka kesembuhan pada penelitian ini lebih kecil
apabila dibandingkan dengan angka kesembuhan pada penelitian sebelumunya.
Hal ini dapat disebabkan dari faktor tingkat ekonomi pasien yang rendah, dimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
pengobatan tuberkulosis paru membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena untuk
mencapai kesembuhan diperlukan waktu 6-8 bulan. Selain itu dapat disebabkan
tingkat pendidikan yang rendah, dimana pasien belum paham benar mengenai
dampak yang ditimbulkan apabila tidak menjalani pengobatan secara lengkap.
Keberhasilan suatu pengobatan tuberkulosis paru sangat tergantung dari diri
pasien sendiri, selama menjalani pengobatannya pasien harus benar-benar tahu
dampak yang ditimbulkan apabila tidak melakukan pengobatan sesuai aturan yang
telah ditentukan. Petugas kesehatan dalam hal ini juga berperan dalam
memberikan informasi yang jelas mengenai dampak terburuk apabila tidak
menggunakan obat sesuai aturan sehingga dengan adanya kerjasama dari pihak
pasien dengan tenaga kesehatan maka terjadinya kegagalan dalam pengobatan
akan semakin kecil dan terjadinya kematian akibat penyakit tuberkulosis paru
semakin berkurang. Hal ini dapat menjadi perhatian bagi rumah sakit untuk lebih
meningkatkan pelayanan kesehatan terutama bagi pasien penderita tuberkulosis
paru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil evaluasi pengobatan tuberkulosis paru pada pasien dewasa di
instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005 diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Kasus tuberkulosis paru pada pasien dewasa yang paling banyak terjadi pada
pasien laki-laki yaitu 61,22%.
2. Tindakan diagnosis tuberkulosis paru pada pasien dewasa di instalasi rawat
jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2005 yaitu setiap pasien
tersangka tuberkulosis paru dilakukan pemeriksaan rotgen dada dan tes BTA
3. Pengobatan tuberkulosis paru di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun
2005 menggunakan dua OAT yaitu OAT-kombipak dan OAT-FDC
4. Ditemukan 5 kasus dengan pemberian jenis OAT-kombipak yang tidak sesuai
standar, 11 kasus dengan lama pemberian OAT-kombipak dan 2 kasus dengan
lama pemberian OAT-FDC yang tidak sesuai standar pengobatan.
5. Pasien yang melakukan pengobatan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
tahun 2005 diperoleh dengan angka kesembuhan 73,47% dan pasien yang
gagal dalam pengobatan sebesar 26,53%.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai evaluasi penggunaan Obat Anti
Tuberkulosis dengan melihat adanya interaksi obat tambahan yang diberikan
kepada pasien.
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
2. Diharapkan agar penulisan pada catatan rekam medis lebih jelas, lengkap dan
mudah dibaca.
3. Diharapkan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dapat meningkatkan kepatuhan
pasien dalam pengobatan dengan memberikan pengetahuan tentang dampak
yang terjadi apabila tidak melakukan pengobatan tuberkulosis paru secara
lengkap dan memonitor kondisi pasien selama pengobatan tuberkulosis paru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1999, Fixed Dose Combination tablets for the treatment of tuberculosis, http://www.emro.who.int/stb/media/pdf/fdc.pdf. Diakses pada 25 April 2007
Anonim, 2001, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis,1-45,
Cetakan ke-6, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2002, Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC, http:// www.kompas.com/kompas-cetak/0209/24/Jateng/indo26.htm.
Diakses pada 13 September 2006 Anonim, 2003a, Lebih Mengenal TBC, http://Cyberman.Cbn.Net.
Id/definitive.Asp?kategori=health+newsno=453.53k. Diakses pada 3 November 2006
Anonim, 2003b, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis,1-45,
Cetakan ke-8, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2005a, Drug Information, 554-583, American Society of Health,
American Anonim,2005b,Tuberkulosis,http://www.infeksi.com/hiv/articles.php?ing=i
n &pg=57. Diakses pada 12 Agustus 2006 Anonim,2006,Tuberkulosis,http://image.google.co.id/images?svnum
=10&hl= id&q=tuberkulosis&btnG=Telusuri. Diakses pada 10 Desember 2006
Bahar, Asril., 2003, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi ke 3, 819-825,
Perhimpunan Dokter Spesialis penyakit Dalam Indonesia, Balai penerbit FKUI, Jakarta
Crofton J., Horne M. F., 1999, Tuberkulosis Klinis, 93-113, Diterjemahkan
oleh Muherman Harun, edisi ke-2, Widya Medika, Jakarta Isselbacher. K. I., dkk, 1995, Harrison Prinsip-prinsip Ilmu penyakit
Dalam, Diterjemahkan oleh Ahmad Asdie volume 2, edisi ke-13, 342-354, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Jawetz, dkk., 2001, Medical Microbiology, 147-148, Twenty Second
Edition, Medical Publishing Divison, New York
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Katzung, B. G., Trevor, A. J., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, 91-105, Penerbit Salemba Medika, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya
Rab. T., 1996, Ilmu Penyakit Paru, cetakan I, 236-245, Hipokrates, Jakarta Shulman S. T., Phair J. P., Sommers, Herbert M., 1994, Dasar-dasar
Biologis dan Klinik Penyakit Infeksi, diterjemahkan oleh A. Samik Wahab, Edisi IV, cetakan I, 208-219, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Tjay, T. H., Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan
dan Efek-efek Sampingnya, edisi 5, cetakan ke I, 145-153, PT Elex Menia Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta
Walker R. C., Clive E., 2003. Clinical Pharmacy and Therapeutics, third
edition, 583-587, Churchill Livingstone, London Yuniarti, D., 2004, Angka Konversi dan Angka Kesembuhan Pasien
TuberkulosisParu Dalam Program DOTS Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-September 2002, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Zubaidi, Y, 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi IV, 597-610, Gaya Baru,
Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Lampiran 1. Surat ijin melakukan penelitian di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Lampiran 2. Data Rekam Medik Pasien Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Jenis
Kelamin No No RM BB Umur L P
Diagnosa Rontgen Tes BTA Kategori Fase awal Durasi Fase
Lanjutan Durasi Keterangan
1 771861 45 L - TB Paru Ro + ++ 1 4FDC 3tab 2 bln 2FDC 3tab 4 bln Sembuh 2 561957 44 27 L - TB Paru Ro + ++ 1 4FDC 3tab 2 bln 2FDC 3tab 4 bln Sembuh 3 901640 40 L - TB Paru Ro + ++ 1 4FDC 3tab 2 bln 2FDC 3tab 4 bln Sembuh 4 971697 22 L - TB Paru Ro + ++ 1 4FDC 4tab 2 bln 2FDC 3tab 4 bln Sembuh 5 555967 39 L - TB Paru Ro + ++ 1 4FDC 3tab 2 bln 2FDC 3tab 4 bln Sembuh 6 966925 30 L - TB Paru Ro + ++ 1 4FDC 3tab 2 bln 2FDC 3tab 4 bln Sembuh 7 968481 52 23 L - TB Paru Ro + ++ 1 4FDC 3tab 2 bln 2FDC 3tab 4 bln Sembuh
8 971396 59 52 - P TB Paru Ro + +-- 3 4FDC 4tab
3 bln BTA + Fase
sisipan
2FDC 4tab 2 bln Sembuh
9 966813 42 L - TB Paru Ro + +-- 3 4FDC 3tab
2 bln BTA + Fase
sisipan
2FDC 3tab 4 bln Sembuh
10 970436 47 L - TB duplek Ro + ++ 1 4FDC 3tab 3 bln - - Putus obat 11 965592 28 - P TB Paru Ro + ++ 1 4FDC 3tab 2 bln 2FDC 3tab 4 bln Sembuh 12 558381 27 - P TB duplek Ro + ++ 1 4FDC 3tab 2 bln 2FDC 3tab 4 bln Sembuh 13 961330 28 L - Ro + ++ 1 4FDC 4tab 2 bln 2FDC 3tab 4 bln Sembuh
14 546056 50 20 L - TB duplek Ro + ++ 1 4FDC 3tab
2 bln BTA + Fase
sisipan
2FDC 3tab 4 bln Sembuh
15 969881 21 P TB Paru Ro + ++ 1 4FDC 3tab 2 bln 2FDC 3tab 4 bln Sembuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
16 960725 20 L - TB Paru Ro + ++ 1 4FDC 4tab 2 bln 2FDC 4tab 3 bln Sembuh 17 967779 20 - P TB Paru Ro + ++ 1 4FDC 3tab 2 bln 2FDC 3tab 4 bln Sembuh
18 970210 42 60 L - TB Paru Ro + ++ 1 4FDC 3tab
2 bln BTA + Fase
sisipan
2FDC 3tab 4 bln Sembuh
19 473794 37 - P TB Paru Ro + ++ 1 4FDC 3tab 2 bln - - Putus obat
20 566567 44 40 L - TB Paru Ro + +++ 1 HRZE
4FDC 3tab HRZE
1 bln 1 bln 1 bln
2FDC 3tab 4 bln Sembuh
21 564051 24 L - TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln - - Putus obat 22 972829 51 L - TB Paru Ro + ++ 1 HRZE 1 bln - - Putus obat
23 571210 39 - P TB Paru Ro + ++ 1 HRZE 1 bln - - Putus obat 24 569086 37 - P TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln 4HR 1 bln Putus obat
25 972848 36 37 - P TB Paru Ro + ++ 1 HRZE 4FDC 2tab
1 bln 1 bln - - Putus obat
26 963795 24 L - TB Paru Ro + ++ 1 RZE HRZE
1 bln 1 bln
HR 2FDC 4tab
1 bln 3 bln Sembuh
27 965962 27 L - TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln 4HR 4 bln Sembuh 28 963729 37 - P TB Paru Ro + +++ 1 2HRZ 1 bln - - Putus obat 29 966093 50 L - TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 1 bln - - Putus obat 30 963871 24 L - TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln - - Putus obat 31 967189 70 50 L - TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln 4 HR 4 bln Sembuh 32 776542 46 L - TB Paru Ro + +++ 1 2HRZE 2 bln 4HR 4 bln Sembuh 33 968862 46 L - TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln 4HR 4 bln Sembuh 34 962291 45 - P Pneumonia Ro + ++ 1 2HRZ 2 bln 4HR 4 bln Sembuh
35 530183 44 28 - P TB Paru Ro + ++ 1 E HE
1 bln 2 bln 4HRE 4 bln Sembuh
36 550287 23 L - TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln 4HR 4 bln Sembuh 37 961472 43 - P TB paru Ro + +++ 1 2HRZE 2 bln 4HR 4 bln Sembuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
38 972508 65 L - TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln 4HR 4 bln Sembuh 39 961096 45 - P TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln 4HR 4 bln Sembuh
40 949116 20 L - Suspek TB paru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln 4HR 2 bln Sembuh
41 574219 52 49 - P TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln 4HR 4 bln Sembuh 42 960980 28 L - TB Paru Ro + +++ 1 RZE 1 bln - - Putus obat
43 300092 35 33 - P TB Paru Ro + ++ 2 (Kambuh) 2HRZE 2 bln 4HRE 6 bln Sembuh
44 568794 47 36 L - TB Paru Ro + ++ 1 HRZE 4FDC 3tab
1 bln 2 bln RE 7 bln Sembuh
45 560739 30 - P TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln Rimactazid (RH) 5 bln Sembuh
46 442113 42 22 - P TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln RH 4 bln Sembuh 47 571814 18 - P TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 3 bln 2 FDC3tab 4 bln Sembuh 48 575189 68 24 L - TB Paru Ro + ++ 1 2HRZE 1 bln - - Putus obat 49 936836 51 L - TB PAru Ro + ++ 1 2HRZE 2 bln - - Putus obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Lampiran 3. Data Pasien Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005 yang Disertai Dengan Penyakit Penyerta
No No RM Keluhan Riwayat pasien 3 901640 2 minggu batuk, keluar keringat pada
malam hari, BB menurun, panas, sesak dada mual , nyeri dada
Pasien mempunyai riwayat Diabetes Melitus, Hipertensi
22 972829 Batuk, dada nyeri dada, keringat banyak Pasien pernah melakukan pengobatan OAT 3 bulan dan tidak dilanjutkan, datang kembali dengan BTA positif. Pasien mempunyai riwayat Diabetes Melitus.
32 776542 Batuk, keringat dingin, nafsu makan berkurang, nyeri dada
Pasien mempunyai penyakit bronkitis
34 962291 Badan panas, batuk 3 minggu, muntah, pusing
Diabetes Melitus
35 530183 Batuk, mual-muntah, pusing, keringat dingin
Pasien sedang hamil
41 574219 Batuk ± 3 minggu, nyeri pada dada, keluar keringat pada malam hari, pusing
Pasien mempunyai riwayat hepatitis dan Diabetes Melitus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Lampiran 4. Hasil wawancara dengan dokter WN spesialis paru-paru (T) Tanya (J) Jawab (T) : Jenis obat anti tuberkulosis apa yang digunakan di Rumah Sakit Bethesda?
(J) : untuk tahun ini (2006) RS Bethesda sudah menggunakan OAT Fixed Dose
Combination. Untuk tahun 2005 masih ada pasien yang menggunakan
OAT–kombipak karena sebelumnya mulai awal pengobatan sudah
menggunakan OAT–kombipak dan pengobatan diselesaikan harus dengan
OAT–kombipak, tetapi pada tahun 2005 sebagian sudah menggunakan
OAT-FDC.
(T) : boleh tidak jika pasien sudah menggunakan OAT-Kombipak kemudian
dilanjutkan dengan OAT-FDC?
(J) : pasien yang sudah menggunakan OAT-kombipak tidak dianjurkan untuk
menggunakan OAT-FDC, dengan demikian pasien yang awal pengobatan
sudah menggunakan OAT-kombipak maka sampai akhir pengobatan
diteruskan dengan OAT-kombipak.
(T) : Standar pengobatan apa yang digunakan di Rumah Sakit Bethesda dalam
pengobatan tuberkulosis paru?
(J) : Standar pengobatan yang dipakai di Rumah Sakit Bethesda yaitu buku
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dari DepKes RI, selain
itu juga menggunakan standar dari World Health Organization (WHO).
(T) : Bagaimana dalam pemberian dosisnya?
(J) : dalam pemberian dosis berdasarkan pada berat badan sesuai dengan standar
pengobatan
(T) : Selain diberikan obat anti tuberkulosis, obat tambahan apa saja yang
diberikan?
(J) : selain Obat Anti Tuberkulosis pasien juga diberikan vitamin seperti vitamin
BB6
(T) : untuk melakukan diagnosis terhadap pasien, pemeriksaan apa saja yang
perlu dilakukan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
(J) : Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan fisik, radiologi, dan pemeriksaan
sputum, dengan pemeriksaan rontgen dada dan pemeriksaan sputum dapat
diketahui penyakit dari pasien, apakah terinfeksi M.tuberkulosis atau tidak.
(T) : apabila pasien telah melakukan pengobatan secara lengkap, bagaimana
untuk mengetahui pasien tersebut sembuh atau belum?
(J) : untuk mengetahuinya perlu dilakukan pemeriksaan ulang dahak sebulan
sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan, apabila hasil
pemeriksaan BTA masih positif maka pasien dinyatakan gagal, tetapi jika
hasil pemeriksaan BTA negatif maka pasien dinyatakan sembuh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Lampiran 5. Paduan Obat Anti Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun 2005
Paduan OAT-kombipak kategori 1 (Anonim, 2001). Dosis per hari / kali Tahap
pengobatan Lamanya
pengobatan H
R
Z
E
Jumlah Hari / kali
Menelan obat Tahap intensif (dosis harian)
2 bulan 1 1 3 3 60
Tahap lanjutan (dosis 3x
seminggu)
4 bulan 2 1 --- --- 54
Keterangan : H : isoniazid (@ 300 mg) Z : pirazinamid (@ 500 mg) R : rifampisin (@ 450 mg) E : etambutol(@ 250 mg)
Paduan OAT-kombipak kategori 2 (Anonim, 2001). E
Tahap pengobatan
Lamanya pengobatan H R Z
@ 2
50 m
g
@ 5
00 m
g
S
Jumlah Hari / kali Menelan
obat
Tahap intensif
(dosis harian)
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
0,75 gr
60
30
Tahap lanjutan (dosis 3x
seminggu)
5 bulan 2 1 - 1 2 66
Keterangan : H : isoniazid (@ 300 mg) S : streptomisin R : rifampisin (@ 450 mg) Z : pirazinamid (@ 500 mg) E : etambutol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Paduan OAT-kombipak kategori 3 (Anonim, 2001).
Tahap pengobatan Lama pengobatan H R Z
Jumlah hari/kali
menelan obat Tahap intensif
(dosis harian) 2 bulan 1 1 3 60
Tahap lanjutan
(dosis 3x
seminggu)
4 bulan 2 1 - 54
Keterangan : H : isoniazid (@ 300 mg) R : rifampisin (@ 450 mg) Z : pirazinamid (@ 500 mg)
Obat Anti Tuberkulosis fase sisipan (Anonim, 2001). Tahap
pengobatan Lama
pengobatan H R Z E Jumlah hari/kali menelan obat
Tahap intensif
(dosis harian) 1 bulan 1 1 3 3 30
Keterangan : H : isoniazid (@ 300 mg) Z : pirazinamid (@ 500 mg) R: rifampisin (@ 450 mg) E : etambutol (@ 250 mg)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Paduan OAT-FDC kategori 1 (Anonim, 2003b). Berat Badan
Tahap intensif tiap hari
selama 56 hari
Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu
30 – 37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 2FDC
38 – 54 kg 3 tablet 4FDC 3 tablet 2FDC
55 – 70 kg 4 tablet 4FDC 4 tablet 2FDC
≥ 71 kg 5 tablet 4FDC 5 tablet 2FDC
Paduan OAT-FDC kategori 2 (Anonim, 2003b) Tahap Intensif
tiap hari Berat
Badan
selama 56 hari selama 28 hari
Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 20 minggu
30–37 kg 2tab 4FDC+500 mg Streptomisin inj.
2 tab 4FDC 2tab 2FDC + 2 tab etambutol
38–54 kg 3tab 4FDC+750 mg Streptomisin inj.
3 tab 4FDC 3tab 2FDC + 3 tab etambutol
55–70 kg 4tab4FDC+1000 mg Streptomisin inj.
4 tab 4FDC 4tab 2FDC + 4 tab etambutol
≥ 71 kg 5tab4FDC + Streptomisin inj.
5 tab 4FDC 5tab 2FDC + 5 tab etambutol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama Nugraheni Angger Utomowati
yang lahir pada tanggal 13 Agustus 1984 di
Surakarta, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara. Penulis dilahirkan dari
pasangan Bapak Heri Santoso,S.Pd. dan Ibu
Suharni,S.Pd. Tahun 1990 menempuh pendidikan di
TK Dharma Pancasila Surakarta kemudian
melanjutkan ke SDN Cengklik II Surakarta pada
tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997. Tahun 1997
sampai tahun 2000 menempuh pendidikan di SLTP Negeri 7 Surakarta. Setelah
menyelesaikan pendidikan SLTP, tahun 2000 melanjutkan ke SMU Pangudi
Luhur St. Yosef Surakarta dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2003 penulis
melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama Nugraheni Angger Utomowati
yang lahir pada tanggal 13 Agustus 1984 di
Surakarta, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara. Penulis dilahirkan dari
pasangan Bapak Heri Santoso,S.Pd. dan Ibu
Suharni,S.Pd. Tahun 1990 menempuh pendidikan
di TK Dharma Pancasila Surakarta kemudian
melanjutkan ke SDN Cengklik II Surakarta pada
tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997. Tahun 1997
sampai tahun 2000 menempuh pendidikan di SLTP Negeri 7 Surakarta. Setelah
menyelesaikan pendidikan SLTP, tahun 2000 melanjutkan ke SMU Pangudi
Luhur St. Yosef Surakarta dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2003 penulis
melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI