pl previa
-
Upload
amaliaturrahmah -
Category
Documents
-
view
77 -
download
7
Transcript of pl previa
SMF / Lab Obstetri & Ginekologi Laporan KasusFakultas Kedokteran Universitas MulawarmanRSUD A.W. Sjahranie
G3 P2002 A000 Gr 41-42 MINGGU+ TUNGGAL HIDUP+
PRESENTASI KEPALA+ HAP ET CAUSA PLASENTA
LETAK RENDAH
Oleh :
Amaliaturrahmah
Ayu Rahmi Safarina
Pembimbing :
dr. Novia Fransiska, Sp. OG
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada
SMF/Laboratorium Obstetri dan Ginekologi
Universitas Mulawarman
2012
0
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk
melihat derajat kesehatan perempuan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan diseluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat
hamil atau bersalin. Di Indonesia menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2009 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 390 per
100.000 kelahiran hidup, dan menurut survei kesehatan daerah Angka Kematian
Ibu di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 adalah 20 orang dengan jumlah kelahiran
hidup 24.176 orang. Tingginya angka kematian ibu itu menempatkan Indonesia
pada urutan teratas di ASEAN dalam hal tersebut. Survei Kesehatan Rumah
Tangga 2001 menyebutkan angka kematian ibu di Indonesia 396 per 100.000
kelahiran hidup. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan hasil survei 1995,
yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup. Departemen Kesehatan menargetkan tahun
2010 angka kematian ibu turun menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup.1
Dalam Reproductive Health Library no.5 terdapat data global mengenai
kematian maternal, setiap tahun terdapat 180 sampai 200 juta perempuan menjadi
hamil dan 585.000 orang diantaranya meninggal akibat salah satu komplikasi
sehubungan dengan kehamilan dan persalinan. Latar belakang kematian maternal
adalah perdarahan obstetrik (24,8 %), infeksi (14,9%), eklamsia (12,9%), partus
tidak maju atau distosia (6,9%), abortus yang tidak aman (12,9%), dan sebab-
sebab langsung lainnya (7,9%) . Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri
atas perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum.2
Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang kejadiannya
berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa,
solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya. Plasenta previa
1
adalah plasenta yang implantasinya tidak normal, sehingga menutupi seluruh atau
sebagian ostium internum. Di RS Parkland didapatkan prevalensi plasenta previa
0,5%. Clark dkk (1985) melaporkan prevalensi plasenta previa 0,3%. Nielson dkk
(1989) dengan penelitian prospektif menemukan 0,33% plasenta previa dari
25.000 wanita yang bersalin, di Indonesia berkisar 2-7%, sedang di RS Sanglah
kejadiannya 2,7%. Insiden plasenta previa pada wanita hamil sekitar 0,3-0,8%,
tergantung populasi yang diamati. Etiologi dari plasenta previa berhubungan
dengan riwayat dilakukan sectio sesaria, paritas tinggi, dan kehamilan usia lanjut
dan riwayat aborsi sebelumnya.3,4
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
yang diperlukan dan penegakkan diagnosis obstetrik.
1.2.2 Mengetahui keadaan patologis persalinan yang didapatkan dalam kasus ini,
yaitu plasenta previa termasuk alur penegakkan diagnosis dan
penatalaksanaannya.
1.2.3 Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dalam kasus
ini.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Minggu, 29 Juli
2012 pukul 05.30 WITA di ruang VK Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda.
ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Usia : 24 tahun.
Alamat : Jl. Loa Janan Samarinda
Pekerjaan : Ibu rumah tangga (IRT).
Pendidikan : SMP.
Suku : Jawa.
Agama : Islam.
Identitas Suami
Nama : Tn. H
Usia : 27 tahun.
Alamat : Jl. Loa Janan Samarinda
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP
Suku : Jawa.
Agama : Islam
Keluhan Utama
Perut kencang-kencang
3
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan perut kencang sejak kemarin sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan tersebut disertai dengan pengeluaran lendir bercampur darah,
namun sejak 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit keluar darah berwarna merah
segar yang terus-menerus dan tidak disertai rasa nyeri. Tidak ada keluhan keluar
air-air. Pasien merasakan gerakan aktif dari janinnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asma
sebelum masa kehamilan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus
maupun asma.
Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun.
Siklus haid : 30 hari / teratur.
Lama haid : 7 hari.
Jumlah darah haid : 2 kali ganti pembalut.
Hari pertama haid terakhir : 15-10-2011.
Taksiran persalinan : 22-07-2012.
Riwayat Pernikahan
Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 17 tahun dengan lama
pernikahan selama 7 tahun.
Riwayat Obstetrik
No.Tahun partus
Tempat Partus
Umur kehamilan
Jenis Persalinan
Penolong Persalinan
Penyulit
Jenis Kelamin/ Berat Badan
Keadaan anak Sekarang
1 2003 BPS Aterm spontan pervagina
bidan tidak ada
perempuan/ 3000
sehat
4
m gram
2 2005 BPS Atermspontan pervaginam
bidantidak ada
laki-laki/ 4200 gram
sehat
3 2012Hamil ini
Antenatal Care (ANC)
Pasein tidak pernah mengontrol kehamilannya baik di dokter Sp.OG maupun di
bidan.
Kontrasepsi
Implan selama 3 tahun
Pemeriksaan Fisik
Antropometri : Berat badan (BB) : 59 kg, Tinggi badan (TB) : 150 cm.
Keadaan umum : Tampak sakit sedang.
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 92 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,3 ºC
Status Generalisata
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : tidak ditemukan kelainan
Tenggorokkan : tidak ditemukan kelainan
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
tiroid (-)
5
Thoraks :
Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen:
Inspeksi : cembung, linea (-), striae (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas:
Superior : edema (-/-), akral hangat
Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)
Status Obstetrik dan Ginekologi
Inspeksi : cembung, striae (-), linea (-), luka bekas SC (-)
Palpasi : Tinggi fundus uteri : 34 cm.
Leopold I : teraba bokong.
Leopold II : punggung di kiri ibu.
Leopold III : bagian terbawah teraba bagian lunak dan diatasnya
teraba bagian kepala
Leopold IV : belum masuk pintu atas panggul.
Taksiran Berat Janin (Johnson) : (34-12) x 155 gram :
3410gram.
His : 3kali dalam 10 menit selama 25 –30 dalam 10
detik.
Auskultasi : Denyut jantung janin : 138 kali / menit
Vaginal toucher : Tidak dilakukan
perdarahan aktif warna merah segar
Diagnosis Kerja Sementara
G3 P2002 A000 Gr 41-42 Minggu+ Tunggal Hidup+ Presentasi Kepala+
Perdarahan Antepartum Et Causa Plasenta Letak Rendah.
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
6
Leukosit : 9.300 / mm3
Hemoglobin : 9,6 gr %
Hematokrit : 29 %
Trombosit : 324.000 / mm3
Bleeding Time: 3 menit
Clotting Time : 9 menit
Kimia Darah
GDS : 101 mg/dL
HbSAg : -
112 : -
Follow Up Antepartum
Tanggal/
Jam
Follow Up
29-07-2012
05.30
Menerima pasien baru dari IGD, kemudian melakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik di ruang VK Mawar hingga didapatkan
dengan diagnosis : G3 P2002 A000 Gr 41-42 Minggu+ Tunggal
Hidup+ Presentasi Kepala+ Perdarahan Antepartum Et Causa
Plasenta Letak Rendah.
06.15 Lapor dr. Sp.OG saran :
- pasang infuse 2 line ( RL dan Duvadilan)
- pasang DC
- siapkan WB 3 kolf
- Bila persiapan sudah, hubungi dr. Sp.OG lagi
08.00 DJJ: 127x/I HIS : 3X10’/20-30”
Lapor dr. Sp.OG advice : Cek DL ulang
08.30 Lapor hasil lab. : Hb : 8,5 advice rencana SC jam 11.00 WITA
Tekanan Darah : 100/70 mmHg, Nadi : 88 kali/menit,
Pernapasan : 22 kali/menit; Suhu : 36,5 ºC.
Denyut Jantung Janin : 138kali/menit.
7
11.50 pasien diantar ke OK IGD
12.10 Operasi SC dimulai
12.40 Bayi lahir SC, jenis kelamin laki-laki, Apgar skor 8/10,
Berat badan lahir (BBL) 2500 gram, Panjang badan (PB) 48 cm
13.00 Operasi SC pasien dipindahkan ke ruang VK mawar
Laporan Operasi Ny. S Mawar
30 tahun
Nama Ahli Bedah : dr. Sp.OG
Nama Ahli Anastesi : dr. Sp.An
Diagnosa Pre Operasi: Diagnosis Pre-operatif: G3P2A0 gravid 41- 42 minggu + T/H +
Presentasi kepala + HAP ec. Placenta letak rendah
Diagnosa Post Operasi: P3A0 + post SC a/I HAP ec. Placenta letak rendah
Tgl 29 Juli 2012
pukul 12.10 - 13.00 WITA
Macam Operasi :section cesaria
Laporan
Operasi
Asepsis pada daerah abdomen
Dilakukan insisi midline 15 cm,
Keluarkan plasenta dengan cara manual plasenta untuk
mengeluarkan plasenta letak rendah
Terapi Post Operasi:
1. Injeksi cefotaxime 3 x 1 gram
2. Injeksi ulsikur 3 x 1 amp
3. Injeksi remopain 3x1 amp
4. Drip oxytocin 2 amp/D5 16 tpm
5. Cek Hb post op transfusi
8
Follow up post partum
1. Post operasi SC l hari ke 1
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital: Tekanan darah : 120/80 mmHg, pernapasan :
22kali/menit, nadi : 86 kali/menit, suhu : 36,4 ºC
Status Generalisata
Mata : Konjungtiva anemis (-)
Mammae : air susu ibu belum keluar
Abdomen : Cembung, luka bekas insisi seksio sesarea masih basah,
bising usus (-), tinggi fundus uteri 1 jari diatas umbilikus, nyeri
tekan ada
Urogenital : terpasang kateter
Hemoglobin : 8,6 gr %
Terapi :
o Lepas infus
o Injeksi Cefotaxime 3 x 1 gram i.v
o Paracetamol 3x1 tab
o SF 3 x 1 tab
o Mobilisasi miring kanan dan kiri
2. Post operasi SC total hari ke-2
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 110/90 mmHg, pernapasan : 20
kali/menit, nadi : 86 kali/menit, suhu : 39 ºC
Status Generalisata
Mata : Konjungtiva anemis (-)
Mammae : air susu ibu belum keluar
9
Abdomen : Cembung, luka bekas insisi seksio sesarea kering,
bising usus (+), tinggi fundus uteri setinggi umbilikus, nyeri tekan
(-)
Terapi :
Pasien boleh pulang
Cefadroxil tab 3x1
Paracetamol tab 3x1
SF tab 3x1
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum.2 Plasenta previa adalah komplikasi obstetri yang terjadi pada
trimester kedua dan ketiga kehamilan. Hal itu dapat menyebabkan kematian
yang serius baik bagi janin dan ibu. Ini adalah salah satu penyebab utama
perdarahan vagina pada trimester kedua dan ketiga.5
3.2 Etiologi
Mengapa plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat
diterangkan, bahwasannya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi
pada desidua akibat persalinan yang lama dan dapat menyebabkan plasenta
previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa
didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas tinggi, memang
dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau
diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya
normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau
menutupi sama sekali ostium uteri internum.6
Menurut Sheiner (2001) etiologi plasenta previa sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang
berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya:1
1) Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim,
menyebabkan plasenta terbentuk dekat dengan atau di atas pembukaan
serviks.
2) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau
jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar
atau aborsi).
3) Hipoplasia endometrium : bila menikah dan hamil pada umur muda.
11
4) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
6) Plasenta terbentuk secara tidak normal.
7) Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara
daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan
vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat
persalinan sebelumnya. Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan
memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir.
8) Ibu merokok atau menggunakan kokain.
9) Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali
lebih besar pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada
wanita di bawah usia 20 tahun (Sheiner, 2001). Hasil penelitian Wardana
(2007) menyatakan usia wanita produktif yang aman untuk kehamilan
dan persalinan adalah 20-35 tahun. Diduga risiko plasenta previa
meningkat dengan bertambahnya usia ibu, terutama setelah usia 35
tahun. Plasenta previa merupakan salah satu penyebab serius perdarahan
pada periode trimester ke III. Hal ini biasanya terjadi pada wanita
dengan usia lebih dari 35 tahun. Prevalensi plasenta previa meningkat 3
kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat terjadi pada umur
diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur dapat
meningkatkan kejadian plasenta previa. Peningkatan umur ibu
merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh
darah arteli kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke
endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan
luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang
adekuat.1
12
3.3 Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko plasenta previa, diantaranya:
1) Operasi sesar sebelumnya. Pada wanita-wanita yang pernah
menjalani operasi sesar sebelumnya, maka sekitar 4 dari 100 wanita
tersebut akan mengalami plasenta previa. Resiko akan makin
meningkat setelah mengalami empat kali atau lebih operasi sesar
(pada wanita-wanita yang pernah 4 kali atau lebih menjalani operasi
sesar, maka 1 dari 10 wanita ini akan mengalami plasenta previa).7
2) Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus, seperti dilatasi
dan kuretase atau aborsi medisinalis.
3) Jumlah kehamilan sebelumnya. Plasenta previa terjadi pada 1 dari
1500 wanita yang baru pertama kali hamil. Bagaimanapun, pada
wanita yang telah 5 kali hamil atau lebih, maka resiko terjadinya
plasenta previa adalah 1 diantara 20 kehamilan.
4) Usia ibu hamil. Diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19
tahun, hanya 1 dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Satu dari
100 wanita yang berusia lebih dari 35 tahun akan mengalami
plasenta previa. Wanita lebih dari 35 tahun,3 kali lebih berisiko.6
5) Multiparitas, apalagi bila jaraknya singkat. Secara teori plasenta yang
baru berusaha mencari tempat selain bekas plasenta sebelumnya.6
6) Kehamilan kembar
7) Merokok sigaret, menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang
beredar dalam tubuh janin, sehingga merangsang pertumbuhan
plasenta yang besar. Plasenta yang besar dihubungkan dengan
perkembangan plasenta previa.
8) Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga
mempersempit permukaan bagi penempelan plasenta.
9) Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya.
Dilaporkan, tanpa jaringan parut berisiko 0,26%. Setelah bedah
sesar, bertambah berturut-turut menjadi 0,65% setelah 1 kali, 1,8%
setelah 2 kali, 3% setelah 3 kali dan 10% setelah 4 kali atau lebih.
13
10) Adanya endometriosis (adanya jaringan rahim pada tempat yang
bukan seharusnya, misalnya di indung telur) setelah kehamilan
sebelumnya.
11) Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
3.4 Klasifikasi
Terhadap jalan lahir ada 4 kemungkinan jenis plasenta previa seperti
yang terlihat pada gambar 3.1 7
Gambar 3.1 macam-macam tipe plasenta previa
1. Plasenta previa totalis
Bila plasenta menutupi seluruh jalan lahir. Pada posisi ini, jelas tidak
mungkin bayi dilahirkan per-vaginam (normal/spontan/biasa), karena risiko
perdarahan sangat hebat.7
2. Plasenta previa partialis
Bila sebagian plasenta yang menutupi jalan lahir. Pada posisi inipun risiko
perdarahan masih besar, dan biasanya tetap tidak dilahirkan melalui per-
vaginam.7
3. Plasenta previa marginalis
Bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Bisa dilahirkan
per-vaginam tetapi risiko perdarahan tetap besar.7
4. Low-lying placenta (plasenta letak rendah)
Posisi plasenta beberapa milimeter atau centimeter dari tepi jalan lahir,
tetapi tideak mencapai ostium uteri internum. Risiko perdarahan tetap ada,
14
namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan per-vaginam dengan aman,
asal hati-hati.7
Klasifikasi ini tidak didasarkan oleh keadaan anatomik tetapi oleh
keadaan fisiologik, maka klasifikasinya dapat berubah setiap waktu, sebagai
contoh plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah
menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm.7
3.5 Patofisiologi
Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding
uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena
permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat
untuk berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta
terdapat vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada
pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang luas untuk
menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas. Darah ibu yang
mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada
kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu.
Perubahan-perubahan terjadi pula pada jonjot-jonjot selama kehamilan
berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari vili tidak
berubah akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya
ditemukan sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot menjadi lebih
padat, mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya lebih
besar dan lebih mendekati lapisan tropoblast. 7
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya
terjadi pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih
mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan. Implantasi
plasenta di segmen bawah rahim dapat disebabkan :
Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi
Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk
mampu memberikan nutrisi janin
15
Villi korealis pada korion leave yang persisten
Sebuah penyebab utama perdarahan trimester ketiga, plasenta previa
memiliki tanda yang khas, yaitu pendarahan tanpa rasa sakit. Pendarahan
diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan perkembangan segmen bawah
uterus pada trimester ketiga.8
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih
melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada
segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks
tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian
plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya
berwarna merah segar berlainan dengan darah yang disebabkan solusio plasenta
yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang
terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan
sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal.
Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu,
perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta
letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.6
3.6 Gejala Klinik
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama
dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi saat penderita sedang
tidur atau bekerja biasa. Perdarahan awal biasanya tidak banyak, sehingga tidak
akan berakibat fatal. Akan tetapi, perdarahan berikutnya hampir selalu lebih
banyak dari yang sebelumya, apalagi bila sebelumnya ilakukan pemeriksaan
dalam. Walaupun perdarahan sering dikatakan terjadi pada trimester III, akan
tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena segmen
uterus sudah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah
tuanya kehamilan, segmen-segmen bawah uterus akan semakin melebar,
16
pelebaran segmen tersebut tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat tanpa
terjadi pelepasan plasenta dari dinding uterus. Sumber perdarahan berasal dari
sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal.
Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu,
perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta
letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.6
Turunnya bagian terbawah janin kedalam pintu atas panggul akan
terhalang karena adanya plasenta pada segmen bawah uterus. Apabila janin
dalam presentasi kepala,kemungkinan kepalanya belum masuk kedalam pintu
atas panggul yang mungkin karena plasenta previa sentralis; mengolak ke
samping karena plasenta previa parsialis; menonjol keatas simfisis pubis karena
plasenta previa posterior; bagian terbawah janini sukar ditentukan. Tidak jarang
terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau sungsang.6
Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan dan tuanya kehamilan
pada waktu persalinan. Perdarahan mungkin masih dapat diatasi dengan
transfusi darah, akan tetapi persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan janin
yang masih prematur tidak selalu dapat dihindarkan.6
Bila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah di lahirkan karena
sering mengadakan perlekatan yang erat dengan dinding uterus. Bila plasenta
telah lahir, perdarahan post partum sering terjadi karena kekurang mampuan
serabut-serabut otot segmen bawah uterus berkontraksi untuk menghentikan
perdarahan dari bekas insersio plasenta atau akibat adanya perlukaan serviks dan
segmen bawah uterus yang rapuh dan mengandung banyak pembuluh darah
besar, yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung pervaginam.6
3.7 Diagnosis
17
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya adalah plasenta previa sampai dapat ditegakkan diagnosis yang
sebenarnya.
a) Anamnesis
Perdarahan pada jalan lahir setelah 22 minggu berlangsung tanpa
nyeri, tanpa alasan, terutama terjadi pada multigravid. Banyaknya
perdarahan tidak dapat dinilai melalui anamnesis, melainkan dari
pemeriksaan hematokrit.
b) Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul.
Apabila presentasi kepala, biasanya kepalanya masih berada diatas pintu
atas panggul atau mengolak ke samping, dan sukar didorong ke dalam
pintu atas panggul. Tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seperti
letak lintang atau sungsang.
c) Pemeriksaan in spekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan
vagina, seperti erosio porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri,
poliposus servisis uteri, varises vulva dan trauma. Apabila perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum, harus dicurigai adanya plasenta
previa.
d) Penentuan letak plasenta secara tidak langsung
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakuan
dengan radiografi, radioisotopi dan ultrasonografi. Nilai diagnostiknya
cukup tinggi di tangan ahli, akan tetapi ibu dan janin pada pemeriksaan
radiografi dan radioisotop masih dihadapkan pada bahaya radiasi yang
cukup tinggi pula, sehingga cara ini mulai ditinggalkan.
Penetuan letak plasenta dengan USG ternyata sangat tepat, tidak
menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak
menimbulkan rasa nyeri.
18
Plasenta memiliki sifat “berkeliling” (peripatetic). Pada
penelitian terdahulu, dilakukan evaluasi terhadap plasenta letak rendah
dan McClure serta Dornal (1990) menemukan plasenta ini pada 25%
diantara pemindaian rutin pada kehamilan 18 minggu. Saat kelahiran,
hanya tujuh di antara 385 kasus plasenta letak rendah ini yang menetap.
Sanderson dan Milton (1991) mendapatkan bahwa plasenta yang
letaknya rendah hanya 12% pada 4300 wanita dengan usia kehamilan
18-20 minggu. Dari kasus-kasus plasenta yang tidak menutupi ostium
serviks interna, plasenta previa tidak menetap dan tidak terjadi
perdarahan. Sebaliknya, dari kasus plasenta yang menutupi ostium
serviks pada pertengahan kehamilan, sekitar 40% menetap sebagai
plasenta previa.
Dengan demikian, plasenta yang terletak dekat dengan os interna,
tetapi tidak menutupinya,selama trimester kedua atau pada awal
trimester ketiga, kecil kemungkinan akan tetap previa pada aterm. Data-
data ini diperkuat oleh Taipale dkk. (1998) yang mendapatkan bahwa 57
dari 3696 (1,5%) wanita mengalami plasenta previa pada usia kehamilan
18-23 minggu. Hanya 20% diantara mereka yang tepi plasentanya
meluas < 15 mm dari os mengalami plasenta previa saat pelahiran
namun, bila tepi plasenta meluas sampai 25 mm atau lebih, 40% akan
mengalami plasenta previa.5
Mekanisme pergerakan plasenta ini masih belum dipahami
sepenuhnya. Namun, istilah migrasi jelas kurang tepat karena invasi vili
korionik ke dalam desidua kedua sisi ostium interna serviks akan
menetap. Pergerakan yang dijumpai pada plasenta letak rendah relatif
terhadap ostium interna mungkin disebakan oleh ketidakmampuan kita
mendefinisikan secara pasti hubungan ini dalam tiga dimensi dengan
menggunakan pemeriksaan sonografi dua dimensi pada awal kehamilan.5
e) Penentuan letak plasenta secara langsung
Untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan
jenis plasenta previa ialah secara langsung meraba plasenta melalui
19
kanalis servikalis. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena
dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu pemeriksaan
melalui kanalis servikalis hanya dilakukan bila penanganan pasif di
tinggalkan dan dilakukan penanganan aktif. Pemeriksaanya harus
dilakukan dalam keadaan siap operasi. Pemeriksaan diatas meja operasi
dilakukan sebagai berikut :
a. Perabaan fornises
Pemeriksaan ini hanya bermakna bila janin dalam presentasi kepala.
Sambil mendorong kepala janin ke arah pintu atas panggul,
perlahan-lahan seluruh fornises diraba dengan jari. Perabaanya
teraba lunak apabila antara jari dan kepala janin terdapat plasenta,
dan terasa padat bila antara jari dan kepala bayi tidak terdapat
plasenta. Bekuan darah dapat dikelirukan dengan plasenta. Plasenta
yang tipis mungkin tidak terasa lunak. Pemeriksaan ini harus selalu
mendahului pemeriksaan melalui kanalis servikalis, untuk mendapat
kesan pertama ada tidaknya plasenta previa.
b. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis
Bila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk di
masukkan ke dalam kanalis servikalis, dengan tujuan untuk meraba
kotiledon plasenta. Bila kotiledon plasenta teraba, segera jari
telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan sekali-sekali
berusaha menyelusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin
plasenta akan terlepas dari insersionya yang dapat menimbulkan
perdarahan banyak.
3.8 Diagnosis banding
Perbedaan klinis antara plasenta previa dan solusio plasenta :8
Klinis Plasenta Previa Solusio plasenta
1. Perdarahan dengan
nyeritidak ya
2. Perdarahan berulang ya Tidak
20
3. Warna darah merah segar merah coklat
4. Anemia sesuai darah yang keluar tidak sesuai
5. Timbulnya perlahan-lahan tiba-tiba
6. Terjadinya sewaktu hamilsewaktu hamil dan
inpartu
7. HIS biasanya tidak ada Ada
8. Palpasi biasa Tegang
9. denyut jantung janin ada biasanya tidak ada
10. Periksa dalam vagina jaringan plasenta ketuban tegang
11. Penurunantidak masuk pintu atas
pangguldapat terjadi
12. Presentasi mungkin abnormal tidak ada hubungan
3.9 Penatalaksanaan
Pengobatan plasenta previa dapat dibagi menjadi 2, yaitu :9
a. Terminasi
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang
mengakibatkan kematian, misalnya : kehamilan cukup bulan, perdarahan
banyak, dan IUFD (tidak selalu).
1. cara pervaginam untuk mengadakan tekanan pada palsenta, dengan
demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka
(tamponade pada plasenta).
2. dengan seksio sesaria, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim
sehingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan.
Seksio sesaria juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak
sering terjadi pada persalinan pervaginam.9
b. Ekspektatif
Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup
didunia luar baginya kecil sekali. Sikap ekspetatif tertentu hanya dapat
dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahn sudah berhenti atau
sedikit sekali.9
21
Syarat dilakukan terapi ekspektatif ialah keadaan ibu dan anak
masih baik (Hemoglobinnya normal) dan perdarahan tidak banyak. Pada
terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah sakit sampai berat anak ± 2500
gram atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif
diusahakan untuk melakukan lokalisasi plasenta dengan pemeriksaan USG
dan memperbaiki keadaan umum ibu.9
Penderita plasenta previa juga harus diberikan antibiotik mengingat
kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan
dan tindakan-tindakan intrauterin. Jenis persalinan yang dipilih untuk
terapi plasenta previa bergantung faktor-faktor sebagai berikut :9
a. jumlah perdarahan
b. keadaan ibu dan anak
c. besarnya pembukaan
d. tingkat plasenta previa
e. paritas
Perdarahan yang banyak, pembukaan kecil, nullipara, dan tingkat
plasenta berat memerlukan tindakan seksio sesaria. Sebaliknya perdarahan
yang sedang atau sedikit, pemmbukaan yang sudah besar, multiparitas dan
tingkat plasenta previa ringan, dan IUFD cenderung untuk dilahirkan
pervaginam. Pada perdarahan yang sedikit dan anak yang masih kecil
(belum matur) dipertimbangkan terapi ekspektatif.9
Cara-cara pervaginam terdiri dari :
Pemecahan ketuban
Dapat dilakukan pada plasenta letakk rendah, plasenta previa
marginalis, dan plasenta previa lateralis yang menutup ostium kurang dari
setengah bagian. Pada plasenta previa lateralis yang plasentanya terdapat
di sebelah belakang, lebih baik dilakukan seksio sesaria karena dengan
pemecahan ketuban, kepala kurang menekan pada plasenta. Hal ini
disebabkan kepla tertahan promontorium, yang dalam hal ini dialpisi lagi
oleh jaringan plasenta.9
22
Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena setelah
pemecahan ketuban uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak
menekan plasenta. Alasan lain adalah plasenta tidak tertahan lagi oleh
ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi
pergeseran antara plasenta dan dinding rahim.9
Jika his tidak da atau kurang kuat setelah pemecahan ketuban,
dapat diberikan infus oksitosin. Jika perdarahan tetap ada, dilakukan
seksio sesarea.9
Versi Braxton Hicks
Tujuan dari perasat Braxton Hicks adalah untuk mengadakan
tamponade plasenta dengan bokong dan untuk menghentikan perdarahan
dalam rangka menyelamatkan ibu
Versi Braxton Hicks biasanya dilakukan pada anak yang sudah
mati ataupun masih hidup. Mengingat bahayanya, yaitu robekan pada
serviks dan pada segmen bawah rahim, perasat ini sudah tidak dilakukan
lagi di rumah sakit besar. Akan tetapi, pada kondisi khusus, misalnya jika
pasien perdarahan banyak, anak sudah meninggal dan kita mendapat
kesulitan memperoleh darah atau kamar operasi masih lama persiapannya,
maka versi Braxton Hicks dapat dipertimbangkan.9
Sebaliknya, didaerah terpencil cara Braxton Hicks dapat
menggantikan seksio sesaria. Syarat unutk melakukan versi Braxton Hicks
adalah pembukaan 2 jari supaya dapat menurunkan kaki.9
Teknik untuk melakukan versi ini adalah dilakukan setelah ketuban
dipecahkan atau setelah plasenta ditembus tangan yang sepihak dengan
bagian-bagian kecil yang masuk. Setelah labia dibuka, satu tangan masuk
secara obstetri dan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) masuk ke dalam cavum
uteri. Tangan satunnya menahan fundus. Kepala anak ditolak ke samping
yaitu kepihak punggung anak. Tangan luar mendekatkan bokong kepada
jari yang mencari kaki. Setelah kaki didapatkan oleh tangan dalam, tangan
luar menolak kepala anak ke fundus dan kaki dibawa keluar.
23
Pada kaki ini digantungkan timbangan yang seringan-ringannya,
tetapi cukup berat untuk menghentikan perdarahan. Jika beratnya
berlebihan, mungkin terjadi robekan serviks. Selanjutnya kita tunggu
samapai anak lahir sendiri. Jangan melakukan ekstraksi walaupun
pembukaan sudah lengkap mengingat mudahnya terjadi robekan pada
serviks dan segmen bawah rahim.
Indikasi seksio sesaria apabila : 8
a. plasenta previa totalis
b. perdarahan banyak tanpa henti
c. presentasii abnormal
d. panggul sempit
e. keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang)
f. gawat janin
24
3.10 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa, di antaranya ada yang bisa menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak dan fatal.2
25
a. Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka
pelepasan plasenta dan tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan
semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah
sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.
b. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan
sifat segmen ini yang tipis mudahkan jaringan trofoblas dengan
kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometnium bahkan sampai
ke perimetrium dan menjadi sebab dan kejadian plasenta inkreta dan
bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang
perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam
miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal
plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian
terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas
timbulah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi
pada uterus yang pernah seksio sesarea. Dilaporkan plasenta akreta
terjadi 10- 35% pada pasien yang pernah seksio sesarea satu kali, naik
menjadi 60-65% bila telah seksio sesarea 3 kali.
c. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangatbpotensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh
karena itu, harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di
tempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada
segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan
tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi
perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina,
ligasi arteria ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteria
hipogastrika, maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan
keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua
tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta
previa.
26
d. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
e. Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian
oleh karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam
kehamilan belum aterm. Pada kehamilan <37 minggu dapat dilakukan
amniosentesis untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.
f. Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam kepustakaan
selain masa perawatan yang lebih lama, adalah berisiko tinggi untuk
solusio plasenta (Risiko Relatif 13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan
letak janin (RR 2,8), perdarahan pascapenalinan (RR 1,7), kematian
maternal akibat perdarahan (50%), dan disseminated intravascular
coagulation (DIC) 15,9%.
3.11 Prognosis
Mortalitas perinatal kurang dari 50 per 1000, kematian janin
disebabkan karena hipoksia. Setelah lahir dapat terjadi perdarahan
postpartum karena trofoblas menginvasi segmen bawah uteri. Bila
perdarahan tidak dapat dihentikan maka dilakukan histerektomi. Mortalitas
ibu rendah dengan pelayanan obstetri yang baik dan tidak dilakukan
pemeriksaan sebelum masuk rumah sakit.5
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. N usia 30 tahun datang ke IGD Rumah Sakit A.W.Sjahranie
Samarinda hari minggu, Masuk ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda pada hari Minggu, 29 Juli 2012 pukul 05.30 WITA dengan
keluhan utama perut kencang. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis G3 P2002 A000 Gr 41-42
Minggu+ Tunggal Hidup+ Presentasi Kepala+ Perdarahan Antepartum Et Causa
Plasenta Letak Rendah .
Diagnosis plasenta previa didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis plasenta previa yang tepat sangat
penting untuk menentukan penanganan selanjutnya. Oleh karena itu, usaha untuk
menegakkan diagnosis plasenta previa harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
Pada penatalaksanaannya, pada kasus ini dilakukan seksio sesarea atas
indikasi plasenta previa totalis.
4.1. Anamnesis
Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang sesuai
dengan teori ,yaitu pasien mengeluhkan perut terasa kencang-kencang sejak kemarin
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut disertai dengan pengeluaran lendir
bercampur darah berwarna merah segar jumlahnya sedikit dan tidak disertai rasa
nyeri. Pasien merasakan gerakan aktif dari janinnya.
Berdasarkan teori, diagnosis plasenta previa dapat ditegakkan melalui
anamnesis. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan perut kencang sejak
kemarin sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut disertai dengan
pengeluaran lendir bercampur darah, namun sejak 1 jam sebelum masuk Rumah
Sakit keluar darah berwarna merah segar yang terus-menerus dan tidak disertai
rasa nyeri. Tidak ada keluhan keluar air-air. Pasien merasakan gerakan aktif dari
janinnya.
28
Anamnesis
Teori Kasus
Epidemiologi
Plasenta previa ditemukan banyak
pada wanita dengan usia lebih dari
sama dengan 35 tahun
Jenis kelamin perempuan, usia 24
tahun
Gejala klinis
Perdarahan pervaginam pada usia
kehamilan > 20 minggu tanpa
alasan dan tanpa rasa nyeri
Terjadi perdarahan berulang
Warna darah merah segar
Perdarahan dari jalan lahir sejak 1
jam SMRS, berwarna merah segar
Usia kehamilan 41-42 minggu
Tidak terasa nyeri
Faktor resiko
● Operasi sesar sebelumnya
● Riwayat tindakan medis yang
dilakukan pada uterus
● Multiparitas
● Usia ibu hamil
● Kehamilan kembar
● Merokok
● gangguan anatomis/tumor
● jaringan parut pada rahim oleh
operasi sebelumnya
● Riwayat plasenta previa
sebelumnya
● Pasien memiliki 2 orang anak dan
kehamilan saat ini adalah
kehamilan ke-3
● Usia pasien 24 tahun
● Riwayat Penyakit Keluarga (-)
● Hamil kembar (-)
● Operasi pada rahim sebelumnya (-)
4.2 Pemeriksaan Fisik
Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik
pemeriksaan tanda vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien tidak
29
didapatkan adanya tanda-tanda anemis dan tanda-tanda syok. Tidak ditemukan
adanya konjugtiva yang anemis. Tekanan darah pasien 110/70 mm Hg, sedangkan
denyut nadinya juga dalam batas normal, yaitu 86 kali per menit. Pada pasien ini
tidak dilakukan pemeriksaan dalam dan didapatkan adanya perdarahan aktif.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus plasenta previa ini penting
untuk menentukan ada tidaknya tanda-tanda anemia dan syok. Hal ini terkait
dengan penatalaksanaan plasenta selanjutnya yaitu penanganan konservatif atau
aktif. Selain itu pemeriksaan dalam untuk menentukan letak plasenta secara
langsung dengan meraba kanalis servikalis, akan tetapi seharusnya pemeriksaan
ini tidak dilakukan karena dapat mengakibatkan perdarahan banyak.
Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
Anemia
Dapat terjadi syok
Tidak ada konjungtiva anemis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit, reguler, kuat
angkat
Turunnya bagian terbawah janin
kedalam pintu atas panggul akan
terhalang karena adanya plasenta
pada segmen bawah uterus
sehingga bagian terbawah janin
belum masuk PAP
Leopold III : bagian terbawah
teraba bagian lunak dan diatasnya
teraba bagian keras
Leopold IV: belum masuk PAP
Biasanya tidak ditemukan adanya
his
Terdapat denyut jantung janin
His : 3 kali dalam 10 menit
selama 25 –30 dalam 10
Denyut jantung janin : 138 kali /
menit
Pemeriksaan yang tepat tentang
adanya dan jenis plasenta previa
ialah secara langsung meraba
plasenta melalui kanalis servikalis.
Akan tetapi pemeriksaan ini sangat
Tidak dilakukan Vaginal toucher
dengan perdarahan aktif.
30
berbahaya karena dapat
menimbulkan perdarahan banyak.
4.3 Pemeriksaan penunjang
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan tidak dilakukan
pemeriksaan USG. Pemeriksaan darah lengkap ini dilakukan untuk mengetahui
tanda anemia yang ditimbulkan oleh perdarahan sedangkan USG untuk
menentukan letak plasenta.
Pada pasien ini kadar Hemoglobinnya normal yaitu 10,7. Sedangkan pada
pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan USG.
Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
Laboratorium
Anemia Hemoglobin :9,6 gr/dl
USG
Penetuan letak plasenta dengan
USG ternyata sangat tepat, tidak
menimbulkan bahaya radiasi bagi
ibu dan janinnya dan tidak
menimbulkan rasa nyeri
Pemeriksaan USG tidak dilakukan.
4.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan plasenta previa menurut teori terbagi menjadi dua yaitu
penanganan konservatif dan aktif. Pada pasien dilakukan penanganan aktif dimana
usia kehamilan > 37 minggu. Selain itu karena pada pasien ini merupakan
plasenta previa letak rendah dan juga belum masuk PAP sehingga merupakan
indikasi dilakukan seksio sesaria.
Komplikasi yang sering terjadi pada plasenta previa adalah plasenta
inkreta yang menyebabkan perdarahan hebat sehingga perlu dilakukan
histerektomi. Pada pasien ini saat di meja operasi didapatkan tidak adanya
perdarahan hebat sehingga tidak dilakukan histerektomi.
31
Penatalaksanaan
Teori Kasus
Konservatif
Bila kehamilan < 37 minggu, janin
masih hidup, perdarahan tidak banyak,
dengan :
Observasi (Hb, Hct, USG)
Bed rest
Obat-obatan : vitamin,
tokolitik, antibiotik
Aktif
Bila usia kehamilan > 37 minggu,
IUFD, perdarahan sangat banyak
sehingga mengancam nyawa ibu, maka
:
Persalinan pervaginam dengan
amniotomi bila plasenta previa
marginalis atau plasenta letak
rendah, kepala telah masuk Pintu
Atas Panggul, perdarahan tidak
banyak dan presentasi kepala
Persalinan perabdominam bila
plasenta previa totalis, perdarahan
banyak dan mengancam nyawa,
presentasi abnormal, serviks belum
matang, distress janin, panggul
sempit.
Jika didapatkan komplikasi berupa
plasenta inkreta dapat dilakukan
histerektomi total
Usia kehamilan 41-42 minggu
Plasenta previa letak rendah dan
pada pemeriksaan obstetric kepala
belum masuk PAP, sehingga
dilakukan seksio sesarea
Saat di meja operasi tidak
ditemukan plasenta inkreta pada
serviks dan vagina sehingga tidak
dilakukan histerektomi total
32
Pemberian transfusi untuk
mengatasi anemia
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai plasenta previa.
Kasus yang ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan
plasenta previa letak rendah dan janin belum masuk PAP sehingga pada pasien ini
dilakukan seksio sesarea.
BAB V
33
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. N yang berusia 24 tahun
datang ke rumah sakit dengan keluhan utama perut kencang-kencang. Setelah
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka
didapatkan diagnosis G3 P2002 A000 Gr 41-42 Minggu+ Tunggal Hidup+
Presentasi Kepala+ Perdarahan Antepartum Et Causa Plasenta Letak Rendah .
Seksio sesarea dilakukan pada pasien ini atas indikasi plasenta previa
letak rendah dan kepala belum masuk PAP.
Diagnosis akhir pada pasien ini adalah : P3A0 + post SC a/i HAP ec.
Placenta letak rendah. Secara umum penegakkan diagnosis maupun
penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat menurut teori.
DAFTAR PUSTAKA
34
1. Abdat, A. U., 2010. Hubungan antara Paritas Ibu dengan Kejadiann
Plasenta Previa di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Available from:
http://eprints.uns.ac.id/34/1/170222311201010121.pdf [diakses tanggal
31 juli 2012]
2. Chalik, T.M.A., 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan.
Dalam: Prawirohardjo, Sarwono., 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4
Cetakan I. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.pp: 492-502
3. Wardana GA dan Karkata MK. 2007. Faktor Risiko Plasenta Previa .
CDK 34: 229-32.
4. Davood S, Parviar K and Ebrahimi S. 2008. Selected pregnancy variables
in women with placenta previa. Res. J. Obstet. Gynecol. 1: 1-5.
5. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Komplikasi yang Umum
Pada Kehamilan. Williams Obstetrics. 20th ed. Norwalk: Appleton &
Lange, 1997. 698-704
6. Rachimhadi T, Wibowo B. Perdarahan Antepartum. Dalam : Ilmu
Kebidanan Prawirohardjo S.,Wiknjosastro H., Saifuddin A.B.,
Rachimhadi T.,eds. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2007. hal 362-376.
7. Oyelese and Smulian. Placenta Previa, Accreta, and Vasa Previa 929
American College of Obstetric and Gynecologists vol. 107 : 2006.
8. Morniaeni,N dan Rambulangi, J. Perdarahan antepartum. Dalam Pedoman
Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi. Ujung Pandang: Bagian/
SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanudin,1999. Halaman122-124
9. Mose, J.C. Perdarahan Antepartum dalam: Obstetri Patologi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedoteran EGC, 2003. hal. 110-120.
35
10. Manuaba, Ida Bagus. Perdarahan Antepartum. Dalam : Kapita Selekta
Penatalaksanaan Rutin ostetri Ginekologi dan KB. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2000. Hal 436-440
36