PJPD
-
Upload
fadhila-suryantini -
Category
Documents
-
view
252 -
download
5
description
Transcript of PJPD
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menjadi issue terkini
adalah adanya beban ganda penyakit (double burden diseases) dimana di
satu pihak masih terdapat penyakit infeksi yang harus ditangani, di lain
pihak semakin meningkatnya penyakit tidak menular. Terdapat
peningkatan yang cukup signifikan pada angka kematian penyakit tidak
menular, dimana pada tahun 1995 tercatat 41,7% melonjak menjadi 59,5%
pada tahun 2007 (Riskesdas, 2007). Berdasar data dari WHO dalam
Global Atlas on Cardiovascular Diseases Prevention and Control tahun
2011, dari 57 juta kematian global pada tahun 2008, 63% atau sekitar 36
juta disebabkan oleh penyakit tidak menular, dimana penyakit jantung dan
pembuluh darah (PJPD) menyumbang kematian terbesar yaitu sbesar 31%
atau sekitar 17,3 juta jiwa. Padahal dikatakan PJPD adalah suatu
preventable disease , penyakit yang dapat dicegah dimana 50% kematian
ini dapat dicegah dengan upaya-upaya pencegahan yang mengenai
perubahan gaya hidup. Penyakit kardiovaskular, seperti stroke dan
jantung, penyakit artherosklerosis, merupakan penyebab utama kematian
di negara maju dan berkembang di dunia.
Sementara itu frekuensi penyakit jantung dan pembuluh darah
(PJPD) di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia,
cenderung meningkat sebagai akibat modernisasi, meniru gaya hidup
negara sudah berkembang. Di Indonesia, berdasarkan data Riskedas tahun
2007 terlihat bahwa prevalensi beberapa penyakit jantung dan pembuluh
darah seperti hipertensi sangat tinggi, yaitu sebesar 31,7%, sedangkan
penyakit jantung 7,2% dan stroke 8,3 per 1000 penduduk. Stroke juga
menjadi penyebab utama kematian, jumlahnya mencapai 15,4%.
Hipertensi menyebabkan 6,8% kematian, kemudian penyakit jantung
iskemik sebesar 5,1% dan penyakit jantung lainnya menyebabkan
kematian sebesar 9,9%, kemudain pada tahun 1995 meningkat menjadi
19,9% dan pada tahun 2001 sebesar 26,3%. Dengan melihat data SKRT
dan Riskesdas tersebut, terlihat tren kematian akibat PJPD meningkat dari
1
tahun ke tahun..PJPD pada dasarnya bukanlah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh suatau organisme tertentu, namun karena adanya
penularan penyakit ini melalui peniruan gaya hidup ada yang
menyebutnya sebagai ‘new communicable disease’. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi beberapa faktor risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah seperti berat badan lebih dan
obesitas (obesitas umum) mencapai 19,1%, obesitas sentral 18,8%, sering
makan makanan asin sebesar 24,5%, sering makan makanan berlemak
sebesar 12,8%, kurang makan sayur buah 93,6%, kurang aktifitas fisik
48,2%, gangguan mental emosional 11,6%, perokok setiap hari 23,7% dan
konsumsi alkohol dalam 12 bulan terakhir mencapai 4,6%. Salah satu
kegiatan pokok pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah adalah
melaksanakan deteksi dini aktif faktor risiko penyakit jantung dan
pembuluh darah di masyarakat. Melalui kegiatan deteksi dini faktor risiko
diharapkan dapat dilakukan penanganannya sedini mungkin, sehingga
prevalensi faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah dapat
diturunkan seoptimal mungkin.
B. Tujuan
1. Mengetahui salahsatu penyakit tidak menular yaitu Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah (PJP D).
2. Mengetahui jenis-jenis penyakit yang termasuk dalam Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah (PJPD).
3. Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, faktor-faktor resiko, pencegahan,
pengobatan dan rehabilitasi beberapa jenis penyakit yang termasuk Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah.
2
II. PEMBAHASAN
Menurut buku pedoman Depkes RI (2007), penyakit jantung dan
pembuluh darah merupakan suatu kelainan yang terjadi pada organ
jantung dengan akibat terjadinya gangguan fungsional, anatomis serta
system hemodinamis. Jenis penyakit yang dapat digolongkan kedalam
penyakit Jantung dan Pembuluh Darah menurut Depkes RI (2007),
adalah :
1. Penyakit jantung coroner (PJK, penyakit jantung iskemik, serangan
jantung, infark miokard, angina pectoris).
2. Penyakit pembuluh darah otak (stroke, TIA (transient ischemic attack).
3. Penyakit jantung hipertensi
4. Penyakit pembuluh darah perifer.
5. Penyakit gagal jantung
6. Penyakit jantung rematik
7. Penyakit jantung bawaan
8. Penyakit kardiomiopathy
9. Penyakit jantung kutub.
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) yang akan dibahas
dalam makalah ini diantaranya adalah atherosklerosis, stroke, hipertensi,
dan penyakit jantung koroner.
3
1. ATHEROSKLEROSIS
i. Definisi
Atherosklerosis adalah keadaan pengerasan dinding pembuluh darah
yang menyebabkan penyempitan lubangnya. Beberapa jenis
atherosklerosis dapat berupa :
- Arteriosklerosis (pengerasan dinding pembuluh darah arteri).
- Arteriolosklerosis (pengerasan diding pembuluh darah arteri oleh
pembuluh arteri kecil.
- Atheroma/atherosklerosis (pengerasan ujung pembuluh darah kecil)
ii. Etiologi
Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut monosit,
pindah dari aliran darah ke dalam dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel
yang mengumpulkan bahan-bahan lemak. Pada saatnya, monosit yang
terisi lemak ini akan terkumpul, menyebabkan bercak penebalan di lapisan
dalam arteri.
iii. Patogenesis
Proses patologi terjadi gangguan/penyakit jantung berkaitan degan
proses atherosklerosis (Kaplan 21,Buku Epidemiologi Penyakit tidak
Menular). Konsekuensi adanya atherosklerosis adalah penyempitan liang
pembuluh darah yang akan menimbulkan kekurangan aliran darah yang
menyebabkan insufisiensi oksigen dan makanan yang dialiri pembuluh
darah tersebut.
iv. Riwayat alamiah Atherosklerosis
Dimulai sejak masa kanak-kanak dengan terbentuknya garis lemak,
lalu plak fibrosa, dan menyusul klasifikasi. Kekakuan pembuluh darah
4
ini pada gilirannya dapat menyebabkan gangguan lanjut sesuai organ
yang diserangnya.
v. Faktor Resiko Atherosklerosis
Banyak faktor yang secara umum berkaitan dengan risiko
peningkatan proses atherosklerosis seperti kebiasaan merokok, kolesterol
tinggi, penyakit DM, Kegemukan, dan Kekurangan olahraga. Faktor-
faktor resiko yang berkaitan dengan terjadinya proses atherosklerosis
dapat dibagi atas:
a. Faktor yang tidak dapat diintervensi:
- Genetik.
- Usia.
- Jenis kelamin.
- Anatomi coronaria.
- Profil lipoprotein.
- Faktor metabolik.
b. Faktor resiko yang dapat diintervensi:
- Rokok.
- Hipertensi.
- Heperkolesterolemia.
- Obesitas.
- Hiperglisemia.
- Faktor riwayat keluarga dengan iskemik jantung.
5
c. Faktor prilaku
Faktor perilaku meliputi : kurang gerak (sedentary), stres/tegangan
sosial, dan jenis personaliti.
vi. Upaya Pencegahan
Atherosklerosis semata memberi arti dan ancaman kesehatan
yang berbahaya. Yang jelas atherosklerosis adalah awal dari kebanyakan
penyakit jantung yang akan berlanjut. Karena itu, atherosklerosis harus
dicegah terhadap akibat lanjutnya. Adapun akibat lanjut atherosklerosis
adalah berbagai macam sesuai dengan target organ-organ tubuh yang
senang diserang.
Terdapat penelitian tentang hubungan kanker prostat dan
atherosklerosis oleh Omalu dkk pada tahun 2013 menyatakan dari
studinya bahwa dari usia 50 tahun keatas pada otopsi tidak ditemukan
adanya hubungan kanker prostat dan atherosklerosis. Hal ini mungkin
menunjukan tidak adanya kesamaan patologi dan patogenik.
Atherosklerosis akan mengakibatkan gangguan/penyakit sesuai dengan
organ yang terkait. Untuk itu dapat terjadi tekanan darah meniggi
(hipertensi) dari pembuluh darah, infark mikorad pada jantung, infark
serebrum pada otak, gengren ekstemitas pada kaki, dan aneurisma aorta
abdominalis.
Pada jurnal penelitian tentang reumatologi oleh Palaskas,N dkk (2013)
mengatakan dari hasil studinya berasal dari atheroskelrosis, banyak studi
yang menyarankan mengkontrol aktifitas penyakit reaumatik dengan
harapan menekan laju atherosklerosis, hal ini didasarkan data yang
terbatas dan berlawan. Hanya saja disadari bahwa atherosklerosis adalah
proses normal dalam pengertian bahwa pembuluh darah itu karena
proses degenerasi/menua akan mengalami pengerasan. Karena itu, upaya
pengecegahan atherosklerosis pada prisnipnya dimaksudkan sebagai
6
upaya perlambatan dalam batas-batas normal proses kekakuan pembuluh
darah dan mencegah terjadinya akibat lanjut dari atherosklerosis
tersebut. Prinsip mencegahnya menghindarkan diri dari faktor risiko
yang dapat mempercepat proses atherosklerosis. Namun disadari bahwa
deteksi dini atherosklerosis memang sulit.
Adapun tahapan pencegahan yang dapat dilakukan adalah the five level
of prevention:
1. Health Promotion (Promosi Kesehatan)
Pada tahap pencegahan ini, dilakukan pada saat masih sehat. Tidak
hanya untuk mengantisipasi penyakikit aterosklerosis saja tetapi juga
penyakit-penyakit yang lain. Karena upaya ini bertujuan agar kondisi
kesehatan tetep terjaga.Promosi kesehatan yang dilakukan adalah
member penyuluhan tentang pengetahuan kesehatan, olahraga secara
teratur, menyeimbangkan pasokan gizi dalam tubuh, melakukan
pemeriksaan secara berkala, dan pegetahuan secara genetis tentang
riwayat penyakit.
2. Specific Protection (Perlindungan Khusus)
Tahap pencegahan ini lebih dikhususkan kepada yang telah berisiko
tinggi terhadap penyakit. Seperti ateroklerosis adalah salah satu dari
penyakit jantung, sehingga bagi yang beresiko tinggi terhadap penykit
jantung diharapkan untuk bisa menghindari hal-hal yang bisa
meninggalakan kebiasaan-kebiasaan seperti merokok, menjaga
kolesterol, tekanan darah dan diabetes di bawah kontol dengan sering
berkonsultasi dengan dokter.
3. Early Diagnosis and Prompt treatment (Diagnosis dan Pengobatan
segera)
Pengobatan bisa dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk
menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam darah (contohnya
colestyramine, kolestipol, asam nikotinat, gemfibrozil, probukol,
lovastatin). Aspirin, ticlopidine dan clopidogrel atau anti-koagulan bisa
diberikan untuk mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah.
7
4. Disability Limitation (Pembatasan Disabilitas)
Jika terdapat gejala yang akut, sumbatan akut yang mengancam
kemampuan otot dan jaringan kulit untuk berkontraksi atau salah satu
organ sudah tidak dapat berfungsi sempurna, mungkin dapat dilakukan
pengobatan selanjutnya.
5. Rehabilitation (Pemulihan)
Rehabilitasi yang dilakukan adalah penerapan perilaku sehat dalam
keseharian, pasokan gizi yang sesuai, menghindari makanan-makanan
yang tinggi kolesterol, pemeriksaan berkala dan psikoterapi untuk
mengendalikan.
vii. Diagnosis
Sebelum terjadinya komplikasi, aterosklerosis mungkin tidak akan
terdiagnosis. Sebelum terjadinya komplikasi, terdengarnya bruit (suara
meniup) pada pemeriksaan denganstetoskop bisa merupakan petunjuk
dari aterosklerosis. Denyut nadi pada daerah yang terkena bisa
berkurang.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis aterosklerosis:
- ABI (ankle-brachial index), dilakukan pengukuran tekanan
darah di pergelangan kaki dan lengan
- Pemeriksaan Doppler di daerah yang terkena
- Skening ultrasonik Duplex
- CT scan di daerah yang terkena
- Arteriografi resonansi magnetik
- Arteriografi di daerah yang terkena
- IVUS (intravascular ultrasound)-
viii. Pengobatan
Bisa diberikan obat-obatan untuk menurunkan kadar lemak dan
kolesterol dalam darah (contohnya Kolestiramin, kolestipol, asam
nikotinat, gemfibrozil, probukol, lovastatin). Aspirin, ticlopidine dan
8
clopidogrel atau anti-koagulan bisa diberikan untuk mengurangi resiko
terbentuknya bekuan darah. Angioplasti balon dilakukan untuk
meratakan plak dan meningkatkan aliran darah yang melalui endapan
lemak. Enarterektomi merupakan suatu pembedahan untuk mengangkat
endapan. Pembedahan bypass merupakan prosedur yang sangat invasif,
dimana arteri atau vena yang normal dari penderita digunakan untuk
membuat jembatan guna menghindari arteri yang tersumbat.
9
2. STROKE
i. Definisi
Stroke punya sinonim yaitu Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO).
Stroke adalah gangguan peredaran otak yang dapat mengakibatkan fungsi
otak terganggu dan bila gangguan yang terjadi cukup besar akan
mengakibatkan kematian sebagian sel saraf. Gangguan peredaran darah
otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh
darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat
makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan
memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan
memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).
ii. Etiologi Stroke
Stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), biasanya diakibatkan dari
salah satu dari empat kejadian, yaitu: (1). Trombosit (bekuan darah di
dalam pembuluh darah otak atau leher). (2). Embolisme serebral
(bekuan darah atau material lain yang dibawah ke otak dari bagian
tubuh yang lain. (3). Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). (4).
Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya
adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan
sementara atau permanen gerakan, berpikir memori, bicara atau sensasi.
iii. Patofisiologi Stroke
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal
maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan
peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau
10
pecahnya pembuluh darah otak. Otak yang seharusnya mendapat
pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Stroke bukan
merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan dari beberapa
penyakit diantaranya hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan
peningkatan lemak dalam darah atau dislipidemia.
iv. Klasifikasi Stroke
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan
stroke hemorrhagic.
A. Stroke Iskemik
Jenis stroke yang paling banyak, yakni sekitar 85% adalah stroke
iskemik, di mana aliran darah ke otak tersumbat oleh gumpalan darah
atau timbunan lemak yang disebut plak di lapisan pembuluh darah.
Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis),
atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil.
Penggolongan stroke iskemik atau infark menurut Junaidi (2011)
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya
berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan
disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam
biasanya TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam
juga belum bisa teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena
infark. Transient Ischemic Attack (TIA) ini merupakan
“peringatan stroke” atau “mini stroke” atau stroke ringan yang
mengakibatkan tidak ada kerusakan permanen. Mengenali dan
mengobati TIA segera mungkin dapat mengurangi risiko stroke
berat.
b. Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)
11
Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24
jam, biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.
c. Stroke In Evolution (SIE)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus
berkembang dimana terlihat semakin berat dan memburuk
setelah 48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung
bertahap dari ringan sampai menjadi berat.
d. Complete Stroke Non Hemorrhagic
Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau
permanen tidak berkembang lagi bergantung daerah bagian
otak mana yang mengalami infark.
B. Stroke Hemorragic
Stroke hemorrhagic terjadi akibat pecahnya pembuluh darah di
otak. Karena pecah maka darah akan menumpuk dan menakan
jaringan otak di sekitarnya. Beberapa Jenis stroke hemorrhagic
yaitu :
1. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Stroke ini
biasanya diikuti dengan fraktur tengkorak dengan robekan arteri
tengah atau arteri meningens lainnya. Pasien harus diatasi beberapa
jam setelah mengalami cedera untuk dapat mempertahankan hidup.
2. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma
subdural yang robek adalah bagian vena sehingga pembentukan
hematomanya lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.
12
3. Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang
subaraknoid) dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau
hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisma.
4. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di
substansi dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan
hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif
karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.
Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia, karena
penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah yang sudah
rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah rapuh ini,
disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga
disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering
terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh
darah akibat tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah
lagi apabila disertai dengan gejala tekanan darah tinggi.
v. Tanda - Tanda Dan Gejala Strok
Stroke dapat mempengaruhi indera , ucapan, perilaku, pikiran,
memori, dan emosi. Satu sisi dari tubuh mungkin menjadi lumpuh atau
lemah. Lima tanda-tanda paling umum dan gejala stroke:
1. Mati rasa mendadak atau kelemahan pada wajah, lengan atau
kaki.
2. Tiba-tiba kebingungan atau kesulitan berbicara atau memahami
orang lain.
3. Masalah tiba-tiba melihat pada satu atau kedua mata.
4. Pusing mendadak, kesulitan berjalan, atau kehilangan
keseimbangan atau koordinasi.
5. Sakit kepala parah tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya.
6. Transient Ischemic Attack (TIA) (Lloyd, 2009).
vi. Faktor – Faktor Resiko
13
Faktor-faktor resiko stroke menurut Pinzon & Asanti (2010) dan
Wardhana (2011) dapat dibagi menjadi faktor stroke yang tidak dapat
diubah dan faktor stroke yang dapat diubah:
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Umur
Bertambahnya umur merupakan faktor resiko yang terpenting
untuk terjadinya serangan stroke, dimana umur merupakan faktor resiko
yang paling penting bagi semua jenis stroke. Insiden stroke meningkat
secara eksponensial dengan bertambahnya umur. Stroke pada dasarnya
lebih sering terjadi pada usia lanjut dari anak dan dewasa, terdapat
pertambahan insiden stroke sesudah usia 55 tahun. Stroke iskemik yang
terjadi pada usia dibawah 45 tahun sekitar 3 %. Aterosklerosis merupakan
penyebab utama pada usia lanjut, sedangkan kemungkinan perdarahan
lebih sering dijumpai pada anak atau dewasa muda. Anak dengan infark
serebri biasanya akan mengalami distabilitas yang lebih besar daripada
anak yang mengalami stroke pendarahan (Data Riset Kesehatan Dasar
Indonesia, 2007).
b. Jenis Kelamin
Terdapat perbedaan insidens stroke pada pria dan wanita, insidens
stroke pada pria lebih tinggi walaupun pria memiliki resiko lebih tinggi
untuk terkena stroke namun penderita wanita lebih banyak yang
meninggal, hal ini karena penderita stroke berjenis kelamin perempuan
memiliki resiko kematian 2,68 kali lebih besar dari pada penderita pria.
Amran (2012) menunjukan bahwa separuh penderita stroke meninggal
terjadi pada perempuan. Perempuan pada umumnya menderita stroke pada
usia lanjut selain itu adanya keadaan khusus pada perempuan diduga
sebagai pemicu yaitu kehamilan, melahirkan dan menopause yang
berhubungan dengan fluktuasi hormonal.
c. Suku/Ras
14
Orang Asia memiliki kecenderungan terkena stroke lebih besar dari
orang Eropa, hal ini ada kaitannya dengan lingkungan hidup, pola makan
dan sosial ekonomi. Makanan asia lebih banyak mengandung minyak dari
pada makanan orang eropa. Menurut data kesehatan di amerika serikat,
penduduk yang berasal dari keturunan Afrika-Amerika beresiko terkena
serangan stroke 2 kali lebih besar dari penduduk keturunan eropa. Keadaan
ini makin meningkatkan hampir 4 kali lipat pada umur sekitar 50 tahun,
namun pada usia sekitar 65 tahun penduduk Amerika yang terkena stroke
sama dengan keturunan afrika-amerika (Wardhana, 2011).
d. Keturunan/Keluarga
Bilamana kedua orang tua pernah mengalami stroke maka
kemungkinan keturunannya terkena stroke semakin besar. Riwayat
keluarga adanya serangan stroke atau penyakit pembuluh darah iskemik,
sering pula didapat terjadi pada penderita stroke yang muda. Berbagai
faktor penyebab termasuk prediposisi genetik aterosklerosis dapat
menerangkan hal ini. Sedangkan anurisma intracranial sakular, malformasi
pembuluh darah, dan angiopati amiloid sering familial dan ini merupakan
penyebab stroke nonaterosklerotik.
2. Faktor resiko yang dapat diubah
Faktor resiko stroke berulang dapat diubah sama dengan faktor
stroke secara umum antara lain: hipertensi, diabetes mellitus, kelainan
jantung, kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktifitas
fisik/olahraga, kepatuhan kontrol, obesitas, dan kepatuhan diit.
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko terpenting untuk semua tipe
stroke, baik stroke perdarahan maupun stroke infark. Peningkatan resiko
stroke terjadi seiring dengan peningkatan tekanan darah. Diperkirakan
resiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg tekanan
darah sistolik dan sekitar 50 % kejadian stroke dapat dicegah dengan
pengendalian tekanan darah. Hipertensi mempercepat pengerasan dinding
15
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan penghancuran lemak pada sel
otot polos sehingga mempercepat proses aterosklerosis. Hipertensi
berperanan dalam proses aterosklerosis melalui efek penekanan pada sel
endotel atau lapisan dalam dinding arteri yang berakibat pembentukan plak
pembuluh darah semakin cepat seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan
darahnya 140/90 mmHg (Junaidi, 2011).
b. Diabetes Mellitus
Individu dengan diabetes memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
mengalami stroke dibandingkan dengan individu tanpa diabetes diabetes
mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersama-sama penyakit
serebrovaskuler, yang merupakan faktor resiko kedua terjadinya stroke.
Seorang dikatakan menderita diabetes mellitus apabila hasil pemeriksaan
kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau pemeriksaan gula darah puasa
>140 mg/dl, atau pemeriksaan gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl
(Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes mellitus menyebabkan kadar lemak
darah meningkat karena konversi lemak tubuh yang terganggu. Bagi
penderita diabetes mellitus peningkatan kadar lemak darah sangat
meningkatkan resiko penyakit stroke.
c. Kelainan Jantung
Sirkulasi serebral sebagai sistem kardiovaskuler mempunyi arti
fungsinya tergantung efektifitas jantung sebagai pompa, integritas
pembuluh darah sistemik dan komponen darah dalam memenuhi
kebutuhan darah dan oksigen. Otak membutuhkan 25% dari konsumsi
oksigen ke seluruh tubuh dengan menggunakan 20 % curah jantung
semenit. Kejadian stroke selalu berhubungan dengan penyakit lain.
Kelainan jantung sering berhubungan dengan stroke berulang adalah
aterosklerosis, disritmia jantung khususnya fibrilasi atrium, penyakit
jantung iskemik, infark miokard dan gagal jantung. Penderita dengan
kelainan jantung beresiko tinggi terhadap terjadinya stroke bila
dibandingkan dengan yang tidak mempunyai kelainan jantung. Penyakit
16
jantung hipertensi dengan hipertrofil ventrikel kiri yang terlihat pada EKG,
sangat terkait dengan kenaikan resiko baik stroke iskemik maupun
pendarahan.
d. Merokok
Merokok meningkatkan resiko terkena stroke dua sampai empat kali.
Hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, pipa atau cerutu) dan
untuk semua tipe stroke, terutama perdarahan subarachnoid karena
terbentuknya aneurisma dan stroke iskemik. Merokok memberikan
konstribusi terbentuknya plak pada arteri. Asap rokok mengandung
beberapa zat berbahaya yang sering disebut zat oksidator. Zat oksidator ini
menimbulkan kerusakan dinding arteri dan menjadi tempat penimbunan
lemak, sel trombosit, kolesterol, penyempitan dan pergeseran arteri
diseluruh tubuh termasuk otak, jantung dan tungkai, sehingga merokok
dapat memicu terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah menggumpal sehingga beresiko terkena stroke
(Pinzon & Asanti, 2010). Peranan rokok pada aterosklerosis menurut
Junaidi (2011) adalah merokok menurunkan jumlah kolesterol baik dan
menurunkan kemampuan kolesterol baik untuk menyingkirkan kolesterol
jahat yang berlebihan karena sel-sel darah menggumpal pada dinding
arteri, ini meningkatkan resiko pembentukan trombus dan plak. Rokok
dapat menyebabkan peningkatan kecepatan detak jantung serta memicu
penyempitan pembuluh darah. Penelitian yang dilakukan Zhang dkk
(2010), di Cina menyebutkan bahwa merokok mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap terjadinya stroke dan juga perempuan yang tinggal
bersama suami yang merokok aktif (1-9 batang perhari) beresiko 2 kali
untuk terkena stroke.
e. Aktifitas fisik (olahraga)
Berbagai kemudahan hidup yang didapat seperti mencuci dengan
mesin cuci untuk rumah tangga, banyaknya kendaraaan bermotor serta
kemajuan teknologi membuat aktifitas seseorang semakin hari semakin
17
ringan atau mudah, namun dampak dari kemajuan teknologi ini seseorang
dapat menjadi pasif dan cenderung menimbulkan masalah berat badan dan
dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi yang nantinya memicu
terjadinya aterosklerosis bila masalah berat badan tidak diimbangi dengan
olahraga yang cukup. Siswanto (2005), dalam penelitiannya menunjukan
bahwa resiko untuk terjadinya stroke berulang pada penderita stroke yang
tidak rutin dalam melakukan aktivitas fisik sebesar 1,77 kali dibandingkan
dengan penderita stroke yang melakukan aktivitas fisik secara rutin.
f. Kepatuhan kontrol
Penderita stroke harus sering memeriksakan dirinya kedokter atau
rumah sakit. Selain kontrol kedokter penderita stroke harus mengontrol
kolesterol, penderita stroke juga harus mengontrol gula darahnya.
g. Obesitas
Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan resiko
peningkatan hipertensi penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus dan
merupakan beban penting pada kesehatan jantung dan pembuluh darah.
Obesitas dapat meningkatkan kejadian stroke terutama bila disertai dengan
dislipedemia dan hipertensi melalui proses aterosklerosis. Obesitas juga
dapat menyebabkan terjadinya stroke lewat efek snoring atau mendengkur
dan tiba-tiba henti napas karena terhentinya suplai oksigen secara
mendadak di otak. Obesitas juga membuat seseorang cenderung
mempunyai tekanan darah tinggi, meningkatkan resiko terjadinya diabetes
juga meningkatkan produk sampingan metabolisme yang berlebihan yaitu
oksidan atau radikal bebas (Junaidi, 2011). Penurunan berat badan adalah
perubahan gaya hidup yang paling besar pengaruhnya terhadap perbaikan
tekanan darah.
18
h. Minum Alkohol
Minum alkohol secara teratur lebih dari 30 gram per hari (pria)
atau 15 gram per hari (wanita), mabuk-mabukan (minum lebih dari 75 %
gram dalam 24 jam) dan alkoholisme dapat meningkatkan tekanan darah
sehingga dapat meningkatkan resiko stroke. Minum alkohol dalam jumlah
sedikit pun dapat meningkatkan tekanan darah, oleh karena itu harus
dihindari untuk seorang yang memiliki riwayat hipertensi karena dapat
menimbulkan komplikasi berat.
i. Diit
Diet dengan tinggi lemak dan kurangnya buah dan sayur dapat
meningkatkan resiko terjadinya stroke. Menurut Martuti (2009), dalam
penelitiannya menunjukan bahwa pasien stroke perlu membatasi asupan
garam karena kandungan mineral natrium (sodium) di dalamnya
memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi.). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian stroke pada pasien kadar
kolesterol diatas 240 mg%. Setiap kenaikan kolesterol 38,7 mg%
menaikkan angka stroke 25% sedangkan kenaikan HDL (high density
lipoprotein) 1 mmol (38,7 mg%) menurunkan terjadinya stroke setinggi
47% .
vii. Upaya Pencegahan Stroke
Lima Tahap Pencegahan Penyakit Stroke
1. Mempertinggi nilai kesehatan (Health Promotion)
Health Promotion yaitu usaha yang merupakan pelayanan terhadap
pemeliharaan kesehatan pada umumnya. Dalam mencegah penyakit stroke
usaha tersebut dilakukan dengan cara mengubah gaya hidup, olahraga,
kurangi stres, tambah serta kurangi kolesterol dan berhenti merokok.
2. Memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (specific
protection
19
Usaha ini merupakan tindakan terhadap pencegahan penyakit-
penyakit tertentu, contohnya dengan Konsumsi garam rendah sodium dan
diet lemak yang dapat mengurangi risiko tekanan darah tinggi yang
mengakibatkan stroke. Selain itu, konsumsi buah, sayuran dan
gandum sangat bermanfaat mencegah stroke.
3.Mengenal dan mengetahui penyakit pada tingkat awal serta mengadakan
pengobatan yang tepat dan segera (Early diagnosis & Promt Treatment),
seperti :
a. Waspadai gangguan irama jantung (attrial fibrillation)
Detak jantung yang tidak wajar menunjukkan ada
perubahan fungsi jantung yang mengakibatkan darah
terkumpul dan menggumpal di dalam jantung. Detak jantung ini
mampu menggerakkan gumpalan darah sehingga masuk pada
aliran darah, yang mengakibatkan stroke. Gangguan irama jantung
dapat dideteksi dengan menilai detak nadi.
b. Waspadai gangguan sirkulasi darah
Stroke berkaitan dengan jantung, pembuluh arteri dan
vena. Tiga bagian ini penting bagi sirkulasi darah ke seluruh
tubuh, termasuk dari jantung ke otak. Ketika ada tumpukan
lemak yang menghambat aliran, maka risiko stroke meningkat.
Masalah ini dapat diobati dengan obat, bisa juga dengan operasi
yang mampu mengatasi hambatan di pembuluh arteri
seperti tumpukan lemak.
4. Pembatasan kecacatan dan erusaha untuk menghilangkan
gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan sesuatu penyakit
(Disability Limitation), dengan:
a. Pencegahan ABCDEFG yaitu:
- A Asetosal, ace-inhibitor, antikoagulan: minum obat-obatan untuk
kendalikan penyakit faktor risiko.
- B Beta blocker, body weight reduction: minum obat dan
menurunkan berat badan.
20
- C Cholesterol control & cigarette smoking cessation:
kendalikan kolesterol dan berhenti merokok.
- D Diabetes control & diet: kendalikan diabetes dan makanan.
- E Exercise & education: olahraga dan menambah pengetahuan.
- F Family support: dukungan keluarga.
- G Glucose oxidation preservation: memelihara oksidasi glukosa
tubuh.
b. Rutin memeriksa tekanan darah
Tingkat tekanan darah adalah faktor paling dominan pada semua
jenis stroke. Makin tinggi tekanan darah makin besar risiko terkena
stroke. Jika tekanan darah meningkat, segera konsultasi ke dokter.
Tekanan darah yang harus diwaspadai adalah jika angka tertinggi di
atas 135 dan angka terbawah di atas 85.
c. Periksa kadar kolesterol dalam tubuh
Mengetahui tingkat kolesterol dapat meningkatkan
kewaspadaan stroke. Kolesterol tinggi mengarah pada risiko stroke.
Jika kolesterol sudah tinggi, segeralah menurunkannya dengan
memilih makanan rendah kolesterol. Agar kolesterol dalam tubuh
tidak berlebih sebaiknya asupan lemak jenuh diganti dengan asupan
asam lemak tak jenuh seperti Omega 3, Omega 6 dan Omega 9.
d. Kontrol kadar gula darah
Diabetes juga meningkatkan risiko stroke. Jika Anda penderita
diabetes, konsultasikan dengan dokter, makanan dan minuman apa
yang bisa dikonsumsi untuk menurunkan gula darah.
5. Rehabilitasi
Rehabilítasí stroke merupakan sebuah program komprehensíf yang
terkoordínasí antara medís dan rehabílítasí dengan tujuan mengoptímalkan
dan mernodifikasi kemampuarn fungsíonal yang ada. Gejala sisa
fungsíonal yang dísebabkan karena defisit motorik merupakan fokus
21
utama program rehabílitasí stroke. Program rehabílítasí stroke sendírí telah
terbukti dapat mengoptímalkan pemulíhan sehingga penyandang stroke
mendapat keluaran fungsíonal dan kualitas hídup yang lebíh baík
(Widiyanto, 2009).
Salah satu program rehabílítasí yang sering dipergunakan untuk
mengembalíkan fungsí karena defisít motorik adalah program latíhan
gerak. Dalam tekník mi dílakukan latíhan fungsíonal dan ídentífíkasí kunci
utama tugas-tugas motorik. Setiap tugas motorik dianalisis, ditentukan
komponen-komponen yang tidak dapat dilakukan, melatih penderita untuk
hal-hal tersebut serta memastikan latihan ini dilakukan pada aktivitas
sehari-hari pasien. Latihan motorik harus dílakukan dalam bentuk aktivitas
fungsíonal karena tujuan dari rehabílítasi tídak hanya sekedar
mengembalíkan suatu pergerakan akan tetapi mengembalíkan fungsi
(Widiyanto, 2009).
viii. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Menurut Lawrence M. Brass (1992), diperlukan pemeriksan penunjang
diagnostik pada penyakit stroke, antara lain:
1. Sejarah dan Pemeriksaan
Pemeriksaan mencakup tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner,
ataau penyakit di bagian sistem vascular lain sehingga dokter dapat
merumuskan pendapat awal tentang lokasi dan jenis stroke.
2. Tes Laboratorium
Pengujian biasanya dilakukan pada sampel darah, urin dan sesekali
cerebrospinal fluid (cairan sekitar otak dan sumsum tulang belakang).
Pemeriksaan juga dapat dilakukan untuk diabetes, darah tinggi kolesterol,
gangguan perdarahan dan kelainan pada faktor protein-risiko darah untuk
penyakit jantung dan stroke berulang.
3. Imaging Studies
Computed tomography (CT) scan dan Magnetik Resonance Imaging (MRI)
adalah teknik yang menghasilkan gambra anatomi otak. CT-scan
22
menggunakan beberapa sinar-X dan rekonstruksi computer untuk membuat
gambar penampang struktur internal. MRI menggunakan medan magnet
untuk membuat gambar.
4. Cardiac Evaluation
Elektrokardiogram (EKG) biasanya merupakan langkah pertama dalam
evaluasi jantung. Pemeriksaan ini dapat membantu menemukan sumber
embolus.
5. Angiografi
Angiography melibatkan injeksi pewarna atau media kontras ke dalam arteri
untuk mempelajari pembuluh darah melalui foto X-ray. Hal ini dapat
digunakan untuk mendeteksi berbagai kelainan-kelainan yang menyebabkan
stroke.
6. USG
USG adalah teknik non-invasif yang menggunakan gelombang suara dan
gema untuk memvisualisasikan struktur dan aliran darah dalam tubuh. Dua
jenis USG yang digunakan pada stroke diagnosis USG karotis dan
transkranial Doppler
7. Blood-Flow Studies
Positron Emission Tomography (PET), Single-Photon-Emisi Computed
Tomography (SPECT), dan xenon inhalasi memberikan informasi tentang
aliran darah di otak untuk menentukan mekanisme stroke (misalnya,
stenosis karotis) atau menentukan prognosis awal (Lawrence, 1992).
ix. Rehabilitasi Stroke
Penyakit stroke sendiri terjadi karena kematian pada jaringan otak.
Kondisi ini yang akhirnya yang membuat suplai darah dan oksigen menuju
otak. Stroke akan diikuti oleh melemahnya bagian tubuh tertentu serta
kesadaran yang makin menurun. Beberapa orang bahkan harus koma beberapa
hari karena pecahnya pembuluh darah di otak. Pada masa ini, dokter tetap
akan melakukan tahapan rehabilitasi stroke yang disebut sebagai fase awal.
Tahapan rehabilitasi stroke , ada beberapa fase yang harus dilewati penderita
stroke :
23
1. Fase Awal, pada fase ini dokter umumnya menyarankan untuk
dilakukan proper bed positioning, latihan luas gerak sebdi, dan
stimulasi elektrikal. Latihan ini sengaja dilakukan sedini mungkin
ketika kondisi pasien memungkinkan untuk melewati tahapan
rehabilitasi stroke. Tujuannya tentu agar tak terjadi komplikasi
sekunder serta melindungi fungsi yang masih tersisa ataupun normal.
Bila telah sadar, pasien akan dibimbing untuk menangani
permasalahan emosional agar tidak terjadi kerusakan lainnya pada
jaringan otak.
2. Fase Lanjutan, berbeda dengan fase awal, fase lanjutan hanya akan
dilakukan ketika kondisi pasien telah stabil. Hal ini bisa dikerjakan 2
hingga 3 hari setelah stroke menyerang. Itupun hanya bisa dilakukan
bagi para penderita stroke trombolik dan embolik. Sedangkan bagi
para penderita stroke dengan pendarahan subarachnoid, fase ini akan
dilakukan 10 hingga 15 hari setelah stroke menyerang. Fase lanjuntan
ditujukan agar pasien mampu melakukan kemandirian fungsional serta
aktivitas sehari-hari sendiri tanpa bantuan orang lain. Tahapan
rehabilitasi stroke diantaranya :
a. Fisioterapi
Fisioterapi sendiri dimaksudkan agar beberapa otot yang kaku
bisa digerakkan kembali seperti sedia kala. Begitu pun
sebaliknya, bagi otot-otot yang lemah diharapkan bisa lebih kuat
untuk menunjang aktivitas harian. Contohnya saja latihan
bergerak, stimulasi elektrikal serta latihan mobilisasi.
b. Terapi okupasi
Tahapan rehabilitasi stroke satu ini memang wajib diikuti oleh
semua penderita stroke. Walaupun pemulihan neurologis mereka
belum membaik, tetapi latihan kemandirian ini bisa dilakukan
dengan satu sisi ataupun dengan bantuan alat.
c. Terapi Bicara
Seperti kita ketahui, penderita stroke pastinya akan sulit
mengucapkan kata-kata dengan benar. Hal ini pastinya
24
menghambat komunikasi mereka dengan orang lain. Oleh karena
itu, biasanya pihak terapis akan melakukan latihan berbicara
seperti latihan pernapasan, latihan artikulasi, hingga latihan gerak
gerak lidah dan bibir. Pada tahapan rehabilitasi stroke ini,
sebenarnya bisa dilakukan oleh pihak keluarga sendiri.
d. Psikologi
Pasien dengan gangguan fungsional pastinya akan mengalami
fase psikologis yang tidak mudah, yaitu fase shok, fase
penolakan, fase penyesuaian dan penerimaan diri. Bagi sebagian
penderita stroke, mereka mampu melewatinya dengan cepat
tetapi ada pula yang lambat. Bahkan sebagian orang harus
berhenti pada satu tahapan. Hal ini harus ditangani agar mereka
bisa mengikuti tahapan rehabilitasi stroke secara sempurna.
Berbagai rangkaian terapi guna pemulihan di atas akan terlaksana jika
pihak keluarga ataupun pasien memiliki semangat yang besar untuk
sembuh. Motivasi ini akan meningkatkan kualitas hidup penderita stroke
dan merubah mindset mereka. Bukan tidak mungkin, tahapan rehabilitasi
stroke jauh lebih mudah dilakukan. Pihak dokter dan terapis pun sangat
menyarankan adanya peran aktif keluarga untuk menumbuhkan semangat
dan percaya diri para pasien.
x. Pengobatan Stroke
Pengobatan dan Perawatan untuk memulihkan atau mengurangi
jumlah infrak dengan dukungan medis, tujuannya untuk mengoptimalkan
perfusi otak di daerah iskemik sekitarnya dan untuk mencegah komplikasi
umum. Agen antiplatelet seperti aspirin yang digunakan untuk pengobatan
stroke iskemik akut, mengurangi kekambuhan kedua stroke dan kematian
minimal. Neuroprtection, digunakan untuk pelindung saraf dengan
menyediakan pengobatan untuk mengurangi iskemia. Antikoagulasi,
digunakan untuk mencegah pembesaran trombus dan progresifitas defisit
neurologis serta untuk mencegar terjadinya stroke ulang. Dan trombolisis,
digunakan untuk mencegah terjadinya infrak otak akut setelah adanya
tanda dan gejala (Smith, 2001).
25
3. HIPERTENSI
i. Definisi
Hipertensi ialah naiknya tekanan darah diastolik (lebih dari 140mmHG) dan
atau sistolik (lebih dari 90mmHG) . Alat yang dapat mengukur tekanan darah
adalah spygmomanometer. Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta
orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan
akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi,
333 juta berada di Negara maju dan 639 sisanya berada di Negara sedang
berkembang, termasuk Indonesia.
ii. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, ada dua jenis hipertensi, yaitu:
a. Hipertensi essensial
Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui penyebabnya
dengan jelas. Berbagai faktor diduga sebagai penyebab hipertensi primer,
26
seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan faktor keturunan. Sekitar
90% pasien hipertensi masuk dalam kategori ini (Budiyanto,2002).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh beberapa
proses patologik yang dapat dikenali, biasanya yang terkait dengan
fisiologi ginjal. Bila faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat
kembali normal. Pada bentuk sekunder dari hipertensi, penyakit parenkim
dan penyakit renovaskular adalah faktor penyebab yang paling umum.
Kontrasepsi oral telah dihubungkan dengan hipertensi ringan yang
berhubungan dengan peningkatan substrat rennin dan peningkatan kadar
angiotensin II dan aldosteron.
iii. Gejala dan Tanda
Beberapa gelaja yang muncul pada penderita hipertensi, antara lain :
Disebut sebagai “silent killer” karena penderita tidak mengeluh
sampai suatu saat terjadi kerusakan organ vital (otak, mata, jantung,
ginjal)
Headache
Fatigue
Nausea
Vomiting
Napas pendek
Pandangan kabur
Bingung
Kejang
Penyakit hipertensi juga dapat berkomplikasi dengan penyakit lain, antara
lain:
27
Stroke
Aneurysma
Congestive Heart failure
Heart attack
Kidney damage
Disorders of the retina
Impotensi pada laki-laki
Penurunan orgasme pada perempuan
Dementia
iv. Diagnosis
Pemeriksaan hipertensi dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut :
ECG
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan urin lengkap
Pemeriksaan retina
v. Faktor Resiko
Adanya peningkatan kejadian hipertensi, secara teori tidak terlepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi . Berikut faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya hipertensi.
a. Genetik
Sesorang yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit hipertensi akan
2x lebih beresiko dibandingkan dengan orang tidak memiliki riwayat
28
penyakit hipertensi dalam keluarganya, karena meningkatnya kadar
sodium intraseluler dan menurunnya rasio anatara potasium dengan
sodium individu orang tua.
b. Umur
Insiden hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi
hipertensi ringan sebesar 2% pada usia 25 tahun atau kurang, meningkat
menjadi 25% pada usia 50 tahun dan 50% pada usia 70 tahun. Hal ini
disebabkan pada usia di atas 45 tahun, dinding arteri menebal karena
menumpuknya zat kalogen di lapisan otot yang mengakibatkan pemubuluh
darah semakin menyempit dan kaku, terjadinya regurgitasi aorta, serta
adanya proses degeneratife, yang lebih sering pada usia tua.
c. Jenis kelamin
Pada umumnya resiko hipertensi antara pria dan wanita sama, namun bagi
wanita yang belum menopouse terlindung dari penyakit kadiovaskuler,
karena masih menghasilkan hormon estrrogen yang dapat meningkatkan
kadar HDL.
d. Obesitas
Kelebihan berat badan mempengaruhi tekanan darah, yaitu adanya
resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivitas simpatik dan sistem
reninangiotensin, serta perubahan fisik pada ginjal. Risiko hipertensi pada
seseorang yang mengalami obesitas adalah 2 hingga 6 kali lebih tinggi
dibanding seseorang dengan berat badan normal. Bila berat badan
meningkat diatas berat badan ideal maka risiko hipertensi juga meningkat.
e. Pola asupan garam dalam diet
Menurut WHO mengkonsumsi garam dapat mengurangi resiko hipertensi.
Peningkatan volume cairan ekstraseluler menimbulkan naiknya volume
darah sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Sehingga dianjurkan untuk
29
mengurangi mengonsumsi natrium. Mengkonsumsi garam yang beriodium
juga tidak boleh terlalu banyak dianjurkan hanya setengah sendok teh.
f. Merokok dan Mengonsumsi Alkohol
Menurut literatur, nikotin dan karbondioksida yang terkandung dalam
rokok akan merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, elastisitas
pembuluh darah berkurang sehingga menyebabkan tekanan darah
meningkat (Depkes,2007). Orang yang mengkonsumsi alkohol dan terkena
hipertensi sebesar 71,4% dan yang tidak mengkonsumsi alkohol sebesar
26,5%.
vi. Patogenesis
Pada geriatri patogenesis terjadinya hipertensi usia lanjut sedikit berbeda
dengan yang terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada geriatri
adalah:
a. Penurunan kadar rennin karena menurunya jumlah nefron akibat proses
menua.
b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium.
c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan
mengakibatkan hipertensi
d. Sistolik saja (ISH = Isolated Systolic Hypertension)
.
ix. Pengobatan Hipertensi
Diuretik, untuk mengeluarkan garam dan air dari dalam tubuh
ACE (Angiotensin Converting Enzyme) inhibitors, untuk dilatasi
pembuluh darah
Andrenergic blockers untuk mengurangi stres
Calcium-channel blockers, untuk dilatasi pembuluh darah
Angiotensin II receptor blockers
30
Kurangi lemak, garam, makanan yang dapat menimbulkan alergi, zat
aditif
Perbanyak makan antioksidan, misal : buah dan sayur
Perbanyak makanan yang mengandung vitamin B, kalsium, sayuran
dari laut, asam lemak omega 3
Kurangi makanan instan
Gunakan minyak nabati
Perbanyak minum air putih
x. Pencegahan Hipertensi
1. Health Promotion
Promosi kesehatan (Health Promotion) merupakan upaya pencegahan
penyakit tingkat pertama. Sasaran dari tahapan ini yaitu pada orang sehat
dengan usaha peningkatan derajat kesehatan. Hal ini juga disebut sebagai
pencegahan umum yakni meningkatkan peranan kesehatan perorangan dan
masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab serta derajat risiko
serta meningkatkan secara optimal lingkungan yang sehat. Promosi kesehatan
(health promotion) dalam upaya mencegah terjadinya penyakit hipertensi
dapat dilakukan dengan berbagai upaya seperti:
a. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya melakukan
atau menerapkan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) sejak dini, guna
mencegah terjadinya atau masuknya agen-agen penyakit.
b. Melakukan seminar-seminar kesehatan bagi masyarakat tentang upaya-upaya
yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang optimal, seperti pola makan yang seimbang, pengurangan atau eliminasi
31
asupan alkohol, berhenti merokok, olahraga teratur, pengurangan berat badan
dan mengatasi stres yang baik.
2. Spesific protection
Pencegahan khusus (spesific protection) merupakan rangkaian dari health
promotion. Pencegahan khusus ini terutama ditujukan pada pejamu dan/atau
penyebab, untuk meningkatkan daya tahan tubuh maupun untuk mengurangi
risiko terhadap penyakit tertentu dengan berbagai upaya seperti: perbaikan
status gizi perorangan maupun masyarakat, seperti: makan dengan teratur (3x
sehari), mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat-zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh sehingga terbentuk daya tahan tubuh yang lebih baik dan
dapat melawan agen penyakit pada saat masuk ke dalam tubuh.
2. Early Diagnosis and Prompt Treatment
Diagnosis dini dan pengobatan dini (Early Diagnosis and Prompt
Treatment) merupakan upaya pencegahan penyakit tingkat kedua. Sasaran
dari tahap ini yaitu bagi mereka yang menderita penyakit atau terancam
akan menderita suatu penyakit. Adapun tujuan dari pencegahan tingkat ke
dua ini yaitu sebagai berikut:
a. Meluasnya penyakit atau terjadinya tidak menular.
b. Menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi.
c.Melakukan screening (pencarian penderita hipertensi) melalui penerapan
suatu tes atau uji tertentu pada orang yang belum mempunyai atau
menunjukkan gejala dari suatu penyakit dengan tujuan untuk mendeteksi
secara dini adanya suatu penyakit hipertensi.
32
d. Melakukan pengobatan dan perawatan penderita penyakit hipertensi
sehingga penderita tersebut cepat mengalami pemulihan atau sembuh dari
penyakitnya.
4. Disability Limitation
Pembatasan kecacatan (disability limitation) merupakan tahap
pencegahan tingkat ketiga. Adapun tujuan dari tahap ini yaitu untuk
mencegah terjadinya kecacatan dan kematian karena suatu penyebab
penyakit. Pembatasan kecacatan (disability limitation) dalam upaya
mencegah terjadinya kecacatan dan kematian akibat penyakit hipertensi
dapat dilakukan dengan upaya seperti: mencegah proses penyakit lebih
lanjut yaitu dengan melakukan pengobatan dan perawatan khusus secara
berkesinambungan atau teratur sehingga proses pemulihan dapat berjalan
dengan baik dan cepat. Pada dasarnya penyakit hipertensi tidak
memberikan atau membuat penderita menjadi cacat pada bagian tubuh
tertentu.
5. Rehabilitation
Rehabilitasi (rehabilitation) merupakan serangkaian dari tahap
pemberantasan kecacatan (Disability Limitation). Rehabilitasi ini bertujuan
untuk berusaha mengembalikan fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal
mungkin. Rehabilitasi yang dapat dilakukan dalam menangani penyakit
hipertensi yaitu sebagai berikut:
a. Rehabilitasi fisik jika terdapat gangguan fisik akibat penyakit hipertensi.
b. Rehabilitasi mental dari penderita hipertensi, sehingga penderita tidak merasa
minder dengan orang atau masyarakat yang ada di sekitarnya karena pernah
menderita penyakit hipertensi.
33
c. Rehabilitasi sosial bagi penderita hipertensi, sehingga tetap dapat melakukan
kegiatan di lingkungan sekitar bersama teman atau masyarakat lainnya yang
berdayaguna.
ix. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan upaya perbaikan dampak negatif dari
hipertensi yang tidak bisa diobati. Upaya yang dapat dilakukan oleh penderita
hipertensi antara lain dengan perubahan pola makan dan gaya hidup sehat
yang harus dilakukan secara kontinum. Hal-hal lain yang dilakukan dan
bertujuan agar tekanan darah selalu dalam keadaan normal seperti
menurunkan berat badan hingga mencapai berat badan ideal, berolahraga, dan
pola makan seimbang seperti mengurangi asupan garam karena didalam garam
terdapat kandungan sodium yang dapat meningkatkan tekanan darah bagi
orang yang memiliki sensitifitas garam (Massie, 2002)
3. PENYAKIT JANTUNG KORONER
i. Definisi
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat
penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau
34
cabang-cabangnya, sehingga aliran darah pada arteri koroner menjadi tidak
adekuat, akibatnya dinding otot jantung mengalami iskemia dan dapat sampai
infark, karena oksigenasi otot jantung sangat tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme sel otot jantung. PJK bermakna didefinisikan sebagai
adanya stenosis ≥ 50 % pada arteri koroner utama yang dibuktikan dari
pemeriksaan angiograf.
Penyakit jantung koroner merupakan kasus utama penyebab kematian dan
kesakitan pada manusia. Merupakan penyakit progresif yang terjadi secara
bertahap yaitu penebalan dinding arteri koroner. Aterosklerosis koroner dianggap
sebagai proses pasif karena sebagian besar dihasilkan oleh kolesterol yang berada
pada dinding arteri (Yuet Wai Kan, 2000).
Penyakit jantung koroner merupakan pembunuh nomor satu di negara-negara
maju dan dapat juga terjadi di negara-negara berkembang. Organisasi kesehatan
duina (WHO) telah mengemukakan fakta bahwa penyakit jantung koroner (PJK)
merupakan epidemi modern dan tidak dapat dihindari oleh faktor penuaan.
Diperkirakan bahwa jika insiden PJK mencapai nol maka dapat meningkatkan
harapan hidup 3 sampai 9% (Shivaramakrishna. 2010).
Pada dekade sekarang sejak konferensi klinis terakhir oleh New York Heart
Association atau asosiasi kesehatan New York menyatakan subjek ini, dari
sejumlah loka karya telah mengeluarkan informasi baru yang penting mengenai
penyakit ini, cara pencegahan dan kontrol. Hal ini dinyatakan dalam besarnya
perubahan yang jelas secara klinis dari PJK dan banyaknya faktor yang mungkin
relevan, besarnya jumlah pasien yang ikut, kelompok yang akan termasuk dalam
semua kasus PJK yang timbul pada populasi umum dengan karakteristik jelas.
ii. Keluhan dan gejala penyakit
Semua pasien PJK memiliki pengalaman dan tanda-tanda secara fisik dan gejala
PJK dari waktu ke waktu yaitu mengalami perasaan nyeri di dada, kegelisahan
atau perasaan sakit pada kaki, pinggang, perut, tulang rusuk, rahang, sendi, tulang
belakang, tenggorokan dan tulang leher belakang, merasa lemah, lelah, dan
kehilangan energi, nafas pendek, pusing, sakit kepala, tidak mampu untuk
melakukan pekerjaan dengan normal sebagai akibat dari obesitas. Semua pasien
35
PJK yang mendapat pengobatan atau perawatan fisik sebelumnya sudah
melakukan pengobatan mengenai asma, kegemukan, tidak menentunya detak
jantung, penyakit perdarahan jantung, paru-paru, ginjal atau masalah pada spinal,
rasa sakit pada kaki, diabetes atau arthritis.
Sebagian besar dari pasien PJK telah aktif dengan kehidupan mereka sehari-hari,
tetapi serangan jantung koroner membuatnya tidak aktif, tidur, lemah, tidak
berdaya, dan tergantung pada pengobatan-pengobatan dan keluarga maupun
tetangga untuk mendapatkan dukungan. Secara psikologi, pasien PJK mengalami
ketakutan yang luar biasa, kegelisahan, khawatir dan depresi, sementara beberapa
yang lain menjalani keadaan normal pikiran dan mendengarkan berita-berita baru
dari statusnya yang positif terkena PJK. Sebagian besar dari pasien PJK merasa
bosan dengan kehidupannya, berlebihan dan di bawah emosional, mudah marah
dan bermusuhan.
iii. Pemeriksaan penunjang (diagnosis)
Diagnosis untuk penyakit jantung koroner dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fisik, anamnesis. Pemeriksaan USG jantung dapat dilakukan dengan
ekokardiografi. Sistem ekokardiografi dapat menampilkan, menganalisa dan
menangkap hati secara penuh dalam satu detak jantung. Perkembangan teknologi
telah menciptakan alat baru yaitu Computed tomography (CT) yang sudah lama
berperan penting dalam mendeteksi dini penyakit selama bertahun-tahun. Semakin
berkembangnya teknologi, sehingga dapat menciptakan generasi baru dengan CT
scanner yang dapat melakukan CT angiografi koroner (CTA) dengan mengurangi
dosis radiasi pada pemeriksaan klinis secara rutin.
Selain dengan CT juga dapat menggunakan tes in vitro di laboratorium, melalui
penggunaan biomarker baru yang tarutama dalam perawatan darurat dapat
mempengaruhi dan mendukung keputusan klinis. Pada gagal jantung penggunaan
natriuretik beredar-peptida B (BNP) sangat relevan, karena tingkat biomarker ini
adalah indikator yang baik untuk mengetahui sejauh mana fungsi jantung
terganggu. BNP digunakan baik untuk diagnosis awal dan untuk pemantauan
terapi. Pada beberapa pasien, serangan jantung menjadi penyebab langsung
insufisiensi jantung, sehingga deteksi cepat dari infark miokard sangat penting
36
dalam mencegah bertambah parahnya kerusakan miokard dan kegagalan jantung
selanjutnya. (Ekinci, 2010)
iv. Faktor risiko
Faktor resiko utama pada PJK, yaitu kolesterol tinggi, tingginya tekanan darah
dan merokok. Kedua, faktor risiko mencakup terganggunya metabolisme glukosa,
sehingga menyebabkan insulin kembali sistance dan dalam beberapa kasus
diabetes. Pemahaman baru menemukan penyebab lain yang dapat
mengidentifikasi resiko penyakit jantung koroner, seperti konsentrasi fibrinogen
dan C-reaktif protein dalam darah.
Beberapa faktor psikososial berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit jantung
koroner yaitu untuk bukti kuat seperti stres kerja, kurangnya integrasi sosial,
depresi, dan gejala depresi, dengan sugestif sedangkan untuk bukti lemah seperti
marah, konflik atau perselisihan dan kegelisahan. Faktor ekonomi, pendidikan,
isolasi sosial, dan faktor-faktor psikososial yang lainnya merupakan penyebab
tidak langsung penyakit jantung koroner. Mereka tidak mempengaruhi penyakit
patologi secara langsung, tetapi melakukannya melalui proses yang lebih
proksimal.
v. Cara pencegahan
Banyak upaya yang dilakukan oleh negara berkembang untuk menjadi lebih baik,
yaitu dilaksanakan pengadaan makanan dan program gizi, program aktivitas fisik
atau olahraga, anti merokok, program anti hipertensi yang sebaiknya
dipromosikan dengan segera.
Secara primer, program pencegahan secara primordial mendapat prioritas tinggi
sejak itu dan dapat diraih oleh popualsi yang besar. Strategi ini melibatkan peran
ibu dalam pendidikan kesehatan. Yang kedua, seseorang dengan resiko tinggi
dapat dicegah dengan melakukan pelayanan kesehatan ke rumah sakit secara
murah dan hal itu sebaiknya lebih ditingkatkan.
vi. Cara pengobatan
37
Pada prinsipnya pengobatan PJK ditujukan untuk agar terjadi keseimbangan lagi
antara kebutuhan oksigen jantung dan penyediaannya. Aliran darah melalui arteri
koronaria harus kembali ada dan lancar untuk jantung. Pengobatan awal biasanya
segera diberikan tablet Aspirin yang harus dikunyah. Pemberian obat ini akan
mengurangi pembentukan bekuan darah di dalam arteri koroner. Pengobatan
penyakit jantung koroner adalah meningkatkan suplai (pemberian obat-obatan
nitrat, antagonis kalsium) dan mengurangi demand (pemberian beta bloker), dan
yang penting mengendalikan risiko utama seperti kadar gula darah bagi penderita
kencing manis, optimalisasi tekanan darah, kontrol kolesterol dan berhenti
merokok.
Jika dengan pengobatan tidak dapat mengurangi keluhan sakit dada, maka harus
dilakukan tindakan untuk membuka pembuluh koroner yang menyempit secara
intervensi perkutan atau tindakan bedah pintas koroner (CABG). Intervensi
perkutan yaitu tindakan intervensi penggunaan kateter halus yang dimasukkan ke
dalam pembuluh darah untuk dilakukan balonisasi yang dilanjutkan pemasangan
ring (stent) intrakoroner.
vii. Rehabilitatif
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh kerusakan jantung, seperti penyakit
pembuluh darah berat seringkali membutuhkan terapi penanganan di luar terapi
pengobatan meliputi kardiologi dan pembedahan. Sampai sekarang, pergantian
katup dengan operasi jantung dianjurkan dengan terapi pendekatan kasus ini,
tetapi banyak pasien lanjut usia bersamaan dengan penyakit ini juga sangat
beresiko. Penanaman katup nadi prosthesis menjadi alternatif untuk pasien, dan
dapat memberikan reaksi secara cepat untuk perbaikan parameter kardiak. Secara
keseluruhan, penyediaan peralatan teknik yang dibutuhkan untuk akomodasi
berbagai bidang di suatu laboratorium mungkin diizinkan untuk kualitas terbaik
dan lebih terjangkau, baik untuk pasien maupun institusi.
viii. Prognosis
38
Depresi pada pasien setelah mengalami miokardial infarksion tampak gejala
prognosis yang lebih penting dari penyakit arteri koroner. Walaupun, gejala
utamanya berlainan dengan peristiwa depresi yang tidak luar biasa setelah
miokardial infarksion, gejala depresi ini lebih umum. Terdapat hubungan antara
kejadian depresi dan resiko, pengaruh alami dalam waktu yang panjang, dan
kejadian depresi pada jarak waktu yang teratur, hal ini menunjukkan bahwa
depresi berlangsung terus-menerus pada karakteristik psikologi. Komplikasi
iskemia dan infark antara lain gagal jantung kongestif, syok kardiogenik,
disfungsi otot papilaris defek septum ventrikel, rupture perdarahan masif di
kantong jantung (dinding nekrotik yang tipis pecah tamponade jantung),
aneurisme ventrikel, tromboembolisme, pericardium perikarditis, Sindrom
Dressler, dan aritmia (Anonim, 2010).
39
III. KESIMPULAN
Penyakit kardiovaskular seperti stroke dan jantung, penyakit artherosklerosis ,
merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang di dunia.
Jenis penyakit yang dapat digolongkan kedalam PJ dan PD diantaranya adalah
penyakit jantung koroner (PJK, penyakit jantung iskemik, serangan jantung,
infark miokard, angina pectoris), penyakit pembuluh darah otak (stroke, TIA
(transient ischemic attack), penyakit jantung hipertensi, penyakit pembuluh darah
perifer, penyakit gagal jantung, penyakit jantung rematik, penyakit jantung
bawaan, penyakit kardiomiopathy, penyakit jantung kutub.
Faktor risiko PJ dan PD yang sangat potensial menimbulkan penyakit jantung
dan pembuluh darah diantaranya :
1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Antara lain usia, jenis kelamin, genetik
2. Faktor risiko perilaku (premoidial)
Merupakan suatu faktor yang belum menjadi faktor risiko, namun
diperkirakan dalam perkembangannya akan menjadi faktor risiko,
diantaranya merokok, aktivitas fisik.
3. Faktor risiko utama (primer)
Antara lain : hipertensi, kadar lipid-kolesterol yang abnormal, diabetes,
obesitas atau kegemukan.
Deteksi dini aktif terhadap faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh
darah dimasyarakat merupakan salah satu kegiatan pokok pengendalian penyakit
jantung dan pembuluh darah. Melalui kegiatan deteksi dini faktor risiko
diharapkan dapat dilakukan penanganannya sedini mungkin, sehingga prevalensi
faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah dapat diturunkan seoptimal
mungkin.
40
IV. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Ischemic Heart Disease – IHD
http://www.arupconsult.com/assets/print/IHD.pdf. Diakses tanggal 19
November 2012.
Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rhineka Cipta:
Jakarta
Cristoper. C. 2010. The Experiences of Coronary Heart Disease Patients:
Biopsychosocial Perspective.
http://www.waset.org/journals/ijpbs/v2/v2-4-31.pdf. Diakses tanggal 19
November 2012
Ekinci. 2010. Getting to the heart of things
http://www.siemens.com/press/pool/de/events/healthcare/2010-08
esc/heart_failure_expert_june2010.pdf .
Junaidi, I. (2011). Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta : Penerbit Andi
Martuti, A. (2009). Merawat dan menyembuhkan hipertensi. Penyakit tekanan
darah tinggi. Bantul: Kreasi Wacana.
Massie, Barry M. 2002. Current Medical Diagnosis and Treatment : Systemic
Hypertention. United State of America. The McGraw-Hill Company
Inc.
Omalu, et al. 2013. Is there an association between coronary atherosclerosis
and carcinoma of the prostate in men aged 50 years and older? An
autopsy and coroner based post-mortem study. Nigerian Journal of
Clinical Practice. Vol.16 (1)
Palaskas, et al. 2013. Atherosclerosis and Other Cardiovascular
Manifestations of Rheumatologic Diseases. Rheumatol Curr Res,
Rheumathology, an open access journal.
Pinzon, R & Asanti, L. (2010). Awas stroke. Yogyakarta : Penerbit Andi.
41
Siswanto, Y. (2005) Analisis faktor yang mempengaruhi stroke berulang.
Jurnal Universitas Diponegoro Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/4942/ di akses tanggal 12 September 2012.
Shivaramakrishna. 2010. Risk Factors of Coronary Heart Disease among
Bank Employees of Belgaum City - Cross-Sectional
Study.http://ajms.alameenmedical.org/article_Vol03-2-apr-jun
2010/AJMS.3.2.152-159.pdf. Diakses tanggal 19 November 2012.
Smeltzer, S.C. & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner
And Suddart. Alih Bahasa Agung Waluyo Editor Bahasa Indonesia
Monica Ester, edisi 8. Jakarta : EGC.
Wardhana, W.A. (2011). Strategi mengatasi & bangkit dari stroke.
Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.
Yuet Wai Kan. 2000. Adeno-associated viral vector-mediated vascular
endothelial growth factor gene transfer induces neovascular formation
in ischemic heart. http://www.pnas.org/content/97/25/13801.full.pdf.
Zhang, Y., Zhang, X., Liu, L. & Zanchetti, A (2010). Effect of individual risk
factor on the residual risk of cardiovasculer events in a population of
treated chinese patient with hypertension: journal of Hypertension.
42