PJPD

64
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menjadi issue terkini adalah adanya beban ganda penyakit (double burden diseases) dimana di satu pihak masih terdapat penyakit infeksi yang harus ditangani, di lain pihak semakin meningkatnya penyakit tidak menular. Terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada angka kematian penyakit tidak menular, dimana pada tahun 1995 tercatat 41,7% melonjak menjadi 59,5% pada tahun 2007 (Riskesdas, 2007). Berdasar data dari WHO dalam Global Atlas on Cardiovascular Diseases Prevention and Control tahun 2011, dari 57 juta kematian global pada tahun 2008, 63% atau sekitar 36 juta disebabkan oleh penyakit tidak menular, dimana penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) menyumbang kematian terbesar yaitu sbesar 31% atau sekitar 17,3 juta jiwa. Padahal dikatakan PJPD adalah suatu preventable disease , penyakit yang dapat dicegah dimana 50% kematian ini dapat dicegah dengan upaya-upaya pencegahan yang mengenai perubahan gaya hidup. Penyakit kardiovaskular, seperti stroke dan jantung, penyakit artherosklerosis, merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang di dunia. 1

description

EPID

Transcript of PJPD

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menjadi issue terkini

adalah adanya beban ganda penyakit (double burden diseases) dimana di

satu pihak masih terdapat penyakit infeksi yang harus ditangani, di lain

pihak semakin meningkatnya penyakit tidak menular. Terdapat

peningkatan yang cukup signifikan pada angka kematian penyakit tidak

menular, dimana pada tahun 1995 tercatat 41,7% melonjak menjadi 59,5%

pada tahun 2007 (Riskesdas, 2007). Berdasar data dari WHO dalam

Global Atlas on Cardiovascular Diseases Prevention and Control tahun

2011, dari 57 juta kematian global pada tahun 2008, 63% atau sekitar 36

juta disebabkan oleh penyakit tidak menular, dimana penyakit jantung dan

pembuluh darah (PJPD) menyumbang kematian terbesar yaitu sbesar 31%

atau sekitar 17,3 juta jiwa. Padahal dikatakan PJPD adalah suatu

preventable disease , penyakit yang dapat dicegah dimana 50% kematian

ini dapat dicegah dengan upaya-upaya pencegahan yang mengenai

perubahan gaya hidup. Penyakit kardiovaskular, seperti stroke dan

jantung, penyakit artherosklerosis, merupakan penyebab utama kematian

di negara maju dan berkembang di dunia.

Sementara itu frekuensi penyakit jantung dan pembuluh darah

(PJPD) di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia,

cenderung meningkat sebagai akibat modernisasi, meniru gaya hidup

negara sudah berkembang. Di Indonesia, berdasarkan data Riskedas tahun

2007 terlihat bahwa prevalensi beberapa penyakit jantung dan pembuluh

darah seperti hipertensi sangat tinggi, yaitu sebesar 31,7%, sedangkan

penyakit jantung 7,2% dan stroke 8,3 per 1000 penduduk. Stroke juga

menjadi penyebab utama kematian, jumlahnya mencapai 15,4%.

Hipertensi menyebabkan 6,8% kematian, kemudian penyakit jantung

iskemik sebesar 5,1% dan penyakit jantung lainnya menyebabkan

kematian sebesar 9,9%, kemudain pada tahun 1995 meningkat menjadi

19,9% dan pada tahun 2001 sebesar 26,3%. Dengan melihat data SKRT

dan Riskesdas tersebut, terlihat tren kematian akibat PJPD meningkat dari

1

tahun ke tahun..PJPD pada dasarnya bukanlah suatu penyakit menular

yang disebabkan oleh suatau organisme tertentu, namun karena adanya

penularan penyakit ini melalui peniruan gaya hidup ada yang

menyebutnya sebagai ‘new communicable disease’. Berdasarkan Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi beberapa faktor risiko

penyakit jantung dan pembuluh darah seperti berat badan lebih dan

obesitas (obesitas umum) mencapai 19,1%, obesitas sentral 18,8%, sering

makan makanan asin sebesar 24,5%, sering makan makanan berlemak

sebesar 12,8%, kurang makan sayur buah 93,6%, kurang aktifitas fisik

48,2%, gangguan mental emosional 11,6%, perokok setiap hari 23,7% dan

konsumsi alkohol dalam 12 bulan terakhir mencapai 4,6%. Salah satu

kegiatan pokok pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah adalah

melaksanakan deteksi dini aktif faktor risiko penyakit jantung dan

pembuluh darah di masyarakat. Melalui kegiatan deteksi dini faktor risiko

diharapkan dapat dilakukan penanganannya sedini mungkin, sehingga

prevalensi faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah dapat

diturunkan seoptimal mungkin.

B. Tujuan

1. Mengetahui salahsatu penyakit tidak menular yaitu Penyakit Jantung dan

Pembuluh Darah (PJP D).

2. Mengetahui jenis-jenis penyakit yang termasuk dalam Penyakit Jantung dan

Pembuluh Darah (PJPD).

3. Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, faktor-faktor resiko, pencegahan,

pengobatan dan rehabilitasi beberapa jenis penyakit yang termasuk Penyakit

Jantung dan Pembuluh Darah.

2

II. PEMBAHASAN

Menurut buku pedoman Depkes RI (2007), penyakit jantung dan

pembuluh darah merupakan suatu kelainan yang terjadi pada organ

jantung dengan akibat terjadinya gangguan fungsional, anatomis serta

system hemodinamis. Jenis penyakit yang dapat digolongkan kedalam

penyakit Jantung dan Pembuluh Darah menurut Depkes RI (2007),

adalah :

1. Penyakit jantung coroner (PJK, penyakit jantung iskemik, serangan

jantung, infark miokard, angina pectoris).

2. Penyakit pembuluh darah otak (stroke, TIA (transient ischemic attack).

3. Penyakit jantung hipertensi

4. Penyakit pembuluh darah perifer.

5. Penyakit gagal jantung

6. Penyakit jantung rematik

7. Penyakit jantung bawaan

8. Penyakit kardiomiopathy

9. Penyakit jantung kutub.

Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) yang akan dibahas

dalam makalah ini diantaranya adalah atherosklerosis, stroke, hipertensi,

dan penyakit jantung koroner.

3

1. ATHEROSKLEROSIS

i. Definisi

Atherosklerosis adalah keadaan pengerasan dinding pembuluh darah

yang menyebabkan penyempitan lubangnya. Beberapa jenis

atherosklerosis dapat berupa :

- Arteriosklerosis (pengerasan dinding pembuluh darah arteri).

- Arteriolosklerosis (pengerasan diding pembuluh darah arteri oleh

pembuluh arteri kecil.

- Atheroma/atherosklerosis (pengerasan ujung pembuluh darah kecil)

ii. Etiologi

Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut monosit,

pindah dari aliran darah ke dalam dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel

yang mengumpulkan bahan-bahan lemak. Pada saatnya, monosit yang

terisi lemak ini akan terkumpul, menyebabkan bercak penebalan di lapisan

dalam arteri.

iii. Patogenesis

Proses patologi terjadi gangguan/penyakit jantung berkaitan degan

proses atherosklerosis (Kaplan 21,Buku Epidemiologi Penyakit tidak

Menular). Konsekuensi adanya atherosklerosis adalah penyempitan liang

pembuluh darah yang akan menimbulkan kekurangan aliran darah yang

menyebabkan insufisiensi oksigen dan makanan yang dialiri pembuluh

darah tersebut.

iv. Riwayat alamiah Atherosklerosis

Dimulai sejak masa kanak-kanak dengan terbentuknya garis lemak,

lalu plak fibrosa, dan menyusul klasifikasi. Kekakuan pembuluh darah

4

ini pada gilirannya dapat menyebabkan gangguan lanjut sesuai organ

yang diserangnya.

v. Faktor Resiko Atherosklerosis

Banyak faktor yang secara umum berkaitan dengan risiko

peningkatan proses atherosklerosis seperti kebiasaan merokok, kolesterol

tinggi, penyakit DM, Kegemukan, dan Kekurangan olahraga. Faktor-

faktor resiko yang berkaitan dengan terjadinya proses atherosklerosis

dapat dibagi atas:

a. Faktor yang tidak dapat diintervensi:

- Genetik.

- Usia.

- Jenis kelamin.

- Anatomi coronaria.

- Profil lipoprotein.

- Faktor metabolik.

b. Faktor resiko yang dapat diintervensi:

- Rokok.

- Hipertensi.

- Heperkolesterolemia.

- Obesitas.

- Hiperglisemia.

- Faktor riwayat keluarga dengan iskemik jantung.

5

c. Faktor prilaku

Faktor perilaku meliputi : kurang gerak (sedentary), stres/tegangan

sosial, dan jenis personaliti.

vi. Upaya Pencegahan

Atherosklerosis semata memberi arti dan ancaman kesehatan

yang berbahaya. Yang jelas atherosklerosis adalah awal dari kebanyakan

penyakit jantung yang akan berlanjut. Karena itu, atherosklerosis harus

dicegah terhadap akibat lanjutnya. Adapun akibat lanjut atherosklerosis

adalah berbagai macam sesuai dengan target organ-organ tubuh yang

senang diserang.

Terdapat penelitian tentang hubungan kanker prostat dan

atherosklerosis oleh Omalu dkk pada tahun 2013 menyatakan dari

studinya bahwa dari usia 50 tahun keatas pada otopsi tidak ditemukan

adanya hubungan kanker prostat dan atherosklerosis. Hal ini mungkin

menunjukan tidak adanya kesamaan patologi dan patogenik.

Atherosklerosis akan mengakibatkan gangguan/penyakit sesuai dengan

organ yang terkait. Untuk itu dapat terjadi tekanan darah meniggi

(hipertensi) dari pembuluh darah, infark mikorad pada jantung, infark

serebrum pada otak, gengren ekstemitas pada kaki, dan aneurisma aorta

abdominalis.

Pada jurnal penelitian tentang reumatologi oleh Palaskas,N dkk (2013)

mengatakan dari hasil studinya berasal dari atheroskelrosis, banyak studi

yang menyarankan mengkontrol aktifitas penyakit reaumatik dengan

harapan menekan laju atherosklerosis, hal ini didasarkan data yang

terbatas dan berlawan. Hanya saja disadari bahwa atherosklerosis adalah

proses normal dalam pengertian bahwa pembuluh darah itu karena

proses degenerasi/menua akan mengalami pengerasan. Karena itu, upaya

pengecegahan atherosklerosis pada prisnipnya dimaksudkan sebagai

6

upaya perlambatan dalam batas-batas normal proses kekakuan pembuluh

darah dan mencegah terjadinya akibat lanjut dari atherosklerosis

tersebut. Prinsip mencegahnya menghindarkan diri dari faktor risiko

yang dapat mempercepat proses atherosklerosis. Namun disadari bahwa

deteksi dini atherosklerosis memang sulit.

Adapun tahapan pencegahan yang dapat dilakukan adalah the five level

of prevention:

1. Health Promotion (Promosi Kesehatan)

Pada tahap pencegahan ini, dilakukan pada saat masih sehat. Tidak

hanya untuk mengantisipasi penyakikit aterosklerosis saja tetapi juga

penyakit-penyakit yang lain. Karena upaya ini bertujuan agar kondisi

kesehatan tetep terjaga.Promosi kesehatan yang dilakukan adalah

member penyuluhan tentang pengetahuan kesehatan, olahraga secara

teratur, menyeimbangkan pasokan gizi dalam tubuh, melakukan

pemeriksaan secara berkala, dan pegetahuan secara genetis tentang

riwayat penyakit.

2. Specific Protection (Perlindungan Khusus)

Tahap pencegahan ini lebih dikhususkan kepada yang telah berisiko

tinggi terhadap penyakit. Seperti ateroklerosis adalah salah satu dari

penyakit jantung, sehingga bagi yang beresiko tinggi terhadap penykit

jantung diharapkan untuk bisa menghindari hal-hal yang bisa

meninggalakan kebiasaan-kebiasaan seperti merokok, menjaga

kolesterol, tekanan darah dan diabetes di bawah kontol dengan sering

berkonsultasi dengan dokter.

3. Early Diagnosis and Prompt treatment (Diagnosis dan Pengobatan

segera)

Pengobatan bisa dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk

menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam darah (contohnya

colestyramine, kolestipol, asam nikotinat, gemfibrozil, probukol,

lovastatin). Aspirin, ticlopidine dan clopidogrel atau anti-koagulan bisa

diberikan untuk mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah.

7

4. Disability Limitation (Pembatasan Disabilitas)

Jika terdapat gejala yang akut, sumbatan akut yang mengancam

kemampuan otot dan jaringan kulit untuk berkontraksi atau salah satu

organ sudah tidak dapat berfungsi sempurna, mungkin dapat dilakukan

pengobatan selanjutnya.

5. Rehabilitation (Pemulihan)

Rehabilitasi yang dilakukan adalah penerapan perilaku sehat dalam

keseharian, pasokan gizi yang sesuai, menghindari makanan-makanan

yang tinggi kolesterol, pemeriksaan berkala dan psikoterapi untuk

mengendalikan.

vii. Diagnosis

Sebelum terjadinya komplikasi, aterosklerosis mungkin tidak akan

terdiagnosis. Sebelum terjadinya komplikasi, terdengarnya bruit (suara

meniup) pada pemeriksaan denganstetoskop bisa merupakan petunjuk

dari aterosklerosis. Denyut nadi pada daerah yang terkena bisa

berkurang.

Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis aterosklerosis:

- ABI (ankle-brachial index), dilakukan pengukuran tekanan

darah di pergelangan kaki dan lengan

- Pemeriksaan Doppler di daerah yang terkena

- Skening ultrasonik Duplex

- CT scan di daerah yang terkena

- Arteriografi resonansi magnetik

- Arteriografi di daerah yang terkena

- IVUS (intravascular ultrasound)-

viii. Pengobatan

Bisa diberikan obat-obatan untuk menurunkan kadar lemak dan

kolesterol dalam darah (contohnya Kolestiramin, kolestipol, asam

nikotinat, gemfibrozil, probukol, lovastatin). Aspirin, ticlopidine dan

8

clopidogrel atau anti-koagulan bisa diberikan untuk mengurangi resiko

terbentuknya bekuan darah. Angioplasti balon dilakukan untuk

meratakan plak dan meningkatkan aliran darah yang melalui endapan

lemak. Enarterektomi merupakan suatu pembedahan untuk mengangkat

endapan. Pembedahan bypass merupakan prosedur yang sangat invasif,

dimana arteri atau vena yang normal dari penderita digunakan untuk

membuat jembatan guna menghindari arteri yang tersumbat.

9

2. STROKE

i. Definisi

Stroke punya sinonim yaitu Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO).

Stroke adalah gangguan peredaran otak yang dapat mengakibatkan fungsi

otak terganggu dan bila gangguan yang terjadi cukup besar akan

mengakibatkan kematian sebagian sel saraf. Gangguan peredaran darah

otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh

darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat

makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan

memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan

memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).

ii. Etiologi Stroke

Stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), biasanya diakibatkan dari

salah satu dari empat kejadian, yaitu: (1). Trombosit (bekuan darah di

dalam pembuluh darah otak atau leher). (2). Embolisme serebral

(bekuan darah atau material lain yang dibawah ke otak dari bagian

tubuh yang lain. (3). Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). (4).

Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya

adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan

sementara atau permanen gerakan, berpikir memori, bicara atau sensasi.

iii. Patofisiologi Stroke

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal

maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan

peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau

10

pecahnya pembuluh darah otak. Otak yang seharusnya mendapat

pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Stroke bukan

merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan dari beberapa

penyakit diantaranya hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan

peningkatan lemak dalam darah atau dislipidemia.

iv. Klasifikasi Stroke

Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan

stroke hemorrhagic.

A. Stroke Iskemik

Jenis stroke yang paling banyak, yakni sekitar 85% adalah stroke

iskemik, di mana aliran darah ke otak tersumbat oleh gumpalan darah

atau timbunan lemak yang disebut plak di lapisan pembuluh darah.

Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis),

atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil.

Penggolongan stroke iskemik atau infark menurut Junaidi (2011)

dikelompokkan sebagai berikut :

a. Transient Ischemic Attack (TIA)

Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya

berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan

disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam

biasanya TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam

juga belum bisa teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena

infark. Transient Ischemic Attack (TIA) ini merupakan

“peringatan stroke” atau “mini stroke” atau stroke ringan yang

mengakibatkan tidak ada kerusakan permanen. Mengenali dan

mengobati TIA segera mungkin dapat mengurangi risiko stroke

berat.

b. Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)

11

Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24

jam, biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.

c. Stroke In Evolution (SIE)

Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus

berkembang dimana terlihat semakin berat dan memburuk

setelah 48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung

bertahap dari ringan sampai menjadi berat.

d. Complete Stroke Non Hemorrhagic

Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau

permanen tidak berkembang lagi bergantung daerah bagian

otak mana yang mengalami infark.

B. Stroke Hemorragic

Stroke hemorrhagic terjadi akibat pecahnya pembuluh darah di

otak. Karena pecah maka darah akan menumpuk dan menakan

jaringan otak di sekitarnya. Beberapa Jenis stroke hemorrhagic

yaitu :

1. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan

bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Stroke ini

biasanya diikuti dengan fraktur tengkorak dengan robekan arteri

tengah atau arteri meningens lainnya. Pasien harus diatasi beberapa

jam setelah mengalami cedera untuk dapat mempertahankan hidup.

2. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma

subdural yang robek adalah bagian vena sehingga pembentukan

hematomanya lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.

12

3. Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang

subaraknoid) dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau

hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran

aneurisma.

4. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di

substansi dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan

hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif

karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.

Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia, karena

penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah yang sudah

rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah rapuh ini,

disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga

disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering

terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh

darah akibat tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah

lagi apabila disertai dengan gejala tekanan darah tinggi.

v. Tanda - Tanda Dan Gejala Strok

Stroke dapat mempengaruhi indera , ucapan, perilaku, pikiran,

memori, dan emosi. Satu sisi dari tubuh mungkin menjadi lumpuh atau

lemah. Lima tanda-tanda paling umum dan gejala stroke:

1. Mati rasa mendadak atau kelemahan pada wajah, lengan atau

kaki.

2. Tiba-tiba kebingungan atau kesulitan berbicara atau memahami

orang lain.

3. Masalah tiba-tiba melihat pada satu atau kedua mata.

4. Pusing mendadak, kesulitan berjalan, atau kehilangan

keseimbangan atau koordinasi.

5. Sakit kepala parah tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya.

6. Transient Ischemic Attack (TIA) (Lloyd, 2009).

vi. Faktor – Faktor Resiko

13

Faktor-faktor resiko stroke menurut Pinzon & Asanti (2010) dan

Wardhana (2011) dapat dibagi menjadi faktor stroke yang tidak dapat

diubah dan faktor stroke yang dapat diubah:

1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah

a. Umur

Bertambahnya umur merupakan faktor resiko yang terpenting

untuk terjadinya serangan stroke, dimana umur merupakan faktor resiko

yang paling penting bagi semua jenis stroke. Insiden stroke meningkat

secara eksponensial dengan bertambahnya umur. Stroke pada dasarnya

lebih sering terjadi pada usia lanjut dari anak dan dewasa, terdapat

pertambahan insiden stroke sesudah usia 55 tahun. Stroke iskemik yang

terjadi pada usia dibawah 45 tahun sekitar 3 %. Aterosklerosis merupakan

penyebab utama pada usia lanjut, sedangkan kemungkinan perdarahan

lebih sering dijumpai pada anak atau dewasa muda. Anak dengan infark

serebri biasanya akan mengalami distabilitas yang lebih besar daripada

anak yang mengalami stroke pendarahan (Data Riset Kesehatan Dasar

Indonesia, 2007).

b. Jenis Kelamin

Terdapat perbedaan insidens stroke pada pria dan wanita, insidens

stroke pada pria lebih tinggi walaupun pria memiliki resiko lebih tinggi

untuk terkena stroke namun penderita wanita lebih banyak yang

meninggal, hal ini karena penderita stroke berjenis kelamin perempuan

memiliki resiko kematian 2,68 kali lebih besar dari pada penderita pria.

Amran (2012) menunjukan bahwa separuh penderita stroke meninggal

terjadi pada perempuan. Perempuan pada umumnya menderita stroke pada

usia lanjut selain itu adanya keadaan khusus pada perempuan diduga

sebagai pemicu yaitu kehamilan, melahirkan dan menopause yang

berhubungan dengan fluktuasi hormonal.

c. Suku/Ras

14

Orang Asia memiliki kecenderungan terkena stroke lebih besar dari

orang Eropa, hal ini ada kaitannya dengan lingkungan hidup, pola makan

dan sosial ekonomi. Makanan asia lebih banyak mengandung minyak dari

pada makanan orang eropa. Menurut data kesehatan di amerika serikat,

penduduk yang berasal dari keturunan Afrika-Amerika beresiko terkena

serangan stroke 2 kali lebih besar dari penduduk keturunan eropa. Keadaan

ini makin meningkatkan hampir 4 kali lipat pada umur sekitar 50 tahun,

namun pada usia sekitar 65 tahun penduduk Amerika yang terkena stroke

sama dengan keturunan afrika-amerika (Wardhana, 2011).

d. Keturunan/Keluarga

Bilamana kedua orang tua pernah mengalami stroke maka

kemungkinan keturunannya terkena stroke semakin besar. Riwayat

keluarga adanya serangan stroke atau penyakit pembuluh darah iskemik,

sering pula didapat terjadi pada penderita stroke yang muda. Berbagai

faktor penyebab termasuk prediposisi genetik aterosklerosis dapat

menerangkan hal ini. Sedangkan anurisma intracranial sakular, malformasi

pembuluh darah, dan angiopati amiloid sering familial dan ini merupakan

penyebab stroke nonaterosklerotik.

2. Faktor resiko yang dapat diubah

Faktor resiko stroke berulang dapat diubah sama dengan faktor

stroke secara umum antara lain: hipertensi, diabetes mellitus, kelainan

jantung, kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktifitas

fisik/olahraga, kepatuhan kontrol, obesitas, dan kepatuhan diit.

a. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko terpenting untuk semua tipe

stroke, baik stroke perdarahan maupun stroke infark. Peningkatan resiko

stroke terjadi seiring dengan peningkatan tekanan darah. Diperkirakan

resiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg tekanan

darah sistolik dan sekitar 50 % kejadian stroke dapat dicegah dengan

pengendalian tekanan darah. Hipertensi mempercepat pengerasan dinding

15

pembuluh darah arteri dan mengakibatkan penghancuran lemak pada sel

otot polos sehingga mempercepat proses aterosklerosis. Hipertensi

berperanan dalam proses aterosklerosis melalui efek penekanan pada sel

endotel atau lapisan dalam dinding arteri yang berakibat pembentukan plak

pembuluh darah semakin cepat seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan

darahnya 140/90 mmHg (Junaidi, 2011).

b. Diabetes Mellitus

Individu dengan diabetes memiliki resiko yang lebih tinggi untuk

mengalami stroke dibandingkan dengan individu tanpa diabetes diabetes

mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersama-sama penyakit

serebrovaskuler, yang merupakan faktor resiko kedua terjadinya stroke.

Seorang dikatakan menderita diabetes mellitus apabila hasil pemeriksaan

kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau pemeriksaan gula darah puasa

>140 mg/dl, atau pemeriksaan gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl

(Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes mellitus menyebabkan kadar lemak

darah meningkat karena konversi lemak tubuh yang terganggu. Bagi

penderita diabetes mellitus peningkatan kadar lemak darah sangat

meningkatkan resiko penyakit stroke.

c. Kelainan Jantung

Sirkulasi serebral sebagai sistem kardiovaskuler mempunyi arti

fungsinya tergantung efektifitas jantung sebagai pompa, integritas

pembuluh darah sistemik dan komponen darah dalam memenuhi

kebutuhan darah dan oksigen. Otak membutuhkan 25% dari konsumsi

oksigen ke seluruh tubuh dengan menggunakan 20 % curah jantung

semenit. Kejadian stroke selalu berhubungan dengan penyakit lain.

Kelainan jantung sering berhubungan dengan stroke berulang adalah

aterosklerosis, disritmia jantung khususnya fibrilasi atrium, penyakit

jantung iskemik, infark miokard dan gagal jantung. Penderita dengan

kelainan jantung beresiko tinggi terhadap terjadinya stroke bila

dibandingkan dengan yang tidak mempunyai kelainan jantung. Penyakit

16

jantung hipertensi dengan hipertrofil ventrikel kiri yang terlihat pada EKG,

sangat terkait dengan kenaikan resiko baik stroke iskemik maupun

pendarahan.

d. Merokok

Merokok meningkatkan resiko terkena stroke dua sampai empat kali.

Hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, pipa atau cerutu) dan

untuk semua tipe stroke, terutama perdarahan subarachnoid karena

terbentuknya aneurisma dan stroke iskemik. Merokok memberikan

konstribusi terbentuknya plak pada arteri. Asap rokok mengandung

beberapa zat berbahaya yang sering disebut zat oksidator. Zat oksidator ini

menimbulkan kerusakan dinding arteri dan menjadi tempat penimbunan

lemak, sel trombosit, kolesterol, penyempitan dan pergeseran arteri

diseluruh tubuh termasuk otak, jantung dan tungkai, sehingga merokok

dapat memicu terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan

menyebabkan darah menggumpal sehingga beresiko terkena stroke

(Pinzon & Asanti, 2010). Peranan rokok pada aterosklerosis menurut

Junaidi (2011) adalah merokok menurunkan jumlah kolesterol baik dan

menurunkan kemampuan kolesterol baik untuk menyingkirkan kolesterol

jahat yang berlebihan karena sel-sel darah menggumpal pada dinding

arteri, ini meningkatkan resiko pembentukan trombus dan plak. Rokok

dapat menyebabkan peningkatan kecepatan detak jantung serta memicu

penyempitan pembuluh darah. Penelitian yang dilakukan Zhang dkk

(2010), di Cina menyebutkan bahwa merokok mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap terjadinya stroke dan juga perempuan yang tinggal

bersama suami yang merokok aktif (1-9 batang perhari) beresiko 2 kali

untuk terkena stroke.

e. Aktifitas fisik (olahraga)

Berbagai kemudahan hidup yang didapat seperti mencuci dengan

mesin cuci untuk rumah tangga, banyaknya kendaraaan bermotor serta

kemajuan teknologi membuat aktifitas seseorang semakin hari semakin

17

ringan atau mudah, namun dampak dari kemajuan teknologi ini seseorang

dapat menjadi pasif dan cenderung menimbulkan masalah berat badan dan

dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi yang nantinya memicu

terjadinya aterosklerosis bila masalah berat badan tidak diimbangi dengan

olahraga yang cukup. Siswanto (2005), dalam penelitiannya menunjukan

bahwa resiko untuk terjadinya stroke berulang pada penderita stroke yang

tidak rutin dalam melakukan aktivitas fisik sebesar 1,77 kali dibandingkan

dengan penderita stroke yang melakukan aktivitas fisik secara rutin.

f. Kepatuhan kontrol

Penderita stroke harus sering memeriksakan dirinya kedokter atau

rumah sakit. Selain kontrol kedokter penderita stroke harus mengontrol

kolesterol, penderita stroke juga harus mengontrol gula darahnya.

g. Obesitas

Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan resiko

peningkatan hipertensi penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus dan

merupakan beban penting pada kesehatan jantung dan pembuluh darah.

Obesitas dapat meningkatkan kejadian stroke terutama bila disertai dengan

dislipedemia dan hipertensi melalui proses aterosklerosis. Obesitas juga

dapat menyebabkan terjadinya stroke lewat efek snoring atau mendengkur

dan tiba-tiba henti napas karena terhentinya suplai oksigen secara

mendadak di otak. Obesitas juga membuat seseorang cenderung

mempunyai tekanan darah tinggi, meningkatkan resiko terjadinya diabetes

juga meningkatkan produk sampingan metabolisme yang berlebihan yaitu

oksidan atau radikal bebas (Junaidi, 2011). Penurunan berat badan adalah

perubahan gaya hidup yang paling besar pengaruhnya terhadap perbaikan

tekanan darah.

18

h. Minum Alkohol

Minum alkohol secara teratur lebih dari 30 gram per hari (pria)

atau 15 gram per hari (wanita), mabuk-mabukan (minum lebih dari 75 %

gram dalam 24 jam) dan alkoholisme dapat meningkatkan tekanan darah

sehingga dapat meningkatkan resiko stroke. Minum alkohol dalam jumlah

sedikit pun dapat meningkatkan tekanan darah, oleh karena itu harus

dihindari untuk seorang yang memiliki riwayat hipertensi karena dapat

menimbulkan komplikasi berat.

i. Diit

Diet dengan tinggi lemak dan kurangnya buah dan sayur dapat

meningkatkan resiko terjadinya stroke. Menurut Martuti (2009), dalam

penelitiannya menunjukan bahwa pasien stroke perlu membatasi asupan

garam karena kandungan mineral natrium (sodium) di dalamnya

memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi.). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian stroke pada pasien kadar

kolesterol diatas 240 mg%. Setiap kenaikan kolesterol 38,7 mg%

menaikkan angka stroke 25% sedangkan kenaikan HDL (high density

lipoprotein) 1 mmol (38,7 mg%) menurunkan terjadinya stroke setinggi

47% .

vii. Upaya Pencegahan Stroke

Lima Tahap Pencegahan Penyakit Stroke

1. Mempertinggi nilai kesehatan (Health Promotion)

Health Promotion yaitu usaha yang merupakan pelayanan terhadap

pemeliharaan kesehatan pada umumnya. Dalam mencegah penyakit stroke

usaha tersebut dilakukan dengan cara mengubah gaya hidup, olahraga,

kurangi stres, tambah serta kurangi kolesterol dan berhenti merokok.

2. Memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (specific

protection

19

Usaha ini merupakan tindakan terhadap pencegahan penyakit-

penyakit tertentu, contohnya dengan Konsumsi garam rendah sodium dan

diet lemak yang dapat mengurangi risiko tekanan darah tinggi yang

mengakibatkan stroke. Selain itu, konsumsi buah, sayuran dan

gandum sangat bermanfaat mencegah stroke.

3.Mengenal dan mengetahui penyakit pada tingkat awal serta mengadakan

pengobatan yang tepat dan segera (Early diagnosis & Promt Treatment),

seperti :

a. Waspadai gangguan irama jantung (attrial fibrillation)

Detak jantung yang tidak wajar menunjukkan ada

perubahan fungsi jantung yang mengakibatkan darah

terkumpul dan menggumpal di dalam jantung. Detak jantung ini

mampu menggerakkan gumpalan darah sehingga masuk pada

aliran darah, yang mengakibatkan stroke. Gangguan irama jantung

dapat dideteksi dengan menilai detak nadi.

b. Waspadai gangguan sirkulasi darah

Stroke berkaitan dengan jantung, pembuluh arteri dan

vena. Tiga bagian ini penting bagi sirkulasi darah ke seluruh

tubuh, termasuk dari jantung ke otak. Ketika ada tumpukan

lemak yang menghambat aliran, maka risiko stroke meningkat.

Masalah ini dapat diobati dengan obat, bisa juga dengan operasi

yang mampu mengatasi hambatan di pembuluh arteri

seperti tumpukan lemak.

4. Pembatasan kecacatan dan erusaha untuk menghilangkan

gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan sesuatu penyakit

(Disability Limitation), dengan:

a. Pencegahan ABCDEFG yaitu:

- A Asetosal, ace-inhibitor, antikoagulan: minum obat-obatan untuk

kendalikan penyakit faktor risiko.

- B Beta blocker, body weight reduction: minum obat dan

menurunkan berat badan.

20

- C Cholesterol control & cigarette smoking cessation:

kendalikan kolesterol dan berhenti merokok.

- D Diabetes control & diet: kendalikan diabetes dan makanan.

- E Exercise & education: olahraga dan menambah pengetahuan.

- F Family support: dukungan keluarga.

- G Glucose oxidation preservation: memelihara oksidasi glukosa

tubuh.

b. Rutin memeriksa tekanan darah

Tingkat tekanan darah adalah faktor paling dominan pada semua

jenis stroke. Makin tinggi tekanan darah makin besar risiko terkena

stroke. Jika tekanan darah meningkat, segera konsultasi ke dokter.

Tekanan darah yang harus diwaspadai adalah jika angka tertinggi di

atas 135 dan angka terbawah di atas 85.

c. Periksa kadar kolesterol dalam tubuh

Mengetahui tingkat kolesterol dapat meningkatkan

kewaspadaan stroke. Kolesterol tinggi mengarah pada risiko stroke.

Jika kolesterol sudah tinggi, segeralah menurunkannya dengan

memilih makanan rendah kolesterol. Agar kolesterol dalam tubuh

tidak berlebih sebaiknya asupan lemak jenuh diganti dengan asupan

asam lemak tak jenuh seperti Omega 3, Omega 6 dan Omega 9.

d. Kontrol kadar gula darah

Diabetes juga meningkatkan risiko stroke. Jika Anda penderita

diabetes, konsultasikan dengan dokter, makanan dan minuman apa

yang bisa dikonsumsi untuk menurunkan gula darah.

5. Rehabilitasi

Rehabilítasí stroke merupakan sebuah program komprehensíf yang

terkoordínasí antara medís dan rehabílítasí dengan tujuan mengoptímalkan

dan mernodifikasi kemampuarn fungsíonal yang ada. Gejala sisa

fungsíonal yang dísebabkan karena defisit motorik merupakan fokus

21

utama program rehabílitasí stroke. Program rehabílítasí stroke sendírí telah

terbukti dapat mengoptímalkan pemulíhan sehingga penyandang stroke

mendapat keluaran fungsíonal dan kualitas hídup yang lebíh baík

(Widiyanto, 2009).

Salah satu program rehabílítasí yang sering dipergunakan untuk

mengembalíkan fungsí karena defisít motorik adalah program latíhan

gerak. Dalam tekník mi dílakukan latíhan fungsíonal dan ídentífíkasí kunci

utama tugas-tugas motorik. Setiap tugas motorik dianalisis, ditentukan

komponen-komponen yang tidak dapat dilakukan, melatih penderita untuk

hal-hal tersebut serta memastikan latihan ini dilakukan pada aktivitas

sehari-hari pasien. Latihan motorik harus dílakukan dalam bentuk aktivitas

fungsíonal karena tujuan dari rehabílítasi tídak hanya sekedar

mengembalíkan suatu pergerakan akan tetapi mengembalíkan fungsi

(Widiyanto, 2009).

viii. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

Menurut Lawrence M. Brass (1992), diperlukan pemeriksan penunjang

diagnostik pada penyakit stroke, antara lain:

1. Sejarah dan Pemeriksaan

Pemeriksaan mencakup tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner,

ataau penyakit di bagian sistem vascular lain sehingga dokter dapat

merumuskan pendapat awal tentang lokasi dan jenis stroke.

2. Tes Laboratorium

Pengujian biasanya dilakukan pada sampel darah, urin dan sesekali

cerebrospinal fluid (cairan sekitar otak dan sumsum tulang belakang).

Pemeriksaan juga dapat dilakukan untuk diabetes, darah tinggi kolesterol,

gangguan perdarahan dan kelainan pada faktor protein-risiko darah untuk

penyakit jantung dan stroke berulang.

3. Imaging Studies

Computed tomography (CT) scan dan Magnetik Resonance Imaging (MRI)

adalah teknik yang menghasilkan gambra anatomi otak. CT-scan

22

menggunakan beberapa sinar-X dan rekonstruksi computer untuk membuat

gambar penampang struktur internal. MRI menggunakan medan magnet

untuk membuat gambar.

4. Cardiac Evaluation

Elektrokardiogram (EKG) biasanya merupakan langkah pertama dalam

evaluasi jantung. Pemeriksaan ini dapat membantu menemukan sumber

embolus.

5. Angiografi

Angiography melibatkan injeksi pewarna atau media kontras ke dalam arteri

untuk mempelajari pembuluh darah melalui foto X-ray. Hal ini dapat

digunakan untuk mendeteksi berbagai kelainan-kelainan yang menyebabkan

stroke.

6. USG

USG adalah teknik non-invasif yang menggunakan gelombang suara dan

gema untuk memvisualisasikan struktur dan aliran darah dalam tubuh. Dua

jenis USG yang digunakan pada stroke diagnosis USG karotis dan

transkranial Doppler

7. Blood-Flow Studies

Positron Emission Tomography (PET), Single-Photon-Emisi Computed

Tomography (SPECT), dan xenon inhalasi memberikan informasi tentang

aliran darah di otak untuk menentukan mekanisme stroke (misalnya,

stenosis karotis) atau menentukan prognosis awal (Lawrence, 1992).

ix. Rehabilitasi Stroke

Penyakit stroke sendiri terjadi karena kematian pada jaringan otak.

Kondisi ini yang akhirnya yang membuat suplai darah dan oksigen menuju

otak. Stroke akan diikuti oleh melemahnya bagian tubuh tertentu serta

kesadaran yang makin menurun. Beberapa orang bahkan harus koma beberapa

hari karena pecahnya pembuluh darah di otak. Pada masa ini, dokter tetap

akan melakukan tahapan rehabilitasi stroke yang disebut sebagai fase awal.

Tahapan rehabilitasi stroke , ada beberapa fase yang harus dilewati penderita

stroke :

23

1. Fase Awal, pada fase ini dokter umumnya menyarankan untuk

dilakukan proper bed positioning, latihan luas gerak sebdi, dan

stimulasi elektrikal. Latihan ini sengaja dilakukan sedini mungkin

ketika kondisi pasien memungkinkan untuk melewati tahapan

rehabilitasi stroke. Tujuannya tentu agar tak terjadi komplikasi

sekunder serta melindungi fungsi yang masih tersisa ataupun normal.

Bila telah sadar, pasien akan dibimbing untuk menangani

permasalahan emosional agar tidak terjadi kerusakan lainnya pada

jaringan otak.

2. Fase Lanjutan, berbeda dengan fase awal, fase lanjutan hanya akan

dilakukan ketika kondisi pasien telah stabil. Hal ini bisa dikerjakan 2

hingga 3 hari setelah stroke menyerang. Itupun hanya bisa dilakukan

bagi para penderita stroke trombolik dan embolik. Sedangkan bagi

para penderita stroke dengan pendarahan subarachnoid, fase ini akan

dilakukan 10 hingga 15 hari setelah stroke menyerang. Fase lanjuntan

ditujukan agar pasien mampu melakukan kemandirian fungsional serta

aktivitas sehari-hari sendiri tanpa bantuan orang lain. Tahapan

rehabilitasi stroke diantaranya :

a. Fisioterapi

Fisioterapi sendiri dimaksudkan agar beberapa otot yang kaku

bisa digerakkan kembali seperti sedia kala. Begitu pun

sebaliknya, bagi otot-otot yang lemah diharapkan bisa lebih kuat

untuk menunjang aktivitas harian. Contohnya saja latihan

bergerak, stimulasi elektrikal serta latihan mobilisasi.

b. Terapi okupasi

Tahapan rehabilitasi stroke satu ini memang wajib diikuti oleh

semua penderita stroke. Walaupun pemulihan neurologis mereka

belum membaik, tetapi latihan kemandirian ini bisa dilakukan

dengan satu sisi ataupun dengan bantuan alat.

c. Terapi Bicara

Seperti kita ketahui, penderita stroke pastinya akan sulit

mengucapkan kata-kata dengan benar. Hal ini pastinya

24

menghambat komunikasi mereka dengan orang lain. Oleh karena

itu, biasanya pihak terapis akan melakukan latihan berbicara

seperti latihan pernapasan, latihan artikulasi, hingga latihan gerak

gerak lidah dan bibir. Pada tahapan rehabilitasi stroke ini,

sebenarnya bisa dilakukan oleh pihak keluarga sendiri.

d. Psikologi

Pasien dengan gangguan fungsional pastinya akan mengalami

fase psikologis yang tidak mudah, yaitu fase shok, fase

penolakan, fase penyesuaian dan penerimaan diri. Bagi sebagian

penderita stroke, mereka mampu melewatinya dengan cepat

tetapi ada pula yang lambat. Bahkan sebagian orang harus

berhenti pada satu tahapan. Hal ini harus ditangani agar mereka

bisa mengikuti tahapan rehabilitasi stroke secara sempurna.

Berbagai rangkaian terapi guna pemulihan di atas akan terlaksana jika

pihak keluarga ataupun pasien memiliki semangat yang besar untuk

sembuh. Motivasi ini akan meningkatkan kualitas hidup penderita stroke

dan merubah mindset mereka. Bukan tidak mungkin, tahapan rehabilitasi

stroke jauh lebih mudah dilakukan. Pihak dokter dan terapis pun sangat

menyarankan adanya peran aktif keluarga untuk menumbuhkan semangat

dan percaya diri para pasien.

x. Pengobatan Stroke

Pengobatan dan Perawatan untuk memulihkan atau mengurangi

jumlah infrak dengan dukungan medis, tujuannya untuk mengoptimalkan

perfusi otak di daerah iskemik sekitarnya dan untuk mencegah komplikasi

umum. Agen antiplatelet seperti aspirin yang digunakan untuk pengobatan

stroke iskemik akut, mengurangi kekambuhan kedua stroke dan kematian

minimal. Neuroprtection, digunakan untuk pelindung saraf dengan

menyediakan pengobatan untuk mengurangi iskemia. Antikoagulasi,

digunakan untuk mencegah pembesaran trombus dan progresifitas defisit

neurologis serta untuk mencegar terjadinya stroke ulang. Dan trombolisis,

digunakan untuk mencegah terjadinya infrak otak akut setelah adanya

tanda dan gejala (Smith, 2001).

25

3. HIPERTENSI

i. Definisi

Hipertensi ialah naiknya tekanan darah diastolik (lebih dari 140mmHG) dan

atau sistolik (lebih dari 90mmHG) . Alat yang dapat mengukur tekanan darah

adalah spygmomanometer. Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta

orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan

akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi,

333 juta berada di Negara maju dan 639 sisanya berada di Negara sedang

berkembang, termasuk Indonesia.

ii. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, ada dua jenis hipertensi, yaitu:

a. Hipertensi essensial

Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui penyebabnya

dengan jelas. Berbagai faktor diduga sebagai penyebab hipertensi primer,

26

seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan faktor keturunan. Sekitar

90% pasien hipertensi masuk dalam kategori ini (Budiyanto,2002).

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh beberapa

proses patologik yang dapat dikenali, biasanya yang terkait dengan

fisiologi ginjal. Bila faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat

kembali normal. Pada bentuk sekunder dari hipertensi, penyakit parenkim

dan penyakit renovaskular adalah faktor penyebab yang paling umum.

Kontrasepsi oral telah dihubungkan dengan hipertensi ringan yang

berhubungan dengan peningkatan substrat rennin dan peningkatan kadar

angiotensin II dan aldosteron.

iii. Gejala dan Tanda

Beberapa gelaja yang muncul pada penderita hipertensi, antara lain :

Disebut sebagai “silent killer” karena penderita tidak mengeluh

sampai suatu saat terjadi kerusakan organ vital (otak, mata, jantung,

ginjal)

Headache

Fatigue

Nausea

Vomiting

Napas pendek

Pandangan kabur

Bingung

Kejang

Penyakit hipertensi juga dapat berkomplikasi dengan penyakit lain, antara

lain:

27

Stroke

Aneurysma

Congestive Heart failure

Heart attack

Kidney damage

Disorders of the retina

Impotensi pada laki-laki

Penurunan orgasme pada perempuan

Dementia

iv. Diagnosis

Pemeriksaan hipertensi dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut :

ECG

Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan urin lengkap

Pemeriksaan retina

v. Faktor Resiko

Adanya peningkatan kejadian hipertensi, secara teori tidak terlepas dari

faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi . Berikut faktor-faktor

yang mempengaruhi terjadinya hipertensi.

a. Genetik

Sesorang yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit hipertensi akan

2x lebih beresiko dibandingkan dengan orang tidak memiliki riwayat

28

penyakit hipertensi dalam keluarganya, karena meningkatnya kadar

sodium intraseluler dan menurunnya rasio anatara potasium dengan

sodium individu orang tua.

b. Umur

Insiden hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi

hipertensi ringan sebesar 2% pada usia 25 tahun atau kurang, meningkat

menjadi 25% pada usia 50 tahun dan 50% pada usia 70 tahun. Hal ini

disebabkan pada usia di atas 45 tahun, dinding arteri menebal karena

menumpuknya zat kalogen di lapisan otot yang mengakibatkan pemubuluh

darah semakin menyempit dan kaku, terjadinya regurgitasi aorta, serta

adanya proses degeneratife, yang lebih sering pada usia tua.

c. Jenis kelamin

Pada umumnya resiko hipertensi antara pria dan wanita sama, namun bagi

wanita yang belum menopouse terlindung dari penyakit kadiovaskuler,

karena masih menghasilkan hormon estrrogen yang dapat meningkatkan

kadar HDL.

d. Obesitas

Kelebihan berat badan mempengaruhi tekanan darah, yaitu adanya

resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivitas simpatik dan sistem

reninangiotensin, serta perubahan fisik pada ginjal. Risiko hipertensi pada

seseorang yang mengalami obesitas adalah 2 hingga 6 kali lebih tinggi

dibanding seseorang dengan berat badan normal. Bila berat badan

meningkat diatas berat badan ideal maka risiko hipertensi juga meningkat.

e. Pola asupan garam dalam diet

Menurut WHO mengkonsumsi garam dapat mengurangi resiko hipertensi.

Peningkatan volume cairan ekstraseluler menimbulkan naiknya volume

darah sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Sehingga dianjurkan untuk

29

mengurangi mengonsumsi natrium. Mengkonsumsi garam yang beriodium

juga tidak boleh terlalu banyak dianjurkan hanya setengah sendok teh.

f. Merokok dan Mengonsumsi Alkohol

Menurut literatur, nikotin dan karbondioksida yang terkandung dalam

rokok akan merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, elastisitas

pembuluh darah berkurang sehingga menyebabkan tekanan darah

meningkat (Depkes,2007). Orang yang mengkonsumsi alkohol dan terkena

hipertensi sebesar 71,4% dan yang tidak mengkonsumsi alkohol sebesar

26,5%.

vi. Patogenesis

Pada geriatri patogenesis terjadinya hipertensi usia lanjut sedikit berbeda

dengan yang terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada geriatri

adalah:

a. Penurunan kadar rennin karena menurunya jumlah nefron akibat proses

menua.

b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium.

c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan

meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan

mengakibatkan hipertensi

d. Sistolik saja (ISH = Isolated Systolic Hypertension)

.

ix. Pengobatan Hipertensi

Diuretik, untuk mengeluarkan garam dan air dari dalam tubuh

ACE (Angiotensin Converting Enzyme) inhibitors, untuk dilatasi

pembuluh darah

Andrenergic blockers untuk mengurangi stres

Calcium-channel blockers, untuk dilatasi pembuluh darah

Angiotensin II receptor blockers

30

Kurangi lemak, garam, makanan yang dapat menimbulkan alergi, zat

aditif

Perbanyak makan antioksidan, misal : buah dan sayur

Perbanyak makanan yang mengandung vitamin B, kalsium, sayuran

dari laut, asam lemak omega 3

Kurangi makanan instan

Gunakan minyak nabati

Perbanyak minum air putih

x. Pencegahan Hipertensi

1. Health Promotion

Promosi kesehatan (Health Promotion) merupakan upaya pencegahan

penyakit tingkat pertama. Sasaran dari tahapan ini yaitu pada orang sehat

dengan usaha peningkatan derajat kesehatan. Hal ini juga disebut sebagai

pencegahan umum yakni meningkatkan peranan kesehatan perorangan dan

masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab serta derajat risiko

serta meningkatkan secara optimal lingkungan yang sehat. Promosi kesehatan

(health promotion) dalam upaya mencegah terjadinya penyakit hipertensi

dapat dilakukan dengan berbagai upaya seperti:

a. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya melakukan

atau menerapkan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) sejak dini, guna

mencegah terjadinya atau masuknya agen-agen penyakit.

b. Melakukan seminar-seminar kesehatan bagi masyarakat tentang upaya-upaya

yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat

yang optimal, seperti pola makan yang seimbang, pengurangan atau eliminasi

31

asupan alkohol, berhenti merokok, olahraga teratur, pengurangan berat badan

dan mengatasi stres yang baik.

2. Spesific protection

Pencegahan khusus (spesific protection) merupakan rangkaian dari health

promotion. Pencegahan khusus ini terutama ditujukan pada pejamu dan/atau

penyebab, untuk meningkatkan daya tahan tubuh maupun untuk mengurangi

risiko terhadap penyakit tertentu dengan berbagai upaya seperti: perbaikan

status gizi perorangan maupun masyarakat, seperti: makan dengan teratur (3x

sehari), mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat-zat gizi yang

dibutuhkan oleh tubuh sehingga terbentuk daya tahan tubuh yang lebih baik dan

dapat melawan agen penyakit pada saat masuk ke dalam tubuh.

2. Early Diagnosis and Prompt Treatment

Diagnosis dini dan pengobatan dini (Early Diagnosis and Prompt

Treatment) merupakan upaya pencegahan penyakit tingkat kedua. Sasaran

dari tahap ini yaitu bagi mereka yang menderita penyakit atau terancam

akan menderita suatu penyakit. Adapun tujuan dari pencegahan tingkat ke

dua ini yaitu sebagai berikut:

a. Meluasnya penyakit atau terjadinya tidak menular.

b. Menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi.

c.Melakukan screening (pencarian penderita hipertensi) melalui penerapan

suatu tes atau uji tertentu pada orang yang belum mempunyai atau

menunjukkan gejala dari suatu penyakit dengan tujuan untuk mendeteksi

secara dini adanya suatu penyakit hipertensi.

32

d. Melakukan pengobatan dan perawatan penderita penyakit hipertensi

sehingga penderita tersebut cepat mengalami pemulihan atau sembuh dari

penyakitnya.

4. Disability Limitation

Pembatasan kecacatan (disability limitation) merupakan tahap

pencegahan tingkat ketiga. Adapun tujuan dari tahap ini yaitu untuk

mencegah terjadinya kecacatan dan kematian karena suatu penyebab

penyakit. Pembatasan kecacatan (disability limitation) dalam upaya

mencegah terjadinya kecacatan dan kematian akibat penyakit hipertensi

dapat dilakukan dengan upaya seperti: mencegah proses penyakit lebih

lanjut yaitu dengan melakukan pengobatan dan perawatan khusus secara

berkesinambungan atau teratur sehingga proses pemulihan dapat berjalan

dengan baik dan cepat. Pada dasarnya penyakit hipertensi tidak

memberikan atau membuat penderita menjadi cacat pada bagian tubuh

tertentu.

5. Rehabilitation

Rehabilitasi (rehabilitation) merupakan serangkaian dari tahap

pemberantasan kecacatan (Disability Limitation). Rehabilitasi ini bertujuan

untuk berusaha mengembalikan fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal

mungkin. Rehabilitasi yang dapat dilakukan dalam menangani penyakit

hipertensi yaitu sebagai berikut:

a. Rehabilitasi fisik jika terdapat gangguan fisik akibat penyakit hipertensi.

b. Rehabilitasi mental dari penderita hipertensi, sehingga penderita tidak merasa

minder dengan orang atau masyarakat yang ada di sekitarnya karena pernah

menderita penyakit hipertensi.

33

c. Rehabilitasi sosial bagi penderita hipertensi, sehingga tetap dapat melakukan

kegiatan di lingkungan sekitar bersama teman atau masyarakat lainnya yang

berdayaguna.

ix. Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan upaya perbaikan dampak negatif dari

hipertensi yang tidak bisa diobati. Upaya yang dapat dilakukan oleh penderita

hipertensi antara lain dengan perubahan pola makan dan gaya hidup sehat

yang harus dilakukan secara kontinum. Hal-hal lain yang dilakukan dan

bertujuan agar tekanan darah selalu dalam keadaan normal seperti

menurunkan berat badan hingga mencapai berat badan ideal, berolahraga, dan

pola makan seimbang seperti mengurangi asupan garam karena didalam garam

terdapat kandungan sodium yang dapat meningkatkan tekanan darah bagi

orang yang memiliki sensitifitas garam (Massie, 2002)

3. PENYAKIT JANTUNG KORONER

i. Definisi

Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat

penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau

34

cabang-cabangnya, sehingga aliran darah pada arteri koroner menjadi tidak

adekuat, akibatnya dinding otot jantung mengalami iskemia dan dapat sampai

infark, karena oksigenasi otot jantung sangat tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme sel otot jantung. PJK bermakna didefinisikan sebagai

adanya stenosis ≥ 50 % pada arteri koroner utama yang dibuktikan dari

pemeriksaan angiograf.

Penyakit jantung koroner merupakan kasus utama penyebab kematian dan

kesakitan pada manusia. Merupakan penyakit progresif yang terjadi secara

bertahap yaitu penebalan dinding arteri koroner. Aterosklerosis koroner dianggap

sebagai proses pasif karena sebagian besar dihasilkan oleh kolesterol yang berada

pada dinding arteri (Yuet Wai Kan, 2000).

Penyakit jantung koroner merupakan pembunuh nomor satu di negara-negara

maju dan dapat juga terjadi di negara-negara berkembang. Organisasi kesehatan

duina (WHO) telah mengemukakan fakta bahwa penyakit jantung koroner (PJK)

merupakan epidemi modern dan tidak dapat dihindari oleh faktor penuaan.

Diperkirakan bahwa jika insiden PJK mencapai nol maka dapat meningkatkan

harapan hidup 3 sampai 9% (Shivaramakrishna. 2010).

Pada dekade sekarang sejak konferensi klinis terakhir oleh New York Heart

Association atau asosiasi kesehatan New York menyatakan subjek ini, dari

sejumlah loka karya telah mengeluarkan informasi baru yang penting mengenai

penyakit ini, cara pencegahan dan kontrol. Hal ini dinyatakan dalam besarnya

perubahan yang jelas secara klinis dari PJK dan banyaknya faktor yang mungkin

relevan, besarnya jumlah pasien yang ikut, kelompok yang akan termasuk dalam

semua kasus PJK yang timbul pada populasi umum dengan karakteristik jelas.

ii.   Keluhan dan gejala penyakit

Semua pasien PJK memiliki pengalaman dan tanda-tanda secara fisik dan gejala

PJK dari waktu ke waktu yaitu mengalami perasaan nyeri di dada, kegelisahan

atau perasaan sakit pada kaki, pinggang, perut, tulang rusuk, rahang, sendi, tulang

belakang, tenggorokan dan tulang leher belakang, merasa lemah, lelah, dan

kehilangan energi, nafas pendek, pusing, sakit kepala, tidak mampu untuk

melakukan pekerjaan dengan normal sebagai akibat dari obesitas. Semua pasien

35

PJK yang mendapat pengobatan atau perawatan fisik sebelumnya sudah

melakukan pengobatan mengenai asma, kegemukan, tidak menentunya detak

jantung, penyakit perdarahan jantung, paru-paru, ginjal atau masalah pada spinal,

rasa sakit pada kaki, diabetes atau arthritis.

Sebagian besar dari pasien PJK telah aktif dengan kehidupan mereka sehari-hari,

tetapi serangan jantung koroner membuatnya tidak aktif, tidur, lemah, tidak

berdaya, dan tergantung pada pengobatan-pengobatan dan keluarga maupun

tetangga untuk mendapatkan dukungan. Secara psikologi, pasien PJK mengalami

ketakutan yang luar biasa, kegelisahan, khawatir dan depresi, sementara beberapa

yang lain menjalani keadaan normal pikiran dan mendengarkan berita-berita baru

dari statusnya yang positif terkena PJK. Sebagian besar dari pasien PJK merasa

bosan dengan kehidupannya, berlebihan dan di bawah emosional, mudah marah

dan bermusuhan.

iii.    Pemeriksaan penunjang (diagnosis)

Diagnosis untuk penyakit jantung koroner dapat dilakukan dengan pemeriksaan

fisik, anamnesis. Pemeriksaan USG jantung dapat dilakukan dengan

ekokardiografi. Sistem ekokardiografi dapat menampilkan, menganalisa dan

menangkap hati secara penuh dalam satu detak jantung. Perkembangan teknologi

telah menciptakan alat baru yaitu Computed tomography (CT) yang sudah lama

berperan penting dalam mendeteksi dini penyakit selama bertahun-tahun. Semakin

berkembangnya teknologi, sehingga dapat menciptakan generasi baru dengan CT

scanner yang dapat melakukan CT angiografi koroner (CTA) dengan mengurangi

dosis radiasi pada pemeriksaan klinis secara rutin.

Selain dengan CT juga dapat menggunakan tes in vitro di laboratorium, melalui

penggunaan biomarker baru yang tarutama dalam perawatan darurat dapat

mempengaruhi dan mendukung keputusan klinis. Pada gagal jantung penggunaan

natriuretik beredar-peptida B (BNP) sangat relevan, karena tingkat biomarker ini

adalah indikator yang baik untuk mengetahui sejauh mana fungsi jantung

terganggu. BNP digunakan baik untuk diagnosis awal dan untuk pemantauan

terapi. Pada beberapa pasien, serangan jantung menjadi penyebab langsung

insufisiensi jantung, sehingga deteksi cepat dari infark miokard sangat penting

36

dalam mencegah bertambah parahnya kerusakan miokard dan kegagalan jantung

selanjutnya. (Ekinci, 2010)

iv.    Faktor risiko

Faktor resiko utama pada PJK, yaitu kolesterol tinggi, tingginya tekanan darah

dan merokok. Kedua, faktor risiko mencakup terganggunya metabolisme glukosa,

sehingga menyebabkan insulin kembali sistance dan dalam beberapa kasus

diabetes. Pemahaman baru menemukan penyebab lain yang dapat

mengidentifikasi resiko penyakit jantung koroner, seperti konsentrasi fibrinogen

dan C-reaktif protein dalam darah.

Beberapa faktor psikososial berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit jantung

koroner yaitu untuk bukti kuat seperti stres kerja, kurangnya integrasi sosial,

depresi, dan gejala depresi, dengan sugestif sedangkan untuk bukti lemah seperti

marah, konflik atau perselisihan dan kegelisahan. Faktor ekonomi, pendidikan,

isolasi sosial, dan faktor-faktor psikososial yang lainnya merupakan penyebab

tidak langsung penyakit jantung koroner. Mereka tidak mempengaruhi penyakit

patologi secara langsung, tetapi melakukannya melalui proses yang lebih

proksimal.

v.     Cara pencegahan

Banyak upaya yang dilakukan oleh negara berkembang untuk menjadi lebih baik,

yaitu dilaksanakan pengadaan makanan dan program gizi, program aktivitas fisik

atau olahraga, anti merokok, program anti hipertensi yang sebaiknya

dipromosikan dengan segera.

Secara primer, program pencegahan secara primordial mendapat prioritas tinggi

sejak itu dan dapat diraih oleh popualsi yang besar. Strategi ini melibatkan peran

ibu dalam pendidikan kesehatan. Yang kedua, seseorang dengan resiko tinggi

dapat dicegah dengan melakukan pelayanan kesehatan ke rumah sakit secara

murah dan hal itu sebaiknya lebih ditingkatkan.

vi.     Cara pengobatan

37

Pada prinsipnya pengobatan PJK ditujukan untuk agar terjadi keseimbangan lagi

antara kebutuhan oksigen jantung dan penyediaannya. Aliran darah melalui arteri

koronaria harus kembali ada dan lancar untuk jantung. Pengobatan awal biasanya

segera diberikan tablet Aspirin yang harus dikunyah. Pemberian obat ini akan

mengurangi pembentukan bekuan darah di dalam arteri koroner. Pengobatan

penyakit jantung koroner adalah meningkatkan suplai (pemberian obat-obatan

nitrat, antagonis kalsium) dan mengurangi demand (pemberian beta bloker), dan

yang penting mengendalikan risiko utama seperti kadar gula darah bagi penderita

kencing manis, optimalisasi tekanan darah, kontrol kolesterol dan berhenti

merokok.

Jika dengan pengobatan tidak dapat mengurangi keluhan sakit dada, maka harus

dilakukan tindakan untuk membuka pembuluh koroner yang menyempit secara

intervensi perkutan atau tindakan bedah pintas koroner (CABG). Intervensi

perkutan yaitu tindakan intervensi penggunaan kateter halus yang dimasukkan ke

dalam pembuluh darah untuk dilakukan balonisasi yang dilanjutkan pemasangan

ring (stent) intrakoroner.

vii.     Rehabilitatif

Beberapa penyakit yang disebabkan oleh kerusakan jantung, seperti penyakit

pembuluh darah berat seringkali membutuhkan terapi penanganan di luar terapi

pengobatan meliputi kardiologi dan pembedahan. Sampai sekarang, pergantian

katup dengan operasi jantung dianjurkan dengan terapi pendekatan kasus ini,

tetapi banyak pasien lanjut usia bersamaan dengan penyakit ini juga sangat

beresiko. Penanaman katup nadi prosthesis menjadi alternatif untuk pasien, dan

dapat memberikan reaksi secara cepat untuk perbaikan parameter kardiak. Secara

keseluruhan, penyediaan peralatan teknik yang dibutuhkan untuk akomodasi

berbagai bidang di suatu laboratorium mungkin diizinkan untuk kualitas terbaik

dan lebih terjangkau, baik untuk pasien maupun institusi.

viii.     Prognosis

38

Depresi pada pasien setelah mengalami miokardial infarksion tampak gejala

prognosis yang lebih penting dari penyakit arteri koroner. Walaupun, gejala

utamanya berlainan dengan peristiwa depresi yang tidak luar biasa setelah

miokardial infarksion, gejala depresi ini lebih umum. Terdapat hubungan antara

kejadian depresi dan resiko, pengaruh alami dalam waktu yang panjang, dan

kejadian depresi pada jarak waktu yang teratur, hal ini menunjukkan bahwa

depresi berlangsung terus-menerus pada karakteristik psikologi. Komplikasi

iskemia dan infark antara lain gagal jantung kongestif, syok kardiogenik,

disfungsi otot papilaris defek septum ventrikel, rupture perdarahan masif di

kantong jantung (dinding nekrotik yang tipis pecah tamponade jantung),

aneurisme ventrikel, tromboembolisme, pericardium perikarditis, Sindrom

Dressler, dan aritmia (Anonim, 2010).

39

III. KESIMPULAN

Penyakit kardiovaskular seperti stroke dan jantung, penyakit artherosklerosis ,

merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang di dunia.

Jenis penyakit yang dapat digolongkan kedalam PJ dan PD diantaranya adalah

penyakit jantung koroner (PJK, penyakit jantung iskemik, serangan jantung,

infark miokard, angina pectoris), penyakit pembuluh darah otak (stroke, TIA

(transient ischemic attack), penyakit jantung hipertensi, penyakit pembuluh darah

perifer, penyakit gagal jantung, penyakit jantung rematik, penyakit jantung

bawaan, penyakit kardiomiopathy, penyakit jantung kutub.

Faktor risiko PJ dan PD yang sangat potensial menimbulkan penyakit jantung

dan pembuluh darah diantaranya :

1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

Antara lain usia, jenis kelamin, genetik

2. Faktor risiko perilaku (premoidial)

Merupakan suatu faktor yang belum menjadi faktor risiko, namun

diperkirakan dalam perkembangannya akan menjadi faktor risiko,

diantaranya merokok, aktivitas fisik.

3. Faktor risiko utama (primer)

Antara lain : hipertensi, kadar lipid-kolesterol yang abnormal, diabetes,

obesitas atau kegemukan.

Deteksi dini aktif terhadap faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh

darah dimasyarakat merupakan salah satu kegiatan pokok pengendalian penyakit

jantung dan pembuluh darah. Melalui kegiatan deteksi dini faktor risiko

diharapkan dapat dilakukan penanganannya sedini mungkin, sehingga prevalensi

faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah dapat diturunkan seoptimal

mungkin.

40

IV. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Ischemic Heart Disease – IHD

http://www.arupconsult.com/assets/print/IHD.pdf. Diakses tanggal 19

November 2012.

Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rhineka Cipta:

Jakarta

Cristoper. C. 2010. The Experiences of Coronary Heart Disease Patients:

Biopsychosocial Perspective.

http://www.waset.org/journals/ijpbs/v2/v2-4-31.pdf. Diakses tanggal 19

November 2012

Ekinci. 2010. Getting to the heart of things

http://www.siemens.com/press/pool/de/events/healthcare/2010-08

esc/heart_failure_expert_june2010.pdf .

Junaidi, I. (2011). Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta : Penerbit Andi

Martuti, A. (2009). Merawat dan menyembuhkan hipertensi. Penyakit tekanan

darah tinggi. Bantul: Kreasi Wacana.

Massie, Barry M. 2002. Current Medical Diagnosis and Treatment : Systemic

Hypertention. United State of America. The McGraw-Hill Company

Inc.

Omalu, et al. 2013. Is there an association between coronary atherosclerosis

and carcinoma of the prostate in men aged 50 years and older? An

autopsy and coroner based post-mortem study. Nigerian Journal of

Clinical Practice. Vol.16 (1)

Palaskas, et al. 2013. Atherosclerosis and Other Cardiovascular

Manifestations of Rheumatologic Diseases. Rheumatol Curr Res,

Rheumathology, an open access journal.

Pinzon, R & Asanti, L. (2010). Awas stroke. Yogyakarta : Penerbit Andi.

41

Siswanto, Y. (2005) Analisis faktor yang mempengaruhi stroke berulang.

Jurnal Universitas Diponegoro Semarang.

http://eprints.undip.ac.id/4942/ di akses tanggal 12 September 2012.

Shivaramakrishna. 2010. Risk Factors of Coronary Heart Disease among

Bank Employees of Belgaum City - Cross-Sectional

Study.http://ajms.alameenmedical.org/article_Vol03-2-apr-jun

2010/AJMS.3.2.152-159.pdf. Diakses tanggal 19 November 2012.

Smeltzer, S.C. & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner

And Suddart. Alih Bahasa Agung Waluyo Editor Bahasa Indonesia

Monica Ester, edisi 8. Jakarta : EGC.

Wardhana, W.A. (2011). Strategi mengatasi & bangkit dari stroke.

Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.

Yuet Wai Kan. 2000. Adeno-associated viral vector-mediated vascular

endothelial growth factor gene transfer induces neovascular formation

in ischemic heart. http://www.pnas.org/content/97/25/13801.full.pdf.

Zhang, Y., Zhang, X., Liu, L. & Zanchetti, A (2010). Effect of individual risk

factor on the residual risk of cardiovasculer events in a population of

treated chinese patient with hypertension: journal of Hypertension.

42