Pikiran Rakyatpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/09/...2010/09/30  · yangtak bersekolah...

2
Pikiran Rakyat o Selasa 23 19 o Rabu Kamis o Jumat o Sabtu 4 20 5 67 21 22 8 23 9 10 11 24 25 26 12 13 27 28 OPeb eSep OOkt "Hari Gini" Masih Buta Hu o Mar OApr OMei OJun OJul 0 Ags taranya masih menderita buta huruf seeara absolut. Mereka sama sekali tak mampu mem- baea, menulis, dan berhitung seeara sederhana sekalipun. Dari jumlah ini, kurang lebih 573juta (66,62 persen) di an- taranya perempuan. Mayoritas mutlak mereka hidup di ne- gara-negara berkembang dan miskin, terutama di benua Asia, Afrika, dan Amerika. Kita, penduduk Pulau Jawa boleh berbangga, karena mera- sa paling maju di republik ini. Memang betul, pusat unggulan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi di tanah air terdapat di Pulau Jawa. Akan tetapi, fakta membuktikan, justru mayoritas penduduk yang menderita buta huruf terdapat san pemerintah menghitung di pulau keeil yang paling pa- jumlah penderita buta huruf, dat penduduk ini. Provinsi hanya penduduk yang beru- Jawa Timur masih tetap mur di atas 15tahun. Padahal, "juara" pertama, Jawa Tengah usia anak masuk sekolah dasar "juara" kedua, dan Jawa Barat (SD) enam tahun. Bila dihi- "juara" ketiga, sedangkan Su- tung anak berusia 7-15 tahun lawesi Selatan dan Nusa Teng- yang tak bersekolah dan yang gara Timur "juara" pertama putus sekolah dari SD, SMP, dan keduadi luar Pulau Jawa. dan yang sederajat (kurang- Dari lebih 8,3 juta penduduk lebih satu juta siswa per berusia di atas 15tahun yang tahun), sesungguhnyajumlah masih menderita buta huruf, penduduk Indonesia yang buta 70 persen atau 5,81juta orang huruf belasan juta orang, terdapat di lima provinsi terse- bahkan bisajadi puluhanjuta but. Niscaya mayoritas mereka orang. Telah terbukti, terma- hidup di desa-desa dan bersta- suk oleh penelitian UNESCO, tus petani miskin atau kuli orang yang sudah pernah tani. melek hurufbila selama empat Sebetulnya, Indonesia lebih tahun sama sekali tak pernah dulu membuat Program Na- lagi membaea dan menulis, sional Pemberantasan Buta mereka kembali menderita bu- Huruf, yakni sejak 1945. ta huruf. Badan Perserikatan Bangsa- Di Indonesia, mereka se- bangs a Urusan Pendidikan, makin eepat kembali menyan- Sosial, dan Kebudayaan (UN- dang buta huruf, karena warga ESCO) baru mernprokla- masyarakat kita umumnya masikan Hari Aksara Interna- tidak suka membaea. Mereka sional pada 8 September 1965. sangat suka menonton televisi, Akan tetapi, hingga kini pe- apa pun materi siarannya, merintah (pusat) dan daerah yang bersiaran tanpa pernah (provinsi, kabupaten, dan ko- berhenti. Tak satu pun stasiun ta) masih gagal memberantas televisi di negeri ini yang me- penyakit sosial ini. Tidak aneh miliki aeara pemberantasan bila indeks pembangunan buta huruf. Program-program manusia (IPM) kita masih televisi nasional dan lokal jus- tetap berada di peringkat 108 tru melestarikan kebutahu- di antara 177negara. Sebagai rufan khalayak pemirsa. bangs a dan negara besar, se- Dalam hal penyakit sosial, harusnyalah kita malu. ternyata kaum perempuan Kita boleh menyebut diri se- yang buta huruf masih, tetap bagai bangsa dan negara besar dominan. Ini tak hanya terjadi dan eukup maju. Ini antara di negeri kita, tetapi juga se- lain diindikasikan banyaknya cara global (sejagat), Dari selu- penduduk yang memiliki dan ruh penduduk dunia yang menggunakan teknologi infor- masih buta aksara ternyata 2/3 masi dan komunikasi, teruta- perempuan, sedangkan laki-la- ma telefon selular dan internet. ki 1/3-nya. Dari sekitar enam Akan tetapi, inilah fakta yang miliar penduduk bumi, 860 sesungguhnya, Sejak 2008, In- juta (10,75 persen) di an- donesia turut dalam program' Oleh S. SAHALA TUA SARAGIH S EORANG bapak beru- sia kurang lebih 45 ta- hun, tampak sedang asyik membaea koran di salah satu warung di pusat Kota Bandung sambil menikmati segelas kopi. Rupanya ada seo- rang laki-laki lain yang sebaya dengannya, memperhatikan eara si bapak itu membaea ko- ran. "Punten, Pa, kok baea ko- rannya terbalik?" tanyanya po- los. "Oh, ya, ya, enggak sadar. Lagi ngantuk sih..."jawabnya malu-rnalu sambil membe- narkan posisi koran di kedua tangannya. Sesungguhnya si bapak itu memang masih menderita bu- ta huruf (aksara). Dia memang dapat mengenal nilai satuan uang, tetapi sebenamya dia tak mampu membaea tulisan dan angka yang tertera pada lem- bar/keping uang rupiah. Mungkin di antara kita ada yang berkomentar dengan si- nis, "Hah, 'hari gini' masih bu- ta huruf? Hidup di kota besar pula." Si bapak tadi tak sen- dirian. Masih ada belasanjuta, bahkan mungkin puluhan juta penduduk Indonesia yang tak sanggup membaea, menulis, dan berhitung dengan sangat sederhana sekalipun. Direktur Jenderal Pendidikan Nonfor- mal dan Informal, Kemente- rian Pendidikan Nasional, Ha- mid Muhammad, baru-baru ini di Jakarta mengatakan, masih ada lebih 8,3 juta (ham- pir enam persen) penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun menderita buta huruf, 80 persen atau lebih 6,64 juta orang di antaranya berusia di atas 45 tahun. Sebanyak 20 persen penduduk penyandang buta huruf itu, masuk kelorn- pok masyarakat yang tersulit baik dari sisi ekonomi, ge- ografis, maupun sisi sosial bu- daya. Di antara 8,3 juta pen- duduk yang masih menderita buta huruf itu, terdapat lebih 5,53juta orang (66,62 persen) perempuan. Ini angka resmi pemerintah (Kemdiknas). Kita boleh per- eaya, boleh pula tak pereaya. Maklumlah, penyakit "ABS" ("asal bapak senang") masih diidap oleh banyak pegawai dan pejabat dalam lembaga- lembaga pemerintahan. Kita tidak mengetahui ala- Kllplhg HUmaS unpaa 20 10

Transcript of Pikiran Rakyatpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/09/...2010/09/30  · yangtak bersekolah...

  • Pikiran Rakyato Selasa

    2 319

    o Rabu • Kamis o Jumat o Sabtu420

    5 6 721 22

    823

    9 10 1124 25 26

    12 1327 28

    OPeb eSep OOkt

    "Hari Gini" Masih Buta HuoMar OApr OMei OJun OJul 0 Ags

    taranya masih menderita butahuruf seeara absolut. Merekasama sekali tak mampu mem-baea, menulis, dan berhitungseeara sederhana sekalipun.Dari jumlah ini, kurang lebih573 juta (66,62 persen) di an-taranya perempuan. Mayoritasmutlak mereka hidup di ne-gara-negara berkembang danmiskin, terutama di benuaAsia,Afrika, dan Amerika.

    Kita, penduduk Pulau Jawaboleh berbangga, karena mera-sa paling maju di republik ini.Memang betul, pusat unggulanpendidikan dasar, menengah,dan tinggi di tanah air terdapatdi Pulau Jawa. Akan tetapi,fakta membuktikan, justrumayoritas penduduk yangmenderita buta huruf terdapat

    san pemerintah menghitung di pulau keeil yang paling pa-jumlah penderita buta huruf, dat penduduk ini. Provinsihanya penduduk yang beru- Jawa Timur masih tetapmur di atas 15tahun. Padahal, "juara" pertama, Jawa Tengahusia anak masuk sekolah dasar "juara" kedua, dan Jawa Barat(SD) enam tahun. Bila dihi- "juara" ketiga, sedangkan Su-tung anak berusia 7-15 tahun lawesi Selatan dan Nusa Teng-yang tak bersekolah dan yang gara Timur "juara" pertamaputus sekolah dari SD, SMP, dan keduadi luar Pulau Jawa.dan yang sederajat (kurang- Dari lebih 8,3 juta penduduklebih satu juta siswa per berusia di atas 15 tahun yangtahun), sesungguhnyajumlah masih menderita buta huruf,penduduk Indonesia yang buta 70 persen atau 5,81juta oranghuruf belasan juta orang, terdapat di lima provinsi terse-bahkan bisajadi puluhanjuta but. Niscayamayoritas merekaorang. Telah terbukti, terma- hidup di desa-desa dan bersta-suk oleh penelitian UNESCO, tus petani miskin atau kuliorang yang sudah pernah tani.melek hurufbila selama empat Sebetulnya, Indonesia lebihtahun sama sekali tak pernah dulu membuat Program Na-lagi membaea dan menulis, sional Pemberantasan Butamereka kembali menderita bu- Huruf, yakni sejak 1945.ta huruf. Badan Perserikatan Bangsa-

    Di Indonesia, mereka se- bangs a Urusan Pendidikan,makin eepat kembali menyan- Sosial, dan Kebudayaan (UN-dang buta huruf, karena warga ESCO) baru mernprokla-masyarakat kita umumnya masikan Hari Aksara Interna-tidak suka membaea. Mereka sional pada 8 September 1965.sangat suka menonton televisi, Akan tetapi, hingga kini pe-apa pun materi siarannya, merintah (pusat) dan daerahyang bersiaran tanpa pernah (provinsi, kabupaten, dan ko-berhenti. Tak satu pun stasiun ta) masih gagal memberantastelevisi di negeri ini yang me- penyakit sosial ini. Tidak anehmiliki aeara pemberantasan bila indeks pembangunanbuta huruf. Program-program manusia (IPM) kita masihtelevisi nasional dan lokal jus- tetap berada di peringkat 108tru melestarikan kebutahu- di antara 177negara. Sebagairufan khalayak pemirsa. bangs a dan negara besar, se-

    Dalam hal penyakit sosial, harusnyalah kita malu.ternyata kaum perempuan Kita boleh menyebut diri se-yang buta huruf masih, tetap bagai bangsa dan negara besardominan. Ini tak hanya terjadi dan eukup maju. Ini antaradi negeri kita, tetapi juga se- lain diindikasikan banyaknyacara global (sejagat), Dari selu- penduduk yang memiliki danruh penduduk dunia yang menggunakan teknologi infor-masih buta aksara ternyata 2/3 masi dan komunikasi, teruta-perempuan, sedangkan laki-la- ma telefon selular dan internet.ki 1/3-nya. Dari sekitar enam Akan tetapi, inilah fakta yangmiliar penduduk bumi, 860 sesungguhnya, Sejak 2008, In-juta (10,75 persen) di an- donesia turut dalam program'

    Oleh S. SAHALA TUA SARAGIH

    S EORANG bapak beru-sia kurang lebih 45 ta-hun, tampak sedangasyik membaea koran di salahsatu warung di pusat KotaBandung sambil menikmatisegelas kopi. Rupanya ada seo-rang laki-laki lain yang sebayadengannya, memperhatikaneara si bapak itu membaea ko-ran.

    "Punten, Pa, kok baea ko-rannya terbalik?" tanyanya po-los.

    "Oh, ya, ya, enggak sadar.Lagi ngantuk sih ..." jawabnyamalu-rnalu sambil membe-narkan posisi koran di keduatangannya.

    Sesungguhnya si bapak itumemang masih menderita bu-ta huruf (aksara). Dia memangdapat mengenal nilai satuanuang, tetapi sebenamya dia takmampu membaea tulisan danangka yang tertera pada lem-bar/keping uang rupiah.

    Mungkin di antara kita adayang berkomentar dengan si-nis, "Hah, 'hari gini' masih bu-ta huruf? Hidup di kota besarpula." Si bapak tadi tak sen-dirian. Masih ada belasanjuta,bahkan mungkin puluhan jutapenduduk Indonesia yang taksanggup membaea, menulis,dan berhitung dengan sangatsederhana sekalipun. DirekturJenderal Pendidikan Nonfor-mal dan Informal, Kemente-rian Pendidikan Nasional, Ha-mid Muhammad, baru-baruini di Jakarta mengatakan,masih ada lebih 8,3 juta (ham-pir enam persen) pendudukIndonesia berusia di atas 15tahun menderita buta huruf,80 persen atau lebih 6,64 jutaorang di antaranya berusia diatas 45 tahun. Sebanyak 20persen penduduk penyandangbuta huruf itu, masuk kelorn-pok masyarakat yang tersulitbaik dari sisi ekonomi, ge-ografis, maupun sisi sosial bu-daya. Di antara 8,3 juta pen-duduk yang masih menderitabuta huruf itu, terdapat lebih5,53juta orang (66,62 persen)perempuan.

    Ini angka resmi pemerintah(Kemdiknas). Kita boleh per-eaya, boleh pula tak pereaya.Maklumlah, penyakit "ABS"("asal bapak senang") masihdiidap oleh banyak pegawaidan pejabat dalam lembaga-lembaga pemerintahan.

    Kita tidak mengetahui ala-Kllplhg HUmaS unpaa 20 10

  • "Literacy Initiative for Empo-werment" yang diselenggara-kan UNESCO. Program terse-but ditujukan kepada sembilannegara di benua-benua Asia,Afrika, dan Amerika, yangmemiliki penduduk penyan-dang buta huruf dalam jumlahsangat besar atau terbesar. Ke-sembilan negara tersebutadalah India, Pakistan, Cina,Meksiko, Bangladesh, Mesir,Brasil, Indonesia, dan Nigeria.

    Faktor kemiskinanTentu dari dahulu kala pun,

    pemerintah sudah mengetahuibetul faktor utama penyebabmasih sangat besarnya angkapenyandang buta huruf dinegeri ini, termasuk merekayang telah lama tinggal di ko-ta-kota besar, pastilah kemiski-nan, baik kemiskinanekonomis maupun kemiskinannirekonomis. Karena miskinmereka tidak bersekolah, dankarena tidak bersekolah mere-ka tetap miskin, bahkan se-makin miskin. Ini lingkaransetan, yang semestinya daridulu sudah dipatahkan olehnegara (pemerintah). PresidenSoesilo Bambang Yudhoyono(SBy) dan para menterinya se-lama ini dengan bangga me-ngatakan, jumlah pendudukmiskin terus berkurang. Akantetapi, faktanya angka penderi-ta buta huruf masih sangat be-sar. Ini jelas merupakan salahsatu indikator utama, masihsangat banyak pendudukmiskin di negara yang sudahlebih 65 tahun merdeka ini.

    Tak perlu dipaparkan di siniberbagai kerugian yang diala-mi para penyandang buta hu-ruf. Penduduk yang telahmelek huruf pun terbuktimasih sering sekali ditindas,dipinggirkan, dimiskinkan, di-bodoh-bodohi, dilecehkan,didiskriminasikan, dan berba-gai hak asasi mereka lainnyayang dilanggar secara terang-terangan, baik oleh pemerin-tah, pengusaha, maupun parapenegak hukum, dan orang-orang pintar lainnya.

    Kita tak perlu mengguruipemerintah dalam hal menge-nyahkan kemiskinan, teruta-ma kemiskinan ekonomis. Pe-merintah dari rejim satu ke re-jim-rejim berikutnya, senanti-asa memiliki program pem-berantasan kemiskinan. Akantetapi, apa dan mana hasil-nya? Ironisnya, program yangmenggunakan uang rakyatbertriliun-triliun rupiah itu

    justru sering menjadi arenakorupsi. Maklumlah, penyakitbuta huruf secara moral danrohaniah ini masih diidap olehbanyak pejabat pemerintahdan pengusaha, yang memper-oleh projek pemberantasankemiskinan, termasuk projekpemberantasan buta huruf.Andaikata hak (jatah) rakyatmiskin yang sangat besar itutak "dimakan" terus oleh ko-ruptor kelas kakap hingga ko-ruptor kelas teri, tentukemiskinan dan kebutahu-rufan telah lema lenyap darirepublik ini.

    Sebab, tak seorang pun bisamenjamin kapan wabah ko-rupsi lenyap dari negara kita,kini yang perlu kita lakukanadalah memerangi kemiskinannirekonomis (kesadaran danmotivasi) di kalangan pen-duduk penderita buta huruf.Mereka harus disadarkan dandimotivasi bahwa mereka rugibesar dan sering dirugikankarena mereka buta huruf(bodoh). Mereka dapat di-sadarkan dan dimotivasi bah-wa hanya mereka yang mampumematahkan lingkaran setankemiskinan yang membeleng-gu selama ini. Mereka harusdisadarkan dan dimotivasiagar tak pernah berharapkepada orang lain, termasukpemerintah pusat dan daerah,DPR, dan DPRD, untuk me-ngeluarkan mereka darikubangan kemiskinan.Penyadaran dan pemotivasianini jauh lebih efektif ketimbangcuma Program pemberantasanbuta huruf yang dilaksanakanKemendiknas dan Dinas-dinasPendidikan.

    Kita sangat mengharapkan,para tokoh masyarakat, ulamaatau rohaniwan, aktivis lemba-ga swadaya masyarakat, guru,dos en, mahasiswa, danwartawan mau melakukan ge-rakan sosial penyadaran sertapemotivasian para penyan-dang buta huruf di tanah air.Kalau mengandalkan pemerin-tah belaka, jangan harapkemiskinan dan kebutahuru-fan lenyap dari negeri ini.Mengacu kepada situasi dankondisi nasional dan berbagaiprogram "pembutahurufan"oleh puluhan stasiun televisiswasta nasional dan lokal, takmustahil jumlah rakyat miskindan penderita buta huruf jus-tru akan meningkat pesat. ***

    Penulis, dosen Jurusan Ju-rnalistik, Fikom Unpad.