City Lite: Intersection · 2018-09-28 · Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang ... Gue ulang...
Transcript of City Lite: Intersection · 2018-09-28 · Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang ... Gue ulang...
intersectionWhere The Crush Happened
haldep.indd 1 7/30/2018 3:00:46 PM
Sanksi Pelanggaran Pasal 113Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014tentang Hak Cipta
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Se-cara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta se-bagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta seba-gaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana pen-jara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
haldep.indd 2 7/30/2018 3:00:46 PM
intersection
Khalinta
PENERBIT PT ELEX MEDIA KOMPUTINDO
Reinecke Bayu
Editor: Rayendra L. Toruan
HIGH YIELD INVESTMENT PROGRAM
T R I K M E R A U P L A B A
RATUSAN RIBU DOLARDALAM BELASAN MENIT
Trik Meraup (i-xvi)new.indd 3 8/25/2003 12:44:31 AM
haldep.indd 3 7/30/2018 3:00:46 PM
IntersectionCopyright ©2018 KhalintaEditor: Afrianty P. Pardede
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-UndangDiterbitkan pertama kali pada tahun 2018 oleh Penerbit PT Elex Media KomputindoKelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta
718031285 ISBN: 978-602-04-7903-3
Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, JakartaIsi di luar tanggung jawab Percetakan
haldep.indd 4 7/30/2018 3:00:46 PM
Reduksi.Reduksi.Reduksi.Gue ulang kata-kata itu sampai kayak nggak ada artinya di
otak gue. Gara-gara alasan reduksi itu semua rencana besar gue hancur. Errrgh, ya Gusti ... tega amat ngasih jalan hidup kayak gini pada hamba-Mu yang sudah cukup menderita ini.
Nggak.Lo nggak boleh mengeluh apalagi ngadu-ngadu sama Tuhan
gini, Mol. Masih diberi kesempatan buat hidup, bernapas, dan follow akun hot_dudes_reading di Instagram gini lo harusnya banyak bersyukur.
Lo nggak boleh mengeluh karena lo masih termasuk karya-wan beruntung yang nggak kena reduksi sampai akhir kontrak lo tahun depan. Lo harus bersyukur cuma nggak ada bonus sampai tahun depan dan lo harus bersyukur jam kerja lo cuma ditambah satu jam.
Satu jam, Mol!Satu jam yang biasanya bisa lo habisin buat nyelipin tisu di
sela-sela jari kaki lalu maskeran unyu dan nonton tutorial make up di YouTube, sekarang bisa lo pakai buat kerja. Buat produktif. Kerja, kerja, kerja!!!
BAB I
Maulana Firdhaus
isi.indd 1 7/30/2018 2:21:57 PM
2
“BRAKKKK!!!”
“WOY, BRENGSEK!!!“
Dan gue nggak ingat kenapa tiba-tiba lengan kiri gue terasa
nyeri parah setelah gue diteriakin brengsek dan ada bau darah
tercium di hidung gue sampai semuanya hitam.
---
Saat ini gue lagi liburan di Pantai Senggigi. Lengkap sama bikini,
topi pantai dan segelas sirup rasa jeruk yang gue yakin asli dari
perasan jeruk, bukan minuman jeruk sachet kayak yang biasanya
gue bikin di pantry kantor.
Di sebelah gue berbaring, ada papan reklame segede dosa
yang berdiri kokoh menampilkan iklan suatu lembaga belajar
bahasa Inggris yang tentu saja, dengan bangga gue katakan,
adalah hasil desain gue.
Si lembaga belajar bahasa Inggris itu, cih. Satu-satunya
klien yang berani memilih gue sebagai team leader dalam project
advertising mereka.
Gue, sebagai team leader.
Tanpa memedulikan nasihat para atasan yang lain kalau gue
kadang suka memberikan ide-ide spektakuler yang belum pasti
bisa dengan mulus menembus pasar, mereka tetap memilih gue.
Dan bapak-bapak dari lembaga belajar itu bilang apa?
“It’s okay. Kami emang mencari partner yang challenging.”
Makan tuh, challenging.
Dengan resminya gue terjun ke proyek ini sebagai team
leader, maka om-om gendut pemegang kekuasaan di kantor gue
isi.indd 2 7/30/2018 2:21:57 PM
3
nggak bakal bisa membantah lagi ketika nanti tiba saatnya gue
dipromosikan.
Ahhh, indahnya hidup.
Pemandangan laut di Pantai Senggigi dan sengatan matahari
hangat yang kontras dengan dinginnya es jeruk bukan minuman
sachet di genggaman gue ini benar-benar melengkapi deinisi keindahan hidup tadi.
Ngomong-ngomong kenapa ya, gue tiba-tiba liburan di sini?
Apakah ini reward dari lembaga belajar itu karena proyek yang
gue pimpin selesai dengan sempurna?
Lho?
Bukannya baru tadi pagi gue serahin desain inal reklame?Bukannya tadi gue baru dapat kabar kalau ada company
reduction karena label perusahaan kita mau merge?
Bukannya tadi gue—
Ugh.
Pergelangan tangan kanan gue tiba-tiba terasa nyeri dan
nggak kuat lagi menggenggam gelas es jeruk bukan kemasan
sachet itu.
Sesaat gue terpejam.
Dan sedetik berikutnya begitu gue membuka mata, bau obat-
obatan dan tirai berwarna biru terang mengelilingi gue yang
berbaring. Bikini indah tadi berganti dengan kaus putih dan
celana khaki gue. Jaket jeans dengan bercak darah dan robek di
bagian siku kiri tersampir di ujung ranjang tidur ... rumah sakit.
Sekali lagi gue memejamkan mata. Merasakan lengan kiri gue
yang kaku dan sakit luar biasa ketika gue mencoba menggerakkan
telapak tangan. Pipi gue juga gatal, tanda kalau ada sesuatu
isi.indd 3 7/30/2018 2:21:57 PM
4
menempel di sana dengan bau antiseptik yang berlebihan.
“Oh!” Gue releks memejamkan mata begitu ada suara seorang lelaki membuka tirai biru yang mengelilingi gue dengan
tiba-tiba. “Suster, dia udah sadar!”
Siapa? Apa dia korban yang gue tabrak? Lah?
Kalau dia korban, kenapa gue yang berbaring tak berdaya
gini?
“Heh.” Dia mencolek-colekkan jarinya ke pundak kanan gue
yang alhamdulillah nggak berasa nyeri luar biasa kayak si pundak
kiri. “Udah sadar belum sih? Dokter!!”
Lalu laki-laki itu menutup kembali tirai warna biru dan
semenit kemudian kembali dengan seseorang berwajah datar
(yang berhasil gue lihat dengan memicingkan mata) yang me-
nyentuhkan stetoskop dingin ke badan gue tanpa menjawab
ocehan laki-laki itu yang sibuk bertanya–tanya tentang fraktura,
metacarpals, dan bahasa–bahasa aneh lainnya.
“Sudah, Dok. Treatment sudah sesuai. Pasien mungkin masih
syok,” jawab si wajah datar dan membuat laki–laki yang dipanggil
‘Dok’ itu diam.
Dok?
Dokter, kan? Nggak mungkin kodok?
“Pasien sudah sadar,” lanjut si wajah datar itu lagi dan dia
berlalu di balik tirai, meninggalkan gue dengan si Dok ini yang
belum jelas apakah dia dokter atau kodok.
Dari caranya yang memastikan gue sadar apa nggak dengan
colek–colek manja tadi, gue lebih percaya dia siluman kodok.
Mana ada dokter menangani pasien laka kayak gitu?
“Maulana? Maulana? Kamu bisa dengar saya?” Dia kembali
isi.indd 4 7/30/2018 2:21:58 PM
5
mengulang-ulang colekan manja itu di pundak kanan gue yang
nggak sakit. Duh. Melek nggak, ya? Dari suaranya sih ... kayaknya
lumayan cakep. Tapi gimana kalau ternyata penampakan dia
beneran siluman kodok yang bakalan membuat gue pingsan lagi?
Dengan pertimbangan gue nggak mungkin juga berbaring di
sini tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi, gue melek perlahan-
lahan.
Holy shit.
“Maulana? Nama kamu benar Maulana, kan?”
Gue meringis. Selain karena nyeri yang masih nggak
manusiawi ini karena ... ya memang nama gue Maulana.
Sebenarnya gue pengin mengangguk lemah aja kayak cewek-
cewek korban tabrakan di komik-komik cantik. Siapa tahu kan si
dokter atau si pangeran kodok ini jatuh hati dan tiba-tiba ngajak
gue naik haji. Kan langsung mabrur gue.
Kenapa dari siluman berubah jadi pangeran kodok?
Hehe. Karena begitu gue membuka mata, laki-laki ini beneran
cakep, secakep suaranya. Kulitnya bersih dengan bekas satu
jerawat di bawah dagu dan bekas cukuran kumis. Seandainya dia
beneran kodok udah jelas, pasti pangeran kodok yang udah kena
cium karena kutukan kodoknya udah nggak ada.
“Kamu bisa bicara?”
“Iyah.” Sial. Suara gue serak banget. Kentara banget dahaga
ini akan laki–laki tampan seperti di hadapan gue sekarang.
“Ehm. Iya, saya Maulana.”
Kerut panik di antara dahinya tadi agak berkurang dan dia
duduk di kursi sebelah ranjang gue.
“Kamu tadi nabrak mobil saya, waktu saya buka pintu. Kamu
isi.indd 5 7/30/2018 2:21:58 PM
6
bawa motor, nggak punya SIM, ya? Saya cari di dompet kamu,
tapi nggak ada SIM?” omelnya tiba-tiba.
Kepala gue berdenyut.
Jadi ... tadi gue beneran nabrak orang?
“Nabrak?”
“Iya. Jadi ... tadi saya buka pintu mobil saya terus kamu
nyeruduk gitu aja. Gimana bisa sih, nyetir sampai ke bahu jalan?
Perasaan ... saya parkir juga udah pas di bahu jalan. Dan kamu
nyetir juga nggak ngebut. Gimana bisa nggak lihat ada mobil,
sih??” Telinganya berubah semakin merah selama dia ngomel
gini. Dan gue berhasil menyimpulkan, dia beneran dokter.
Dari jas dokter yang dia pangku dan name tagyang menempel di
kemeja kotak-kotaknya.
Dr. Enggara Arfan, Sp.Kj.
“Saya—”
“Saya udah telepon kantor kamu tadi. Tapi nggak ada
tanggapan pasti siapa yang bisa nemenin kamu. Jadi siapa yang
bisa saya hubungi buat ngurusin kamu sekarang?”
Gue memutar otak. Jelas ajalah kantor nggak bisa nanganin
karyawan sekarat sekarang-sekarang ini sementara kondisi di
sana lagi hancur. Jelas aja, jelas. Mungkin begitu mereka dapet
telepon kalau gue kecelakaan tadi mereka malah bersyukur,
berharap dengan musibah ini mereka bisa mereduksi satu
karyawan lagi. Good.
“Uh....” Gue mau bilang gue bisa naik taksi aja, tapi si dokter
ini menyela kalimat gue.
“Motor kamu ada di bengkel. Bareng sama mobil saya.” Dia
mengeluarkan kartu nama dari sakunya. “Saya psikiater di rumah
sakit ini. Kamu bisa hubungi saya masalah motor dan ganti rugi
isi.indd 6 7/30/2018 2:21:58 PM
7
nanti. Kontak saya ada di situ.”
Dengan susah payah gue menerima kartu nama dia dengan
pergelangan tangan yang nyeri gara–gara jarum infus. Gue kira
dia bakalan pergi setelah ngasih tahu kalau dia bakalan minta
ganti rugi?
Ternyata nggak. Setelah dia keluar dan ngomong sama suster
yang tadi menangani gue, mereka kembali buat melakukan
sesuatu sama selang infus yang menggantung di atas kepala gue
lalu si dokter ini melepas perban hingga jarum infus di tangan
gue dengan perlahan.
Kalian ngerti nggak? Tangan dokter itu selalu dingin banget
kayak ujung stetoskop yang senantiasa menggantung di leher
mereka. Tangan si Dokter Enggara ini juga naudzubillah adem
banget. Sampai rasanya gue pengin menyalurkan kehangatan
yang gue punya dengan berpelukan. Astaghirullahaladzim.
“Maulana?” katanya setelah dia dan suster membereskan
infus.
“Hah?”
“Nama kamu beneran Maulana?”
Yaelah, Dok. Iya. Iya. Iya.
Iya nama gue Maulana terlepas dari jenis kelamin gue yang
cewek tulen dan menstruasi tiap bulan.
Gue mengangguk.
“Yaudah, kamu bisa hubungi orang yang bisa ngurusin kamu
sekarang? Keluarga? Pacar? Suami?”
“Pfft....” Nyaris gue tergelak dengar dia ngomong suami.
“Saya pulang naik taksi aja, Dok. Ng ... sebelumnya ... masalah
kecelakaan tadi ... saya....”
“Nanti kita bisa diskusikan kalau kondisi kamu udah lebih
isi.indd 7 7/30/2018 2:21:58 PM
8
baik. Kamu bener-bener nggak ada orang yang bisa jemput kamu sekarang?”
Mampus. Mampus nih, jangan-jangan begitu gue udah rada seger dikit dia minta ganti rugi lagi? Gue jadi penasaran seberapa parah mobilnya rusak gara-gara gue.
Eh tapi ... kan???Motor gue juga hancur???Lengan gue juga luka???“Maulana?”“Hah? Eh, iya, Dok ... ng ... daripada repot saya pulang
sendiri aja?” Gue terdengar sama sekali nggak yakin.Kagok gue, sumpah, dipanggil Maulana-Maulana terusdari
tadi.Dia melirik jam tangannya lalu beranjak berdiri.“Tunggu sebentar.”Dan gue ditinggal dalam keadaan bingung, lagi. Menyadari
kalau sebenarnya kaki, kepala dan apa pun selain lengan kiri gue berfungsi dengan baik. Oke, kecuali kinerja otak gue yang tiba-tiba didera bencana memproses semua informasi tentang kesialan gue hari ini.
Nabrak mobil orang pakai motor karena gue ngelamunin reduksi pegawai kantor.
Dan yang punya mobil adalah seorang dokter jiwa.Yang luar biasa cakep.Tirai biru itu terbuka lagi dan si dokter-dokter ini menenteng
satu tas hitam.“Saya bisa antar kamu pulang, kalau kamu nggak keberatan.”Okay.Mungkin yang satu ini bisa bikin otak gue berfungsi dengan
isi.indd 8 7/30/2018 2:21:58 PM
9
baik setelahnya.
“Boleh, Dok.”
---
Mungkin kesadaran gue masih terpengaruh efek cairan infus,
apa pun cairan itu tadi, karena alih–alih memikirkan tangan gue
yang nyaris buntung, di kepala gue malah terbayang si dokter
yang berbaik hati buat nganterin gue pulang ini.
Di umur gue yang udah segini banyak, nyaris dua puluh tujuh,
ada dua hal yang gue perhatikan ketika melihat laki–laki yang
lumayan menarik perhatian. Yang pertama adalah jari manisnya,
udah dilingkari cincin atau belum, dan yang kedua, their bulge, of
course. People say that size doesn’t really matter but, no, that thing actually
pretty attractive for me. Jadi gue masih menunduk memperhatikan
dua hal itu dari lelaki yang duduk di sebelah gue.
“Nama kamu bener Maulana?” tanyanya lagi setelah taksi
bergerak dalam perjalanan ke apartemen gue. Berapa kali deh
dia nanya begini?
“Iya, Dok.”
“Panggil Ega aja. Kamu bukan pasien saya.”
Hmm ... nggak ngerti apa ya dia, kalau di dunia ini ada fetish
dengan roleplay dokter, apalagi ke dokter-dokter beneran yang
endang (enak dipandang) semacam dia.
“Kalau gitu panggil saya Moli. Biar kayak cewek.”
Untuk pertama kalinya gue lihat dia senyum dikit.
“Moli.” Dan sebentar banget. Muka dia balik serius lagi
setelah ngetes pengucapan nama panggilan gue di lidahnya,
seakan lagi mikir mau ngasih gue pertanyaan apa lagi. Tapi
ternyata dia kembali bawel. “Tadi begitu saya buka pintu mobil
isi.indd 9 7/30/2018 2:21:58 PM
10
saya, kamu langsung nyeruduk gitu aja. Saya jatuh ke dalam
mobil lagi sementara kamu terguling ke jalanan, jatuh ke aspal.
Motor kamu juga ambruk ke tangan kiri kamu. Untung aja kamu
tadi nggak ngebut.
“Kalau tadi kamu ngebut, bisa-bisa pintu mobil saya sampai
lepas gara-gara kamu tabrak dan saya yakin nggak cuma fraktur
yang bisa kejadian sama kamu. Belum lagi kalau tadi jalanan
rame, bisa aja ada kendaraan lain yang nyeruduk kamu waktu
kamu keguling ke tengah jalan tadi. Kamu beneran nggak punya
SIM, ya?”
“Punyalah!” sahut gue nggak terima. Hih, gemes deh dari
tadi ceritanya dari sudut pandang dia mulu. Gue coba inget-
inget lagi apa yang gue lihat sebelum katanya gue menabrak pintu
mobilnya. Tapi nihil. Mobil dia apa juga gue nggak inget. Yang
gue inget cuma lamunan-lamunan menyedihkan gue tentang
reduksi di kantor. Ah! Gue inget dia teriak brengsek!
“Kok di dompet kamu nggak ada?”
Uh, iya juga, dia tadi juga sempat menggeledah dompet gue.
Ketahuan deh segala status belum kawin dan golongan darah
gue yang masih strip.
“Lagi di tempat rental komik,” gue menjawab asal.
Ega langsung menolehkan wajahnya dengan cepat ke arah
gue dan kerutan di antara dua alisnya itu muncul lagi. “Rental
komik?”
“Iya ... tempat buat sewa komik gitu. Jadi kalau nyewa komik
harus pake jaminan kartu pengenal gitu, bisa KTP, kartu pelajar,
KTM. Saya pakenya SIM.” Dia masih menatap gue nggak ngerti.
Duh, gue jadi gugup gabungan antara teringat keterlambatan
gue mengembalikan komik sewaan dan karena dilihatin Ega.
isi.indd 10 7/30/2018 2:21:58 PM
Tentang Penulis
Khalinta memilih menulis sebagai media untuk mengabadikan momen dan kenangan. Selain itu, mencicipi berbagai macam sudut pandang baginya merupakan salah satu cara terbaik untuk menikmati dunia. Melalui tulisannya Khalinta berharap bisa mengajak lebih banyak orang untuk membuka mata dan memahami dunia dari sudut pandang yang beragam. Masih bercita-cita memiliki perpustakaan pribadi sebagai harta warisan untuk anak cucu kelak.
Instagram: @hi_khalintaWattpad: @khalintaE-mail: [email protected]
isi.indd 489 7/30/2018 2:22:13 PM