Pielonefrtitis

download Pielonefrtitis

of 28

description

BAB II Tinjauan Pustaka

Transcript of Pielonefrtitis

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiDengue yang juga dikenal sebagai breakbone fever adalah sebuah penyakit infeksi tropis yang disebabkan oleh virus dengue. Gejalanya memiliki spectrum klinis yang bervariasi meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot dan tulang dan ruam kulit yang khas seperti penyakit campak. Dalam kasus yang relatif jarang, penyakit ini dapat progresif menjadi sebuah penyakit yang mengancam nyawa akibat dari perdarahan, trombositopenia dan kebocoran plasma dimana membawa keadaan syok yang dikenal sebagai dengue shock syndrome (DSS). 5,9

Gambar 1. Spektrum Klinis (Simptomatis) Infeksi Virus Dengue.11Infeksi virus dengue dipengaruhi oleh beberapa faktor dari imunitas host dan virulensi agent. Seperti fenomena gunung es, infeksi virus dengue dapat menimbulkan gejala dan tidak menimbulkan gejala dimana keadaan yang berat merupakan ujung/ puncak gunung es yang terlihat sementara yang tanpa gejala terpendam sebagai dasar gunung es. Gejala yang ditimbulkan mulai dati demam ringan yang tidak spesifik, demam dengue/ dengue fever (DF) dan keadaan yang lebih berat yakni DHF dan DSS.11Pada klasifikasi ini, DF dibedakan dari DHF grade I sampai IV dimana DSS sama dengan DHF grade III/ IV. Namun demikian, trombositopenia dan perdarahan spontan/ provokasi dapat terjadi pada demam dengue. Secara sederhana, klasifikasi ini membagi infeksi dengue menjadi dengue ringan dan dengue dengan keadaan yang berat. Mungkin perrmeabilitas plasma bukan hal yang utama dalam keadaan dengue yang berat seperti hemokonsentrasi, efusi pleura dan asites tetapi penanda gejala dengue yang berat meliputi keadaan syok (ekstermitas yang dingin, tekanan nadi yang lemah, perpanjangan waktu CRT), perubahan kesadaran, perdarahan mukosa (hematemesis, melena, atau perdarahan dari hidung atau gusi) dan manifesatasi berat lainnya (kerusakan hati, cardiomyopaty, ensephalopaty, dan ensefalitis).11

B. Epidemiologi.Di banyak negara tropis, virus dengue sangat endemik. Di Asia, penyakit ini sering mernyerang kawasan Karibia, Pasifik Barat dan Asia Tenggara. Tahun 1962, penyakit demam berdarah dengue yang mematikan ditemukan di Indonesia setelah Filipina (1953) dan Muangthai (1958). Pada tahun 1968 barulah dilakukan pemeriksaan serologis. Walaupun sebenarnya sejak abad ke-18 David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda pernah melaporkan penyakit seperti demam degue sebagai demam lima hari (vijfdaagse koorts) atau demam sendi (knokkel koorts), tetapi pada saat itu infeksi virus dengue tidak menyebabkan kematian di Asia Tenggara. Semula penyakit ini ditemukan di beberapa kota besar kemudian menyebar hampir ke seluruh kota besar di Indonesia bahkan sampai ke perdesaan dengan penduduk padat dalam waktu yang relatif singkat. Sejak tahun 1968, angka kesakitan rata- rata DHF di Indonesia terus meningkat 1968 (0,05 per 100.000), 1973 (8,1 per 100.000), 1983 (8,65 per 100.000) dan puncaknya pada tahun 1998 (35,19 per 100.000). 5,9Menurut Laporan tahunan dari WHO, kasus DHF dan DSS meningkat secara global dari tahun ke tahun. Pertama kali DSS dilaporkan di Filipina pada tahun 1953 yang kemudian menyebar ke seluruh negara ASEAN lainnya. Sebelum tahun 1970 hanya 9 negara yang mengalami DSS tetapi angka ini meningkat 4 kali lipat hingga tahun 1995.11

Gambar 2. Jumlah Kasus DHF/DSS Tahunan secara Global.11

Gambar 3. Persebaran Kasus Dengue secara Global.11Namun tingkat kefatalatan dari kasus dengue di 3 wilayah WHO; SEAR (South East Asia Region), WPR (West Pacific Region) dan AMR (American Region) cenderung menurun tiap tahunnya. 11

Gambar 4. Tingkat Fatalitas Kasus Denggue berdasarkan wilayah WHO.11Faktor- faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus infeksi dengue sangat kompleks, yaitu:1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali3. Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis4. Peningkatan sarana transportasiSementara faktor- faktor morbiditas dan mortalitas infeksi virus denguedipengaruhi oleh:1. Status imunitas host2. Kepadatan vektor nyamuk3. Virulensi agent4. Environment: kondisi geografis setempat yang dipengaruhi oleh elemen seperti ilim dan kelembapan udara. Dimana elemen seperti suhu panas dan kelembapan tinggi membuat nyamuk aedes tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama.Di Indonesia, suhu udara dan kelembapan berbeda setiap tempat maka pola waktu juga bervariasi berdasarkan tempat. Secara umum, penyakit ini terjadi sepanjang tahun di Indonesia sehingga pengaruh musim tidak begitu jelas.5C. EtiologiTerdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. 9Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.9Virus dengue sebagai penyebab DF, DHF dan DSS termasuk kelompok arbovirus (arthopod borne virus) yang dikenal sebagai genus flavivirus, family flaviviridae dan hingga saat ini terdapat 4 jenis serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang paling banyak menjadi penyebab. DEN 3 merupakan serotipe dominan di Indonesia dan diasumsikan menjadi penyebab manifestasi klinis yang berat walaupun akhirakhir ini DEN 2 mulai cenderung mendominasi. DSS cenderung terjadi pada urutan infeksi serotipe tertentu yakni DEN 1 yang disusul DEN 2 sebanyak 20% dan DEN 3 yang disusul DEN 2 sebanyak 2%.5,9Infeksi salah satu serotipe akan memberikan perlindungan seumur hidup terhadap serotipe tersebut tetapi proteksi silang antar serotipe hanya berlangsung singkat bahkan cenderung mengakibatkan penyakit berat (Demam Berdarah Dengue/ Sindrom Syok Dengue).9

D. Faktor Resiko Terjadinya Syok1. Usia PasienProporsi kasus DBD menurut kelompok umur di Indonesia tahun 1993-1997 tertinggi pada usia sekolah (5-14 tahun) 60%.5 Penelitian Ganda dan Bombang12melaporkan pasien SSD yang terbanyak pada kelompok 6-15 tahun (60%). Namun di RS M Hoesin dan Charitas, Palembang, Sumatera Selatan mendapatkan infeksi dengue terbanyak pada usia 10-15 tahun (59%).13 Pada epidemi dengue pertama di Bangkok dan epidemi DBD pertama di Gorontalo, Sulawesi, yang terkena terutama anak-anak berumur 1-5 tahun. Pergeseran kejadian DBD dari usia kurang 5 tahun menjadi lebih 5 tahun bahkan dewasa berhubungan dengan teori secondary heterolog infection bahwa penyakit akan muncul apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue untuk pertama kali kemudian mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.5

2. Jenis KelaminBerdasarkan jenis kelamin, tidak ada perbedaan bermakna antara laki-laki dan perempuan pada kedua kelompok. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ganda dan Bombang (2005), Ganda dkk (2006) di Makasar.12,13 Wills dkk14 mendapatkan tidak ada perbedaan jenis kelamin pada SSD baik derajat ringan maupun berat.

3. Adanya Infeksi SekunderJenis infeksi sekunder merupakan infeksi terbanyak pada SSD dan DBD yaitu lebih dari 50% kasus. Sesuai dengan hipotesis infeksi sekunder dengan serotipe lain yang berurutan sebagai dasar teori yang banyak dianut. Pichainarong dkk15 dalam penelitiannya mendapatkan kejadian infeksi sekunder 90,5% pada SSD dan 88,6% pada DBD. Pada kejadian luar biasa (KLB) tahun 2004 di Jakarta, infeksi sekunder terjadi 82,5%.16

4. Status GiziKasus SSD paling banyak ditemukan pada anak dengan status gizi baik dan sangat jarang pada gizi buruk. Beberapa penelitian secara konsisten melaporkan bahwa gizi baik merupakan yang terbanyak pada DBD dan SSD. Tantracheewathorn dan Tantracheewathorn melaporkan bahwa sebagian besar kasus DBD dan SSD dengan status gizi normal. Kejadian malnutrisi 33,6% pada DBD dan 27,3% pada SSD sedangkan obesitas pada SSD terjadi 29,1% dan 24,5% pada DBD. Malnutrisi tidak merupakan faktor risiko terjadinya SSD. Status gizi dibagi menjadi 3 kelompok menurut berat badan per umur yang dibandingkan dengan standar nasional pertumbuhan anak Thai yaitu normal, malnutrisi energi protein dan obese. 17Ganda dkkmendapatkan bahwa status gizi tidak berpengaruh terhadap DBD dan DBD dengan syok. Pada penelitiannya, status gizi dibagi menjadi 4 kelompok yaitu gizi lebih, baik, kurang, dan buruk. Status gizi kelompok DBD tanpa syok dan DBD syok terbanyak terjadi pada gizi baik yaitu masing-masing 58,3% dan 45,9%. Gizi lebih terjadi 5,6% pada DBD syok dan 8,1% pada DBD tanpa syok. Kejadian SSD selama 8 tahun dilaporkan oleh Ganda dan Bombang16 terbanyak pada status gizi baik yaitu 375 dari 459 SSD (82%). Gizi kurang 15% dan gizi buruk 3%.12Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kalayanarooj dan Nimmannitya dengan menggunakan rancang kasus dan kontrol mendapatkan bahwa SSD lebih besar terjadi pada keadaan malnutrisi dibandingkan gizi baik. 18

E. Patogenesis Patogenesa DHF dan DSS masih merupakan masalah yang controversial dan belum dapat dimengerti sepenuhnya. Dua hipotesis yang banyak dianut antara lain secondary heterologous infection dan antibody dependent enhancement (ADE). DSS acapkali dihubungkan dengan infeksi virus dengue yang besifat heterolog sekunder. Pada infeksi sekunder, antibodi heterolog yang didapat dari infeksi primer akan membentuk kompleks antigen- antibodi. Fa dan Fb akan berikatan dengan reseptor antigen pada permukaan virus yang dikenali sementara Fc akan berikatan dengan makrofag. Oleh karena antibodi heterolog, virus tidak dapat dinetralisasikan sehingga virus berkembang biak dalam sel makrofag. Pada hipotesis ADE, antibodi non-neutralisasi yang terbentuk meningkatkan potensi virus untuk masuk kedalam sel mononuklear dimana ADE bersifat sitofilik. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif, peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga membawa keadaan syok dan hipovolemia. 5,8,9Sebagai infeksi sekunder oleh tipe virus yang berlainan, dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue dalam sel limfosit yang bertransformasi. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen- antibodi yang selanjutnya mengakibatkan aktivasi sistem komplemen, aktivasi koagulasi dan agregrasi trombosit. 5,8,9Peredaran kompleks antigen- antibodi meningkat dalam kadar tinggi, penurunan komplemen C3 berkaitan dengan derajat beratnya penyakit. Dari beberapa penilitan yang dilakukan dari serum ibu manusia yang anaknya menderita DHF atau anak yang mendapat DHF menunjukan bahwa sirkulasi antibodi merupakan resiko terkuat yang berkaitan dengan perkembangan penyakit. Penurunan trombosit, penurunan faktor hageman, penurunan kadar fibrinogen dan beredarnya pecahan fibrin menandakan koagulasi intravaskular disemata. Oleh karena vaskulitis merupakan bagian intergral penyakit yang berperan dalam proses perdarahan. Cedera kapiler akan menyebabkan plasma bocor ke ekstravaskuler. Bersamaan dengan muntah menimbulkan hemokonsetrasi, hipovolemia dan kerja jantung bertambah, hipoksia jaringan, asidosis metabolic dan hiponatremia. 5,8,9Pada awal stadium akut infeksi dengue sekunder, ada aktivasi cepat sistem komplemen pada kompleks antigen- antibodi, kadar C1q, C3, C4, C5-C9 dan proaktivator C3 mengalami depresi dan kecepatan katabolik C3 naik. Komplemen dapat diaktivasi melalui jalur klasik yaitu fiksasi C1 terhadap kompleks antigenantibodi. Pelepasan C3a dan C5a mengakibatkan permeabilitas pembuluh darah kapiler. 5,8,9

Gambar 5.Patogenesis DSS9C3a dan C5a akan meningkatkan permeabilitas vaskular dan menyebabkan vasodilatasi dengan menginduksi mast cells untuk melepaskan histamin. Produk komplemen ini juga disebakan anafilaktosin karena aksi komplemen ini mirip dengan sel mast yang merupakan reaksi alergi yang parah disebut sebagai anafilaksis. C5a juga mengaktivasi jalur lipoksigenase pada metabolisme asam arakidonat pada netrofil da makrofag yang menyebabkan pelepasan mediator inflamasi; meningkatkan aktivitas leukosit adhesi ke endothel dan bersifat kemotaksis terhadap netrofil, monosit, eosinofil dan basofil. Komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi berbagai sitokin seperti TNF, IFN Gamma dan interleukin (IL-2 dan IL-1). 5,8,9

Gambar 6. Patogenesa Infeksi Dengue hingga Membawa pada Keadaan DHF dan DSS.9

F. Diagnosis1. Demam DengueGejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekia. 9Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi. 9Demam Dengue (DD). yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites 9

2. Demam Berdarah DengueBentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. 9Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok. 9Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. 9Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. 9Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan -nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. 9Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.9

3. Dengue Shock SyndromePenegakan diagnosa DSS harus memenuhi 4 kriteria DHF (meliputi demam, fenomena perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi) yang harus dipenuhi seutuhnya ditambah denan kegagalan sirkulasi yang bermanifestasi sebagai: 5, 91. Pulsasi nadi yang lemah dan cepat2. Tekanan nadi yang lemah (2detik) Dingin dan pucat Perubahan status neurologik Oliguria Hematokrit mendadak tinggi Tekanan nadi menyempit (_ 1 ml/kg BB/jam, BD urin < 1.020) dan pemeriksaan hematokrit & trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.b. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih > 40 vol % berikan darah dalam volume kecil 10ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan masif, berikan darah segar 20ml/kgBB danlanjutkan cairan kristaloid. 10ml/kg BB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cm H20) pada syok berat kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.c. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan danpasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal (>_ 10 mmH20), maka diberikan dopamin.H. Komplikasi11 Overload cairan Kelebihan cairan dengan efusi pleura yang luas dan ascites merupakan penyebab distress pernafasan akut tersering pada dengue berat. Penyebab kelebihan cairan pada dengue adalah : Pemberian cairan intravena yang berlebihan dan atau yang terlalu cepat Salah penggunaan cairan. Dimana lebih memakai cairan hipotonik daripada cairan isotonik. Pemberian dosis cairan intravena yang kurang tepat pada pasien dengan perdarahan masif yang tidak diketahui Pemberian yang tidak tepat pada transfusi fresh frozen plasma, trombosit konsentrat, dan kriopresipitat Pemberian cairan intravena lanjutan setelah kebocoran plasma telah membaik (24-48 jam setelah suhu kembali normal) Keadaan komorbid Berikan oksigen, lalu hentikan pemberian cairan secara intravena karena selama masa penyembuhan cairan pada pleura dan rongga peritoneum akan kembali ke intravaskuler. Perdarahan (biasanya gastrointestinal) Biasanya muncul pada fase penyembuhan. Pasien dengan trombositopenia yang cukup rendah harus istirahat di tempat tidur dan hindari dari trauma untuk mencegah perdarahan. Tidak semua pasien mengalami perdarahan yang cukup banyak. Hanya pada keadaan-keadaan tertentu. Pemberian transfusi darah harus dilakukan sesegera mungkin begitu diketahui atau terlihat adanya tanda-tanda perdarahan yang masif. Tetapi pada pemberian transfusi darah pun harus di monitor sebaik mungkin untuk menghindari kelebihan cairan pada pasien. Jangan menunggu nilai hematokrit terlalu rendah untuk memutuskan pemberian transfusi darah. Berikan 5-10 ml/kgBB PRC atau 10-20 ml/kgBB whole blood. Hiperglikemia dan hipoglikemia Hiponatremi, hipokalemi, hiperkalemi, ketidakseimbangan serum kalsium Asidosis metabolikDisfungsi hepar, biasanya bisa akibat dari virus dengue hepatitis atau syok DICSecara klinis, DIC sering kali menyertai proses penyakit sistemik yang berat, tanda-tanda perdarahan sering terjadi pada bekas tusukan jarum yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah atau sayatan pembedahan. Di kulit dapat ditemukan tanda petekie dan ekimosis. Nekrosis jaringan dapat terjadi pada banyak organ dan terlihat tanda infark yang luas di kulit, di jaringan subkutan atau ginjal. Ensefalopati, biasanya muncul sebelum onset kebocoran plasmaEnsefalopati adalah komplikasi yang jarang dari infeksi virus dengue dan mungkin terjadi sebagai konsekuensi dari perdarahan intrakranial, edema serebri, hiponatremia, anoksia serebri, perdarahan mikrokapiler atau pelepasan produk toksik.9Pada umumnya ensefalopati terjadi pada DBD dengan komplikasi syok yang berkepanjangan disertai perdarahan, namun dapat juga terjadi pada DBD yang tanpa disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Hal ini mungkin pula disebabkan oleh thrombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular menyeluruh. Adapun perihal yang menyatakan bahwa ensefalopati dengue berhubungan dengan kegagalan hati akut.Pada ensefalopati dengue, kesadaran menurun menjadi apatis atau somnolen dan dapat disertai atau tanpa disertai kejang. Pada DSS, keadaan syok harus diatasi terlebih dahulu untuk melihat ada tidaknya kondisi ensefalopati. Kelainan ginjal (akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut).Kelainan ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal akibat kondisi syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom hemolitik uremikum yang jarang terjadi. Pada keadaan syok berat dapat ditemukan nekrosis tubular akut yang ditandai dengan oligouria/anuria disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Oedem paruKeadaan ini mungkin terjadi pada pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan yang tidak dikurangi pada masa terjadinya reabsorpsi cairan pada sekitar hari sakit ke 7 dapat menimbukan keadaan ini. Ditandai dengan sesak napas, kelopak mata sembab, dan ditunjang dengan gambaran oedem paru pada pemeriksaan radiologi toraks. Co-infection dan infeksi nosokomial.I. PrognosisPenyembuhan DHF dengan atau tanpa syok sulit diramalkan. Perubahan keadaan dapat berubah dengan cepat dalam waktu 12-24 jam. Pada masa penyembuhan biasanya terjadi dalam 2-3 hari jika pengobatan adekuat, kadangkadang ditemukan bradikardi dan aritmia serta timbul ruam pada kulit. Kembalinya nafsu makan adalah penanda prognostik yang baik. Kesadaran pasien bukan penanda penting kesembuhan karena banyak pasien yan masih tetap sadar meskipun pada stadium akhir. Panas mempunyai nilai prognostik yang tinggi dimana bila demam > 39,0 o C mempunyai nilai prognostik yang lebih jelek. 5,9Kematian terjadi pada 40-50% penderita DSS tetapi dengan perawatan yang intensid kematian kurang dari 2%. Ketahanan hidup secarra langsung terakit dengan manajemen awal dan intensif. Pasien baru dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan klinis, hematokrit stabil, trombosit > 50.000 /uL dan cenderung meningkat serta tidak dijumpai distress pernapasan. Jika syok telah teratasi maka harus ditunggu 3 hari setelah syok hilang. 5,9

21