PH.doc
-
Upload
andy-prasetyo -
Category
Documents
-
view
8 -
download
6
Transcript of PH.doc
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian merupakan suatu bidang kegiatan usaha yang tidak akan lepas dari
kehidupan manusia dan alam, sebab secara hirarkhi di ekosistem beberapa
komponen kehidupan membentuk mata rantai yang saling mempengaruhi,
terputusnya salah satu mata rantai tersebut akan mengakibatkan atau berpengaruh
terhadap kelangsungan makhluk hidup yang lain sehingga harus dilestarikan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang
dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif
penggunaannya, sehingga dapat terciptan keseimbanganlingkungan yang dapat
menjamin kelangsungan hidup manusia dan spesies lainnya. Pada saat ini upaya
pengendalian terhadap hama dan penyakit tanaman masih mengandalkan
penggunaan pestisida sebagai upaya pengendalian utama. Kenyataannya
menunjukkan bahwa upaya pengendalian dengan menggunakan senyawa kimia
bukan merupakan alternative yang terbaik, karena sifat racun yang terdapat dalam
senyawa tersebut dapat meracuni manusia, ternak piaraan, serangga penyerbuk,
musuh alami, tanaman, serta lingkungan yang dapat menimbulkan polusi bahkan
pemakaian dosis yang tidak tepat bias membuat hama dan penyakit menjadi resisten.
Masyarakat mengartikan bahwa pengendalian OPT(organisme penggangu
tanaman) sama dengan penggunaan pestisida.Pengedalian OPT di Indonesia telah
berkembang dari system konvensional ke system pengendalian Hama Terpadu ( PHT )
dan di tuangkan dalam undang undang nomor 12 tahun 1992 serta peraturan
pemerintah nomor 6 tahun 1995. PHT mengusahakan peran peningkatan alami
( iklim, musuh alami dan competitor ) dapat berkerja secara optimal. Pestisida
diaplikasikan berdasarkan pemantauan ambang kendali dan diusahakan seminimal
mungkin dampaknya terhadap lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu diambil alternatif pengendalian yang
efektif terhadap penyebab penyakit tanaman tanpa mengandalkan fungisida sistetik.
Pengendalian biologi (hayati) menunjukkan alternatif pengedalian yang dapat
dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan
sekitarnya, salah satunya adalah dengan pemanfaatan agens hayati seperti virus,
jamur atau cendawan, bakteri atau aktiomisetes. Musuh alami sebagai komponen
ekosistem sangat menentukan populasi hama perlu diberi kesempatan berkembang
sehingga populasi hama selalu dalam aras keseimbangan populasi yang aman. Biaya
pengendalian OPT dalam berusaha tani masih tinggi, membuat penggunaan Agens
hayati merupakan salah satu opsi bahan pengendali yang mampu berkembang dan
mencari sendiri OPT sasaran. Agens hayati tersedia melimpah di alam.Agens hayati
pengendali OPT yang efektif dan bisa diproduksi dengan biaya mudah dan murah.
. Teknik pengendalian OPT saat ini yang telah berkembang yaitu konsep
Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengandalian hama terpadu merupakan konsep
pengendalian yang mempertimbangkan ekosistem, stabilitas, dan kesinambungan
produksi sesuai dengan tuntutan praktek pertanian yang baik (Good Agricultural
Practices, GAP) (Effendi, 2009). Penerapan teknologi pengendalian hama terpadui
(PHT) merupakan salah satu pengendalian yang dapat menekan populasi hama.
Keberhasilan dalam PHT sangat tergantung pada pemahaman ekologi hama yang
akan dikendalikan. Satu perubahan ekologi hama yang perlui dikaji adalah
perkembangan populasi dan potensi merusak hama. Tersebut. Berbeda dengan
budidaya tanaman secara non PHT yang mengutamakan penggunaan pestisida
menjadi kunci utama dalam memberantas hama Penerapan PHT bertujuan untuk
mengurangi penggunaan pestisida kimia (Nugroho dkk, 2013).
Pengendalian hama didasarkan pada pengetahuan dan informasi tentang
dinamika populasi hama dan musuh alami serta keseimbangan ekosistem Salah satu
cara pengendalian OPT yaitu dengan menggunakan musuh alami untuk agen
hayatinya. Pengendalian hama menggunakan musuh alami dimaksudkan untuk
memberikan peran yang lebih besar kepada musuh alami menekan popuasi hama.
Musuh alami akan selalu berkembang dengan perkembangnya hama. Selama musuh
alami dapat menekan hama maka pengendalian dengan bahan kimia tidak diperlukan
karena keseimbangan biologi telah tercapai. Dalam pengendalian hayati hama,
dikenal dua jenis musuh alami utama, yaitu predator dan parasitoid. Predator adalah
makhluk hidup yang memangsa makhluk lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
sedangkan parasitoid adalah makhluk hidup (dalam hal ini serangga) yang tinggal
pada tubuh serangga lain (disebut inang) dan menggunakan tubuh inang sebagai
media untuk memenuhi kebutuhan hidup dan atau menyelesaikan siklus hidupnya.
(Herlina, 2011).
Pada hakekatnya musuh-musuh alami dapat mengendalikan hama secara alami
manakala lingkungan sekitar memungkinkan untuk berkembangnya musuh-musuh
alami tersebut. Kategori parasitoid umumnya lebih didasarkan pada dimana telur
diletakkan. Apabila terdapat parasitoid yang memasukkan telur kedalam tubuh inang
maka disebut dengan endoparasitoid, sedangkan parasitoid yang mamatikan dulu
dengan menusukkan ovipositornya, sehingga inang palalysis, kemudian meletakkan
telur di permukaan tubuh inangnya atau di dekat inangnya. Pembagian kategori
parasitoid terus berkembang, hingga sampai pada kemampuan parasitoid itu
mempengaruhi fisiologi inangnya (Purnomo, 2010). Keberhasilan pemeliharaan inang
yang dikoleksi sangat menentukan jumlah spesies parasitoid. Daya parasitasi juga
dipengaruhi oleh kandungan nutrisi. Kandungan nutrisi merupakan faktor penting bagi
perkembangan setiap makhluk hidup termasuk parasitoid (Moningka, 2012).
BAB 2. BAHAN DAN ALAT
2.1 Bahan
1. Telur Corcyra sp. yang telah diparasit Tricogramma sp.
2. telur Corcyra sp. yang belum telah diparasit Tricogramma sp.
3. 5 (lima) predator Coccinella sp.
4. 10 - 20 serangga hama Aphid sp.
2.2 Alat
1. Pias2. Tabung Reaksi3. Alat penghitung jumlah4. Kaca Pembesar5. Kuas6. Gelas Aqua7. Kain Kasa8. Kain Blanko9. Gunting
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Uji parasitasi Tricogramma sp.
1. Siapkan telur Corcyra sp. yang telah diparasit Tricogramma sp., dalam pias
yang telah dipotong secukupnya,
2. Hitung jumlah telur Corcyra sp. yang telah diparasit Tricogramma sp., dalam
pias,
3. Siapkan telur Corcyra sp. yang belum diparasit Tricogramma sp. dalam pias
sejumlah ,
4. Masukan pias yang berisi telur Corcyra sp. yang terparasit dan yang tidak
dalam tabung reaksi besar dan tutup dengan kain Blanco,
5. Amati kemampuan parasitasi Tricogramma sp. setelah 5, 6, dan 7 hari setelah
aplikasi,
6. Catat dan amati proses parasitasi dan jumlah telur Corycra sp. yang telah
diparasit ditandai dengan warna hitam,
3.2 Uji predasi Coccinella sp. pada serangga hama Aphid sp.
1. Siapkan 5 (lima) predator Coccinella sp, yang telah dipuasakan selama 24 jam,
2. Siapkan 10 - 20 serangga hama Aphid sp. sebagi calon makanan predator,
3. Masukan dalam gelas Aqua dan ditutup dengan kain kasa,
4. Amati kemampuan predasi Coccinella sp. setelah 1, 2, 3 jam dan seterusnya
setelah aplikasi sampai Aphid sp. habis,
5. Catat dan amati proses predasi pada Aphid sp. yang telah dimakan pada
pengamatan 1, 2, 3 jam dan seterusnya sampai Aphid sp. habis,
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1Tabel Pengamatan Coryzha dan Tricogramma sp.
Hari Telur Terparasit Keterangan
5305 Banyak telur Coryza yang telah terparasit oleh
Trichoderma sp. dengan ditandai adanya warna hitam246
6
307Terlihat jika semakin banyak telur Coryza yang
terparasit oleh Trichoderma sp
298Terlihat jika larva dari Coryza yang keluar dari telur
dan larva-larva tersebut harus segera dibuang
7
309Terlihat jika telur-telur Coryza yang berwarna hitam
semakin banyak pada hari ke – 7 akibat terparasit oleh
304
Larva dari Coryza harus segera dibuang. Jika tidak
dibuang, larva tersbut akan menyebabkan
Trichoderma sp. sulit penetrasi
Total
4.1.2 Tabel Pengamatan Coccinella dengan Aphids sp.
Waktu (jam) Aphids sp yang dimakan Keterangan
1 8
Dalam 1 jam Aphid sp. yang termakan
berjumlah 8. Hal ini karena Coccinela
belum memiliki kecepatan dalam
memangsa mangsanya. Selain itu,
Coccinela tersebut masih perlu
beradaptasi dengan lingkungan baru
sehingga akan mempengaruhi
kemampuan makannya.
2 5
Kemampuan makan Coccinela semakin
baik dari sebelumnya. Hal ini juga
dipengaruhi oleh kemampuan Coccinela
yang perlahan mulai beradaptasi
dengan lingkungan barunya. Hal ini
ditunjukkan dengan berkurangnya
jumlah aphid sp.
3 3
Aphids sp. yang tersisa tinggal 3 dari
total 20 Aphid sp. yang tersedia semula.
Hal ini disebabkan Coccinela yang
sudah kenyang sehingga nafsu
makannya berkurang yang membuat
Aphids sp. masih tersisa
Total 16Respon fungsional dan numerik pada
Coccinella tergolong bagus
4.2 Pembahasan
Parasitoid umumnya lebih didasarkan pada dimana telur diletakkan. Apabila
terdapat parasitoid yang memasukkan telur kedalam tubuh inang maka disebut
dengan endoparasitoid, sedangkan parasitoid yang mamatikan dulu dengan
menusukkan ovipositornya, sehingga inang palalysis, kemudian meletakkan telur di
permukaan tubuh inangnya atau di dekat inangnya. Pembagian kategori parasitoid
terus berkembang, hingga sampai pada kemampuan parasitoid itu mempengaruhi
fisiologi inangnya
Salah satu penggunaan Parasitoid adalah menggunakan Tricogramma sp..
Berdasarkan pada tabel pengamatan yang dilakukan diatas terlihat jika penggunaan
Tricogramma sp. bisa digunakan untuk mengendalikan hama Coryzha dengan cara
memparasit telurnya. Hal ini dibuktikan dengan telur Coryzha yang terparasit oleh
Tricogramma sp akan berubah warnanya menjadi hitam. Tricogramma sp akan
langsung mempenetrasi telur Coryzha secara langsung. Namun tidak semua telur
Coryzha terparasit oleh Tricogramma sp.. Ada beberapa telur Coryzha yang berhasil
menetas dan menjadi larva. Adanya larva ini akan menyebabkan kerja Tricogramma
sp menjadi terhambat karena larva Coryzha akan mengeluarkan semacam cairan
putih yang berbentuk seperti jaring yang nantinya akan menjebak Tricogramma sp
sehingga akan menyebabkan Tricogramma sp sulit untuk penetrasi.
Potensi suatu predator dapat diketahui dari kemampuan predasinya pada
mangsanya dan jenis makanan pada saat perbanyakannya juga akan berperan.
Menurut Agus dkk. (2011), Predator Coccinella sp. merupakan agens hayati potensial
untuk menekan populasi berbagai spesies kutu daun (Aphis spp.). Seekor imago
Coccinella sp. mampu menghabiskan 80 ekor Aphis glycines Mats. dalam waktu 21
jam sedangkan seekor larva hanya dalam waktu 15 jam. Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan, kemampuan predasi yang dimiliki oleh Coccinella sp.
Tergolong tinggi. Hal ini dibuktikan dengan berkurangnya jumlah Aphid sp. yang
dratis selama 3 jam pengamatan. Dari total awal 20 Aphid sp. yang tersedia, tersisa 3
ekor saja selama 4 jam terakhir dengan rata-rata per jam Coccinela sp. mampu
memakan sebanyak 5-6 ekor per jamnya, sehingga predasi Coccinela sp. terbilang
tinggi. Kemampuan predasi predator Coccinela sp. juga dari jam ke jam mengalami
penurunan. Hal ini mungkin disebabkan oleh nafsu dai si predator yang mulai
menurun akibat telah kenyang. Dengan demikian, Coccinella sp. sangat potensial
untuk dikembangkan dalam rangka mengendalikan hama kutu daun (Aphid sp.) pada
berbagai tanaman.
BAB 5. KESIMPULAN
- Penggunaan Tricogramma sp. sebagai parasitoid dan agen hayati cukup efektif
dalam pengendalian bagi Coryzha sp.
- Ada beberapa telur Coryzha yang berhasil menetas dan menjadi larva.
- Larva Coryzha menyebabkan kerja Tricogramma sp. terhambat sehingga perlu
dibuang.
- Penggunaan predator Coccinela sp. untuk pengendalian pada serangga hama
Aphid sp. cukup efektif.
- Meskipun predasi predator Coccinela sp. mengalami penurunan dari jam ke jam
namun predasi predator Coccinela sp terbilang cukup baik dan tinggi.
- Rata-rata per jam Coccinela sp. mampu memakan sebanyak 5-6 ekor per
jamnya.
- Coccinella sp. sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka
mengendalikan hama kutu daun (Aphid sp.) pada berbagai tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, N., T. Abdullah., dan S. N. A. Ngatimin. 2011. Kemampuan Makan Predator Coccinella sp. (Coleoptera: Coccinellidae) pada Makanan Buatan. Fitomedika, 7 (3): 191 – 194.
Effendi, B. S. 2009. Strategi Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Padi dalam Perspektif Praktek Pertanian Yang Baik (Good Agricultural Practices). Pengembangan Inovasi Pertanian, 2 (1): 65-78.
Herlina, L. 2011. Introduksi Parasitoid, Sebuah Wacana Baru dalam Pengendalian Hama Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus di Indonesia. Litbang Pertanian, 30 (3): 87-97.
Moningka, M., D. Tarore., dan J. Krisen. 2012. Keragaman Jenis Musuh Alami Pada Serangga Hama Padi Sawah di Kabupaten Minahasa Selatan. Eugenia,18 (2): 89-95.
Nugroho, Y., G. Mudjiono., dan R. D. Puspitarini. 2013. Pengaruh Sistem Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) dan non PHT Terhadap tingkat populasi dan Intensitas Serangan Aphid (Homoptera: Aphididae) pada Tanaman Cabai Merah. HPT, 1 (3): 85-95.
Purnomo, H. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Yogyakarta: Andi offset.