Pewarnaan Spora

33
PEWARNAAN SPORA 1. Tujuan Mengamati endospora bakteri dengan menggunakan prosedur pewarnaan spora (pewarnaan Klein). Memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dałam prosedur tersebut. 2. Prinsip a. Pewarnaan Spora Beberapa sel bakteri memiliki struktur yang aktif berupa sel vegetatif dan struktur yang pasif yaitu spora. Spora selain merupakan struktur yang inaktif juga dapat tahan terhadap kondisi yang kurang menguntungkan bagi tumbuhan. Spora sepertinya halnya sel vegetatif dapat diwarnai sehingga dapat diamati lebih seksama. Teknik pewarnaannya adalah pewarnaan differensial, yaitu menggunakan lebih dari pewarna, yang hasilnya dapat membedakan spora dari sel vegetatif. b. Penetrasi zat warna

description

Teknik Pewarnaan Spora

Transcript of Pewarnaan Spora

PEWARNAAN SPORA1. TujuanMengamati endospora bakteri dengan menggunakan prosedur pewarnaan spora (pewarnaan Klein). Memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi daam prosedur tersebut.2. Prinsip

a. Pewarnaan SporaBeberapa sel bakteri memiliki struktur yang aktif berupa sel vegetatif dan struktur yang pasif yaitu spora. Spora selain merupakan struktur yang inaktif juga dapat tahan terhadap kondisi yang kurang menguntungkan bagi tumbuhan. Spora sepertinya halnya sel vegetatif dapat diwarnai sehingga dapat diamati lebih seksama. Teknik pewarnaannya adalah pewarnaan differensial, yaitu menggunakan lebih dari pewarna, yang hasilnya dapat membedakan spora dari sel vegetatif.b. Penetrasi zat warnaPenembusan zat warna ke dalam sel bakteric. Impermeabilitas SporaDinding spora bersifat impermeabel, tetapi zat-zat warna dapat diserap kedalamnya dengan jalan memanaskan preparat. Sifat impermeabel ini mencegah dekolorisasi spora oleh alkohol bila diperlakukan dalam waktu yang sama seperti pada dekolorisasi sel-sel vegetatifd. Teknik aseptisProses tanpa kontaminasi untuk menjamin preparasi bebas dari mikroba kontaminan. Teknik aseptic digunakan sepanjang percobaan berlangsung baik alat, bahan, lingkungan sekitar maupun praktikan. Untuk alat dan bahan dapat diterapkan metode sterilisasi

3. Teori DasarBakteri hidup sulit untuk dilihat dengan mikroskop cahaya terang biasa karena bakteri itu tampak tidak berwarna jika diamati secara sendiri, walaupun biakannya secara keseluruhan mungkin berwarna. Bakteri sering diamati dalam keadaan olesan terwarnai daripada dalam keadaan hidup. Yang dimaksud dengan bakteri terwarnai adalah oganisme yang telah diwarnai dengan zat pewarna kimia agar mudah dilihat dan dipelajari (Volk dan Whleer, 1998).Pada umumnya, olesan bakteri terwarnai mengungkapkan ukuran, bentuk, susunan dan adanya struktur internal seperti spora dan butiran zat pewarna khusus diperlukan untuk melihat bentuk kapsul atau pun flagella, dan hal-hal terperinci tertentu di dalam sel. Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion negatif, yang salah satu diantaranya berwarna (Volk dan Whleer, 1998).Langkah-langkah utama dalam persiapan spesimen mikroba untuk pemeriksaan mikroskopik adalah (Pelczar, 1986) :- Penempatan olesan atau lapisan spesimen pada kaca objek.- Fiksasi olesan pada kaca objek.- Aplikasi pewarna tunggal (pewarnaan sederhana) atau serangkaian larutan pewarna atau reagen (pewarnaan diferensial.Pewarnaan atau pengecatan terhadap mikroba, banyak dilakukan baik secara langsung (bersama bahan yang ada) ataupun secara tidak langsung (melalui biakan murni). Tujuan dari pewarnaan tersebut adalah pewarnaan untuk (Suriawiria, 1985) :- Mempermudah melihat bentuk jasad baik bakteri, ragi ataupun fungi.- Memperjelas ukuran dan bentuk jasad- Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan juga struktur dalam jasad.- Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat fisik dan kimia yang ada akan dapat diketahui.Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya, tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Hal inilah yang menjadi dasar dari metode pengecatan spora secara umum. Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora, endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses pemanasan. Larutan ini merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat safranin. Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda pada sel vegetatifnya (Fardiaz, 1992).Kondisi yang terus memburuk membuat endospora dibebaskan dari degenerasi sel vegetatif dan menjadi sel independen yang disebut spora yang diakibatkan komposisi lapisan kimia spora bersifat tahan terhadap efek-efek merusak, misalnya pemanasan berkelebihan, pembekuan, radiasi, pengeringan, dan agent kimia lainnya sehingga diperlukan pewarnaan khusus secara mikrobiologi dan ketika kondisi lingkungan kembali normal, spora bebas kembali untuk aktif secara metabolik dan sel vegetatif berkurang resisten melalui germinasi. Sporogenesis dan germinasi tidak dimaksudkan untuk reproduksi tetapi hanya mekanisme yang menjamin ketahanan sel dibawah kondisi lingkungan (Suriawiria, 2005).Bakteri penghasil spora tahan terhadap pewarnaan. Oleh karena itu, setelah diwarnai oleh suatu warna, misalnya malachite green, akan mengikat kuat senyawa pewarna. Untuk pewarnaan selanjutnya, cat tersebut (misalnya safranin) sel spora tidak dapat menerimanya karena sudah terikat dengan cat pertama. Akhirnya warna bakteri spora adalah hijau. Bakteri yang tidak berspora cenderung tidak tahan pengecatan karena hanya memiliki sel vegetatif. Saat diwarnai oleh malachite, sel vegetatif dapat mengikat warna tetapi dapat luntur setelah dilunturkan karena ikatannya tidak kuat. Setelah pewarnaan selanjutnya dengan safranin, sel vegetatif mudah mengikat warna kembali. Oleh karena itu, hasil pewarnaan akhir adalah merah muda dari safranin (Assani, 1994).4. Alat dan Bahana. Alati. ii. Bak pewarnaiii. Botol semprotiv. Kaca obyekv. Kapasvi. Kertas Saringvii. Mikroskopviii. Oseix. Pembakar Spirtus

b. Bahani. ii. Sampel Bacillus subtilisiii. Zat warna karbol fukhsin dan metilen blueiv. NaCl fisiologisv. H2SO4 1%vi. Alkohol 70%vii. Air sulingviii. Minyak celup

c. Gambar AlatBak Pewarna

Botol Semprot

Kaca Obyek

Kapas

Kertas Saring

Mikroskop

Ose

Spirtus

5. ProsedurProsedur pertama yang dilakukan adalah pembuatan suspensi bakteri. Suspensi bakteri dibuat terdiri dari biakan bakteri dan NaCl fisiologis yang ditambah dengan pewarna karbol fukhsin dengan perbandingan 1:1 dalam tabung reaksi. Campuran tersebut dipanaskan dalam pemanas air bersuhu 800C selama 10 menit dan dijaga jangan sampai mendidih atau kering. Kemudian kaca obyek yang bersih disediakan dan ditandai menggunakan spidol untuk memperjelas daerah olesan. Suspensi bakteri diambil menggunakan ose dan dioleskan pada kaca objek pada daerah yang telah ditandai. Penyiapan olesan dilakukan secara aseptis. Olesan digenangi olesan H2S04 1% selama 2 detik, lalu cuci dengan air suling. Kemudian olesan digenangi dengan pewarna tandingan biru metilen selama 5 menit, zat warna yang berlebih dibuang dan preparat dibilas dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas saring. Pada preparat diteteskan sedikit minyak imersi, lalu diamati di bawah mikroskop. Pengamatan dimulai dengan obyektif berkekuatan terendah 10X, lalu ganti dengan lensa obyektif berkekuatan 100X. Hasil pengamatan digambar dan diberi keterangan. 6. Hasil Pengamatan

Bakteri Bacillus subtilis

7. Pembahasan

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengamati endospora bakteri dengan menggunakan prosedur pewarnaan spora (pewarnaan Klein). Memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi daam prosedur tersebut. Dimana zat pewarna yang digunakan yaitu karbol fukhsin dan pewarna tandingannya yaitu metilen blue.Penyiapan suspensi bakteri dibuat dengan mencampurkan campuran biakan bakteri Bacillus subtilis dan NaCl fisiologis dengan pewarna karbol fukhsin dalam tabung reaksi dengan perbandingan 1:1. Perbandingan ini agar seluruh bakteri dapat menyerap zat warna dengan baik. Setelah itu campuran tersebut dipanaskan dengan suhu 80oC. Bakteri Bacillus subtilis merupakan bakteri gram positif sehingga untuk mengidentifikasinya diperlukan pewarnaan diferensial. Tetapi pewarnaan biasa saja tidak cukup untuk mengidentifikasi B.subtilis yang memiliki endospora sehingga diperlukan pemanasan. Pemanasan ini ditujukan untuk meningkatkan daya penetrasi bakteri terhadap zat warna dengan cara membuka pori-pori bakteri karena bakteri berspora mempunyai dinding yang tebal dan relatif sukar ditembus sehingga tidak mudah diwarnai dengan teknik pewarnaan pada umumnya. Teknik pewarnaan spora ini disebut juga sebagai pewarnaan khusus.Selanjutnya dibuat olesan bakteri. Untuk membuat olesan bakteri, disiapkan kaca obyek yang sebelumnya telah direndam dengan larutan etanol agar bebas dari lemak. Kaca obyek kemudian dikeringkan dan bagian bawahnya ditandai dengan spidol untuk membuat daerah pengolesan. Selanjutnya, digunakan ose untuk memindahkan bakteri dari tabung reaksi ke atas kaca obyek. Sebelum ose dicelupkan pada suspense bakteri, terlebih dahulu ose disterilkan dengan cara memanaskan kawat ose dengan nyala api. Tujuannya adalah agar tidak ada bakteri kontaminan yang berasal dari alat-alat yang digunakan. Metode sterilisasi ini merupakan bagian dari teknik aseptis, yaitu proses tanpa kontaminasi untuk menjamin preparasi bebas dari mikroba kontaminan. Teknik ini diterapkan untuk seluruh alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan preparasi. Setelah ose disterilkan, ose dibiarkan mendingin dengan bantuan udara. Tujuan pendinginan ini adalah agar bakteri yang nanti diambil dengan ose tidak mati karena suhu kawat yang terlalu panas.Setelah ose dan kaca obyek siap digunakan, dibuat olesan suspensi bakteri dengan mencelupkan ose pada sampel suspensi bakteri dan mengoleskannya pada kaca obyek yang sebelumnya telah ditandai. Proses pembuatan olesan selalu dilakukan di dekat api. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya bakteri kontaminan selama proses tersebut. Olesan dibuat tidak terlalu tebal agar bakteri tidak menumpuk dan agar lebih mudah mengeringkannya. Setelah itu, kaca obyek difiksasi dengan cara melewatkannya di atas nyala api sekitar tiga kali. Kaca obyek hanya dilewatkan agar bakteri pada olesan yang telah dibuat tidak mati karena suhu yang terlalu panas. Tujuan dari fiksasi ini adalah pelekatan bakteri supaya pada saat pembilasan, bakteri tersebut tidak ikut hilang terbawa air. Selain itu fiksasi juga berfungsi untuk menonaktifkan enzim lytic sehingga bakteri tidak mengalami lisis dan berubah bentuk pada saat diamati. Fiksasi dilakukan setelah olesan pada kaca preparat sudah kering. Jika olesan belum kering akan menyebabkan sel-sel mikroorganisme yang bersangkutan menjadi tidak beraturan bentuknya.Setelah preparat difiksasi, preparat tersebut digenangi larutan H2SO4 1 % selama 2 detik. H2SO4 berperan untuk mengecilkan kembali pori-pori bakteri agar saat pencucian pewarna fukhsin tetap terjerap dan tidak luntur. Dalam penambahan H2SO4 ini tidak boleh terlalu lama atau terlalu banyak karena akan mempengaruhi hasil pengamatan pada mikroskop. Selanjutnya preparat digenangi pewarna metilen blue selama 5 menit. Metilen blue berperan sebagai pewarna tandingan yang akan mewarnai badan vegetatif dari bakteri. Badan vegetatif ini tidak dapat menahan pewarna utama karena ikatannya tidak kuat sehingga ketika diwarnai dengan pewarna yang berbeda badan vegetatif tersebut akan menyerap pewarna tandingan. Setelah 5 menit, pewarna yang berlebih dibuang dan dibilas dengan air suling secara perlahan kemudian dikeringkang menggunakan kertas saring.Preparat yang sudah siap kemudian diamati dibawah mikroskop dan dicari fokusnya secara perlahan. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran paling kecil yaitu 10X dan dicoba hingga perbesaran 100x.Dalam percobaan ini, spora dari bakteri Bacillus subtilis tidak dapat diamati. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, pertama karena pewarna fukhsin belum terpenetrasi dengan sempurna, kedua kurangnya pengocokkan suspensi bakteri sehingga bisa saja bakteri yang terambil adalah bakteri yang tidak menyerap pewarna fukhsin dengan sempurna. Penyebab lainnya yaitu pemberian H2SO4 yang tidak tepat sehingga mempengaruhi pengamatan.8. KesimpulanEndospora pada bakteri dapat diamati melalui pewarnaan spora (pewarnaan Klein) tetapi hasil pengamatan dapat dipengaruhi oleh reaksi-reaksi kimia yang dilibatkan seperti daya penetrasi zat warna.9. Daftar PustakaAssani, S. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia. JakartaMichael J. Pelczar & E.C.S. Chan, 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi Edisi 1 Jakarta :.Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung : Penerbit Angkasa. Volk and Whleer, 1998. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Erlangga.

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PEWARNAAN TAHAN ASAM

Senin, 9 Maret 2015Kelompok IVSenin, Pukul 13.00 16.00 WIB

NamaNPMWilda Sholihaturrabiah 260110130159

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASINilaiTTD

(Dhiya) (Emanuella) (Puspagita)

FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS PADJADJARAN2015

PEWARNAAN TAHAN ASAM1. TujuanMengamati dua kelompok bakteri, yaitu bakteri tahan asam, dengan menggunakan prosedur pewarnaan tahan asam (pewarnaan Zielh-Neelsen). Memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam prosedur tersebut.2. Prinsip

a. Pewarnaan Tahan AsamPewarnaan tahan asam adalah tipe pewarnaan diferensial lebih dari satu warna untuk membedakan suatu mikroorganisme dengan kandungan dinding sel peptidoglikan serta disusun lebih dari 60% lipid kompleksyang tahan terhadap dekolorisasi dengan alkohol asamb. Penetrasi Zat WarnaPenembusan zat warna ke dalam sel bakteric. Impermeabilitas Dinding Sel Bakteri Tahan AsamDinding sel hidrofobik dan impermeabel terhadap pewarnaan dan bahankimia lain pada cairan atau larutan encer. Ketika proses pewarnaan, bakteri tahan asam ini melawan dekolorisasi dengan asam sehingga bakteritersebut sidebut bakteri tahan asamd. PemanasanPemansan pada bakteri tahan asam diperlukan untuk memuaikan dinding sel bakteri agar zat warna dapat masuk ke dalam sel bakteri

3. Teori DasarBakteri tahan asam merupakan bakteri yang kandungan lemaknya sangat tebal sehingga tidak bisa diwarnai dengan reaksi pewarnaan biasa, tetapi harus dengan pewarnaan tahan asam. Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam (BTA) karena dapat mempertahankan zat warna pertama sewaktu dicuci dengan larutan pemucat. Golongan bakteri ini biasanya bersifat patogen pada manusia contohnya adalahMycobacterium tuberculosis. BakteriMycobacterium tuberculosisdapat diisolasi dari sputum penderita TBC. Reaksi hasil pewarnaannya jika positif terdapat bakteri TBC berwarna merah. Selain menyerang manusia juga menyerang hewan seperti marmut, dan kera. Penularannya dapat melalui udara yang masuk ke saluran pernafasan (Pelczar dan Chan, 1988).Bakteri tahan asam (BTA) merupakan bakteri yang memiliki ciri-ciri yaitu berantai karbon (C) yang panjangnya 8 - 95 dan memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60% dari berat dinding sel. Bakteri yang termasuk BTA antara lain Mycobacterium tuberculose, Mycobacterium bovis, Mycobacterium leprae, Nocandia meningitidis, dan Nocandia gonorrhoeae. Mycobacterium tuberculose adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit tuberculose, dan bersifat tahan asam sehingga digolongkan sebagai bakteri tahan asam (BTA). Penularan Mycobacterium tuberculose terjadi melalui jalan pernafasan (Syahrurachman, 1994).Bakteri tahan asam adalah bakteri yang mempertahankan zat warna karbol-fuchsin (fuchsin basayang dilarutkan dalam suatu campuran phenol-alkohol-air) meskipun dicuci dengan asam klorida dalam alkohol. Bakteri tahan asam (BTA) merupakan bakteri yang memiliki ciri-ciri yaitu berantai karbon (C) yang panjangnya 8 - 95 dan memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60% dari berat dinding sel. Bakteri yang termasuk BTA antara lain Mycobacterium tuberculose, Mycobacterium bovis, Mycobacterium leprae, Nocandia meningitidis, dan Nocandia gonorrhoeae. Mycobacterium tuberculose adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit tuberculose, dan bersifat tahan asam sehingga digolongkan sebagai bakteri tahan asam (BTA). Penularan Mycobacterium tuberculose terjadi melalui jalan pernafasan (Syahrurachman, 1994).Pewarnaan Ziehl Neelson atau pewarnaan tahan asam memilahkan kelompok Mycobacterium dan Nocandia dengan bakteri lainnya. Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam karena dapat mempertahankan zat warna pertama (carbol fuchsin) sewaktu dicuci dengan larutan pemucat (alkohol asam). Larutan asam terlihat berwarna merah, sebaliknya pada bakteri yang tidak tahan asam karena larutan pemucat (alkohol asam) akan melakukan reaksi dengan carbol fuchsin dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna (Lay, 1994).

4. Alat dan Bahana. Alati. ii. Bak pewarnaiii. Botol semprotiv. Kaca obyekv. Kapasvi. Kertas Saringvii. Mikroskopviii. Oseix. Pembakar Spirtus

b. Bahani. ii. Suspensi bakteri saprofitiii. Zat warna karbol fukhsin dan metilen blueiv. Asam alkohol (3%HCl dalam alkohol 95%)v. Alkohol 70%vi. Air sulingvii. Minyak celup

c. Gambar AlatBak Pewarna

Botol Semprot

Kaca Obyek

Kapas

Kertas Saring

Mikroskop

Ose

Spirtus

5. ProsedurSuspensi bakteri Mycobacterium tuberculosis dibuat. Kaca obyek disiapkan, lalu ditetesi alkohol 70% dan digosok dengan kapas hingga bebas lemak. Buat daerah pengolesan pada kaca obyek dengan menggunakan spidol. Olesan dibuat diatas kaca obyek dengan ose yang sudah disterilkan dengan api. Kemudian preparat digenangi dengan pewarna karbol fuksin selama 5 menit, sambil dipanaskan di atas penangas air. Preparat dijaga jangan sampai terlalu panas, mendidih atau kering. Lalu, buang zat warna yang berlebih, dan preparat dibilas dengan air suling. Preparat dibilas dengan zat pemucat alkohol asam selama 15 detik atau sampai belakang olesan bewarna merah muda pucat. Selanjutnya, preparat digenangi dengan pewarna tandingan biru metilen selama 2 menit, zat warna dibuang yang berlebih, lalu dibilas dengan air suling dan dikeringkan dengan kertas saring. Minyak imersi diteteskan sebanyak 1 tetes pada preparat, lalu pengamatan dilakukan dibawah mikroskop cahaya. Dimulai dengan dengan perbesaran 10X, kemudian diganti dengan perbesaran 100X. Hasilnya diamati dan digambar.

6. Hasil Pengamatan

Bakteri Mycobacterioum tuberculosis

7. Pembahasan

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengamati dua kelompok bakteri, yaitu bakteri tahan asam, dengan menggunakan prosedur pewarnaan tahan asam (pewarnaan Zielh-Neelsen) dan memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam prosedur tersebut. Dimana zat pewarna yang digunakan yaitu karbol fukhsin dan pewarna tandingannya yaitu metilen blue.Selanjutnya dibuat olesan bakteri. Untuk membuat olesan bakteri, disiapkan kaca obyek yang sebelumnya telah direndam dengan larutan etanol agar bebas dari lemak. Kaca obyek kemudian dikeringkan dan bagian bawahnya ditandai dengan spidol untuk membuat daerah pengolesan. Selanjutnya, digunakan ose untuk memindahkan bakteri dari tabung reaksi ke atas kaca obyek. Sebelum ose dicelupkan pada suspense bakteri, terlebih dahulu ose disterilkan dengan cara memanaskan kawat ose dengan nyala api. Tujuannya adalah agar tidak ada bakteri kontaminan yang berasal dari alat-alat yang digunakan. Metode sterilisasi ini merupakan bagian dari teknik aseptis, yaitu proses tanpa kontaminasi untuk menjamin preparasi bebas dari mikroba kontaminan. Teknik ini diterapkan untuk seluruh alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan preparasi. Setelah ose disterilkan, ose dibiarkan mendingin dengan bantuan udara. Tujuan pendinginan ini adalah agar bakteri yang nanti diambil dengan ose tidak mati karena suhu kawat yang terlalu panas.Setelah ose dan kaca obyek siap digunakan, dibuat olesan suspensi bakteri dengan mencelupkan ose pada sampel suspensi bakteri dan mengoleskannya pada kaca obyek yang sebelumnya telah ditandai. Proses pembuatan olesan selalu dilakukan di dekat api. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya bakteri kontaminan selama proses tersebut. Olesan dibuat tidak terlalu tebal agar bakteri tidak menumpuk dan agar lebih mudah mengeringkannya. Setelah itu, kaca obyek difiksasi dengan cara melewatkannya di atas nyala api sekitar tiga kali. Kaca obyek hanya dilewatkan agar bakteri pada olesan yang telah dibuat tidak mati karena suhu yang terlalu panas. Tujuan dari fiksasi ini adalah pelekatan bakteri supaya pada saat pembilasan, bakteri tersebut tidak ikut hilang terbawa air. Selain itu fiksasi juga berfungsi untuk menonaktifkan enzim lytic sehingga bakteri tidak mengalami lisis dan berubah bentuk pada saat diamati. Fiksasi dilakukan setelah olesan pada kaca preparat sudah kering. Jika olesan belum kering akan menyebabkan sel-sel mikroorganisme yang bersangkutan menjadi tidak beraturan bentuknya.Setelah preparat difiksasi, dilakukan proses pewarnaan. Untuk menetukan sifat bakteri yang termasuk bakteri tahan asam dan bakteri tidak tahan asam harus diwarnai dengan pewarnaan khusus. Preparat kemudian digenangi dengan pewarna karbol fukhsin selama 5 menit sambil dipanaskan diatas penangas air. Preparat dijaga agar tidak terlalu panas, mendidih atau mengering. Pada umumnya, bakteri tahan asam merupakan bakteri yang lapisan paling luar selnya terdiri dari lapisan lilin, sehingga menyebabkan zat warna sukar masuk ke dalam sel bakteri sehingga untuk mewarnainya maka lapisan lilin pada sel itu harus dihilangkan, yaitu dengan cara pemanasan yang dimaksudkan supaya lilinnya meleleh, sehingga sel tersebut bisa dengan mudah menerima zat warna. Karbol fukhsin, basa yang dilarutkan dalam suatu campuran phenol-alkohol-air berperan sebagai pewarna utama (primary dye). Pewarna berlebih dibuang kemudian dibilas dengan air suling secara peralahan. Selanjutnya preparat dibilas dengan zat pemucat atau agen dekolorisasi asam alkohol yang terdiri dari 3% asam klorida dan dan alkohol 95% selama 15 detik sampai latar belakang olesan berwarna merah muda pucat. Selain sukar menerima zat warna, bakteri tahan asam juga sukar menyerap bahan penghilang zat warna (pencuci), sehingga walaupun dicuci dengan larutan asam alkohol encer, sel bakteri ini akan tetap mengikat zat warna yang telah masuk dan tidak terdekolorisasi. Selanjutnya preparat digenangi pewarna metilen blue selama 2 menit. Metilen blue berperan sebagai pewarna tandingan. Pewarna yang berlebih dibilas dengan air suling secara perlahan dan kemudian dikeringkan dengan kertas saring. Bakteri tahan asam akan mempertahankan warna merah dari pewarna primer dan sebaliknya pada bakteri yang tidak tahan asam karena larutan pemucat (alkohol asam) akan melakukan reaksi dengan carbol fuchsin dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna dan bakteri akan menyerap pewarna tandingan yaitu pewarna metilen blue.Preparat yang sudah siap kemudian diamati dibawah mikroskop dan dicari fokusnya secara perlahan. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran paling kecil yaitu 10X dan dicoba hingga perbesaran 100x.Dalam percobaan ini, perlakuan prosedural seperti yang tertera diatas tidak dilakukan oleh praktikan karena bakteri yag digunakan terlalu beresiko.8. KesimpulanBakteri tahan asam dapat diidentifikasi melalui pewarnaan tahan asam (pewarnaan Zielh-Neelsen) dan dapat dipahami melalui reaksi-reaksi kimia yang terjadi, yaitu bakteri tahan asam dapat mempertahankan pewarna primer walaupun telah dicuci dengan agen dekolorosisasi dalam hal ini adalah asam alkohol. Sedangkan bakteri tidak tahan asam tidak dapat mempertahankan warna primer dan akan terdekolorisasi oleh senyawa kimia asam alkohol dan mudah menyerap pewarna tandingan.9. Daftar PustakaLay, B. W. (1994).Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. Raga Grafindo Persada.Michael J. Pelczar & E.C.S. Chan, 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi Edisi 1 Jakarta :Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)Syahrurachman, A,1994. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi Revisi.Jakarta: Bina Rupa Aksara