STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan...

39
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 DEWI RENGGANIS STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DI SEKITAR PERAKARAN POHON JABON (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) ALAMI

Transcript of STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan...

Page 1: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

DEWI RENGGANIS

STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA DI SEKITAR PERAKARAN POHON JABON

(Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) ALAMI

Page 2: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Keanekaragaman

Genus Fungi Mikoriza Arbuskula di Sekitar Perakaran Pohon Jabon

(Anthocephalus cadamba Robx Miq.) Alami adalah benar-benar hasil karya saya

sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan

sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Dewi Rengganis

NIM E44090012

Page 3: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

ABSTRAK

DEWI RENGGANIS.Studi Keanekaragaman Genus Fungi Mikoriza Arbuskula di

Sekitar Perakaran Pohon Jabon (Anthocephalus cadamba Robx Miq.)Alami.

Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR dan SRI WILARSO BUDI R

Mikoriza merupakan hubungan simbiosis mutualisme antara fungi dengan

perakaran tanaman tingkat tinggi, salah satu fungi tanah yang memiliki tingkat

penyebaran tinggi yaitu FMA. Banyak penelitian yang membahas mengenai

pemanfaatan FMA untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman salah satunya

yaitu jabon. Namun penelitian terkait keanekaragaman FMA pada tanaman jabon

juga perlu dilakukan. Metode penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu

melakukan trapping FMA dari sampel tanah yang telah diambil dari berbagai

lokasi di Indonesia. Setelah itu lalu dilakukan juga isolasi, karakterisasi dan

identifikasi spora yang telah ditemukan yang dilakukan di Laboratorium

Bioteknologi Hutan PPSHB IPB dan Laboratorium Mikrobiologi Tanah Pusat

Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hutan Bogor. Genus FMA yang

ditemukan di sekitar perakaran pohon jabon alami yaituGlomus, Acaulospora,

Gigaspora dan Scutellospora.Genus yang mendominasi yaitu genus Glomus.Jenis

tanaman inang yang efektif digunakan untuk penangkaran FMA yaitu Sorgum

bicolorkarena memiliki perakaran yang lebih responsif dibandingkan Pueraria

javanica.

Kata kunci: fungi mikoriza arbuskula, jabon, mikoriza, Pueraria javanica,

Sorgum bicolor

ABSTRACT

DEWI RENGGANIS. Studies Diversity Arbuskular Mycorrhizal Fungi Genus

Around Rooting Trees Jabon (Anthocephalus cadamba Robx Miq.) Natural.

Supervised by IRDIKA MANSUR and SRI WILARSO BUDI R

Mycorrhiza is a mutualism symbiotic between fungi with high levels of

plant roots, one of the soil fungi that has a high rate of spread is AMF. Many

studies that discussed the use of AMF to increase plant growth, such as

jabon.However the research that related of AMF diversity on jabon plant also

needs to be done. This research is done by AMF trapping, firstly AMF trapping is

taken from various location of soil smpel in Indonesia. After that one, isolation,

characterization, and identification spores that have been found in Forest

Biotechnology Laboratory PPSHB IPB, and Soil Microbiology Laboratory

Research and Development Center of Forest Resources Bogor. AMF genus are

found around the jabon roots namely Glomus, Acaulospora, Gigaspora and

Scutellospora. Genus that dominated is the genus Glomus. The efective host plant

for AMF trapping is Sorgum bicolor, because the Sorgum bicolor has roots that

are more responsive than Pueraria javanica

Keywords: arbuscular mycorrhizal fungi, jabon,mycorrhizal, Pueraria javanica,

Sorgum bicolor

Page 4: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

DEWI RENGGANIS

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA DI SEKITAR PERAKARAN POHON JABON

(Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) ALAMI

Page 5: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

1 Makalah ini disampaikan dalam seminar hasil Penelitian pada hari Rabu, 19 Juni 2013 pukul 14.000- 16.00 di ruang ABT 2 2 Mahasiswa Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB (NIM E44090012) 3 Dosen Pembimbing I Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB (Dr. Ir. Irdika Mansur M. For.Sc) 4 Dosen Pembimbing II Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB (Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R, MS)

STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DI

SEKITAR PERAKARAN POHON JABON (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.)

ALAMI1

Oleh :

Dewi Rengganis2, Irdika Mansur

3 dan Sri Wilarso Budi R

4

Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB

ABSTRAK

Mikoriza merupakan hubungan simbiosis mutualisme antara fungi dengan perakaran tanaman tingkat

tinggi, salah satu fungi tanah yang memiliki tingkat penyebaran tinggi yaitu FMA. Banyak penelitian yang

membahas mengenai pemanfaatan FMA untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman salah satunya yaitu jabon

.Namun penelitian terkait keanekargaman FMA pada tanaman jabon juga perlu dilakukan. Metode penelitian ini

dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan trapping FMA dari sampel tanah yang telah diambil dari berbagai

lokasi di Indonesia. Setelah itu lalu dilakukan juga isolasi, kharakterisasi dan identifikasi spora yang telah

ditemukan yang dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hutan PPSHB IPB dan Laboratorium Mikrobiologi

Tanah Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hutan Bogor. Genus FMA yang ditemukan di sekitar

perakaran pohon jabon alami yaitu Glomus, Acaulospora, Gigaspora dan Scutellospora. Genus yang

mendominasi yaitu Glomus. Kepadatan spora FMA dan kolonisasi akar FMA lebih tinggi pada tanaman Sorgum

bicolor dibandingkan dengan Pueraria javanica sehingga dapat dijadikan sebagai tanaman inang yang efektif

untuk penangkaran FMA.

Kata kunci : Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), jabon, Sorgum bicolor dan Pueraria javanica

PENDAHULUAN

Mikoriza merupakan bentuk hubungan simbiosis

mutualisme antara fungi dengan perakaran tanaman

tingkat tinggi (Smith and Read 2008). Fungi

mikoriza arbuskula (FMA) penting bagi ketahanan

tanaman dalam suatu ekosistem, stabilitas tanaman

dan pemeliharaan serta keragaman tumbuhan dan

meningkatkan produktivitas tanaman (Moriera et

al. 2007). FMA merupakan salah satu jenis fungi

tanah yang memiliki tingkat penyebaran tinggi,

karena kemampuannya bersimbiosis dengan hampir

90% jenis tanaman. Lebih lanjut menurut Setiadi dan

Faiq (1993) hasil studi mengenai status tanaman

mikoriza menyatakan bahwa pada sejumlah tanaman

kehutanan yang sering digunakan untuk kegiatan

reboisasi dan penghijauan menunjukkan bahwa 80%

tanaman dapat berasosiasi dengan FMA.

Jabon merupakan salah satu jenis pohon yang

memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai jenis

untuk hutan rakyat, hutan tanaman industri dan

tanaman reboisasi (penghijauan) di Indonesia, karena

pertumbuhannya yang sangat cepat, kemampuan

beradaptasinya pada berbagai kondisi tempat tumbuh,

perlakuan silvikulturnya yang relatif mudah, serta

kayunya dapat digunakan untuk berbagai keperluan

(Mansur 2010). Untuk mendukung pertumbuhan

tanaman ini banyak masyarakat yang memberikan

pupuk dimana dalam penanaman skala besar akan

relative mahal. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif

baru untuk meningkatkan pertumbuhan jabon. Salah

satu alternatif adalah pemanfaatan FMA dalam

meningkatkan produktifitas tanaman. Hasil penelitian

Garsoni (Prihastuti et al. 2010) menunjukkan bahwa

tanaman bermikoriza dapat menghemat penggunaan

pupuk nitrogen hingga 50 %, pupuk fosfat sebesar

27 % dan pupuk kalium mencapai 20 %. Peranan

FMA dalam pertumbuhan tanaman sangat penting,

banyak studi yang membahas mengenai peranan FMA

Page 6: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

dalam meningkatkan pertumbuhan banyak dilakukan

pada berbagai tanaman hutan salah satunya pada jabon

(Christina 2010). Dalam penelitian Christina (2010)

ditemukan bahwa inokulasi mikoriza genus Gigaspora

sp secara signifikan meningkatkan pertumbuhan tinggi

dan diameter semai jabon, dengan persen peningkatan

sebesar 80% dan 50%. Adanya peningkatan

pertumbuhan tersebut memenuhi syarat untuk tumbuh

dan baik dan memiliki daya hidup yang tinggi di

lapangan sehingga dapat digunakan sebagai aplikasi

pupuk hayati. Namun demikian studi mengenai

keanekaragaman FMA di tanaman jabon alami sendiri

belum pernah dilakukan. Oleh karena itu dalam

penelitian ini dilakukan pengamatan keanekaragaman

FMA pada pohon jabon yang tumbuh alami di

beberapa provinsi di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

keanekaragaman FMA di rhizosfer pohon jabon alami

yang berasal dari beberapa provinsi di Indonesia,

dinamika sporulasi FMA, serta menguji jenis tanaman

inang yang efektif untuk penangkaran FMA dari

rhizosfer jabon.

METODE

Lokasi dan Waktu Praktek

Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan

(November 2012 – Pebruari 2013). Pengambilan

sampel tanah diambil dari 9 (sembilan) daerah yang

tersebar di 9 provinsi (Alas Purwo Jawa Timur,

Pomalaa Sulawesi Tenggara, Parangloe Sulawesi

Selatan, Pakenjen Garut Selatan, Batu Licin

Kalimantan Selatan, Oki Palembang Sumatera

Selatan, Pasaman Sumatra Barat Cagar Alam

Rimbopanti, Batu Hijau Nusa Tenggara Barat dan

Nusa Kambangan Jawa Tengah), yang ditemukannya

pohon jabon yang tumbuh secara alami. Penangkaran

(trapping) mikoriza dilakukan di rumah kaca

Laboratorium Silvikultur Departemen Silvikultur

Fakultas Kehutanan IPB, mengidentifikasi jenis FMA

dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hutan

PPSHB IPB dan Laboratorium Mikrobiologi Tanah

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya

Hutan Kementrian Kehutanan RI di Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah contoh tanah dan akar dari sekitar pohon jabon

alami. Untuk penangkaran spora (trapping) digunakan

benih P. javanica dan S. bicolor, pupuk Terabuster,

zeolit, Sunclin™, larutan Melzer’s dan PVLG. Untuk

pewarnaan akar dibutuhkan bahan-bahan kimia antara

lain yaitu KOH 10%, HCL 2%, larutan Trypan Blue

0,05%.

Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan

contoh tanah dan akar tanaman adalah sekop, kantong

plastik, spidol dan kertas label. Sedangkan untuk

pengamatan di laboratorium adalah saringan spora

(saringan bertingkat dua yaitu 710 µm, dan 45 µm),

sentrifuse, pipet plastik, pinset spora, mikroskop

(dissecting dan binokuler), kaca preparat, cover glass,

Petri dish, pipet, timbangan analitik, gunting akar,

sprayer dan pot plastik ukuran 200 ml.

Metode Praktek

a. Pengambilan sampel tanah

Contoh tanah yang diambil sebanyak 100 gram

pada zona rizosfir perakaran dengan kedalaman 5-20

cm secara komposit dari 3 titik di sekitar perakaran

pohon jabon alami.

b . Penangkaran (trapping) FMA

Trapping atau penangkaran spora dilakukan

untuk merangsang produksi spora-spora baru dari

contoh tanah yang telah diambil, sehingga dapat

diketahui sebanyak mungkin jenis FMA berdasarkan

sporanya. Teknik trapping menggunakan pot yang

berdiameter ±20cm dengan media yang terdiri dari

tanah contoh dari bawah pohon jabon alami sebanyak

100 gram dan zeolit yang sebelumnya dicuci terlebih

dahulu. Media trapping dibuat dengan cara pot diisi

dengan zeolit hingga setengah volume pot, ditambah

dengan contoh tanah sebanyak 50 gram, ditutup

kembali dengan zeolit, sehingga media akan tersusun

atas zeolit - contoh tanah – zeolit (Delvian, 2006).

Tanaman inang yang digunakan untuk trapping pada

penelitian ini adalah P. javanica dan S.bicolor.

Propagul diamati setelah kultur berumur 4 bulan.

Propagul yang diamati yaitu berupa hifa, arbuskula,

vesikula dan spora FMA.

c. Ekstraksi dan Identifikasi FMA

Ekstraksi spora dilakukan agar spora terpisah

dari media sehingga identifikasi spora FMA dan

jumlahnya dapat diketahui. Teknik tuang-saring dari

Pacioni (1992) adalah teknik yang digunakan untuk

mengekstraksi spora. Prosedur kerjanya pertama,

contoh tanah sebanyak 50 gram dicampurkan dengan

400-500 ml air dan diaduk sampai butiran hancur.

Selanjutnya disaring dalam satu set saringan dengan

ukuran 710 µmdan 45 µm, secara berurutan dari atas

ke bawah. Saringan bagian atas disemprot dengan air

kran untuk memudahkan bahan saringan lolos.

Kemudian saringan paling atas dilepas, dan pada

Page 7: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

saringan kedua tersisa sejumlah tanah yang tertinggal

pada saringan terbawah dipindahkan ke dalam tabung

sentrifuse.

Hasil saringan tanah dalam tabung sentrifuse,

langkah selanjutnya adalah tabung tersebut di

sentrifuse dengan teknik sentrifugasi dari Brundet et al

(1996). Larutan supernatant dituangkan ke dalam

saringan 45µm, dicuci dengan air mengalir untuk

menghilangkan glukosa. Endapan yang tersisa dalam

saringan dituangkan ke dalam cawan Petri dan

kemudian diamati di bawah mikroskop binokuler

untuk perhitungan kepadatan spora dan pembuatan

preparat guna identifikasi spora FMA yang ada.

Perhitungan kepadatan spora yakni dengan cara

menghitung banyaknya jumlah spora yang ditemukan

dalam tiap contoh tanah yang dianalisis. Kepadatan

spora dihitung dengan dengan rumus :

Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang

dianalisis

Pembuatan preparat spora dengan menggunakan

larutan Melzer’s, spora-spora FMA yang sudah

diperoleh dari ekstraksi setelah dihitung jumlah spora

tersebut diletakkan pada larutan Melzer’s dan juga

polyvinyl lacto glycerol (PVLG) yang diteteskan di

atas gelas preparat lalu dipecahkan secara hati-hati

dengan menekan kaca penutup preparat dengan ujung

lidi.

d. Kolonisasi akar tanaman

Pengamatan terhadap infeksi akar perlu

dilakukan pewarnaan akar(staining). Pewarnaan akar

dilakukan dengan metode Phyllip dan Hyman (1970)

yang dimodifikasi. Untuk pengamatan akar, dilakukan

dengan memotong akar yang telah diwarnai sepanjang

1 cm, kemudian akar ditata di atas preparat dan ditutup

dengan cover glass, jumlah akar tiap preparat

sebanyak 10 potong. Infeksi akar dapat dilihat melalui

adanya vesikula, arbuskula, hifa maupun spora yang

menginfeksi akar. Potongan-potongan akar pada kaca

preparat diamati untuk setiap bidang pandang.

Derajat/persentase kolonisasi akar dihitung dengan

rumus:

% Kolonisasi akar =

∑bidang pandang yang terinfeksix 100%

∑bidang pandang keseluruhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kepadatan spora

Kepadatan spora merupakan banyaknya jumlah

spora yang terdapat di dalam satuan berat tanah. Hasil

perhitungan kepadatan spora yang terdapat pada

rizosfer tanaman jabon dengan tanaman inang

S.bicolor dan P. javanica bervariasi pada berbagai

lokasi. Kepadatan spora dengan menggunakan

tanaman inang pada bulan November di setiap lokasi

memiliki hasil yang berbeda-beda. Hasil pengamatan

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kepadatan spora pada tanaman inang

S.bicolor dan P.javanica bulan November.

Kepadatan spora pada tanaman inang pada bulan

Januari mengalami penurunan dan memiliki jumlah

yang berbeda-beda pada setiap lokasi (Gambar 2).

Gambar 2 Kepadatan spora pada tanaman inang

S.bicolor dan P.javanica bulan Januari.

Berdasarkan hasil percobaan didapatkan jumlah

spora yang di trapping per 50 gram tanah pada

tanaman inang S.bicolor bulan November yaitu 25-

685 spora dan pada bulan Januari yaitu 6-91 spora.

Sedangkan jumlah spora per 50 gram tanah pada

tanaman inang P.javanica bulan November yaitu 25-

585 spora, dan pada bulan Januari yaitu 4-266 spora.

Hasil pada bulan November ini lebih tinggi

dibandingkan hasil trapping Widiastuti (2004) yang

menemukan 1-474 spora per 100 gram tanah. Namun

kepadatan spora pada bulan November dan Januari

memiliki hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan

rata-rata kepadatan spora setelah pemerangkapan pada

tegakan karet sebesar 161 spora dalam 10gram tanah,

dan rataan kepadataan spora pada tegakan sawit

sebesar 242 spora dalam10 gram tanah (Sibarani

2011).

Page 8: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

Kepadatan spora pada tanaman inang S.bicolor

dan P. javanica menurun dari bulan November ke

bulan Januari. Besarnya penurunan kepadatan spora

dari bulan November ke Januari dapat dilihat pada

Gambar 3 dan 4.

Gambar 3 Kepadatan spora pada tanaman inang

S.bicolor

Gambar 3 menunjukkan adanya penurunan yang

drastic pada kepadatan spora dari bulan November-

Januari. Besarnya rata-rata penurunan kepadatan spora

pada tanaman inang S.bicolor yaitu sebesar 83,41 %,

Gambar 4 Kepadatan spora pada tanaman inang

P.javanica

Gambar 4 menunjukkan adanya penurunan pula,

besarnya rata-rata penurunan spora pada tanaman

inang P.javanica sebesar 63,01%.

Besarnya penurunan kepadatan spora rata-rata

pada tanaman inang S.bicolor lebih besar

dibandingkan dengan P.javanica, hal ini dikarenakan

tanaman inang S.bicolor pada bulan Januari telah

mati/masak sehingga proses fotosintesis tidak dapat

berlanjut. Akibat proses fotosintesis yang terhenti

tanaman tidak dapat menghasilkan eksudat-eksudat

dari akar yang biasanya digunakan sebagai bahan

makanan bagi FMA, sehingga FMA tidak dapat

berkembang dengan baik. Secara tidak langsung

eksudat akar juga memiliki kontribusi terhadap jumlah

kepadatan spora, dimana perbedaan eksudat akar yang

dihasilkan antara S.bicolor dan P.javanica

mempengaruhi rhizosfir yang merangsang perbedaan

perkecambahan spora. Menurut Bakhtiar (2002)

menyatakan bahwa komposisi eksudat yang dihasilkan

oleh tanaman inang berpengaruh terhadap lingkungan

dan mampu merangsang perkecambahan.

Persentase Kolonisasi

Infeksi akar adalah merupakan suatu bentuk

asosiasi antara FMA dengan akar,dimana apabila

terdapat infeksi pada akar maka akan terdapat bagian-

bagian dari FMA tersebut yang diantaranya hifa,

arbuskula dan vesikula (Setiawan 2011). Dengan

adanya satu atau lebih struktur FMA tersebut, maka

dapat dikatakan terjadi infeksi oleh FMA. Dari hasil

pengamatan, beberapa struktur yang ditemukan dalam

contoh akar antara lain, yaitu : hifa, miselia, vesikula

dan arbuskula. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5 Kolonisasi mikoriza pada akar tanaman (a)

Hifa (b)Vesikula( perbesaran 400x)

Kolonisasi diukur berdasarkan proporsi bidang

pandang bermikoriza terhadap total bidang pandang

yang diamati. Kriteria Rajapakse dan Miller (1992)

dalam Prafithriasari (2010) yang dimodifikasi sebagai

berikut: <5% = sangat rendah (Kelas 1), 6 – 25% =

rendah (Kelas 2), 26 – 50% = sedang (Kelas 3), 51 –

75%= tinggi (Kelas 4), dan > 75% = sangat Tinggi

(Kelas 5).

Kolonisasi akar pada tanaman S.bicolor pada

bulan November termasuk ke dalam kriteria sedang-

tinggi dengan rentang 40,85-75%, namun pada bulan

Januari terjadi peningkatan kolonisasi dengan rentang

66,67-93% yang termasuk ke dalam kriteria tinggi-

sangat tinggi (Gambar 6).

Gambar 6 Persentase kolonisasi akar tanaman inang

S.bicolor

Kolonisasi akar pada tanaman P.javanica pada

bulan November termasuk ke dalam kriteria rendah-

tinggi dengan rentang 15,85-55%, namun terjadi

peningkatan pula pada bulan Januari sebesar 53-95%

a

b

Page 9: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

termasuk ke dalam kriteria tinggi- sangat tinggi

(Gambar 7).

Gambar 7 Persentase kolonisasi akar tanaman inang

P.javanica

Berdasarkan Gambar 6 dan 7 menunjukan

bahwa persentasi kolonisasi akar yang terinfeksi

meningkat di semua lokasi pada kedua jenis tanaman

inang. Pengamatan terhadap akar tanaman inang yaitu

S.bicolor dan P.javanica didapatkan bahwa akar

tanaman inang terdapat satu atau lebih dari struktur

FMA. Dari hasil pengamatan infeksi akar ini dapat

terlihat bahwa seluruh tanaman telah terinfeksi oleh

FMA. Hal ini menyatakan bahwa FMA dapat

berkembang baik pada akar tanaman inang.

Perbedaan persentase kolonisasi akar pada

tanaman inang S.bicolor dan P. javanica diduga

disebabkan oleh eksudat akar yang dikeluarkan pada

rizosfir pada kedua tanaman inang berbeda juga.

Menurut Bakhtiar (2002) menyatakan bahwa

perkecambahan spora berperan penting di dalam

infeksi akar yang mempengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya kompabilitas inang, komposisi eksudat

akar, jenis inokulum dan faktor lingkungan. Besarnya

persentase kolonisasi akar pada tanaman inang

S.bicolor dibandingkan dengan P.javanica, hal ini

diduga terkait dengan besarnya diameter akar pada

kedua tanaman tersebut. Diameter tanaman inang

S.bicolor memiliki diameter akar yang lebih kecil

dibandingkan dengan P.javanica sehingga

memperngaruhi kemampuan FMA untuk menginfeksi

akar tanaman inang tersebut lebih mudah. Hal ini

sejalan dengan (Sibarani 2011) yang menyatakan

bahwa diameter akar antara satu tanaman berbeda

dengan tanaman lain, dimana diameter akar

berpengaruh signifikan terhadap persentase

kolonisasi akar. Akar tanaman yang memiliki

diameter berukuran lebih besar dan yang telah tua

tidak begitu baik terinfeksi oleh hifa FMA, diduga

hal ini disebabkan oleh sel epidermis akar yang lebih

besar telah mengeras dan mempersulit penetrasi hifa

kedalam sel korteks akar.

Infeksi akar pada S.bicolor yang lebih tinggi

juga disebabkan oleh S.bicolor memiliki sistem

perakaran yang baik untuk pembentukan mikoriza,

selain itu S.bicolor merupakan salah satu tanaman

serelia yang mengandung karbonhidrat cukup tinggi.

Karakteristik sorgum ini dapat meningkatkan produksi

inokulan FMA karena spora FMA akan menginfeksi

akar-akar sekunder dengan lebih mudah (Abdullah et

al. 2005). Selain itu menurut penelitian Tarmedi

(2006) menyatakan bahwa tanaman S.bicolor dapat

meningkatkan jumlah dan persentase infeksi FMA

pada akar.

Hubungan antara kepadatan spora dengan

persentase kolonisasi akar jika dikaitkan antara

kepadatan spora dengan kolonisasi akar memiliki

kepadatan spora yang rendah, namun FMA dapat

mengkolonisasi akar dengan tinggi. Namun tidak

terdapat korelasi yang tetap antara kepadatan spora

dengan kolonisasi akar. Prihastuti et al. (2010)

menyatakan bahwa tidak ada korelasi antara jumlah

spora pada rizosfer dengan tingkat infeksi akar yang

terjadi, keadaan ini disebabkan oleh adanya proses

pembentukan spora yang akan terjadi pada kondisi

lingkungan yang menguntungkan bagi kehidupan

mikoriza. Tingkat infeksi akar oleh mikoriza yang

terjadi tidak ditentukan oleh jumlah spora yang

terdapat pada tanah yang ada, tetapi lebih ditentukan

oleh kemampuan mikoriza dan tanggap perakaran

tanaman untuk berlangsungnya infeksi.

Identifikasi spora yang ditemukan

Setiap jenis FMA mempunyai sifat morfologi

dan fisiologi yang berbeda-beda, oleh karena itu

sangat penting untuk mengetahui identitasnya.

Menurut Budi (2009) dalam Hartoyo et al. (2010)

proses identifikasi FMA sampai ke tingkat spesies

memerlukan pengenalan secara menyeluruh

terhadap beberapa karakter spora. Penelitian ini hanya

memfokuskan sampai tingkat genus saja, sehingga

dibutuhkan larutan Melzer’s. Larutan Melzer’s

merupakan salah satu alat bantu pada proses

identifikasi untuk membedakan jenis spora FMA

sampai ke tingkat genus. Hasil pengamatan terhadap

identifikasi spora yang ditemukan dapat dilihat pada

Gambar 8.

Page 10: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

Gambar 8 Morfologi genus (A) Glomus (B)

Acaulospora (C) Scutellospora (D)

Gigaspora

Keberadaan spora yang ditemukan didominasi

oleh jenis spora Glomus, dengan ciri-ciri bentuk spora

yang hampir sama (bulat, lonjong) dan memiliki

permukaan yang lebih halus. Selain itu jenis ini

memiliki dinding spora yang terlihat jelas, hyphal

attachment berbentuk lurus, namun ada beberapa jenis

Glomus yang tidak memiliki hyphal attachment.

Ukuran dan warna spora,dan ketebalan dinding spora

pada masing-masing spesies berbeda. Diduga faktor

lingkungan mempengaruhi jenis FMA pada rizosfer

tanaman inang.

Berdasarkan karakteristik morfologinya, jenis

Acaulospora hanya ditemukan pada beberapa lokasi

saja dimana terdapat perbedaan antara satu dengan

yang lainnya sehingga diidentifikasi sebagai jenis

yang berbeda. Acaulospora berbentuk bulat, berwarna

putih bening, dinding spora berornamen, permukaan

spora relatif halus. Pada umumnya jenis Acaulospora

jika diberi larutan Melzer’s akan berubah warnanya

pada bagian dalamnya (germination wall) yang

berwarna lebih gelap dibandingkan dengan bagian

luarnya yang dapat dijadikan ciri khas dari jenis

Acaulospora ini.

Genus Scutellospora berbentuk bulat sampai

agak lonjong, warna coklat muda sampai hitam ,

ukuran spora lebih besar dibandingkan dengan genus

Glomus dan Acaulospora. Proses perkembangan

Scutellospora sama dengan Gigaspora, untuk

membedakan dengan genus Gigaspora, pada

Scutellospora terdapat lapisan kecambah. Spora

bereaksi dengan larutan Melzer secara menyeluruh.

Warna sporanya merah coklat ketika bereaksi dengan

larutan Melzer (INVAM 2012).

Genus Gigaspora berbentuk bulat besar, dengan

warna coklat kehitaman dimana ukurannya besar, dan

tidak dapat terlihat perbedaan antara dinding spora

dengan germination wall, serta memiliki Bulbous

Suspensor.

Keanekaragaman dan dinamika dari kemunculan

FMA bervariasi pada setiap bulan dan lokasi

pengamatan. Perubahan jenis FMA di kedua tanaman

inang pada bulan yang berbeda dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1 Keanekaragaman dan dinamika genus FMA pada tanaman inang S.bicolor dan P.javanica

Lokasi S. bicolor P. javanica

November Januari November Januari

Alas purwo Glomus ,Scutellospora Glomus Glomus Glomus

Pomalaa Sultra Glomus Glomus Glomus Glomus, Scutellospora

Parangloe Glomus

Glomus Glomu, Acaulospora Glomus, Acaulospora

Pakenjen Glomus

Glomus Glomus Glomus, Gigaspora

Batu Licin Glomus Glomus Glomus Glomus

OKI Palembang Glomus

Gigaspora

Glomus,Acaulospora Glomus Glomus

CA Rimbopanti Glomus Glomus Glomus Glomus

Batu Hijau Glomus ,Acaulospora Glomus Glomus,Acaulospora Glomus

Nusakambangan Glomus Glomus Glomus Glomus

Tabel 1 menunjukkan bahwa dinamika

munculnya genus FMA pada tanaman inang memiliki

perbedaan. Kemunculan genus FMA ada yang

ditemukan dalam dua kali pengamatan namun ada

pula yang hanya muncul dalam satu kali pengamatan.

erdasarkan hasil pengamatan genus yang ditemukan

didapatkan bahwa dari tujuh macam genus yang ada

hanya ditemukan 4 genus saja diantaranya Glomus,

Acaulospora, Gigaspora, dan Scutellospora. Glomus

adalah jenis mikoriza yang banyak ditemukan pada

A

D

C

B

Page 11: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

setiap lokasi dan memiliki keberagaman yang tinggi

dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Tabel 1 juga

menunjukan bahwa jenis Glomus sp ditemukan di

semua lokasi, hal ini dikarekan pada umumnya

penyebaran jenis Glomus lebih tinggi dibandingkan

dengan jenis lainnya sebesar 52,3 % (INVAM 2008).

Hal ini menunjukkan bahwa Glomus mempunyai

tingkat adaptasi yang cukup tinggi terhadap

lingkungan baik pada kondisi tanah yang masam

maupun netral. Beberapa penelitian juga menyatakan

bahwa genus Glomus merupakan genus yang paling

mendominasi dalam suatu ekosistem. Ragupathy dan

Mahadevan (1991) dalam Delvian (2006) yang

mempelajari FMA pada hutan pantai juga

menyimpulkan bahwa Glomus adalah genus FMA

yang paling dominan penyebarannya, dimana 25

spesies dari 37 spesies yang ditemukan adalah tipe

Glomus. Hasil penelitian Mahadevan (1991) dan

Purwanto (1999) menunjukkan bahwa Glomus lebih

beradaptasi dibandingkan dengan genus lainnya

terhadap kisaran keadaan lingkungan yang luas.

Glomus mempunyai daerah sebaran yang paling luas

dan paling toleran terhadap kondisi salinitas tanah.

Tingginya kehadiran spora Glomus dimungkinkan

juga karena spora FMA tipe Glomus ini mempunyai

jumlah spesies yang sangat banyak dibandingkan

lainnya. Namun untuk jenis seperti Acaulospora,

Scutelospora dan Gigaspora keberadaannya hanya

pada lokasi tertentu saja, karena pada umumnya setiap

spora mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.

Menurut INVAM (2008) penyebaran jenis spora

Acaulospora (20,9%), Scutellospora (16,9%),

Gigaspora (4,7%), Entrophospora (2,3%),

Archaeospora (1,7%), dan Paraglomus (1,2%).

Berdasarkan informasi tersebut sesuai dengan hasil

pengamatan bahwa penyebaran jenis spora

Acaulospora lebih banyak dibandingkan dengan jenis

spora Scutelospora dan Gigaspora.

Tabel 1 menunjukkan adanya perbedaan dan

persamaan kemunculan genus spora yang ditemukan

antara bulan November dan bulan Januari pada kedua

tanaman inang. Hal ini berhubungan dengan waktu

pengambilan sampel tanah dan saat pengambilan

sampel tanah untuk karakterisasi. Genus spora yang

ditemukan pada bulan November di tanaman inang

S.bicolor yang digunakan dimungkinkan dikarenakan

saat pengambilan sampel tanah untuk trapping

terdapat propagul genus Glomus, Acaulospora,

Gigaspora dan Scutellospora sedangkan untuk

tanaman inang P.javanica di bulan November

propagul yang ditemukan hanya ada genus Glomus

dan Acaulospora saja. Selain dikarenakan waktu saat

pengambilan sampel tanah, demikian juga waktu saat

pengambilan tanah dari hasil trapping, sebab

keberadaan dan keanekaragaman FMA yang

dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan tanaman

inang.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

berdasarkan uji reaksi dengan larutan Melzer’s

terdapat empat genus FMA yang ditemukan di sekitar

perakaran pohon jabon alami yaitu : Glomus;

Acaulospora; Gigaspora dan Scutellospora. Genus

yang mendominasi pada berbagai lokasi yaitu genus

Glomus. Jenis tanaman inang yang efektif digunakan

untuk penangkaran FMA yaitu S.bicolor dibandingkan

dengan P.javanica.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk

melihat efektifitas inokulasi FMA terhadap

pertumbuhan tanaman untuk setiap genus pada

jabon.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah S, Musa Y, Feranita. 2005. Perbanyakan

cendawan mikoriza arbuskula (CMA) pada berbagai

varietas jagung (Zea mays L.) dan pemanfaatannya

pada varietas tebu (Saccharum officinarum L.).

Jurnal Sains dan Teknologi 5:12-20.

Bakhtiar Y. 2002. Selection of vascular arbuskular

mycorrhiza (VAM) fungi, host plants and spore

numbers for producing inoculum. Jurnal Biosains

dan Bioteknologi Indonesia 2(1):36-40.

Brundrett M, Neale B, Bernei D, Tim G, Nick M. 1996.

Working With Mycorrhizas in Forestry and

Agriculture. Canberra (AU): Australian Centre for

International Agriculture Research.

Christina F. 2010. Pemanfaatan fungi mikoriza arbuskula

(FMA), mycorrhizal helper bacteria (MHBs), serta

arang kayu dan batubara untuk meningkatkan semai

jabon (Anthocephalus cadamba) [skripsi]. Bogor

(ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Delvian. 2003. Keanekaragaman dan potensi

pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula (CMA)

di hutan pantai [disertasi]. Bogor (ID): Fakultas

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Delvian. 2006. Peranan Ekologi dan Agronomi

Cendawan Mikoriza Arbuskula. Sumatera Utara

(ID): USU Pr.

Page 12: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta (ID):

Akademika Pr.

Hartoyo B, Ghulamahdi M, Darusman LK, Aziz SA,

Mansur I. 2011. Keanekaragaman fungi

mikoriza arbuskula (FMA) pada rizosfer tanaman

pegagan. Jurnal Littri 17(1):32-40.

[INVAM] International Culture Collection of Vesicular

Arbuscular Mycorrhizal Fungi. 2012a.

Classification of glomerycota [Internet]. [diunduh

2012 Des

18].aTersediaapada:ahttp://invam.caf.wvu.edu/fungi/

taxonomy/Gigasporaceae/Scutellospora/scutellospor

a.htm.

INVAM. 2012b. Reference culture of species vesicular

arbuskula mycorrhizal

fungi[Internet].a[diunduhi2012aDesa20].aTersediaap

ada:ahttp://invam.caf.wvu.edu/Myco-

info/Taxonomy/classification.htm.

Mansur I, Tuheteru DF. 2010. Kayu Jabon. Jakarta (ID):

Penebar Swadaya

Moreria D, Tsai SM. 2007. Biodiversity and distribution

of arbuscular mychorrizhae fungi in Araucaria

angustifolia forest. Journal Agriculture 64:393-399.

Pacioni G. 1992. Wet sieving and decanting techniques for

the extraction of spores of VA mycorrhizal fungi. Di

dalam: Norris JB, Read DJ, Varma AK, editor.

Methods in Microbiology. London (GB): Academic

Pr. Hlm 317-322.

Patriyasari T. 2006. Efektivitas cendawan mikoriza

arbuskula terhadap pertumbuhan dan produktivitas

Cynodon dactylon (L.) Pers yang diberi level

salinitas berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Phillips JM, Hayman DS. 1970. Improved procedures for

clearing and staining parasitic and vesicular-

arbuscular mychorrhizal fungi for rapid assessment

of infection. Trans Brit Mycol Soc. 55:158-161.

Prafithriasari M. 2010. Infektivitas inokulan Glomus sp

dan Gigaspora sp pada berbagai komposisi media

zeolit-arang sekam dan pengaruhnya terhadap

pertumbuhan sorgum (Sorgum bicolor). Jurnal

Agrikultur 21(1):39-45.

Prihastuti, Sudaryono, Handayanto E. 2010.

Keanekaragaman jenis mikoriza vesicular arbuskular

dan potensinya dalam pengelolaan kesuburan lahan

ultisol. Di dalam: Prihastuti, Sudaryono,

Handayanto, editor. Seminar Nasional Biologi. [24-

25 Sept 2010, Yogyakarta]. Yogyakarta (ID):

Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada.

Sari LM. 2008. Keberadaan mikoriza pada areal sistem

silvikultur tebang pilih tanam Indonesia intensif di

Areal IUPHHK PT Bumi Kusuma Unit Sungai

Seruyan Kalimantan Tengah [skripsi]. Bogor (ID):

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Setiadi Y, Faiq. 1993. Studi Status Mikoriza pada 41 Jenis

Tanaman Kehutanan yang Potensial Untuk HTI.

Bogor (ID): PAU, Institut Pertanian Bogor.

Setiawan A. 2011. Studi status fungi mikoriza arbuskula

(FMA) di areal rehabilitasi pasca penambangan nikel

PT INCO Tbk. Sorowako Sulawesi Selatan [skripsi].

Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Bogor.

Sibarani AS. 2011. Keanekaragaman fungi mikoriza

arbuskula (FMA) pada tegakan karet dan tegakan

sawit di ekosistem lahan gambut Desa Telaga Suka

Kecamatan Panai Tengah Kabupaten Labuan Batu

[skripsi]. Sumatera Utara (ID): Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara.

Smith SE, Read DJ. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Third

Edition. London (GB): Academic Pr.

Tarmedi E. 2006. Keanekaragaman CMA di hutan sub

pegunungan Kamojang Jawa Barat [skripsi]. Bogor

(ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Widiastuti H. 2004. Biologi interaksi cendawan

mikoriza arbuskula kelapa sawit pada tanah

masam sebagai dasar pengembangan teknologi

aplikasi dini [disertasi]. Bogor (ID): Fakultas

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Page 13: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan
Page 14: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

Judul Skripsi :Studi Keanekaragaman Genus Fungi Mikoriza Arbuskula di Sekitar

Perakaran Pohon Jabon (Anthocephalus cadamba Robx Miq.)

Alami

Nama : Dewi Rengganis

NIM : E44090012

Disetujui oleh

Dr Ir Irdika Mansur, MForSc

Pembimbing I

Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 15: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih

dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 sampai Februari

2013 ini ialah Studi Keanekaragaman Genus Fungi Mikoriza Arbuskula di Sekitar

Perakaran Pohon Jabon (Anthocephalus cadamba Robx Miq.) Alami.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Irdika Mansur MForSc

dan Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS selaku pembimbing, serta ibu Dr Ir Arum Sekar

Wulandari, MS yang telah banyak memberikan saran dalam penulisan skripsi. Di

samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf dari PPSHB

(Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknlogi) IPB khususnya bagian

Laboratorium Bioteknologi Hutan Dr Ir Yadi Setiadi, MSc beserta staf yang telah

membantu dan memfasilitasi terlaksananya kegiatan penelitian ini. Selain itu

terima kasih kepada Laboratorium Mikrobiologi Tanah Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sumber Daya Hutan khususya kepada Dr Ir Maman Turjaman,

DEA dan Bapak Sugeng memfasilitasi penelitian ini. Terima kasih juga kepada

Dede Sudrajat SHut MT yang telah membantu dalam pengambilan sampel tanah

dari berbagai lokasi di Indonesia, Faisal Danu Tuheteru, SHut MSi dan Ir Husna

Faad, MP yang telah banyak memberikan bantuan serta saran dalam pelaksanaan

penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik,

serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Kepada teman-teman

satu bimbingan Erfan, Destia, Panji, dan Azzam, terima kasih atas kebersamaan

dan bantuannya kepada penulis selama melakukan penelitian maupun dalam

penyusunan skripsi.Kepada teman-teman Departemen Silvikultur 46, Khususnya

Devi, Tina, Lia, Tria, Alfi, Artha dan Memet yang telah memberikan

dukungannya dan saran.Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu

penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu.

Penulis menghargai segala bentuk saran dan kritik yang membangun untuk

penyempurnaan skripsi ini.Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu dan masyarakat.

Bogor, Juli 2013

Dewi Rengganis

Page 16: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2 Waktu dan Tempat 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Penelitian 3

Pengambilan sampel tanah 3

Penangkaran (trapping) mikoriza 3

Pemeliharaan tanaman inang 4

Ekstraksi dan identifikasi spora 4

Kolonisasi FMA pada contoh akar tanaman 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Sampel Tanah 5

Kepadatan Spora FMA 6

Persen Kolonisasi FMA 8

Identifikasi Spora FMA 10

SIMPULAN DAN SARAN 15 PENDAHULUAN 15

PENDAHULUAN 15

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 18 RIWAYAT HIDUP 21

Page 17: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

DAFTAR TABEL

1 Kondisi umum wilayah pengambilan sampel tanah 5 2 Persentase penurunan spora pada tanaman S. bicolor dan P. javanica 7 3 Keanekaragaman dan dinamika genus FMA pada tanaman inang 13 4 Hasil analisis sifat kimia sampel tanah di bawah pohon jabon alami 14

DAFTAR GAMBAR

1 Pengambilan dan pengompositan sampel tanah 3

2 Pematahan dormansi P. javanica dan penanaman benih tanaman inang 4 3 Kepadatan spora pada tanaman inang S. bicolor dan P. javanica bulan

November 2012 6 4 Kepadatan spora pada tanaman inang S. bicolor dan P. javanica bulan

Januari 2013 6 5 Kolonisasi mikoriza pada akar tanaman 8 6 Persentase kolonisasi akar pada tanaman inang S. bicolor 9 7 Persentase kolonisasi akar pada tanaman inang P. javanica 9 8 Morfologi genus Glomus pada tanaman inang S. bicolor 11 9 Morfologi genus Glomus pada tanaman inang P. javanica 11

10 Morfologi genus Acaulospora pada tanaman inang S. bicolor 12 11 Morfologi genus Acaulospora pada tanaman inang P. javanica 12 12 Morfologi genus Scutellospora pada tanaman inang S. bicolor dan

P. javanica 12

13 Morfologi genus Gigaspora pada tanaman inang S. bicolor dan P. javanica 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data rekapitulasi kepadatan spora per 50 gram tanah dan persentase

kolonisasi akar pada bulan November 2012 dan Januari 2013 18 2 Kriteria penilaian karakteristik tanah 18 3 Hasil analisis tanah laboratorium tanah SEAMEO BIOTROP 19

Page 18: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mikoriza merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara fungi

dengan perakaran tanaman tingkat tinggi(Smith and Read 2008).Fungi mikoriza

arbuskulaa(FMA)penting bagi ketahanantanaman dalam suatu ekosistem,

stabilitas tanaman dan pemeliharaan serta keragaman tumbuhan dan

meningkatkan produktivitas tanaman (Moriera et al.2007). Mikoriza dapat

membantu kerja perakaran tanaman, mikoriza juga mampu meningkatkan

toleransi tanaman terhadap keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan dalam

kondisi kekeringan dan salinitas (Brundrett et al. 1996 dalam Delvian 2003).

FMA merupakan salah satu jenis fungi tanah yang memiliki tingkat penyebaran

tinggi, karena kemampuannya bersimbiosis dengan hampir 90% jenis tanaman.

Lebih lanjut menurut Setiadi dan Faiq (1993) hasil studi mengenai status tanaman

mikoriza menyatakan bahwa pada sejumlah tanaman kehutanan yang sering

digunakan untuk kegiatan reboisasi dan penghijauan menunjukkan bahwa 80%

tanaman tersebut dapat berasosiasi dengan FMA.

Jabon merupakan salah satu jenis pohon yang memiliki potensi untuk

dikembangkan sebagai jenis untuk hutan rakyat, hutan tanaman industri dan

tanaman reboisasi (penghijauan) di Indonesia, karena pertumbuhannya yang

sangat cepat, kemampuan beradaptasinya pada berbagai kondisi tempat tumbuh,

perlakuan silvikulturnya yang relatif mudah, serta relatif bebas dari serangan

hama dan penyakit yang serius, serta kayunya dapat digunakan untuk berbagai

keperluan (Mansur dan Tuheteru 2010). Untuk mendukung pertumbuhan tanaman

ini banyak masyarakat yang memberikan pupuk, namun apabila dilakukan dalam

penanaman skala besar akan relatif mahal. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif

baru untuk meningkatkan pertumbuhan jabon.Salah satu alternatif adalah

pemanfaatan FMA dalam meningkatkan produktivitas tanaman. Prihastuti et al.

(2010) menyatakan bahwa tanaman bermikoriza dapat menghemat penggunaan

pupuk nitrogen hingga 50%, pupuk fosfat sebesar 27% dan pupuk kalium

mencapai 20%.

Peranan FMA dalam pertumbuhan tanaman sangat penting, banyak studi

yang membahas mengenai peranan FMA dalam meningkatkan pertumbuhan

banyak dilakukan pada berbagai tanaman hutan salah satunya pada jabon

(Christina 2010).Dalam penelitian Christina (2010) ditemukan bahwa inokulasi

mikoriza genus Gigaspora secara signifikan meningkatkan pertumbuhan tinggi

dan diameter semai jabon, dengan persen peningkatan sebesar 80% dan

50%.Adanya peningkatan pertumbuhan tersebut memenuhi syarat untuk tumbuh

dengan baik dan memiliki daya hidup yang tinggi di lapangan sehingga dapat

digunakan sebagai aplikasi pupuk hayati.Namun demikian studi mengenai

keanekaragaman FMA di tanaman jabon alami sendiri belum pernah

dilakukan.Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan pengamatan

keanekaragaman FMA pada pohon jabon yang tumbuh alami di beberapa provinsi

di Indonesia

Page 19: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

2

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman genus

FMA di rizosfer pohon jabon alami yang berasal dari sembilan provinsi di

Indonesia, dinamika sporulasi genus FMA, serta menguji jenis tanaman inang

yang efektif untuk penangkaran FMA dari rizosfer jabon.

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan (November 2012 sampai dengan

Februari2013). Sampel tanah diambil dari 9 (sembilan) daerah yang tersebar di 9

provinsi yang ditemukannya pohon jabon yang tumbuh secara alami, yaitu Alas

Purwo Jawa Timur, Pomalaa Sulawesi Tenggara, Parangloe Sulawesi Selatan,

Pakenjen Garut Selatan, Batu Licin Kalimantan Selatan, OKI Palembang

Sumatera Selatan, Pasaman Sumatra Barat Cagar Alam Rimbopanti, Batu Hijau

Nusa Tenggara Barat dan Nusa Kambangan Jawa Barat. Penangkaran

(trapping)mikoriza dilakukan di rumah kaca Laboratorium Silvikultur

Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB sedangkan untuk

mengidentifikasi genus FMA dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hutan

PPSHB IPB dan Laboratorium Mikrobiologi Tanah Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sumber Daya Hutan Kementerian Kehutanan RI di Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah dan akar

dari sekitar pohon jabon alami. Untuk penangkaran spora (trapping) digunakan

benih Pueraria javanica, benih Sorgum bicolor, pupuk Terabuster, zeolit, NaOCl

5,25%. Sementara itu untuk ekstraksi dan identifikasi spora FMA digunakan

larutan glukosa 60%,larutan Melzer’s serta PVLG. Untuk pewarnaan akar

dibutuhkan bahan-bahan kimia antara lain yaitu KOH 10%, HCL 2%, larutan

Trypan Blue 0.05% (campuran gliserin 40 mL dan aquades 20 mL,dan asam

laktat 40 mL) .

Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah dan akar

tanaman adalah sekop, kantong plastik, spidol dan kertas label.Alat yang

dibutuhkan pengamatan di laboratorium adalah saringan spora (saringan

bertingkat dua yaitu 710 µm, dan 45 µm), sentrifuse, pipet plastik, pinset spora,

mikroskop (dissecting dan binokuler), kaca preparat, cover glass, cawan petri,

pipet, timbangan ketelitian 10-2

, gunting akar, sprayer dan pot plastik ukuran 200

mL.

Page 20: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

3

Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel tanah

Pengambilan contoh sampel tanah diambil dari bawah pohon Jabon yang

tumbuh secara alami, namun dalam penelitian ini pengambilan sampel tanah

dilakukan oleh peneliti lain. Contoh tanah yang diambil sebanyak 500 gram pada

zona rizosfer perakaran dengan kedalaman 5–20 cm secara komposit dari 3 titik di

sekitar perakaran pohon jabon alami(Gambar 1).

Gambar 1 Pengambilan sampel tanah pada kedalaman 0–20 cm (a)

pengompositan tanah contoh tanah yang diambil (b)

Berdasarkan masing-masing sampel tanah yang telah diambil juga

dilakukan analisis kimia untuk mengetahui beberapa sifat kimia sampel tanah,

diantaranya kandungan N, P, K, KTK, pH, dan tekstur tanah yang dianalisis di

Laboratorium Tanah SEAMEO BIOTROP.

Penangkaran (Trapping) mikoriza Penangkaran spora dilakukan untuk merangsang produksi spora-spora baru

dari contoh tanah yang telah diambil, sehingga dapat diketahui sebanyak mungkin

jenis FMA berdasarkan sporanya.Teknik penangkaran menggunakan pot yang

berdiameter ±20cm dengan media yang terdiri dari tanah contoh dari bawah

pohon jabon alami sebanyak 100 gram dan zeolit yang sebelumnya dicuci

terlebih dahulu. Pada penelitian ini digunakan media zeolite yang berukuran 1–2

mm.Media penangkaran dibuat dengan cara pot ukuran 200 gram diisi dengan

zeolit hingga setengah volume pot, kemudian diisi dengan contoh tanah sebanyak

50 gram, dan terakhir ditutup kembali dengan zeolit, sehingga media akan

tersusun atas zeolit - contoh tanah - zeolit (Delvian 2006).Tanaman inang yang

dipakai adalah tanaman yang terbukti cocok dengan jenis-jenis FMA dan

media.Tanaman inang yang digunakan untuk penangkaran pada penelitian ini

adalah P. javanicadan S.bicolor.Sebelumnya benih P. javanica ini dipatahkan

dormansinya dengan menggunakan NaOCl 5.25% selama 10 menit dan

perendaman dengan air panas selama 3 menit. Proses pematahan dormansi benih

P.javanica dan penangkaran (Gambar 2).

Propagul diamati setelah kultur berumur 4 bulan. Propagul yang diamati

yaitu berupa hifa, arbuskula, vesikula dan spora FMA, dari penangkaran

dihasilkan spora yang akan digunakan untuk karakterisasi dan identifikasi.

a b

Page 21: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

4

Gambar 2 Proses pematahan dormansi benih P. javanica (a)

dan penanaman benih tanaman inang (b)

Pemeliharaan tanaman inang

Pemeliharaan tanaman inang dengan cara melakukan penyiraman,

pemberian pupuk, dan pengendalian terhadap hama dan penyakit. Penyiraman

terhadap tanaman inang dilakukan sebanyak satu kali sehari pada pagi

hari.Pemberian pupuk dilakukan satu kali pada saat awal penanaman dengan

pupuk Terabuster sebanyak 100 mL/tanaman. Pengendalian hama dan penyakit

dengan cara menghilangkan daun-daun yang berlubang akibat serangga,

membebaskan tanaman dari serangga, dan membersihkan bagian dasar tanaman

dari dedaunan yang masuk ke dalam pot.

Ekstraksi dan identifikasi spora Ekstraksi spora dilakukan agar spora terpisah dari media sehingga

identifikasi spora FMA dan jumlahnya dapat diketahui.Teknik tuang-saring dari

Pacioni (1992) adalah teknik yang digunakan untuk mengekstraksi spora.Prosedur

kerjanya pertama, contoh tanah sebanyak 50 gram dicampurkan dengan 400–500

mL air dan diaduk sampai butiran-butiran tanahnya hancur. Selanjutnya disaring

dalam satu set saringan dengan ukuran 710 µmdan 45 µm, secara berurutan dari

atas ke bawah. Saringan bagian atas disemprot dengan air kran untuk

memudahkan bahan saringan lolos.Kemudian saringan paling atas dilepas, dan

pada saringan kedua tersisa sejumlah tanah yang tertinggal pada saringan

terbawah dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse.Langkah selanjutnya adalah

tabung disentrifugasi dengan teknik sentrifugasi dari Brundet et al. (1996).

Perhitungan kepadatan spora yakni dengan cara menghitung banyaknya

jumlah spora yang ditemukan dalam tiap contoh tanah yang dianalisis. Kepadatan

spora dihitung dengan dengan rumus:

Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis

Pembuatan preparat spora dengan menggunakan larutan Melzer’s, spora-

spora FMA yang sudah diperoleh dari ekstraksi setelah dihitung jumlah spora

tersebut diletakkan pada larutan Melzer’s sebagai bahan pewarna spora dan juga

polyvinyl lacto glycerol (PVLG) sebagai bahan pengawetyang diteteskan di atas

gelas preparat lalu dipecahkan secara hati-hati dengan menekan kaca penutup

preparat dengan ujung lidi.

a b

Page 22: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

5

Kolonisasi FMA pada contoh akar tanaman Pengamatan terhadap infeksi akar perlu dilakukan pewarnaan akar

(staining).Pewarnaan akar dilakukan dengan metode Phyllip dan Hyman (1970)

yang dimodifikasi.Untuk pengamatan akar, dilakukan dengan memotong akar

yang telah diwarnai sepanjang 1 cm, kemudian akar ditata di atas preparat dan

ditutup dengan cover glass, jumlah akar tiap preparat sebanyak 10 potong. Infeksi

akar dapat dilihat melalui adanya vesikula, arbuskula, hifa maupun spora yang

menginfeksi akar.Potongan-potongan akar pada kaca preparat diamati untuk

setiap bidang pandang. Derajat/persentase kolonisasi akar dihitung dengan rumus:

Akar terinfeksi (%)

=

∑ bidang pandang terinfeksi

x 100% ∑ bidang pandang keseluruhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah ini didapatkan dari sembilan lokasi yang berbeda

di beberapa provinsi di Indonesia.Kondisi umum berupa letak geografis,

ketinggian tempat dan curah hujan pada masing-masing lokasi pengambilan

sampel tanah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kondisi umum wilayah pengambilan contoh tanah (Sudrajat D

7 Desember 2012, komunikasi pribadi)

Lokasi Kabupaten, Provinsi Letak Geografis

Ketinggian

tempat

(mdpl)

Curah hujan

(mm/tahun)

Rimbo Panti Pasaman, Sumatera

Barat

00018,438’-00

020,335’LS

00005,339’100

006,342’BT

265 3120

OKI

Palembang

Ogan Komering Ilir,

Sumatera Selatan

03012,418’-03

014,348’LS

104051,321’104

051,654’BT

16 2500

Pakenjen Garut, Jawa Barat 06035,900’-07

026,654’LS

106048,669’107

042,844’BT

628 2589

Nusa

Kambangan

Cilacap, Jawa Tengah 07043,229’-07

045,236’LS

108055,221’108

059,781’BT

40 2500

Alas Purwo Banyuwangi, Jawa

Timur

08038,310’-08

041,303’LS

114021,277’114

022,428’BT

11 1500

Batu Hijau Sumbawa, Nusa

Tenggara Barat

08058,343’-08

059,072’LS

116048,577’116

049,247’BT

53 1500

Parangloe Goa,Sulawesi Selatan 05014,112’-05

015,113’LS

199035,400’199

038,982’BT

117 2850

Pomalaa Kolaka, Sulawesi

Tenggara

03059,288’-04

003,022’LS

121039,347’121

042,791’BT

326 1825

Batulicin Tanah Bumbu,

Kalimantan Selatan

04010,301’-04

013,568’LS

121039,041’121

039,975’BT

37 2979

Page 23: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

6

Kepadatan Spora

Kepadatan spora merupakan banyaknya jumlah spora yang terdapat di

dalam satuan berat tanah.Hasil perhitungan kepadatan spora yang terdapat pada

rizosfer tanaman jabon dengan tanaman inang S.bicolordanP. javanica bervariasi

pada berbagai lokasi. Kepadatan spora dengan menggunakan tanaman inang pada

bulan November 2012 di setiap lokasi memiliki hasil yang berbeda-beda.Hasil

pengamatan dapat di lihat pada Gambar 3 dan Lampiran 1.

Gambar 3 Kepadatan spora FMA pada tanaman inang S.bicolor

danP.javanica bulan November 2012

Kepadatan spora pada kedua tanaman inang bulan Januari 2013 mengalami

penurunan dan memiliki jumlah yang berbeda-beda pada setiap lokasi

(Gambar 4).

Gambar 4 Kepadatan spora FMA pada tanaman inang S. bicolor dan

P. javanica bulan Januari 2013

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jumlah spora yang diperangkap per

50 gram tanah pada tanaman inang S. bicolorbulan November yaitu 25–685 spora

dan pada bulan Januari yaitu 6–91 spora. Sedangkan jumlah spora per 50 gram

Page 24: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

7

tanah pada tanaman inang P. javanica bulan November yaitu 25–585 spora, dan

pada bulan Januari yaitu 4–266 spora. Hasil pada bulan November ini lebih tinggi

dibandingkan dengan hasil penangkaran Widiastuti (2004) yang menemukan 1–

474 spora per 100 gram tanah. Namun kepadatan spora pada bulan November

dan Januari memiliki hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata

kepadatan spora setelah pemerangkapan pada tegakan karet sebesar 161 spora

dalam 10gram tanah (Sibarani 2011).

Gambar 3 dan 4 menunjukkan kepadatan spora pada tanaman inang

S.bicolor dan P. javanica menurun dari bulan November ke bulan Januari.

Perbedaan kepadatan spora selalu berubah dengan perubahan waktu pengamatan,

dan jenis tanaman inang.Berdasarkan hasil terlihat bahwa faktor yang

mempengaruhi perbedaan jumlah spora pada bulan November dan Januari

dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang dimungkinkan adanya perbedaan cahaya

yang diterima oleh tanaman inang pada bulan tersebut. Menurut Patriyasari (2006)

jumlah spora juga dipengaruhi oleh akumulasi dari beberapa faktor, di antaranya:

mikoriza itu sendiri, varietas tanaman inang dan kondisi lingkungan, seperti

cahaya dan suhu, karena cahaya matahari berperan dalam pembentukan

karbohidrat melalui asimilasi karbon yang selanjutnya FMA akan menggunakan

karbon tersebut sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Selain faktor dari

cahaya yang diterima oleh tanaman, faktor lain yang mempengaruhi yaitu faktor

penyiraman, penyiraman akan mempengaruhi spora yang sudah terbentuk menjadi

spora berkecambah sehingga jumlah spora akan mengalami penurunan. Besarnya

penurunan kepadatan spora dari bulan November ke Januari pada kedua tanaman

inang memiliki besar rata-rata penurunan kepadatan spora pada tanaman

inangS.bicolorsebesar 83.41%, sedangkan untuk tanaman P. javanica sebesar

63.01% (Tabel 2).

Tabel 2 Persentase (%) penurunan spora pada tanaman inang S.bicolor dan

P. javanica

No Lokasi Penurunan spora (%)

S. bicolor P. javanica

1 Alas Purwo 72.22 58.79

2 Pomalaa Sultra 36.00 20.00

3 Parangloe 80.43 12.79

4 Pakenjen 91.76 92.31

5 Batu Licin Kalsel 96.47 67.69

6 OKI Palembang 88.89 72.88

7 CA Rimbopanti 95.04 64.62

8 Batu Hijau 94.42 84.00

9 Nusakambangan 95.42 94.00

Besarnya penurunan kepadatan spora rata-rata pada tanaman inang S.bicolor

lebih besar dibandingkan dengan P. javanica, hal ini dikarenakan tanaman inang

S.bicolor pada bulan Januari telah mati/masak sehingga mempengaruhi eksudat

yang dihasilkan oleh akar.Menurut Bakhtiar (2002) menyatakan bahwa komposisi

eksudat yang dihasilkan oleh tanaman inang berpengaruh terhadap lingkungan

dan mampu merangsang perkecambahan.

Page 25: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan
Page 26: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

9

Gambar 6 Persentase kolonisasi akar tanaman inang S.bicolor

Kolonisasi akar pada tanaman P. javanica pada bulan November 2012

termasuk ke dalam kriteria rendah-tinggi dengan rentang 15,85–55%, namun

terjadi peningkatan pula pada bulan Januari 2013 sebesar 53–95% termasuk ke

dalam kriteria tinggi- sangat tinggi (Gambar 7).

Gambar 7 Persentase kolonisasi akar tanaman inang P.javanica

Berdasarkan Gambar 6 dan 7 menunjukkan bahwa persentasi kolonisasi

akar yang terinfeksi meningkat di semua lokasi pada kedua jenis tanaman

inang.Hal ini menyatakan bahwa FMA dapat berkembang baik pada akar tanaman

inang. Perbedaan persentase kolonisasi akar pada tanaman inang S.bicolor dan

P. javanica diduga disebabkan oleh eksudat akar yang dikeluarkan pada rizosfer

pada kedua tanaman inang berbeda juga. Bakhtiar (2002) menyatakan bahwa

perkecambahan spora berperan penting di dalam infeksi akar yang mempengaruhi

oleh beberapa faktor di antaranya kompabilitas inang, komposisi eksudat akar,

jenis inokulum dan faktor lingkungan. Besarnya persentase kolonisasi akar pada

tanaman inang S.bicolor dibandingkan dengan P. javanica, hal ini diduga terkait

dengan besarnya diameter akar pada kedua tanaman tersebut. Diameter tanaman

inang S.bicolor memiliki diameter akar yang lebih kecil dibandingkan dengan

P.javanica sehingga memperngaruhi kemampuan FMA untuk menginfeksi akar

tanaman inang tersebut lebih mudah. Hal ini sejalan dengan (Sibarani 2011)yang

menyatakan bahwa diameter akar antara satu tanaman berbeda dengan tanaman

Page 27: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

10

lain, sehingga diameter akar berpengaruh signifikan terhadap persentase

kolonisasi akar. Akar tanaman yang memiliki diameter berukuran lebih besar

dan yang telah tua tidak begitu baik terinfeksi oleh hifa FMA.

Infeksi akar pada S.bicolor yang lebih tinggi juga disebabkan oleh S.bicolor

memiliki sistem perakaran yang baik untuk pembentukan mikoriza, selain itu

S.abicolor merupakan salah satu tanaman serelia yang mengandung karbonhidrat

cukup tinggi sehingga dimungkinkan dapat menghasilkan eksudat akar yang lebih

banyak. Menurut Abdullah et al. (2005)menyatakan bahwa karakteristik

S. bicolor dapat meningkatkan produksi inokulan FMA karena spora FMA akan

menginfeksi akar-akar sekunder dengan lebih mudah.

Hubungan antara kepadatan spora dengan persentase kolonisasi akar jika

dikaitkan tidak terdapat korelasi yang tetap antara kepadatan spora dengan

kolonisasi akar. Hal ini juga sesuai dengan Prihastuti et al. (2010) menyatakan

bahwa tidak ada korelasi antara jumlah spora pada rizosfer dengan tingkat infeksi

akar yang terjadi, hal ini dikarenakan tingkat infeksi akar oleh mikoriza yang

terjadi tidak ditentukan oleh jumlah spora yang terdapat pada tanah yang ada,

tetapi lebih ditentukan oleh kemampuan mikoriza dan tanggap perakaran tanaman

untuk berlangsungnya infeksi.

Identifikasi Spora yang Ditemukan

Setiap jenis FMA mempunyai sifat morfologi dan fisiologi yang

berbeda-beda, oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui identitasnya.

Menurut Budi (2009) dalam Hartoyo et al. (2011) proses identifikasi FMA

sampai ke tingkat spesies memerlukan pengenalan secara menyeluruh

terhadap beberapa karakter spora, namun penelitian ini hanya memfokuskan

sampai tingkat genus saja, sehingga dibutuhkan larutan Melzer’s. Larutan

Melzer’s merupakan salah satu alat bantu pada proses identifikasi untuk

membedakan jenis spora FMA sampai ke tingkat genus. Berdasarkan reaksi

spora terhadap larutan Melzer’s didapatkan ada empat genus FMA, di antaranya

yaitu genus Glomus, Acaulospora, Scutellospora dan Gigaspora.

Genus Glomus Genus Glomusmemiliki ciri-ciri bentuk spora yang hampir sama (bulat,

lonjong) dan memiliki permukaan yang lebih halus. Selain itu jenis ini memiliki

dinding spora yang terlihat jelas, dan hyphal attachment berbentuk lurus.Ukuran

dan warna spora.Ketebalan dinding spora pada masing-masing spesies

berbeda.Ukuran diameter spora genus Glomus yang ditemukan memiliki ukuran

berkisar 60–80 µm. Morfologi genus Glomus dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.

Genus Acaulospora

Genus Acaulospora yang ditemukan berbentuk bulat, berwarna putih

bening, dinding spora berornamen, permukaan spora relatif halus. Pada umumnya

genus ini jika diberi larutan Melzer’s akan berubah warnanya pada bagian

dalamnya (germination wall) yang berwarna lebih gelap dibandingkan dengan

bagian luarnya. Ukuran diameter rata-rata pada genus Acaulospora yang

ditemukan yaitu 80 µm. Morfologi dari genus inidapat dilihat pada Gambar 10

dan 11.

Page 28: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

11

Gambar 8 Morfologi genus Glomus yang ditemukan pada tanaman

inang S. bicolor

Gambar 9 Morfologi genus Glomus yang ditemukan pada tanaman

inang P. javanica

Page 29: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

12

Gambar 10 Morfologi genus Acaulospora yang ditemukan pada

tanaman inang S. bicolor

Gambar 11 Morfologi genus Acaulospora yang ditemukan pada tanaman

inang P. javanica

Genus Scutellospora Genus Scutellospora berbentuk bulat sampai agak lonjong, warna coklat

muda sampai hitam, ukuran spora lebih besar dibandingkan dengan genus Glomus

dan Acaulospora.Ukuran diameter rata-rata dari genus iniyang ditemukan yaitu

160 µm. Spora bereaksi dengan larutan Melzer secara menyeluruh.Warna

sporanya merah coklat ketika bereaksi dengan larutan Melzer (INVAM 2012a).

Morfologi dari genus ini dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Morfologi genus Scutellospora yang ditemukan pada

tanaman inang (a) S. bicolor dan (b) P. javanica

Genus Gigaspora

Genus Gigaspora berbentuk bulat besar, coklat kehitaman, berukuran rata-

rata 300 µm dan tidak dapat terlihat perbedaan antara dinding spora dengan

germination wall, serta memiliki ciri khusus yaitu Bulbous suspensor. Morfologi

dari genus Gigaspora dapat dilihat pada Gambar 13.

a b

Page 30: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

13

Gambar 13 Morfologi genus Gigaspora yang ditemukan pada tanaman

inang (a) S. bicolor dan (b) P. javanica

Keanekaragaman dan dinamika dari kemunculan genus FMA bervariasi

pada setiap bulan dan lokasi pengamatan.Perubahan genus FMA di kedua

tanaman inang pada bulan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3Keanekaragaman dan dinamika genus FMA pada tanaman inang S.bicolor

dan P. javanica

Lokasi S. bicolor P. javanica

November Januari November Januari

Alas purwo Glomus

Scutellospora

Glomus Glomus Glomus

Pomalaa Sultra Glomus Glomus Glomus Glomus

Scutellospora

Parangloe Glomus

Glomus Glomus

Acaulospora

Glomus

Acaulospora

Pakenjen Glomus

Glomus Glomus Glomus

Gigaspora

Batu Licin Glomus Glomus Glomus Glomus

OKI Palembang Glomus

Gigaspora

Glomus

Acaulospora

Glomus Glomus

CA Rimbopanti Glomus Glomus Glomus Glomus

Batu Hijau Glomus

Acaulospora

Glomus Glomus

Acaulospora

Glomus

Nusakambangan Glomus Glomus Glomus Glomus

Tabel 3 menunjukkan bahwa dinamika munculnya genus FMA pada

tanaman inang memiliki perbedaan.Kemunculan genus FMA ada yang ditemukan

dalam dua kali pengamatan namun ada pula yang hanya muncul dalam satu kali

pengamatan.Kemunculan ini dipengaruhi oleh faktor pengambilan sampel tanah,

dan waktu pengambilan sampel tanah dari hasil penangkaran, sebab keberadaan

dan keanekaragaman FMA dipengaruhi oleh lingkungan dan tanaman

inang.Berdasarkan hasil pengamatan genus yang ditemukan didapatkan bahwa

dari tujuh macam genus yang ada hanya ditemukan 4 genus saja diantaranya

Glomus, Acaulospora, Gigaspora, dan Scutellospora. Tabel 3 juga menunjukan

bahwa genus Glomus mendominasi di semua lokasi, hal ini dikarekan pada

umumnya penyebaran jenis Glomus lebih tinggi dibandingkan dengan jenis

lainnya sebesar 52,3% (INVAM 2012b).Beberapa penelitian juga menyatakan

a b

Page 31: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

14

bahwa genus Glomus merupakan genus yang paling mendominasi dalam suatu

ekosistem. Delvian (2006) yang mempelajari FMA pada hutan pantai juga

menyimpulkan bahwa Glomus adalah genus FMA yang paling dominan

penyebarannya, dengan 25 spesies dari 37 spesies yang ditemukan adalah genus

Glomus. Hal ini dikarenakan Glomus lebih beradaptasi dibandingkan dengan

genus lainnya terhadap kisaran keadaan lingkungan yang luas.Tingginya

kehadiran spora Glomusdimungkinkan juga karena spora FMA tipe Glomusini

mempunyai jumlah spesies yang sangat banyak dibandingkan dengan genus

seperti Acaulospora, Scutelospora dan Gigaspora keberadaannya hanya pada

lokasi tertentu saja, karena pada umumnya setiap spora mempunyai karakteristik

yang berbeda-beda. Menurut INVAM (2012b) penyebaran jenis spora

Acaulospora (20,9%), Scutellospora (16,9%), Gigaspora (4,7%), Entrophospora

(2,3%), Archaeospora (1,7%), dan Paraglomus (1,2%).

Keberadaan mikoriza selain dipengaruhi oleh faktor tanaman inang dan

lingkungan yaitu cahaya, faktor lingkungan lain yang memperngaruhi yaitu terkait

kesuburan tanah. Kesuburan tanah akan mempengaruhi jumlah spora dalam tanah

tekait dengan kimia dan fisik dari tanah tersebut. Hasil analisis tanah di bawah

pohon jabon alami dapat dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran 3.

Tabel 4 Hasil analisis sifat kimia tanah sampel dibawah pohon jabon alami

Tabel 4 menunjukan bahwa hampir semua lokasi memiliki struktur tanah

liat sampai lempung, sehingga genus yang paling mendominasi adalah genus

Glomus, sedangkan untuk genus Gigaspora dan Acaulospora pada umumnya

ditemukan pada struktur tanah yang berpasir, hal ini diduga karena tanah

bertekstur pasir memiliki pori-pori yang besar sehingga Gigaspora dapat

berkembang dengan baik. Hasil analisis tanah menunjukan bahwa pH tanah

berkisar antara 4.7–7.2.Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa

genus Glomus terdapat di semua lokasi, hal ini menunjukkan bahwa Glomus dapat

berkembang diberbagai jenis tanah.Berdasarkan pengamatan terhadap sifat kimia

tanah dari sembilan lokasi, menunjukkan bahwa sifat kimia tanah masing-masing

lokasi berbeda-beda.Unsur hara yang terkandung pada tanah seperti unsur N, P,

dan K mempengaruhi keberadaan mikoriza.Keberadaan mikoriza sedikit pada

tanah yang mengandung unsur hara lebih tinggi. Kepadatan spora tertinggi

ditemukan pada lokasi Cagar Alam Rimbopanti, karakteristik kimia tanah berupa

Lokasi pH N

(%)

P

(ppm)

K

(me/100g) Jenis

Alas Purwo 6.0 0.18 334.18 4.00 Liat sangat halus

Pomalaa Sultra 6.1 0.38 15.82 1.58 Lempung berpasir

Parangloe 5.5 0.25 46.84 3.42 Lempung liat berpasir

Pakenjen 5.1 0.31 2.47 0.98 Liat halus

Batu Licin Kalsel 7.2 0.57 10.55 1.51 Liat berdebu

OKI Palembang 4.7 0.35 6.86 2.44 Liat halus

CA Rimbopanti 5.1 0.20 15.18 2.10 Lempung berpasir

Batu Hijau 6.4 0.17 90.28 2.78 Lempung liat berpasir

Nusakambangan 6.7 0.47 10.94 1.46 Liat halus

Page 32: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

15

unsur N dan P yang terkandung pada tanah ini tergolong rendah untuk unsur hara

N dan P (Lampiran 2). Namun menurut Tarmedi (2006) menyatakan bahwa spora

lebih banyak pada tingkat unsur P tanah yang sedang dibandingkan dengan

memiliki unsur P yang rendah, jika kekurangan unsur P maka akan membatasi

pertumbuhan dan mempengaruhi keseluruhannya. Seperti yang terdapat dari

beberapa lokasi yang menunjukkan bahwa tanah yang memiliki unsur hara yang

tergolong rendah sampai sedang memiliki kepadatan spora yang cukup tinggi

pula.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan uji reaksi dengan larutan Melzer’s terdapat empat genus FMA

yang ditemukan di sekitar perakaran pohon jabon alami yaitu: Glomus,

Acaulospora, Gigasporadan Scutellospora.Genus yang mendominasi pada

berbagai lokasi yaitu genus Glomus.Dinamika kemunculan genus FMA, genus

Glomus dapat ditemukan dalam setiap kali pengamatan. Jenis tanaman inang yang

efektif digunakan untuk penangkaran FMA yaitu S. bicolor dibandingkan dengan

P. javanica karena memiliki perakaran yang lebih responsif terhadap FMA.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat efektifitas inokulasi FMA

terhadap pertumbuhan tanaman untuk setiap genus pada jabon.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah S, Musa Y, Feranita. 2005. Perbanyakan cendawan mikoriza arbuskula

(CMA) pada berbagai varietas jagung (Zea mays L.) dan pemanfaatannya

pada varietas tebu (Saccharum officinarum L.). Jurnal Sains dan

Teknologi5:12-20.

Bakhtiar Y. 2002. Selection of vascular arbuskular mycorrhiza (VAM) fungi,

host plants and spore numbers for producing inoculum. Jurnal Biosains

dan Bioteknologi Indonesia2(1):36-40.

Brundrett M, Neale B, Bernei D, Tim G, Nick M. 1996. Working With

Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. Canberra (AU): Australian

Centre for International Agriculture Research.

Christina F. 2010. Pemanfaatan fungi mikoriza arbuskula (FMA), mycorrhizal

helper bacteria (MHBs), serta arang kayu dan batubara untuk meningkatkan

semai jabon (Anthocephalus cadamba) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas

Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Page 33: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

16

Delvian. 2003. Keanekaragaman dan potensi pemanfaatan cendawan

mikoriza arbuskula (CMA) di hutan pantai [disertasi]. Bogor (ID): Fakultas

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Delvian.2006. Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula.

Sumatera Utara (ID): USU Pr.

Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pr.

Hartoyo B, Ghulamahdi M, Darusman LK, Aziz SA, Mansur I. 2011.

Keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada rizosfer

tanaman pegagan. Jurnal Littri 17(1):32-40.

[INVAM] International Culture Collection of Vesicular Arbuscular Mycorrhizal

Fungi. 2012a. Classification of glomerycota [Internet]. [diunduh 2012 Des

18].aTersediaapada:ahttp://invam.caf.wvu.edu/fungi/taxonomy/Gigasporace

ae/Scutellospora/scutellospora.htm.

INVAM.2012b. Reference culture of species vesicular arbuskula mycorrhizal

fungi[Internet].a[diunduhi2012aDesa20].aTersediaapada:ahttp://invam.caf.

wvu.edu/Myco-info/Taxonomy/classification.htm.

MansurI, Tuheteru DF. 2010. Kayu Jabon. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Moreria D, Tsai SM. 2007. Biodiversity and distribution of arbuscular

mychorrizhae fungi in Araucaria angustifolia forest. Journal Agriculture

64:393-399.

Pacioni G. 1992. Wet sieving and decanting techniques for the extraction of

spores of VA mycorrhizal fungi. Di dalam: Norris JB, Read DJ, Varma AK,

editor. Methods in Microbiology. London (GB): Academic Pr. Hlm 317-

322.

Patriyasari T. 2006. Efektivitas cendawan mikoriza arbuskula terhadap

pertumbuhan dan produktivitas Cynodon dactylon (L.) Pers yang diberi

level salinitas berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

Phillips JM, Hayman DS. 1970. Improved procedures for clearing and staining

parasitic and vesicular-arbuscular mychorrhizal fungi for rapid

assessment of infection. Trans Brit Mycol Soc. 55:158-161.

Prafithriasari M. 2010. Infektivitas inokulan Glomus sp dan Gigaspora sp pada

berbagai komposisi media zeolit-arang sekam dan pengaruhnya terhadap

pertumbuhan sorgum (Sorgum bicolor). Jurnal Agrikultur 21(1):39-45.

Prihastuti, Sudaryono, Handayanto E. 2010. Keanekaragaman jenis mikoriza

vesicular arbuskular dan potensinya dalam pengelolaan kesuburan lahan

ultisol. Di dalam: Prihastuti, Sudaryono, Handayanto, editor.Seminar

Nasional Biologi.[24-25 Sept 2010, Yogyakarta]. Yogyakarta (ID): Fakultas

Biologi, Universitas Gadjah Mada.

Sari LM. 2008. Keberadaan mikoriza pada areal sistem silvikultur tebang pilih

tanam Indonesia intensif di Areal IUPHHK PT Bumi Kusuma Unit Sungai

Seruyan Kalimantan Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan,

Institut Pertanian Bogor.

Setiadi Y, Faiq. 1993. Studi Status Mikoriza pada 41 Jenis Tanaman Kehutanan

yang Potensial Untuk HTI. Bogor (ID): PAU, Institut Pertanian Bogor.

Setiawan A. 2011. Studi status fungi mikoriza arbuskula (FMA) di areal

rehabilitasi pasca penambangan nikel PT INCO Tbk. Sorowako Sulawesi

Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Page 34: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

17

Sibarani AS. 2011. Keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada

tegakan karet dan tegakan sawit di ekosistem lahan gambut Desa Telaga

Suka Kecamatan Panai Tengah Kabupaten Labuan Batu [skripsi]. Sumatera

Utara (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Smith SE, Read DJ. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Third Edition. London (GB):

Academic Pr.

Tarmedi E. 2006. Keanekaragaman CMA di hutan sub pegunungan Kamojang

Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Bogor.

Widiastuti H. 2004. Biologi interaksi cendawan mikoriza arbuskula kelapa

sawit pada tanah masam sebagai dasar pengembangan teknologi aplikasi

dini [disertasi]. Bogor (ID): Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Page 35: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

18

LAMPIRAN

Page 36: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

19

Lampiran 1 Data rekapitulasi kepadatan spora per 50 gram tanah dan persentase

kolonisasi akar pada bulan November 2012 dan Januari 2013

Lampiran 2 Kriteria penilaian karakteristik tanah

Sifat tanah Sangat

rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

C (%) <1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 >5,00

N(%) <0,10 0,10-2,00 0,21-0,50 0,51-0,75 >0,75

C/N <5,00 5,00-10,00 11,00-15,00 16,00-25,00 >25,00

P2O5 Bray I (ppm) <10,00 10.00-15,00 16,00-25,00 26,00-35,00 >35,00

P2O5 Olsen (ppm) <10,00 10,00-25,00 26,00-45,00 46,00-60,00 >60,00

K (Me/100g) <0,10 0,10-0,20 0,30-0,50 0,60-1,00 >1,00

Sumber: Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (2010).

Lokasi Tanaman

inang

Kepadatan Spora Persentase Kolonisasi

November Januari

November Januari Bidang

terinfeksi

%

terinfeksi

Bidang

terinfeksi

%

terinfeksi

Alas Purwo

Pueraria 1 150 85 21 35.0 50 83.33

Pueraria 2 180 42 31 51.7 43 71.67

S.bicolor 1 185 64 18 30.0 43 71.67

S.bicolor 2 170 32 41 68.3 43 71.67

Pomalaa

Sultra

Pueraria 1 40 32 25 41.7 57 95.00

S.bicolor 1 25 16 45 75.0 40 66.67

Parangloe

Pueraria 1 440 131 10 16.7 35 58.33

Pueraria 2 165 432 9 15.0 42 70.00

S.bicolor 1 465 91 36 60.0 45 75.00

Pakenjen Pueraria 1 195 15 25 41.7 33 55.00

S.bicolor 1 170 14 30 50.0 50 83.33

Batu Licin

Kalsel

Pueraria 1 65 21 23 38.3 32 53.33

S.bicolor 1 170 6 31 51.7 45 75.00

OKI

Palembang

Pueraria 1 295 80 33 55.0 51 85.00

S.bicolor 1 90 10 37 61.7 48 80.00

CA

Rimbopanti

Pueraria 1 585 207 14 23.3 44 73.33

S.bicolor 1 385 39 32 53.3 48 80.00

S.bicolor 2 980 29 39 65.0 43 71.67

Batu Hijau

Pueraria 1 25 4 14 23.3 39 65.00

S.bicolor 1 205 8 29 48.3 50 83.33

S.bicolor 2 220 15 43 71.7 52 86.67

Nusa

kambangan

Pueraria 1 150 9 20 33.3 50 83.33

S.bicolor 1 320 11 24 40.0 53 88.33

S.bicolor 2 155 12 25 41.7 47 78.33

Page 37: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

20

Lampiran 3 Hasil analisis tanah laboratorium tanah SEAMEO BIOTROP

Page 38: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

21

Page 39: STUDI KEANEKARAGAMAN GENUS FUNGI MIKORIZA … · spora dihitung dengan dengan rumus : Kepadatan spora = jumlah spora / berat tanah yang dianalisis . Pembuatan preparat spora dengan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 07 Desember 1990 dari pasangan

Aan Djam’an dan Istiqomah.Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 9 Bogor dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor(IPB) melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas

Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif berorganisasi, yakni Himpunan

Profesi Tree Grower Community (TGC) Departemen Silvikultur sebagai anggota

divisi informasi dan komunikasi periode 2009/2010. Pada periode 2010/2012

penulis aktif sebagai anggota divisi Project Division pada himpunan profesi yang

sama. Kepanitiaan yang diikuti yaitu Save Mangrove for Our Earth tahun 2010,

TGC in action tahun 2011, Seminar Jabon tahun 2011 dan TGC in Action pada

tahun 2012.Selain penulis aktif dalam organisasi, penulis juga pernah menjadi

asisten praktikum silvikultur pada tahun 2012.Selama menuntut ilmu penulis telah

mendapatkan beasiswa PPA.Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan

Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Sawal-Pangandaran, Praktek Pengelolaan

Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi serta

Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Newmont Nusa Tenggara NTB. Untuk

memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi

dengan judul “Studi Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Di Sekitar

Perakaran Pohon Jabon (Anthocephalus cadamba Robx Miq.) Alami” di bawah

bimbingan Dr Ir Irdika Mansur, MForSc dan Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS.