Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

19
PETUNJUK TEKNIS PEMICUAN DI SEKOLAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS KESEHATAN Jl. Jenderal A.Yani No. 118 TELP.(031) 8280356-8280653-8280660-8280713 Fax. (031) 8290423 Tlp. (031) 8273098 Fax. (031) 8273097 (Seksi PL) Surabaya 60231 TAHUN 2012

description

Dokumen petunjuk teknis untuk melakukan pemicuan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) di sekolah. Disusun oleh pemerintah provinsi Jawa Timur, 2012.

Transcript of Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

Page 1: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

PETUNJUK TEKNIS

PEMICUAN DI SEKOLAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

DINAS KESEHATAN

Jl. Jenderal A.Yani No. 118

TELP.(031) 8280356-8280653-8280660-8280713 Fax. (031) 8290423

Tlp. (031) 8273098 Fax. (031) 8273097 (Seksi PL) Surabaya 60231

TAHUN 2012

Page 2: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

KATA PENGANTAR

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ( STBM ) merupakan Program Nasional yang

bersifat lintas program dan lintas sektor di bidang sanitasi dan merupakan pendekatan

untuk merubah perilaku higiene sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan

metode pemicuan. Salah satu tujuan program STBM adalah menurunkan kejadian diare

dan penyakit berbasis lingkungan lainnya melalui intervensi terpadu dengan menggunakan

pendekatan sanitasi total dengan metode pemicuan yang pada awalnya dikenal dengan

Community Led Total Sanitation (CLTS). Dalam perjalanannya STBM perlu pengembangan

strategi yang secara perlahan-lahan mencabut subsidi untuk pembangunan jamban.

Ciri utama dari pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur

(jamban keluarga maupun sarana air bersih), dan tidak menetapkan blue print jamban,

sehingga nantinya sarana akan dibangun sendiri oleh masyarakat. Pada dasarnya CLTS

adalah “pemberdayaan” dan “tidak membicarakan masalah subsidi”. Artinya, masyarakat

yang dijadikan “guru” dengan tidak memberikan subsidi sama sekali.

Dari hasil pelaksanaan kegiatan pemicuan di komunitas (masyarakat umum) pada

beberapa Kabupaten/ Kota di Jawa Timur menunjukkan bahwa metode tersebut cukup

efektif untuk melakukan perubahan perilaku, khususnya buang air besar di masyarakat.

Untuk meningkatkan program STBM yang mencakup 5 pilar maka perlu dilakukan berbagai

upaya terobosan agar menghasilkan output yang maksimal dengan memadukan kelima pilar

tersebut dalam satu gerakan yang terpadu. Salah satu terobosan adalah melakukan

pemicuan di sekolah. Sekolah (khususnya Sekolah Dasar atau yang sederajad) dipilih

sebagai sasaran pemicuan karena beberapa alasan antara lain : pada usia tersebut rasa

kasih sayang orang tua masih sangat besar, campur tangan orang tua masih dominan, pada

usia tersebut masih mudah kita bentuk generasi yang lebih berkualitas, pada usia

tersebut masih semangat dan memiliki kebanggan tersendiri apabila dilibatkan pada suatu

kegiatan yang bisa menghasilkan sesuatu dan memberi rasa bangga. Oleh karena itu perlu

disusun petunjuk teknis pemicuan di sekolah. Namun demikian

Page 3: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

Buku Petunjuk Teknis ini disusun sebagai panduan terhadap daerah yang akan

melakukan pemicuan di sekolah, baik di Sekolah Dasar (SD) atau yang sederajad misal

Madrasah Ibtida’iyah (MI) maupun SMP atau yang sederajad, misal MTS. Buku ini

bersifat fleksibel dan terbuka untuk dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi

masing-masing daerah serta terbuka untuk menerima tambahan inovasi lainnya. Namun

demikian buku juknis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu berbagai kritik,

masukan dan saran dari semua pihak sangat diperlukan demi kesempurnaan buku ini.

Semoga dengan tersusunnya buku ini bisa memberikan inspirasi tehadap semua pelaku

STBM untuk bisa berkarya dan berprestasi demi kemaslahatan masyarakat.

Terima kasih. Amin.

Seksi Penyehatan Lingkungan

Bidang PPMK

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Page 4: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum,

higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil Studi Indonesia Sanitation Sector

Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih

berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka

lainnya.

Studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku

masyarakat untuk mencuci tangan dilakukan: (i) setelah buang air besar 12%; (ii)

setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%; (iii) sebelum makan 14%; (iv)

sebelum memberi makan bayi 7%; dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%.

Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah

tangga, menunjukkan 99,20% telah merebus air untuk mendapatkan air minum,

akan tetapi 47,50% dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli.

Implikasinya, Diare, yang merupakan penyakit berbasis lingkungan, masih

merupakan pembunuh nomor satu untuk kematian bayi di Indonesia dan

menyumbang 42% dari penyebab kematian bayi usia 0-11 bulan. Di Indonesia,

sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap

harinya (Riset Kesehatan Dasar 2009). Disamping diare penyakit yang

dikeluarkan melalui feces antara lain polio, hepatitis, cacing dan lain-lain.

Dari sudut pandang ekonomi, Indonesia mengalami kerugian sekitar

$6,3miliar akibat buruknya kondisi sanitasi dan higiene. Ini setara dengan 2,3%

dari besarnya produk domestic bruto. Hasil studi WHO (2007), intervensi

lingkungan melalui modifikasi lingkungan dapat menurunkan risiko penyakit diare

sampai dengan 94%. Modifikasi lingkungan tersebut termasuk didalamnya

penyediaan air bersih menurunkan risiko 25%, pemanfaatan jamban menurunkan

risiko 32%, pengolahan air minum tingkat rumah tangga menurunkan risiko

sebesar 39% dan cuci tangan pakai sabun menurunkan risiko sebesar 45 %.

Laporan kemajuan Millenium Development Goals (MDGs) yang dikeluarkan

oleh Bappenas pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa peningkatan akses

masyarakat terhadap jamban sehat (target MDGs 7.C) ini tergolong pada target

yang membutuhkan perhatian khusus, karena kecepatannya akses yang tidak

sesuai dengan harapan. Dari target akses sebesar 55,6% pada tahun 2015, akses

masyarakat pada jamban keluarga yang layak pada tahun 2009 baru sebesar 34%.

Terdapat ceruk 21% peningkatan akses dari sisa Waktu 6 tahun (2009-2015).

Page 5: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

Untuk mencapai sasaran sanitasi MDGs tersebut, harus ditemukan cara

untuk lebih mempercepat akses sanitasi baik di perdesaan maupun di perkotaan.

Di sisi lain dengan anggaran pemerintah yang terbatas maka perlu dilakukan cara-

cara yang lebih efektif dan inovatif.

Mengatasi permasalahan tersebut Pemerintah Indonesia melalui

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengembangkan dokumen

Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan

dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

852/MENKES/SK/IX/2008, yang menjadikan STBM sebagai Program Nasional

dan merupakan salah satu sasaran utama dalam RPJMN 2010–2014, yang

menargetkan bahwa pada akhir tahun 2014, tidak akan ada lagi masyarakat

Indonesia yang melakukan praktik buang air besar sembarangan (BABS).

Didalam STBM terdapat 5 pilar kegiatan utama antara lain : 1. Upaya

merubah perilaku masyarakat untuk tidak Buang Air Besar Sembarangan (BABS),

tetapi BAB di jamban, 2. Membiasakan cuci tangan pakai sabun, 3. Mengelola air

minum dan makanan yang aman, 4. Mengelola sampah dengan benar, 5. Mengelola

limbah cair rumah tangga dengan aman. Dengan demikian STBM menekankan

kepada 5 (lima) perubahan perilaku tersebut diatas. Pendekatan yang dipakai

dalam STBM untuk merubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan

masyarakat dengan metode “pemicuan”.

Pemicuan yang sudah dilaksanakan selama ini lebih banyak ditujukan

terhadap masyarakat umum, disamping juga dilakukan berbagai strategi untuk

mempercepat tercapainya ODF (Open Defecation Free), yaitu suatu kondisi

dimana masyarakat tersebut sudah tidak ada yang breperilaku BABS, tetapi

sudah BAB di jamban. Kegiatan STBM harus didukung oleh semua pihak serta

perlu adanya upaya-upaya inovatif, termasuk juga sasaran pemicuan. Oleh Karena

itu kita kembangkan pemicuan terhadap siswa di sekolah yang keluarganya masih

berperilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Dalam pemicuan di sekolah

perlu adanya petunjuk teknis yang dapat dipakai sebagai acuan oleh pihak-pihak

yang akan melakukan pemicuan di sekolah.

Buku petunjuk teknis ini tidak bersifat kaku, tetapi fleksibel

menyesuaikan situasi dan kondisi masing-masing daerah. Bahkan buku juknis ini

dapat dikembangkan dan terbuka untuk memberikan banyak variasi agar

menghasilkan efek yang lebih optimal.

Page 6: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

B. Tujuan dan Sasaran

1. Tujuan

a. Tujuan Umum

Merubah perilaku masyarakat agar tidak BABS, tetapi BAB di jamban

melalui siswa sekolah yang bertindak sebagai agen perubahan di dalam

keluarganya.

b. Tujuan Khusus

1) Menggugah kesadaran siswa sekolah tentang pentingnya berperilaku

bersih dan sehat.

2) Meningkatkan pengetahuan siswa sekolah tentang alur perjalanan

penyakit dan dampak negative yang ditimbulkan

3) Menjadikan siswa sekolah sebagai agen perubahan untuk memberikan

pengaruh terhadap orang tua dan anggota keluarga lainnya

4) Sebagai data dasar ilmiah untuk dijadikan bahan diskusi dalam forum

atau event pertemuan lainnya dalam memecahkan masalah yang harus

segera diselesaikan bersama-sama termasuk dengan komite sekolah.

2. Sasaran

Sasaran kegiatan adalah siswa Sekolah Dasar atau yang sederjad (SD/MI)

Kelas 2, 3, 4, 5 dan SMP atau yang sederajad

C. Landasan Hukum

1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan

Pendidikan Keagamaan

4. Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan

5. Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan

Kesehatan Perumahan

6. Kepmenkes Nomor 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan

Sarana dan Bangunan Umum

7. Kepmenkes No. 867/Menkes/SK/XI/2006 tentang Pedoman Penyelenggaran

dan Pembinaan Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

8. Kepmenkes No. 1429/Menkes/SK/XII/2006 tentang Pedoman

Penyelengaraan Kesehatan Lingkungan di Sekolah

9. Kepmenkes RI No. 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Page 7: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

10. Permenkes RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan

Kualitas Air Minum

11. Permenkes RI Nomor 1429/Menkes/SK/XII/2010 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di Sekolah.

II. TAHAPAN KEGIATAN

Pemicuan di sekolah dilakukan melalui beberapa tahapan, tahap pertama yaitu

tahap persiapan atau pra pemicuan. Pada tahap ini dilakukan koordinasi dengan sektor

terkait yaitu dengan memberikan pengertian yang sekaligus merupakan upaya

advokasi khususnya terhadap sektor pendidikan bahwa kualitas anak didik adalah

menjadi tanggung jawab sepenuhnya seorang pendidik, kualitas anak didik tidak

hanya dibidang akademik saja tetapi juga dibidang perilaku keseharian mereka

termasuk perilaku higienis. Oleh karena itu sektor kesehatan ikut terpanggil untuk

ikut berpartisipasi membantu dalam rangka perubahan perilaku siswa yang lebih baik.

Dan yang lebih penting adalah ikut berperan serta meningkatkan kualitas lingkungan

sekolah serta memperkecil resiko penularan penyakit yang berdampak negatif

terhadap anak didik serta masyarakat umum lainnya.

Selanjutnya adalah melaksanakan rangkaian kegiatan sebagai berikut :

A. Pendataan/inventarisasi lokasi sasaran

Pemetaan adalah pengumpulan data terhadap sekolah yang diperkirakan masih

memiliki siswa dengan keluarga yang berperilaku BABS. Data ini sangat

penting dalam penentuan lokasi agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan

sasaran yang tepat. Pendataan bisa berasal dari Sanitarian/petugas

kesehatan lingkungan Puskesmas atau dari sumber lainnya.

B. Rapat Persiapan di tingkat Kabupaten

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah melakukan rapat

koordinasi. Dalam kegiatan ini dilakukan berbagai informasi yang menyangkut

strategi pelaksanaan, sektor yang terlibat dan rencana sasaran (sekolah)

yang akan dijadikan sasaran. Sektor yang terlibat dalam pertemuan antara

lain : Diknas setempat, UPT Diknas lokasi kegiatan, Puskesmas wilayah

kegiatan, Camat lokasi kegiatan, Kepala Sekolah yang akan menjadi sasaran

kegiatan, guru kelas 2,3,4,5, Guru atau penanggungjawab UKS di sekolah tsb,

Tim Pembina UKS.

Page 8: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

C. Rapat Persiapan di tingkat Kecamatan

Dalam kegiatan ini lebih ditujukan kearah jadwal pelaksanaan pemicuan serta

pelatihan singkat teknis memicu di sekolah dasar. Yang terlibat dalam rapat

persiapan di tingkat ini adalah sanitarian atau fasilitator yang sudah pernah

dilatih CLTS, guru UKS, Kepala Sekolah, Kepala Puskesmas, Camat dan lain-

lain ( menyesuaikan )

D. Pelaksanaan Kegiatan

Dalam tahap ini dilakukan pemicuan baik di dalam gedung maupun di luar

gedung, sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan. Pemicuan dapat

dilakukan secara rutin, periodik agar menghasilkan dampak yang lebih cepat

dan lebih maksimal.

E. Monitoring dan Evaluasi ( Monev )

Monev dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait. Data yang penting

dalam monev antara lain: jumlah siswa yang terpicu dan berhasil

mempengaruhi keluarga mereka untuk membuat jamban, kendala yang

dihadapi, upaya alternatif solusi, bentuk pemicuan yang lebh pas dan lain-lain.

Rangkaian langkah tersebut diambil sebagai upaya efisiensi kegiatan, namun demikian

urutan langkah tersebut bisa berubah atau dimodifikasi sesuai dengan sikon masing-

masing daerah. Sebagai contoh apabila memungkinkan pertemuan di tingkat

Kabupaten dilaksanakan sedemikian rupa sebagai langkah pertama, sehingga dipakai

sebagai ajang koordinasi yang lebih besar, baru langkah selanjutnya dilakukan

pendataan dan seterusnya.

III. PENTINGNYA PEMICUAN DI SEKOLAH

Jumlah Sekolah Dasar (SD) atau yang sederajad (MI) di Indonesia sangat

banyak, di Jawa Timur jumlah SD dan MI sekitar 19.779 buah. Satu hal yang penting

bahwa setiap anak pada dasarnya adalah mewakili/identik dengan satu rumah atau

satu KK atau lebih. Sehingga dengan demikian apabila kita memicu satu kelas artinya

identik dengan memicu sejumlah KK sebanyak siswa didalam kelas tersebut. Pemicuan

ini juga didasari bahwa anak usia sekolah SD masih bisa kita kendalikan sehingga bisa

dijadikan sebagai agen perubahan.

Kualitas siswa pada dasarnya adalah menjadi tanggungjawab sepenuhnya para

pendidik. Kualitas siswa tidak hanya dibidang prestasi akademik, tetapi juga

menyangkut bagaimana perilaku sehari-hari siswa dari sekolah bersangkutan. Karena

Page 9: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

sebuah sekolah tidak hanya bertujuan mencetak generasi yang pandai dalam bidang

akademik saja tetapi juga menyangkut kualitas moral, dimana perilaku keseharian

termasuk didalamnya. Oleh karena itu sektor kesehatan membantu sektor pendidikan

untuk ikut berperan serta meningkatkan kualitas siswa khususnya dalam bidang

kesehatan lingkungan dalam hal ini adalah upaya merubah perilaku siswa dan

keluarganya. Perubahan perilaku tersebut memiliki kontribusi yang sangat besar

terhadap upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit

yang berbasis lingkungan.

IV. TEKNIS PEMICUAN

Pemicuan di Sekolah Dasar atau yang sederajad :

Pemicuan di SD dilakukan khususnya terhadap sekolah yang memiliki siswa

yang belum memiliki jamban dan keluarganya masih berperilaku BABS (Buang Air

Besar Sembarangan/di sembarang tempat). Oleh karena itu perlu pemetaan sekolah

mana yang memiliki siwa dengan kriteria tersebut diatas. Guru kelas harus tahu siapa

saja siswa yang belum punya jamban dan keluarganya masih BABS. Pada dasarnya

pemicuan di Sekolah Dasar ( SD ) adalah memanfaatkan rasa kasih sayang orang tua

terhadap anaknya yang masih dalam masa anak-anak dan masih dalam tahap

pendidikan dasar. Disamping itu pemicuan terhadap siswa SD adalah juga

memanfaatkan sifat dasar usia anak SD yang masih mudah untuk diatur, mudah

dipengaruhi oleh orang diatasnya serta spirit belajar yang tinggi. Pemicuan di Sekolah

Dasar idealnya dilakukan tehadap siswa kelas 2, 3, 4 dan 5. Sedangkan untuk kelas 1

mereka masih dianggap dalam masa adaptasi dari TK ke SD. Namun demikian apabila

situasi dan kondisi setempat memungkinkan serta ada alasan atau pertimbangan

tertentu, maka pemicuan dapat dilakukan juga terhadap siswa kelas 1. perhatian

orang tua masih dominan sehingga kondisi ini bisa dimanfaatkan untuk memaksimalkan

hasil pemicuan, karena melibatkan orang tua anak didik. Siswa kelas 1 juga dianggap

masih memiliki jiwa kebanggan yang tinggi apabila dilibatkan pada suatu kegiatan

tertentu.

Kelas 5 dilibatkan karena pada usia tersebut mereka sudah mulai berani

dilibatkan untuk terjun di masyarakat. Sehingga demikian pemicuan di SD disesuaikan

dengan sikon masing-masing daerah, yang penting bisa mendapatkan hasil yang

maksimal.

Page 10: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

Teknis pemicuan di SD tidak sama dengan pemicuan di masyarakat yang

dikenal dengan CLTS, namun pada dasarnya metode yang digunakan hampir sama yaitu

dengan pendekatan partisipatory yaitu melibatkan obyek sasaran terlibat secara

aktif dan ikut berpartisipasi dalam proses kegiatan yang sedang dilakukan sehingga

obyek sasaran diperlakukan sebagai subyek dan diberi peran yang lebih tinggi.

Jenis pemicuan di SD dapat dilakukan semuanya (secara gabungan) atau

sebagian, sesuai dengan sikon setempat. Namun kegiatan akan lebih maksimal apabila

semua teknis pemicuan “dicoba” untuk dilakukan atau secara gabungan.

Teknis pemicuan di SD pada dasarnya terbagi menjadi 2 :

1. Pemicuan di dalam gedung

2. Pemicuan di luar gedung

1. Pemicuan di dalam gedung

Pemicuan di dalam gedung adalah proses pemicuan didalam kelas,

pemicuan ini membutuhkan keterampilan, kesabaran dan peran aktif guru dan

atau dibantu oleh pihak diluar institusi sekolah, misal petugas kesehatan atau

petugas dari kantor diknas setempat ( misal UPTD Diknas ). Beberapa teknis yang

bisa dilakukan antara lain :

1.1. Diskusi Alur Perjalanan Penyakit.

Pemicuan model ini dilakukan dengan cara diskusi kelompok, jumlah kelompok

menyesuaikan misal dibagi mejadi 5 . Topik diskusi adalah tentang alur perjalanan

penyakit mulai dari kotoran manusia sampai masuk ke tubuh manusia dan manusia bisa

sakit. Alat peraga yang digunakan adalah kartu atau kertas yang bergambar. Gambar

tersebut antara lain terdiri dari : gambar orang BAB di sembarang tempat, gambar

tinja, gambar lalat, gambar makanan, gambar orang makan, gambar orang

sakit/gambar orang yang opname di rumah sakit. Setiap kelompok mendiskusikan

topik yang sama, yaitu menyusun alur perjalanan penyakit. Setelah selesai menyusun

urutan gambar masing-masing kelompok bercerita tentang gambar tersebut. Setelah

selesai guru kelas mulai memicu siswa dengan cara bertanya : misalnya apakah

perilaku BABS itu baik? Mengapa tidak baik? Siapa diantara siswa yang keluarganya

masih BABS? Kemudian siswa tersebut ditanya mengapa masih berperilaku demikian?

Bagaimana perasaan siswa tersebut bila BABS seperti itu? Bila kotoran yang

ditimbulkan bisa menyebabkan orang disekitar menjadi sakit, bagimana perasaannya?

Apakah tidak merasa bersalah dan merasa berdosa? Pertanyaan juga ditujukan

terhadap siswa yang sudah memiliki jamban dan ditanyakan bagaimana perasaan BAB

Page 11: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

di jamban? Dan bagaimana bila disekitar rumah masih ada orang yang masih BABS?

Kemudian ditanya kepada seluruh siswa apa BABS itu perilaku yang baik atau yang

buruk? Guru akhirnya merumuskan hasil diskusi berupa kesimpulan bahwa BABS itu

tidak baik dan harus segera dirubah.

Guru dapat memodifikasi pertanyaan dan dapat juga menghubungkan dengan

agama, misalnya perilaku bersih pada dasarnya adalah bagian dari iman, dengan

sunnah Nabi, cerita agama dan lain-lain.

1.2. Testimoni Di depan Kelas

Kegiatan dilakukan dengan cara siswa bercerita didepan kelas dengan

penekanan topik apa yang dilakukan dipagi hari sebelum berangkat ke sekolah dan

BAB dimana. Testomini di tujukan beberapa siswa saja, khususnya terhadap siswa

yang belum punya jamban dan keluarganya masih BABS. Testimoni disetting

sedemikian rupa sehingga ada kesempatan testimoni oleh siswa yang sudah punya

jamban. Kegiatan ini dengan cara manajemen konflik, dalam arti konflik yang positif,

yaitu membandingkan perilaku yang sudah benar (siswa yang sudah punya jamban)

dengan perilaku yang belum benar (siswa yang belum punya jamban). Guru dapat

menanyakan terhadap siswa yang sudah punya jamban, yaitu bagaimana perasaan

siswa bila sudah punya jamban. Jawaban siswa diharapkan dapat memicu siswa yang

masih belum punya jamban. Pertanyaan selanjutnya juga ditujukan terhadap siswa

yang belum punya jamban, apakah tidak ingin meniru siswa yang sudah punya jamban.

Frekwensi testimoni bisa diatur oleh guru kelas, misal 1 minggu sekali, pada hari

tertentu, sebagai pembuka mata pelajaran tertentu.

Setelah kegiatan testimoni, maka pada hari berikkutnya guru kelas dapat

melakukan pertanyaan terhadap siswa yang belum punya jamban. Pertanyaan dapat

dilakukan sesering mungkin atau secara periodik.

1.3. Sandiwara Tamu Penting

Kegiatan dilakukan secara tim lintas sektor yang terdiri dari 3 orang antara

lain: guru kelas, petugas kesehatan (misal petugas Puskesmas), petugas Diknas (misal

UPT Diknas). Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan memanfaatkan rasa kasih sayang

orang tua terhadap anak. Obyek sasaran yang sesungguhnya adalah siswa yang belum

punya jamban. Oleh karena itu guru kelas harus memiliki data pasti siapa saja siswa

yang belum punya jamban dan masih berperilaku BABS, sebagaimana penjelasan

diatas. Skenario yang akan dilaksanakan adalah seakan-akan dikelas tersebut

kedatangan 2 orang tamu penting (petugas kesehatan dan petugas diknas). Dijelaskan

Page 12: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

kepada siswa bahwa tamu penting tersebut akan mengajak guru kelas untuk bersama-

sama mengunjungi rumah siswa. Dikatakan bahwa siswa yang bernama…… (sebut nama

siswa yang belum punya jamban. Jumlah siswa bisa lebih dari satu, misal 3 orang

siswa), siswa tersebut akan mendapat kehormatan akan dikunjungi oleh tim (guru

kelas, petugas kesehatan, petugas diknas). Jelaskan bahwa tim akan berkunjung

dengan misi utama mau melihat jamban siswa dan tim akan mau memanfaatkan

(numpang buang hajat) jamban tersebut atau mau BAB di rumah siswa yang akan

dikunjungi. Jelaskan kapan tim akan berkunjung, misal bulan depan atau 2 bulan

kedepan (menyesuaikan). Sampaikan kepada siswa bersangkutan untuk memberitahu

kepada orang tuanya dan tujuan utama kunjungan tim. Harapan dari sandiwara ini

adalah setelah dirumah si anak akan “merengek” terhadap orang tuanya untuk segera

dibuatkan jamban karena akan ada tamu penting yang akan datang dan akan buang air

besar di rumah (padahal siswa tidak memiliki jamban). Hari selanjutnya guru kelas

menanyakan siswa apakah keluarga siswa sudah siap untuk menerima kunjungan tamu.

Pertanyaan dapat dilakukan sesering mungkin atau secara periodik.

Satu hal penting adalah konsekwensi janji tim, yaitu akan benar-benar

mengunjungi rumah siswa apabila ternyata siswa tersebut ternyata benar-benar

telah dibuatkan jamban oleh orang tuanya.

1.4. Penugasan Siswa

Dalam kegiatan ini siswa diberi tugas dengan topik pentingnya kesehatan

lingkungan, dan penekanan kesehatan lingkungan lebih dittikberatkan pada pentingnya

BAB di jamban yang sehat. Penugasan bisa dalam bentuk tulisan singkat tentang

pentingnya kebersihan lingkungan, dalam bentuk puisi, kliping, madding dan lain-lain.

Hasil penugasan kemudian didiskusikan bersama dan didiskusikan bagaimana

sebaiknya lingkungan dan perilaku yang sehat.

1.5. Diskusi Hasil Pendataan

Kegiatan ini memanfaatkan hasil pendataan terhadap siswa, sebagaimana

contoh form. Guru kelas akan menyampaikan hasil pendataan terhadap siswa dan

menyampaikan pentingnya memiliki jamban yang sehat dan pentingnya perilaku BAB di

jamban sehat, sambil mengingatkan siswa tentang hasil diskusi hasil pemicuan

sebelumnya. Guru dapat menceritakan betapa bahagianya apabila seluruh siswa dalam

kelas tersebut sudah tidak ada yang BABS.

Hasil pendataan dapat digunakan sebagai sarana untuk pemicuan, yaitu dengan

cara permainan kelompok. Masing-masing siswa dibagi ke dalam kelompok sesuai

Page 13: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

dengan status kepemilikan jamban, sehingga terdapat kelompok : punya jamban

sendiri, sharing/numpang, tidak punya jamban dan BABS. Dari masing-masing

kelompok guru akan menanyakan wakil dari masing-masing kelompok dan tujuan dari

permainan ini adalah guru bisa menanyakan secara rutin terhadap kelompok yang

belum memiliki jamban dan kapan kira-kira orang tua murid membuat jamban

walaupun dalam bentuk sesederhana mungkin sesuai kemampuan keluarga siswa.

Hasil pendataan siswa tersebut dapat dipakai sebagai bahan rapat dengan

kepala sekolah agar mendapat perhatian dan bisa didiskusikan dengan orang tua

siswa.

1.6. Kompetisi, Reward and Punishmen

Kegiatan ini membutuhkan biaya karena harus menyediakan reward, namun

demikian reward tidak harus mahal. Reward bisa dalam bentuk barang yang murah,

tetapi berguna untuk siswa, misal buku atau alat tulis lainnya. Reward bisa dalam

bentuk lain sesuai dengan kreatifitas masing-masing sekolah. Reward akan diberikan

terhadap siswa yang sudah memiliki jamban yang tadinya tidak punya jamban dan

berperilaku BABS. Dan siswa yang sudah berubah tersebut dapat didramatisir untuk

dijadikan bahan kompetisi dan pemicu terhadap siswa lain yang masih belum punya

jamban. Guru akan membuat kompitisi dengan memberikan reward terhadap siswa

yang paling cepat memiliki jamban dalam keluarganya.

Punishment atau hukuman diberikan terhadap siswa yang keluarganya masih

belum berubah, walalupun sudah dipicu dengan berbagai cara. Punishmen yang

diberikan hendaknya yang bersifat mendidik dan tidak berbahaya, misal dengan

memberikan tugas menulis tentang bahaya berak ditempat terbuka dan dampaknya

terhadap orang lain.

2. Pemicuan di luar gedung

Pemicuan di luar gedung adalah proses pemicuan di luar kelas, prinsip

pemicuan pada dasarnya sama dengan pemicuan di dalam gedung yaitu

memberikan kesadaran siswa untuk selanjutnya bisa mempengaruhi orang tua

siswa. Yang membedakan adalah bentuk kegiatan pemicuan. Beberapa teknis yang

bisa dilakukan antara lain :

Page 14: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

2.1. Pemetaan

Teknis pemicuan model ini hampir sama dengan pemicuan di masyarakat.

Proses penggambaran peta dilakukan di halaman sekolah dengan menggunakan bahan

yang mudah didapat, misal dengan kapur tulis, bubuk kapur, tepung, ranting pohon

(untuk menggambar peta bila halaman sekolah hanya berupa tanah). Mekanisme

pemicuan adalah sebagai berikut : siswa berdiri dalam posisi melingkar sedangkan

fasilitator (guru kelas atau petugas kesehatan atau petugas lainnya) berada ditengah.

Acara dimulai dengan dinamika kelompok atau pencairan suasana yang menyenangkan

bagi seorang anak. Setelah suasana cair dan menyenangkan siswa disuruh

menggambar peta di halaman tentang posisi sekolah dan lingkungan sekitarnya. Peta

juga menggambarkan tempat-tempat dimana masyarakat sekitar masih BAB di

sembarang tempat. Disini informasi dari siswa sangat diperlukan. Setelah peta sudah

tergambar proses pemicuan dimulai dengan cara menanyakan terhadap siswa

bagaimana keadaan sekolah ini bila disekitar sekolah masih banyak masyarakat yang

masih berperilaku BAB disembarang tempat. Setiap pendapat siswa memiliki

kesempatan yang sama, sesuai pendapat diperhatikan dan diskusikan bersama. Dari

hasil pemetaan ini nantinya siswa dapat melakukan kegiatan pendataan diluar gedung

pada kesempatan yang lain.

2.2. Pendataan masyarakat di sekitar sekolah

Kegiatan ini pada dasarnya adalah kelanjutan kegiatan pemetaan, tetapi

dilakukan pada kesempatan yang lain. Dalam kegiatan ini siswa melakukan pendataan

terhadap rumah disekitar sekolah. Setiap siswa melakukan pendataan antara 5 s/d 10

rumah, tetapi sebagai tahap awal atau tahap pembelajaran, maka pendataan dapat

dilakukan secara berkelompok agar siswa memiliki keberanian untuk berlatih terjun

didalam masyarakat.

Page 15: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

Bentuk form pendataan dapat menggunakan contoh sbb :

No Nama KK Alamat KK

Status kepemilikan

jamban Jenis jamban

Punya Tidak Numpang Closet Cemplung Lain2

1

2

3

4

5

dst….

Selanjutnya hasil pendataan dapat digunakan sebagai bahan diskusi baik terhadap

siswa sendiri maupun terhadap orang tua siswa.

Page 16: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

Rumah Saya

Jamban Tempat cuci tangan

Keterangan gambar:

2.3. Pendataan masyarakat di sekitar rumah siswa

Kegiatan ini hampir sama dengan pendataan disekitar sekolah, tetapi kegiatan

dilakukan disekitar rumah masing-masing siswa dengan cara pemberian tugas dari

guru terhadap muridnya. Masing-masing siswa mendata antara 5 s/d 10 rumah

(apabila siswa mampu melakukan pendataan melebih dari target yang ditetapkan, juga

diperbolehkan). Akan lebih baik apabila penekanan pendataan terdapat rumah yang

belum punya jamban dan pada kolom bawah diberi keterangan tambahan alasan tidak

BAB di jamban. Bentuk form yang dipakai dapat menggunakan form pendataan di

sekitar sekolah.

Selanjutnya hasil pendataan dapat digunakan sebagai bahan diskusi baik

terhadap siswa sendiri maupun terhadap orang tua siswa.

Monitoring Higiene Bergambar (Kegiatan Higiene Sekolah Dasar)

RUMAHKU DAN LINGKUNGAN SEKITAR (SD _________________ /Kelas ___ )

Nama murid: .................................................. Tanggal: ......................................................... Tempat tinggal: Desa/dusun ................................ / ............................... RT/RW .............. / ........... Hasil belajarku tentang lingkungan rumahku: 1. Jumlah rumah yang punya jamban?

........ rumah

2. Dibuang dimana tinja anak balita? ................................................................................................

3. Jumlah rumah yang punya tempat cuci tangan? ......... rumah

4. Jumlah rumah yang tempat cuci tangan-nya tersedia air & sabun untuk cuci tangan? ......... rumah

5. Pada saat apa anggota rumah tangga mencuci tangan? ............................................................................................

Page 17: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

2.4. Kunjungan teman

Kegiatan ini lebih mengutamakan ajang silaturohmi antar siswa, sekaligus

memanfaatkan acara tersebut untuk memberikan pemicuan terselubung. Kegiatan ini

dilakukan dalam bentuk penugasan beberapa kelompok siswa yang sudah punya jamban

untuk berkunjung ke rumah seorang siswa yang belum punya jamban. Kunjungan

dilakukan diluar jam pelajaran atau pada hari libur. Penekanan kunjungan tetap dalam

rangka silaturohmi antar siswa, disela-sela pembicaraan dalam kunjungan tersebut

nantinya sebagian siswa dapat berpura-pura mau buang air besar, apabila ditawarkan

buang air besar tidak dijamban sebaiknya menolak dan berpura-pura tidak jadi buang

air besar. Setelah itu kelompok siswa pengunjung dapat bertanya kepada keluarga

siswa tersebut mengapa tidak bikin jamban, padahal jamban tidak harus mahal.

Harapan dari kegiatan ini adalah keluaga siswa merasa tergerak untuk membangun

jamban, walaupun dalam bentuk sederhana sekalipun.

Hasil kunjungan kelompok dapat dilaporkan kepada guru kelas pada saat

masuk sekolah pada hari berikutnya. Nantinya didalam kelas, guru kelas akan

memberikan ucapan pujian terhadap siswa yang dikunjungi karena telah menerima

kelompok temannya dengan baik dan ramah, tetapi akan lebih baik kalau siswa juga

memiliki jamban sehingga kalau ada teman yang sedang berkunjung tidak repot untuk

melayani apabila ada yang buang air besar.

Pemicuan di SMP atau yang sederajad :

Untuk Pemicuan di SMP pada dasarnya dapat mengdopsi pemicuan di SD,

namun dengan pengembangan yang lebih besar kearah kegiatan diluar gedung.

Sasaran adalah siswa kelas 1 dan 2, sedangkan kelas 3 tidak dilibatkan karena sudah

disibukkan dengan ujian nasional dan persiapan masuk ke jenjang lebih tinggi (SMA).

Pemicuan di SMP bisa mengkombinasikan dengan kegiatan wawancara di masyarakat,

siswa SMP dapat dijadikan agen perubahan atau fasilitator ringan. Siswa dapat

diajari untuk melakukan kunjungan rumah. Ditingkat SMP kegiatan Pramuka juga

dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pemicuan, khususnya kegiatan diluar gedung.

V. TINDAK LANJUT PASCA PEMICUAN

Setelah dilakukan berbagai bentuk pemicuan, maka kegiatan yang harus

dilakukan selanjutnya adalah tindak lanjut pasca pemicuan. Hal ini dilakukan apabila

Page 18: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

masih ada keluarga siswa yang masih berperilaku BABS. Beberapa tindak lanjut yang

bisa dilakukan antara lain :

1. Pembahasan dengan Komite Sekolah

Tujuan dari pembahasan ini antara lain : membahas hasil pemetaan yang

telah dilakukan siswa apakah lingkungan sekolah mereka telah terbebas dari

bahaya penularan penyakit yang disebabkan oleh tinja, bagaimana solusi yang

tepat, membahas jamban yang murah tetapi cukup aman. Diharapkan dari

pembahasan tersebut komite memberikan pengaruh kuat (memicu) para warga di

sekitar sekolah maupun orang tua yang belum punya jamban untuk dapat merubah

perilakunya.

2. Pendekatan Supplay

Sebagaimana diketahui bahwa didalam STBM terdapat 3 komponen

strategi, yaitu : penciptaan demand, penguatan dan mendekatkan supplay dan

menciptakan lingkungan yang mendukung (enabling environment). Yang dimaksud

dengan supplay disini adalah semua pihak (tukang, penjual bahan bangunan,

wirausaha) yang bergerak dibidang pembuatan sarana sanitasi dasar (jamban).

Wirausaha disini bisa berasal dari siapa saja yang mampu atau sanggup

membangun jamban dengan biaya yang murah. Oleh karena itu apabila ada

keluarga siswa yang terpicu (artinya sudah ada demand atau kebutuhan), maka

langkah selanjutnya adalah harus dilakukan upaya untuk mendekatkan supplay

terhadap masyarakat yang sudah merasa butuh jamban (sebagai demand) dan

pihak sekolah dapat mendukung dengan cara memberikan informasi tentang opsi

model jamban yang murah tetapi sehat dengan cara berkoordinasi dengan sektor

kesehatan setempat (Puskesmas atau Dinas Kesehatan). Pendekatan supplay ini

dapat memanfaatkan wirausaha sanitasi yang sudah terbentuk, sehinga disini

terdapat keuntungan timbal balik disemua pihak.

3. Penciptaan lingkungan yang mendukung ( enabling environment )

Apabila hasil kegiatan pemicuan di sekolah sudah menampakkan tanda-

tanda kearah positif, maka langkah kita adalah ikut membantu mencarikan solusi,

misal dengan memberikan informasi tentang jamban murah tapi sehat, dengan

cara berkoordinasi dengan koordinasi antara sektor pendidikan (dalam hal ini

sekolah) dengan sektor kesehatan (dalam hal ini Puskesmas atau Dinas

Kesehatan), Koordinasi tersebut dalam rangka mencarikan solusi realisasi

Page 19: Petunjuk Teknis Pemicuan di Sekolah-Jawa Timur 2012

pembuatan jamban dengan harga murah tapi sehat, dimana salah satu opsi adalah

dengan melibatkan wirausaha sanitasi. Semua kegiatan tindak lanjut tersebut

akan mencapai hasil yang lebih maksimal apabila kita juga turut menciptakan

lingkungan yang mendukung, misal : dengan melakukan kootrdinasi dan advokasi

terhadap stakeholder (institusi, tokoh formal dan non formal, organisasi

kemsyarakatan dll) agar kegiatan tersebut mendapat dukungan, minimal dukungan

politis ataupun dukungan kebijakan, turut aktif melakukan pembinaan dan

sosialisasi pemicuan di sekolah, ikut terlibat aktif melakukan monev dan lain-lain

VI. MONITORING DAN EVALUASI ( MONEV )

Kegiatan monev perlu dilakukan sebagai bagian dari proses suatu kegiatan

guna melihat kemajuan. Untuk monev kegiatan pemicuan di SD, monev lebih

diditikberatkan pada sampai seberapa besar orang tua siswa yang terpicu yang

dibuktikan dengan pembuatan jamban rumah tangga oleh orang tua siswa, khususnya

terhadap keluarga siswa yang sebelumnya berperilaku BABS. Oleh karena itu

beberapa pelaksanaan kegiatan pemicuan pada dasarnya juga merupakan upaya monev,

seperti misalnya kegiatan pemicuan didalam dalam bentuk testimoni di depan kelas

sebagaimana dijelaskan diatas secara tidak langsung juga merupakan bagian monev

terhadap keluarga siswa karena bisa menggambarkan seberapa jauh perubahan yang

ada pada keluarga siswa.

VII. PENUTUP

Pemicuan di Sekolah Dasar ini perlu dilakukan karena merupakan kegiatan

yang bersifat partisipatif sehingga sekaligus dapat melatih seorang anak didik untuk

berjiwa lebih mandiri, lebih berani tampil, punya jiwa sosialisasi, adaptif dan masih

banyak keuntungan-keuntungan lain yang didapat. Pemicuan ini juga menguntungkan

sekolah bersangkutan karena output atau lulusan siswa memiliki nilai lebih bila

dibanding hanya output akademik saja. Dan yang lebih penting adalah turut berperan

serta dalam membantu menurunkan angka kesakitan dan kematian yang merupakan

indikator derajad kesehatan dengan visi kesejahteraan masyarakat secara umum.