Petunjuk Mempersiapkan Kotbah

5

Click here to load reader

description

In Indonesia language, "How to prepare a sermon", originally a paper presented by Martin Suhartono, S.J. to a group of community leaders of Bongsari Parish, Semarang, 27-28 November 1997. It was once used also by the Jesuit scholastics in St. Ignatius College, Yogyakarta, as guidelines for preparing a sermon.

Transcript of Petunjuk Mempersiapkan Kotbah

Page 1: Petunjuk Mempersiapkan Kotbah

BEBERAPA PETUNJUK UNTUK BERKOTBAH

(Martin Suhartono, S.J.) A. TAHAP-TAHAP PENYUSUNAN KOTBAH 1. Bacalah teks KS itu sendiri (bukan refleksi, renungan, komentar orang lain/ahli!) minimal

satu minggu sebelum tampil; dibaca berulang-ulang dengan teliti sambil berdoa mohon petunjuk Roh Kudus mengenai pesan aktual bagi umat konkret di tempat ybs. Jadi bukan pertama-tama berpikir: apa yang aku mau katakan, atau apa yang aku tahu tentang bacaan itu! Paulus dengan yakin bisa berkata, "aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu" (Kis 20:27).

Yakinlah bahwa Allah berkenan bersabda kepada umat konkret di sini dan saat ini melalui diri anda! Ingatlah, pengkotbah berdiri dalam posisi seperti dialami oleh Paulus dkk., "kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kalian dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepada kalian: berilah diri kalian didamaikan dengan Allah" (2 Kor 5:20).

Pada saat membaca mungkin saja segera timbul ide konkret, namun bisa juga tidak. Yang penting teks sudah diingat baik-baik dan meresap di hati. Dengan demikian teks diserahkan kepada bawah sadar kita untuk diproses lebih lanjut. Yang diharapkan adalah munculnya satu gagasan, satu aspek -dari sekian banyak kemungkinan yang terkandung dalam teks tsb- yang bisa menjadi tema pokok.

2. Teks dan kemungkinan satu tema pokok yang terbawa dalam diri kita itu hendaknya

sering dimunculkan selama kegiatan hidup kita sehari-hari: dipikir-pikir sambil mau tidur, dalam doa, di WC, sambil baca koran dan nonton televisi.

Tanyalah pada diri sendiri: “Adakah hal-hal konkret dalam hidup yang bisa kupakai untuk menerangi teks itu?” atau dibalik, “Hal-hal konkret manakah yang diterangi oleh teks itu?” mungkin kita dibawa ke kisah hidup pribadi, kisah orang lain, kisah yang pernah kubaca, kisah aktual yang sedang terjadi di masyarakat dll. Bayangkanlah pula umat/kelompok calon pendengar kotbah itu: hidup mereka, problem mereka, harapan mereka, apa yang mungkin terpikir oleh mereka berhadapan dengan teks in? Tetaplah mohon petunjuk Roh Kudus.

Yang penting nanti dalam kotbah harus jujur, sehingga Sabda Allah tak diwarnai oleh kebohongan kita: kalau kisah orang lain ya dikatakan kisah orang lain, kalau fiktif ya cukup dengan ungkapan “seseorang ...”, jangan diakukan seakan aku sendiri mengalami hal itu: “... kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah” (II Kor 4:2).

Dalam banyak kasus, kisah konkret sebaiknya dikamuflase: tak disebutkan nama pelaku maupun tempatnya; hati-hati mengangkat kisah dari konsultasi pribadi atau pengakuan dosa, orang bisa-bisa jadi segan datang pada anda, takut kalau dijadikan bahan kotbah!

3. Setelah kurang lebih jelas tema pokok kotbah, coba rumuskan dalam satu kalimat

singkat, efek apakah yang diharapkan terjadi pada orang yang mendengarkan kotbah kita itu. Apakah tujuan kotbah itu? Apa “message”nya?

Page 2: Petunjuk Mempersiapkan Kotbah

Martin/Kotbah/Petunjuk/hal. 2

Tujuan kotbah bukanlah pertama-tama menyampaikan pengetahuan (bukan kuliah/pelajaran), atau membuat orang berpikir (bukan kuis/teka-teki/puncta meditasi), atau menimbulkan emosi (bukan puisi/lagu), tapi mendorong kehendak untuk memberikan tanggapan positif terhadap ajakan kasih Allah.

Kemudian kutumbuhkan dalam keyakinan pribadiku bahwa kotbahku itu akan sungguh-sungguh membawa hasil tersebut. Mohon itu pula pada Roh Kudus.

4. Setelah proses “fermentasi” itu berlangsung selama dua atau tiga hari di dalam bawah

sadar anda, perkayalah kesadaran anda dengan komentar eksegetis, atau tafsir, yang ada berkenaan dengan teks KS tsb. Carilah latar belakang sosial-historis teks, makna simbolis, makna teologis atau kristologis yang ada, tempat teks tsb., dalam keseluruhan konteks kitab ybs., tempat tema pokok kita itu dalam keseluruhan konteks sejarah keselamatan (riwayat bangsa Israel, karya penyelamatan Yesus, karya penerusan penyelamatan oleh Gereja).

Studi ini penting sehingga kita tidak keliru dalam detail tertentu dan hasil studi itu dapat lebih menegaskan tema pokok yang sudah dipilih: melatarbelakanginya, memberikan kata kunci atau lambang hidup tertentu. Coba cari hubungan yang ada antara bacaan I, II dan Injil. Bacaan I dan Injil biasanya ada hubungan tematis, Bacaan II kerap menyajikan kata kunci, suasana hati, dan aplikasi praktis tema itu.

4. Setelah empat atau lima hari, mulailah menuliskan kotbah anda. Untuk kotbah selama 10-

15 menit, panjang tulisan adalah dua halaman folio 1,5 spasi. Struktur yang sederhana adalah: pembukaan, isi kotbah, penutup.

Tentukan sendiri hal-hal apakah yang dapat segera menarik perhatian pendengar. Dalam retorika klasik pendahuluan ini disebut Exordium yang berisi captatio benevolentiae (menangkap simpati orang). Ini mungkin suatu kisah hidup, bisa juga kutipan ayat KS, meskipun tidak sekedar dibacakan (orang bisa langsung “angop”) melainkan langsung ditunjukkan pentingnya atau masalah yang muncul, bisa pula dengan pertanyaan yang mengarahkan pendengar pada tema kotbah. Kontak pertama ini penting karena akan menentukan apakah orang akan memperhatikan kotbah anda.

Kotbah hendaknya tidak memakai kalimat yang “njlimet” atau panjang-panjang tapi singkat dan sederhana. Hindari ungkapan seperti “yang mengesan pada saya dalam teks ini”, “menurut hemat saya”, “saya hendak men-share-kan”, ungkapan itu memang terdengar rendah hati, tapi kurang otoritatif; lebih baik digunakan ungkapan netral “ayat yang penting untuk dikupas adalah ...”, “kita akan mendapati bahwa ....”

Hati-hati pakai contoh dari diri sendiri, keluarga sendiri, lebih-lebih bila menimbulkan kesan “umuk”. Selain itu, terlalu sering memakai kata “saya” akan mengaburkan pesan KS, seolah-olah itu pesanku pribadi, ingatlah: “... dalam Kristus kami berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya” (II Kor 2:17).

Di dalam kotbah itu, penting mengulang-ulang kembali tema pokoknya dari sudut penelaahan yang berbeda, ibaratnya seperti orang memaku, tidak sekali pukul jadi seperti orang yang demonstrasi tenaga dalam, melainkan berkali-kali secara tepat dan mantap sehingga setiap kali menjadi semakin masuk ke dalam. Dengan demikian jangan kita mulai bicara tentang tema lain yang tentu saja terkandung juga dalam teks KS namun saat itu dan di situ tak mau kita kupas.

Page 3: Petunjuk Mempersiapkan Kotbah

Martin/Kotbah/Petunjuk/hal. 3

5. Setelah teks jadi, periksa dengan teliti dan bayangkan reaksi pendengar. Apakah suatu kalimat akan terasa membosankan? Atau menghina orang tertentu? Atau terlalu sinis? Terlalu negatif? Terlalu moralistis? Terlalu menggurui?

Ingatlah bahwa kita di mimbar sedang membawakan Kabar Gembira, dan bukan kabar yang akan membuat orang menjadi murung, tersinggung, atau bahkan sakit hati; ingatlah bahwa “Kerajaan Allah adalah ... soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rom 14:17).

Apakah peralihan dari suatu alinea ke alinea lain cukup logis dan tidak melompat-lompat? Dan yang paling penting, apakah tulisan anda itu membuat anda sendiri antusias, mantap dan bersemangat untuk membawakannya di depan umum? Kalau anda sendiri tak berminat membawakannya, jangan harap orang lain akan punya minat untuk mendengarkannya!

Apakah anda sendiri dengan mudah dapat mengingat kerangka dan detail tulisan anda itu sehingga tanpa kesulitan dapat berkotbah lepas teks? Kalau anda sendiri mengalami kesulitan untuk mengingat isi kotbah anda, jangan harap orang lain ingat kotbah anda setelah mereka mendengarkan kotbah anda!

Dan akhirnya, apakah keseluruhan kotbah itu menuntun pendengar pada hasil akhir (efek) yang ingin kita timbulkan dalam diri mereka? Kalau anda sendiri tak tahu apakah yang ingin anda capai dan bagaimana mencapai itu, jangan harap akan ada hasil sesuatu dari kotbah anda!

Pantangan bagi pengkotbah adalah: mencari popularitas diri, ingatlah bahwa “bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan” (II Kor 4:5). Yang harus diarah adalah: agar “rupa Kristus menjadi nyata di dalam umat” (Gal 4:19).

6. Setelah semua itu selesai, selama hari-hari terakhir bawalah kembali isi konkret kotbah

anda itu dalam diri anda, resapkan dalam-dalam, dibawa dalam doa, dihidupkan kembali sebelum tidur dengan membayangkan seakan-akan sedang membawakannya di hadapan umat yang melimpah ruah; kalau perlu, latihlah berkotbah di hadapan sebuah cermin.

Anda harus merasakan betapa isi kotbah anda itu membakar hati dan seluruh diri anda sendiri; kalau tidak, sulit dibayangkan bagaimana kotbah anda itu bisa “membakar” umat! Namun penting diingat bahwa keyakinan hendaknya tidak didasarkan pada “kata-kata hikmat yang meyakinkan, melainkan dengan keyakinan akan kekuatan Roh” (I Kor 2:4).

Apakah anda sendiri mengalami seperti kedua murid dari Emmaus itu, "Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita ...?" (Luk 24:32). Tujuannya bukanlah sekedar mempersiapkan kotbah, tapi mempersiapkan hati anda sendiri.

B. PEMBAWAAN KOTBAH 1. Rasa gugup atau “demam panggung” sebelum berkotbah adalah hal yang biasa.

Berdoalah kepada Roh Kudus agar kita dapat digunakan olehNya untuk menyampaikan pesanNya kepada umat setempat dan juga agar hati umat dibuka terhadap pesanNya itu.

Pada tahap ini tak ada gunanya masih “menghapal” kotbah, hanya akan membuat gugup kalau ternyata masih ada yang kelupaan. Terserah pada masing-masing pribadi, ada yang bisa total lepas teks, ada yang setengah-setengah, ada yang total membaca. Dari praktek kita akan menemukan apa yang paling baik bagi diri kita masing-masing.

2. Cobalah kontak pertama dengan pendengar secara informal, entah dengan menyapa

“selamat pagi/sore/malam”, entah dengan memperkenalkan diri, singkat saja. Ibaratnya,

Page 4: Petunjuk Mempersiapkan Kotbah

Martin/Kotbah/Petunjuk/hal. 4

kalau tak kenal maka tak sayang. Tapi jangan menonjolkan diri, hal ini malah akan mengundang antipati.

3. Cara yang baik tentu memandang langsung pada pendengar. Dengan demikian kita bisa

mengukur reaksi mereka. Tapi kadang kala cara ini mengganggu konsentrasi kita, apalagi kalau kita terbiasa menghapal “secara mati” teks kotbah kita. Cara lain adalah memandang beberapa senti meter di atas kepala para pendengar.

4. Perhatikanlah jarak mulut kita dengan mikrofon. Bila menengok ke arah kiri dan kanan

hendaknya tetap menempatkan mulut kita di muka mikrofon dan bukannya menyingkir dari mikrofon.

5. Bicaralah dengan ritme sedang, tak cepat dan tak lambat, perhatikan gaung suara kita di

kotak pengeras suara. Kalau terlalu cepat, suara kita akan bertumpang tindih. Kalau terlalu lambat, konsentrasi pendengar bisa buyar atau .... mengantuk.

6. Ekspresi wajah hendaknya santai, senyum simpul sedikit. Berusahalah untuk berbicara

dari hati dan bukan sekedar dari otak saja. Apa yang dari hati akan menyentuh hati juga. Mungkin saja orang tak bisa omong dengan fasih, mengalir, lancar, tetapi kalau bicara dari hati, ia akan menyentuh hati orang lain juga. Sebaliknya, kefasihan bicara belaka tanpa hati hanya akan membuat orang lelah mendengarkan.

Tidak mutlak harus menyajikan dagelan dalam kotbah. Ukuran keberhasilan kotbah bukanlah banyaknya orang yang tertawa atau seringnya mereka tergelak, melainkan tersentuh dan tergeraknya mereka oleh pesan kotbah. Kalau anda sendiri memupuk “sense of humour” anda, maka rasa humor itu dengan spontan akan muncul dalam kotbah dan pendengar akan spontan terbawa juga, tanpa ada kesan bahwa itu dipaksakan hanya sekedar untuk membuat orang tertawa!

7. Setelah kotbah selesai, ucapkan syukur ke hadirat Allah atas segala karunia-Nya.

Serahkanlah hasil kotbah itu pada karya Allah sendiri, bagaikan penabur benih yang kemudian pergi tidur (Mk 4:26-29). Janganlah perduli apakah kotbah itu membawa popularitas bagi kita pribadi atau tidak, dianggap kotbah hebat dll.

Namun bila mau, penting juga mengevaluasi kotbah, baik secara pribadi (lewat rekaman) atau dengan mendengarkan kritikan dan umpan balik dari pendengar. Hanya saja perlu diingat setiap pendengar mendengar sesuatu dari sudut kepentingannya sendiri-sendiri.

Yang penting adalah bahwa orang “dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus ... dan dipenuhi dalam seluruh kepenuhan Allah” (Ef 3:18-19).

C. PERSIAPAN KONTINYU 1. Langkah-langkah di atas mengandaikan bahwa kita selama ini telah mempersiapkan diri

secara kontinyu: dengan doa, studi dan pengamatan pribadi. Kotbah yang disiapkan dengan singkat atau bahkan tanpa persiapan apa pun akan punya dampak singkat juga atau bahkan tak berakibat apa pun!

Meskipun demikian, harus tetap diingat bahwa dalam berkotbah kita hendaknya “datang bukan dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat ... supaya iman [umat]

Page 5: Petunjuk Mempersiapkan Kotbah

Martin/Kotbah/Petunjuk/hal. 5

jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah” (I Kor 2:1, 5) karena “Kerajaan Allah bukan terdiri dari perkataan, tetapi dari kuasa” (I Kor 4:20).

2. Untuk dapat dengan mudah menemukan pesan aktual teks KS, kita diandaikan akrab

dengan KS, antara lain kita mudah melihat mana yang pokok, mana kata kunci, mana situasi yang relevan dalam kisah, dan peka terhadap nuansa-nuansa kisah. Tak ada cara lain untuk mencapai tingkat keakraban ini kecuali dengan membaca KS, merenungkannya dalam doa, studi, dan tentu saja melaksanakannya sendiri “agar sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak [oleh Allah]” (I Kor 9:27).

3. Banyaklah mengamati, membaca dan merefleksikan pengalaman kita, pengalaman orang

lain, peristiwa-peristiwa aktual dalam surat kabar/televisi, bahasa/istilah yang populer digunakan oleh golongan/kelompok pendengar ybs., agar seperti Paulus sendiri, “bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka” (I Kor 9:22).

D. KEUTUHAN DIRI PRIBADI 1. Tugas dan kemampuan berkotbah adalah suatu rahmat, "Ialah yang memberikan baik

rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, ..." (Ef 4:11-12). Karena itu rahmat tersebut perlu dimohonkan terus menerus.

Tanpa ini segala macam tehnik kotbah, segala macam kefasihan bicara, segala macam keahlian studi KS, tak ada gunanya, bagaikan tong kosong berbunyi nyaring. Injil pertama-tama bukanlah kata-kata, renungan teologis, kotbah eksegetis, karena "Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan" (Rom 1:16).

2. Pelayanan kotbah bukanlah hanya dengan "kata-kata" belaka, tapi dengan seluruh diri dan

hidup, karena itu penting bagi pengkotbah untuk semakin dijiwai oleh cinta kasih kepada orang-orang yang dilayaninya, seperti Paulus dkk, "demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kalian, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kalian, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kalian, karena kalian telah kami kasihi" (1 Tes 2:8).

[Kursus bagi pemukaa jemaat, Pastoran Bongsari,

27-28 November 1997]