petrologi batuan metamorf 1.doc

29
1. PENDAHULUAN Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi ( Ehlers & Blatt, 1982). Batuan metamorf adalah hasil dari perubahan-perubahan fundamental batuan yang sebelumnya telah ada. Panas yang intensif yang dipancarkan oleh suatu massa magma yang sedang mengintrusi menyebabkan metamorfosa kontak. Metamorfosa regional yang meliputi daerah yang sangat luas disebabkan oleh efek tekanan dan panas pada batuan yang terkubur sangat dalam. Namun perlu dipahami bahwa proses metamorfosa terjadi dalam keadaan padat, dengan perubahan kimiawi dalam batas-batas tertentu saja dan meliputi proses-proses rekristalisasi, reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimia yang sebelumnya telah ada.( Graha, D.S, 1987 .) Menurut Turner (1954, lihat Williams dkk, 1954:161-162) menyebutkan bahwa batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan mineralogik dan struktur oleh proses metamorfisme dan terjadi langsung dari fase padat tanpa melalui fase cair. Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan

Transcript of petrologi batuan metamorf 1.doc

1. PENDAHULUAN

Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi ( Ehlers & Blatt, 1982).

Batuan metamorf adalah hasil dari perubahan-perubahan fundamental batuan yang sebelumnya telah ada. Panas yang intensif yang dipancarkan oleh suatu massa magma yang sedang mengintrusi menyebabkan metamorfosa kontak. Metamorfosa regional yang meliputi daerah yang sangat luas disebabkan oleh efek tekanan dan panas pada batuan yang terkubur sangat dalam.

Namun perlu dipahami bahwa proses metamorfosa terjadi dalam keadaan padat, dengan perubahan kimiawi dalam batas-batas tertentu saja dan meliputi proses-proses rekristalisasi, reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimia yang sebelumnya telah ada.( Graha, D.S, 1987 .) Menurut Turner (1954, lihat Williams dkk, 1954:161-162) menyebutkan bahwa batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan mineralogik dan struktur oleh proses metamorfisme dan terjadi langsung dari fase padat tanpa melalui fase cair.

Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 2000 C- 8000 C, tanpa melalui fase cair (batuan tetap berada pada fase padat).

Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatik dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala kecil juga bisa terjadi akibat adanya gesekan/friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa umumnya pada suhu 1500 500 C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg-carpholite, Glaucophane, lawsonite, paragonite, prehnite atau stilpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum terjadinya pelelehan adalah berkisar 6500 11000 C, tergantung jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994).

Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antar butir batuan mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air beserta karbon dioksida , asam hidroklorik dan hidroflourik. Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membantu reaksi kimia dan penyetimbangan mekanis (Huang, 1962).

2. PROSES METAMORFISME

Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi ( 3 20 km ) yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fasa cair. Sehingga terbentuk struktur dan mineralogi baru yang sesuai dengan lingkungan fisik baru pada tekanan ( P ) dan temperatur ( T ) tertentu.

Menurut H.G.F. Winkler, 1967, metamorfisme adalah proses-proses yang mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau tanggapan terhadap kondisi fisik dan kimia di dalam kerak bumi, dimana kondisi fisik dan kimia tersebut berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesis. Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk, bisa batuan beku, batuan sedimen, ataupun batuan metamorf itu sendiri yang mengalami metamorfosa.

Proses metamorfisme kadang-kadang tidak berlangsung sempurna, sehingga perubahan yang terjadi pada batuan asal tidak terlalu besar, hanya kekompakkan pada batuan saja yang bertambah. Proses metamorfisme yang sempurna menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada kondisi perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur mendekati titik lebur batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap dalam keadaan padat. Apabila sampai mencapai titik lebur batuan maka proses tersebut bukan lagi proses metamorfisme tetapi proses aktivitas magma.

Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-sama pada batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme dan kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda. Pada proses metamorfisme tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan hanya sedikit diatas kondisi proses pembatuan pada batuan sedimen. Sedangkan pada proses metamorfisme tingkat tinggi, kondisinya sedikit dibawah kondisi proses peleburan batuan.

Tahap-Tahap Proses Metamorfisme

1. Rekristalisasi

Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini terjadi penyusunan kembali kristal-kristal dimana elemen-elemen kimia yang sudah ada sebelumnya sudah ada.

1. Reorientasi

Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini pengorientasian kembali dari susunan kristal-kristal, dan ini akan berpengaruh pada tekstur dan struktur yang ada.

1. Pembentukan mineral-mineral baru

Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimiawi yang sebelumnya telah ada.

3. TIPE METAMORFOSA

Bucher & Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

III.1. Metamorfosa regional/ dinamothermal

Metamorfosa regional/dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga, yaitu metamorfosa orogenik, burial dan dasar samudera(Ocean-floor).

III.1.1. Metamorfosa Orogenik

Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang teroreintasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun.

III.1.2. Metamorfosa BurialMetamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisasi dan reaksi antara mineral dengan fluida.III.1.3. Metamorfosa dasar Samudera(Ocean-Floor)

Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.

III.2. Metamorfosa Lokal

Metamorfosa lokal merupakan proses metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi :

(1) Metamorfosa Kontak

Metamorfosa kontak terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta kadang oleh deformasi akibat gerakan magma. Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antar mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian/penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.

(2) Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal

Metamorfosa ini adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik, contohnya pada xenolith atau pada zona dike.

(3) Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinematik/Dinamik

Metamorfosa kataklastik terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan granulasi batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, atau milonit.

(4) Metamorfosa Hidrotermal/Metasomatisme

Metamorfosa hidrothermal terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.(5) Metamorfosa ImpactMetamorfosa ini terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan stishovite.

(6) Metamorfosa Retrogade/Diaropteris

Metamorfosa ini terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperatur yang lebih rendah.

IV. MINERALOGI

Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral yang berasal dari batuan asalnya maupun dari mineral baru yang terbentuk akibat proses metamorfisme sehingga dapat digolongkan menjadi 3,yaitu :

1. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf seperti kuarsa, felspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksen, olivin dan bijih besi.

2. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf seperti kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomit.

3. Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit, stautolit, kordierit, epidot dan klorit.

Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat dibedakan menjadi secretionary growth, concentrionary growth dan replacement (Ramberg, 1952 dalam Jackson, 1970). Secretionary growth merupakan pertumbuhan kristal hasil reaksi kima fluida yang terdapat pada batuan yang terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan tersebut. Concentrionary growth adalah proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya untuk membuat ruang pertumbuhan. Sedangkan replacement merupakan proses penggantian mineral lama oleh mineral baru. Secara umum model pertumbuhan kristal ini dapat dilihat pada gambar IV.1.

Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan oleh percobaan Becke, 1904 (Jackson, 1970). Percobaan ini menghasilkan Seri Kristaloblastik yang menunjukkan bahwa mineral pada seri yang tinggi akan lebih mudah membuat ruang pertumbuhan dengan mendesak mineral pada seri yang lebih rendah. Mineral dengan kekuatan kristaloblastik tinggi umumnya besar dan euhedral.

Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan metamorf (Huang, 1962). Dalam hal ini dikenal dua golongan mineral yaitu stress mineral dan antistress mineral. Stress mineral merupakan mineral yang kisaran stabilitasnya akan semakin besar bila terkena tekanan atau dengan kata lain merupakan mineral yang tahan terhadap tekanan. Mineral-mineral tersebut umumnya merupakan penciri batuan yang terkena deformasi sangat kuat. seperti sekis. Contoh stress mineral antara lain kloritoid, stauroilit dan kianit. Sedangkan antistress mineral adalah mineral yang kisaran stabilitasnya akan menurun pada kondisi tekanan yang sama. Mineral ini tidak tahan terhadap tekanan tinggi sehingga tidak pernah ditemukan pada batuan yang terdeformasi kuat. Contoh mineralnya antara lain andalusit, kordierit, augit, hypersten, olivin, potasium felspar dan anortit.

V. FASIES METAMORFIK

Konsep fasies metamorfik diperkenalkan oleh Eskola, 1915 (Bucher & Frey, 1994). Eskola mengemukakan bahwa kumpulan mineral pada batuan metamorf merupakan karakteristik genetik yang sangat penting sehingga terdapat hubungan antara kumpulan mineral dan kompisisi batuan pada tingkat metamorfosa tertentu. Dengan kata lain sebuah fasies metamorfik merupakan kelompok batuan yang termetamorfosa pada kondisi yang sama yang dicirikan oleh kumpulan mineral yang tetap. Tiap fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan dan temperatur tertentu serta dicirikan oleh hubungan teratur antara komposisi kimia dan mineralogi dalam batuan.

VI. STRUKTUR BATUAN METAMORFStruktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poligranular batuan tersebut(Jackson, 1970). Pembahasan mengenai struktur juga meliputi susunan bagian massa batuan termasuk hubungan geometrik antar bagian serta bentuk dan kenampakan internal bagian-bagian tersebut. (Bucher & Frey, 1994).

Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi.

VI.1. Struktur FoliasiStruktur foliasi merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa batuan (Bucher & Frey, 1994). Foliasi ini dapat terjadi karena adanya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissosity), orientasi butiran(schistosity), permukaan belahan planar(cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut (Jackson, 1970).

1. Slaty CleavageUmumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate (batusabak).

Struktur Slaty Cleavage

1. 2. PhyliticSrtuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit)

1. 3. SchistosicTerbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatic atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist (sekis).

1. 4. Gneissic/GnissoseTerbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-mineral granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral tabular atau prismatic (mioneral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut gneiss.

VI.2. Struktur Non Foliasi.Struktur ini terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran (granular). Struktur non foliasi yang umum dijumpai antara lain :

1. 1. Hornfelsic/granuloseTerbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk)

1. 2. KataklastikBerbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).

1. 3. MiloniticDihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Cirri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus, menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya disebut mylonite (milonit).

1. 4. PhyloniticMempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Cirri lainnya adlah kenampakan kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit)

VII. TEKSTUR BATUAN METAMORFTekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf (Jackson, 1970). Penamaan tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto atau akhiran blastic yang ditambahkan pada istilah dasarnya. Penamaan tekstur tersebut akan dibahas pada bagian berikut ini.

VII.1. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosaBerdasarkan ketahanannya terhadap proses metamorfosa ini tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :

1) Relict/Palimset/Sisa

Tekstur ini merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf tersebut. Awalan blasto digunakan untuk penamaan tekstur batuan metamorf ini. Contohnya adalah blastoporfiritik yaitu batuan metamorf yang tekstur porfiritik batuan beku asalnya masih bisa dikenali. Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini sering disebut batuan metabeku atau metasedimen.

2) Kristaloblastik

Tekstur kristloblastik merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak. Penamaannya menggunakan akhiran blastik.

VII.2. Tekstur berdasarkan ukuran butir

Berdasarkan ukuran butirnya, tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :

1. Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata

2. Afanit, Bila butiran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata

VII.3. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal

Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :

1. Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan kristal itu sendiri

2. Subhedral, bila kristal dibatasi sebagian oleh bidang permukaannya sendiri dan sebagian oleh bidang permukaan kristal disekitarnya.

3. Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain disekitarnya.

Pengertian bentuk kristal ini sama dengan yang dipergunakan pada batuan beku. Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :

(1) Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh Kristal berbentuk euhedral

(2) Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk anhedral.

VII.4. Tekstur berdasarkan bentuk mineral

Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :

(1) Lepidoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk tabular

(2) Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic

(3) Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured(tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.

(4) Granuloblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas mineralnya bersifat unsutured(lebih teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.

Selain tekstur yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya yang umumnya akan tampak pada pengamatan petrografi, Yaitu:

Porfiroblastik, apabila terdapat beberapa mineral yangh ukurannya lebih besar tersebut sering disebut sebagai porphyroblasts Poikiloblastik/Sieve Texture yaitu tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts tampak melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.

Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa dasar material yang berasal dari kirstal yang sama yang terkena pemecahan (crushing).

Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak menunjukkan keteraturan orientasi.

Sacaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.

Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut bertekstur homeoblastik, sedangkan batuan yang mempunyai lebih dari satu tekstur disebut bertekstur heteroblastik.VIII. PENAMAAN DAN KLASIFIKASI BATUAN METAMORFTatanama batuan metamorf secara umum tidak sesismatik penamaan batuan beku atau sedimen. Kebanyakan nama batuan metamorf didasarkan pada kenampakan struktur dan teksturnya. Untuk memperjelas banyak dipergunakan kata tambahan yang menunjukkan ciri khusus batuan metamorf tersebut, misalnya keberadaan mineral pencirinya (contohnya sekis klorit) atau nama batuan beku yang mempunyai komposisi yang sama (contohnya granite gneiss). Beberapa nama batuan juga berdasarkan jenis mineral penyusun utamanya (contohnya kuarsit) atau dapat pula dinamakan berdasarkan fasies metamorfiknya (misalnya granulit).

Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf lainnya yang banyak dikenal antara lain :

Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol(umumnya hornblende) dan plagioklas. Batuan ini dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.

Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral penyusun utamanya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium) dan garnet kaya pyrope.

Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun oleh mineral utama kuarsa dan felspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan garnet yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic.

Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir semuanya berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral tambahan seperti klorit, talk dan karbonat yang umumnya berwarna hijau.

Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit atau dolomit) dan umumnya bertekstur granoblastik.

Skarn, Yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calc-silikat seperti garnet, epidot. Umumnya terjadi karena perubahan komposisi batuan disekitar kontak dengan batuan beku.

Kuarsit, Yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.

Soapstone, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk.

Rodingit, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang terjadi akibat alterasi metasomatik batuan beku basa didekat batuan beku ultrabasa yang mengalami serpentinitasi. (Diktat praktikum petrologi, 2007)

TABEL IDENTIFIKASI BATUAN METAMORF

STRUKTURCIRI LAINKOMPOSISIMINERAL UTAMAGENESANAMA BATUAN

FOLIASISLATY CLEAVAGE- Abu-abu kehitaman, hijau, merah

- Kilap suram

- Belahan berkembang baikKloritMikaKwarsa- Metamorfosa regional

- Dari mudstone, siltstone, claystone dllBATU SABAK(SLATE)

- Kehijauan atau merah

- Kilap sutera

- Belahan tidak berkembang baikFILIT

SCHISTOSE- Foliasi kadang-kadang bergelombang

- Kadang-kadang hadir garnetAmphiboleMetamorfosa RegionalSEKIS

GNEISSICKwarsa dan feldspar nampak berselang seling dengan lapisan tipis yang kaya amphibol dan mikaPiroksenMetamorfosa RegionalGENIS

NON FOLIASI- Warna beragam

- Lebih keras dibanding kacaKWARSA KWARSIT

- Warna gelap

- Berbutir halus

- Lebih keras dibanding gelasKWARSA/MIKA Metamorfosa Termal/Kontak HORNFELS

- Warna putih sampai dengan hitam

- Kadang masih terdapat fosil

- Lebih keras dibanding kuku jari

- Bereaksi dengan HClDOLOMIT

Atau

KALSIT MARMER

- Hijau terang sampai gelap

- Kilap berminyak

- Lebih keras dari kuku jariSERPENTIN SERPENTIN

- Hitam

- Pecahan konkoidal

- Lebih keras dari kuku jariANTRASITECOAL

- Abu-abu hijau sampai abu-abu biru

- Kilap berminyak

- Lebih lunak dari kuku jariTALK SOAP STONE

Macam-macam Batuan Metamorfisme1. Slate

Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan sedimen Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang rendah. Memiliki struktur foliasi (slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir yang sangat halus (very fine grained).

Asal : Metamorfisme Shale dan Mudstone

Warna : Abu-abu, hitam, hijau, merah

Ukuran butir : Very fine grained

Struktur : Foliated (Slaty Cleavage)

Komposisi : Quartz, Muscovite, Illite

Derajat metamorfisme : Rendah

Ciri khas : Mudah membelah menjadi lembaran tipis

2. Filit

Merupakan batuan metamorf yang umumnya tersusun atas kuarsa, sericite mica dan klorit. Terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate.

Asal : Metamorfisme Shale

Warna : Merah, kehijauan

Ukuran butir : Halus

Stuktur : Foliated (Slaty-Schistose)

Komposisi : Mika, kuarsa

Derajat metamorfisme : Rendah Intermediate

Ciri khas : Membelah mengikuti permukaan gelombang

3. Gneiss

Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku dalam temperatur dan tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh rekristalisasi dan foliasi dari kuarsa, feldspar, mika dan amphibole.

Asal : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit

Warna : Abu-abu

Ukuran butir : Medium Coarse grained

Struktur : Foliated (Gneissic)

Komposisi : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika

Derajat metamorfisme : Tinggi

Ciri khas : Kuarsa dan feldspar nampak berselang-seling dengan lapisan tipis kaya amphibole dan mika.

4. Sekis

Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika, grafit, horndlende. Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap.

Asal : Metamorfisme siltstone, shale, basalt

Warna : Hitam, hijau, ungu

Ukuran butir : Fine Medium Coarse

Struktur : Foliated (Schistose)

Komposisi : Mika, grafit, hornblende

Derajat metamorfisme : Intermediate Tinggi

Ciri khas : Foliasi yang kadang bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet

5. Marmer

Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga mengalami perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium karbonat. Marmer bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi.

Asal : Metamorfisme batu gamping, dolostone

Warna : Bervariasi

Ukuran butir : Medium Coarse Grained

Struktur : Non foliasi

Komposisi : Kalsit atau Dolomit

Derajat metamorfisme : Rendah Tinggi

Ciri khas : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang terdapat fosil, bereaksi dengan HCl.

6. Kuarsit

Adalah salah satu batuan metamorf yang keras dan kuat. Terbentuk ketika batupasir (sandstone) mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa mengalami rekristalisasi, dan biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir terhapus oleh proses metamorfosis .

Asal : Metamorfisme sandstone (batupasir)

Warna : Abu-abu, kekuningan, cokelat, merah

Ukuran butir : Medium coarse

Struktur : Non foliasi

Komposisi : Kuarsa

Derajat metamorfisme : Intermediate Tinggi

Ciri khas : Lebih keras dibanding glass

7. Milonit

Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi dinamis mineral-mineral pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir-butir batuan. Butir-butir batuan ini lebih halus dan dapat dibelah seperti schistose.

Asal : Metamorfisme dinamik

Warna : Abu-abu, kehitaman, coklat, biru

Ukuran butir : Fine grained

Struktur : Non foliasi

Komposisi : Kemungkinan berbeda untuk setiap batuan

Derajat metamorfisme : Tinggi

Ciri khas : Dapat dibelah-belah

8. Filonit

Merupakan batuan metamorf dengan derajat metamorfisme lebih tinggi dari Slate. Umumnya terbentuk dari proses metamorfisme Shale dan Mudstone. Filonit mirip dengan milonit, namun memiliki ukuran butiran yang lebih kasar dibanding milonit dan tidak memiliki orientasi. Selain itu, filonit merupakan milonit yang kaya akan filosilikat (klorit atau mika)

Asal : Metamorfisme Shale, Mudstone

Warna : Abu-abu, coklat, hijau, biru, kehitaman

Ukuran butir : Medium Coarse grained

Struktur : Non foliasi

Komposisi : Beragam (kuarsa, mika, dll)

Derajat metamorfisme : Tinggi

Ciri khas : Permukaan terlihat berkilau

9. Serpetinit

Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih mineral serpentine dimana mineral ini dibentuk oleh proses serpentinisasi (serpentinization). Serpentinisasi adalah proses proses metamorfosis temperatur rendah yang menyertakan tekanan dan air, sedikit silica mafic dan batuan ultramafic teroksidasi dan ter-hidrolize dengan air menjadi serpentinit.

Asal : Batuan beku basa

Warna : Hijau terang / gelap

Ukuran butir : Medium grained

Struktur : Non foliasi

Komposisi : Serpentine

Ciri khas : Kilap berminyak dan lebih keras dibanding kuku jari

10. Hornfels

Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone mengalami metamorfosis oleh temperatur dan intrusi beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas seperti dapur magma, dike, sil. Hornfels bersifat padat tanpa foliasi.

Asal : Metamorfisme kontak shale dan claystone

Warna : Abu-abu, biru kehitaman, hitam

Ukuran butir : Fine grained

Struktur : Non foliasi

Komposisi : Kuarsa, mika

Derajat metamorfisme : Metamorfisme kontak

Ciri khas : Lebih keras dari pada glass, tekstur merata