Pestisida

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pestisida 2.1.1. Pengertian Pestisida Pestisida (Inggris : pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia. Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk : a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian b. Memberantas rerumputan c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan atau ternak f. Memberantas atau mencegah hama-hama air g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.

description

Pestisida (Inggris : pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan cideyang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umumpestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikanpopulasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupuntidak langsung merugikan kepentingan manusia.

Transcript of Pestisida

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pestisida

2.1.1.Pengertian Pestisida

Pestisida (Inggris : pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide

yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umum

pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan

populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun

tidak langsung merugikan kepentingan manusia.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas

peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia

dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :

a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang

merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian

b. Memberantas rerumputan

c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan

d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian

tanaman tidak termasuk pupuk

e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan atau

ternak

f. Memberantas atau mencegah hama-hama air

g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam

rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.

h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan

penggunaan pada tanaman, tanah atau air

Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida

adalah sebagai berikut.

1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan,

mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda,

gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri

atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.

2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan

tanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).

2.1.2. Penggolongan Pestisida

Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda,

karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut

berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran yang

akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya dan

berdasarkan bentuknya.

Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu

(Wudianto, 2001):

1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa

mematikan semua jenis serangga.

2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa

digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.

3. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif

beracun yang bisa membunuh bakteri.

4. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.

5. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang

mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh

tungau, caplak, dan laba-laba.

6. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang

digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.

7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,

siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat

di tambak.

8. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk

membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.

Sedangkan jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama

dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu (Ekha, 1988):

1. Racun perut

Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi

serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui

perut.

2. Racun kontak

Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke dalam

tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui saluran

nafas.

3. Racun gas

Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan-

ruangan tertutup.

Menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Meliala 2005,

berdasarkan struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi :

1. Golongan organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain

Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang universal,

degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.

2. Golongan organophosfat misalnya diazonin dan basudin

Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang

tidak selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di

lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan

populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari

pada organokhlor.

3. Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain

Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida

organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap

cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan,

tetapi toksik yang kuat untuk tawon.

4. Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC

Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan

ADP(Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengan

kebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi

ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen dalam sel.

Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang

diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.

5. Pyretroid

Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa

ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus

Chrysanthemum.

Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin,

permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil

terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin,

sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,

flusitrinate.

6. Fumigant

Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap

atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus.

Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap

atau menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F),

misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide,

formaldehid, fostin.

7. Petroleum

Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah

yang juga digunakan sebagai herbisida.

8. Antibiotik

Misanya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari

mikroorganisme ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida.

Bentuk pestisida yang merupakan formulasi ada berbagai macam. Formulasi ini

perlu dipertimbangkan sebelum membeli untuk disesuaikan dengan ketersediaan alat

yang ada, kemudahan aplikasi, serta efektivitasnya (Wudianto, 2001).

1. Tepung hembus, debu (dust=D)

Bentuk tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya belerang,

atau dicampur dengan pelarut aktif yang bertindak sebagai karier, atau

dicampur bahan-bahan organik seperti walnut, talk. Dalam penggunaannya

pestisida ini harus dihembuskan menggunakan alat khusus yang disebut

duster.

2. Butiran (Granula=G)

Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan aktif

berbentuk cair dengan butiran yang mudah menyerap bahan aktif.

Penggunaanya cukup ditaburkan atau dibenamkan disekitar perakaran atau

dicampur dengan media tanaman.

3. Tepung yang dapat disuspensi dalam air (wettablebpowder = WP)

Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum dapat secara langsung

digunakan secara langsung untuk memberantas jasad sasaran, harus terlebih

dulu dibasahi air. Hasil campurannya dengan air disebut suspensi. Pestisida

jenis ini tidak larut dalam air, melainkan hanya tercampur saja. Oleh karena

itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau tangki penyemprot

digoyang-goyang.

4. Tepung yang larut dalam air (water-soluble powder = SP)

Jenis pestisida ini sepintas mirip dengan bentuk WP, penggunaan juga

dicampur dengan air. Perbedaanya jenis ini larut dalam air jadi dalam

penggunaanya dalam penyemprotan, pengadukan hanya dilakukan sekali pada

waktu pencampuran.

5. Suspensi (flowable concentrate = F)

Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambahkan pelarut

serbuk yang dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah seperti

pasta yang disebut campuran pasta.

6. Cairan (emulsifiable = EC)

Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan

aktif dengan perantara emulsi. Dalam penggunannya, biasanya dicampur

dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengecerannya atau cairan semprotnya

disebut emulsi.

7. Ultra Low Volume (ULV)

Pestisida bentuk ini merupakan jenis khusus dari formulasi S(solution).

Bentuk murninya merupakan cairan atau bentuk padat yang larut dalam

solven minimum. Konsentrat ini mengandung pestisida berkonsentrasi tinggi

dan diaplikasikan langsung tanpa penambahan air.

8. Solution(S)

Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke

dalam pelarut organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad

pengganggu secara langsung tanpa perlu dicampur dengan bahan lain.

9. Aerosol (A)

Aerosol merupakan formulasi yang terdiri dari campuran bahan aktif berkadar

rendah dengan zat pelarut yang mudah menguap (minyak) kemudian

dimasukkan ke dalam kaleng yang diberi tekanan gas propelan. Formulasi

jenis ini banyak digunakan di rumah tangga, rumah kaca, atau perkarangan.

10. Umpan beracun (Poisonous Bait = B)

Umpan beracun merupakan formulasi yang terdiri dari bahan aktif pestisida

digabungkan dengan bahan lainnya yang disukai oleh jasad pengganggu.

11. Powder concentrate (PC)

Formulasi ini berbentuk tepung, penggunaanya dicampur dengan umpan dan

dipasang di luar rumah. Pestisida jenis ini biasanya tergolong Rodentisida

yaitu untuk memberantas tikus.

12. Ready Mix Bait (RMB)

Formulasi ini berbentuk segi empat (blok) besar dengan bobot 300gram dan

blok kecil dengan bobot 10-20 gram serta pellet. Formulasi ini berupa umpan

beracun siap pakai untuk tikus.

13. Pekatan yang dapat larut dalam air (Water Soluble Concentrate = WSC)

Merupakan formulasi berbentuk cairan yang larut dalam air. Hasil

pengecerannya dengan air disebut larutan.

14. Seed Treatment (ST)

Formulasi ini berbentuk tepung. Penggunaanya dicampurkan dengan sedikit

air sehingga terbentuk suatu pasta. Untuk perlakuan benih digunakan

formulasi ini.

2.1.3. Teknik Aplikasi Pestisida

1. Memilih pestisida

Sebelum membeli pestisida pastikan jenis hama atau penyakit apa yang

menyerang tanaman. Perhatikan gejala-gejala serangannya. Bagian tanaman mana

yang terserang apakah daun, batang, buah, atau akarnya.

Memilih bentuk atau formulasi pestisida juga sangat penting dalam penggunaan

pestisida. Kalau dilihat dari bahaya pelayangan di udara, pestisida berbentuk butiran

paling sedikit kemungkinannya untuk melayang. Pestisida yang berbentuk cairan,

bahaya pelayangannya lebih kecil jika dibanding pestisida berbentuk tepung.

Disamping itu pertimbangan lain dalam memilih formulasi pestisida adalah alat yang

digunakan untuk menyebarkan pestisida tersebut (Wudianto, 2005).

Petani dan pengguna pestisida pada umumnya perlu mengetahui nama dagang

ataupun nama umum pestisida agar tidak salah memilih pestisida. Pestisida dengan

bahan aktif yang sama sering dijual dengan nama dagang yang berbeda. Dengan

mengetahui kandungan bahan aktif masing-masing pestisida, maka tidak perlu terlalu

terikat pada satu nama dagang, tetapi dapat memilihnya dari berbagai nama dagang

yang ada. Demikian halnya jika hendak mencampur pestisida, maka dapat

menghindari pencampuran dua atau lebih pestisida yang bahan aktifnya sama

(Djojosumarto, 2004).

2. Alat penyemprot pestisida

Semua alat yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara

penyemprotan disebut alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme

kerjanya, sprayer berfungsi untuk mengubah atau memecah larutan semprot, yang

dilakukan oleh nozzle, menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat halus

(droplet). Menurut sumber tenaga yang digunakan untuk menggerakkan atau

menjalankan sprayer tersebut, sprayer dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu

(Djojosumarto, 2004):

a. Sprayer manual

Sprayer manual adalah sprayer yang digerakkan dengan tangan. Contoh

sprayer manual adalah:

Trigger pump, yakni pompa tangan (hand pump) yang banyak digunakan

untuk pengendalian hama di rumah tangga.

Bucket pump atau trombone pump dan garden hose sprayer, untuk

mengendalikan hama dan penyakit di pekarangan.

Sprayer gendong otomatis (pre pressurized knapsack sprayer, compression

sprayer), yang banyak digunakan di bidang pertanian

Sprayer gendong yang harus dipompa terus-menerus (Level operated

knapsack sprayer), banyak digunakan di bidang pertanian Indonesia.

b. Sprayer tenaga mesin

Sprayer tenaga mesin adalah sprayer yang digerakkan oleh tenaga mesin.

Contoh sprayer tenaga mesin adalah :

Sprayer punggung bermesin (motorized knapsack sprayer)

Mesin pengkabut (mist blower)

Power sprayer atau gun sprayer, yang digerakkan oleh motor stasioner

atau traktor.

Sprayer-sprayer yang digerakkan atau dihubungkan dengan traktor atau

truk: boom sprayer, boomless sprayer, air blast sprayer.

Sprayer atau otomizer yang dipasang pada pesawat udara untuk

penyemprotan udara.

3. Pencampuran pestisida

Dalam aplikasi pestisida adakalanya pestisida harus dicampur dengan surfaktan.

Pencampuran ini boleh dilakukan sejauh dalam kemasan tidak disebutkan larangan

pencampuran. Dua macam pestisida bila dicampur dapat menimbulkan interaksi

sinergistik, aditif, atau antagonistik. Pestisida bila dicampur menimbulkan interaksi

antagonistik berarti pestisida tersebut tidak boleh dicampur. Hal lain yang perlu

dipertimbangkan adalah sifat asam basanya. Pestisida yang sama-sama bersifat asam

atau sama-sama bersifat basa tidak akan membentuk senyawa garam. Timbulnya

senyawa garam dapat menimbulkan penurunan daya bunuh.

Untuk memastikan bisa tidaknya dua atau lebih jenis pestisida dicampur, perlu

diperhatikan label kemasan. Bisakah pestisida tersebut dicampur dengan pestisida

lain. Atau terkadang tertulis “jangan dicampur dengan pestisida lain bersifat basa”.

Berarti pestisida tersebut bersifat asam. Jadi dapat dicampur dengan pestisida yang

bersifat asam juga. Untuk mengetahui asam basa suatu larutan, bisa digunakan kertas

lakmus (Wudianto, 2005).

4. Penyemprotan pestisida

Pestisida yang digunakan akan mampu menampilkan efikasi biologis yang

optimal jika penyemprotan dilakukan dengan benar. Penyemprotan yang benar harus

memenuhi syarat, kriteria, atau parameter sebagai berikut (Djojosumarto, 2004):

a. Permukaan bidang sasaran tertutup oleh butiran semprot (droplet) dalam

jumlah yang memenuhi syarat.

b. Menggunakan ukuran droplet yang tepat untuk berbagai jenis penyemprotan

yang berbeda.

c. Menggunakan volume aplikasi yang cocok untuk berbagai jenis tanaman dan

stadia pertumbuhan tanaman yang berbeda.

d. Pestisida yang disemprotkan menempel sebanyak mungkin pada bidang

sasaran.

e. Droplet sasaran didistribusikan di seluruh permukaan bidang sasaran secara

merata.

Sedangkan menurut Wudianto (2005), dalam melakukan penyemprotan perlu

diperhatikan hal-hal berikut:

a. Pilih volume alat semprot sesuai dengan luas areal yang akan disemprot. Alat

semprot bervolume kecil untuk areal yang luas, tentu kurang cocok karena

pekerja harus sering mengisinya.

b. Gunakan alat pengaman, berupa masker penutup hidung dan mulut, kaos

tangan, sepatu boot, dan jaket atau baju berlengan panjang.

c. Penyemprotan yang tepat untuk golongan serangga sebaiknya saat stadium

larva dan nimfa, atau saat masih berupa telur. Serangga dalam stadium pupa

dan imago umumnya kurang peka terhadap racun insektisida.

d. Waktu paling baik untuk penyemprotan adalah pada saat waktu terjadi aliran

udara naik (thermik) yaitu antara pukul 08.00-11.00 WIB atau sore hari pukul

15.00-18.00 WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau terlalu sore akan

mengakibatkan pestisida yang menempel pada bagian tanaman akan terlalu

lama mengering dan mengakibatkan tanaman yang disemprot keracunan.

Sedangkan penyemprotan yang dilakukan saat matahari terik akan

menyebabkan pestisida mudah menguap dan mengurai oleh sinar ultraviolet.

e. Jangan melakukan penyemprotan di saat angin kencang karena banyak

pestisida yang tidak mengena sasaran. Juga jangan menyemprot dengan

melawan arah angin, karena cairan semprot bisa mengenai orang yang

menyemprot.

f. Penyemprotan yang dilakukan saat hujan turun akan membuang tenaga dan

biaya sia-sia.

g. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan penyemprotan.

h. Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Air bekas

cucian sebaiknya dibuang ke lokasi yang jauh dari sumber air dan sungai.

i. Penyemprot segera mandi dengan bersih menggunakan sabun dan pakaian

yang digunakan segera dicuci.

5. Penyimpanan pestisida

Penyimpanan pestisida dengan cara baik dapat dapat menjegah terjadinya

pencemaran pada lingkungan serta mencegah terjadinya keracunan pada manusia

ataupun hewan.

Menurut Sostroutomo (1992) yang dikutip oleh Meliala (2005) ada beberapa

petunjuk penyimpanan pestisida yang perlu untuk diikuti,yaitu:

a. Pestisida hendaknya segera disimpan di tempat yang sesuai setelah dibeli,

jangan sekali-kali meletakkan pestisida yang mudah dijangkau oleh anak-

anak.

b. Sediakan tempat yang khusus untuk menyimpan pestisida. Gudang

penyimpanan harus mempunyai ventilasi udara yang cukup dan mempunyai

tanda larangan tidak didekati oleh orang-orang yang tidak berkepentingan.

c. Pestisida yang disimpan perlu untuk memiliki buku yang memuat catatan

berapa banyak yang telah digunakan, kapan digunakannya, dan siapa yang

menggunakan dan berapa sisa yang ada.

d. Semua pestisida harus disimpan di tempat asalnya sewaktu dibeli dan

mempunyai label yang jelas. Pestisida jangan sekali-kali disimpan dalam

bekas penyimpanan makanan dan minuman.

e. Jangan menyimpan pestisida dan bibit tanaman dalam ruangan atau gudang

yang sama.

f. Perlu untuk melakukan pengecekan terhadap tempat penyimpanan untuk

mengetahui ada tidaknya kebocoran-kebocoran.

g. Hindari penyimpanan pestisida yang terlampau berlebihan di dalam gudang.

Oleh karena itu perkiraan kebutuhan untuk setiap jenis pestisida perlu untuk

dibuat permusim tanamannya.

h. Gudang penyimpanan harus senantiasa terkunci.

2.1.4. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Pakaian dan/atau peralatan pelindung tubuh harus dipakai bukan saja waktu

aplikasi, tetapi juga mulai mencampur dan mencuci peralatan aplikasi sesudah

aplikasi selesai. Pakaian serta peralatan pelindung yang harus digunakan adalah

sebagai berikut:

1. Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh: ada banyak jenis bahan yang

dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi pakaian yang sederhana

cukup terdiri atas celana panjang dan kemeja lengan panjang yang terbuat dari

bahan yang cukup tebal dan tenunannya rapat.

2. Semacam celemek (appron), yang dapat dibuat dari plastik atau kulit. Appron

terutama harus digunakan ketika menyemprot tanaman yang tinggi.

3. Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk

menyemprot. Pelindung kepala juga penting, terutama menyemprot tanaman

yang tinggi.

4. Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker sederhana atau

sapu tangan atau kain sederhana lainnya.

5. Pelindung mata, misanya kaca mata, goggle, atau face shield.

6. Sarung tangan dari bahan yang tidak tembus air.

7. Sepatu boot, ketika menggunakan ujung celana panjang jangan dimasukkan ke

dalam sepatu, tetapi ujung celana harus menutupi sepatu boot.

2.1.5. Dampak Pestisida

2.1.5.1. Dampak Pestisida Terhadap Pengguna Pestisida

Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara

langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan

akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah, dan sebagainya.

Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat mengakibatkan

kebutaan.

Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak

sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih sulit

dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan

gangguan kesehatan (Djojosumarto, 2004).

Sering kali orang tidak menyadari bahwa mereka keracunan pestisida karena

gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya misalnya pusing dan kudis.

Juga, karena kebanyakan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat, seperti

gangguan sistem syaraf atau kanker, orang tidak menyadari bahwa penyakit mereka

mungkin disebabkan oleh pestisida (Quijano, 1999).

2.1.5.2. Dampak Pestisida Terhadap Hasil Pertanian

Risiko bagi konsumen adalah keracunan residu (sisa-sisa) pestisida yang

terdapat dalam hasil pertanian. Risiko bagi konsumen dapat berupa keracunan

langsung karena memakan produk pertanian yang tercemar pestisida atau lewat rantai

makanan. Meskipun bukan tidak mungkin konsumen menderita keracunan akut,

tetapi risiko konsumen umumnya dalam bentuk keracunan kronis, tidak segera terasa,

dan dalam jangka panjang mungkin menyebabkan gangguan kesehatan

(Djojosumarto, 2004).

2.1.5.3. Dampak Pestisida Terhadap Lingkungan

Dibalik manfaatnya yang besar, pestisida memiliki dampak yang cukup

merugikan pada pemakaiannya. Pestisida dapat merusak ekosistem air yang berada di

sekitar lahan pertanian. Jika pestisida digunakan, akan menghasilkan sisa-sisa air

yang mengandung pestisida. air yang mengandung pestisida ini akan mengalir

melalui sungai atau aliran irigasi (Dhavie, 2010).

Penggunaan pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan sekitarnya; air

permukaan, air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mobil yang dimiliki akan berpengaruh

terhadap kehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah dan udara.

Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui udara,

air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas hewan, tumbuhan

terlebih manusia.

Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan melalui beberapa proses baik pada

tataran permukaan tanah maupun bawah permukaan tanah. Penurunan kualitas air

tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air merupakan

implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam lingkungan. Aliran permukaan

seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida akan mengalami proses

dekomposisi bahan pencemar. Dan pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut

mampu terakumulasi.

Pestisida di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi sinar

matahari terhadap badan air dan tumbuhan. Selain pada itu masuknya pestisida

diudara disebabkan oleh driff yaitu proses penyebaran pestisida ke udara melalui

penyemprotan oleh petani yang terbawa angin. Akumulasi pestisida yang terlalu berat

di udara pada akhirnya akan menambah parah pencemaran udara.

Gangguan pestisida oleh residunya terhadap tanah biasanya terlihat pada tingkat

kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida persatuan volume tanah. Unsur-

unsur hara alami pada tanah makin terdesak dan sulit melakukan regenerasi hingga

mengakibatkan tanah-tanah masam dan tidak produktif (Sulistiyono, 2004).

2.1.6. Keracunan Pestisida dan Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia

A. Keracunan Pestisida

Walaupun pestisida ini mempunyai manfaat yang cukup besar pada masyarakat,

namun dapat pula memberikan dampak negatif pada manusia dan lingkungan. Pada

manusia pestisida dapat menimbulkan keracunan yang dapat mengancam jiwa

manusia ataupun menimbulkan penyakit/cacat (Munaf, 1997).

Ada 2 tipe keracunan yang ditimbulkan pestisida, yaitu (Quijano, 1999):

1. Keracunan akut

Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung

pada saat itu. Beberapa efek kesehatan akut adalah sakit kepala, pusing, mual, sakit

dada, muntah-muntah, kudis, sakit otot, keringat berlebih, kram. Diare, sulit bernafas,

pandangan kabur, bahkan dapat menyebabkan kematian.

Berdasarkan luas keracunan yang ditimbulkan keracunan akut dapat dibagi 2

efek, yaitu:

a. Efek lokal, terjadi bila efek hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena

kontak langsung dengan pestisida. Biasanya berupa iritasi, seperti rasa kering,

kemerahan dan gatal-gatal di mata, hidung, tenggorokan dan kulit, mata

berair, batuk, dan sebagainya.

b. Efek sistemik muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh manusia dan

mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida ke

seluruh bagian dari tubuh dan memengaruhi mata, jantung, paru-paru, perut,

hati, lambung, otot, usus, otak, dan syaraf.

2. Keracunan kronis

Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan

membutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang. Efek-efek jangka panjang ini

dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah terkena

pestisida. Pestisida memberikan dampak kronis pada sistem syaraf, hati, perut, system

kekebalan tubuh, keseimbangan hormon, kanker. Bayi juga dapat terkena pestisida

ketika diberi ASI, dapat terjadi jika ibunya terkena pestisida.

Setiap golongan pestisida menimbulkan gejala keracunan yang berbeda-beda

karena bahan aktif yang dikandung setiap golongan berbeda. Namun ada pula gejala

yang ditimbulkan mirip (Wudianto, 2005).

a. Golongan organofosfat, gejala keracunannya adalah timbul gerakan otot-otot

tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, banyak berkeringat,

air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah, detak

jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan dan

akhirnya pingsan.

Organofosfat menghambat kerja enzim kholineterase, enzim ini secara normal

menghidrolisis asetycholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim

dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan

dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system syaraf yang

menyebabkan gejala keracunan dan berpengaruh pada seluruh bagian tubuh

(Mulachella, 2010)

b. Golongan organoklor, jenis pestisida ini dapat menimbulkan keracunan

dengan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan

lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang, dan kehilangan kesadaran.

c. Golongan karbamat, gejalanya sama dengan gejala yang di timbulkan

golongan organofosfat, hanya saja berlangsung lebih singkat karena lebih

cepat terurai dalam tubuh.

d. Golongan bipiridilium, setelah 1-3 jam pestisida masuk dalam tubuh baru

timbul sakit perut, mual, muntah-muntah, dan diare.

e. Gologan arsen, tingkat akut akan terasa nyeri pada perut, muntah, dan diare,

sementara keracunan semi akut ditandai dengan sakit kepala dan banyak

keluar air ludah.

f. Golongan antikoagulan, gejala yang ditimbulkan seperti nyeri punggung,

lambung dan usus, muntah-muntah, perdarahan hidung dan gusi, kulit

berbintik-bintik merah, kerusakan ginjal.

Menurut WHO 1986, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan

pestisida antara lain :

1. Dosis. Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan

pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk

penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang

tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan

membahayakan penyemprot itu sendiri. Setiap zat kimia pada dasarnya

bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara

pemberian.

2. Toksisitas senyawa pestisida. Merupakan kesanggupan pestisida untuk

membunuh sasarannya. Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam

penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit

bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan

kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral dan dermal

yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang

menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati.

3. Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida. Paparan yang berlangsung

terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada

waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila

terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulang

kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.

4. Jalan masuk pestisida dalam tubuh. Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan

pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah

tertentu. Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan pestisida dapat

melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan. Pada petani

pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit

dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan

(Afriyanto, 2008).

B. Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia

Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yakni

(Djojosumarto, 2004):

1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)

Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh

dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit

merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi.

Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah:

a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh

droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan

baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida.

b. Pencampuran pestisida.

c. Mencuci alat-alat aplikasi

2. Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation)

Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung

merupakan terbanyak kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang

sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan

partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di selaput

lendir atau kerongkongan.

Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran

pernafasan adalah :

a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur, dsb) di ruang

tertutup atau yang ventilasinya buruk.

b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas,

aerosol, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk tepung

mempunyai resiko tinggi.

c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan).

3. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral)

Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan

dengan kontaminasi lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena :

a. Kasus bunuh diri.

b. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.

c. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung

tangan yang terkontaminasi pestisida.

d. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.

e. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida.

2.1.7.Pencegahan Keracunan Pestisida

Menurut Djojosumarto (2004) ada beberapa langkah-langkah untuk menjamin

keselamatan dalam penggunaan pestisida adalah sebagai berikut:

1. Sebelum melakukan penyemprotan

a. Jangan melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida bila merasa tidak

sehat.

b. Jangan mengijinkan anak-anak berada di sekitar tempat pestisida yang

akan digunakan atau mengijinkan anak-anak melakukan pekerjaan

penyemprotan pestisida.

c. Catat nama pestisida yang digunakan dan jika dapat catat juga nama

bahan aktifnya. Catatan ini penting bagi dokter bila terjadi sesuatu.

d. Pakaian dan peralatan perlindungan sudah harus dipakai sejak persiapan

penyemprotan, misalnya ketika menakar dan mencampur pestisida.

e. Jangan masukkan rokok, makanan, dan sebagainya ke dalam kantung

pekerjaan.

f. Periksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan. Jangan menggunakan alat

semprot yang bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering

terjadi bocor.

g. Siapkan air bersih dan sabun di dekat tempat kerja untuk mencuci

tangan dan keperluan lain.

h. Siapkan handuk kecil yang bersih dalam kantung plastik tertutup dan

dibawa ke tempat kerja.

2. Ketika melakukan aplikasi

a. Perhatikan arah angin. Jangan melakukan penyemprotan yang

menentang arah angin keran drift pestisida dapat membalik dan

mengenai diri sendiri.

b. Jangan membawa makanan, minuman, dan rokok dalam kantung

pakaian kerja.

c. Jangan makan, minum, atau merokok selama menyemprot atau

mengaplikasikan pestisida.

d. Jangan menyeka keringat di wajah dengan tangan, sarung tangan, atau

lengan baju yang terkontaminasi petisida untuk menghindari pestisida

masuk ke mata atau mulut. Untuk keperluan itu gunakan handuk bersih

untuk menyeka keringat atau kotoran diwajah.

e. Bila nozzle tersumbat, jangan meniup nozzle yang terkontaminasi

langsung dengan mulut.

3. Sesudah aplikasi

a. Cuci tangan dengan sabun hingga bersih segera sesudah pekerjaan

selesai.

b. Segera mandi setelah sampai dirumah dan ganti pakaian kerja dengan

pakaian sehari-hari.

c. Jika tempat kerja jauh dari rumah dan harus mandi dekat tempat kerja,

sediakan pakaian bersih dalam kantung plastik tertutup. Sesudah ganti

pakaian, bawalah pakaian kerja dalam kantung tersendiri.

d. Cuci pakaian kerja terpisah dari cucian lainnya.

e. Makan, minum, atau merokok hanya dilakukan sesudah mandi atau

seketika sesudah mencuci tangan dengan sabun.

2.2. Penyuluhan

2.2.1. Penyuluhan Pertanian

Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama dan

pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong serta mengorganisasikan

dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya

lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan,

dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi

lingkungan hidup.

Menurut Sastraatmadja (1993), penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai

pendidikan nonformal yang ditujukan kepada petani dan keluarganya dengan tujuan

jangka pendek untuk mengubah perilaku termasuk sikap, tindakan dan pengetahuan

ke arah yang lebih baik, serta tujuan jangka panjang untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat Indonesia. Disamping menciptakan suatu perubahan

perilaku bagi masyarakat petani, penyuluhan pertanian pun diharapkan mampu

mengarahkan wawasan berpikir dan menumbuhkan karakter sebagai bangsa yang

sedang melakukan pembangunan.

2.2.2.Metode Penyuluhan

Dalam Suhardiyono (1992), ada 4(empat) metode penyuluhan menurut target

orang yang menghadiri kegiatan penyuluhan. Penggolongan metode penyuluhan ini

dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Metode Perorangan

Metode penyuluhan ini ditujukan bagi petani secara perorangan yang

memperoleh perhatian khusus dari penyuluh. setiap petani dikunjungi oleh penyuluh

secara individu.

Menurut Kartasapoetra (1994) metode perorangan sangat efektif digunakan

dalam penyuluhan karena sasaran dapat secara langsung memecahkan masalahnya

dengan bimbingan khusus dari penyuluh. Dari segi jumlah sasaran yang ingin

dicapai, metode ini kurang efektif karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk

mengunjungi dan membimbing sasaran secara individu. Dalam Notoatmodjo (2003),

pendekatan untuk metode perorangan antara lain bimbingan dan interview

(wawancara).

2. Metode Kelompok

Kegiatan penyuluhan menggunakan metode kelompok ini mengarahkan sasaran

kegiatannya pada petani secara berkelompok atau kelompok tani. Kegiatan ini

melibatkan tatap muka secara langsung antara penyuluh dengan kelompok tani.

Metode pendekatan kelompok menurut Kartasapoetra (1994) cukup efektif

dikarenakan petani dibimbing dan diarahkan secara kelompok untuk melakukan

sesuatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama. Dalam pendekatan

kelompok banyak manfaat yang dapat diambil, disamping dari transfer tekhnologi

informasi juga terjadinya tukar pendapat dan pengalaman antar sasaran penyuluhan

dalam kelompok yang bersangkutan. Dalam Notoatmodjo (2003), metode pendekatan

untuk kelompok besar dan kecil berbeda. Untuk kelompok besar yaitu peserta

penyuluhan lebih dari 15 orang, metode yang baik antara lain ceramah dan seminar.

Sedangkan untuk kelompok kecil, dimana peserta penyuluhan kurang dari 15 orang

dan metode yang cocok untuk kelompok ini antara lain diskusi kelompok, curah

pendapat, bola salju, kelompok-kelompok kecil.

3. Metode Massa

Kegiatan penyuluhan menggunakan metode ini mengarahkan sasaran

kegiatannya kepada masyarakat tani pada umumnya. Dalam pelaksanaan penyuluhan

menggunakan metode ini , dapat terjadi tatap muka secara langsung antara penyuluh

dengan petani. Namun dapat juga tidak terjadi kontak secara langsung antara petani

dengan penyuluh karena penyuluh menggunakan media seperti radio, televisi atau

sarana komunikasi yang lain.

Dipandang dari segi penyampaian informasi metode ini cukup baik, namun

terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa

peneliti menunjukkan bahwa metode pendekatan massal dapat mempercepat proses

perubahan, tetapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam prilaku. Menurut

Notoatmodjo (2003), metode pendekatan untuk pendidikan massa antara lain ceramah

umum, pidato melalui media elektronik, tulisan di majalah atau koran, billboard.

2.2.3.Media Penyuluhan

Alat bantu/media adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam

menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan

media promosi kesehatan adalah alat bantu pendidikan . Disebut media promosi

kesehatan karena alat-alat tersebut merupakan saluran (channel) untuk

menyampaikan informasi kesehatan dan karena alat-alat tersebut digunakan untuk

memudahkan penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien.

Sesorang atau masyarakat di dalam proses pendidikan dapat memperoleh

pengalaman/pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu pendidikan. Tetapi

masing-masing alat mempunyai intensitas yang berbeda-beda di dalam membantu

permasalahan sesorang.

Berdasarkan fungsinya sebagai menyampaikan pesan-pesan kesehatan, media

dibagi 3, yakni (Notoatmodjo, 2007):

1. Media cetak

Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat

bervariasi, antara lain seperti booklet, leaflet, flyer, flif chart, rubric, poster, dan

foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.

2. Media elektronik

Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan

berbeda-beda jenisnya, seperti televisi, radio, video, slide, dan film strip.

3. Media papan (billboard)

Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat berisi dengan

pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan. Media papan disini juga

mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada

kenderaan umum (bus dan taksi).

2.3.Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra

manusia, yakni indera penglihatan, pendengaraan, penciuman, rasa, dan raba.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (overt behavior).

1. Proses adopsi perilaku

Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo 2003 mengungkapkan bahwa

sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang

tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya), hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, orang telah mencoba perilaku baru.

e. Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

2. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan,

yaitu (Notoatmodjo 2003):

a. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.

b. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponennya.

e. Sintesis (synthesis) menunjukkan kepada kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.4.Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari

meruapakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social. Menurut

Newcomb, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2003).

1. Komponen sikap

Menurut Allport (1954), sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupam emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

2. Tingkatan sikap

Seperti pengetahuan, sikap juga terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:

a. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)

b. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan suatu

indikasi dari sikap.

c. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan suatu

mendiskusikan suatu masalah merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu

yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara

langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap

suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis,

kemudian ditanyakan pendapat responden.

2.5. Kerangka Konsep

2.6. Hipotesis Penelitian

1. Ha : Ada pengaruh penyuluhan pestisida terhadap pengetahuan petani jeruk

tentang penyemprotan pestisida.

Ho : Tidak ada pengaruh penyuluhan pestisida terhadap pengetahuan

petani jeruk tentang penyemprotan pestisida.

2. Ha : Ada pengaruh penyuluhan pestisida terhadap sikap petani jeruk tentang

penyemprotan pestisida.

Ho : Tidak ada pengaruh penyuluhan pestisida terhadap sikap petani

jeruk tentang penyemprotan pestisida.

Intervensi:• Penyuluhan Penyemprotan

Pestisida• Leaflet Penyemprotan

Pestisida

Pengetahuan Sikap

Pengetahuan sikap

Kelompok intervensi

Pengetahuan sikap

Kelompok kontrol

Tanpa Intervensi