PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/219/1/Ana...
Transcript of PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/219/1/Ana...
i
PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU
KARYA TERE LIYE MENURUT PERSPEKTIF
PENDIDIKAN AKHLAK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
OLEH
ANA ALLAILY MUSYARROFAH
NIM: 11111092
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
2015
ii
iii
PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU
KARYA TERE LIYE MENURUT PERSPEKTIF
PENDIDIKAN AKHLAK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
OLEH
ANA ALLAILY MUSYARROFAH
NIM: 11111092
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
2015
iv
v
vi
vii
MOTTO
Mata air yang dangkal tetap saja bermanfaat jika jernih dan tulus, tetap
segar airnya.
(Gurutta Ahmad Karaeng)
viii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah Swt atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis persembahkan
skripsi ini kepada:
1. Bapak dan Ibundaku tercinta, Bapak Chabib Mushtofa dan Ibu Alfi Salamah
yang telah banyak berkorban tanpa letih dan pamrih demi kesuksesan
putrinya.Terimakasih atas cinta, kasih sayang, doa, bimbingan dan nasihat
dalam kehidupan ini. Semoga selalu diberikan kesehatan, kebahagiaan, dan
mendapat limpahan kasih sayang Allah Swt dunia akhirat.
2. Kakak-kakakku tersayang, Mas Mu‟allim, Mba Malihatun, Mba Nur Laelatul,
Mba Fathin, Mas Barok, Mas Musa, Mba Umi, Mba Endah, Mas Imron, Mas
Hasan, Mas Rasikin, Mba Nur Khoeriyah, Mas Awan, Mba Dewi yang selalu
memberi arahan, motivasi, doa dan sumber inspirasi dalam hidupku. Semoga
sehat selalu, dimudahkan rezekinya dan selalu dalam kebahagiaan dan
lindungan Allah Swt.
3. Mas Muhammad Ainnurofik yang selalu memberikan semangat, doa, dan
dukungan. Semoga sehat selalu, dimudahkan rezekinya dan selalu dalam
lindungan Allah Swt.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Swt. Atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan
dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
Rasulullah Saw, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna
untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam. Skripsi ini adalah “PESAN
GURUTTA PADA NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE MENURUT
PERSPEKTIF PENDIDIKAN AKHLAK”. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan
penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
4. Ibu Maslikhah, S.Ag., M.Si. sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan dengan ikhlas dan sabar serta pengorbanan
waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Siti Farikhah, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing akademik yang telah
membantu peneliti selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
6. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
x
7. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta
bantuan.
8. Sahabat-sahabatku Azizah, Icha, Titik, Ema, lastri, Nida, Mba Sukrilah, Mba
Diyah, Silvi, Mba Fajar terima kasih atas dukungan, motivasi serta inspirasinya.
9. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2011, khususnya teman-teman PAI kelas
C.
10. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi
ini semoga amal kebaikannya diterima di sisi Allah Swt.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah Swt serta
mendapatkan balasan yang berlipat ganda amiin. Peneliti sadar bahwa dalam
penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
dengan kerendahan hati peneliti mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan penelitian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
peneliti pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan memberikan
sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Aamiin ya robbal „alamiin.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, 29 Agustus 2015
Peneliti,
Ana Allaily Musyarrofah
xi
ABSTRAK
Musyarrofah, Ana Allaily. 2015. Pesan Gurutta pada Novel Rindu Karya Tere
LiyeMenurut Perspektif Pendidikan Akhlak. Skripsi. Jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama
Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Maslikhah, S.Ag., M.Si..
Kata Kunci: Pesan Gurutta, Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak merupakan modal terpenting dalam pembentukan diri pribadi
suatu insan yang berguna untuk menghadapi masa depan yang lebih cerah.
Remaja adalah penerus pembangunan dalam semua Negara. Merosotnya moral
generasi muda merupakan pertanda akan merosotnya moral anak bangsa. Penyebab
merosotnya akhlak bangsa adalah kurangnya pemahaman agama di tengah-tengah
masyarakat dan kurangnyapendidikan akhlak. Kemerosotan akhlak dalam kehidupan
masyarakat merupakan suatu bukti gagalnya pendidikan selama ini terutama dalam
bidang akhlak.Pendidikan akhlak pada era kemajuan teknologi seperti sekarang ini
tidak hanya dapat diperoleh di rumah, di sekolah atau lembaga pendidikan formal
lewat pembelajaran di kelas. Pendidikan akhlak dapat diperoleh dari mana saja. Salah
satunya adalah melalui karya sastra yang bermutu dan berkualitas. Selain sebagai
sarana hiburan, karya sastra novel juga bisa sebagai sarana belajar atau pendidikan.
salah satunya adalah novel Rindu karya Tere Liye.Fokus penelitian yang akan dikaji
adalah: 1. Bagaimana pesan Guruttayang berkaitan dengan akhlak terpuji pada novel
Rindu karangan Tere Liye. 2. Bagaimana pesan Gurutta pada novel Rindu dalam
perspektif pendidikan Akhlak. 3. Apaimpilkasi pesan Guruttadalam pendidikan
Akhlak.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research),
menggunakan pendekatan deskriptif analisis dengan menggambarkan dan
menjelaskan teks-teks dalam novel yang mengandung tentang pendidikan akhlak
dengan menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks
yang dideskripsikan.Sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode
dokumetasi (documentation research methode),analisis data yang digunakan dalam
skripsi ini adalah analisis isi (content analysis).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1. Pesan Gurutta mengandung 23
macam akhlak terpuji yaitu menerima takdir, bersyukur, menaati perintah Allah Swt,
tobat, khauf dan raja‟, tawakal, adil terhadap diri sendiri, pantang menyerah, tidak
mementingkan diri sendiri, sabar, ikhlas, tegar, optimis, lapang dada, ta‟awun,
berkumpul dengan orang baik, berbuat baik, menutup aib, solidaritas, menghargai
orang lain, pemaaf, memaafkan kesalahan orang tua, dan kasih sayang terhadap orang
tua. 2. Pesan Gurutta mengandung akhlak terhadap Allah Swt (menerima takdir,
bersyukur, menaati perintah Allah Swt, tobat, khauf dan raja‟,dan tawakal); akhlak
terhadap diri sendiri (adil terhadap diri sendiri, gigih, tidak mementingkan diri sendiri,
sabar, ikhlas, tegar, optimis,dan lapang dada); akhlak terhadap sesama yang meliputi
ta‟awun, berkumpul dengan orang baik, berbuat baik, menutup aib, solidaritas,
menghargai orang lain, dan pemaaf); akhlak terhadap orang tua (memaafkan
kesalahan orang tua dan kasih sayang terhadap orang tua). 3. Implikasi pesan Gurutta
dalam pendidikan akhlak yaitu pesan Gurutta diterapkan dengan menceritakan kisah-
kisah yang terdapat dalam al-Qur‟an, memberikan contoh perilaku terpuji yang
dilakukan orang lain, dan menasihati dengan menyertakan dalil al-Qur‟an dan hadits
serta harus dimanifestasikan dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL .................................................................................................................. i
LEMBAR BERLOGO .......................................................................................... ii
JUDUL .................................................................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ iv
PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... .. vi
MOTTO ................................................................................................................ vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................ xi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Fokus Penelitian .............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 6
E. Metode Penelitian ............................................................................ 7
F. Penegasan Istilah ............................................................................. 11
G. Sistematika Penulisan Skripsi .......................................................... 12
xiii
BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 14
A. Gambaran Umum Novel .................................................................. 14
1. Pengertian Novel ......................................................................... 14
2. Unsur-unsur Novel ...................................................................... 15
3. Tujuan Novel .............................................................................. 27
4. Hubungan Novel dengan Karya Ilmiah ...................................... 28
5. Novel Rindu dan Pesan Akhlak Terpuji ..................................... 30
B. Pendidikan Akhlak .......................................................................... 32
1. Pendidikan .................................................................................. 32
2. Akhlak ......................................................................................... 35
3. Pendidikan Akhlak ...................................................................... 40
4. Ruang Lingkup Akhlak ............................................................... 46
BAB III BIOGRAFI ......................................................................................... 53
A. Biografi Pengarang .......................................................................... 53
B. Biografi Novel ................................................................................. 56
1. Tema ........................................................................................... 56
2. Penokohan ................................................................................... 56
3. Alur ............................................................................................. 63
4. Sudut Pandang ............................................................................ 65
5. Latar atau Setting ........................................................................ 66
6. Gaya Bahasa ............................................................................... 67
C. Pesan Gurutta dalam Novel Rindu .................................................. 68
xiv
BAB IV ANALISIS DATA ............................................................................... 85
A. Pesan Gurutta yang Berkaitan dengan Akhlak Terpuji ................... 85
B. Pesan Gurutta pada Novel Rindu dalam Perspektif Pendidikan Akhlak
......................................................................................................... 105
1. Akhlak terhadap Allah Swt ......................................................... 105
2. Akhlak terhadap Diri Sendiri ...................................................... 110
3. Akhlak terhadap Sesama ............................................................. 120
4. Akhlak terhadap Orang Tua ........................................................ 128
C. Implikasi pesan Gurutta dalam Pendidikan Akhlak ........................ 130
BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 134
A. Kesimpulan ...................................................................................... 134
B. Saran ................................................................................................ 135
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 137
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 2 Daftar Nilai SKK
Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis
Lampiran 5 Sinopsis Novel Rindu Karya Tere Liye
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, baik kehidupan
keluarga, diri sendiri maupun kehidupan dalam bermasyarakat dan negara.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
1 ayat 1, menuliskan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses belajar pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Zakiah Daradjat dalam Majid (2005: 130)mendefinisikan bahwaPendidikan
Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik
agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati
tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai
pandangan hidup. Akhlak dalam ajaran Islam merupakan ukuran/barometer yang
dapat dijadikan ukuran untuk menilai kadar iman seseorang. Seseorang dapat
dikatakan memiliki kesempurnaan iman apabila dia memiliki budi pekerti/akhlak
yang mulia. Oleh karena itu, masalah akhlak/budi pekerti merupakan salah satu
pokok ajaran Islam yang diutamakan dalam Pendidikan Agama Islam untuk
ditanamkan/diajarkan kepada anak didik.
2
Pendidikan agama berkaitan dengan pendidikan akhlak, tidak berlebihan
kalau dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang
dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah yang dianggap buruk oleh
agama, sehingga nilai-nilai akhlak, keutamaan-keutamaan akhlak dalam
masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama,
sehingga seorang muslim tidak sempurna agamanya kecuali akhlaknya menjadi
baik (Ahid, 2010: 142).
Kedudukan akhlak penting dalam kehidupan, sehingga pendidikan akhlak
harus ditanamkan sedini mungkin. Pendidikan akhlak merupakan modal
terpenting dalam pembentukan diri pribadi suatu insan yang berguna untuk
menghadapi masa depan yang lebih cerah. Pendidikan akhlak yang baik
diharapkan kehidupan suatu umat akan semakin baik dan maju sehingga dengan
ini akan menimbulkan adanya saling peduli dan menyayangi satu sama lain.
Pendidikan akhlak merupakan bagian dalam pemikiran Islam sehingga
salah satu fokus penting dalam pendidikan Islam yaitu pendidikan akhlak. Akhlak
menurut Al-Ghazali adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, dari sifat itu
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan
pertimbangan pikiran lebih dulu (Mansur, 2007: 222). Pendidikan akhlak adalah
usaha sungguh-sungguh untuk mengubah akhlak buruk menjadi akhlak yang baik.
Dapat diartikan bahwa akhlak itu adalah dinamis tidak statis, terus mengarah
kepada kemajuan, dari tidak baik menjadi baik, bukan sebaliknya (Mansur, 2007:
274).
3
Pendidikan akhlak dimulai dari lingkungan keluarga yaitu dengan diberi
bimbingan, petunjuk-petunjuk, dan contoh yang benar agar anak terbiasa
melakukan kebiasaan yang baik. Hidupnya mempunyai pedoman baik di rumah,
di madrasah maupun di lingkungan masyarakat yang dihadapinya.
Akhlak Nabi Muhammad Saw menjadi salah satu contoh akhlak yang baik.
Sejak masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi Rasul
terkenal mempunyai akhlak yang baik. Orang Islam wajib mencontoh akhlak
Nabi Muhammad Saw sebagaimana firman Allah Swt:
لقد كان لكم ف رسول الله أسوة حسنة لمن كان ي رجوا الله والي وم الأخر وذكر
الله كثيرا
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah." (Q.S. Al-
Ahzab/33: 21).
Remaja adalah penerus pembangunan dalam semua negara. Merosotnya
moral generasi muda merupakan pertanda akan merosotnya moral anak bangsa.
Penyebab merosotnya akhlak bangsa adalah kurangnya pemahaman agama di
tengah-tengah masyarakat dan kurangnya pendidikan akhlak. Kemerosotan
akhlak dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu bukti gagalnya pendidikan
selama ini terutama dalam bidang akhlak.
Pendidikan akhlak pada era kemajuan teknologi seperti sekarang ini tidak
hanya dapat diperoleh di rumah, di sekolah atau lembaga pendidikan formal lewat
pembelajaran di kelas. Pendidikan akhlak dapat diperoleh dari mana saja. Salah
satunya adalah melalui karya sastra yang bermutu dan berkualitas. Selain sebagai
4
sarana hiburan, karya sastra novel juga bisa sebagai sarana belajar atau
pendidikan.
Ada beberapa penulis yang memasukkan nilai-nilai pendidikan terutama
pendidikan akhlak dalam setiap karya sastranya. Salah satu karya sastra yang
sarat dengan pendidikan akhlak adalah novel Rindu karya Tere Liye yang
diterbitkan oleh Republika, Jakarta.
Novel ini menceritakan tentang perjalanan panjang ibadah haji yang
berlatar waktu pada masa pemerintahan Hindia Belanda masih menduduki
Indonesia. Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda memberikan pelayanan
perjalanan haji untuk rakyat pribumi yang tergolong kaya dan memiliki uang.
Perjalanan ini menggunakan kapal uap besar yakni kapal Blitar Holland.
Diceritakan tokoh Gurutta Ahmad Karaeng, ulama tersohor asal Makassar
yang mengikuti perjalanan haji. Beliau rutin melakukan shalat berjama‟ah
bersama penumpang yang lain dan mengisi pengajian di kapal setiap sehabis
shalat shubuh. Beliau adalah sosok yang selalu memberikan jawaban terbaik dan
nasihat-nasihat indah untuk menyelesaikan permasalahan masa lalu yang kelam
yang dibawa penumpang dalam kapal tersebut.
Novel ini dibuka dengan cerita yang unik. Penulis novel ini (Tere Liye)
menuliskan fakta sejarah nusantara pada tahun 1938. Salah satunya Indonesia
(yang masih bernama Hindia Belanda) mengikuti piala dunia di Prancis untuk
pertama kalinya. Novel ini tidak hanya menghibur tetapi juga menyajikan kisah-
kisah teladan dari para tokohnya dan juga nasihat-nasihat atau pesan-pesan dari
Gurutta Ahmad Karaeng yang bisa diambil nilai-nilainya bagi kehidupan
khususnya pendidikan akhlak.
5
Kisah-kisah tersebut diceritakan dengan bahasa yang menarik sehingga
tidak membosankan ketika dibaca dan yang lebih penting secara tidak langsung
kisah-kisah tersebut menginspirasi dan memotivasi karena sarat dengan nilai-nilai
pendidikan terutama pendidikan akhlak.
Dengan melihat isi dari novel Rindu yang penuh dengan pelajaran dan
makna kehidupan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE
MENURUT PERSPEKTIF PENDIDIKAN AKHLAK sebagai sebuah karya
sastra yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan akhlak.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memfokuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pesan Guruttayang berkaitan dengan akhlak terpuji pada novel
Rindu karangan Tere Liye?
2. Bagaimana pesan Gurutta pada novel Rindu dalam perspektif pendidikan
akhlak?
3. Apa implikasi pesan Gurutta dalampendidikan akhlak?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pesan Guruttayang berkaitan dengan akhlak terpuji pada
novel Rindu karangan Tere Liye;
2. Untuk mengetahui pesan Gurutta dalam perspektif pendidikan akhlak;
3. Untuk mengetahui implikasi pesan Gurutta dalam pendidikan akhlak.
D. Kegunaan Penelitian
6
Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi yaitu secara
teoretis dan praktis:
1. Secara Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontibusi yang positif bagi
dunia pendidikan pada umumnya dan khususnya bagipengembangan nila-nilai
pendidikan baik umum maupun pendidikan Islam melalui pemanfaatan karya
sastra serta untuk menambah wawasan tentang keberadaan karya sastra (novel)
yang memuat tentang pendidikan.
2. Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Menambah wawasan peneliti mengenai pendidikan akhlak yang
terdapat dalam novel Rindu untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman
dalam bersikap dan berperilaku.
b. Bagi Dunia Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
penggunaan media pembelajaran yang efektif dan efisien dalam rangka
melaksanakan pendidikan melalui media cerita yang inspiratif dalam
mendidik siswa.
c. Bagi Civitas Akademica
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan
untuk penelitian-penelitian yang relevan di masa yang akan datang.
d. Bagi Dunia Sastra
Diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan dan menjadi bahan
pertimbangan dalam membuat sebuah karya, yaitu tidak hanya memuat
7
tentang keindahan dan hiburan semata sebagai daya jual namun juga
memperhatikan isi dan memasukkan pesan-pesan yang dapat diambil dari
karya sastra tersebut.
E. Metode Penelitian
Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud
adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang
berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau
objek penelitian sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan keabsahannya (Ruslan, 2010: 24).
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) dengan
menggunakan pendekatan deskriptif analisis (descriptive of analyze research).
Penelitian ini menggunakan literatur dan teks sebagai objek utama analisis
yaitu dalam penelitian ini adalah novel yang kemudian dideskripsikan dengan
cara menggambarkan dan menjelaskan teks-teks dalam novel yang
mengandung pendidikan akhlak dengan menguraikan dan menganalisis serta
memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan berbagai sumber
data dalam penelitian kali ini adalah metode dokumentasi (documentation
research methode). Model metode dokumentasi yaitu model penelitian dengan
mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku,
8
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya
(Arikunto, 2010: 274).
Metode dokumentasi ini dilakukan penelusuran dengan cara
menghimpun data dari berbagai literatur, baik artikel, jurnal, majalah, maupun
buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Dari pencarian data
model dokumentasi tersebut diharapkan terkumpulnya dokumen atau berkas
untuk melengkapi seluruh unit kajian data yang akan diteliti dan dianalisa lebih
lanjut.
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah beberapa
sumber yang relevan dengan pembahasan skripsi. Adapun sumber data terdiri
dari dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber data utama yang digunakan dalam
penelitian ini berupa Novel Rindu karya Tere Liye yang diterbitkan oleh
Republika, Jakarta pada tahun 2014.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu berbagai literatur yang berhubungan dan
relevan dengan objek penelitian. Peneliti mengambil dari kumpulan
berbagai artikel, jurnal, buku, blog diinternet dan karya tulis lain yang
berkaitan dengan penelitian ini demi memperkaya khazanah intelektual
dalam kajian dan analisis.
9
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis isi (content analysis), dengan menguraikan dan menganalisis serta
memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan.
Isi dalam metode analisis isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan
isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan
naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai
akibat komunikasi yang terjadi. Isi laten adalah isi sebagaimana yang
dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi sebagaimana
terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen (Ratna, 2007: 48).
Sebagaimana metode kualitatif, dasar pelaksanaan metode analisis isi
adalah penafsiran. Apabila proses penafsiran dalam metode kualitatif
memberikan perhatian pada situasi alamiah, maka dasar penafsiran dalam
metode analisis isi memberikan perhatian pada isi pesan. Oleh karena itulah
metode analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang padat isi. Peneliti
menekankan bagaimana memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi
interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa komunikasi (Ratna, 2007: 49).
Langkah-langkah yang peneliti gunakan dalam pengolahan data adalah
sebagai berikut:
a. Langkah deskripsi, yaitu menguraikan teks-teks dalam novel Rindu yang
berhubungan dengan pendidikan akhlak.
b. Langkah interpretasi, yaitu menjelaskan teks-teks dalam novel Rindu yang
berhubungan dengan pendidikan akhlak.
10
c. Langkah analisis, yaitu menganalisis penjelasan dari novel Rindu yang
berhubungan dengan pendidikan akhlak.
d. Langkah pengambilan kesimpulan, yaitu mengambil kesimpulan dari
analisis yang telah penulis lakukan dari novel Rindu yang berhubungan
dengan pendidikan akhlak.
F. Penegasan Istilah
Agar pembaca mudah untuk memperoleh pemahaman dan gambaran yang
pasti terhadap istilah pokok yang tekandung dalam judul tersebut, maka peneliti
akan menjabarkan terlebih dahulu yaitu:
1. Pesan
Pesan adalah suruhan (perintah, nasihat, permintaan, amanat) yang harus
dilakukan atau disampaikan kepada orang lain (poerwadarminta, 1982: 746).
Pesan yang dimaksud adalah pesan atau nasihat Gurutta dalam novel rindu.
Gurutta merupakan bahasa dari etnis Bugis dan Makassar di Sulawesi
Selatan yang menyebut ulama dengan sebutanGurutta. Penambahan “ta” pada
“gurutta” berarti kita. Jadi makna Gurutta adalah guru kita (Kadir, 2013: 1).
2. Pendidikan Akhlak
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat 1menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
11
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Akhlak menurut Al-Ghazali berasal dari kata Al-Khuluq (jamaknya Al-
Akhlaq) ialah ibarat (sifat atau keadaan) dari perilaku yang konstan (tetap) dan
meresap dalam jiwa, daripadanya tumbuh perbuatan-perbuatan dengan wajar
dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan (Zainuddin, 1991:
102). Ibnu Maskawaih dalam Syafaat, Sohari Sahrani, dan Muslih (2008: 59)
mendefinisikan akhlak adalah sikap seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan (terlebih dahulu).
Peneliti mendefinisikan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa
dipikir lagi dan dalam kehendak yang mantap. Jadi, pendidikan akhlak adalah
usaha yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh untuk merubah
akhlak buruk menjadi akhlak baik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini ditulis dengan menggunakan sistematika yang terdiri dari lima
bab yaitu pendahuluan, kajian pustaka, biografi, analisis data, dan penutup.
Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan memuat tentang: latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode
penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.
12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini akan memuat tentang: gambaran umum tentang novel
yang meliputi pengertian novel, unsur-unsur novel, dan
pendidikan akhlak yang mencakup pengertian pendidikan
akhlak, tujuan pendidikan akhlak, dan ruang lingkup akhlak.
BAB III BIOGRAFI
Bab ini akan memuat tentang biografi penulis, biografi novel
yang mencakup tema, alur cerita, penokohan, gaya bahasa dan
latar dalam novel Rindu.
BAB IV ANALISIS DATA
Bab ini memuat tentang pesan Gurutta pada novel Rindu;
pesan Gurutta dalam perspektif pendidikan akhlak; dan pesan
Gurutta implikasinya pada pendidikan akhlak.
BAB IV PENUTUP
Bab ini memuat tentang kesimpulan dan saran.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Novel
1. Pengertian Novel
Secara etimologis, novel berasal dari bahasa latin “novus” berarti baru
dan dalam bahasa Italia disebut “novella”. Suatu prosa naratif yang lebih
panjang daripada cerita pendek yang biasanya memerankan tokoh-tokoh atau
peristiwa imajiner. Novel merupakan karangan sastra prosa yang panjang dan
mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di
sekitarnya dengan cara menonjolkan sifat dan watak tokoh-tokoh itu
(Komaruddin dan Yooke, 2006: 162).
Badudu dan Zain dalam Aziezdan Abdul Hasim (2010: 2)
mendefinisikan bahwa novel merupakan karangan dalam bentuk prosa
tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang dialami
orang dalam kehidupan sehari-hari, tentang suka-duka, kasih dan benci,
tentang watak dan jiwanya, dan sebagainya.
Novel lebih panjang dan lebih kompleks dari cerpen. Umumnya setiap
novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan
sehari-hari dengan menitikberatkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif
tersebut. Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman. Sebuah roman
alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita juga
lebih banyak (Haryanta, 2012: 181).
14
Nurgiyantoro (2012: 4) menyebutkan bahwa novel merupakan sebuah
karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan
yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur
intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut
pandang, dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja juga bersifat imajinatif.
Novel menampilkan suatu kejadian luar biasa pada kehidupan pelakunya,
yang menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya. Novel
merupakan roman yang lebih pendek (Wiyanto, 2012: 213).
2. Unsur-unsur Novel
a. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membangun prosa
(Wiyanto, 2012: 213). Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur
yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar
berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.
Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut pembaca, unsur-unsur (cerita)
inilah yang akan dijumpai jika kita membaca novel. Unsur yang
dimaksud untuk menyebut sebagian saja misalnya, peristiwa, cerita, plot,
penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya
bahasa, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2012: 23).
1) Tema
Tema adalah sumber gagasan atau ide cerita yang
dikembangkan menjadi sebuah karangan yang digunakan pengarang
dalam menyusun cerita(Haryanta, 2012: 270). Stanton dan Kenny
dalam Nurgiyantoro (2012: 67) mendefinisikan bahwa tema adalah
15
makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Sedangkan menurut
Nurgiyantoro (2012: 74) tema dalam sebuah karya sastra, fiksi,
hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun
cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah
kemenyeluruhan.
Dapat disimpulkan bahwa tema merupakan ide pokok atau
gagasan yang terkandung dalam sebuah cerita. Untuk menemukan
tema sebuah karya fiksi haruslah disimpulkan dari keseluruhan
cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema
merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan
sendirinya, ia akan tersembunyi dibalik cerita yang mendukungnya
(Nurgiyantoro, 2012: 68).
Stanton dalam Nurgiyantoro (2012: 87) mengemukakan
sejumlah kriteria yang dapat diikuti untuk menemukan dan
menafsirkan tema sebuah novel yaitu sebagai berikut:
a) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan
tiap detil cerita yang menonjol.
b) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat
bertentangan dengan tiap detil cerita.
c) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri
pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung
maupun tak langsung dalam novel yang bersangkutan.
16
d) Penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada
bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau yang disarankan
dalam cerita.
2) Penokohan (Perwatakan)
Jones dalam Nurgiyantoro (2012: 165) mendefinisikan
penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang
yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh cerita satu dan yang
lainnya tentu tidak sama. Sebab, masing-masing tokoh itu
mempunyai watak. Pemberian watak pada tokoh itu dinamakan
perwatakan (Wiyanto, 2012: 216).
Para tokoh dalam sebuah novel yang baik itu yang menarik,
menimbulkan rasa ingin tahu, konsisten, menyakinkan, kompleks,
dan realistis (Aziez dan Abdul Hasim, 2010: 61).Tokoh-tokoh cerita
dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis
penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan.
Berikut ini adalah pembedaan tokoh menurut Nurgiyantoro (2012:
176) dilihat dari sudut pandang dan tinjauan tertentu.
a) Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam
sebuah cerita ada 2 yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan
(1) Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya
dalam novel yang bersangkutan dan selalu hadir sebagai
pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik penting yang
mempengaruhi plot.
17
(2) Tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya dalam
keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan
kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh
utama, secara langsung ataupun tak langsung.
b) Berdasarkan fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan menjadi 2
yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis
(1) Tokoh protagonis merupakan tokoh yang menampilkan
sesuatu sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita,
pembaca.
(2) Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik.
Tokoh antagonis berperan sebagai penghalang tokoh
protagonis dan menggagalkan segala rencana yang dibuat
tokoh protagonis (Sambu, 2013: 64)
c) Berdasarkan perwatakannya tokoh dapat dibedakan menjadi 2
yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat.
(1) Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh
yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat
watak yang tertentu saja.
(2) Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap
berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian
dan jati dirinya.
d) Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan
tokoh-tokoh cerita dalam novel, tokoh dapat dibedakan ke dalam
tokoh statis dan tokoh berkembang.
18
(1) Tokoh statis adalah tokoh yang memiliki sifat dan watak yang
relatif tetap, tidak berkembang dari awal hingga akhir cerita.
(2) Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perubahan
dan perkembangan watak, sejalan dengan perkembangan
peristiwa dan plot.
e) Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap
(sekelompok) manusia dari kehidupan nyata, dibedakan ke dalam
tokoh tipikal dan tokoh netral.
(1) Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan
keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan
kualitas pekerjaan atau kebangsaannya.
(2) Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi
cerita itu sendiri.
3) Alur (Plot)
Alur adalah jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk
mencapai efek tertentu (pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan
temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal atau sebab
akibat)(Haryanta, 2012: 12). Aziez dan Abdul Hasim (2010: 68)
mendefinisikan alur adalah suatu urutan cerita atau peristiwa yang
teratur dan terorganisasi. Istilah alur sama dengan istilah plot
maupun struktur cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu
cerita bisa terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai
macam (Aminuddin, 1991: 83).
19
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit
orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara
berbagai unsur fiksi yang lain. Kejelasan tentang kaitan antar
peristiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah
pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan plot
dapat berarti kejelasan cerita, kesederhanaan plot berarti kemudahan
cerita untuk dimengerti. Sebaliknya, plot sebuah karya fiksi yang
kompleks, ruwet, dan sulit dikenali hubungan kausalitas
antarperistiwanya, menyebabkan cerita menjadi lebih sulit dipahami
(Nurgiyantoro, 2012: 110).
Wiyanto (2012: 215-216) membagi plot atau alur menjadi 3,
yaitu alur maju, alur mundur, dan alur campuran:
a) Alur maju yaitu apabila peristiwa-peristiwa dalam cerita
berurutan, baik berurutan waktu maupun berurutan kejadiannya.
b) Alur mundur yaitu apabila peristiwa terakhir didahulukan
kemudian bergerak ke peristiwa-peristiwa sebelumnya.
c) Alur campuran yaitu apabila susunan peristiwanya ada yang maju
dan ada yang mundur.
4) Sudut pandang
Sudut pandang adalah cara dan pandangan yang dipergunakan
pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar
dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya
fiksi kepada pembaca (Haryanta, 2012: 256).
Sudut pandang dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu:
20
a) Sudut pandang orang pertama
(1) Sudut pandang orang pertama sentral
Tokoh sentralnya adalah pengarang yang secara langsung
terlibat di dalam cerita. Kata ganti yang digunakannya adalah
kata ganti orang pertama (saya, aku, kita) (Wiyanto, 2012:
218).
(2) Sudut pandang orang pertama sebagai pembantu
Sudut pandang ini menampilkan “aku” hanya sebagai
pembantu yang mengantarkan tokoh yang menjadi tumpuan
cerita (Wiyanto, 2012: 218).
b) Sudut pandang orang kedua
Dalam sudut pandang ini, penulis menempatkan pembaca
sebagai karakter utama. Penulis sebagai narator, menjelaskan apa
saja yang dilakukan, dirasakan, dan dipikirkan karakter utama
sekaligus pembaca. Sudut pandang ini menggunakan kata ganti
orang kedua “kamu, kau, anda atau dikau.” (Sambu, 2013: 78).
c) Sudut pandang orang ketiga
(1) Sudut pandang orang ketiga serba tahu
Pengarang berada di luar cerita dan menjadi pengamat yang
tahu segalanya. Kata ganti yang digunakannya adalah kata
ganti orang ketiga (dia, mereka, atau menyebutkan nama
pelaku) (Wiyanto, 2012: 218).
(2) Sudut pandang orang ketiga terbatas
21
Pengarang sebagai pengamat yang terbatas hak ceritanya. Ia
hanya menceritakan apa yang dialami oleh tokoh yang
menjadi tumpuan cerita (Wiyanto, 2012: 218).
5) Latar atau Setting
Latar atau setting adalah keterangan mengenai waktu, ruang,
dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra (Haryanta, 2012:
150). Latar menunjukkan tempat, waktu atau kondisi dari narasi atau
dialog yang disampaikan oleh beberapa tokoh yang terdapat di
dalam cerita tersebut (Nugroho, 2014: 200). Latar atau setting
berkaitan dengan elemen-elemen yang memberikan kesan abstrak
tentang lingkungan, baik tempat maupun waktu, di mana para tokoh
menjalankan perannya. Latar ini biasanya diwujudkan dengan
menciptakan kondisi-kondisi yang melengkapi cerita. Baik dalam
dimensi waktu maupun tempatnya, suatu latar bisa diciptakan dari
tempat dan waktu imajiner ataupun faktual (Aziez dan Abdul Hasim,
2010: 74).Setting bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat
fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis tetapi juga
memiliki fungsi psikologis sehingga setting mampu menuansakan
makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu
yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya
(Aminuddin, 1991: 67).
Latar atau setting mencakup tiga hal, yaitu setting tempat,
setting waktu, dan setting suasana.
22
a) Setting tempat, yaitu lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi(Nurgiyantoro, 2012: 227).
b) Setting waktu, yaitu berhubungan dengan masalah “kapan”
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Sebuah peristiwa bisa saja terjadi pada masa sepuluh
tahun yang lalu, zaman majapahit, zaman revolusi fisik, atau
zaman sekarang. Bisa juga pagi, siang, sore, atau malam hari
(Wiyanto, 2012: 217).
c) Setting sosial, yaitu mengarah pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat
yang diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2012: 233).
6) Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara khas dalam menyampaikan pikiran
dan perasaan. Gaya bahasa dapat menimbulkan perasaan tertentu,
dapat menimbulkan reaksi tertentu, dan dapat menimbulkan
tanggapan pikiran pembaca (Wiyanto, 2012: 218). Cara seorang
pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media
bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna
dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi
pembaca (Aminuddin, 1991: 72).
Gaya bahasa dalam Wikipedia (2015: 1-3) ada beberapa
macam, yaitu alegori, metafora, simile, sinestesia, litotes, hiperbola,
personifikasi, enumerasio, dan satire.
23
a) Alegori, yaitu menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau
penggambaran.
b) Metafora, yaitu gaya bahasa yang membandingkan suatu benda
dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau
hampir sama.
c) Simile, yaitu pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang
dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya,
bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai".
d) Sinestesia, yaitu suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang
dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
e) Litotes, yaituungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta
dengan tujuan merendahkan diri.
f) Hiperbola, yaitu pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan
sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
g) Personifikasi, yaitupengungkapan dengan menggunakan perilaku
manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
h) Enumerasio, yaituungkapan penegasan berupa penguraian bagian
demi bagian suatu keseluruhan.
i) Satire, yaituungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau
parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan.
7) Amanat
Karya sastra selain berfugsi sebagai hiburan bagi pembacanya,
juga berfungsi sebagai sarana pendidikan. Dengan kata lain,
pengarang selain ingin menghibur pembaca (penikmat) juga ingin
24
mengajari pembaca. Ajaran yang ingin disampaikan itu dinamakan
amanat, jadi, amanat adalah unsur pendidikan, terutama pendidikan
moral, yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca
lewat karya sastra yang ditulisnya. Unsur pendidikan ini tentu saja
tidak disampaikan secara langsung. Pembaca karya sastra baru dapat
mengetahui unsur pendidikannya setelah membaca seluruhnya
(Wiyanto, 2012: 218-219).
b. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah usur-unsur yang berada di luar karya sastra
itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem
organisme karya sastra. Meskipun demikian, unsur ekstrinsik cukup
berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh
karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang
sebagai sesuatu yang penting (Nurgiyantoro, 2012: 24). Sementara itu,
Wellek dan Warren dalam Nurgiyantoro (2012: 24) menjelaskan bahwa
unsur yang dimaksud adalah keadaan subjektivitas individu pengarang
yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya
itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Pendek kata, unsur
biografi pengarang akan turut menentukan corak karya yang
dihasilkannya.
Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi politik, dan
sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra, dan itu merupakan
unsur ekstrinsik pula (Nurgiyantoro, 2012: 24).
3. Tujuan Novel
25
a. Menciptakan keindahan. Hal ini karena novel dibuat dari sususan kalimat
yang dirangkai secara indah agar mampu menyenangkan hati para
penikmat novel (Remedia, 2014: 2).
b. Menghibur. Bagi mereka yang menikmati novel, akan merasa terhibur
atas sajian keindahan yang ada tersebut. Novel dapat dijadikan sebagai
media informasi, edukasi, dakwah, dan sebagainya, namun semua itu
harus disajikan dengan cara yang menghibur (Sambu, 2013: 9).
c. Menyebarkan pengetahuan. Dengan adanya novel, maka pemikiran yang
dimiliki oleh orang lain bisa diketahui masyarakat. Sehingga masyarakat
yang membaca novel bisa mendapatkan pengetahuan baru yang
bermanfaat (Remedia, 2014: 2).
d. Memberikan bekal pendidikan bagi para pecinta sastra. Sebab, dalam
sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai tradisi budaya bangsa yang
turun temurun dari setiap generasi. Sehingga karya sastra dijadikan
media untuk menjaga keluhuran budaya dari sebuah masyarakat dan
memperkenalkan kepada generasi penerus dan masyarakat luar
(Remedia, 2014: 2).
e. Memberikan pengalaman emosional yang kuat kepada pembaca.Teknik
menulis fiksi dengan baik, sekaligus bisa menyuguhkan pengalaman
emosional yang kuat pada pembaca penting bagi seorang penulis novel.
Pada dasarnya, novel adalah media hiburan. Ketika pembaca sudah
terhibur, mereka akan dapat lebih mudah menerima pendidikan, dakwah,
atau apa pun informasi yang ingin kita selipkan. Walt Disney pernah
berkata, “Saya lebih suka menghibur orang dan berharap mereka
26
mendapat pelajaran dari situ, ketimbang mengajari mereka dan berharap
mereka terhibur.” Maka dari itu, penting bagi penulis fiksi untuk tahu
bagaimana cara memberikan pengalaman emosional yang kuat pada
pembaca (Sambu, 2013: 12).
4. Hubungan Novel dengan Karya Ilmiah
Karya ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan gagasan,
deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis, disajikan secara objektif
dan jujur, dengan menggunakan bahasa baku, serta didukung oleh fakta,
teori, dan/atau bukti-bukti empirik. Karya ilmiah merupakan karya tulis yang
isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan
oleh seorang penulis atau peneliti. Tujuannya untuk memberitahukan sesuatu
hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca (Dalman, 2012: 5).
Karya tulis atau karangan ilmiah menyajikan gagasan atau argumen
keilmuan berdasarkan fakta. Gagasan keilmuan itu harus dapat dipercaya dan
diterima kebenarannya, sehingga perlu kriteria penyajian secara benar
(Kusmana, 2010: 3). Pada hakikatnya, karya tulis ilmiah merupakan laporan
tentang sesuatu hasil penelitian, baik dari penelitian kepustakaan (library
research), laboratorium, atau penelitian di masyarakat (field research )
(Agam, 2009: 16).
Suatu karangan yang menyajikan fakta umum, tetapi tidak disajikan
dengan metodologi penulisan karya tulis ilmiah yang benar, maka karangan
tersebut tidak dapat dikelompokkan ke dalam karangan ilmiah. Dengan
demikian, karya tulis ilmiah merupakan karangan tentang ilmu pengetahuan
yang menyajikan fakta bersifat umum dan ditulis dengan metodologi
27
penulisan karya tulis ilmiah. Fakta umum yang dimaksudkan adalah fakta
yang dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah (Kusmana, 2010: 3).
Karya fiksi seperti halnya dalam kesastraan Inggris dan Amerika,
menunjuk pada karya yang berwujud novel dan cerita pendek (Nurgiyantoro,
2012: 9). Karya fiksi merupakan suatu karya yang menyaran kepada cerita
yang bersifat rekaan, yaitu cerita yang tidak benar-benar terjadi dalam
kehidupan nyata sehingga tidak perlu dicari kebenarannya, akan tetapi unsur
penciptaannya merupakan pandangan si penulis dari kehidupan nyata
disekitar lingkungan si penulis.
Apakah ada hubungannya antara novel dan karya ilmiah? Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karya ilmiah merupakan karya
tulis yang dapat dipercaya dan dapat dibuktikan kebenarannya sedangkan
novel merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan
nyata.
Finoza dalam Dalman (2012: 6) mengklasifikasikan karangan menurut
bobot isinya atas tiga jenis, yaitu: karangan ilmiah, karangan semi ilmiah atau
ilmiah populer, dan karangan nonilmiah. Yang tergolong ke dalam karangan
ilmiah antara lain: makalah, laporan, skripsi, tesis, disertasi. Yang tergolong
karangan semi ilmiah, antara lain: artikel, editorial, opini, feuture, reportase.
Yang tergolong ke dalam nonilmiah antara lain: anekdot, dongeng, hikayat,
cerpen, novel, roman, dan naskah drama (Dalman, 2012: 6).
Novel termasuk karya non ilmiah bukan ilmiah karena novel tidak
benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata. Tetapi, novel dapat dikaji secara
28
ilmiah apabila dalam novel tersebut terdapat nilai-nilai pendidikan yang
diteliti dengan menggunakan kaidah-kaidah penulisan ilmiah.
5. Novel Rindu dan Pesan Akhlak Terpuji
Novel rindu adalah novel Tere Liye yang terbit pada tahun 2014. Novel
ini berkisah tentang perjalanan panjang jamaah haji pada tahun 1938. Sebuah
perjalanan panjang ini dimulai ketika sebuah kapal besar bernama
BlitarHolland mendarat di Pelabuhan Makassar. Kapal tersebut nantinya akan
berhenti dan menaikkan penumpang di Pelabuhan Surabaya, Semarang,
Batavia, Lampung, Bengkulu, Padang, Banda Aceh hingga Jeddah.Novel
Rindu tidak hanya bercerita tentang perjalanan panjang ke Tanah Suci.
Beragam tragedi, konflik, dan serangkaian peristiwa menyertainya. Novel ini
semakin berbobot dengan cuplikan sejarah di beberapa daerah yang dijadikan
setting. Seperti sejarah yang ada di kota Semarang.
Bergeser lagi ke selatan, terdapat bangunan paling indah di masa itu
(sekarang dikenal dengan nama Lawang Sewu yang berarti seribu
pintu). Bangunan itu merupakan kantor pusat perusahaan kereta api
Nederlandsch Indishe Spoorweg Maatschappij (NISM). Sesuai
namanya, bangunan itu memiliki lebih banyak pintu dan jendela
dibandingkan lima puluh rumah dijadikan satu. Taman di halaman
bangunan itu saja sudah cukup membuat betah mata memandang (hlm:
171).
Novel Rindu istimewa karena adanya seorang tokoh ulama.Ulama
tersebut adalah Gurutta Ahmad Karaeng yang digambarkan sebagai ulama
yang sempurna, berilmu, dan beradab. Bahkan empat dari lima pertanyaan
besar di novel Rindu terjawab sempurna dari lisannya yang bijak.
"Tapi kembali lagi ke soal takdir tadi, mulailah menerimanya dengan
lapang hati, Kang Mas. Karena kita mau menerima atau menolaknya,
dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah
kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa-basi
menyapapun tidak. Tidak peduli. Nah, kabar baiknya, karena kita tidak
29
bisa mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya.
Kita tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya.
Apakah bersedia menerimanya atau mendustakannya." (hlm: 471).
“Maka jangan pernah merusak diri sendiri. Kita boleh jadi benci atas
kehidupan ini. Boleh kecewa. Boleh marah. Tapi ingatlah nasihat lama,
tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri. Akan dia rawat
kapalnya, hingga dia bisa tiba di pelabuhan terakhir. Maka, jangan
rusak kapal kehidupan milik kau, Ambo, hingga dia tiba di dermaga
terakhirnya.” (hlm: 284)
B. Pendidikan Akhlak
1. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 326)
secara bahasa berasal dari kata “didik” yang artinya pelihara dan latih.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.
Secara terminologis, ada beberapa pengertian pendidikan
menurut pendapat para tokoh, yaitu sebagai berikut:
1) John S. Brubacher dalam Suwarno (2006: 20), pendidikan adalah
proses pengembangan potensi, kemampuan, dan kapasitas manusia
yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian disempurnakan
dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat
(media) yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat
digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
2) George F. Kneller dalam Suwarno (2006: 20), pendidikan dalam arti
luas diartikan sebagai tindakan atau pengalaman yang memengaruhi
30
perkembangan jiwa, watak, ataupun kemauan fisik individu.
Pendidikan dalam arti sempit adalah suatu proses
mentransformasikan pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan dari
generasi ke generasi, yang dilakukan oleh masyarakat melalui
lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan tinggi,
atau lembaga-lembaga lain.
3) Nur Ahid dalam Ahid(2010: 12), pendidikan adalah transformasi
ilmu pengetahuan dan nilai kepada peserta didik secara berangsur-
angsur, yang diharapkan bisa diaktualisasikan melalui perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari, yaitu kedudukan dan kondisinya dalam
kehidupan, sehubungan dengan diri, keluarga, kelompok, komunitas
dan masyarakatnya, serta kepada disiplin pribadinya.
4) Ibnu Faris dalamMahmud(2004: 2), pendidikan adalah perbaikan,
perawatan, dan pengurusan terhadap pihak yang dididik dengan
menggabungkan unsur-unsur pendidikan di dalam jiwanya, sehingga
ia menjadi matang dan mencapai tingkat sempurna yang sesuai
dengan kemampuannya.
Dari pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah proses transformasi ilmu pengetahuan, nilai-nilai dan
pengembangan potensi yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa
dan watak individu yang diharapkan bisa diaktualisasikan melalui
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Tujuan Pendidikan
31
Tujuan pendidikan dalam Islam secara garis besarnya adalah untuk
membina manusia agar menjadi hamba Allah yang saleh dengan seluruh
aspek kehidupannya, perbuatan, pikiran, dan perasaannya (Daradjat,
1995: 35).
Al-Abrasy dalam Ahid (2010: 48) menyimpulkan lima tujuan
umum pendidikan sebagai berikut:
1) Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia, mencapai
suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari
pendidikan.
2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
3) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat, atau
yang lebih terkenal sekarang dengan nama tujuan vokasional dan
profesional.
4) Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan
keingintahuan serta memungkinkan mereka mengkaji ilmu demi
ilmu itu sendiri.
5) Mempersiapkan pelajar dari segi profesional, teknikal, dan
pertukangan supaya dapat mengetahui profesi dan pekerjaan yang
membutuhkan keterampilan tertentu, sehingga kelak bisa memenuhi
kebutuhan materi, di samping kebutuhan rohani, dan agama.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk membina manusia agar memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang dibutuhkan dan membentuk manusia memiliki
32
akhlak yang mulia untuk persiapan kehidupan yang bahagia di dunia dan
akhirat.
2. Akhlak
a. Pengertian Akhlak
Secara etimologis, akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata
khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta),
makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan) (Ilyas, 2007: 1).
Secara terminologis, ada beberapa definisi tentang akhlak menurut
para tokoh, diantaranya yaitu:
1) Imam Al-Ghazali dalam Ilyas (2007: 2), akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
2) Ibrahim Anis dalam Ilyas(2007: 2), akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam
perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan.
3) Ahmad Amin dalam Halim (2000: 9), akhlak adalah kehendak yang
dibiasakan artinya apabila kehendak itu membiasakan sesuatu, maka
kebiasaan itu dinamakan akhlak.
4) Ibnu Maskawih dalam Mansur (2007: 221), akhlak adalah keadaan
jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dulu.
33
5) Muhammad bin Ali asy-Syariif al-Jurjani dalam Mahmud (2004:
32), akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat
dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah
dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung.
Dari pendapat para tokoh di atas, peneliti menyimpulkan akhlak
adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir lagi dan dalam
kehendak yang mantap.
b. Fungsi Akhlak Bagi Seorang Muslim
1) Akhlak bukti nyata keimanan seseorang
Keyakinan dan suasana hati pada umumnya secara sangat
mudah dilihat tanda-tanda atau indikator fisiknya. Demikian juga
dengan keyakinan kepada Allah Swt dengan segenap bimbingan dan
ajaran-Nya. Orang yang beriman dan bertaqwa dengan setulusnya
pasti akan tampak pada sinar mukanya. Ketulusan iman akan
terpancar secara jelas di rona wajah (Ahmadi, 2004: 22).
2) Akhlak Hiasan Orang Beriman
Akhlak yang islami bagi seorang muslim bisa diibaratkan
hiasan yang memperindah penampilannya. Ketaatan kepada Allah
dan Rasulullah yang tulus, jika tidak dibarengi dengan perilaku yang
baik kepada orang lain, bisa diibaratkan sebuah benda yang tidak
bermotif (Ahmadi, 2004: 25).
34
3) Akhlak Amalan yang Paling Berat Timbangannya
Salah satu amal manusia yang paling mulia di hadapan Allah
dan paling berat timbangannya di sisi-Nya adalah akhlak dan
merupakan salah satu perilaku yang paling dicintai oleh Rasulullah
Saw (Ahmadi, 2004: 27).
4) Akhlak Mulia Simbol Segenap Kebaikan
Apa yang baik menurut Allah sesungguhnya baik untuk
manusia. Apa yang diperintahkan oleh Allah pasti bermanfaat bagi
manusia. Dalam istilah amar ma‟ruf nahi munkar, ma‟ruf artinya
sesuatu yang dikenal baik dan munkar berarti sesuatu yang
diingkari. Dengan kata lain, sesuatu dianggap sebagai kebaikan jika
dikenal oleh umumnya orang Muslim sebagai kebaikan dan sesuatu
dianggap keburukan adalah jika disepakati oleh umumnya kaum
Muslim sebagai keburukan (Ahmadi, 2004: 32).
5) Akhlak mewujudkan kesejahteraan masyarakat
Ahmad Syauqi menyatakan bahwa bangsa itu hanya bisa
bertahan selama mereka masih memiliki akhlak, bila akhlak telah
lenyap dari mereka, maka mereka akan menjadi lenyap pula
(Mansur, 2007: 234).
Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa akhlak menunjukkan
tingkat keimanan dan ketaatan seseorang kepada Allah Swt dan
Rasulullah Saw dan merupakan simbol segenap kebaikan sehingga
kesejahteraan masyarakat dan bangsa dapat terwujud.
35
c. Kedudukan Akhlak
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam.
Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat dari berbagai sunnah
qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan) Rasulullah Saw. Akhlak Nabi
Muhammad yang diutus menyempurnakan akhlak manusia itu disebut
akhlak Islam atau akhlak Islami, karena bersumber dalam al-Qur‟an yang
menjadi sumber utama agama dan ajaran Islam (Ali, 2008: 349). Akhlak
bukan hanya sekedar sopan santun, tata krama yang bersifat lahiriah dari
seseorang terhadap orang lain melainkan lebih daripada itu (Djatnika,
1996: 11).
Akhlak yang mulia dalam Islam adalah melaksanakan kewajiban-
kewajiban, menjauhi segala larangan-larangan, memberikan hak kepada
yang mempunyainya baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang
berhubungan dengan makhluk, dirinya sendiri, orang lain, dan
lingkungannya (Djatnika, 1996: 24).
Akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan
pengakuan hati, dan akhlak adalah pantulan iman itu pada perilaku,
ucapan, dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak adalah bukti
keimanan dalam perbuatan, yang dilakukaan dengan kesadaran dan
karena Allah semata (Daradjat, 1995: 67). Untuk melihat kuat atau
lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah laku (akhlak) seseorang,
karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari imannya yang
ada di dalam hati (Asmaran, 2002: 110). Muhammad Al-Ghazali dalam
Asmaran (2002: 110), mengemukakan iman yang kuat mewujudkan
36
akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan
akhlak yang jahat dan buruk.
Maslikhah (2009: 13-14) menjelaskan pentingnya kedudukan
akhlak dalam agama Islam adalah sebagai berikut:
1) Akhlak dihubungkan dengan tujuan risalah Islam atau antara
perutusan utama Rasulullah Saw.
2) Akhlak menentukan kedudukan seseorang di akhirat di mana akhlak
yang baik dapat memberatkan timbangan amalan yang baik. Begitu
juga sebaliknya.
3) Akhlak yang baik dapat menghapuskan dosa manakala akhlak yang
buruk boleh merusakkan pahala.
4) Akhlak merupakan sifat Rasulullah Saw dimana Allah Swt telah
memuji Rasulullah karena akhlaknya yang baik.
5) Akhlak tidak dapat dipisahkan dari Islam.
6) Akhlak yang baik dapat menghindarkan seseorang itu daripada
neraka sebaliknya akhlak yang buruk menyebabkan seseorang jauh
dari surga.
Kedudukan akhlak sangat penting dalam Islam karena akhlak tidak
dapat dipisahkan dari iman. Allah Swt mengutus Rasulullah ke dunia
salah satu tujuannya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal
itu menunjukkan bahwa akhlak menempati posisi yang penting dalam
Islam. Seseorang yang mempunyai akhlak yang baik akan mendapatkan
kehidupan yang bahagia di dunia maupun di akhirat. Begitu juga
sebaliknya, seseorang yang mempunyai akhlak yang buruk akan
37
merusakkan pahala dan jauh dari kebahagiaan baik di dunia maupun di
akhirat.
3. Pendidikan Akhlak
a. Pengertian Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak dapat diartikan sebagai proses internalisasi
nilai-nilai akhlak mulia ke dalam diri peserta didik, sehingga nilai-nilai
tersebut tertanam kuat dalam pola pikir (mindset), ucapan dan
perbuatannya, serta dalam interaksinya dengan Tuhan, manusia (dengan
berbagai strata sosial, fungsi, dan perannya) serta lingkungan alam jagat
raya (Nata, 2013: 209). Mansur (2007: 274) mendefinisikan pendidikan
akhlak adalah usaha sungguh-sungguh untuk mengubah akhlak buruk
menjadi akhlak yang baik.
Peneliti mendefinisikan bahwa pendidikan akhlak adalah usaha
yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh untuk merubah
akhlak buruk menjadi akhlak baik menuju terbentuknya kepribadian
yang utama.
b. Tujuan Pendidikan Akhlak
Tujuan utama pendidikan akhlak dalam Islam adalah agar manusia
berada dalam kebenaran dan senantiasa berada dijalan yang lurus, jalan
yang telah digariskan oleh Allah Swt (Mahmud, 2004: 159).
Umiarso (2010: 114) menyebutkan bahwa tujuan pendidikan
akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral
baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam
tingkah laku perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab,
38
ikhlas, jujur, dan suci. Dengan kata lain, pendidikan akhlak bertujuan
untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah).
Pendidikan akhlak juga mempunyai tujuan-tujuan lain (Mahmud,
2004: 160) di antaranya:
1) Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang selalu
beramal saleh.
2) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang menjalani
kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam, melaksanakan apa yang
diperintahkan agama dan meninggalkan apa yang diharamkan,
menikmati hal-hal yang baik dan dibolehkan serta menjauhi segala
sesuatu yang dilarang, keji, hina, buruk, tercela, dan mungkar.
3) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa berinteraksi
secara baik dengan sesamanya, baik dengan orang muslim maupun
nonmuslim.
4) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mampu dan mau
mengajak orang lain ke jalan Allah, melaksanakan amar ma‟ruf nahi
munkar dan berjuang fii sabilillah demi tegaknya agama Islam.
5) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mau merasa bangga
dengan persaudaraannya sesama muslim dan selalu memberikan
hak-hak persaudaraan tersebut, mencintai dan membenci hanya
karena Allah, dan sedikit pun tidak kecut oleh celaan orang hasad
selama dia berada di jalan yang benar.
6) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bahwa dia
adalah bagian dari seluruh umat Islam yang berasal dari berbagai
39
daerah, suku, dan bahasa. Atau insan yang siap melaksanakan
kewajiban yang harus ia penuhi demi seluruh umat Islam selama dia
mampu.
7) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bangga
dengan loyalitasnya kepada agama Islam dan berusaha sekuat tenaga
demi tegaknya panji-panji Islam di muka bumi.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan akhlak adalah menciptakan manusia yang beriman dan
beramal shaleh untuk mencapai keharmonisan dan kebahagiaan dalam
berhubungan dengan Allah Swt, berhubungan dengan sesama makhluk
dan juga alam sekitar sehingga dapat menggapai kebahagiaan di dunia
dan di akhirat.
c. Pendidikan Akhlak dalam Keluarga
Pendidikan akhlak anak pada dasarnya adalah tanggungjawab
orangtua. Hal ini disebabkan, karena kedua orang tuanyalah orang yang
pertama dikenal dan diterimanya pendidikan (Ahid, 2010: 61).
Pendidikan akhlak di dalam keluarga dilaksanakan dengan contoh dan
teladan dari orangtua. Perilaku dan sopan santun orang dalam hubungan
dan pergaulan antara ibu dan bapak, perlakuan orang tua terhadap anak-
anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain di dalam
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat akan menjadi teladan
bagi anak-anak (Daradjat, 1995: 60).
Proses peletakan dasar-dasar pendidikan (basic educational) di
lingkungan keluarga, merupakan tonggak awal keberhasilan proses
40
pendidikan selanjutnya, baik secara formal maupun non formal (Ahid,
2010: 63). Pengalaman yang dilalui anak di lingkungan keluarga akan
berpengaruh tehadap kepribadiannya. Oleh karena itu, situasi rumah
tangga hendaknya dapat menunjang terbentuknya kepribadian yang baik
(Ahid, 2010: 113).
Pendidikan akhlak dalam keluarga merupakan tanggungjawab
orang tua. Sifat dan perilaku orang tua akan menjadi teladan bagi anak-
anak. Orang tua harus dapat menjadi teladan yang baik dan menciptakan
situasi di dalam keluarga yang dapat menunjang terbentuknya akhlak
yang baik pada seluruh anggota keluarga khususnya anak.
d. Pendidikan Akhlak dalam Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan, tempat peserta didik
melaksanakan interaksi proses belajar mengajar secara formal dan
merupakan lembaga pelaksanan internalisasi nilai-nilai dari suatu
kebudayaan, kepada peserta didik secara terarah dan memiliki tujuan
(Ahid, 2010: 66).
Pada awalnya, pendidikan akhlak menjadi tanggungjawab
keluarga. Tetapi ketika anak mulai memasuki usia sekolah, pendidikan
akhlak juga menjadi tanggungjawab sekolah terutama pendidik. Pada
umumnya, anak akan meniru seluruh sikap, perbuatan, dan perilaku
orang tua dan gurunya. Jadi, panutan akhlak di rumah adalah ayah, ibu,
dan anggota keluarga lainnya, sedangkan di sekolah adalah guru, teman
belajar dan teman bermain. (Mansur, 2007: 286).
41
Tugas terpenting bagi seorang guru atau pendidik terhadap anak
adalah senantiasa menasihati dan membina akhlak mereka, serta
membimbing agar tujuan utama mereka dalam menuntut ilmu adalah
untuk mendekatkan diri kepada Allah (Mansur, 2007: 289).
Guru atau pendidik bertanggungjawab atas pendidikan akhlak anak
setelah orang tua. Setelah anak memasuki usia sekolah, kebersamaan
dengan orangtua yang menjadi teladan utama bagi anak akan berkurang.
Anak akan lebih sering melewati hari-hari bersama guru dan teman
mereka. Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik harus dapat
menciptakan lingkungan belajar yang Islami serta menjadi teladan yang
baik, senantiasa menasihati dan membina akhlak anak agar menjadi
pribadi yang berakhlak mulia dan semakin mendekatkan diri kepada
Allah Swt.
e. Urgensi Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak secara historis merupakan respons terhadap
adanya kemerosotan akhlak pada masyarakat dengan karakter budaya
kota, yaitu masyarakat yang cenderung ingin serba cepat, tergesa-gesa,
pragmatis, hedonistik, materialistik, penuh persaingan yang tidak sehat,
permissive, mengambil keputusan serba cepat, dan menghadapi berbagai
masalah: sosial, ekonomi, politik, budaya, ilmu pengetahuan dan
sebagainya (Nata, 2013: 211).
Pendidikan akhlak menjadi bagian yang penting dalam substansi
pendidikan Islam sehingga al Qur‟an menganggapnya sebagai rujukan
terpenting bagi seorang muslim, rumah tangga islami, masyarakat islami,
42
dan umat manusia seluruhnya. Akhlak adalah buahnya Islam yang
diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan akhlak
menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlak, yang
merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu dan
masyarakatnya, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan
kehidupan binatang (Hafidz dan Kastolani, 2009: 107).
Akhlak masyarakat membawa dampak besar dalam kebahagiaan
dan kesejahteraan suatu bangsa dan negara. Akhlak yang baik dapat
tercapai dengan adanya pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak adalah
salah satu bagian penting yang harus dilaksanakan dalam pendidikan
Islam dan merupakan salah satu tujuan diutusnya Rasulullah Saw.
Dengan akhlak yang baik maka akan tercipta kehidupan yang sejahtera,
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
4. Ruang Lingkup Akhlak
a. Akhlak Mahmudah
Akhlak mahmudah adalah perbuatan-perbuatan baik yang datang
dari sifat-sifat batin yang ada dalam hati menurut syara‟ (Mansur, 2007:
239). Akhlak mahmudah atau akhlak yang mulia ada beberapa macam
yaitu akhlak terhadap Allah Swt, akhlak terhadap Rasulullah Saw,
akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap
sesama manusia, dan akhlak terhadap lingkungan.
1) Akhlak terhadap Allah Swt
Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran
bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji
43
demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun
tidak akan menjangkau hakekatnya (Umiarso dan Haris, 2010: 111).
Nata (2002: 147) mengemukakan ada empat alasan mengapa
manusia perlu berakhlak kepada Allah Swt:
a) Allah yang telah menciptakan manusia.
b) Allah yang memberikan perlengkapan pancaindera, berupa
pendengaran, penglihatan, akal pikiran, dan hati sanubari,
disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada
manusia.
c) Allah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia.
d) Allah yang memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan menguasai daratan dan lautan.
Di antara akhlak mahmudah kepada Allah Swt adalah beriman
kepada Allah, taqwa, Cinta kepada Allah Swt, menerima takdir
Allah Swt, tawakal, bertobat kepada Allah Swt, bersyukur, khauf
dan Raja‟, percaya pada takdir Allah Swt.
2) Akhlak terhadap Rasulullah Saw
Akhlak terhadap Rasulullah Saw yaitu beriman dengan penuh
keyakinan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah benar-benar Nabi
dan Rasul Allah yang menyampaikan risalah kepada seluruh
manusia dan mengamalkan sunnah yang baik yang berbentuk
suruhan ataupun larangan (Maslikhah, 2009: 10).
44
Di antara akhlak mahmudah kepada Rasulullah adalah beriman
kepada Rasulullah Saw, cinta kepada Rasulullah Saw, dan
bershalawat kepada Rasulullah Saw.
3) Akhlak terhadap Diri Sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan
menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri
dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai
ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan
dengan sebaik-baiknya (Umiarso dan Haris, 2010: 112).
Akhlak terhadap diri sendiri antara lain shidiq, amanah,
istiqamah, Iffah, syaja‟ah, sabar, ikhlas, lapang dada, tegar, adil
terhadap diri sendiri, pantang menyerah (gigih), dan optimis.
4) Akhlak terhadap Orang tua
Akhlak terhadap orang tua yaitu berbuat baik (berbakti)
kepada ibu bapak (Maslikhah, 2009: 10). Risalah Islam yang
senantiasa menjunjung tinggi akhlak kemanusiaan memberikan
perhatian besar terhadap hubungan orang tua dan anak.
Akhlak terhadap orang tua antara lain: birrul walidain,
berkasih sayang terhadap orang tua, berbuat baik kepada orang tua
yang telah meninggal, menghormati dan memuliakan orang tua,
membantu orang tua secara fisik dan materiil.
5) Akhlak terhadap Sesama Manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya
secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain.
45
Untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong menolong dengan
orang lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara
karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasakan kita dan
merupakan orang yang paling dekat dengan kita (Umiarso dan Haris,
2010: 12).
Akhlak terhadap sesama manusia antara lain: mengucapkan
salam, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, memenuhi
undangan, rendah hati dan tidak sombong, memaafkan kesalahan
sesama muslim dan menutup aibnya (Salamulloh, 2008: 106). Masih
banyak akhlak terhadap sesama seperti solidaritas, tolong menolong,
saling menghargai, berkumpul dengan orang baik, dan berbuat baik.
6) Akhlak Mahmudah terhadap Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia,
baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak
bernyawa (Nata, 2002: 150).
Manusia hidup memerlukan lingkungan karena manusia hidup
di dalam lingkungan. Lingkungan perlu dijaga dan diperhatikan.
Lingkungan hidup adalah keadaan sekeliling dari kehidupan
manusia di muka bumi ini. Oleh sebab itu, orang-orang yang
beriman dianjurkan mempunyai akhlak terhadap lingkungan.
Di antara akhlak terhadap lingkungan adalah menyayangi
binatang, tidak membuang sampah sembarangan.
46
b. Akhlak al-Mazmumah
Akhlak al-Mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan
atau kebalikan dari akhlak yang baik.
1) Akhlak Mazmumah Kepada Allah Swt
Dalam rangka menghambakan diri kepada Allah Swt, kita
wajib berakhlak mahmudah kepada-Nya dan jangan sampai
membiasakan berakhlak mazmumah kepada-Nya. Akhlak
mazmumah kepada Allah Swt yaitu mengingkari apa yang
diperintahkan Allah Swt sehingga melahirkan perbuatan-perbuatan
yang buruk (Umiarso dan Haris, 2010: 114).
Di antara akhlak mazmumah terhadap Allah Swt adalah kufur
nikmat, mendustakan takdir Allah Swt, dan mengingkari perintah
Allah Swt.
2) Akhlak Mazmumah terhadap Rasulullah Saw
Akhlak mazmumah terhadap Rasulullah Saw adalah kebalikan
dari akhlak mahmudah kepada Rasulullah Saw yakni tidak beriman
dan tidak yakin bahwa Rasulullah Saw adalah utusan Allah Swt.
3) Akhlak Mazmumah terhadap Diri Sendiri
Akhlak mazmumah terhadap diri sendiri yakni tidak menjaga
amanah dari Allah untuk menjaga dirinya dengan sebaik mungkin.
Melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri, baik di dunia
maupun di akhirat (Ahmadi, 2004: 186).
Di antara akhlak terhadap diri sendiri adalah egois, dengki,
dusta, khianat, pesimis, zalim terhadap diri sendiri.
47
4) Akhlak Mazmumah terhadap Orang Tua
Akhlak mazmumahterhadap Orang Tua pada dasarnya adalah
tidak berbakti kepada orang tua. Dan merupakan dosa besar apabila
durhaka kepada orang tua. Bahkan dosanya nyaris setingkat dengan
dosa kemusyrikan (menyekutukan Allah Swt) (Halim, 2000: 191).
Di antara akhlak mazmumah terhadap orang tua adalah „uququl
walidain (durhaka kepada kedua orang tua).
5) Akhlak Mazmumah terhadap Sesama Manusia
Akhlak mazmumah terhadap sesama manusia pada prinsipnya
ialah pembiasaan perbuatan yang tidak tepat dalam menempatkan
diri di tengah-tengah komunitas manusia, khususnya dilihat dari
kacamata Islam. Sehingga harus ditinggalkan sejauh mungkin oleh
setiap muslim (Halim, 2000: 182).
6) Akhlak Mazmumah terhadap Lingkungan
Akhlak mazmumah terhadap makhluk lain selain manusia
yang harus kita jauhi, pada prinsipnya ialah ketidaktepatan kita
dalam menempatkan makhluk lain itu pada posisinya masing-masing
(Halim, 2000: 211).
48
BAB III
BIOGRAFI
A. Biografi Pengarang
Novel Rindu adalah novel karya seorang penulis berbakat di Indonesia.
Tere Liye adalah nama penulis dari novel Rindu. Nama sebenarnya Tere Liye
adalah Darwis. Tere Liye lahir dan tumbuh dewasa di pedalaman Sumatera. Ia
lahir pada tanggal 21 mei 1979. Tere Liye menikah dengan Ny. Riski Amelia dan
di karunia seorang putra bernama Abdullah Pasai. Tere Liye berasal dari keluarga
sederhana yang orang tuanya berprofesi sebagai petani biasa. Anak ke enam dari
tujuh bersaudara ini sampai saat ini telah menghasilkan banyak karya best seller.
Bahkan beberapa di antaranya telah di angkat ke layar lebar (Wulansari,2014: 1).
Tere Liye meyelesaikan masa pendidikan dasar sampai menengah pertama
di SDN2 dan SMPN 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan. Kemudian melanjutkan
ke SMUN 9 bandar lampung. Setelah selesai di Bandar lampung, ia meneruskan
ke Universitas Indonesia dengan mengambil fakultas Ekonomi. Aktivitasnya
hingga saat ini masih berusaha untuk menghasilkan karya-karya luar biasa yang
dapat memotivasi dan menginspirasi setiap pembacanya (Wulansari,2014: 1).
Penulis yang satu ini memang berbeda dari kebanyakan penulis yang sudah
ada. Biasanya setiap penulis akan memasang foto, nomor kontak yang bisa di
hubungi atau riwayat hidup singkat di bagian belakang setiap karyanya. Meskipun
setiap karya yang di hasilkan laku di pasaran dan menjadi best seller. Namun Tere
Liye seperti menghindari dan menutupi kehidupannya. Tere Liye memang
sepertinya tidak ingin di publikasikan kepada umum terkait kehidupan pribadinya.
49
Itulah cara yang Tere Liye pilih, hanya berusaha memberikan karya terbaik
dengan tulus dan sederhana (Wulansari,2014: 2).
Di antara novel-novel karya Tere Liye adalah sebagai berikut:
1. Moga Bunda disayang Allah Swt (Penerbit Republika, 2006)
Novel Moga Bunda disayang Allah Swt adalah karya Tere Liye yang
sudah diangkat ke layar lebar (difilmkan). Novel ini menceritakan seorang
gadis kecil berusia 6 tahun yang memiliki keterbatasan fisik, buta, tuli,
sekaligus bisu yang berjuang keras untuk mendapatkan pendidikan. Kerja
keras seorang guru dalam mendidik siswanya yang memiliki kebutuhan
khusus menggunakan metode terbaik yang mudah diterima oleh siswanya.
Novel Moga Bunda Disayang Allah Swt juga menceritakan perjuangan
seorang ibu yang luar biasa sabar, ikhlas, tulus dan penuh kasih sayang
mendukung anaknya yang memiliki keterbatasan fisik (Ziyad, 2008: 1).
2. Hafalan Shalat Delisa (Penerbit Republika, 2008)
Novel Hafalan Shalat Delisa juga merupakan novel karya Tere Liye
yang sudah diangkat ke layar lebar (difilmkan). Novel ini mengisahkan
tentang ketabahan dan ketegaran seorang anak menerima takdir pahit yang
telah digariskan Allah Swt yakni kehilangan kakinya, kehilangan Ibu dan
ketiga kakaknya dalam peristiwa tsunami Aceh. Keikhlasan seorang anak
menerima keadaan dan ikhlas untuk menghafal bacaan shalat karena Allah
Swt (Gobel, 2011: 1).
3. Rembulan Tenggelam di Wajahmu (Penerbit Republika, 2009)
Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu menceritakan tentang adanya
hubungan sebab akibat di dunia ini yang dikisahkan melalui kisah perjalanan
50
hidup seorang anak panti Asuhan yang berjuang membangun hidupnya
sehingga menjadi pengusaha sukses. Selalu melihat rembulan yang
memberikan ketenangan ketika sedang ada masalah dan merasa kesepian dan
perasaan bersyukur sebagai salah satu ciptaan Sang Pencipta (Ari, 2013: 1-2).
4. Bidadari-Bidadari Surga (Penerbit Republika, 2008)
Novel Bidadari-bidadari Surga menceritakan tentang keikhlasan, dan
ketulusan seorang kakak perempuan yang berjuang menghidupi keluarga dan
mendidik adik-adiknya menjadi orang-orang yang sukses. Tokoh kakak
dalam novel Bidadari-bidadari Surga mengorbankan seluruh hidupnya untuk
merubah nasib Ibu dan adik-adiknya agar menjadi lebih baik dan
menekankan bahwa pendidikan itu penting bagi masa depan (Wicaksono,
2013: 1).
5. Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Gramedia Pustaka Umum,
2010)
Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin menceritakan
tentang kehidupan sebuah keluarga yang sangat miskin. Seorang ibu dengan
dua orang anak yang sudah meninggalkan harapan bersekolah. Novel ini
ingin menyampaikan pesan bahwa bagaimanapun kehidupan ini kita tidak
boleh menyalahkan kehidupan dan harus selalu bersyukur karena semua yang
terjadi dalam kehidupan ini sudah diatur oleh Allah Swt. Seperti daun yang
jatuh tak pernah membenci angin (Zulfikar, 2013: 1).
B. Biografi Novel
Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari
dalam. Adapun unsur-unsur intrinsik dalam novel Rindu adalah sebagai berikut:
51
1. Tema
Tema yang diambil dalam novel Rindu karya Tere Liye yaitu
perjalanan masa lampau yang penuh kerinduan ke Tanah Suci. Dalam novel
ini, penulis berhasil menggabungkan antara sejarah, romantisme, serta kisah
heroik dalam sebuah perjalanan suci menunaikan ibadah haji.
2. Penokohan
Tokoh-tokoh dalam novel Rinduadalah Gurutta Ahmad Karaeng,
Daeng Andipati, Anna, Elsa, Ambo Uleng, Bonda Upe, Mbah Kakung
Slamet, Mbah Kakung Putri, Kapten Phillips, dan Sergeant Lucas.
a. Gurutta Ahmad Karaeng
Gurutta Ahmad Karaeng merupakan tokoh utama dan tokoh
protagonis dalam novel Rindu. Meskipun ada lima tokoh utama dalam
novel Rindu, tetapi tokoh Gurutta adalah tokoh yang paling menonjol.
Gurutta Ahmad Karaeng adalah tokoh yang paling dihormati dan bijak
dalam pelayaran kapal Blitar Holland. Ahmad Karaeng adalah ulama
masyhur dari Makassar yang sering disapa Gurutta. Gurutta pintar
berbahasa Belanda dan telah melakukan perjalanan ke berbagai daerah
untuk menuntu ilmu. Gurutta Ahmad Karaeng adalah ulama yang
menjawab pertanyaan-pertanyaan besar dari penumpang kapal Blitar
Holland.
Di masa muda, Gurutta pernah belajar agama di Aceh. Lantas
melanjutkan hingga ke Yaman dan Damaskus, mengkaji agama
dari ahli tafsir dan pakar hadis terkemuka. Ia juga pernah menetap
di Eropa dua tahun lamanya. Ia benar-benar memahami nasihat
kejarlah ilmu hingga ke negeri China. Usia empat puluh lima
barulah Gurutta kembali ke Makassar, menjadi imam Masjid
Katangka (hlm: 19).
52
“Alleen de kleding en boeken.” Gurutta tersenyum, menjelaskan.
Bahasa Belandanya fasih. Maksud Gurutta, isi tas besar itu hanya
pakaian dan buku-buku. Tidak lebih tidak kurang (hlm: 36).
“Lihatlah kemari wahai lautan luas. Lihatlah seorang yang selalu
punya kata bijak untuk orang lain, tapi dia tidak pernah bisa bijak
untuk dirinya sendiri (hlm: 316).
b. Daeng Andipati
Daeng Andipati adalah tokoh utama dan protagonis dalam novel
Rindu. Daeng Andipati merupakan pedagang sukses di Makassar yang
menjadi penumpang kapal Blitar Holland dengan mengikutsertakan istri,
kedua anaknya, serta seorang pembantu. Sosoknya berkarismatik,
terpandang, digambarkan dekat dengan orang-orang Belanda. Sekilas,
kehidupan Daeng Andipati nampak sempurna. Kebahagiaan seolah
meliputinya sepanjang waktu. Istri yang cantik dan salehah, dua anak
yang periang dan menggemaskan, juga karir bisnis yang menjanjikan.
Namun ada satu hal yang tersembunyi di dada Daeng Andipati.
Membuat seluruh kehidupan Daeng Andipati seolah tidak berarti. Adalah
kebencian yang mendalam Daeng Andipati terhadap ayahnya.
“…. Karena jika kau kumpulkan seluruh kebencian itu, kau
gabungkan dengan orang-orang yang disakiti ayahku, maka
ketahuilah, Gori. Kebencianku pada orang tua itu masih lebih
besar. Kebencianku masih lebih besar dibandingkan itu semua!”
(hlm: 362).
“Ini Daeng Andipati, pedagang di Kota Makassar. Masih muda,
kaya raya, pintar dan baik hati. Aku kenal dengannya saat dia
dikirim orangtuanya sekolah di Rotterdam School of Commerce
lima belas tahun lalu (hlm: 11).
“Tidak akan hilang, Anna.” Ayah mereka menengahi, berkata
lembut, “Mereka akan membawa barang-barang kita naik ke atas
kapal (hlm: 9).
53
Dua orang yang baru hari itu bertemu saling bersalaman, juga
beberapa kelasi senior yang ikut turun bersama Kapten Phillips.
Pemimpin rombongan yang dipanggil Daeng Andipati itu menyapa
dalam bahasa Belanda. Terlibat percakapan beberapa saat, saling
melempar pujian. Terlihat sekali ia amat terdidik dan tahu cara
bergaul dengan bangsa Eropa (hlm: 12).
Tadi pagi ia melakukan apa saja demi menyelamatkan bungsunya.
Di tengah kepungan kepanikan, ia berhasil membawa Elsa keluar
dari pasar. Si sulung dengan wajah pias, menangis, tubuh kotor,
dibawa ke salah satu rumah penduduk. Setelah memastikan Elsa
aman, Daeng Andipati bergegas kembali ke pasar mencari Anna
(hlm:131).
c. Anna
Anna merupakan tokoh tambahan dan tokoh protagonis dalam
novel Rindu. Anna adalah anak kedua dan merupakan anak bungsu dari
Daeng Andipati sebelum dua adik kembarnya lahir pada akhir cerita.
Anna naik haji bersama ayah, ibu dan kakak perempuannya. Dia gadis
usia 9 tahun yang cantik, periang, polos, pintar dan mempunyai rasa
keingintahuan yang tinggi. Anna selalu membuat suasana menjadi ramai
dan hangat dengan tingkahnya yang selalu ceria dan bersemangat.
“Anna dan Elsa.”Meneer Houten yang kali ini tertawa lebar, “Aku
tahu siapa dua putri cantik jelita ini. Goedemorgen” (hlm: 11).
“Memangnya kenapa kalau mabuk laut, Om?” Si Bungsu bertanya
polos. Mata bulatnya membesar (hlm: 13).
“Memangnya kenapa kalau muntah?” Si bungsu penasaran (hlm:
12).
Dua gadis kecil Anna dan Elsa, berlarian riang di atas dek kapal,
kerudung mereka berkibar ditiup angin kencang, diteriaki oleh ibu
mereka agar hati-hati. Kuli-kuli angkut bergegas memikul peti
kayu dan tas-tas besar ke atas kapal (hlm 13).
d. Elsa
Elsa merupakan tokoh tambahan dan tokoh protagonis dalam novel
Rindu. Elsa adalah gadis berusia 15 tahun dan merupakan anak pertama
54
dari Daeng Andipati. Elsa selalu jahil dan sering menggoda adiknya.
Meskipun begitu dia adalah sosok gadis yang cantik, pintar mengaji, dan
mempunyai sopan santun yang baik.
“Dasar!” Kakaknya menatap datar, “kalau sampai tas biru itu
hilang, berarti hingga tiba di Mekah, kamu tidak berganti pakaian.
Terus yang ini saja selama sembilan bulan” (hlm: 8).
“Ibu kami sedang mual, muntah-muntah. Apa boleh kami meminta
minuman jahe seperti dua hari lalu?” Elsa tersenyum,
menyampaikan tujuan dengan lebih baik dibanding Anna (hlm:
104).
e. Ambo Uleng
Ambo Uleng adalah tokoh utama dan protagonis dalam novel
Rindu. Ia mempunyai pertanyaan besar dalam hidupnya, pertanyaan
tentang cinta sejati. Ambo adalah pemuda yang kalem dan senang
menolong orang lain. Ambo memiliki jiwa seorang pelaut sejati karena
sejak kecil Ambo telah menjadi seorang pelaut dan bisa berbahasa
Belanda.
Ditilik dari wajahnya, pemuda itu berusia dua puluh tahun lebih.
Rahang dan pipinya tegas, khas seorang pelaut Bugis yang
tangguh. Tatapan matanya tajam meski sejak tadi lebih banyak
menunduk. Ada bekas luka dikeningnya, tidak terlalu kentara
karena tertutup oleh rambut yang dibiarkan panjang di bagian itu.
Tinggi pemuda itu seperti kebanyakan penduduk lokal rata-rata.
Tapi, tubuhnyya kekar dan gagah, dibungkus dengan kulit hitam
legam karena sering terbakar terik matahari (hlm: 26).
“Lantas darimana kau belajar bahasa Belanda, Ambo? Meski kaku
dan patah-patah, bahasa Belandamu cukup memadai. Setidaknya
kau tidak memintaku mengulangi kalimat karena tidak mengerti,
dan aku sebaliknya, tidak meminta kau menjelaskan ulang” (hlm:
28).
Demi melihat Ambo Uleng, Anna menyeret ibunya. Bilang Om
Kelasi inilah yang menyelamatkannya Di Pasar Turi. Beberapa
55
penumpang lain ikut menatap Ambo Uleng, membuat kelasi
pendiam itu salah-tingkah jadi pusat perhatian sejenak (hlm: 145)
f. Bonda Upe
Bonda Upe adalah tokoh utama dan tokoh protagonis dalam novel
Rindu yang mempunyai pertanyaan besar dalam hidupnya yang selama
ini dipendam selama bertahun-tahun. Bonda Upe adalah wanita
keturunan china yang mengalami masa lalu yang pahit yakni menjadi
seorang cabo (pelacur).
“Bagaimana kalau anak-anak tahu? Bagaimana kalau Anna dan
Elsa tahu guru mengajinya bekas cabo? Bagaimana kalau ada
penumpang yang tahu? Aku seorang cabo, Gurutta!” Bonda Upe
berseru serak. Ia sudah hampir tiba di bagian paling penting,
pertanyaan besarnya (hlm: 309).
“Lantas... Lantas...” Dengan suara tergagap karena gemetar, “Aku
seorang cabo, Gurutta. Apakah Allah...Apakah Allah akan
menerimaku di Tanah Suci? Apakah perempuan hina sepertiku
berhak menginjak Tanah Suci? Atau, cambuk menghantam
punggungku, lututku terhujam ke bumi...Apakah Allah akan
menerimaku? Atau mengabaikan perempuan pendosa
sepertiku...membiarkan semua kenangan itu terus menghujam
kepalaku. Membuatku bermimpi buruk setiap malam. Membuatku
malu bertemu dengan siapa pun” (hlm: 310)
g. Kapten Phillips
Kapten Phillips adalah tokoh tambahan, dan tokoh sederhana. Sifat
dan pemunculannya hanya dituliskan sedikit. Kapten Phillpis merupakan
nahkoda dari kapal Blitar Holland yang tangguh dan memiliki jiwa
kepemimpinan.
Meneer Houten berkata riang, “Dan ini kawan kita Kapitein
Phillips, Daeng Andipati. Salah satu kapitein hebat yang dimiliki
Koninklijke Rotterdamsche Lloyd, dia seorang pelaut asal Wales
yang tangguh, meski sejak kecil telah tinggal di Amsterdam” (hlm:
12).
56
h. Mbah Kakung Slamet
Mbah kakung Slamet adalah tokoh utama dalam novel Rindu.
Mbah kakung Slamet menyimpan pertanyaan besar dalam hidupnya
setelah kematian istrinya Mbah Putri Slamet di kapal dalam perjalanan
ibadah haji. Usia mbah kakung hampir delapan puluh tahun dan
merupakan penumpang tertua di Kapal Blitar Holland. Pasangan mbah
kakung dan mbah putri Slamet merupakan pasangan yang romantis dan
banyak menginspirasi penumpang lain di kapal Blitar Holland.
Lihatlah, betapa mesra pasangan tua ini. Saat naik tangga, Mbah
Kakung membantu istrinya dnegan lembut. Saat berjalan di lorong,
mereka berdua berpegangan tangan. Sesekali berhenti. Mbah
Kakung dengan sabar menunggu. Aduh, mesra sekali, seolah ini
perjalanan bulan madu (hlm:189).
“Pendengaranku memang sudah berkurang, Nak. Mataku sudah
tidak awas lagi. Tapi kami akan naik haji bersama. Menatap
Ka‟bah bersama. Itu akan kami lakukan sebelum maut menjemput.
bukti cinta kami yang besar.” Mbah Kakung menggenggam jemari
Mbah Putri, mengakhiri ceritanya (hlm: 208).
“Pendengaranku memang sudah tidak bagus lagi, Nak. Juga
mataku, sudah rabun. Tubuh tua ini juga sudah bungkuk. Harus
kuakui itu.” Mbah Kakung membela diri, “Tapi aku masih ingat
kapan akau bertemu dengan istriku. Kapan aku melamarnya.
Kapan kami menikah. Tanggal lahir semua anak-anak kami.
Waktu-waktu indah milik kami. Aku ingat itu semua” (hlm: 205).
“Sejak kami menikah, hidupku tak memiliki pertanyaa lagi,
Gurutta. Aku sudah memiliki semua jawaban. Buat apa bertanya?
Aku menghabiskan hari dengan pasti. Aku bahagia, bersyukur atas
setiap takdir yang kuterima. Tapi hari-hari ini, aku tidak bisa
mencegahnya. Pertanyaan itu muncul di kepalaku. Kenapa harus
terjadi sekarang, Gurutta? Kenapa harus ketika kami sudah sedikit
lagi dari Tanah Suci. Kenapa harus ada di lautan ini. Tidak bisakah
ditunda barang satu-dua bulan? Atau, jika tidak bisa selama itu,
bisakah ditunda hingga kami tiba di Tannah Suci, sempat
bergandengan tangan melihat Masjidil Haram. Kenapa harus
sekarang?” (hlm: 469).
57
i. Sergeant Lucas
Sergeant Lucas adalah seorang pimpinan tentara Belanda yang
ditugaskan menjaga keamanan di kapal Blitar Holland selama perjalanan
ibadah haji. Sergeant Lucas merupakan tokoh tambahan karena
pemunculannya dalam novel hanya sedikit. Sergeant Lucas juga
merupakan tokoh antagonis. Dia selalu menghalangi rencana Gurutta
dan sangat membenci Gurutta karena menganggap Gurutta adalah
seorang inlander pemberontak dan dapat menghasut penumpang lain
untuk menuntut kemerdekaan pada pemerintah Belanda.
“Omong-kosong. Akui saja kau membawa buku-buku penuh
hasutan agar melawan pemerintah sah Hindia Belanda.” Pimpinan
serdadu mendelik, mengangkat buku itu hanya lima senti dari
wajah Gurutta (hlm: 37).
“Jangan tertipu oleh tampilannya, seolah sederhana. Orang ini
amat berbahaya. Dia bisa menghasut seluruh penumpang untuk
mengambil-alih kapal, melawan serdadu Belanda yang bertugas di
atas kapal. Mereka tidak segan membunuh kelasi rendahan seperti
kalian” (hlm: 39).
Sergeant Belanda itu tidak suka Gurutta Ahmad Karaeng
membuat pengajian setelah shalat shubuh di masjid kapal, itulah
pasal yang hendak dibicarakan (hlm: 79).
3. Alur
Alur yang digunakan dalam novel Rindu karya Tere Liye adalah alur
maju campuran karena susunan peristiwa yang diceritakan dalam novel
Rindu ada yang maju dan ada yang mundur.
a. Alur maju
Berikut ini adalah kutipan dalam novel Rindu yang menunjukkan
alur maju:
58
Kapal Blitar Holland terus melaju menuju Lampung. Sebentar lagi
tiba di Selat Sunda. Kapal itu bagai titik bercahaya di tengah
hamparan laut gelap (hlm: 231).
Anna dan Elsa baru bangun satu jam kemudian. Dengan mata
terpicing separuh juga, mereka ikut Daeng Andipati dan
rombongan shalat shubuh di Masjid. Anna terkantuk-kantuk saat
shalat, juga menguap berkali-kali saat Gurutta menggelar majelis
ilmu, membahas tentang fikih haji (hlm: 188).
Makan malam berakhir pukul setengah sembilan. Pasangan sepuh
Mbah Kakung dan Mbah Putri kembali ke kabin mereka.
Penumpang yang makan di kantin juga berangsur kembali ke kabin
masing-masing. Memenuhi lorong kapal. Satu-dua mencoba
menatap dermaga yang masih dibungkus hujan. Sempat mengobrol
tentang Kota Bengkulu, tempat kapal berlabuh sekarang. Tidak
lama, segera melanjutkan langkah kaki (hlm: 296).
b. Alur mundur
Berikut ini adalah kutipan dalam novel Rindu yang menunjukkan
alur mundur:
“Aku bertemu dengannya dalam acara pernikahan saudaraku,
tanggal 12 April 1878. Malam itu, ia menjadi pendamping
mempelai perempuan. Dan sungguh, menurutku ia jauh lebih
cantik dibanding pengantinnya. Pun dibanding nona-nona Belanda
di kota Semarang. Itu tidak ada apa-apanya. Wajah gadis mbah
putri merona merah, tersenyum manis sekali. Jantungku langsung
terpanah cinta. Terus terang aku hampir terkencing-kencing saat
memberanikan diri menyapanya.” Mbah Kakung Slamet mulai
bercerita dipaksa penumpang lain. Ia memejamkan mata sejenak.
Meresapi setiap kalimat yang ia sampaikan (hlm: 205).
Dua bulan kemudian, 12 Agustus 1878 kami menikah. Seluruh
kampung diundang, buruh perkebunan tebu, juga Tuan Tanah
Belanda. Pernikahannya ramai. Aku masih ingat janur kuning
dimana-mana. Kursi pelaminan yang kami duduki. Pakaian yang
kukenakan. Mbah Putri memakai kebaya berwarna emas, tusuk
konde, untaian bunga melati. Hari itu, akulah orang paling bahagia
sedunia. Mendapatkan cinta sejatiku” (hlm:208).
Dua hari lalu, petang saat kapal berlabuh di Batavia, ketika hujan
kembali turun, Ambo Uleng yang sepanjang hari hanya duduk di
atap kapal (bukan dek penumpang) menghabiskan waktu menatap
lautan, segera berlari-lari kecil mencari tempat berteduh. Itu
hamparan atap. Nyaris semuanya area terbuka. Tidak banyak
59
pilihan, kecuali sebuah ruangan kecil di dekat cerobong asap,
tempat kelasi meletakkan peralatan. Ambo Uleng masuk ke
ruangan itu. Berharap hujan reda segera (hlm: 245).
“Ling Ling itulah nama yang diberikan saat Upe dilahirkan. Dalam
bahasa China,Ling berarti „jiwa‟, „roh‟, atau juga „lonceng‟.
Artinya indah sekali. Lonceng jiwa orang-orang yang baik. Orang
tuanya adalah pedagang kelontong, punya toko kecil di daerah
Pecinan Manado. Keluarga mereka kecil, Ling Ling adalah anak
semata wayang. Aku mengenalnya sejak usia kami lima-enam
tahun, sepantaran. Karena ayahku juga pemilik salah satu toko
beras di tempat yang sama. Kami tidak kenal dekat satu sama lain,
hany saling tahu” (hlm: 300).
4. Sudut Pandang
Novel Rindu karya Tere Liye menggunakan sudut pandang orang
ketiga serba tahu. Penulis menempatkan dirinya sebagai narator yang berada
di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita dan menjadi pengamat yang
tahu segalanya. Dalam sudut pandang ini, narator menampilkan tokoh-tokoh
cerita dengan menyebut namanya.
Berikut adalah kutipan dalam novel Rindu yang menunjukkan sudut
pandang orang ketiga serba tahu:
Lepas shalat Shubuh, seperti yang dibicarakan sebelumnya, Gurutta
mendirikan majelis ilmu. Hampir semua jamaah tetap di Masjid,
termasuk Anna dan Elsa, duduk di samping Ibu mereka, memerhatikan
serius. Gurutta tersenyum menatap wajah-wajah jamaah shalat, mulai
membahas tentang tauhid. Salah satu pokok paling mendasar dalam
agama. Kalimat-kalimatnya sederhana, perumpamaan yang digunakan
dekat dan bisa dipahami, dengan mudah. Tidak lama, hanya lima belas
menit, tapi kajian Gurutta adalah kristal dari pengetahuan yang luas.
Jadi, meski singkat itu tetap tidak ternilai. Gurutta memberikan
kesempatan bertanya dua kali, kemudian menutup majelis tersebut
(hlm: 71).
Gurutta melangkah menuju kantin. Ia belum sempat sarapan. Ruben si
Boatswain dan dua serdadu menjemputnya dari kabin saat asyik
menulis (hlm: 83).
Gurutta mencengkeram pegangan tangga lebih kokoh. Beberapa lorong
lengang dan juda gelap. Napasnya tercekat, terpeleset, hampir
60
terjerembap. Meski semangatnya masih membara laiknya masa muda
dulu saat ia masih melanglang buana hingga ke Yaman untuk menuntut
ilmu, namun fisiknya sekarang sudah tidak bersahabat lagi (hlm: 96).
Pelayan itu menunggu sambil memegang kertas kecil dan pena, ia
bersiap mencatat pesanan. Daeng Andipati sempat bertanya ke Gurutta
apa yang lezat di sini. Bapak Soerjaningrat ternyata juga pernah makan
di sini. Ia lebih dulu mengusulkan beberapa menu. Daeng Andipati
memesankan itu untuk Anna, Elsa, dan istrinya. Gurutta juga memesan
menu yang sama (hlm: 217).
5. Latar atau Setting
Latar tempat pada novel Rindu karya Tere Liye adalah di dalam kapal
Blitar Holland.
Kapal terus bergerak meninggalkan pelabuhan menuju perairan lepas.
Sukacita melepas kepergian kapal besar itu seolah membuat hangat
langit-langit Kota Makassar. Penumpang kapal itu adalah sedikit dari
orang-orang yang berkesempatan menunaikan ibadah haji. Di zaman
itu, perjalanan haji tidak hanya membutuhkan uang, tapi juga waktu
yang sangat lama. Hampir semua penumpang berada di dek kapal
menatap untuk terakhir kali Kota Makassar, yang baru akan mereka
temui kembali sembilan bulan lagi (hlm: 44).
Pagi itu cerah. Langit biru sejauh mata memandang. Cerobong tinggi
kapal mengepul. Bendera di tiang-tiang layar berkelepakan. Satu-dua
burung camar terbang rendah. Suara mereka melengking nyaring. Elsa
bergumam, mereka sepertinya tidak jauh dari sebuah pulau. Dugaan
Elsa benar. Meski ia tidak tahu detailnya, kapal sudah dekat sekali
dengan Pulau Madura (hlm: 104).
Hari kelima perjalanan, Kapal Blitar Holland masih tertambat di
Pelabuhan Surabaya. Pagi-pagi, Anna an Elsa semangat mendorong
pintu ruang perawatan kapal, hendak membesuk Om Kelasi (hlm: 140).
Ruben tertawa, “Tentu saja hanya di kapal. Kita di tengah laut kawan.
Kota terdekat, Semarang, masih dua jam lagi. Mana mungkin kau
kelayapan ke tempat minum atau jalan-jalan berwisata” (hlm: 165).
Latar waktu pada novel Rindu karya Tere Liye adalah sebelum
Indonesia merdeka pada masa penjajahan Belanda dimulai tanggal 1
Desember 1938.
61
Cerita ini bermula di suatu pagi di penghujung tahun 1938, bertepatan
dengan 9 Syawal 1357 H. Matahari baru sepenggalah naik ketika pagi
itu, sebuah kapal besar merapat di Pelabuhan Makassar (hlm: 1).
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam novel rindu ada 2 macam yaitu personifikasi dan
enumerasio.
a. Personifikasi
Kutipan novel:
Matahari semakin tinggi. Cahaya teriknya menyapu lautan.
Kesibukan semakin pekat di dermaga .... (hlm: 5).
Mungkin ia tidak akan pernah kembali lagi. Sekeras apa pun hidup
di lautan, ia tidak pernah disakiti. Mungkin laut adalah sahabat
sekaligus tempat tinggal terbaiknya, hingga maut berbaik hati
menjemput, untuk kemudian menghapus seluruh perasaan yang
terlanjur tumbuh itu (hlm: 46).
Di luar hujan terus menyelimuti kapal. Petir dan geledek susul-
menyusul (hlm: 365).
Cahaya matahari menyiram lembut dua layar besar (hlm:445).
b. Enumerasio
Kutipan Novel:
Peluit anginnya melengking panjang tanda kapal siap berangkat.
Kapten Phillips sendiri yang memimpin keberangkatan, berdiri
gagah di ruang kemudi. Puluhan kelasi segera sibuk. Tali-temali
dilepas. Anak tangga dinaikkan. Asap dari cerobong kapal semakin
tebal, mesin uap mulai bekerja. Duara mesin terdengar menderu,
memutar baling-baling. Membuat riak gelembung air di buritan
(hlm: 43).
Bulan separuh di angkasa beranjak naik. Bintang gemintang
semakin banyak. Kapal Blitar Holland terus melaju dengan
kecepatan penuh di hamparan luas lautan. Masih malam pertama di
perjalanan (hlm: 65).
62
C. Pesan Gurutta dalam Novel Rindu
Pesan Gurutta dalam novel Rindu adalah sebagai berikut:
1. Akhlak Terhadap Allah Swt
a. Menerima Takdir
Gurutta berpesan kepada Bonda Upe yang mempunyai masa lalu
yang kelam yakni menjadi seorang cabo (pelacur) agar tidak lari dari
kenyataan, menerima takdir masa lalunya dengan ikhlas karena masa
lalu tidak akan bisa berubah. Dengan menerima masa lalu, maka
kehidupan yang baru akan lebih bahagia.
“Bagian yang pertama, kita keliru sekali jika lari dari kenyataan
hidup, Nak. Aku tahu, lima belas tahun menjadi pelacur adalah
nista yang tak terbayangkan. Tapi sungguh, kalau kau berusaha lari
dari kenyataan itu, kau hanya menyulitkan diri sendiri. Ketahuilah,
semakin keras kau berusaha lari, maka semakin kuat
cengkeramannya. Semakin kencang kau berteriak melawan, maka
semakin kencang pula gemanya memantul, memantul, dan
memantul lagi memenuhi kepala (hlm: 312).
“Kita tidak bisa melakukan itu, Upe. Tidak bisa. Cara terbaik
menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah.
Mulailah dengan damai menerima masa lalumu. Buat apa dilawan?
Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian hidup kita. Peluk semua
kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara
terbaik mengatasinya. Dengan kau menerimanya, perlahan-lahan,
dia akan memudar sendiri. Disiram oleh waktu, dipoles oleh
kenangan baru yang lebih bahagia” (hlm: 312).
“Pahami tiga hal itu, Nak, semoga hati kau menjadi lebih tenang.
Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhenti cemas atas
penilaian orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak
mungkin” (hlm: 315).
Pesan Gurutta untuk menerima takdir masa lalu juga diberikan
kepada Daeng Andipati yang sangat membenci ayahnya yang sudah
meninggal karena perilaku buruk ayahnya kepada ibu dan keluarga
Daeng Andipati. Menerima takdir sebagaimana ibu Daeng Andipati yang
63
menerima takdir dengan tidak menyesali menikah dengan ayah Daeng
Andipati.
“Kau benci ayahmu, Nak, karena kau membenci dirimu sendiri
yang tidak kuasa mencegahnya berbuat kasar pada ibumu. Kau
membenci ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak
mampu menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat
ayahmu. Mau bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang
menariknya apakah ibumu membenci ayahmu? Dia ternyata
memilih tidak. Dia memilih tetap setia berada di sisi suaminya.
Meski dipukul, ditendang, dijambak, ibumu memilih tetap
menyayanginya. Kau tidak bisa memahami jalan pikiran ibumu
karena bertolak belakang sekali. Tapi bagi ibumu, dia mudah
sekali memahami keputusannya. Dia tidak membenci dirinya
yang telah keliru menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap
bertahan, kenapa tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu
semua. Dia terima sepenuh hati, maka dia bisa bahagia atas
pilihannya. Boleh jadi, tidak sedetik pun dia benci dengan
suaminya. Kenapa kau memilih benci? Sedangkan Ibumu tidak?
Kenapa kau memilih benci, sedangkan orang lain memilih
berdamai dengan situasi di sekitarnya? Pikirkanlah!” (hlm:
374).
Gurutta juga berpesan kepada Mbah Kakung Slamet untuk
menerima takdir atas kematian istrinya (Mbah Putri Slamet).
“Tapi, kembali lagi ke soal takdir tadi, mulailah menerimanya
dengan lapang hati, Kang Mas. Karena kita mau menerima atau
menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa
perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir
bahkan basa-basi menyapa pun tidak. Tidak peduli. Nah, kabar
baiknya, karena kita tidak bisa mengendalikannya, bukan berarti
kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap bisa mengendalikan diri
sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia menerimanya,
atau mendustakannya” (hlm: 471).
“Lihatlah dari kacamata itu, Kang Mas. Dari genapnya amal Mbah
Putri. Jangan memaksakan melihatnya dari kacamata kita. Terus
bersikeras, bertanya, tidak terima. Jika itu yang kita lakukan, maka
kita akan terus kembali, kembali, dan kembali lagi ke posisi awal.
Tidak pernah beranjak jauh. Lihatlah dari kacamata Mbah Putri
yang genap menemani Kang Mas hingga Samudera Hindia. Dia
telah menunaikan kewajibannya sebagai istri tercinta. Mbah Putri
memang tidak menemani Kang Mas bergandengan tangan di depan
Masjidil Haram, tapi amal perbuatan kita sudah dihitung sejak dari
niat” (hlm: 473).
64
b. Bersyukur
Dialog Gurutta dengan Ambo Uleng berisi tentang bersyukur
kepada Allah Swt sekecil apapun nikmat yang dirasakan.
Gurutta tersenyum demi mendengar pertanyaan itu, “Tentu saja,
Ambo. Setiap hari aku jatuh cinta. Setidaknya setiap melihat
matahari terbit, aku jatuh cinta, mensyukuri hidupku. Setiap
menatap matahari tenggelam, aku jatuh cinta, berterima kasih atas
sepanjang hari, baik itu menyebalkan ataupun menyenangkan.
Bahkan melihat makanan dingin ini pun aku jatuh cinta” (hlm:
401).
Gurutta memberikan pesan kepada Ruben agar bersyukur atas
nikmat yang dirasakan sekarang dan tidak membayangkan sesuatu yang
tidak terjadi.
Gurutta menatap kelasi dihadapannya, “Kau tidak perlu
membayangkan sesuatu yang tidak terjadi, Ruben. Buat apa?
Bahkan Ambo uleng baik-baik saja sekarang. Hidup ini akan rumit
sekali jika kita sibuk membahas hal yang seandainya begini,
seandainya begitu” (hlm: 331).
c. Menaati Perintah Allah Swt
Gurutta berpesan kepada Mbah Kakung Slamet untuk menaati
perintah Allah Swt seperti shalat. Karena shalat merupakan penolong
terbaik ketika membutuhkan pertolongan. Dialog yang dilakukan
Gurutta kepada Mbah Kakung Slamet tentang kematian Mbah Putri
ketika sedang Shalat menunujukkan perilaku menaati perintah Allah
Swt.
“Dalam Alquran, ditulis dengan indah, minta tolonglah kepada
sabar dan shalat. Kita disuruh melakukan itu, Kang Mas.
Bagaimana mungkin sabar bisa menolong kita? Tentu saja bisa.
Dalam situasi tertentu, sabar bahkan adalah penolong paling
dahsyat. Tiada terkira. Dan shalat, itu juga penolong terbaik tiada
tara. Aku senang mendengar kabar, meski Kang Mas menolak
makan, tapi masih mau shalat tepat waktu. Itu berarti Kang Mas
65
masih memiliki harapan, doa-doa. Sungguh beruntung orang-orang
yang sabar dan senantiasa menegakkan shalat.” (hlm: 472).
“Yang ketiga, terakhir, mulailah memahami kejadian ini dari
kacamata yang berbeda, agar lengkap. Apa itu? Sederhana
penjelasannya. Mbah Putri meninggal di atas kapal. Mungkin kita
melihatnya buruk. Tapi tidakkah kita mau melihat dari kacamata
yang berbeda, Kang Mas, bahwa Mbah Putri meninggal di atas
kapal yang menuju Tanah Suci, dan dia menghembuskan napas
terakhirnya saat sedang shalat shubuh” (hlm: 472).
Dialog yang dilakukan Gurutta dengan ambo Uleng memberikan
pesan untuk menaati perintah Allah Swt yakni tidak melakukan maksiat
dan tidak melakukan hal-hal yang melanggar peraturan agama.
“Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati,
tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena
harapan, keinginan memiliki tapi jangan berlebihan. Jangan
merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu
mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak
melewati kaidah agama. Karena esok lusa, ada orang yang
mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak maksiat,
menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta itu
sendiri .... (hlm: 493).
d. Tobat
Dialog Gurutta kepada Ambo Uleng adalah mengenai tobatnya
Ambo Uleng yang mulai belajar agama.
“Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum
terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan
belajar. Kau sudah melakukannya sejak terjebak di ruangan kecil
antara hidup dan mati. Kau mulai belajar ilmu agama. Kau juga
belajar tentang kapal uap ini. Dan kelebihan kau yang paling utama
adalah kau senantiasa berbuat baik kepada siapa pun. Maka
teruslah menjadi orang baik seperti itu. Insya Allah, besok lusa,
Allah sendiri yang akan menyingkapkan misteri takdirnya” (hlm:
493).
66
e. Khauf dan Raja‟
Pesan Gurutta mengenai khauf dan Raja‟ disampaikan kepada
Bonda Upe yang sekarang menjadi guru ngaji bagi anak-anak di kapal
dengan masa lalunya menjadi seorang cabo (pelacur).
“Apakah Allah Swt akan menerima haji seorang pelacur? Hanya
Allah Swt yang tau. Kita hanya bisa berharap dan takut. Senantiasa
berharap atas ampunannya. Selalu takut atas azabnya. Belajarlah
dari riwayat itu. Selalulah berbuat baik, Upe. Selalu. Maka,
semoga besok lusa, ada satu perbuatan baikmu yang menjadi sebab
kau diampuni. Mengajar anak-anak mengaji misalnya, boleh jadi
itu adalah sebabnya” (hlm: 315).
Khauf yang berarti takut kepada Allah Swt juga disampaikan oleh
Gurutta kepada Daeng Andipati. Tidak ada yang membuat gentar apabila
hanya kepada Allah Swt.
“Kalau kau hanya takut pada Allah, maka tidak ada yang membuat
kau gentar, Andi. Tapi kalau kau takut dengan urusan dunia, takut
dengan manusia misalnya, maka kau benar, lorong-lorong ini
memang menakutkan (hlm: 269).
f. Tawakal
Gurutta memberikan pesan kepada Mbah Kakung Slamet agar
menyerahkan segala urusan kepada Allah Swt.
“Yang kedua, biarkan waktu mengobati seluruh kesedihan, Kang
Mas. Ketika kita tidak tahu mau melakukan apalagi, ketika kita
merasa semua sudah hilang, musnah, habis sudah, maka itulah
saatnya untuk membiarkan waktu menjadi obat terbaik. Hari demi
hari akan menghapus selembar demi lembar kesedihan. Minggu
demi minggu akan melepas sepapan demi sepapan kegelisahan.
Bulan, tahun, maka rontok sudahlah bangunan kesedihan di dalam
hati. Biarkan waktu mengobatinya, maka semoga kita lapang hati
menerimanya. Sambil terus mengisi hari-hari dengan baik dan
positif” (hlm: 472).
67
2. Akhlak terhadap Diri Sendiri
a. Adil terhadap Diri Sendiri
Pesan Gurutta kepada Ambo Uleng untuk menjaga dan merawat
dirinya agar menjauhi hal-hal yang dilarang agama yang dapat merusak
diri sendiri.
“Maka jangan pernah merusak diri sendiri. Kita boleh jadi benci
atas kehidupan ini. Boleh kecewa. Boleh marah. Tapi ingatlah
nasihat lama, tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya
sendiri. Akan dia rawat kapalnya, hingga dia bisa tiba di pelabuhan
terakhir. Maka, jangan rusak kapal kehidupan milik kau, Ambo,
hingga dia tiba di dermaga terakhirnya” (hlm: 284).
“Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati,
tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena
harapan, keinginan memiliki tapi jangan berlebihan. Jangan
merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu
mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak
melewati kaidah agama. Karena esok lusa, ada orang yang
mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak maksiat,
menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta itu
sendiri .... (hlm: 493).
b. Gigih
Gigih ditunjukkan dalam dialog Gurutta kepada Bonda Upe
dimana suami Bonda Upe pantang menyerah menghadapi kenyataan
masa lalu istrinya yang pahit dan selalu menyemangati istrinya.
“Apakah mudah melakukannya? Itu sulit. Tapi bukan berarti
mustahil. Di sebelahmu saat ini, ada seseorang yang dengan brilian
berhasil melakukannya. Enlai. dia berhasil menerimamu apa
adanya, Nak. Dia tulus menyemangatimu, tulus mencintaimu.
Padahal, dia tahu persis kau seorang cabo. Sedikit sekali laki-laki
yang bisa menyayangi bekas seorang cabo. Tapi Enlai bisa, karena
dia menerima kenyataan itu. Dia peluk erat sekali. Dia bahkan
tidak menyerah meski kau telah menyerah. Dia bahkan tidak
berhenti meski kau telah berhenti” (hlm: 313).
68
c. Tidak Mementingkan Diri Sendiri
Gurutta memberikan pesan kepada Daeng Andipati agar tidak
memaksakan kehendaknya kepada Ambo Uleng.
Gurutta menatap Daeng Andipati, “Kau bilang iya, mengaku „aku
keliru‟ hanya untuk kemudian dalam satu tarikan napas tetap
mengotot lagi? Itu tidak baik, Nak” (hlm: 341).
d. Sabar
Gurutta memberikan pesan kepada jama‟ah majelis ilmu agar
senantiasa bersabar dalam segala urusan.
Gurutta menjadi imam shalat shubuh, kemudian mendirikan
majelis ilmu selama lima belas menit. Membahas soal pentingnya
bersabar dalam setiap urusan. Jamaah shalat mendengarkan dengan
seksama. Termasuk Anna, karena Gurutta menyampaikan
persoalan itu lewat kisah-kisah yang ada di dalam Alquran. Kalau
sudah cerita, Anna pasti suka (hlm: 456).
Pesan agar bersabar juga disampaikan Gurutta kepada Mbah
Kakung Slamet. Sabar dalam menghadapi cobaan yang diberikan Allah
Swt atas kematian Mbah Putri Slamet.
“Dalam Alquran, ditulis dengan indah, minta tolonglah kepada
sabar dan shalat. Kita disuruh melakukan itu, Kang Mas.
Bagaimana mungkin sabar bisa menolong kita? Tentu saja bisa.
Dalam situasi tertentu, sabar bahkan adalah penolong paling
dahsyat. Tiada terkira. Dan shalat, itu juga penolong terbaik tiada
tara. Aku senang mendengar kabar, meski Kang Mas menolak
makan, tapi masih mau shalat tepat waktu. Itu berarti Kang Mas
masih memiliki harapan, doa-doa. Sungguh beruntung orang-orang
yang sabar dan senantiasa menegakkan shalat” (hlm: 472).
e. Ikhlas
Ikhlas merupakan salah satu pesan yang diberikan Gurutta kepada
Mbah Kakung Slamet. Ikhlas menerima takdir bahwa kematian Mbah
Putri Slamet di dalam kapal dan cara pemakamannya dengan
ditenggelamkan ke dasar laut.
69
“Kang Mas,” Gurutta memegang lembut lengan Mbah Kakung,
orang yang lebih tua lima tahun darinya, “Seandainya aku bisa
membuat kapal ini membawa jasad istrimu ke Semarang, aku
sendiri yang akan melakukannya. Aku sendiri yang akan
membawanya. Tapi kita tidak bisa melakukannya, Kang Mas.
Kapten telah mengambil keputusan. Ikhlaskanlah” (hlm: 430).
“Tapi, kembali lagi ke soal takdir tadi, mulailah menerimanya
dengan lapang hati, Kang Mas. Karena kita mau menerima atau
menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa
perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir
bahkan basa-basi menyapa pun tidak. Tidak peduli. Nah, kabar
baiknya, karena kita tidak bisa mengendalikannya, bukan berarti
kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap bisa mengendalikan diri
sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia menerimanya,
atau mendustakannya” (hlm: 471).
“Lihatlah dari kacamata itu, Kang Mas. Dari genapnya amal Mbah
Putri. Jangan memaksakan melihatnya dari kacamata kita. Terus
bersikeras, bertanya, tidak terima. Jika itu yang kita lakukan, maka
kita akan terus kembali, kembali, dan kembali lagi ke posisi awal.
Tidak pernah beranjak jauh. Lihatlah dari kacamata Mbah Putri
yang genap menemani Kang Mas hingga Samudera Hindia. Dia
telah menunaikan kewajibannya sebagai istri tercinta. Mbah Putri
memang tidak menemani Kang Mas bergandengan tangan di depan
Masjidil Haram, tapi amal perbuatan kita sudah dihitung sejak dari
niat” (hlm: 473).
f. Tegar
Gurutta memberikan pesan kepada Bonda Upe agar tegar
menghadapi masalah, tidak menanggapi penilaian orang lain yang akan
menjatuhkan diri sendiri tentang siapa sebenarnya diri kita apakah baik
atau buruk.
“Kita tidak perlu membuktikan apapun kepada siapa pun bahwa
kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan
merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. Karena toh,
kalaupun orang lain menganggap kita demikian, pada akhirnya
tetap kita sendiri yang tahu persis apakah kita memang sebaik itu”
(hlm: 314).
“Bagian yang kedua, tentang penilaian orang lain, tentang cemas
diketahui orang lain siapa kau sebenarnya. Maka ketahuilah, Nak,
saat kita tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu
70
bahagia atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh
kesedihan. Orang lain hanya melihat wajah. Saat kita menangis
pun sama, hanya kita yang tahu persis apakah tangisan itu sedih
atau tidak. Boleh jadi kita sedang menangis dalam seluruh
kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar. Maka, tidak relevan
penilaian orang lain (hlm: 313).
“Kita tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Itu kehidupan kita.
Tidak perlu siapa pun mengakuinya untuk dibilang hebat. Kitalah
yang tahu persis setiap perjalanan hidup yang kita lakukan. Karena
sebenarnya yang tahu persis apakah kita bahagia atau tidak, tulus
atau tidak, hanya diri kita sendiri. Kita tidak perlu menggapai
seluruh catatan hebat menurut versi manusia sedunia. Kita hanya
perlu merengkuh rasa damai dalam hati kita sendiri” (hlm: 313).
g. Optimis
Optimis adalah salah satu pesan Gurutta kepada Ambo Uleng yang
berputus asa menjalani hidupnya. Ambo Uleng tidak mempunyai
semangat untuk hidup.
“Tentu saja bukan perjalanan kapal ini yang kumaksud. Meski
memang jarak Pelabuhan Jeddah masih berminggu-minggu.
Melainkan perjalanan hidup kita. Kau masih muda. Perjalanan
hidupmu boleh jadi jauh sekali, Nak. Hari demi hari, hanyalah
pemberhentian kecil. Bulan demi bulan, itupun sekadar pelabuhan
sedang. Pun tahun demi tahun, mungkin itu bisa kita sebut
dermaga transit besar. Tapi itu semua sifatnya adalah
pemberhentian. Dengan segera, kapal kita berangkat kembali,
menuju tujuan yang paling hakiki.” Gurutta tersenyum (hlm: 284).
h. Lapang Dada
Gurutta berpesan kepada Daeng Andipati untuk berlapang dada
dalam memaafkan kesalahan ayahnya yang sudah meninggal di masa
lampau.
“Bagian yang ketiga, terakhir, bagian yang sangat penting karena
kau punya perangai keras kepala, tidak mudah menyerah, dan
selalu menyimpan sendirian semuanya. Maka ketahuilah, Andi,
kesalahan itu ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang
mencoretnya dengan keliru. Kita bisa memaafkannya dengan
menghapus tulisan tersebut, baik dengan penghapus biasa,
penghapus canggih, dengan apa pun. Tapi tetap tersisa bekasnya.
71
Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar bersih, hanya satu
jalan keluarnya, bukalah lembaran baru yang benar-benar kosong”
(hlm: 376).
“Buka lembaran baru, tutup lembaran yang pernah tercoret. Jangan
diungkit-ungkit lagi. Jangan ada tapi, tapi, dan tapi. Tutup
lembaran tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya?
Tidak mudah. Tapi jika kau bersungguh-sungguh, jika kau berniat
teguh, kau pasti bisa melakukannya. Mulailah hari ini. Mulailah
detik ini, berpuluh tahun kau terlambat melakukannya, Andi.
Berpuluh tahun kau justru berkutat membolak-balik halaman itu,
tidak pernah maju. Maka di atas kapal ini, berjanjilah kau akan
menutup lembaran lama itu. Mulai membuka lembaran baru yang
benar-benar kosong. Butuh waktu melakukannya. Tapi aku
percaya, saat kapal ini tiba di Jeddah, saat akhirnya kau menatap
Masjidil Haram, hati kau sudah lapang seperti halaman baru. Kau
tidak lagi membawa kebencian itu di Tanah Suci. Karena tidak
pantas, seorang anak membawa kebencian pada ayahnya di Tanah
Suci” (hlm: 376).
“Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu,
karena kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena
kau berhak atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang
penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau
memiliki lampu kecil di hatimu” (hlm: 376).
3. Akhlak terhadap Sesama
a. Ta‟awun
Pesan Gurutta kepada Ambo Uleng adalah untuk selalu menolong
orang lain (ta‟awun) karena Allah Swt akan menolong seseorang yang
mau menolong saudaranya.
“Kau memang seorang pemuda yang bercahaya bagai rembulan,
Ambo.” Gurutta menepuk lembut bahu kelasi itu sebelum beranjak
pergi, “Kabar baik bagi kau, karena ketahuilah, barang siapa yang
tulus menolong saudaranya, maka Allah Swt akan menolong
dirinya. Itu janji Tuhan yang pasti. Semoga kau termasuk di dalam
golongan itu” (hlm: 139).
72
b. Berkumpul dengan Orang Baik
Gurutta berpesan kepada Bonda Upe yang selalu menyendiri
karena takut masa lalunya diketahui agar mau berkumpul dengan orang
lain. Lebih tepatnya orang-orang yang baik untuk saling belajar dan
berbagi ilmu.
“Menurut hemat orang tua ini, sesekali kau perlu bergaul dengan
jamaah lain, Nak. Mereka bisa jadi teman perjalanan yang
menyenangkan. Kau bisa belajar dari mereka, dan sebaliknya,
mereka bisa belajar dari kau, Upe” (hlm: 177).
“Tidak masalah, Nak. Mata air yang dangkal, tetap saja
bermanfaat jika jernih dan tulus. Tetap segar airnya.” Gurutta
mengangguk, “Kita bisa saling belajar satu sama lain, saling
memperbaiki bacaan. Mungkin saat kapal tiba di Surabaya, ada
Qari atau Qariah dari Tanah Jawa yang ikut kapal ini. Pun saat tiba
di Sumatera, Qari dari Palembang terkenal sekali baik bacaannya.
Mereka Insya Allah Swt bersedia menjadi guru mengaji
penumpang dewasa” (hlm: 57).
c. Berbuat Baik
Gurutta memberikan pesan kepada Bonda Upe untuk selalu
berbuat baik kepada orang lain meskipun mempunyai masa lalu yang
kelam.
“Apakah Allah akan menerima haji seorang pelacur? Hanya Allah
yang tau. Kita hanya bisa berharap dan takut. Senantiasa berharap
atas ampunannya. Selalu takut atas azabnya. Belajarlah dari
riwayat itu. Selalulah berbuat baik, Upe. Selalu. Maka, semoga
besok lusa, ada satu perbuatan baikmu yang menjadi sebab kau
diampuni. Mengajar anak-anak mengaji misalnya, boleh jadi itu
adalah sebabnya” (hlm: 315).
“Pahami tiga hal itu, Nak, semoga hati kau menjadi lebih tenang.
Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhenti cemas atas
penilaian orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak
mungkin” (hlm: 315).
“Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum
terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan
belajar. Kau sudah melakukannya sejak terjebak di ruangan kecil
73
antara hidup dan mati. Kau mulai belajar ilmu agama. Kau juga
belajar tentang kapal uap ini. Dan kelebihan kau yang paling utama
adalah kau senantiasa berbuat baik kepada siapa pun. Maka
teruslah menjadi orang baik seperti itu. Insya Allah, besok lusa,
Allah sendiri yang akan menyingkapkan misteri takdirnya” (hlm:
493).
d. Menutup Aib
Dialog yang dilakukan Gurutta dan Bonda Upe berisi tentang
akhlak menutupi aib saudaranya. Gurutta menasehati Bonda Upe agar
tidak cemas masa lalunya yang pahit diketahui oleh orang lain karena
muslim yang baik pasti akan menutupi aib saudaranya sesama muslim.
“Besok lusa, mungkin ada saja penumpang kapal yang tahu kau
bekas seorang cabo. Tapi buat apa dicemaskan? Saudaramu
sesama muslim, jika dia tahu, maka dia akan menutup aibmu.
Karena Allah manjanjikan barang siapa menutup aib saudaranya,
maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Itu janji
yang hebat sekali. Kalaupun ada saudara kita yang tetap
membahasnya, mengungkitnya, kita tidak perlu berkecil hati.
Abaikan saja. Dia melakukan itu karena ilmunya dangkal. Doakan
saja semoga besok lusa dia paham” (hlm: 314).
e. Solidaritas
Pesan Gurutta kepada jamaah haji di Kapal adalah menjunjung
tinggi solidaritas atau persaudaraan sesama muslim.
“Kita terhubungkan bukan saja karena satu perjalanan menuju
Tanah Suci. Bukan juga karena kita semua berada senasib satu
kapal di sini. Tapi yang paling penting, kita satu saudara, sesama
muslim. Tidak peduli seberapa kaya kita, seberapa rupawan paras
kita, seberapa tinggi kedudukan dan derajat kita. Tidak peduli di
kabin kelas berapa kita sekarang tinggal di kapal ini dan seberapa
banyak bekal yang dibawa. Kita semua satu, saudara muslim”
(hlm: 55).
f. Menghargai Orang Lain
Gurutta mengingatkan Daeng Andipati agar tidak menghina Ambo
Uleng yang meminta belajar shalat kepada Gurutta. Pesan yang
74
disampaikan Gurutta kepada Daeng Andipati adalah untuk menghargai
orang lain.
“Aku tahu kau kau tidak bermaksud jelek, tapi itu bukan respon
yang baik, Nak. Anak muda ini minta diajarkan shalat, dan kau
justru menatapnya seolah hendak bilang „Hei, bagaimana mungkin
seusiamu tidak bisa shalat‟. Itu tidak baik dilakukan sesama
saudara muslim..” Gurutta berkata datar ke arah Daeng Andipati
(hlm: 419).
g. Pemaaf
Dialog yang dilakukan Gurutta kepada Daeng Andipati adalah
tentang menjadi orang yang pemaaf. Orang yang memaafkan adalah
orang yang mempunyai jiwa yang besar.
“Bagian yang kedua adalah terkait dengan berdamai tadi.
Ketahuilah, Nak, saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu
bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah
orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan
memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam
hati” (hlm: 374).
4. Akhlak terhadap Orang Tua
a. Memaafkan Orang Tua
Pesan yang disampaikan Gurutta kepada Daeng Andipati adalah
agar berbuat baik kepada orang tua. Memaafkan kesalahan ayahnya yang
sudah meninggal. Seberapapun buruknya perilaku ayah kepada anaknya,
seorang ayah tetap wajib dihormati oleh anak.
“Kau benci ayahmu, Nak, karena kau membenci dirimu sendiri
yang tidak kuasa mencegahnya berbuat kasar pada ibumu. Kau
membenci ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak
mampu menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat ayahmu.
Mau bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang menariknya
apakah ibumu membenci ayahmu? Dia ternyata memilih tidak. Dia
memilih tetap setia berada di sisi suaminya. Meski dipukul,
ditendang, dijambak, ibumu memilih tetap menyayanginya. Kau
tidak bisa memahami jalan pikiran ibumu karena bertolak belakang
sekali. Tapi bagi ibumu, dia mudah sekali memahami
75
keputusannya. Dia tidak membenci dirinya yang telah keliru
menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap bertahan, kenapa
tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu semua. Dia terima
sepenuh hati, maka dia bisa bahagia atas pilihannya. Boleh jadi,
tidak sedetik pun dia benci dengan suaminya. Kenapa kau memilih
benci? Sedangkan Ibumu tidak? Kenapa kau memilih benci,
sedangkan orang lain memilih berdamai dengan situasi di
sekitarnya? Pikirkanlah!” (hlm: 374).
“Bagian yang kedua adalah terkait dengan berdamai tadi.
Ketahuilah, Nak, saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu
bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah
orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan
memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam
hati” (hlm: 374).
“Maafkanlah ayahmu, Nak. Hanya dengan itu kita bisa merengkuh
kedamaian. Dalam agama kita banyak sekali perintah agar kita
senantiasa memaafkan. Ditulis indah dalam kitab suci, diwasiatkan
langsung oleh Nabi. Keburukan bisa dibalas dengan keburukan,
tapi sungguh besar balasan Allah Swt, jika kita memilih
memaafkan. Lihatlah, bahkan Allah Swt tidak mengirim petir bagi
Daeng Patoto, karena boleh jadi, Allah Swt masih memberikan
maaf di dunia ini, menangguhkan hukuman. Kau berhak atas
kedamaian dihatimu. Maafkanlah seperti ibumu yang memilih
memaafkan suaminya. Maafkanlah seperti ibumu yang hingga
akhir hayatnya tetap berdiri di samping suaminya. Tidak pergi
walau selangkah. Tidak mundur walau sejengkal” (hlm: 375).
“Buka lembaran baru, tutup lembaran yang pernah tercoret. Jangan
diungkit-ungkit lagi. Jangan ada tapi, tapi, dan tapi. Tutup
lembaran tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya?
Tidak mudah. Tapi jika kau bersungguh-sungguh, jika kau berniat
teguh, kau pasti bisa melakukannya. Mulailah hari ini. Mulailah
detik ini, berpuluh tahun kau terlambat melakukannya, Andi.
Berpuluh tahun kau justru berkutat membolak-balik halaman itu,
tidak pernah maju. Maka di atas kapal ini, berjanjilah kau akan
menutup lembaran lama itu. Mulai membuka lembaran baru yang
benar-benar kosong. Butuh waktu melakukannya. Tapi aku
percaya, saat kapal ini tiba di Jeddah, saat akhirnya kau menatap
Masjidil Haram, hati kau sudah lapang seperti halaman baru. Kau
tidak lagi membawa kebencian itu di Tanah Suci. Karena tidak
pantas, seorang anak membawa kebencian pada ayahnya di Tanah
Suci” (hlm: 376).
“Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu,
karena kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena
kau berhak atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang
76
penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau
memiliki lampu kecil di hatimu” (hlm: 376).
“Bagian yang ketiga, terakhir, bagian yang sangat penting karena
kau punya perangai keras kepala, tidak mudah menyerah, dan
selalu menyimpan sendirian semuanya. Maka ketahuilah, Andi,
kesalahan itu ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang
mencoretnya dengan keliru. Kita bisa memaafkannya dengan
menghapus tulisan tersebut, baik dengan penghapus biasa,
penghapus canggih, dengan apa pun. Tapi tetap tersisa bekasnya.
Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar bersih, hanya satu
jalan keluarnya, bukalah lembaran baru yang benar-benar kosong”
(hlm: 376).
b. Kasih Sayang
Pesan lain yang disampaikan Gurutta tentang birrul walidain
adalah berkasih sayang terhadap orang tua karena orang tua mempunyai
jasa yang sangat besar dalam kehidupan anak. Pesan untuk berkasih
sayang kepada kedua orang tua disampaikan Gurutta kepada Daeng
Andipati yang membenci ayahnya.
“Selalu menyakitkan saat kita membenci sesuatu. Apalagi jika itu
ternyata membenci orang yang seharusnya kita sayangi. Suami istri
saling membenci. Anak membenci orang tuanya, atau sebaliknya,
orang tua membenci anaknya. Kakak membenci adiknya, adik
membenci kakaknya. Satu-dua itu hanya kebencian biasa. Tapi
tidak sedikit yang seperti kau alami, kebencian luar biasa. Satu-dua
hanya karena alasan sepele. Tapi tidak sedikit seperti keluarga
kalian, karena rasa sakit yang terlalu lama, karena perbuatan yang
memang tidak dibenarkan” (hlm: 372).
“Kau benci ayahmu, Nak, karena kau membenci dirimu sendiri
yang tidak kuasa mencegahnya berbuat kasar pada ibumu. Kau
membenci ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak
mampu menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat ayahmu.
Mau bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang menariknya
apakah ibumu membenci ayahmu? Dia ternyata memilih tidak. Dia
memilih tetap setia berada di sisi suaminya. Meski dipukul,
ditendang, dijambak, ibumu memilih tetap menyayanginya. Kau
tidak bisa memahami jalan pikiran ibumu karena bertolak belakang
sekali. Tapi bagi ibumu, dia mudah sekali memahami
keputusannya. Dia tidak membenci dirinya yang telah keliru
menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap bertahan, kenapa
77
tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu semua. Dia terima
sepenuh hati, maka dia bisa bahagia atas pilihannya. Boleh jadi,
tidak sedetik pun dia benci dengan suaminya. Kenapa kau memilih
benci? Sedangkan Ibumu tidak? Kenapa kau memilih benci,
sedangkan orang lain memilih berdamai dengan situasi di
sekitarnya? Pikirkanlah!” (hlm: 374).
“Ada orang-orang yang kita benci. Ada pula orang-orang yang kita
sukai. Hilir-mudik datang dalam kehidupan kita. Tapi apakah kita
berhak membenci orang lain? Sedangkan Allah sendiri tidak
mengirimkan petir segera? Misalnya pada ayah kau, seolah tiada
nampak hukuman di muka bumi baginya. Aku tidak tahu
jawabanya. Tapi coba pikirkan hal ini. Pikirkan dalam-dalam,
kenapa kita harus benci? Kenapa? Padahal kita bisa saja mengatur
hati kita, bilang saya tidak akan membencinya. Toh itu hati kita
sendiri. Kita berkuasa penuh mengatur-aturnya. Kenapa kita tetap
memutuskan membenci? Karena boleh jadi, saat kita membenci
orang lain, kita sebenarnya sedang membenci diri sendiri” (hlm:
373).
“Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu,
karena kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena
kau berhak atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang
penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau
memiliki lampu kecil di hatimu” (hlm: 376).
78
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Pesan Guruttayang Berkaitan dengan Akhlak Terpuji
1. Menerima Takdir
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Bagian yang pertama, kita keliru sekali jika lari dari kenyataan hidup,
Nak. Aku tahu, lima belas tahun menjadi pelacur adalah nista yang tak
terbayangkan. Tapi sungguh, kalau kau berusaha lari dari kenyataan itu,
kau hanya menyulitkan diri sendiri. Ketahuilah, semakin keras kau
berusaha lari, maka semakin kuat cengkeramannya. Semakin kencang
kau berteriak melawan, maka semakin kencang pula gemanya
memantul, memantul, dan memantul lagi memenuhi kepala (hlm: 312).
“Kita tidak bisa melakukan itu, Upe. Tidak bisa. Cara terbaik
menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah
dengan damai menerima masa lalumu. Buat apa dilawan? Dilupakan?
Itu sudah menjadi bagian hidup kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia
tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya.
Dengan kau menerimanya, perlahan-lahan, dia akan memudar sendiri.
Disiram oleh waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia”
(hlm: 312).
“Pahami tiga hal itu, Nak, semoga hati kau menjadi lebih tenang.
Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhenti cemas atas penilaian
orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak mungkin” (hlm: 315).
Gurutta menyampaikan pesan kepada Bonda Upe dengan sangat bijak
yakni bahwa kenyataan hidup terkadang menyedihkan. Tetapi jika lari dari
kenyataan hanya akan menyulitkan diri. Masa lalu tidak dapat terlepas dari
hidup seseorang karena merupakan bagian dari hidup. Masa lalu jangan
dilawan tetapi harus dihadapi, berdiri gagah, diterima dan dijadikan tempat
terbaik dalam hidup. Dengan menerima masa lalu maka perlahan-lahan akan
memudar sendiri.
79
“Kau benci ayahmu, Nak, karena kau membenci dirimu sendiri yang
tidak kuasa mencegahnya berbuat kasar pada ibumu. Kau membenci
ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak mampu
menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat ayahmu. Mau
bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang menariknya apakah ibumu
membenci ayahmu? Dia ternyata memilih tidak. Dia memilih tetap
setia berada di sisi suaminya. Meski dipukul, ditendang, dijambak,
ibumu memilih tetap menyayanginya. Kau tidak bisa memahami jalan
pikiran ibumu karena bertolak belakang sekali. Tapi bagi ibumu, dia
mudah sekali memahami keputusannya. Dia tidak membenci dirinya
yang telah keliru menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap
bertahan, kenapa tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu semua. Dia
terima sepenuh hati, maka dia bisa bahagia atas pilihannya. Boleh jadi,
tidak sedetik pun dia benci dengan suaminya. Kenapa kau memilih
benci? Sedangkan Ibumu tidak? Kenapa kau memilih benci, sedangkan
orang lain memilih berdamai dengan situasi di sekitarnya?
Pikirkanlah!” (hlm: 374).
Gurutta menyampaikan pesan kepada Daeng Andipati yang membenci
ayahnya dengan memberi contoh seperti apa yang ibu Daeng Andipati
lakukan yakni tetap setia menemani dan mendampingi ayah Daeng Andipati
meskipun selalu diperlakukan kasar hingga ajal menjemput ibu Daeng
Andipati. Ibu Daeng Andipati tetap bertahan, menerima sepernuh hati dan
bahagia atas pilihannya.
“Tapi, kembali lagi ke soal takdir tadi, mulailah menerimanya dengan
lapang hati, Kang Mas. Karena kita mau menerima atau menolaknya,
dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah
kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa-basi menyapa
pun tidak. Tidak peduli. Nah, kabar baiknya, karena kita tidak bisa
mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita
tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya.
Apakah bersedia menerimanya, atau mendustakannya” (hlm: 471).
“Lihatlah dari kacamata itu, Kang Mas. Dari genapnya amal Mbah
Putri. Jangan memaksakan melihatnya dari kacamata kita. Terus
bersikeras, bertanya, tidak terima. Jika itu yang kita lakukan, maka kita
akan terus kembali, kembali, dan kembali lagi ke posisi awal. Tidak
pernah beranjak jauh. Lihatlah dari kacamata Mbah Putri yang genap
menemani Kang Mas hingga Samudera Hindia. Dia telah menunaikan
kewajibannya sebagai istri tercinta. Mbah Putri memang tidak
menemani Kang Mas bergandengan tangan di depan Masjidil Haram,
tapi amal perbuatan kita sudah dihitung sejak dari niat” (hlm: 473).
80
Gurutta juga menyampaikan pesan kepada Mbah Kakung Slamet
dengan sangat bijak. Takdir diterima ataupun tidak pasti akan tetap terjadi.
Manusia tidak dapat mengendalikan takdir dari Allah Swt tetapi dapat
mengendalikan diri bagaimana menyikapi takdir yang Allah Swt berikan.
Pesan Gurutta tersebut adalah menerima takdir Allah Swt.
2. Bersyukur
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
Gurutta tersenyum demi mendengar pertanyaan itu, “Tentu saja, Ambo.
Setiap hari aku jatuh cinta. Setidaknya setiap melihat matahari terbit,
aku jatuh cinta, mensyukuri hidupku. Setiap menatap matahari
tenggelam, aku jatuh cinta, berterima kasih atas sepanjang hari, baik itu
menyebalkan ataupun menyenangkan. Bahkan melihat makanan dingin
ini pun aku jatuh cinta” (hlm: 401).
Gurutta menatap kelasi dihadapannya, “Kau tidak perlu
membayangkan sesuatu yang tidak terjadi, Ruben. Buat apa? Bahkan
Ambo uleng baik-baik saja sekarang. Hidup ini akan rumit sekali jika
kita sibuk membahas hal yang seandainya begini, seandainya begitu”
(hlm: 331).
Pesan Gurutta disampaikan dengan sangat sederhana yaitu jatuh cinta
setiap melihat matahari terbit, matahari tenggelam, berterima kasih setiap
hari baik itu menyenangkan ataupun menyebalkan, tidak membayangkan
sesuatu yang tidak terjadi. Pesan Gurutta tersebut adalah bersyukur.
3. Menaati Perintah Allah Swt
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Dalam Alquran, ditulis dengan indah, minta tolonglah kepada sabar
dan shalat. Kita disuruh melakukan itu, Kang Mas. Bagaimana
mungkin sabar bisa menolong kita? Tentu saja bisa. Dalam situasi
tertentu, sabar bahkan adalah penolong paling dahsyat. Tiada terkira.
Dan shalat, itu juga penolong terbaik tiada tara. Aku senang mendengar
kabar, meski Kang Mas menolak makan, tapi masih mau shalat tepat
waktu. Itu berarti Kang Mas masih memiliki harapan, doa-doa.
81
Sungguh beruntung orang-orang yang sabar dan senantiasa
menegakkan shalat” (hlm: 472).
Gurutta berpesan kepada Mbah Kakung Slamet ketika mendapat
masalah maka lakukan shalat, berdoa kepada Allah Swt. Shalat adalah
penolong yang paling dahsyat. Meskipun Mbah Kakung Slamet belum terima
dengan takdir kematian istrinya, Mbah Kakung tetap melaksanakan shalat.
“Yang ketiga, terakhir, mulailah memahami kejadian ini dari kacamata
yang berbeda, agar lengkap. Apa itu? Sederhana penjelasannya. Mbah
Putri meninggal di atas kapal. Mungkin kita melihatnya buruk. Tapi
tidakkah kita mau melihat dari kacamata yang berbeda, Kang Mas,
bahwa Mbah Putri meninggal di atas kapal yang menuju Tanah Suci,
dan dia menghembuskan napas terakhirnya saat sedang shalat shubuh”
(hlm: 472).
Shalat adalah kewajiban setiap Muslim. Pesan Gurutta kepada Mbah
Kakung Slamet disampaikan dengan memberi contoh ketika Mbah Putri
meninggal adalah pada saat melaksanakan shalat shubuh. Mbah Putri sedang
melaksanakan kewajibannya kepada AllahSwt pada sisa-sisa usianya.
“Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati, tidak
mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena harapan,
keinginan memiliki tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri.
Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri.
Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. Karena esok
lusa, ada orang yang mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak
maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta
itu sendiri .... (hlm: 493).
Gurutta berpesan kepada Ambo Uleng ketika tidak mendapatkan apa
yang kita inginkan, kita boleh kecewa, boleh marah tetapi jangan berlebihan
melebihi kaidah-kaidah agama, jangan lakukan maksiat dan tetap payuh pada
peraturan agama. Pesan Gurutta tersebut adalah menaati perintah Allah Swt.
4. Tobat
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
82
“Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum
terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan
belajar. Kau sudah melakukannya sejak terjebak di ruangan kecil antara
hidup dan mati. Kau mulai belajar ilmu agama. Kau juga belajar
tentang kapal uap ini. Dan kelebihan kau yang paling utama adalah kau
senantiasa berbuat baik kepada siapa pun. Maka teruslah menjadi orang
baik seperti itu. Insya Allah, besok lusa, Allah sendiri yang akan
menyingkapkan misteri takdirnya” (hlm: 493).
Ambo Uleng adalah seorang pelaut yang tadinya lupa dengan Allah
Swt, tidak pernah melaksanakan perintah Allah Swt. Tetapi ketika dia
memiliki keinginan yang belum terwujud dan mengalami peristiwa yang
hampir merenggut nyawanya, Ambo Uleng mulai memperbaiki diri, kembali
kepada Allah Swt dengan belajar ilmu agama. Pesan Gurutta tersebut adalah
tobat.
5. Khauf dan Raja‟
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut
“Apakah Allah akan menerima haji seorang pelacur? Hanya Allah yang
tau. Kita hanya bisa berharap dan takut. Senantiasa berharap atas
ampunannya. Selalu takut atas azabnya. Belajarlah dari riwayat itu.
Selalulah berbuat baik, Upe. Selalu. Maka, semoga besok lusa, ada satu
perbuatan baikmu yang menjadi sebab kau diampuni. Mengajar anak-
anak mengaji misalnya, boleh jadi itu adalah sebabnya” (hlm: 315).
Gurutta memberikan pesan kepada Bonda Upe yang cemas dosanya di
masa lalu sebagai seorang cabo (pelacur) tidak diampuni oleh Allah Swt
untuk senantiasa berharap Allah Swt pasti akan mengampuni dosanya dan
selalu takut dengan azab Allah Swt atas dosa yang pernah dilakukan.
“Kalau kau hanya takut pada Allah, maka tidak ada yang membuat kau
gentar, Andi. Tapi kalau kau takut dengan urusan dunia, takut dengan
manusia misalnya, maka kau benar, lorong-lorong ini memang
menakutkan (hlm: 269).
Gurutta memberikan pesan kepada Daeng Andipati bahwa tidak ada
yang membuat gentar apabila hanya takut kepada Allah Swt. Tidak ada yang
83
perlu ditakuti kecuali Allah Swt. Pesan Gurutta tersebut adalah khauf dan
Raja‟.
6. Tawakal
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Yang kedua, biarkan waktu mengobati seluruh kesedihan, Kang Mas.
Ketika kita tidak tahu mau melakukan apalagi, ketika kita merasa
semua sudah hilang, musnah, habis sudah, maka itulah saatnya untuk
membiarkan waktu menjadi obat terbaik. Hari demi hari akan
menghapus selembar demi lembar kesedihan. Minggu demi minggu
akan melepas sepapan demi sepapan kegelisahan. Bulan, tahun, maka
rontok sudahlah bangunan kesedihan di dalam hati. Biarkan waktu
mengobatinya, maka semoga kita lapang hati menerimanya. Sambil
terus mengisi hari-hari dengan baik dan positif” (hlm: 472).
Gurutta menyampaikan pesan kepada Mbah Kakung Slamet yang sedih
dan tidak terima ditinggal istrinya dengan kalimat yang baik dan bijak.
Ketika bersedih dan putus asa ditinggal mati oleh orang yang sangat dicintai
maka serahkan segala urusan kepada Allah Swt dengan membiarkan waktu
yang akan mengobati seluruh kesedihan sambil terus mengisi hari-hari
dengan baik. Pesan Gurutta tersebut adalah tawakal.
7. Adil terhadap Diri Sendiri
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Maka jangan pernah merusak diri sendiri. Kita boleh jadi benci atas
kehidupan ini. Boleh kecewa. Boleh marah. Tapi ingatlah nasihat lama,
tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri. Akan dia
rawat kapalnya, hingga dia bisa tiba di pelabuhan terakhir. Maka,
jangan rusak kapal kehidupan milik kau, Ambo, hingga dia tiba di
dermaga terakhirnya” (hlm: 284).
“Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati, tidak
mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena harapan,
keinginan memiliki tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri.
Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri.
Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. Karena esok
lusa, ada orang yang mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak
84
maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta
itu sendiri .... (hlm: 493).
Gurutta memberikan pesan kepada Ambo Uleng dengan mengutip
nasihat yaitu “tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri”.
Maksud dari kapal adalah kehidupan. Boleh kecewa dan marah terhadap
kehidupan tetapi jangan berlebihan. Jagalah diri dan jangan merusak diri
sendiri. Pesan Gurutta tersebut adalah adil terhadap diri sendiri.
8. Gigih
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Apakah mudah melakukannya? Itu sulit. Tapi bukan berarti mustahil.
Di sebelahmu saat ini, ada seseorang yang dengan brilian berhasil
melakukannya. Enlai. dia berhasil menerimamu apa adanya, Nak. Dia
tulus menyemangatimu, tulus mencintaimu. Padahal, dia tahu persis
kau seorang cabo. Sedikit sekali laki-laki yang bisa menyayangi bekas
seorang cabo. Tapi Enlai bisa, karena dia menerima kenyataan itu. Dia
peluk erat sekali. Dia bahkan tidak menyerah meski kau telah
menyerah. Dia bahkan tidak berhenti meski kau telah berhenti” (hlm:
313).
Gurutta memberikan pesan kepada Bonda Upe yang putus asa
menghadapi masa lalunya sebagai seorang cabo dengan membicarakan Enlai
(suami Bonda Upe) sebagai contoh. Enlai menerima kenyataan masa lalu
Bonda Upe adalah seorang cabo. Dia tidak menyerah menghadapi kenyataan
masa lalu Bonda Upe danterus menyemangati Bonda Upe agar bisa
menerima kenyataan. Pesan Gurutta tersebut adalah gigih.
9. Tidak Mementingkan Diri Sendiri
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
Gurutta menatap Daeng Andipati, “Kau bilang iya, mengaku „aku
keliru‟ hanya untuk kemudian dalam satu tarikan napas tetap mengotot
lagi? Itu tidak baik, Nak” (hlm: 341).
Gurutta memberikan pesan kepada Daeng Andipati agar tidak
85
memaksakan kehendaknya kepada Ambo Uleng. Ketika seseorang
menginginkan sesuatu atas orang lain, maka sebaiknya memikirkan orang
lain juga. Apakah setuju atau tidak dengan kehendak kita. Pesan Gurutta
tersebut adalah tidak mementingkan diri sendiri.
10. Sabar
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
Gurutta menjadi imam shalat shubuh, kemudian mendirikan majelis
ilmu selama lima belas menit. Membahas soal pentingnya bersabar
dalam setiap urusan. Jamaah shalat mendengarkan dengan seksama.
Termasuk Anna, karena Gurutta menyampaikan persoalan itu lewat
kisah-kisah yang ada di dalam Alquran. Kalau sudah cerita, Anna pasti
suka (hlm: 456).
“Dalam Alquran, ditulis dengan indah, minta tolonglah kepada sabar
dan shalat. Kita disuruh melakukan itu, Kang Mas. Bagaimana
mungkin sabar bisa menolong kita? Tentu saja bisa. Dalam situasi
tertentu, sabar bahkan adalah penolong paling dahsyat. Tiada terkira.
Dan shalat, itu juga penolong terbaik tiada tara. Aku senang mendengar
kabar, meski Kang Mas menolak makan, tapi masih mau shalat tepat
waktu. Itu berarti Kang Mas masih memiliki harapan, doa-doa.
Sungguh beruntung orang-orang yang sabar dan senantiasa
menegakkan shalat” (hlm: 472).
Gurutta berpesan kepada jamaah majelis ilmu dan Mbah Kakung
Slamet bahwa bersabar dalam setiap urusan adalah penting. Sabar adalah
penolong dahsyat ketika seseorang mendapat masalah. Pesan Gurutta
tersebut adalah sabar.
11. Ikhlas
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Kang Mas,” Gurutta memegang lembut lengan Mbah Kakung, orang
yang lebih tua lima tahun darinya, “Seandainya aku bisa membuat
kapal ini membawa jasad istrimu ke Semarang, aku sendiri yang akan
melakukannya. Aku sendiri yang akan membawanya. Tapi kita tidak
bisa melakukannya, Kang Mas. Kapten telah mengambil keputusan.
Ikhlaskanlah” (hlm: 430).
86
“Tapi, kembali lagi ke soal takdir tadi, mulailah menerimanya dengan
lapang hati, Kang Mas. Karena kita mau menerima atau menolaknya,
dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah
kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa-basi menyapa
pun tidak. Tidak peduli. Nah, kabar baiknya, karena kita tidak bisa
mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita
tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya.
Apakah bersedia menerimanya, atau mendustakannya” (hlm: 471).
“Lihatlah dari kacamata itu, Kang Mas. Dari genapnya amal Mbah
Putri. Jangan memaksakan melihatnya dari kacamata kita. Terus
bersikeras, bertanya, tidak terima. Jika itu yang kita lakukan, maka kita
akan terus kembali, kembali, dan kembali lagi ke posisi awal. Tidak
pernah beranjak jauh. Lihatlah dari kacamata Mbah Putri yang genap
menemani Kang Mas hingga Samudera Hindia. Dia telah menunaikan
kewajibannya sebagai istri tercinta. Mbah Putri memang tidak
menemani Kang Mas bergandengan tangan di depan Masjidil Haram,
tapi amal perbuatan kita sudah dihitung sejak dari niat” (hlm: 473).
Gurutta memberikan pesan kepada Mbah Kakung Slamet untuk
merelakan kematian istrinya di kapal. Dimana ketika seseorang meninggal di
kapal maka cara pemakamannya adalah dengan ditenggelamkan ke dasar
laut. Mbah Kakung tidak terima dengan kematian istrinya. Gurutta
memberikan pesan agar Mbah Kakung brsedia menerima takdir yang Allah
Swt dengan tidak lagi bertanya-tanya kenapa Mbah Putri harus meninggal
ketika dalam perjalanan ibadah haji yang telah Mbah Kakung dan Mbah Putri
harapkan dari dulu. Pesan Gurutta tersebut adalah ikhlas.
12. Tegar
Kutipan pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Kita tidak perlu membuktikan apapun kepada siapa pun bahwa kita itu
baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan diri sendiri
dengan penilaian orang lain. Karena toh, kalaupun orang lain
menganggap kita demikian, pada akhirnya tetap kita sendiri yang tahu
persis apakah kita memang sebaik itu” (hlm: 314).
“Bagian yang kedua, tentang penilaian orang lain, tentang cemas
diketahui orang lain siapa kau sebenarnya. Maka ketahuilah, Nak, saat
kita tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia
87
atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan.
Orang lain hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya
kita yang tahu persis apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi
kita sedang menangis dalam seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya
melihat luar. Maka, tidak relevan penilaian orang lain (hlm: 313).
“Kita tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Itu kehidupan kita. Tidak
perlu siapa pun mengakuinya untuk dibilang hebat. Kitalah yang tahu
persis setiap perjalanan hidup yang kita lakukan. Karena sebenarnya
yang tahu persis apakah kita bahagia atau tidak, tulus atau tidak, hanya
diri kita sendiri. Kita tidak perlu menggapai seluruh catatan hebat
menurut versi manusia sedunia. Kita hanya perlu merengkuh rasa
damai dalam hati kita sendiri” (hlm: 313).
Penilaian orang lain yang menjatuhkan terkadang membuat seseorang
menjadi lemah dan putus asa. Gurutta memberikan pesan kepada Bonda Upe
yang cemas masa lalunya sebagai cabo (pelacur) diketahui orang lain.
Gurutta berpesan bahwa yang mengetahui diri sendiri adalah diri kita sediri.
Orang lain hanya melihat luar saja. Jadi, penilaian orang lain terkadang tidak
benar dan tidak sesuai. Ketika menghadapi masalah angan memikirkan
penilaian orang lain yang akan membuat diri sendiri menjadi lemah. Pesan
Gurutta tersebut adalah tegar.
13. Optimis
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Tentu saja bukan perjalanan kapal ini yang kumaksud. Meski memang
jarak Pelabuhan Jeddah masih berminggu-minggu. Melainkan
perjalanan hidup kita. Kau masih muda. Perjalanan hidupmu boleh jadi
jauh sekali, Nak. Hari demi hari, hanyalah pemberhentian kecil. Bulan
demi bulan, itupun sekadar pelabuhan sedang. Pun tahun demi tahun,
mungkin itu bisa kita sebut dermaga transit besar. Tapi itu semua
sifatnya adalah pemberhentian. Dengan segera, kapal kita berangkat
kembali, menuju tujuan yang paling hakiki.” Gurutta tersenyum (hlm.
284).
Pesan Gurutta kepada Ambo Uleng yang tidak mempunyai semangat
hidup dengan mengibaratkan perjalanan hidup adalah sebuah perjalanan
88
kapal. Perjalanan hidup ini masih sangat panjang. Tujuan yang paling
terakhir adalah tujuan yang hakiki yakni menuju Allah Swt. Tidak ada
gunanya ketika berputus asa dan tidak smangat menjalani hidup ini karena
perjalanan hidup masih sangat panjang hingga menuju tujuan terakhir yakni
menuju Sang Pencipta. Pesan Gurutta tersebut adalah optimis.
14. Lapang dada
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Bagian yang ketiga, terakhir, bagian yang sangat penting karena kau
punya perangai keras kepala, tidak mudah menyerah, dan selalu
menyimpan sendirian semuanya. Maka ketahuilah, Andi, kesalahan itu
ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang mencoretnya dengan keliru.
Kita bisa memaafkannya dengan menghapus tulisan tersebut, baik
dengan penghapus biasa, penghapus canggih, dengan apa pun. Tapi
tetap tersisa bekasnya. Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar
bersih, hanya satu jalan keluarnya, bukalah lembaran baru yang benar-
benar kosong” (hlm: 376).
“Buka lembaran baru, tutup lembaran yang pernah tercoret. Jangan
diungkit-ungkit lagi. Jangan ada tapi, tapi, dan tapi. Tutup lembaran
tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya? Tidak mudah.
Tapi jika kau bersungguh-sungguh, jika kau berniat teguh, kau pasti
bisa melakukannya. Mulailah hari ini. Mulailah detik ini, berpuluh
tahun kau terlambat melakukannya, Andi. Berpuluh tahun kau justru
berkutat membolak-balik halaman itu, tidak pernah maju. Maka di atas
kapal ini, berjanjilah kau akan menutup lembaran lama itu. Mulai
membuka lembaran baru yang benar-benar kosong. Butuh waktu
melakukannya. Tapi aku percaya, saat kapal ini tiba di Jeddah, saat
akhirnya kau menatap Masjidil Haram, hati kau sudah lapang seperti
halaman baru. Kau tidak lagi membawa kebencian itu di Tanah Suci.
Karena tidak pantas, seorang anak membawa kebencian pada ayahnya
di Tanah Suci” (hlm: 376).
“Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu, karena
kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak
atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang penuh coretan
keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil di
hatimu” (hlm: 376).
Gurutta berpesan kepada Daeng Andipati dengan yang membenci
ayahnya yang telah meninggal dengan mengibaratkan sebuah buku.
89
Memaafkan seseorang ibarat menghapus sebuah halaman buku yang telah
dicoret-coret. Halaman itu tidak akan bersih kecuali dengan membuka
halaman yang baru dan menutup halaman lama. Menutup halaman lama
berarti memaafkan dan membuka halaman baru berarti lapang dada. Pesan
Gurutta tersebut adalah lapang dada.
15. Ta‟awun
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Kau memang seorang pemuda yang bercahaya bagai rembulan,
Ambo.” Gurutta menepuk lembut bahu kelasi itu sebelum beranjak
pergi, “Kabar baik bagi kau, karena ketahuilah, barang siapa yang tulus
menolong saudaranya, maka Allah akan menolong dirinya. Itu janji
Tuhan yang pasti. Semoga kau termasuk di dalam golongan itu” (hlm.
139).
Gurutta memberikan nasihat kepada Ambo Uleng yang selalu
menolong orang lain dengan memberikan kabar gembira mengutip ayat al-
Qur‟an bahwa barang siapa yang tulus menolong saudaranya, maka Allah
Swt akan menolong dirinya. Pesan Gurutta tersebut adalah ta‟awun.
16. Berkumpul dengan Orang Baik
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Menurut hemat orang tua ini, sesekali kau perlu bergaul dengan
jamaah lain, Nak. Mereka bisa jadi teman perjalanan yang
menyenangkan. Kau bisa belajar dari mereka, dan sebaliknya, mereka
bisa belajar dari kau, Upe” (hlm: 177).
“Tidak masalah, Nak. Mata air yang dangkal, tetap saja bermanfaat
jika jernih dan tulus. Tetap segar airnya.” Gurutta mengangguk, “Kita
bisa saling belajar satu sama lain, saling memperbaiki bacaan. Mungkin
saat kapal tiba di Surabaya, ada Qari atau Qariah dari Tanah Jawa yang
ikut kapal ini. Pun saat tiba di Sumatera, Qari dari Palembang terkenal
90
sekali baik bacaannya. Mereka Insya Allah bersedia menjadi guru
mengaji penumpang dewasa” (hlm: 57).
Gurutta memberikan pesan kepada Bonda Upe yang selalu menyendiri
dan tidak mau bergaul untuk bergaul dengan jama‟ah lain. Apaboila bergaul
dengan jama‟ah lain, maka dapat saling belajar satu sama lain, saling
memperbaiki bacaan al-Qur‟an. Berkumpul dengan orang-orang yang
memberikan manfaat yang baik akan membuat seseorang menjadi baik pula.
Pesan Gurutta tersebut adalah berkumpul dengan orang baik.
17. Berbuat Baik
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Apakah Allah akan menerima haji seorang pelacur? Hanya Allah yang
tau. Kita hanya bisa berharap dan takut. Senantiasa berharap atas
ampunannya. Selalu takut atas azabnya. Belajarlah dari riwayat itu.
Selalulah berbuat baik, Upe. Selalu. Maka, semoga besok lusa, ada satu
perbuatan baikmu yang menjadi sebab kau diampuni. Mengajar anak-
anak mengaji misalnya, boleh jadi itu adalah sebabnya” (hlm: 315).
“Pahami tiga hal itu, Nak, semoga hati kau menjadi lebih tenang.
Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhenti cemas atas penilaian
orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak mungkin” (hlm: 315).
Bonda Upe adalah guru mengaji anak-anak di kapal. Gurutta
memberikan pesan kepada Bonda Upe untuk selalu berbuat baik sebanyak
mungkiin dan dengan perbuatannya mengajari anak-anak mengaji mungkin
bisa menjadi sebab Bonda Upe diampuni dosanya oleh Allah Swt.
“Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum
terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan
belajar. Kau sudah melakukannya sejak terjebak di ruangan kecil antara
hidup dan mati. Kau mulai belajar ilmu agama. Kau juga belajar
tentang kapal uap ini. Dan kelebihan kau yang paling utama adalah kau
senantiasa berbuat baik kepada siapa pun. Maka teruslah menjadi orang
baik seperti itu. Insya Allah, besok lusa, Allah sendiri yang akan
menyingkapkan misteri takdirnya” (hlm: 493).
Gurutta memberikan pesan kepada Ambo Uleng untuk selalu menjadi
91
orang baik dengan memperbaiki diri dan berbuat baik kepada siapapun maka
Allah Swt pasti akan memberikan takdir yang lebih baik kepadanya. Pesan
Gurutta tersebut adalah berbuat baik.
18. Menutup Aib
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Besok lusa, mungkin ada saja penumpang kapal yang tahu kau bekas
seorang cabo. Tapi buat apa dicemaskan? Saudaramu sesama muslim,
jika dia tahu, maka dia akan menutup aibmu. Karena Allah manjanjikan
barang siapa menutup aib saudaranya, maka Allah akan menutup
aibnya di dunia dan akhirat. Itu janji yang hebat sekali. Kalaupun ada
saudara kita yang tetap membahasnya, mengungkitnya, kita tidak perlu
berkecil hati. Abaikan saja. Dia melakukan itu karena ilmunya dangkal.
Doakan saja semoga besok lusa dia paham” (hlm: 314).
Bonda Upe cemas apabila ada orang lain yang tahu tentang masa
lalunya sebagai seorang cabo. Gurutta memberikan pesan dengan
mengatakan seorang muslim pasti akan menutup aib saudaranya dan
mengutip sebuah hadis Allah Swt berjanji akan menutup aib seorang muslim
yang mau menutup aib saudaranya. Pesan Gurutta tersebut adalah menutup
aib.
19. Solidaritas
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Kita terhubungkan bukan saja karena satu perjalanan menuju Tanah
Suci. Bukan juga karena kita semua berada senasib satu kapal di sini.
Tapi yang paling penting, kita satu saudara, sesama muslim. Tidak
peduli seberapa kaya kita, seberapa rupawan paras kita, seberapa tinggi
kedudukan dan derajat kita. Tidak peduli di kabin kelas berapa kita
sekarang tinggal di kapal ini dan seberapa banyak bekal yang dibawa.
Kita semua satu, saudara muslim” (hlm: 55).
Pesan Gurutta yang disampaikan kepada jama‟ah haji adalah sebagai
saudara sesama muslim harus bersatu, tidak ada bedanya antara yang kaya
dan miskin, yang derajatnya tinggi atau rendah, yang parasnya cantik atau
92
jelek semua adalah sama. Pesan Gurutta tersebut adalah solidaritas.
20. Menghargai Orang Lain
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Aku tahu kau kau tidak bermaksud jelek, tapi itu bukan respon yang
baik, Nak. Anak muda ini minta diajarkan shalat, dan kau justru
menatapnya seolah hendak bilang „Hei, bagaimana mungkin seusiamu
tidak bisa shalat‟. Itu tidak baik dilakukan sesama saudara muslim..”
Gurutta berkata datar ke arah Daeng Andipati (hlm: 419).
Gurutta berpesan kepada Daeng Andipati untuk memberikan respon
yang baik kepada Ambo Uleng ketika meminta Gurutta untuk mengajari
shalat. Pesan Gurutta tersebut adalah menghargai orang lain.
21. Pemaaf
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Bagian yang kedua adalah terkait dengan berdamai tadi. Ketahuilah,
Nak, saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan
apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat
atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena
kita berhak atas kedamaian di dalam hati” (hlm: 374).
Gurutta berpesan kepada Daeng Andipati dengan sangat bijak bahwa
ketika seseorang memaafkan orang lain, bukan persoalan apakah orang itu
salah, dan kita yang benar sehingga kita yang memaafkan tetapi memaafkan
seseorang adalah karena kita berhak atas kedamaian dalam hati. Memaafkan
seseorang membuat hati menjadi lebih bahagia karena tidak ada perasaan
dendam dan dengki di dalam hati. Pesan Gurutta tersebut adalah pemaaf.
22. Memaafkan Kesalahan Orang Tua
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Kau benci ayahmu, Nak, karena kau membenci dirimu sendiri yang
tidak kuasa mencegahnya berbuat kasar pada ibumu. Kau membenci
ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak mampu
menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat ayahmu. Mau
93
bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang menariknya apakah ibumu
membenci ayahmu? Dia ternyata memilih tidak. Dia memilih tetap
setia berada di sisi suaminya. Meski dipukul, ditendang, dijambak,
ibumu memilih tetap menyayanginya. Kau tidak bisa memahami jalan
pikiran ibumu karena bertolak belakang sekali. Tapi bagi ibumu, dia
mudah sekali memahami keputusannya. Dia tidak membenci dirinya
yang telah keliru menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap
bertahan, kenapa tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu semua. Dia
terima sepenuh hati, maka dia bisa bahagia atas pilihannya. Boleh jadi,
tidak sedetik pun dia benci dengan suaminya. Kenapa kau memilih
benci? Sedangkan Ibumu tidak? Kenapa kau memilih benci, sedangkan
orang lain memilih berdamai dengan situasi di sekitarnya?
Pikirkanlah!” (hlm: 374).
Gurutta memberikan pesan kepada Daeng Andipati yang membenci
ayahnya agar malakukan hal seperti yang dilakukan ibunya. Meskipun ibunya
disakiti oleh ayahnya, tetapi ibu Daeng Andipati tetap setia berada di sisi
suaminya hingga akhir hidupnya, menerima dengan sepenuh hati, tidak
membenci suaminya dan tetap bertahan.
“Bagian yang kedua adalah terkait dengan berdamai tadi. Ketahuilah,
Nak, saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan
apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat
atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena
kita berhak atas kedamaian di dalam hati” (hlm: 374).
“Maafkanlah ayahmu, Nak. Hanya dengan itu kita bisa merengkuh
kedamaian. Dalam agama kita banyak sekali perintah agar kita
senantiasa memaafkan. Ditulis indah dalam kitab suci, diwasiatkan
langsung oleh Nabi. Keburukan bisa dibalas dengan keburukan, tapi
sungguh besar balasan Allah Swt, jika kita memilih memaafkan.
Lihatlah, bahkan Allah Swt tidak mengirim petir bagi Daeng Patoto,
karena boleh jadi, Allah Swt masih memberikan maaf di dunia ini,
menangguhkan hukuman. Kau berhak atas kedamaian dihatimu.
Maafkanlah seperti ibumu yang memilih memaafkan suaminya.
Maafkanlah seperti ibumu yang hingga akhir hayatnya tetap berdiri di
samping suaminya. Tidak pergi walau selangkah. Tidak mundur walau
sejengkal” (hlm: 375).
Gurutta meminta Daeng Andipati agar memaafkan kesalahan ayahnya.
Seburuk apapun tingkah laku ayah, dia tetaplah ayah kita. Agama Islam juga
memerintahkan kepada umat manusia untuk senantiasa memaafkan. Gurutta
94
menyampaikan pesan dengan memberikan contoh ibu Daeng Andipati yang
mempunyai kedamaian hati karena memaafkan perilaku suaminya yang
buruk.
“Buka lembaran baru, tutup lembaran yang pernah tercoret. Jangan
diungkit-ungkit lagi. Jangan ada tapi, tapi, dan tapi. Tutup lembaran
tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya? Tidak mudah.
Tapi jika kau bersungguh-sungguh, jika kau berniat teguh, kau pasti
bisa melakukannya. Mulailah hari ini. Mulailah detik ini, berpuluh
tahun kau terlambat melakukannya, Andi. Berpuluh tahun kau justru
berkutat membolak-balik halaman itu, tidak pernah maju. Maka di atas
kapal ini, berjanjilah kau akan menutup lembaran lama itu. Mulai
membuka lembaran baru yang benar-benar kosong. Butuh waktu
melakukannya. Tapi aku percaya, saat kapal ini tiba di Jeddah, saat
akhirnya kau menatap Masjidil Haram, hati kau sudah lapang seperti
halaman baru. Kau tidak lagi membawa kebencian itu di Tanah Suci.
Karena tidak pantas, seorang anak membawa kebencian pada ayahnya
di Tanah Suci” (hlm: 376).
“Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu, karena
kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak
atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang penuh coretan
keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil di
hatimu” (hlm: 376).
“Bagian yang ketiga, terakhir, bagian yang sangat penting karena kau
punya perangai keras kepala, tidak mudah menyerah, dan selalu
menyimpan sendirian semuanya. Maka ketahuilah, Andi, kesalahan itu
ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang mencoretnya dengan keliru.
Kita bisa memaafkannya dengan menghapus tulisan tersebut, baik
dengan penghapus biasa, penghapus canggih, dengan apa pun. Tapi
tetap tersisa bekasnya. Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar
bersih, hanya satu jalan keluarnya, bukalah lembaran baru yang benar-
benar kosong” (hlm: 376) .
Gurutta juga menyampaikan pesan kepada Daeng Andipati dengan
mengibaratkan sebuah buku. Ibarat sebuah buku kosong, kemudian dicoret-
coret oleh orang lain, maka memaafkan adalah dengan menghapus coretan
tersebut dan menutup lembaran lama. Pesan Gurutta tersebut adalah
memaafkan kesalahan orang tua.
23. Kasih Sayang terhadap Orang Tua
95
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut:
“Selalu menyakitkan saat kita membenci sesuatu. Apalagi jika itu
ternyata membenci orang yang seharusnya kita sayangi. Suami istri
saling membenci. Anak membenci orang tuanya, atau sebaliknya, orang
tua membenci anaknya. Kakak membenci adiknya, adik membenci
kakaknya. Satu-dua itu hanya kebencian biasa. Tapi tidak sedikit yang
seperti kau alami, kebencian luar biasa. Satu-dua hanya karena alasan
sepele. Tapi tidak sedikit seperti keluarga kalian, karena rasa sakit yang
terlalu lama, karena perbuatan yang memang tidak dibenarkan” (hlm:
372).
“Kau benci ayahmu, Nak, karena kau membenci dirimu sendiri yang
tidak kuasa mencegahnya berbuat kasar pada ibumu. Kau membenci
ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak mampu
menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat ayahmu. Mau
bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang menariknya apakah ibumu
membenci ayahmu? Dia ternyata memilih tidak. Dia memilih tetap
setia berada di sisi suaminya. Meski dipukul, ditendang, dijambak,
ibumu memilih tetap menyayanginya. Kau tidak bisa memahami jalan
pikiran ibumu karena bertolak belakang sekali. Tapi bagi ibumu, dia
mudah sekali memahami keputusannya. Dia tidak membenci dirinya
yang telah keliru menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap
bertahan, kenapa tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu semua. Dia
terima sepenuh hati, maka dia bisa bahagia atas pilihannya. Boleh jadi,
tidak sedetik pun dia benci dengan suaminya. Kenapa kau memilih
benci? Sedangkan Ibumu tidak? Kenapa kau memilih benci, sedangkan
orang lain memilih berdamai dengan situasi di sekitarnya?
Pikirkanlah!” (hlm: 374).
“Ada orang-orang yang kita benci. Ada pula orang-orang yang kita
sukai. Hilir-mudik datang dalam kehidupan kita. Tapi apakah kita
berhak membenci orang lain? Sedangkan Allah sendiri tidak
mengirimkan petir segera? Misalnya pada ayah kau, seolah tiada
nampak hukuman di muka bumi baginya. Aku tidak tahu jawabanya.
Tapi coba pikirkan hal ini. Pikirkan dalam-dalam, kenapa kita harus
benci? Kenapa? Padahal kita bisa saja mengatur hati kita, bilang saya
tidak akan membencinya. Toh itu hati kita sendiri. Kita berkuasa penuh
mengatur-aturnya. Kenapa kita tetap memutuskan membenci? Karena
boleh jadi, saat kita membenci orang lain, kita sebenarnya sedang
membenci diri sendiri” (hlm: 373).
“Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu, karena
kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak
atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang penuh coretan
keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil di
hatimu” (hlm: 376).
96
Membenci adalah hal yang menyakitkan terlebih jika membenci orang-
orang yang seharusnya diberikan kasih dan sayang. Gurutta memberikan
pesan kepada Daeng Andipati dengan dengan menjadikan ibu Daeng
Andipati sebagai contoh. Meskipun ibu Daeng Andipati disakiti oleh
suaminya, ia tetap menerima dengan sepenuh hati, tetap mendampingi
suaminya. Dengan penuh kasih sayang. Sejahat apapun perilaku ayah kepada
anak, ia tetaplah seorang ayah yang tidak pantas mendapat kebencian dari
seorang anak tidak ada alasan untuk membenci ayah. Pesan Gurutta tersebut
adalah kasih sayang terhadap orang tua.
B. Pesan Gurutta pada Novel Rindu dalam Perspektif Pendidikan Akhlak.
1. Akhlak terhadap Allah Swt
a. Menerima Takdir
Segala sesuatu yang telah terjadi memang tidak dapat diubah.
Semua hal yang terjadi di dunia ini merupakan takdir Allah Swt. Seorang
manusia bisa memilih pasrah dan menerima nasib (takdir) atau bangkit
dan berusaha maju.
ان عظم الزاء مع عظم البلء وان الله تعالى اذااحب ق وما اب تلىم فمن
خط رضى ف لو الرضا ومن سخط ف لو الس
“Sesungguhnya besarnya pahala itu mengikuti besarnya cobaan.
Dan sesungguhnya Allah apabila senang pada suatu golongan,
dicobanya golongan itu (dengan suatu cobaan). Siapa yang ridla
terhadapnya, ia akan mendapat ridla Allah, dan siapa yang
marah, ia juga akan memperoleh murka Allah” (Riwayat
Tirmidzi).
97
Pesan Gurutta kepada Bonda Upe dalam novel Rindu
menjelaskan bahwa seorang manusia tidak boleh hanya pasrah kepada
takdir, tidak boleh menyesali apa yang telah terjadi. Menerima takdir
Allah Swt dengan ikhlas maka akan dapat menghadapi masa depan
dengan kebahagiaan.
Nasib kaum mukmin adalah baik. Jika ia menjalani kemudahan, ia
akan banyak bersyukur kepada Tuhan atas karunia-Nya, dan jika ia
berjalan di atas hal-hal yang sulit, ia akan tetap memikulnya dengan
sabar dan tabah, mengikuti perintah-perintah Tuhan dan menerima
kehendak dan ketentuan-Nya. Apapun akibatnya adalah yang terbaik
bagi dirinya (Al-Hasyimi, 2004: 14).
b. Bersyukur
Bersyukur adalah satu hal yang diperintahkan oleh Allah Swt.
Semua kenikmatan yang dirasakan manusia adalah pemberian dari Allah
Swt. Sekecil apa pun nikmat yang diberikan oleh Allah Swt wajib
disyukuri. Melihat langit, bumi dan segala isinya adalah kenikmatan dari
Allah Swt. Bahkan udara yang kita hirup sehari-hari adalah kenikmatan
dari Allah Swt. Wajib bagi seorang muslim bersyukur atas semua
kenikmatan yang berlimpah yang dikaruniakan Allah Swt. Allah Swt
akan menambah nikmat kepada orang-orang yang bersyukur.
وإذ تأذن ربكم لئن شكرت لأزيدنكم ولئن كفرت إن عذاب لشديد
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
98
(ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."(Q.S. Ibrahim: 7).
c. Menaati Perintah Allah Swt
Seorang muslim harus patuh terhadap perintah Allah Swt dalam
keadaan bagaimanapun dan melaksanakan rukun Islam secara sempurna,
tidak menunda-nundanya, melaksanakan kewajiban kepada Allah Swt
tanpa ragu dan meninggalkan semua larangan Allah Swt. Allah Swt
berfirman:
ا الله ورسولو ولات نازعوا ف ت فشلوا وتذىب ريحكم واصبوا إن الله مع وأطيعو
ابرين الص
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan
hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar” (Q.S. Al-Anfal: 46).
Siapapun yang menegakkan shalat, berarti menegakkan iman, dan
siapa yang mengabaikannya berarti merobohkan iman. Shalat sangat
penting karena ia merupakan hubungan langsung antara hamba dengan
Tuhannya, dimana ia menjauhkan diri dari kehidupan sehari-hari dan
memfokuskan diri hanya kepada Tuhannya, mengharapkan-Nya sebagai
pemberi pertolongan, bimbingan dan ketekunan untuk memperoleh jalan
lurus (Al-Hasyimi, 2004: 17).
Ketika sedang mengalami cobaan, maka solusinya adalah
menjalankan perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangannya
dengan cara berdo‟a dan berserah diri kepada Allah Swt.
99
d. Tobat
Tobat adalah melepaskan diri dari segala dosa dan maksiat,
menyesali dosa-dosa yang telah diperbuat, dan bertekad untuk tidak
mengulangi lagi di sisa-sisa umurnya (Salamulloh, 2008: 264).
Hati yang dipenuhi dengan cinta dan ketakwaan kepada Allah Swt
tidak akan dirasuki kelalaian, hanya orang-orang yang mengabaikan
perintah dan bimbingan Allah Swt yang akan berada dalam kesesatan.
Hati seorang muslim yang tulus selalu berhasrat untuk menyesal dan
mohon ampunan, dan berusaha dalam kepatuhan, bimbingan dan ridha
Allah Swt (Al-Hasyimi, 2004: 15).
Setiap orang pasti mempunyai dosa. Dosa adalah segala sesuatu
yang menyalahi perintah Allah Swt, baik perintah untuk meninggalkan
maupun perintah untuk mengerjakan (Tatapangarsa, 1980: 45). Sebagai
seorang muslim diwajibkan untuk tunduk dan patuh kepada Allah Swt
tetapi kenyataan menunjukkan bahwa manusia sering membangkang
perintah Allah Swt atau menjalankan larangan-Nya. Apabila melakukan
kesalahan maka cepatlah untuk bertobat dan jangan ditunda.
يئات ت تابوا من ب عدىا وءامنوا إن ربك من ب عدىا والذين عملوا الس
لغفور رحيم
“Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat
sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah
taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang (Q.S. Al-A‟raf: 153).
100
Nasihat tentang tobat yang disampaikan Gurutta kepada Ambo
Uleng menunjukkan bahwa tobat yang benar adalah senantiasa
memperbaiki diri, belajar ilmu agama dan berbuat baik kepada siapapun.
Tobat tidak hanya diucapkan lewat lisan, tetapi diwujudkan juga dengan
perbuatan, berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan terus
memperbaiki diri mendekatkan diri kepada Allah Swt. Seorang muslim
dianjurkan untuk selalu bertobat kepada Allah Swt sekalipun dia tidak
mengetahui kesalahannya. Allah Swt senantiasa membuka pintu
ampunannya bagi siapa pun yang hendak bertobat kepada-Nya dengan
penuh penyesalan.
Ilyas (2007: 61) mengemukakan ada lima dimensi tobat yaitu
menyadari kesalahan, menyesali kesalahan, memohon ampun kepada
Allah Swt, berjanji tidak akan mengulanginya, dan menutupi kesalahan
masa lalu dengan amal shaleh.
e. Khauf dan Raja‟
Khauf adalah kegalauan hati membayangkan sesuatu yang tidak
disukai yang akan menimpanya, atau membayangkan hilangnya sesuatu
yang disukainya (Ilyas, 2001: 38).
Tokoh Bonda Upe dalam novel Rindu mengalami kegalauan hati
dengan masa lalunya sebagai seorang cabo. Bonda Upe takut Allah Swt
tidak akan mengampuni dosanya. Namun, nasehat yang diberikan
Gurutta sangatlah bijak bahwa harus senantiasa berharap (Raja‟) dan
takut (khauf) kepada Allah Swt. Penuh harap ibadah dan amalannya
101
diterima Allah Swt dan takut menerima azab dari Allah Swt atas dosa
yang pernah dibuat. Nasihat Gurutta kepada Daeng Andipati
menunjukkan bahwa hanya Allah Swt yang patut ditakuti. Jika takut
pada Allah Swt, maka tidak ada satu pun sesuatu yang perlu ditakuti di
dunia ini kecuali Allah Swt.
Islam mengajarkan bahwa semua rasa takut harus bersumber dari
rasa takut kepada Allah Swt. Hanya Allah Swt yang berhak ditakuti.
Semakin sempurna pengenalan seseorang terhadap Allah Swt semakin
bertambah takutnya kepada Allah Swt.
Raja‟ atau harap adalah memautkan hati kepada sesuatu yang
disukai pada masa yang akan datang (Ilyas, 2001: 38).
ولات فسدوا ف الأرض ب عد إصلحها وادعوه خوفا وطمعا إن رحت الله
ن المحسني قريب م
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa
takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik” (Q.S. Al-A‟raf: 56).
Seorang mukmin harus memiliki sikap Raja‟, mengharapkan setiap
amal dan ibadahnya akan diterima dan dibalas oleh Allah Swt. Memohon
ampun kepada Allah Swt atas semua dosanya dan berharap semua
dosanya akan diampuni oleh Allah Swt.
102
f. Tawakal
Tawakkal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan
kepada selain Allah Swt dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya
kepada-Nya (Ilyas, 2007: 44). Orang-orang yang bertawakkal adalah
orang-orang yang memasrahkan diri hanya kepada Allah Swt dengan
terlebih dahulu berusaha dan berikhtiar dengan sungguh-sungguh
(Mahmud, 2004: 195).
الله لآإلو إلاىو وعلى الله فليتوكل المؤمنون
“(Dia-lah) Allah tidak ada Tuhan selain Dia. Dan hendaklah
orang-orang mukmin bertawakkal kepada Allah saja” (Q.S. At –
Taghaabun: 64).
Pesan Gurutta kepada Mbah Kakung untuk menyerahkan semua
urusan kepada Allah Swt, lapang hati menerima takdir dan senantiasa
berikhtiar dengan melakukan kegiatan yang positif. Orang yang
menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah Swt maka orang tersebut
tidak akan takut menghadapi masa depan, hatinya merasa tenang dan
tentram karena yakin Allah Swt pasti akan memberikan keadilan,
rahmat-Nya kepada orang yang memiliki sikap tawakal.
2. Akhlak terhadap Diri Sendiri
a. Adil terhadap diri sendiri
Ahmadi (2004: 69) menjelaskan keadilan pertama kali harus
ditunjukkan terhadap diri sendiri. Orang yang atas dirinya saja tidak adil
maka ia sulit akan diharapkan berbuat adil terhadap orang lain.
103
Semua yang ada dalam dunia ini adalah milik Allah Swt. Termasuk
juga yang ada dalam diri manusia. Wajib bagi seorang muslim untuk
menjaga dan merawat apa yang telah Allah Swt berikan. Setiap manusia
mempunyai akal dan pikiran.maka keadilan yang dilakukan adalah
dalam bentuk menuntut ilmu, zikir dan segala sesuatu yang bermanfaat.
Orang yang memiliki fisik yang sempurna maka wajib untuk menjaga
tubuhnya agar senantiasa sehat, tidak merusak diri sendiri dengan
berputus asa dengan takdir yang diberikan Allah Swt. Ghalayini (1976:
16) menjelaskan putus asa sebenarnya adalah suatu penyakit atau suatu
racun yang benar-benar membahayakan bangsa dan negara, juga
membahayakan setiap pribadi manusia.
ن القانطي رناك بالق فل تكن م قالوا بش
Mereka menjawab: "Kami menyampaikan kabar gembira
kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-
orang yang berputus asa." (Q.S. Al-Hijr: 55).
Pesan yang diberikan Gurutta kepada Ambo Uleng sesuai dengan
penjelasan tentang keadilan terhadap diri sendiri yakni jangan sampai
merusak diri sendiri atas takdir yang tidak sesuai dengan harapan.
b. Gigih
Setiap muslim dituntut untuk menghadapi segala permasalahan dan
urusannya dengan penuh keseriusan. Artinya, mereka diharuskan untuk
menggunakan dan mengeluarkan segala kemampuan untuk
merealisasikan tujuan dan untuk mendapat ridha Allah Swt (Mahmud,
2004: 75). Seringkali cobaan dan ujian menyebabkan seorang manusia
104
putus asa dan menyerah dengan keadaan. Sesungguhnya Allah Swt tidak
akan memberikan cobaan kepada manusia melebihi batas kemampuan
manusia itu sendiri. Oleh karena itu sebagai seorang muslim hendaknya
jangan pernah menyerah dengan keadaan.
الون قال ومن ي قنط من رحة ربو إلا الض
Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat
Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat” (Q.S. Al-Hijr: 56).
Gurutta menyampaikan pesan bahwa kita harus gigih dalam
berusaha. Karena Islam pun mengajarkan sikap gigih(pantang
menyerah). Pantang menyerah adalah modal dasar keberhasilan hidup.
c. Tidak Mementingkan Diri Sendiri
Egois atau mementingkan diri sendiri sebenarnya dimiliki oleh
setiap orang maka egois itu manusiawi. Ahmadi (2004: 121)
menjelaskan bahwa apabila watak egois manusia dituruti tanpa kendali
maka umat manusia tidak mungkin saling toleran dan saling menegang
karena egois menciptakan konflik kepentingan antar individu.
Rsulullah Saw bersabda:
ب لن فسو ب لاخيو مايح لا ي ؤمن احدكم حت يح
“Tidaklah seseorang di antara kalian beriman sehingga ia
mencintai bagi saudaranya sesuatu yang ia cintai bagi dirinya
sendiri” (Muttafaq „Alaih).
Gurutta memberikan pesan kepada Daeng Andipati untuk tidak
bersikap egois kepada Ambo Uleng dengan memaksakan kehendaknya.
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya maka sebagai
105
seorang muslim yang baik hendaknya tidak mementingkan diri sendiri
dengan memaksakan kehendak kepada orang lain.
Islam menegaskan bahwa kehidupan dunia ini adalah saat-saat
seorang hamba mengabdi kepada Allah Swt. Hendaklah sesama manusia
saling bantu untuk mewujudkan tujuan ini. Maka sikap egois atau
mementingkan diri sendiri harus ditepiskan jauh-jauh, diganti dengan
sikap kebersamaan dan persaudaraan (Ahmadi, 2004: 122). Sehingga
dengan menghindari sifat egois, maka seseorang akan mampu
menyingkirkan keinginan memuaskan diri serta merangsang kesadaran
mementingkan kepentingan orang lain.
d. Sabar
Secara etimologis, sabar berarti menahan dan mengekang. Secara
terminologis sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak
disukai karena mengharap ridha Allah Swt (Ilyas, 2007: 134). Orang
kuat menurut Islam bukanlah orang yang berotot dan bisa menjatuhkan
orang lain ke tanah. Tetapi orang kuat dalam Islam adalah orang yang
memiliki keseimbangan, kesabaran, dan kontrol diri (Al-Hasyimi, 2004:
285).
Kesabaran memiliki tiga macam bentuk. Pertama, kesabaran
dalam taat dan ibadah. Kedua, kesabaran menjauhi maksiat. Ketiga,
kesabaran menghadapi ujian (Ahmadi, 2004: 86).
ولنجزين الذين صب روا أجرىم بأحسن ماكانوا ي عملون
“ .... Dan sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada
orang-orang yang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan (An-Nahl: 96).
106
Setiap manusia yang hidup di dunia pasti mempunyai ujian hidup,
baik berupa sakit, kehilangan orang yang dicintai, kelaparan, rasa takut
dan sebagainya sehingga sabar sangat dibutuhkan oleh setiap orang agar
bisa bertahan menerima ujian hidup. Hal ini sesuai dengan pesan Gurutta
kepada Mbah Kakung Slamet agar memiliki kesabaran menghadapi
kematian istrinya.
e. Ikhlas
Ikhlas yaitu melaksanakan suatu amal hanya karena Allah
Swt.Keikhlasan adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melakukan
suatu perbuatan dengan ketulusan hatinya (Zuchdi dan Darmiyati, 2013:
28). Ikhlas dalam hal ini adalah menerima sepenuh hati segala sesuatu
yang ditakdirkan Allah Swt dengan mengharap ridha dari Allah Swt.
قل إن صلت ونسكي ومياي ومات لله رب العالمي
“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (Q.S. Al-
An‟am: 162).
Kelahiran dan kematian adalah ketentuan Allah Swt yang tidak ada
seorang manusia pun yang dapat memilih kapan dan dimana ia
dilahirkan dan meninggal dunia semuanya sudah diatur oleh Allah Swt.
Meskipun yang ditakdirkan kadang merugikan atau menyedihkan tetapi
harus diterima dengan baik karena itulah yang akan terjadi.
Sejalan dengan penjelasan ikhlas, Gurutta berpesan kepada Mbah
Kakung untuk ikhlas menerima kematian Mbah Putri di atas Kapal
menuju perjalanan ibadah haji dan pesan kepada Ambo Uleng untuk
107
melepaskan seseorang yang sangat dicintai. Apabila ikhlas maka Allah
Swt akan memberi takdir yang lebih baik.
Ikhlas perlu dikuatkan pada anak agar anak dapat berkontribusi
untuk kemaslahatan kehidupan di dunia dan akhirat. Ketika seseorang
melakukan sesuatu dengan ikhlas bukan untuk mendapatkan
penghargaan dari teman-teman atau lingkungannya, tetapi untuk
mendapatkan keridhaan dari Tuhannya (Kesuma, Cepi Triatna, dan Johar
Permana, 2012: 21).
f. Tegar
Sebuah kehidupan memang tidak pernah lepas dari penilaian orang
lain. Manusia memiliki watak yang berbeda-beda, sehingga dalam
menilai orang lain pun mempunyai maksud yang berbeda pula. Ada yang
menilai dengan tujuan untuk membangkitkan semangat, ada yang
menilai orang lain dengan tujuan menjatuhkan orang lain.
Penilaian orang yang berusaha untuk menjatuhkan semangat diri
perlu disikapi dengan tegar karena tegar merupakan sikap yang akan
membawa seseorang lebih menerima hidup tanpa mempedulikan
penilaian dari orang lain yang akan membawa kepada keterpurukan.
Pesan Gurutta kepada Bonda Upe adalah agar tidak perlu cemas
dan lemah dengan penilaian orang lain tentang diri kita karena yang
lebih mengetahui apa yang ada dalam diri adalah diri sendiri bukan
orang lain.
ؤمني ولا تنوا ولا تزنوا وأنتم الأعلون إن كنتم م
108
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu
bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Ali Imran:
139).
g. Optimis
Manusia hidup di dunia ini pasti mempunyai harapan, tanpa
adanya harapan manusia tidak mempunyai arti sebagi manusia. Optimis
adalah selalu mempunyai pengharapan yang baik dalam menghadapi
setiap persoalan dengan keyakinan tinggi di massa depan akan
memperoleh kesuksesan.
Dengan bersikap optimis dalam menghadapi persoalan kehidupan
akan menjadikan seorang muslim lebih bersikap bahagia, sebab dapat
mencapai apa yang dicita-citakan baik di dunia maupun diakherat.
سوا من يوسف وأخيو ولات يئسوا من روح الله إنو يابن اذىبو ا ف تحسالكافرون القوملاي يئس من روح الله إلا
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang
Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah,
melainkan kaum yang kafir".(Q.S. Yusuf: 87).
Islam menganjurkan kepada umatnya untuk memilki sikap optimis
dan jangan berputus asa dari rahmat Allah Swt seperti yang disampaikan
oleh Gurutta kepada Ambo Uleng ketika sudah tidak mempunyai
harapan. Optimis adalah modal untuk meraih kesuksesan dalam hidup.
h. Lapang Dada
Orang yang mempunyai hati bersih dan lapang dada adalah orang
yang mampu menekan secara maksimal kecenderungan-kecenderungan
buruk yang ada di dalam dirinya seperti, seperti rasa benci, dengki, iri
109
hati, dan dendam. Hanya orang yang berhati lapang yang mampu
memaafkan kesalahan orang lain.
Ketika seseorang memutuskan untuk memaafkan orang lain
hendaknya diikuti dengan lapang dada karena dengan lapang dada
tindakan memaafkan menjadi lebih sempurna. Seseorang yang
memaafkan tersebut bisa memulai hidup barunya dengan hati yang
bersih tanpa ada dendam.
ب المحسني هم واصفح إن الله يح فاعف عن
“.... maafkanlah mereka dan berlapang dadalah, sesungguhnya
Allah senang kepada orang-orang yang berbuat kebajikan
(terhadap yang melakukan kesalahan kepadanya)” (Q.S. Al-
Maidah: 13).
Ibarat menulis di selembar kertas, jika terjadi kesalahan tulis,
kesalahan itu akan dihapus dengan alat penghapus. Tapi serapi-rapi
menghapus tentu akan meninggalkan bekas, bahkan barangkali kertas
tersebut menjadi kusut. Supaya lebih baik dan lebih rapi, sebaiknya
diganti saja kertasnya dengan lembaran baru. Menghapus kesalahan
itulah yang disebut dengan memaafkan, sedang berlapang dada adalah
menukar lembaran yang salah dengan lembaran yang baru sama sekali
(Ilyas, 2007: 142). Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh
Gurutta dengan mengibaratkan sikap lapang dada adalah dengan
membuka sebuah kertas kosong yang masih bersih.Ketika seseorang
berlapang dada, sesungguhnya orang tersebut memberi ruang yang
lapang kepada jiwanya sehingga akan bahagia dimanapun berada.
110
3. Akhlak terhadap Sesama
a. Ta‟awun
Ta‟awun atau tolong menolong adalah salah satu akhlak yang
penting yang harus dilakukan oleh manusia. Sebab manusia tidak dapat
hidup sendiri melainkan dengan bantuan orang lain.
Serendah-rendah martabat atau tingkat ta‟awun yakni tolong-
menolong ialah apabila memberikan pertolongan kepada orang lain
dengan harapan atau ada maksud dalam hati agar nantinya akan ditolong
juga oleh orang lain disaat membutuhkan pertolongan. Sedangkan
tingkat yang tertinggi adalah memerikan pertolongan dengan tidak ada
maksud apapun, tanpa pamrih dan tanpa mengharapkan keuntungan
berupa apapun (Ghalayini, 1976: 224).
وت عاونوا على الب والت قوى ولات عاونوا على الإت والعدوان وات قوا الله إن
الله شديد العقاب
“ .... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (Q.S. Al-Maidah: 2).
Tolong menolong harus dilakukan dengan tulus dan tanpa pamrih.
Seperti yang dilakukan oleh tokoh Ambo Uleng. Apabila seorang
muslim menolong saudaranya, maka Allah Swt juga akan menolong
dirinya. Tolong-menolong sangat dianjurkan dalam Islam terutama
tolong-menolong dalam hal kebenaran.
111
b. Berkumpul dengan Orang Baik
Bergaul dengan orang-orang yang baik memiliki pengaruh yang
baik pada seseorang. Yaitu dapat meningkatkan ketakwaan pada Allah
Swt, menambah ilmu pengetahuan, mempererat tali silaturahmi, saling
belajar agama dan bertukar pikiran sehingga menjadikan seseorang
memiliki pengetahuan yang lebih luas.
ياأي ها الذين ءامنوا لات تخذوا الكافرين أوليآء من دون المؤمني أتريدون
بي اأن تعلوا لله عليكم سلطانا م
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-
orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata
bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (Q.S. An-Nisa: 144).
Sesuai dengan nasehat yang diberikan oleh Gurutta kepada Bonda
Upe untuk beragul dengan jama‟ah haji lain agar dapat bertukar pikiran
dan saling berbagi ilmu.
Sunan Kalijaga dalam sya‟irnya “Tombo Ati” yang berbunyi
“Wong kang sholeh kumpulono” menganjurkan kepada kita semua untuk
berkumpul dengan orang-orang sholeh karena apabila bergaul bersama
orang-orang yang mempunyai akhlak baik, maka akhlak kita akan
ketularan baik dan apabila berkumpul dengan orang-orang yang
mempunyai akhlak buruk, maka akhlak pun akan ketularan buruk.
c. Berbuat Baik
Ajaran Islam menjadikan sikap baik sebagai karakteristik dasar
seorang muslim, yang akan mengangkat statusnya di dunia ini dan
112
kemuliaannya di akhirat nanti. Islam juga mengemukakan bahwa orang
yang memiliki sikap terbaik kepada orang lain sebagai hamba yang
paling dicintai Allah Swt (Al-Hasyimi, 2004: 256).
ب وأنفقوا ف سبيل الله ولا ت لقوا بأيديكم إلى الت هلكة وأحسنوا إن الله يح
المحسني
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang berbuat baik” (Q.S. Al-Baqarah: 195).
Nabi mengajarkan kepada manusia untuk menanamkan sifat baik
hati pada dirinya. Baik hati akan menjadikan kepada orang lain akan
mendamaikan hati dan menciptakan ketentraman dan kedamaian dalam
masyarakat. Manusia tidak akan dapat hidup bermasyarakat dengan
normal dan tidak akan dapat merealisasikan tujuan-tujuan yang mereka
inginkan kecuali jika mereka berinteraksi antar sesamanya dengan baik
dan benar.
Orang-orang yang berbuat baik adalah orang-orang yang
melaksanakan perintah Allah Swt untuk berbuat baik terhadap orang-
orang yang ada di sekitar tanpa membedakan antara satu dan yang lain.
Baik hati dengan berbuat baik sebanyak-banyaknya kepada orang
lain sesuai dengan pesan yang disampaikan Gurutta kepada Bonda Upe
dan Ambo Uleng untuk terus berbuat baik setiap harinya agar lebih
dicintai oleh Allah Swt sehingga lebih tenang dan bahagia dalam
menjalani hidup meskipun banyak cobaan yang menimpa.
113
Kebaikan hati membantu anak menunjukkan kepeduliannya
terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain. Dengan
mengembangkan kebajikan ini, ia lebih berbelas kasih terhadap orang
lain dan tidak memikirkan diri sendiri, serta menyadari perbuatan baik
sebagai tindakan yang benar (Zuchdi dan Darmiyati, 2013: 23).
d. Menutup Aib
Muslim yang baik adalah yang mampu menjaga lidahnya dari
membuka aib muslim yang lain. Ajaran Islam melarang keras
menceritakan aib seseorang dan melarang menyebarkan kondisi yang
tidak baik tentang seseorang.
Tokoh Gurutta dalam novel Rindu menjelaskan sebagai sesama
muslim harus menutupi aib orang lain. Allah Swt menjanjikan kepada
manusia yang mampu menutup aib saudaranya (sesama muslim) maka
Allah Swt juga akan menutupnya aibnya di dunia dan akhirat.
Sesungguhnya janji Allah Swt adalah benar dan pasti. Oleh karena itu,
hindari menggunjingkan aib orang lain. Setiap manusia pasti memiliki
kekurangan dan tidak ada yang sempurna. Maka setiap aib yang ada pada
orang lain hendaknya menjadi pelajaran untuk senantiasa memperbaiki
diri dan introspeksi diri sendiri agar menjadi lebih baik.
Dosa orang yang mengumbar lidahnya menyebarkan keburukan-
keburukan orang lain dalam masyarakat adalah sama besarnya dengan
dosa orang yang melakukan perbuatan tersebut (Al-Hasyimi, 2004: 293).
114
e. Solidaritas
Solidaritas adalah hubungan yang timbul antara unit-unit
masyarakat dalam waktu, kesempatan dan bentuk tertentu. Solidaritas
sosial artinya saling ketergantungan antara satu unit sosial dengan unit
yang lain jika masing-masing unit dari keduanya memiliki sistem sosial
dan ekonomi yang sama atau mereka mempunyai nasib serupa dan
mempunyai musuh yang sama. Solidaritas sosial merupakan cerminan
dari kematangan humanisme yang ada dalam nilai-nilai luhur akhlak
islam (Mahmud, 2004: 97).
Solidaritas tercermin dalam pesan Gurutta kepada penumpang
kapal Blitar Holland sesama muslim adalah saudara tidak memandang
derajat atau kedudukan sebagai muslim harus bersatu. Persaudaraan
sesama muslim di kapal dalam novel Rindu bisa disebut dengan
ukhuwah islamiyah. Ilyas (2007: 221) mendefinisikan ukhuwah
islamiyah adalah sebuah istilah yang menunjukkan persaudaraan antara
sesama muslim di seluruh dunia tanpa melihat perbedaan warna kulit,
bahasa, suku, bangsa dan kewarganegaraan.
Firdaus dalam Supriono (2006: 163) mengemukakan bahwa
persaudaraan sesama mukmin merupakan konsekuensi dari iman mereka.
Mukmin yang tidak dapat hidup bersaudara dengan mukmin lain dalam
kehidupan masyarakat, berarti imannya bermasalah.
115
يعا ولا ت فرقوا واذكروا نعمت الله عليكم إذ كنتم واعتصموا ببل الله ج
أعدآء فألف ب ي ق لوبكم فأصبحتم بنعمتو إخوانا وكنتم على شفا حفرة
الله لكم ءاياتو لعلكم ت هتدون ها كذلك ي ب ي ن ن النار فأنقذكم م م
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah,
dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-
musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan
kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk” (Q.S. Ali Imran: 103).
Persaudaraan muslim sangat penting bagi kemaslahatan umat.
Salah satu pelajaran penting yang dapat diteladani adalah adalah kuatnya
persaudaraan antara kaum muslimin Muhajirin dan Anshar.
f. Menghargai Orang Lain
Manusia menurut Allah Swt mempunyai nilai dan kedudukan yang
sama. Tidak ada perbedaan antara bangsa kulit putih dengan kulit
berwarna. Tidak ada kelebihan orang Arab dari orang „Ajam. Allah Swt
tidak menilai seseorang dari tampan rupa atau gagahnya penampilan
fisik, tetapi Allah Swt hanya menilai hati dan amalan. Oleh sebab itu,
tidak ada alasan bagi seseorang untuk berbuat sombong kepada orang
lain. Seseorang harus menghormati orang lain. Yang tua dihormati, yang
kecil disayangi. Sesama besar saling menghargai (Ilyas, 2007: 182).
116
Pesan Gurutta kepada Daeng Andipati ingin menyampaikan pesan
bahwa sesama muslim harus saling menghargai, tidak boleh mengejek
terlebih kepada orang yang melakukan kebaikan dengan merubah diri
menjadi lebih baik dan lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Semua orang adalah sama menurut pandangan Allah Swt yang
membedakan adalah amal ibadahnya. Oleh karena itu, sesama muslim
tidak boleh saling menghina, harus saling menghormati dan menghargai
satu sama lain maka akan tercipta kehidupan yang rukun dan bahagia.
Orang yang mau menghargai orang lain, maka dia juga akan dihargai
oleh orang lain.
g. Pemaaf
Pemaaf merupakan sifat mulia yang dimiliki oleh orang-orang
yang hatinya bersih karena orang-orang yang memberi maaf tidak
mengikuti hawa nafsu dan lebih memilih pahala dari Allah Swt.
خذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن الاىلي
“Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”
(Q.S. Al-A‟raf: 199).
Orang-orang yang menjaga diri dari dari marah dan menjauhkan
diri dari kedengkian maka mereka membebaskan diri dari beban
kebencian dan memasuki dunia baru yang penuh toleransi dan maaf,
memperoleh kesucian hati dan kedamaian pikiran serta memperoleh
cinta dan ridha dari Allah Swt(Al-Hasyimi, 2004: 271).
Kutipan dialog Gurutta menjelaskan bahwa ketika memaafkan
117
seseorang janganlah memandang apakah orang itu benar atau salah tetapi
memaafkan seseorang karena agar memperoleh cinta dari Allah Swt
sehingga akan mendapatkan kedamaian hati dan pikiran karena
hilangnya perasaan dendam dan dengki yang ada di dalam hati.
4. Akhlak terhadap Orang Tua
a. Memaafkan Kesalahan Orang Tua
Berbakti kepada kedua orang tua menduduki tempat kedua sesudah
Allah Swt dan Rasul-Nya. Karena itu dari kalangan manusia di muka
bumi ini, tidak ada seorang pun yang dapat menyamai kedudukan ibu
dan bapak yang sangat terhormat (Tatapangarsa, 1980: 95). Orang tua
(ibu dan bapak) adalah orang yang paling besar jasanya terhadap kita.
Tanpa orang tua tentu kita tidak akan terlahir ke dunia sehingga orang
tua mendapat tempat istimewa dalam agama Islam. Oleh sebab itu, wajib
bagi kita untuk berbakti kepada orang tua baik sewaktu orang tua masih
hidup atau sudah meninggal.
Kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua sangat ditekankan
dalam agama Islam, maka pelanggaran atas kewajiban berbakti kepada
orang tua sangat berat dosa dan balasannya dari Allah Swt.
Apabila orang tua kita melakukan kesalahan, wajib bagi seorang
anak untuk membimbing ke jalan yang benar dan mendoakan mereka
apabila sudah meninggal. Seorang anak yang sholeh akan senantiasa
memaafkan segala kesalahan orang tua yang tidak dibenarkan dalam
agama dan menyakiti hati anak dengan mendoakan kedua orang tuanya
agar diampuni oleh Allah Swt. Seberapa pun buruknya perilaku orang
118
tua, wajib bagi anak untuk memaafkannya dan mendoakannya.
Hubungan psikologi anak dan orang tua sangat dekat sehingga
kemungkinan doa yang dilakukan anak untuk orang tua dipanjatkan
dengan khusyu‟ dan do‟a yang khusyu‟ akan dikabulkan oleh Allah Swt.
Seperti dalam pesan Gurutta kepada Daeng Andipati untuk memaafkan
kesalahan bapaknya.
b. Kasih Sayang terhadap Orang Tua
Pada dasarnya, sifat kasih sayang adalah fitrah yang dianugerahkan
oleh Allah Swt kepada semua makhluk yang bernyawa. Allah Swt
memerintahkan kepada umat manusia untuk saling berkasih sayang
kepada semua makhluk, terlebih kepada kedua orang tua.
Mulyana dalam Supriono (2006: 58) mengemukakan berkasih
sayang merupakan salah satu syarat agar kita disayangi oleh makhluk
yang ada di langit. Kasih sayang terhadap orang tua termasuk berbuat
baik atau berbakti kepada orang tua yang sering disebut dengan birrul
walidain. Birrul walidain terdiri dari kata birru dan al-walidain. Birru
atau al-birru artinya kebajikan. Al-walidain artinya dua orang tua atau
ibu bapak. Jadi birrul walidain adalah berbuat kebajikan kepada kedua
orang tua (Ilyas, 2007: 148).
Pesan Gurutta kepada Daeng Andipati agar tidak membenci
ayahnya, karena seseorang tidak berhak untuk membenci orang lain
terutama kepada ayahnya sendiri. Islam mengajarkan untuk saling
berkasih sayang antara anak dan orang tua. Jasa orang tua sangat besar
119
kepada anak-anaknya sehingga tidak sepantasnya seoranga anak
membenci orang tuanya.
ل من الرحة وقل رب ارحهما كما رب يان صغيرا واخفض لما جناح الذ
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil".(Al-Isra: 24).
Berbakti kepada orang tua dengan melimpahkan segenap kasih dan
sayang kepada orang tua sangatlah penting dan dianjurkan oleh Islam.
Hanya dengan ridha orang tua, seorang anak dapat menjalani
kehidupannya dengan damai, sentosa, dan selamat di dunia dan akhirat.
Sebab, dengan ridha orang tualah Allah Swt berkehendak menurunkan
ridha-Nya (Salamulloh, 2008: 64). Karena itulah Islam sangat
menjunjung tinggi dan memberikan perhatian besar terhadap hubungan
orang tua dan anak.
C. Implikasi pesan Gurutta dalam Pendidikan Akhlak
Islam telah mengajak dan menganjurkan kepada kaum muslimin untuk
menjalankan dan memegang pada akhlak-akhlak mulia. Yaitu akhlak yang
berasaskan pada prinsip-prinsip kebaikan dan kebenaran, akhlak yang dapat
membawa kebahagiaan bagi individu dan masyarakat, di dunia dan akhirat
(Mahmud, 2004: 70).
Islam tidak hanya mengajarkan teori tentang akhlak tetapi juga menuntut
umatnya untuk mempraktikan akhlak yang mulia. Ciri-ciri pendidikan akhlak
dalam Islam adalah memilih kebenaran dan kebaikan serta saling memberi
120
nasihat, bersabar, beramal dengan kandungannya, bersama diri sendiri, orang di
sekitar, dan seluruh manusia (Mahmud, 2004: 53).
Akhlak awalnya tumbuh melalui pengetahuan, jika dapat memahaminya,
selanjutnya dengan pembiasaan, sebab ilmu dapat diperoleh melalui belajar, dan
akhlak dapat diperoleh melalui pembiasaan. Seruan untuk berakhlak yang mulia
dalam kehidupan itu merupakan keharusan atau dengan kata lain, belajar melalui
kehidupan nyata. Keistimewaan pendidikan akhlak dalam Islam bahwasanya
akhlak itu merupakan pendidikan praktis, siap untuk diaplikasikan dalam
kehidupan bagi individu dan manusia seluruhnya walaupun berbeda bahasa,
warna, tempat, dan waktu (Hafidz dan Kastolani, 2009: 120).
Pesan yang disampaikan Gurutta dalam novel Rindu yang memuat akhlak
terhadap Allah, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesama, dan akhlak
terhadap orang lain sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Peran akhlak mulia
sangat besar bagi manusia karena sesuai dengan realitas kehidupan manusia dan
sangat penting dalam mengantarkan manusia menjadi umat yang paling mulia di
sisi Allah Swt. Akhlak mulia merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak.
Akhlak seseorang akan dianggap mulia apabila perbuatannya mencerminkan
nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur‟an. Sehingga pesan Gurutta tidak akan
berarti apabila hanya sekedar pengetahuan saja (kognitif) tetapi juga harus
dimiliki dan dilaksanakan dalam ranah afektif dan psikomotor. Apabila akhlak-
akhlak yang disampaikan oleh Gurutta dalam novel Rindu dapat dipahami,
dimiliki, dan dilaksanakan oleh peserta didik, maka tujuan dari pendidikan akhlak
akan dapat tercapai.
121
Akhlak terpuji yang terdapat dalam pesan Gurutta dapat disampaikan dan
diterapkan dalam pendidikan akhlak sebagaimana yang dilakukan oleh Gurutta
yakni dengan menceritakan kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur‟an,
memberikan contoh perilaku terpuji yang dilakukan orang lain, dan menasihati
dengan menyertakan dalil al-Qur‟an dan hadits.
Pendidikan akhlak dalam Islam lebih menitikberatkan pada hari esok, yaitu
hari kiamat beserta hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti perhitungan amal,
pahala, dan dosa. Pendidikan akhlak mempunyai pengaruh efektif dalam setiap
amal perbuatan yang dilakukan oleh orang muslim yakni dapat berpengaruh pada
keimanan, keislaman, dan kebaikan yang dilakukan setiap muslim serta
menjadikannya mempunyai akhlak terpuji dan menjauhkan dari perilaku yang
buruk.
Orang yang mempunyai akhlak mulia akan memperoleh kehidupan yang
baik, mendapat rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat
ganda di akhirat dengan masuknya ke dalam surga. Hal ini menggambarkan
bahwa manfaat dari akhlak yang mulia adalah keberuntungan hidup di dunia dan
akhirat (Nata, 2002: 171).
Seorang muslim yang mengisi jiwanya dengan ajaran Islam maka akan
berakhlaqul karimah kepada Allah Swt. Dan dengan ketulusannya dalam
berakhlaqul karimah kepada Allah Swt, seorang Muslim akan dengan rela hati
berakhlaqul karimah pula kepada sesama manusia serta sesama makhluk pada
umumnya (Halim, 2000: 26).
122
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pesan Gurutta pada Novel Rindu
Pesan Gurutta mengandung 23macam akhlak terpuji yaitu menerima
takdir, bersyukur, menaati perintah Allah Swt, tobat, khauf dan raja‟,
tawakal, adil terhadap diri sendiri, gigih, tidak mementingkan diri sendiri,
sabar, ikhlas, tegar, optimis, lapang dada, ta‟awun, berkumpul dengan orang
baik, berbuat baik, menutup aib, solidaritas, menghargai orang lain, pemaaf,
memaafkan kesalahan orang tua, dan kasih sayang terhadap orang tua.
2. Pesan Gurutta pada Novel Rindu dalam Perspektif Pendidikan Akhlak
Pesan Gurutta mengandung akhlak terhadap Allah Swt, akhlak
terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesama, dan akhlak terhadap orang tua.
a. Akhlak terhadap Allah Swt meliputi menerima takdir, bersyukur,
menaati perintah Allah Swt, tobat, khauf dan raja‟,dan tawakal.
b. Akhlak terhadap diri sendirimeliputi adil terhadap diri sendiri, gigih,
tidak mementingkan diri sendiri, sabar, ikhlas, tegar, optimis,dan lapang
dada.
c. Akhlak terhadap sesama yang meliputi ta‟awun, berkumpul dengan
orang baik, berbuat baik, menutup aib, solidaritas, menghargai orang
lain, dan pemaaf.
d. Akhlak terhadap orang tua yang meliputi memaafkan kesalahan orang
tua dan kasih sayang terhadap orang tua.
123
3. Implikasi pesan Gurutta dalam Pendidikan Akhlak
Pesan Gurutta tidak akan berarti apabila hanya sekedar pengetahuan
saja (kognitif) tetapi juga harus dimiliki dan dilaksanakan dalam ranah afektif
dan psikomotor. Apabila akhlak-akhlak yang disampaikan oleh Gurutta
dalam novel Rindu dapat dipahami, dimiliki, dan dilaksanakan oleh peserta
didik, maka tujuan dari pendidikan akhlak akan dapat tercapai.Akhlak terpuji
yang terdapat dalam pesan Gurutta dapat disampaikan dan diterapkan dalam
pendidikan akhlak sebagaimana yang dilakukan oleh Gurutta yakni dengan
menceritakan kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur‟an, memberikan contoh
perilaku terpuji yang dilakukan orang lain, dan menasihati dengan
menyertakan dalil al-Qur‟an dan hadits.
B. Saran
Saran peneliti ditujukan bagi orang tua, dunia sastra, dunia pendidikan, dan
karya penelitian.
1. Bagi Orang Tua
Pendidikan akhlak adalah hal yang paling mendasar yang harus orang
tua ajarkan kepada anak-anak jika ingin memilki anak-anak yang sholeh dan
sholehah karena pendidikan akhlak adalah fondasi yang nantinya akan
membentuk kepribadian anak. Banyak orang yang pandai dan mempunyai
pengetahuan yang luas tetapi banyak juga yeng terjerumus kepada keburukan
disebabkan kurangnya pendidikan akhlak. oleh karena itu, pendidikan akhlak
harus ditanamkan sejak dini.
2. Bagi Dunia Sastra
124
Dalam membuat sebuah karya sebaiknya tidak hanya memuat tentang
keindahan dan hiburan semata sebagai daya jual, namun juga
memperhatikan isi dan memasukan pesan-pesan yang dapat diambil dari
karya sastra tersebut. Sehingga karya sastra tersebut menjadi lebih
bermakna yang dapat menawarkan strategi pembelajaran akhlak.
3. Bagi Dunia Pendidikan
Keberhasilan suatu pendidikan adalah tidak hanya menciptakan
kecerdasan kognitif saja tetapi dapat menghadirkan domain afektif dan
psikomotor secara komprehensif. Hal ini dalam rangka menciptakan akhlak
yang mulia pada peserta didik. Oleh karena itu, penting bagi dunia
pendidikan Islam untuk mengimplementasikan pendidikan akhlak bagi
peserta didik yang memiliki implikasi yang jelas.
4. Bagi Karya Penelitian
Banyak karya sastra yang menginspirasi dan mengandung nilai-nilai
yang dapat bermanfaat dalam kehidupan sehingga tidak hanya kontekstual
pada lingkungan sekitar dan dunia pendidikan yang dapat dikaji tetapi juga
dapat melirik pada obyek karya sastra.
125
DAFTAR PUSTAKA
Agam, Rameli. 2009. Menulis Karya Ilmiah. Yogyakarta: Familia.
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ahmadi, Wahid. 2004. Risalah Akhlak, Panduan Perilaku Muslim Modern. Solo: Era
Intermedia.
Al-Hasyimi, Muhammad Ali. 2004. Muslim Ideal. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Ali, Mohammad Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: CV. Sinar Baru.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. 2010. Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Dalman. 2012. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Daradjat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia. 2006. Kudus: Menara Kudus.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Djatnika, Rachmat. 1996. Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia). Jakarta: Pustaka
Panjimas.
Ghalayini, Syekh Mushthafa. 1976. Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur.
Semarang: Toha Putra.
Hafidz, Muhammad & Kastolani. 2009. Pendidikan Islam antara Tradisi dan
Modernitas. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
126
Halim, Nipan Abdul. 2000. Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji. Yogyakarta: Mitra
Pustaka.
Haryanta, Agung Tri. 2012. Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan. Surakarta:
Aksarra Sinergi Media.
Ilyas, Yunahar. 2007. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI
Kesuma, Dharma, Cepi Triatna, dan Johar Permana. 2012. Pendidikan Karakter:
kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Komaruddin, Yooke Tjuparmah S. Komaruddin. 2006. Kamus Istilah Karya Tulis
Ilmiah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kusmana, Suherli. 2010. Merancang Karya Tulis Ilmiah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Liye, Tere. 2014. Rindu. Jakarta: Republika.
Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani.
Majid, Abdul. 2005. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (konsep &
Implementasi Kurikulum 2004). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mansur. 2007. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maslikhah. 2009. Ensiklopedia Pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Nata, Abuddin. 2002. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
........................2013. Kapita Selekta Pendidikan Islam: Isu-isu Kontemporer tentang
Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nugroho, Ipnu Rinto. 2014. Menjadi Penulis Kreatif. Yogyakarta: Notebook.
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Poerwadarminta, W.J.S. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai
Pustaka.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ruslan, Rosady. 2010. Metode Penelitian: Public Relations & Komunikasi. Jakarta:
Rajawali Pers.
Sambu, Gari Rakai. 2013. Langkah Awal menjadi Penulis Fiksi. Yogyakarta: Media
127
Pressindo
Salamulloh, Alaika. 2008. Akhlak Hubungan Vertikal. Yogyakarta: pustaka Insan
Madani.
................................2008. Akhlak Hubungan Horizontal. Yogyakarta: pustaka Insan
Madani.
Supriono (Ed.). 2004. Seratus Cerita tentang Akhlak. Jakarta: Republika.
Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz.
Syafaat, Sohari Sahrani, dan Muslih. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam
Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile De Linquency). Jakarta: Rajawali Pers.
Tatapangarsa, Humaidi. 1980. Akhlak yang Mulia. Surabaya: Bina Ilmu.
Umiarso dan Haris Fathoni Makmur. 2010. Pendidikan Islam dan Krisis Moralisme
Masyarakat Modern. Jogjakarta: Ircisod.
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. 2004. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.
Wiyanto, Asul. 2012. Kitab Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Galangpress.
Zainuddin. 1991. Seluk Beluk Pendidikaan dari Al-Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara.
Zuchdi dan Darmiyati. 2014. Pendidikan Karakter: Konsep Dasar dan Implementasi
di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: UNY Press.
Ari, Alfina. 2013. Sinopsis Novel Rembulan Tenggelam
diwajahmuhttp://impianphiena.blogspot.com/2013/03/sinopsis-novel-rembulan-
tenggelam-di.htmldiakses pada tanggal 22 Agustus 2015 pukul 13.30 WIB.
Gobel, Jullia Van. 2011. Sinopsis Novel Hafalan Shalat
Delisa.http://zhuyavabel.blogspot.com/2011/12/sinopsis-novel-hafalan-shalat-
delisa.htmldiakses pada tanggal 22 Agustus 2015 pukul 13.23 WIB.
Kadir, Ilham. 2013. Gurutta, Anreguru, Panrita.
ilhamkadirmenulis.blogspot.in/2013/02/gurutta-anreguru-panrita.html?m=1
diakses pada tanggal 08 Juni 2015 pukul 22.09 WIB.
Remedia. 2014. Tujuan Sastra. http://www.bimbingan.org/tujuan-sastra.htm diakses pada tanggal
18 Agustus 2015 pukul 12.40 WIB.
Wicaksono, Prastea. 2013. Sinopsis Novel Bidadari-bidadari Surga. http://prastea13.blogspot.com/2013/03/sinopsis-novel-bidadari-bidadari-surga_8916.htmldiakses
pada tanggal 22 Agustus 2015 pukul 13.27 WIB.
128
Wikipedia. 2015. Majas.https://id.wikipedia.org/wiki/Majasdiakses pada tanggal 30
Agustus 2015 pukul 14.55 WIB.
Wulansari, Aisyah. 2014. Biografi Darwis Tere Liye.
http://aisyahwulansari.blogspot.com/2014/01/biografi-darwis-tere-
liye.htmldiakses pada tanggal 03 Agustus 2015 pukul 13.13 WIB.
Ziyad, M.Thariq. 2008. Sinopsis: Moga Bunda disayang Allah.http://m-thariq-
ziyad.blogspot.com/2008/12/sinopsis-moga-bunda-disayang-allah.htmldiakses pada tanggal 22
Agustus 2015 pukul 13.20 WIB.
Zulfikar. 2013. Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin.http://collections-of-
books.blogspot.com/2013/05/terbit-juni-2010-oleh-tere-liye-bahasa.htmldiakses pada
tanggal 22 Agustus 2015 pukul 13.32 WIB.
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138