NOVEL KAU, AKU, DAN SEPUCUK ANGPAU MERAH KARYA TERE LIYE ...
Transcript of NOVEL KAU, AKU, DAN SEPUCUK ANGPAU MERAH KARYA TERE LIYE ...
NOVEL KAU, AKU, DAN SEPUCUK ANGPAU MERAH KARYA TERE
LIYE: ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN NILAI PENDIDIKAN
SKRIPSI
OLEH:
FRITS TAMPUBOLON
120701039
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
NOVEL KAU, AKU, DAN SEPUCUK ANGPAU MERAH KARYA TERE
LIYE: ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN NILAI PENDIDIKAN
FRITS TAMPUBOLON
120701039
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memeroleh gelar sarjana sastra
dan telah disetujui oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. Irwansyah, M.S. Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. NIP 19530425 198303 1 002 NIP 19620419 198703 2 001
Program Studi Sastra Indonesia
Ketua,
Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. NIP.19590907 198702 1 002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak pernah diajukan untuk
memeroleh gelar sarjana di perguruan tinggi. Sepengetahuan saya juga tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis maupun diterbitkan orang lain,
kecuali yang secara tertulis dijadikan sebagai sumber referensi pada skripsi ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak
benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan
yang saya peroleh.
Medan, Agustus 2017
Penulis,
Frits Tampubolon
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
NOVEL KAU, AKU, DAN SEPUCUK ANGPAU MERAH KARYA TERE
LIYE: ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN NILAI PENDIDIKAN
Oleh:
FRITS TAMPUBOLON Sastra Indonesia FIB USU
Novel merupakan salah satu karya sastra yang diminati oleh pembaca. Novel berisi nilai-nilai yang berguna bagi para pembaca, salah satunya adalah nilai pendidikan. Fokus penelitian ini membahas tentang unsur intrinsik dan nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Kau Aku dan Sepucuk Angpau Merah karya Tere Liye. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan unsur intrinsik dan mendeskripsikan nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Kau Aku dan Sepucuk Angpau Merah karya Tere Liye. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan teknik pustaka, yaitu membaca, menyimak dan mencatat, serta memahami. Unsur intrinsik dalam novel Kau Aku dan Sepucuk Angpau Merah yang dianalisis meliputi tema, plot/alur, tokoh dan penokohan, dan latar/setting. Nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Kau Aku dan Sepucuk Angpau Merah yaitu nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan religius, dan nilai pendidikan budaya. Nilai pendidikan moral merupakan nilai-nilai yang menuntut manusia untuk lebih melakukan hal-hal yang baik dalam kehidupan dan dapat menyesuaikan diri dengan kelompok masyarakat tertentu sesuai dengan sikap dan kebiasaan yang ada pada suatu daerah tersebut. Nilai pendidikan moral yang terdapat dalam novel KAdSAM karya Tere Liye yaitu kerja keras, bertanggung jawab, pantang menyerah dan bersungguh-sungguh, dan mandiri. Nilai pendidikan sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan. Nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam novel KAdSAM karya Tere Liye yaitu peduli kepada sesama, kerja sama dan saling membantu, dan ramah kepada orang lain. Nilai pendidikan religius merupakan suatu kesadaran yang menggejala mendalam dalam lubuk hati manusia. Nilai religius mendidik manusia agar lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat akan Tuhan. Nilai pendidikan religius yang terdapat dalam novel KAdSAM karya Tere Liye yaitu takut akan dosa dan berdoa. Nilai pendidikan budaya merupakan suatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya. Nilai pendidikan budaya dalam novel KAdSAM yaitu toleransi antar adat. Kata kunci: novel, unsur intrinsik, dan nilai pendidikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala perlindungan dan kemurahan-Nya memberkati penulis dalam mengerjakan
skripsi ini.
Skripsi yang berjudul ”Kau Aku dan Sepucuk Angpau Merah karya Tere Liye:
Analisis Unsur Intrinsik dan Nilai Pendidikan” ini dibuat untuk memenuhi
persyaratan memeroleh gelar sarjana sastra di Program Studi Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan, kritik, dan saran
dari berbagai pihak, baik berupa moral maupun materi. Oleh sebab itu, penulis
mengucapkan terima kasih dengan setulus hati kepada:
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Bapak
Prof. Drs. Mauly Purba, M.A, Ph.D. sebagai Wakil Dekan I, Ibu Dra. Heristina
Dewi, M.Pd. sebagai Wakil Dekan II, Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si.
sebagai Wakil Dekan III.
2. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. sebagai Ketua Program Studi Sastra
Indonesia. Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum. sebagai sekretaris Program Studi
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Irwansyah, M.S. sebagai pembimbing I dan Ibu Dra. Nurhayati
Harahap, M.Hum. sebagai pembimbing II yang telah membimbing penulis
menyelesaikan skripsi ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan ilmu yang
bermanfaat kepada penulis.
5. Bapak Slamet yang banyak membantu penulis mengurus keperluan
administrasi.
6. Kedua orang tua yang tercinta dan selalu memberikan dukungan, Ayahanda B.
Tampubolon dan Ibunda P. Manalu, serta Abang Abdi, Abang Caahliono, dan
Adik Yona sebagai saudara kandung penulis yang selalu mendoakan penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman yang mendukung penulis dari awal perkuliahan hingga saat ini
yaitu teman satu kelas, teman paduan suara Gloria dan teman satu kos.
Penulis menyadari penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki hasil
penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Medan, Agustus 2017
Frits Tampubolon
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ............................................................................................. i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
PRAKATA ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah ..................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
1.5.1 Manfaat Teoretis ............................................................... 4
1.5.2 Manfaat Praktis ................................................................. 4
BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI 5
2.1 Konsep .................................................................................... 5
2.1.1 Unsur Intrinsik ............................................................... 5
2.1.2 Novel .............................................................................. 5
2.1.3 Nilai ................................................................................ 6
2.1.4 Pendidikan ...................................................................... 6
2.2 Tinjauan Pustaka ..................................................................... 7
2.3 Landasan Teori ........................................................................ 9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 12
3.1 Metode Penelitian ................................................................... 12
3.2 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 13
3.3 Teknik Analisis Data ............................................................... 14
BAB IV UNSUR INTRINSIK DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL
KAdSAM KARYA TERE LIYE................................................................... 16
4.1 Unsur Intrinsik Novel KAdSAM Karya Tere Liye ................... 16
4.1.1 Tema ................................................................................ 16
4.1.2 Alur (Plot) ....................................................................... 21
4.1.3 Tokoh dan Penokohan ..................................................... 22
4.1.4 Latar ................................................................................ 25
4.2 Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel KAdSAM Karya Tere Liye. 32
4.2.1 Nilai Pendidikan Moral ................................................... 32
4.2.2 Nilai Pendidikan Sosial ................................................... 35
4.2.3 Nilai Pendidikan Religius ............................................... 38
4.2.4 Nilai Pendidikan Budaya ................................................ 39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ………………… ................................ 41
5.1 Simpulan ……. ........................................................................ 41
5.2 Saran ........................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA………………………. ................................................ 43
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………. ................... 45
1. Lampiran I (Sinopsis Novel) ................................................... 45
2. Lampiran II (Biografi Pengarang) ........................................... 51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
pemikiran, perasaan, ide, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan
yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan dalam
bentuk tulisan. Karya sastra sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat karena
karya sastra dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang kebenaran-
kebenaran hidup dan nilai-nilai kemanusiaan walaupun dilukiskan dalam bentuk
fiksi. Karya sastra dapat memberikan kegembiraan dan kepuasan batin. Karya
sastra juga dapat dijadikan sebagai pengalaman untuk berkarya, karena siapa pun
bisa menuangkan isi hati dan pikiran dalam sebuah tulisan yang bernilai seni.
Endraswara (2008:89) mengatakan karya sastra cenderung memantulkan
keadaan masyarakat, mau tidak mau akan menjadi saksi zaman. Dalam kaitannya
ini, sebenarnya pengarang berupaya mendokumentasikan zaman dan sekaligus
sebagai alat komunikasi antara pengarang dan pembaca. Pengarang sebagai
seorang pengirim pesan akan menyampaikan berita zaman lewat cermin dalam
teks kepada penerima pesan. Karya sastra sekaligus merupakan alat komunikasi
yang jitu.
Ada berbagai bentuk karya sastra, salah satunya adalah novel. Novel dapat
dikaji dari beberapa aspek, misalnya tema, penokohan, isi, latar (setting), alur,
sudut pandang, amanat dan makna. Analisis struktural adalah salah satu kajian
kesusastraan yang menitikberatkan pada hubungan antarunsur pembangun novel.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Unsur-unsur yang membangun sebuah novel yaitu plot/alur, tema, tokoh
penokohan, dan latar/setting, gaya bahasa, dan amanat.
Wicaksono (2014:254) mengatakan bahwa karya sastra adalah bentuk
kreativitas dalam bahasa yang indah berisi sederetan pengalaman batin dan
imajinasi yang berasal dari penghayatan realitas sosial pengarang. Karya sastra
merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni yang objeknya adalah manusia
dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya.
Karya sastra dianggap mampu memberikan pengalaman hidup dan nilai-
nilai kemanusiaan yang luhur bagi pembaca karya sastra. Nilai pendidikan dalam
sebuah karya sastra merupakan salah satu hal penting untuk diteliti karena
mencakup hal-hal yang memberikan pelajaran dan memiliki manfaat tertentu bagi
pembaca. Nilai pendidikan yang diperoleh dari karya sastra dapat menjadi
pedoman bagi pembaca (masyarakat) dan dapat direalisasikan dalam kehidupan
bermasyarakat. Sebagaimana dikatakan Dewantara (dalam Wicaksono, 2014:259)
bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Pendidikan menuntun hidup
tumbuhnya menusia sejak anak-anak, maksudnya yaitu menuntun segala kekuatan
kondrat sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Salah satu karya yang berisi nilai pendidikan adalah novel Kau, Aku, dan
Sepucuk Angpau Merah (selanjutnya disebut KAdSAM) karya Tere Liye. Nilai
pendidikan dalam novel tersebut mencakup beberapa aspek di antaranya nilai
pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan religius, dan nilai
pendidikan budaya. Masing-masing nilai pendidikan tersebut dapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diklarifikasikan berdasarkan perbuatan-perbuatan tokoh yang ada dalam novel
KAdSAM.
Novel KAdSAM ini menceritakan tentang realita kehidupan seorang pemuda
sederhana yang bernama Borno yang memiliki hati paling lurus di hulu Kapuas
dan kehidupan masyarakat di lingkungannya. Borno belajar menjadi orang bijak
dari segala musibah yang menimpanya. Mencapai kesuksesan tidak mudah, tetapi
harus berjuang dan bangkit dari kegagalan. Kemandirian yang dimiliki oleh tokoh
utama dalam novel KAdSAM memberikan nilai-nilai yang baik bagi pembaca.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti
adalah:
1. Bagaimanakah unsur intrinsik dalam novel KAdSAM yang meliputi plot/alur,
tema, tokoh dan penokohan, dan latar atau setting?
2. Nilai-nilai pendidikan apa sajakah yang terdapat dalam novel KAdSAM karya
Tere Liye?
1.3 Batasan Masalah
Sesuai dengan judul dan rumusan masalah, maka penelitian ini dibatasi
pada unsur intrinsik novel (plot/alur, tema, tokoh dan penokohan, dan latar atau
setting) dan nilai pendidikan yang terdapat dalam novel KAdSAM karya Liye.
Nilai pendidikan yang akan dianalisis meliputi nilai pendidikan moral, nilai
pendidikan sosial, nilai pendidikan religius, dan nilai pendidikan budaya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan unsur intrinsik novel KAdSAM yang meliputi
plot/alur, tema, tokoh dan penokohan, dan latar atau setting.
2. Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel KAdSAM.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi para
pembaca, baik bersifat teoretis maupun praktis.
1.5.1 Manfaat Teoretis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
perkembangan ilmu sastra.
2. Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan memperluas
ilmu pengetahuan terhadap pembaca tentang unsur novel dan nilai-nilai
pendidikan yang terdapat dalam novel.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini dapat membantu pembaca menikmati dan
memahami novel KAdSAM.
2. Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi peneliti lain yang
meneliti novel KAdSAM.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI
2.1 Konsep
2.1.1 Unsur Intrinsik
Nurgiyantoro (1995:23) mengatakan bahwa unsur intrinsik adalah unsur-
unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. unsur-unsur inilah yang
menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara
faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah
novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita.
Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel
berwujud.
2.1.2 Novel
Novel menceritakan tentang perjalanan hidup tokoh utama dalam satu masa
dan di dalam novel tersebut terdapat nilai-nilai yang dapat merangsang pembaca
untuk mengenali, menghayati, menganalisis, dan merumuskan nilai-nilai
kemanusiaan. Secara halus nilai-nilai itu menjadi terjaga dan berkembang dalam
diri pembaca.
Dalam Kamus Istilah Sastra (Zaidan dkk, 2007:136) novel adalah jenis prosa
yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelarkan kehidupan
manusia atas dasar sudut pandang pengarang dan mengandung nilai hidup, diolah
dengan teknik lisahan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulisan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.3 Nilai
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:783) nilai adalah banyak
sedikitnya isi; kadar, mutu. Sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan. Sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya.
Budiyono (2007:70) menyatakan nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau
kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Dengan demikian
maka nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang “tersembunyi” di balik
kenyataan-kenyataan lainnya.
2.1.4 Pendidikan
Wicaksono (2014:259-260) mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar, terencana, terus-menerus, dan penuh tanggung jawab yang merupakan
proses pengubahan sikap dan tingkah laku agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya dalam usaha pendewasaan melalui upaya
pengajaran dan latihan.
Suarman (2000) seperti dikutip Novalinda (2014:5) menjelaskan nilai
pendidikan berarti ukuran terhadap baik dan buruk yang dapat diterima oleh
umum atau orang banyak, mengenai perbuatan, sikap, tingkah laku, atau budi
pekerti. Nilai pendidikan mencakup beberapa aspek di antaranya pendidikan
agama, sosial, budi pekerti, kecerdasan, dan kesejahteraan keluarga.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan adalah
segala sesuatu yang mendidik, yang mengarahkan, yang mengendalikan, serta
dapat mengembangkan potensi orang lain dalam mendewasakan diri manusia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Adapun nilai pendidikan yang terdapat dalam karya sastra yaitu hal-hal yang
mengajarkan kebaikan bagi para pembaca karya sastra dan hal itu dapat dicontoh
dan direalisasikan dalam kehidupan pembaca.
2.2 Tinjauan Pustaka
Novel KAdSAM karya Liye merupakan novel yang sarat motivasi agar tetap
berusaha/berjuang, bersabar dan bersyukur dalam menjalani kehidupan di tengah
banyaknya kesulitan yang terjadi. Liye merangkai kata demi kata dengan bahasa
yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Sepanjang pengetahuan
peneliti, novel KAdSAM karya Liye belum pernah dikaji oleh peneliti lain dari
segi unsur intrinsik yang meliputi plot/alur, tema, tokoh dan penokohan, dan latar
atau setting novel KAdSAM dan nilai pendidikan yang menggunakan analisis
struktural.
Tinjauan pustaka ini hanya memaparkan beberapa penelitian yang sejenis
yang telah meneliti tentang novel KAdSAM. Yang pernah diteliti sebelumnya
adalah skripsi Suryaningrum (2014) dengan judul “Kajian Psikologi Sastra dan
Nilai Pendidikan Novel KAdSAM karya Tere Liye Serta Relevansinya dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas.” Penelitian tersebut
menggunakan pendekatan psikologi sastra. Simpulan penelitian ini adalah
penokohan dalam novel KAdSAM dilihat berdasarkan dimensi psikologis,
fisiologis, dan sosiologis. Aspek psikologis tokoh dilihat berdasarkan tuntutan
kebutuhan yang dialami tokoh menurut teori psikologi kebutuhan bertingkat oleh
Abraham Maslow. Novel ini sarat akan nilai-nilai pendidikan dan juga dapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dijadikan sebagai alternatif materi ajar apreasi sastra dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia.
Penelitian juga dilakukan oleh Satria (2015) dengan judul “Konflik
Psikologis Tokoh Utama dalam Novel KAdSAM karya Tere Liye.” Penelitian
tersebut menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitiannya ialah
pertama, wujud konflik psikologis yang dialami tokoh utama dalam novel
KAdSAM meliputi ketakutan, kekecewaan, kecemasan, dan kebimbangan. Kedua,
faktor penyebab terjadinya konflik dikategorikan menjadi dua yaitu internal dan
eksternal. Faktor internal meliputi rasa sayang pada orang-orang terdekat, keadaan
ekonomi tokoh utama tidak mendukung, merasa tidak dihargai, dan kecewa
dengan diri sendiri. Faktor eksternal meliputi kecewa dengan orang lain, kecewa
dengan pekerjaan yang didapat, malu dengan perlakuan orang lain. Ketiga, cara
penyelesaian konflik yang dilakukan oleh tokoh utama terdiri dari dua cara, yaitu
secara individu dan secara sosial. Penyelesaian secara individu meliputi pasrah,
emosional, rasional, dan pengendalian diri. Penyelesaian yang dilakukan secara
sosial berupa bantuan dari orang lain.
Berdasarkan acuan tersebut, diharapkan dapat membantu peneliti dalam
melakukan penelitian dengan judul “KAdSAM karya Tere Liye: Analisis Unsur
Intrinsik dan Nilai Pendidikan”.
Penelitian ini berusaha menganalisis unsur-unsur intrinsik novel dan nilai-
nilai pendidikan yang mencakup (1) nilai pendidikan sosial, (2) nilai pendidikan
budaya, (3) nilai pendidikan moral, dan (4) nilai pendidikan religius dalam novel
KAdSAM karya Liye.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
struktural. Menurut Nurgiyantoro (1995:37) analisis struktural karya sastra dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan
hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi
dan dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh
dan penokohan. Setelah dijelaskan bagaimana fungsi masing-masing unsur itu
dalam menunjang makna seluruhnya, dan bagaimana hubungan antarunsur itu
sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas-kemaknaan yang padu.
Misalnya bagaimana hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lain,
kaitannya dengan pemplotan yang tidak selalu kronologis, kaitannya dengan
tokoh dan penokohan, dengan latar dan sebagainya. Analisis struktural pada
dasarnya bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan
antarberbagai unsur karya sastra. Analisis struktural merupakan salah satu kajian
kesusastraan yang menitikberatkan pada hubungan antarunsur pembangun karya
sastra. Novel yang dibangun dari sejumlah unsur akan saling berhubungan
sehingga menyebabkan novel tersebut menjadi sebuah karya yang bermakna
hidup. Unsur-unsur yang membangun sebuah novel yaitu plot/alur, tema, tokoh
dan penokohan, dan latar atau setting.
Stanton (dalam Nurgiyantoro 1995:113) mengatakan bahwa plot merupakan
struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai urutan bagian-
bagian dalam keseluruhan fiksi. Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian,
namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang
satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal,
salah satunya dalam membuat suatu tulisan. Nurgiyantoro (1995:68) mengatakan
bahwa tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat
menjiwai seluruh bagian cerita itu.
Jones (dalam Nurgiyantoro 1995:165) mengatakan istilah tokoh menunjuk
pada orangnya, pelaku cerita. Penokohan lebih menunjuk pada kualitas pribadi
seorang tokoh. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Abrams (dalam Nurgiyantoro
1995:165) mengatakan bahwa tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam
suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas
moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan
apa yang dilakukan dalam tindakan.
Wicaksono (2014:209-214) mengatakan bahwa latar atau setting merupakan
bagian cerita yang menunjuk pada masalah tempat atau waktu terjadinya peristiwa
serta lingkungan sosial yang digambarkan untuk menghidupkan peristiwa. Latar
dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar
tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat
dengan nama tertentu. Latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berkaitan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat tertentu yang dicerikan
dalam karya fiksi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan
metode studi perpustakaan. Jabrohim (2001:25) mengatakan bahwa penelitian
kualitatif menitikberatkan pada segi alamiah dan mendasarkan pada karakter yang
terdapat dalam data. Penelitian kualitatif sering diartikan sebagai penelitian yang
tidak mengadakan “perhitungan” atau tidak menggunakan angka-angka.
Studi perpustakaan adalah penelitian yang menggunakan buku sebagai
objek penelitian. Ada dua metode penelitian studi pustaka, yaitu metode heuristik
dan hermeneutik. Menurut Pradopo (dalam Tantawi 2014:61-65) metode heuristik
adalah pembacaan karya sastra berdasarkan struktural bahasanya, sedangkan
hermeneutik pembacaan karya sastra berdasarkan konvensi sastranya.
Pada metode heuristik dilakukan dengan cara membaca novel yang menjadi
objek utama (primer) penelitian ini. Pada bagian ini novel dipahami berdasarkan
konvensi bahasa-bahasa yang digunakan oleh pengarang sebagai media untuk
menyampaikan pesan kepada pembaca.
Pada metode hermeneutik yaitu membaca novel objek penelitian dengan
cara memahami konvensi-konvensi yang berlaku terhadap sebuah karya sastra.
Wicaksono (2014:24) menyatakan bahwa dalam upaya interpretasi hermeneutik,
prosedur kajian secara garis besar sebagai berikut:
a. Pertama, teks harus dibaca dengan kesungguhan, menggunakan
symphatic imagination (imajinasi yang penuh rasa simpati).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Kedua, terlibat dalam analisis struktural mengenai maksud penyajian
teks, menentukan tanda-tanda yang terdapat di dalamnya, kemudian
memberikan hipotesis.
c. Ketiga, melihat bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan makna
dan gagasan dalam teks.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
teknik pustaka, yaitu membaca, menyimak dan mencatat, serta memahami.
Dwiloka dan Riana (2005:23) mengatakan hal pertama yang dilakukan dalam
pengumpulan data dalam penelitian adalah mencari informasi dari kepustakaan
mengenai hal-hal yang ada relevansinya dengan judul tulisan. Untuk memeroleh
data dilakukan teknik pustaka dengan menggunakan sumber-sumber tertulis.
Membaca merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mengetahui isi
karya sastra dan data yang akan dianalisis adalah berupa teks. Teknik simak dan
catat merupakan teknik yang dilakukan dengan cermat, terarah, dan teliti terhadap
sumber data primer sebagai bahan untuk melakukan analisis. Sumber data primer
merupakan hasil karya sastra berupa teks novel yang berjudul KAdSAM karya
Liye. Hasil penyimakan terhadap teks novel tersebut kemudian dituliskan dalam
laporan penelitian sesuai dengan maksud dan tujuan yang akan dicapai.
Cara memeroleh data dalam penelitian ini berdasarkan studi perpustakaan
yaitu penelitian menggunakan buku-buku sebagai subjek penelitian.
Sumber Data:
Judul novel : Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengarang : Tere Liye
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman : 512 halaman
Cetakan : IV
Tahun terbit : 2012
Warna sampul : Merah, putih, hitam, coklat, dan kuning,
3.3 Teknik Analisis Data
Menganalisis data merupakan suatu langkah kritis dalam penelitian.Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasakan pendapat
Wicaksono (2014:25) mengikuti enam pokok rambu-rambu, yaitu:
a. Penafsiran yang bertitik tolak dari pendapat bahwa teks sendiri sudah
jelas.
b. Penafsiran yang berusaha menyusun kembali arti historik. Dalam
pendekatan ini, si juru tafsir dapat berpedoman pada maksud si
pengarang seperti tampak pada teks atau di luar teks.
c. Penafsiran hermeneutik baru berusaha memadukan masa silam dan
masa kini.
d. Penafsiran yang berpangkal pada suatu problematik tertentu, misalnya
dari aspek politik, psikologis, sosiologis, dan moral.
e. Penafsiran yang bertolak pada pandangannya sendiri mengenai sastra.
f. Tafsiran yang tidak langsung berusaha mewadahi sebuah teks diartikan;
menunjukkan kemungkinan yang tercantum dalam teks sehingga
pembaca menafsirkannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV
UNSUR INTRINSIK DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL KAdSAM
KARYA TERE LIYE
4.1 Unsur Intrinsik Novel KAdSAM Karya Tere Liye
4.1.1 Tema
Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal,
salah satunya dalam membuat suatu tulisan. Wicaksono (2014:102) mengatakan
tema merupakan dasar suatu cerita rekaan. Tema tidak ditampilkan secara
eksplisit, tetapi bersifat di dalam seluruh cerita; dalam suatu cerita atau novel
terdapat tema dominan atau tema sentral (tema utama) dan tema-tema kecil (tema
tambahan) lainnya.
Tema utama novel KAdSAM karya Liye adalah “perjuangan cinta”. Hal itu
terlihat ketika Borno jatuh cinta kepada Mei. Pertemuan pertama dengan Mei
ternyata berpengaruh besar bagi Borno, setiap hari Borno selalu memikirkan Mei.
Borno yang selalu memperhatikan Mei sampai hafal jadwal Mei tiba di dermaga
dan Borno setiap harinya mengatur sepitnya pada urutan nomor 13. Benar saja,
Mei selalu saja menaiki sepit Borno. Sejak mengetahui nama Mei, Borno mulai
berani menyapa Mei dan mendekati Mei, bahkan Borno sempat mengajari Mei
mengemudi sepit, namun sebelum Borno berhasil mengajari Mei mengemudi sepit
untuk yang kedua kalinya Borno harus rela ditinggalkan oleh Mei. Mei harus
kembali ke Surabaya karena tugasnya di Pontianak sudah selesai. Mengetahui itu,
Borno sangat kecewa. Tidak terima ditinggal Mei tanpa pamit kepada Borno,
Borno pun mencari tahu alamat rumah Mei ke sekolah tempat Mei mengajar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan susah payah Borno pun mendapat alamat rumah Mei yang ada di
Pontianak. Tanpa berpikir panjang Borno langsung ke rumah Mei dan yang ia
jumpai di rumah Mei adalah pembantu Mei. Pembantu tersebut mengatakan
bahwa Mei sudah berangkat ke Surabaya. Setelah 6 bulan berlalu Borno dan Mei
akhirnya bertemu kembali saat Borno membawa Pak Tua, kerabat Borno, ke
Rumah Sakit yang ada di Surabaya. Borno bertemu dengan ayah Mei saat Borno
mengantar Mei ke rumah Mei. Ayah Mei menyuruh Borno untuk tidak mendekati
Mei. Borno sangat gelisah dengan ketidaksukaan ayah Mei kepada Borno.
Ketika Mei mendadak menjauhi Borno, muncullah gadis yang bernama
Sarah, sang dokter gigi yang ceria. Sarah yang begitu cemerlang juga tidak
mampu menggantikan Mei di hati Borno. Borno masih saja berusaha menemui
Mei, walaupun Mei tidak ingin sedikit pun menemui Borno. Akhirnya Borno
hanya bisa berkomunikasi dengan Mei melalui surat dengan perantara Bibi,
meskipun Mei jarang membalasnya.
Setelah satu tahun Borno dan Mei berpisah, Borno mendapat kabar kalau
Mei sakit keras di Surabaya. Borno pun pergi ke Surabaya untuk menjenguk Mei
yang terbaring sakit.
“Bapak tadi melihat gadis seumuranku datang ke sini?” “Gadis? Tadi pagi banyak,” tukang kebun menjawab santai. “Yang rambutnya panjang tergerai, Pak.” “Mau rambutnya panjang, rambut pendek, banyak, Dik. Hanya yang botak saja saya tidak lihat. “Maksudku, yang cantik.” “Ah, kau macam tidak tahu saja! Gadis Pontianak itu cantik-cantik, Dik.” “Yang datang sendirian, maksudku yang terlihat sendirian, seperti menunggu seseorang.” Aku menelan ludah, berusaha memperbaiki pertanyaan, atau jangan-jangan aku salah tempat bertanya. “Ah, mana sempat kuperhatikan mereka datang sendirian atau beramai-ramai. Kau ini macam wartawan saja, banyak tanya. Aku mendengus sebal, meninggalkan tukang kebun. Tidak ada tanda-tanda dari Mei.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Aku bertanya pada satpam depan, yang galak memeriksa anak-anak terlambat. “Selamat siang, Pak Malinggis.” Aku melirik nama di dada satpam. “Apa ada guru bernama Mei yang mengajar di sini, Pak? “Mei siapa? Meilani? Meilinda? Setidaknya ada enam guru di sini yang bernama Mei.” Satpam tanpa berkedip menyapu penampilanku. “Mei saja, Pak.”Aku menelan ludah. “Guru SD? SMP? Atau SMA?” Satpam tetap tidak ramah. “Guru SD, Pak” “Kau memang siapanya Nona Mei?” Satpam menyelidik. “Eh, teman.” “Selamat siang, Bu Kepsek.” “Saya mencari Mei, Bu.” Ternyata mulutku berkhianat, langsung ke topik pembicaraan. “Nona Mei yang cantik itu?” Ibu Kepsek bertanya ramah. “iya betul, Bu.” Aku bego, mengiyakan. “Nona Mei guru magang. Kerja praktik dari kampus. Dia sudah menyelesaikan magangnya dengan baik, dan sudah menandatangani laporannya. Amat mengesankan, dia berba...” “Bisa minta alamat rumahnya, Bu? Aku memotong. Ibu Kepsek terdiam. “ Nona Mei tidak tinggal di kota ini, Nak. Dia kuliah di Surabaya, di..” “Eh, tapi setidaknya dia punya tempat sementara di Pontianak, kan? “Itu betul, dia punya alamat sementara.” Ibu Kepsek menghela nafas perlahan. “Tapi saya tidak tahu, boleh memberikan alamatnya atau tidak. Boleh jadi Nona Mei keberatan.”(141-146) Bosan menunggu Pak Tua tidak kunjung keluar dari ruang terapi, aku sembarang membuka buku telepon supertebal, lansung terbentang dua halaman penuh dengan nama dimulai dari huruf S. Mataku menyepit: Sulaiman. Ada empat halaman penuh dengan nama Sulaiman. Tidak masalah, aku bisa melakukannya. “Buat apa sampean receh?” Petugas parkir menyelidik, bingung saat aku ingin menukarkan uang kertasku dengan logam penghasilannya setiap hari. “Buat menelepon,” aku menjawab pendek. “Apakah ini kediaman Bapak Sulaiman?” “Iya benar.” “Bisa bicara dengan Mei?” “Nona Mei?” Suara berat di seberang gagang memastikan. “Iya, Nona Mei.” “Halo, ada apa?” Suara di seberang gagang bukan Mei. Satu jam berlalu, satu halaman penuh sudah kucoret.(197) Aku bahkan berangkat ke Surabaya dengan penerbangan pertama. Lantas menumpang taksi menuju rumah besar itu. Belum tidur, belum makan, bahkan belum mandi sejak aku membaca surat dalam angpau merah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mei terbaring lemah saat aku melangkah masuk ke kamarnya, diantar salah satu perawat. Tubuhnya kurus. Wajahnya pucat. Rambutnya rontok. Dia tergugu melihatku.
“Aku berjanji akan selalu mencintai kau, Mei.(506)
Tema tambahan dalam novel KAdSAM adalah “pengorbanan, kerja sama,
kepedulian, membantu, dan perjuangan hidup.” Kepedulian dalam novel
KAdSAM terlihat antara masyarakat sekitaran sungai Kapuas dengan tokoh utama
yaitu Borno.
“Kau sepertinya sedang memikirkan sesuatu, Borno. Kalau orang tua ini boleh tahu, apa itu?” Pak Tua menyeringai, memutus lamunanku memperhatikan keributan di dermaga. Selain memang menyenangkan dan berpengetahuan luas, inilah yang aku suka dari Pak Tua, dia pandai membaca raut wajah..”(11) “Kudengar ada lowongan di syahbandar Pontianak, kau coba saja ke sana, Borno. Siapa tahu cocok,” salah satu tetangga berseru.(24) “Kau terlalu muda, Nak, baru lulus SMA. Kenapa kau tidak melanjutkan sekolah? Ambil akademi bea cukai misalnya, gajinya alamak sekarang, atau sarjana muda pelayaran, atau bila perlu calon insinyur teknik perkapalan di Surabaya. Kau bisa bekerja di galangan Eropa sana. Jangan tanya penghasilannya. Gadis Pontianak yang mata duitan, kau kerling sedikit langsung jatuh hati.”(29) Bentuk mau membantu dalam novel KAdSAM terjadi antara tokoh utama
dengan masyarakat di sekitar sungai Kapuas.
“Kau tahu ruangan pendaftarannya, Nak?” “Tidak tahu, Pak Marmud.” “Kau lihat pintu masuk lobi sana? Ya, yang itu. Nah, di dalamnya ada lorong, kau ikuti, nanti ada pintu dengan papan nama ‘Tata Usaha’. Serahkan lamaran kau di sana.” Aku mengangguk-angguk. “Terima kasih banyak, Pak Marmud.”(25) Aku berdeham. “Eh, saya tahu cara menghilangkannya.” Mereka menoleh. Ramai-ramai menatapku tajam. “Nah, bagaimana cara melakukannya?” Aku menelan ludah. “Pakai daun singkong, Pak. Daunnya diremukkan, lantas dipakai untuk mencuci tangan yang terkena cipratan air karet.”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Dimana aku bisa mendapatkan daun singkong sekarang?” pejabat itu berseru. “Pasar pagi dekat dari sini, Pak. Lima ratus meter. Di sana pasti banyak.”(28) Bentuk pengorbanan dalam novel KAdSAM lebih dominan dilakukan oleh
ayah Borno. Ayah Borno mendonorkan jantungnya kepada orang yang terkena
penyakit gagal jantung.
Astaga. Bukan tidak ada lagi solusi yang membuatku tiba-tiba sesak. Tetapi entah apa yang ada di kepala Bapak, sebelum tubuhnya benar-benar berhenti bekerja, Bapak telah menyetujui hal paling gila yang pernah kupikirkan. Tidak jauh dari bangsal gawat darurat itu, terkulai lemah seorang pasien gagal jantung yang sudah berminggu-minggu mencari donor tapi tidak bertemu. Bapak mendonorkan jantungnya.(15) Bentuk kerja sama dalam novel KAdSAM terjalin antara pengemudi sepit,
penghuni gang, dan penumpang sepit dengan tokoh utama sebelum tokoh utama
mempunyai sepit sendiri.
“Ini rencana Togar,” Pak Tua berbisik di tengah keramaian seru-seruan antusias. “Togar yang meminta pengemudi, penghuni gang, bahkan para penumpang mengumpulkan sumbangan. Bedanya dia tidak sampai membuat surat permohonan berlaminating.”(70)
Tema perjuangan hidup dalam novel KAdSAM terlihat ketika tokoh utama
(Borno) mencari pekerjaan. Beberapa kali Borno mencari pekerjaan hanya untuk
mendapat uang supaya dapat bertahan hidup. Terakhir Borno membuka bengkel
dan bekerja di bengkel tersebut.
“Sudah berapa kali kau gonta-ganti pekerjaan Borno. Macam tidak ada tempat yang bisa membuat kau betah.” Bapak Andi yang mengunyah pisang goreng sambil mengawasi anaknya bekerja bertanya menyeringai.(19)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.2 Alur (Plot)
Stanton (dalam Nurgiyantoro 1995:113) mengatakan bahwa plot adalah
cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan
secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan teradinya
peristiwa yang lain.
Alur yang digunakan dalam novel KAdSAM adalah alur progesif atau alur
maju dan alur regresif atau alur mundur. Wicaksono (2014:162) mengatakan
bahwa alur maju mengungkapkan cerita lebih kepada sudut peristiwa-peristiwa
yang terjadi di masa kini atau masa lalu menuju ke masa yang akan datang. Alur
maju biasanya menunjukkan kesederhanaan cara penceritaan, tidak berbelit-belit,
dan mudah diikuti. Peristiwa-peristiwa yang disusun mulai dari melukiskan
keadaan, peristiwa-peristiwa mula bergerak, keadaan mulai memuncak, mencapai
titik puncak, dan penyelesaian. Urutan peristiwa tersebut ada pada novel
KAdSAM, yaitu mengisahkan proses tokoh Borno dalam menjalani hidupnya di
Pontianak.
Peristiwa dimulai ketika ayah Borno tersengat ubur-ubur saat melaut
memilih untuk mendonorkan jantungnya kepada seorang pasien yang gagal
jantung. Usia Borno pada saat itu dua belas tahun. Setelah beberapa tahun berlalu,
Borno lulus SMA dan memilih langsung bekerja. Ia menjalani hidup dengan
berganti-ganti pekerjaan. Terakhir Borno bekerja di bengkel yang dibeli oleh Pak
Daeng dan Borno. Ketika Borno bekerja sebagai pengemudi sepit, ia bertemu
dengan seorang gadis yang bernama Mei. Borno jatuh cinta kepada Mei. Mereka
akhirnya dipertemukan sewaktu Mei terbaring sakit di Rumah Sakit Surabaya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nurgiyantoro (dalam Wicaksono 2014:163) mengatakan bahwa alur
mundur bersifat tidak kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan
dari tahap tengah atau bahkan dari tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita
dikisahkan. Alur mundur dalam novel KAdSAM yaitu peristiwa-peristiwa yang
mengenang masa lalu. Alur mundur dalam novel KAdSAM terlihat ketika Mei
menulis surat kepada Borno yang isinya menceritakan masa lalu keluarga Mei.
Kami dulu tinggal di Pontianak, Abang. Mamaku seorang dokter, dia juga salah satu pendiri yayasan, pengelola kompleks sekolah tempat aku magang. Sedangkan Papa, dia sibuk dengan bisnisnya. Aku ingat sekali masa kanak-kanak yang menyenangkan. Aku dulu nakal, sembunyi-sembunyi membawa boat Papa, berkelahi dengan anak sekolah lain, bahkan mencuri mangga. Tapi itu masa-masa yang menyenangkan. Selalu ada Mama yang membelaku.(499)
4.1.3 Tokoh dan Penokohan
Jones (dalam Nurgiyantoro 1995:165) mengatakan istilah tokoh menunjuk
pada orangnya, pelaku cerita. Penokohan lebih menunjuk pada kualitas pribadi
seorang tokoh. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Nurgiyantoro (1995:176) mengatakan bahwa tokoh-tokoh cerita dalam
sebuah karya fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan
berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Tokoh dibedakan menjadi
tokoh utama dan tokoh tambahan, tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh
utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel yang
bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai
pelaku kejadia maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan kejadiannya lebih
sedikit dibanding dengan tokoh utama. Kejadiannya hanya ada jika berkaitan
dengan tokoh utama secara langsung. Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1995:178) mengatakan tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang
salah satu jenisnya secara populer disebut hero, tokoh yang merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis
menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita,
pembaca.
Nurgiyantoro (1995:179) menambahkan bahwa tokoh penyebab terjadinya
konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis, barangkali disebut beroposisi
dengan tokoh protagonis, secara langsung langsung maupun tidak langsung,
bersifat fisik ataupun batin.
Wicaksono (2014:184) mengatakan pembedaan antara tokoh utama dan
tokoh tambahan dengan tokoh protagonis dan tokoh antagonis saling digabungkan
sehingga menjadi okoh utama protagonis, tokoh utama antagonis, tokoh tambahan
protagonis dan tokoh tambahan antagonis.
Adapun tokoh utama dalam novel KAdSAM adalah Borno sedangkan
tokoh tambahan adalah Mei, Ibu Borno, Pak Tua, Andi, Bang Togar, Daeng,
Acong, Cik Tulani, Jauhari, Petugas Timer, Bibi, dan Sarah.
Adapun penokohan dalam novel KAdSAM yaitu:
1. Borno: seorang laki-laki sederhana yang perhatian, setia, optimis, pekerja
keras, gigih, cerdas, pantang menyerah, dan baik hati.
2. Mei: seorang gadis peranakan Cina yang perhatian, ramah, akrab, dan
misterius.
3. Pak Tua: sosok yang bijaksana, perhatian, pengetahuan luas, menyenangkan,
dan suka bercerita mengenai filosofis dan petuah-petuah cinta.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Andi: teman Borno yang jail terhadap Borno, perhatian, dan penuh rasa ingin
tahu.
5. Bang Togar: perwatakannya kasar, pemarah, berjiwa keras, namun memiliki
kesetiakawanan yang besar.
6. Dr. Sarah: seorang dokter muda yang baik, periang, dan berani berterus
terang.
7. Ayah Mei: sosok pria yang perwatakannya galak dan keras.
8. Cik Tulani: cerewet namun peduli dengan keluarga Borno.
9. Koh Acong: si pandai matematika dan baik hati kepada keluarga Borno.
10. Ibu Borno: ibu yang sederhana, sabar, peduli, dan penuh kasih sayang kepada
Borno.
11. Bibi: seorang wanita yang setia menjaga dan mengurus rumah Mei, peduli
terhadap Mei dan Borno.
12. Jauhari: pengemudi sepit yang pernah bermasalah dengan Borno karena sepit
Borno memotong antrian sepit Jauhari.
13. Daeng: ayah Andi yang pernah ditipu pada pembelian bengkel,
perwatakannya lama berdiam dalam kesedihan, baik terhadap Borno.
4.1.4 Latar
Wicaksono (2014:209-214) mengatakan bahwa latar atau setting
merupakan bagaian cerita yang menunjuk pada masalah tempat atau waktu
terjadinya peristiwa serta lingkungan sosial yang digambarkan untuk
menghidupkan peristiwa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nurgiyantoro (1995:227) mengatakan unsur latar dapat dibedakan ke
dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau
masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan
secara sendiri, pada kenyataanya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu
dengan yang lain. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dengan sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin
berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi
tertentu tanpa nama yang jelas.
Latar tempat yang terdapat dalam novel KAdSAM yaitu di Pulau
Kalimantan tepatnya di Pontianak dengan tepian Kapuasnya, Dermaga Feri,
Pabrik Karet, Istana Kadariah, Dermaga Sepit, rumah Pak Tua, bengkel Pak
Daeng, balai bambu dan di Surabaya.
Di tepian sungai Kapuas merupakan tempat tinggal Borno dan di sungai
Kapuas adalah tempat kerja Borno untuk mengemudi sepit menyeberangkan
orang-orang.
Semua penghuni tepian Kapuas tahu, setiap kali ada perahu lewat, apalagi melaju kencang, mereka segera menyelamatkan apa saja yang ada di pinggiran sungai. Sepuluh menit berlalu, sepitku merapat di antrean perahu. Dermaga kayu mulai dipenuhi satu-dua penumpang.(79)
Di Dermaga Feri adalah tempat Borno bekerja selama beberapa minggu.
Borno bekerja di dermaga feri adalah sebagai pemeriksa karcis.
Dua minggu bekerja di dermaga feri, situasinya semakin runyam. Setiap berangkat dan pulang kerja aku terpaksa menumpang angkutan umum, dua kali ganti kendaraan, waktu terbuang percuma, dan ongkos lebih mahal.(38) Di Pabrik Karet adalah tempat Borno pertama kali bekerja setelah lulus
SMA.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sebulan lulus dari SMA, setelah sibuk melamar pekerjaan, salah satu pabrik pengelolaan karet yang banyak terdapat di tepian Kapuas menerimaku. Itu tempat bekerja pertamaku, dengan seragam berwarna oranye.(20) Di Istana Kadariah adalah tempat Borno dan Andi menemani rombongan
yang datang dari Serawak. Istana Kadariah juga tempat Mei dan Borno bertemu
dengan tidak sengaja.
Andi dan rombongan turis dari Serawak sudah masuk ke ruang depan Istana Kadariah. Dari kejauhan bisa kulihat gaya Andi yang tunjuk san tunjuk sini, lambai sana, lambai sini, menggaruk kepala, lantas entah apa lagi gaya dia sebagai guide amatiran.(112) “Abang Borno?” Kakiku hampir terpeleset, bergegas berpegangan di pagar boat. “Bang Borno kenapa ada di sini? Tidak narik?” “Eh iya, eh tidak.” Aku menggaruk kepala. “Aku menemani Andi, Kau tahu Andi? Montir di bengkel Malaysia, eh bapaknya.(113) Di Dermaga Sepit merupakan tempat Borno dan para pengemudi sepit lain
bekerja setaiap harinya.
“Maju lagi satu sepit. Woi, satu sepit!” Petugas timer mulai berceloteh. Sekarang pukul tujuh, penumpang mulai padat, pergerakan perahu tempel semakin cepat.(80) Aku mengetem hampir satu jam di dermaga seberang, Pak Tua yang datang dengan perahu tempel penuh penumpang segera menghampiriku selepas menambatkan sepitnya.(82)
Di balai bambu adalah tempat orang-orang bercerita dan bernyanyi selepas
bekerja. Tempat itu juga tempat Borno dan Andi bercerita.
Sudah lepas pukul delapan malam. Aku menunggu Andi di Balai bambu pinggir gang sambil menenteng gitar butut. Malam ini jadwal kami menyanyikan lgu-lagu Melayu sambil menatap kerlap-kerlip lampu seberang Kapuas.(72)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Di rumah Pak Tua merupakan tempat Borno mengantar makanan sejak
Pak Tua jatuh sakit dan tempat Pak Tua bercerita tentang petuah-petuah cinta
kepada Borno.
Pagi pukul 7.15, aku mengetuk pintu depan. “Masuk, Borno. Tidak dikunci.” Suara brat khas itu terdengar kalau kalian bisa mendengarnya sendiri, kalian akan suka dengan intonasi suara ini, membuat kangen. “sarapan tiba.” Aku menyeringai. “Kau bawa apa hari ini?” “Sayur bayam dan bening tahu, Pak.” Pak Tua yang berbaring di depan malas melambaikan tangan. “Aku bosan, Borno.” “Sebenarnya aku juga bosan setiap hari mendengar keluhan Pak Tua soal makanan.” Aku trtawa, melangkah ke dapur. “Kita sudah bersepakat, mematuhi diet dokter.” (162) Di bengkel Pak Daeng adalah tempat Borno bekerja sebagai montir.
Awalnya Borno hanya belajar dan membantu Andi saja, tetapi lama-kelamaan
Borno jadi pegawai bengkel Pak Daeng dan meninggalkan pekerjaan pengemudi
sepit.
“Kemana saja kau kalau sore hari, Borno?” Jauhari mengajak mengobrol, mengusir bosan, menunggu giliran. “Aku belajar jadi montir di rumah Daeng, Bang.” “Oh.” Jauhari manggut-manggut.(176) Di Surabaya adalah tempat Pak Tua terapi yang ditemani oleh Borno,
tempat Borno, Pak Tua, dan Mei jalan-jalan dan tempat Borno dan Mei
dipertemukan pada saat Mei jatuh sakit.
Sudah dua jam Pak Tua masuk ruangan. Aku disuruh menunggu di ruang tunggu. Matahari sudah bergeser, mulai tumbang, tetapi belum ada kabar Pak Tua akan keluar. Dua jam aku melamun di tengah keramaian ruang tunggu, melamunkan pertanyaan, “Bagaimana aku mencari rumah Mei?” Setelah tadi pagi jengkel mengikuti Pak Tua yang sok yakin masih hafal kota Surabaya, aku menyadari kota ini jauh lebih besar dibanding yang kubayangkan.(194) Hari kedua menemani Pak Tua. Kali ini kami lancar menumpang angkot.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pak Tua langsung masuk ruangan terapi. Aku tidak tahu persis bentuk terapi alternatif yang dijalani Pak Tua.(201) Esok harinya, janji pelesir keliling kota. Mei tiba pukul delapan, saat aku dan Pak Tua sudah selesai sarapan.(213) Mei terbaring lemah saat aku melangkah masuk ke kamarnya, diantar salah satu perawat. “Aku berjanji akan selalu mencintai kau, Mei. Bahkan walau aku telah membaca surat dalam angpau merah itu ribuan kali, tahu masa lalu yang menyakitkan, itu tidak akan mengubah apapun.”(506) Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau
dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Penekanan waktu lebih pada keadaan
hari, misalnya saja pada pagi hari, siang, atau malam.
Latar waktu pada novel KAdSAM yaitu pada saat subuh, pagi, siang, sore,
dan malam. Hal tersebut terlihat dalam beberapa kutipan berikut.
Esok harinya, baru pukul empat pagi buta, pintu rumah ibu digedor-gedor. Aku menggeliat malas-malasan turun dari dipan, melangkah ke ruang depan. Siapa pula sendini ini sudah jail bertamu? Tega memutus mimpi asyikku.(136)
“Selamat pagi. Wah, ketemu lagi dengan Bang Borno,” gadis itu menyapaku.(108) “Pagi Borno.” Pak Tua mengabaikan keributan kecil di dermaga, menyeringgai menyapaku. Aku balas menyapa, menguap. “Pagi, Pak Tua.”(50)
Siang ini aku melanjutkan mereparasi total motor tempel sepit Pak Tua. Tidak ada penyakitnya mesin itu, baik-baik saja, bapak Andi menyuruhku membuat motor tempel itu lebih hemat solar.(178) Tapi Pak Tua benar. Saat aku beranjak pulang, matahari nyaris tenggelam di barat sana, membuat langit merah sejauh mata memandang. Burung layangan-layang melenguh beranjak pulang ke sarang.(133) Pukul lima sore, jadwalku mengantar ransum makan malam Pak Tua.(182)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Malam temaram membungkus langit kota, bintang menghiasi. Dari jauh terdengar anak-anak yang bermain pistol-pistolan ruas bambu berpeluru buah jambu.(60) Sudah lepas pukul delapan malam. Aku menunggu Andi di balai bambu pingir gang sambil menenteng sebuah gitar butut. Malam ini jadwal kami menyanyikan lagu-lagu melayu sambil menatap kerlap-kerlip lampu seberang Kapuas.(72)
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masayarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup
yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, dan cara berpikir dan bersikap yang tergolong latar
spiritual. Di samping itu, latar sosial juga berubungan dengan status sosial tokoh
yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas.
Latar sosial pada novel KAdSAM tergambar bahwa kehidupan
kekeluargaan, kesederhanaan dan keramahtamahannya masih baik terjaga
khususnya pada masyarakat di tepian sungai Kapuas.
Kekeluargaan itu terlihat ketika Pak Tua jatuh sakit. Orang-orang yang
kenal dengan Pak Tua langsung datang menjenguk dan memberi pertolongan
kepada Pak Tua. Ketika Borno tidak mempunyai sepit, Bang Togar meminta
bantuan setiap keluarga yang ada di tepian sungai Kapuas untuk memberi sedikit
rezeki dan akhirnya terkumpul uang membeli sepit untuk Borno. Ketika Bang
Togar dipenjara, banyak orang yang membesuk Bang Togar ke penjara.
“Siapa kerabatnya di sini?” Dokter bertanya. “Kami semua kerabatnya, Dok” Bang Togar menjawab mantap. Aku sedikit terkesima. Walau selalu menyebalkan, kalau sudah bicara tentang setia kawan, kepedulian, tidak ada yang mengalahkan Bang Togar. “Ya, ya. Saya tahu itu. Maksud saya, yang benar-benar punya hubungan darah. Kami butuh orang yang akan menandatangani surat pernyataan.”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dokter menyeringai, menatap berhgantian ke arah Koh Acong, Cik Tulani, Bang Togar, dan aku. Bang Togar menggeleng. “Kalau yang itu, tidak ada, Dok. Lima menit diskusi, keputusan diambil, surat itu ditandatangani berempat.(138) “Ini rencana Togar.” Pak Tua berbisik di tengah keramaian seru-seruan antusias. “Togar meminta pengemudi, penghuni gang, bahkan para penumpang mengumpulkan sumbangan. Bedanya, dia tidak sampai membuat surat permohonan berlaminating.(70)
Aku sudah setengah jam menemani Pak Tua membesuk Bang Togar atas kasus KDRT itu, lebih banyak bosannya karena Bang Togar sekarang pendiam sekali.(243) Keramahtamahan itu terlihat ketika Borno melewati rumah-rumah warga
yang ada di tepian sungai Kapuas. Para warga selalu menyapa Borno setiap kali
melewati rumah warga.
“Berangkat kerja, Borno?” Aku menyengir, mengiyakan. “Mana seragam keren kau itu, Borno?” Aku tertawa kecut. “Gagah sekali kau, Borno. Belum mandi saja sudah segagah ini.” Tetangga bermulut usil lain, yang pagi-pagi sambil mengopi asyik duduk di depan rumah kayunya, ikut menyapa. “Berangkat kerja, Borno? Dua belas langkah berikutnya, suara khas itu menyapa. Andi teman baikku, sepagi ini sudah berkutat oli dan jelaga mesin.(18)
Kesederhanaan terdapat pada setiap masyarakat yang ada di tepian sungai
Kapuas. Pekerjaannya sebagai pengemudi sepit dan sebagai nelayan menandakan
hidup sederhana.
Aku tidak pernah keberatan menjadi pengemudi sepit dua tahun terakhir. Aku suka walaupun penghasilan tidak memadai. Pekerjaanku tetap mulia. (344) Bapak tercinta, nelayan tangguh yang menjadi tulang punggung keluarga, terjatuh dari perahu saat melaut.(13)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Semakin dekat, semakin jelas, lihatlah, ternyata belasan pengemudi sepit sedang melakukan SKJ (Senam Kesehatan Jasmani) sebelum bekerja mengemudi sepit.(235)
4.2 Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel KAdSAM Karya Tere Liye
4.2.1 Nilai Pendidikan Moral
Menurut Wicaksono (2014:270), nilai moral dalam karya sastra biasanya
mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya
tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikankepada
pembaca. Moral merupakan perbuatan manusia dipandang dari nilai-nilai baik dan
buruk, benar dan salah, dan berdasarkan adat kebiasaan di mana individu berada.
Pendidikan moral memungkinkan manusia memilih secara bijaksana yang benar
dan salah atau tidak benar. Makin besar kesadaran manusia tentang baik dan
buruk itu, maka makin besar moralitasnya. Nilai pendidikan moral menunjuk
peraturan-peraturan tingkah laku dan adat-istiadat seorang individu dari suatu
kelompok yang meliputi perilaku dan tata karma, yang menjunjung tinggi budi
pekerti dan nilai susila.
Dapat dikatakan bahwa nilai pendidikan moral merupakan nilai-nilai yang
menuntut manusia untuk lebih melakukan hal-hal yang baik dalam kehidupan dan
dapat menyesuaikan diri dengan kelompok masyarakat tertentu sesuai dengan
sikap dan kebiasaan yang ada pada daerah tersebut.
Novel KAdSAM memiliki nilai pendidikan moral yang menjadi cerminan
bagi para pembaca diantaranya, tokoh Borno merupakan tokoh yang pantang
menyerah, mandiri, bertanggung jawab, dan pekerja keras.
Nilai pendidikan moral yang terdapat dalam novel KAdSAM karya Liye di
antaranya:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Kerja keras
Borno merupakan tokoh yang pekerja keras. Setelah lulus SMA, Borno
langsung mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan ada beberapa
perusahaan yang menolak tetapi Borno tidak berhenti begitu saja, Borno terus
mencari pekerjaan yang layak baginya. Hal tersebut tergambar dalam kutipan
berikut.
“Sudah berapa kali kau gonta-ganti pekerjaan Borno. Macam tidak ada tempat yang bisa membuat kau betah.” Bapak Andi yang mengunyah pisang goreng sambil mengawasi anaknya bekerja bertanya menyeringai.(19)
Ditolak. Aku kecewa. Mau apa lagi? Tetapi setidaknya, aku memperoleh rujukan. Besoknya aku berangkat ke dermaga feri Pontianak. Ke sanalah aku membawa map merah. Mandi pagi-pagi, memakai kemeja terbaik, yang apa daya adalah kemeja kemarin pagi yang buru-buru kucuci siangnya dan kusetrika malamnya.(30) Malamnya, sepulang dari bengkel badanku demam. Meski aku semangat menarik sepit, semangat bekerja di bengkel bapak Andi, tetap berusaha terlihat sehat, badanku tidak bisa dibohongi, punya batasnya. Pulang dari bengkel Andi saja rasanya sudah pusing hampir jatuh di anak tangga.(247)
2. Bertanggung jawab
Sikap bertanggung jawab yang dimiliki tokoh Borno terlihat ketika Borno
mendapatkan pekerjaan baru yaitu sebagai montir di bengkel Pak Daeng, Borno
tidak langsung melepaskan pekerjaan lamanya sebagai pengemudi sepit begitu
saja. Borno masih mengemudi sepit untuk pagi hari dan sore harinya bekerja di
bengkel Pak Daeng.
“Kemana saja kau kalau sore hari, Borno?” Jauhari mengajak mengobrol, mengusir bosan, menunggu giliran.
“Aku belajar jadi montir di rumah Daeng, Bang.” “Oh.” Jauhari manggut-manggut.(176)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sikap bertanggung jawab yang dimiliki Borno juga terlihat ketika setiap
pukul lima sore Borno harus mengantar ransum makan malam Pak Tua. Borno
tidak pernah melewatkannya.
Pukul lima sore, jadwalku mengantar ransum makan malam Pak Tua. Aku bergegas merapikan peralatan bengkel. Andi ikut membantu, padahal dulu dia yang paling suka meletakkan sembarangan obeng, tang, apa saja.(182)
3. Pantang menyerah dan bersungguh-sungguh
Sikap pantang menyerah dan kesungguhan tokoh Borno merupakan hal
yang patut diteladani. Ia selalu bekerja dan menekuninya walaupun ada masalah
dan rintangan yang dihadapinya. Dalam melakukan pekerjaannya, Borno dengan
sungguh-sungguh melakukannya. Borno bersungguh-sungguh beerja sebagai
pengemudi sepit. Ia selalu hadir setiap hari dalam mengemudikan sepit. Setelah
keluar dari pekerjaan karena perusahaan tutup, Borno tidak langsung berhenti
bekerja, tetapi ia langsung mencari pekerjaan lain. Borno tidak pernah mengeluh
ataupun menyesali pekerjaannya.
“Kita belum kiamat, Andi. Kita justru baru memuainya. Percayalah, suatu saat kelak nama kau dan namaku akan terpampang besar-besar di banyak bengkel. Percayalah.”(362)
“Kenapa kau tidak berhenti saja belajar mengemudi sepit?” Hanya Andi, teman sejawatku yang selalu membela. “Tidak penting juga kau pandai mengemudikan motor tempel.” Aku menggeleng. Aku sudah mengangguk pada permintaan Ibu, jadi mungkin mundur hanya gara-gara ulah Bang Togar.(60)
4. Mandiri
Segala sesuatunya dikerjakan oleh Borno sendiri tanpa harus meminta
bantuan kepada orang lain. Mencari pekerjaan setelah lulus SMA dilakukannya
sendiri tanpa ditemani orang lain.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sebulan lulus dari SMA, setelah sibuk melamar pekerjaan, salah satu pabrik pengelolaan karet yang banyak terdapat di tepian Kapuas menerimaku. Itu tempat bekerja pertamaku, dengan seragam berwarna oranye.(20)
4.2.2 Nilai Pendidikan Sosial
Menurut Wicaksono (2014:273) sosial adalah segala sesuatu yang
berkenaan dengan masyarakat, suka memperhatikan kepentingan umum dan suka
menolong sesama.
Rosyadi (dalam Yusanfri, 2013:14), kata “sosial” berarti hal-hal yang
berkenaan dengan masyarakat atau kepentingan umum. Nilai pendidikan sosial
merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup
sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di
sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan
sosial masyarakat antar individu. Nilai pendidikan sosial akan menjadikan
manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan
kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya.
Nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam novel KAdSAM yaitu:
1. Peduli kepada sesama
Masyarakat sekitar sungai Kapuas memiliki kepedulian kepada tokoh
Borno, Borno juga memiliki kepedulian terhadap masyarakat yang ada di sekitar
tepian sungai Kapuas, dan masyarakat penghuni tepian sungai Kapuas juga saling
peduli.
“Buat si kecil, Bang.” Aku menjulurkan kantong plastik. “dibuat jus, atau dimakan mentah, katanya mujarab sekali biar demam berdarah si kecil cepat sembuh.” Jauhari diam sejenak, ragu-ragu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Benar sekali Jau,” pengemudi lain berkata meyakinkan, menyenggol lengan Jauhari. “Jus jambu biji merah bagus buat penyakit demam berdarah. Kau jenius Borno.”(86)
“Bagaimana kabar Saijah? Sehat?” Pak Tua bertanya. Aku mengangguk. “Kabar baik, Pak. Ibu bahkan menitipkan ini.” Aku menjulurkan kantong plastik. Ini malam kesekian jadwal kunujunganku ke rumah Pak Tua. Berkunjung ke rumahnya selalu menyenangkan.(120)
“Bagaimana kabar Pak Tua, Koh?” Aku berpapasan dengan Koh Acong yang melangkah keluar. “Sudah siuman, kau tengok saja di dalam.” Aku menghela nafas lega. Syukurlah, kupikir hariku akan bertambah muram. Pak Tua tersenyum tipis melihatku, dia berbaring di dipan. Ada Cik Tulani, Bang Togar, dan beberapa tetangga menemani.(130)
“Kau sudah dua hari pendiam sekali, Borno?” Aku masih asyik melambaikan tangan. “Apa sebenarnya yang terjadi waktu kau mengantar Mei pulang?” “Tidak ada apa-apa,” aku menjawab malas. “Satpamnya galak?” Pak Tua menyikut bahuku. Aku menoleh. “Satpam? Aku tidak bertemu satpam di rumahnya.” “Bukan satpam itu, bodoh. Satpam yang lain. Bapak Mei misalnya. Galak sekali, ya?” Pak Tua tertawa. “Ah, cinta, selalu saja klise.” Pak Tua menghela nafas panjan, sekarang ikut melambaikan tangan.(233) “Ah, esok lusa juga mereka bosan memboikot kau, Borno,” Andi membesarkan hatiku.(38)
2. Kerja sama dan saling membantu
Dalam novel KAdSAM, masyarakat penghuni tepian sungai Kapuas tidak
lepas dengan yang namanya kerja sama dan saling membantu. Kerja sama dan
saling membantu yang terlihat yaitu ketika Bang Togar dan pengemudi sepit
lainnya mengumpulkan uang untuk membeli sepit dan sepit tersebut diberikan
kepada Borno. Saling membantu juga terlihat ketika Pak Tua jatuh pingsan.
Teman dekat dan tetangga ikut membawa Pak Tua ke Rumah Sakit Umum.
“Ini sepit kau, Borno.” Bang Togar membentangkan tangannya, berkata penuh perasaan. “Kau ahu, kakek kau dulu rela berutang ke mana-mana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk membantu pengemudi sepit gang ini bertahan hidup. Pagi ini, ksmi tidak akan membiarkan cucu kakek kau tidak punya sepit. Ini perahu dari kayu terbaik, Borno, dengan mesin paling canggih, tukang paling mahir. Lihat, sudah kami berikan nama di lambungnya.” Aku masih kehilangan kata-kata, menatap silih berganti sekitar, setengah tidak percaya. Benarkah itu sepit milikku? Ini mimpi? “Ini rencana Togar,” Pak Tua berbisik di tengah keramaian seruan-seruan antusias. “Togar yang meminta pengemudi, penghuni gang, bahkan para penumpang mengumpulkan sumbangan. Bedanya, dia tidak sampai membuat surat permohonan berlaminating.(70) Tiba di rumah Pak Tua, sudah ada Koh Acong. Dia terlihat menggelengkan kepala, sama cemasnya. “Tidak akan sempat, kita akan terlambat kalau menunggu dokter. Kau bawa sepit, Borno?” Au mengangguk. “Kita bawa segera ke rumah sakit umum.” Koh Acong membuat keputusan. Cik Tulani dan Bang Togar yang datang beberapa detik kemudian ikut membopong tubuh tinggi kurus itu ke atas perahu kayu. Wajah Pak Tua terlihat lemah, tubuhnya dingin. Dalam hitungan detik, sepit meluncur cepat ke dermaga terdekat dari rumah sakit. Setiba di dermaga, aku meloncat lebih dulu, berlari ke jalanan yang masih remang, mencoba memberhentikan kendaraan yang lewat. Mobil sayuran Pasar Induk berbaik hati memberi tumpangan. Tig puluh menit dari ditemukan tergeletak pingsan, menumpang mobil penuh kol, kacang panjang, dan aneka sayur lain, Pak Tua dibawa secepat mungkin ke rumah sakit, harapan yang tersisa.(137)
3. Ramah kepada orang-orang di sekitar
Dalam novel KAdSAM masyarakat penghuni tepian sungai Kapuas
memiliki keramahan yang patut diteladani. Setiap kali tokoh Borno lewat dari
depan rumah masyarakat, Borno selalu disapa dan Borno membalas balik sapaan
tersebut.
“Berangkat kerja, Borno?” Aku menyengir, mengiyakan. “Mana seragam keren kau itu, Borno?” Aku tertawa kecut. “Gagah sekali kau, Borno. Belum mandi saja sudah segagah ini.” Tetangga bermulut usil lain, yang pagi-pagi sambil mengopi asyik duduk di depan rumah kayunya, ikut menyapa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Berangkat kerja, Borno? Dua belas langkah berikutnya, suara khas itu menyapa. Andi teman baikku, sepagi ini sudah berkutat oli dan jelaga mesin.(18)
“Pagi, Borno.” Pak Tua mengabaikan keributan kecil di dermaga, menyeringai menyapaku. Aku balas menyapa, menguap. “Pagi, Pak Tua.” Pak Tua menyeringai. Tidak seperti biasanya, dengan santai dia kemudian bertanya, “Nah, kau hendak ke mana pagi ini, Borno? Dermaga pelampung? Kantor syahbandar? Pabrik karet? Mau kuantar sekalian?” Karena aku memang tidak akan ke mana-mana pagi ini. Dermaga ini tujuanku.(50)
4.2.3 Nilai Pendidikan Religius
Rosyadi (dalam Yusanfri, 2013:12) mengatakan bahwa nilai pendidikan
religius merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam
lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak menyangkut segi
kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi
manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan. Nilai-
nilai religius untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama
dan selalu ingat akan Tuhan.
Nilai pendidikan religius yang terdapat dalam novel KAdSAM jelas
tergambar terutama pada bagian berikut.
“Aku malu sudah memegang tangannya. Itu dosa.” Aku mendengus sebal. “Bukankah kau sendiri yang bilang itu tidak sengaja?” Andi menepuk dahi. “Kenapa mesti malu? Apa pula dosanya?”(118) Aku berharap, sungguh berdoa, semoga setelah Abang membaca surat ini, Abang tidak membenci keluarga kami, tidak membenci Mama, tidak membenci Mei. Maafkan keluarga kami, Abang. (499)
4.2.4 Nilai Pendidikan Budaya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menurut Rosyadi (dalam Yusanfri, 2013:15) nilai pendidikan budaya
merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok
masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh
kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan
memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya.
Dalam novel KAdSAM terdapat nilai budaya yaitu toleransi antar adat.
Toleransi antar adat dalam novel KAdSAM yaitu Suku Melayu, Suku Tionghoa,
Suku Dayak, Suku Bugis, dan Suku Batak yang saling menjalankan hidup
bersama di tepian sungai Kapuas. Toleransi antar adat merupakan satu sikap yang
saling menghargai dan menghormati adat dalam hidup masyarakat.
Baiklah. Mereka bertemu di acara besar Istana Kadariah lima belas tahun silam, waktu itu ada kendurian kesultanan. Dalam sebuah momen penting, yang konon katanya waktu mendadak berhenti, dunia membeku, bertataplah Bang Togar dan Kak Unai yang masih sama-sama belia, menonton keramaian. Mereka jatuh cinta pada pandangan pertama. Keluarga Kak Unai datang dari hulu Kapuas. Dua hari perjalanan dengan perahu ke sana. Bisa ditebak, jalan cinta mereka tidak mudah. Kak Unai adalah anak kedua suku Dayak pedalaman. Lantas siapalah Bang Togar? Keluarga Kak Unai menolak mentah-mentah. Mereka tidak akan membiarkan anak gadis tercinta dibawa pergi “orang asing”. Demi cinta, Bang Togar memutuskan tinggal di pedalaman Kalimantan.(240) Bang Togar. Dari nama tersebut sudah jelas diketahui bahwa Bang Togar
berasal dari Suku Batak dan menikah dengan Kak Unai yang berasal dari Suku
Dayak. Itu menandakan adanya toleransi adat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada novel KAdSAM karya Tere Liye, dapat
disimpulkan:
1. Unsur intrinsik pada noevel KAdSAM karya Tere Liye meliputi tema,
alur (plot), latar (setting), dan tokoh dan penokohan. Tema utama
novel tersebut adalah perjuangan cinta, dan tema tambahan novel
tersebut adalah pengorbanan, kerja sama, kepedulian, perjuangan
hidup, dan saling membantu. Adapun alur yang digunakan yaitu
progesif atau alur maju dan alur regresif atau alur mundur, dengan
tokoh utama yaitu Borno dan tokoh tambahan yaitu Mei, Ibu Borno,
Pak Tua, Andi, Bang Togar, Daeng, Acong, Cik Tulani, Jauhari,
Petugas Timer, Bibi, dan Sarah. Latar yang paling banyak digunakan
dalam novel tersebut yaitu di tepian sungai Kapuas, tempat Borno
bekerja dan tinggal.
2. Nilai pendidikan yang terdapat dalam novel KAdSAM karya Tere Liye
meliputi nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, nilai
pendidikan religius, dan nilai pendidikan budaya. Nilai pendidikan
moral meliputi kerja keras, bertanggung jawab, pantang menyerah dan
bersungguh-sungguh, dan mandiri; nilai pendidikan sosial meliputi
peduli kepada sesama, kerja sama dan saling membantu, dan ramah
kepada orang-orang di sekitar; nilai pendidikan religius terlihat takut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
akan dosa dan berdoa; nilai pendidikan budaya yang terdapat dalam
novel tersebut yaitu toleransi antar adat.
5.2 Saran
Melalui hasil penelitian ini, peneliti mengajukan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Semoga penelitian ini dapat menambah wawasan pembaca tentang unsur
intrinsik novel.
2. Semoga penelitian ini dapat memberikan pemahaman kepada pembaca
tentang nilai pendidikan yang terdapat dalam novel KAdSAM karya Tere
Liye.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Anwar. 2012. “Analisis Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Negeri 5
Menara Karya A. Fuadi.” Skripsi (Online). eprints.uny.ac.id
Budiyono, Kabul. 2007. Nilai-nilai Kepribadian dan Kejuangan Bangsa
Indonesia Cetakan-1. Bandung: Alfabeta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Cetakan-3. Jakarta: Balai Pustaka.
Dwiloka, Bambang dan Rati Riana. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah Cetakan-
1. Jakarta: Rineka Cipta.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra Cetakan-4.
Yogyakarta: MedPress.
Jabrohim (ed). 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha
Widia.
Liye, Tere. 2013. Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah Cetakan-4. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Nofalinda, Nola. 2014. “Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Bidadari-Bidadari
Surga Karya Tere Liye.” Jurnal (Online). http://jurnal umsb.ac.id.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi Cetakan-1. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Ratna, Nyoman Khuta. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra Cetakan-1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Satria, Wahyudi Eka. 2015. “Konflik Psikologis Tokoh Utama dalam Novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah Karya Tere Liye.” Skripsi (Online) eprints.uny.ac.id.
Suryaningrum, Sumarah. 2014. “Kajian Psikologi Sastra Dan Nilai Pendidikan
Novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah Karya Tere Liye Serta
Relevansinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Sekolah Menengah
Atas.” Skripsi (Online).https://digilib.uns.ac.id.
Tantawi, Isma. 2014. Bahasa Indonesia Akademik Cetakan-1. Bandung: Cipta Pusaka Media.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Wicaksono, Andri. 2014. Pengkajian Prosa Fiksi Cetakan-1. Bandar Lampung:
Garudhawaca.
Yusanfri, Yosefinus. 2013.”Analisis Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Sang
Pemimpi Karya Andrea Hirata.” Skripsi (Online)
http://griyawardani.wordpress.com
Zaidan, Abdul Rozak dkk. 2007. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.
http://berbagybersama.blogspot.com/heuristik-dan-hermeneutik dalam apresiasi
prosa. Diakses pada tanggal 23 Februari 2017.
http://griyawardani.wordpress.com/2011/05/19/nilai-nilai-pendidikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran I
Sinopsis novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah menceriterakan tentang
seorang pemuda yang bernama Borno yang tinggal di Pontianak, tepatnya di
tepian sungai Kapuas. Kisah dimulai dengan peristiwa yang dialami oleh ayah
Borno ketika Borno berusia dua belas tahun. Ayah Borno yang tersengat ubur-
ubur saat melaut memilih untuk mendonorkan jantungnya kepada seorang pasien
yang gagal jantung. Pilihan ayah Borno membuat berakhirnya hidup ayahnya.
Borno sesak, bukan karena kepergian ayahnya yang tiba-tiba, namun karena
keputusan ayahnya mendonorkan jantungnya. Saat itu Borno tidak tahu apakah
sengatan ubur-ubur atau pisau bedah dokterlah yang membuat ayahnya pergi.
Beberapa tahun kemudian setelah Borno lulus SMA, ia menjalani
hidupnya dengan berganta-ganti pekerjaan. Pertama ia bekerja di sebuah
pengolahan karet. Saat ia bekerja di sana, banyak yang menjauh dari Borno karena
bau yang melekat di badan Borno. Ia bertahan kerja di pengolahan karet selama 6
bulan. Ia dipecat bersama ratusan karyawan lain.
Setelah dipecat dari pengolahan karet, Borno melamar ke Kantor
Syahbandar Pontianak dan lamarannya ditolak karena jumlah pekerja sudah
terlalu banyak. Setelah dari syahbandar, Borno mencari pekerjaan ke Dermaga
Feri Pontianak dan ia diterima sebagai pemungut karcis masuk penumpang.
Ketika ia bekerja di sana, Bang Togar, saudaranya sendiri sekaligus ketua PPSKT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(Paguyuban Pengemudi Sepit Kapuas Tercinta), marah kepada Borno karena
kakek Borno meninggal ditabrak oleh feri yang ada di sungai Kapuas. Selain itu
juga dengan adanya feri di sungai Kapuas rejeki tukang sepit jadi berkurang. Bang
Togar marah besar kepada Borno. Bang Togar sampai membuat pengumuman
untuk semua pengemudi sepit dilarang untuk membawa Borno. Kemarahan bang
Togar rasa-rasanya cukup untuk menelan bulan purnama. Bang Togar bahkan
membawa semboyan Bung Karno yang terkenal itu dalam marahnya, Jasmerah,
Jangan Suka Melupakan Sejarah. Bang Togar dan para pengemudi sepit
menganggap Borno berkhianat karena di dermaga feri. Akibat pertentangan itu
Bang Togar tidak memperbolehkan para pengemudi sepit mengantarkan Borno
kemanapun, padahal untuk ke dermaga feri, Borno harus naik sepit.
Tidak lama kemudian Borno berhenti bekerja dari pemungut karcis masuk
penumpang kapal feri tersebut karena ulah Bang Togar. Ia ditawarkan bekerja
untuk mengurus burung walet tetapi Borno menolaknya karena merasa alergi
dengan ludah dan kotoran walet. Akhirnya Borno mendapat pekerjaan sebagai
pengemudi sepit di sungai Kapuas setelah melakukan pembicaraan dengan Pak
Tua dan Ibunya.
Menjadi pengemudi sepit ternyata tidaklah mudah. Borno harus belajar
terlebih dahulu sebelum ia benar-benar siap mengemudikan sepit. Pekerjaan itu
adalah pekerjaan ayah Borno dulu. Profesi itu juga yang menjadi pembuka pintu
gerbang bagi kisah cintanya. Sepit baru dihadiahkan oleh pengemudi sepit yang
lain untuknya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada suatu hari, gadis berbaju kurung kuning, mengembangkan payung
merah, menaiki sepit Borno. Meninggalkan pesona dan surat bersampul merah
yang dilem rapi tanpa nama. Surat itu menjadi perbinjangan antara Borno dengan
sahabatnya yaitu Andi. Andi ingin sekali melihat isi dari surat itu, tetapi Borno
melotot dan berkata “ Mana bolehlah tangan kotor kau pegang surat ini.” Setelah
mendapat surat merah tersebut, Borno selalu mencari gadis yang berkurung
kuning itu. Suatu ketika Borno pun berjumpa dengan gadis tersebut dan ingin
mengembalikan surat temuannya itu. Ternyata surat itu hanya angpau yang
dibagikan kepada orang-orang.
Seminggu berlalu, Borno tidak mengetahui nama gadis itu. Yang Borno ketahui
adalah aktivitas gadis itu yaitu tiba di dermaga kayu pukul 07.15 dan
menyeberang.
Suatu hari, Borno yang belum mengetahui nama si gadis itu berniat untuk
menanyakan namanya, supaya terkesan sok kenal. Borno memulai perbincangan
dengan lelucon nama orang. Saat itu Borno menertawakan nama orang yang
berasal dari nama-nama bulan. Si gadis hanya tersenyum simpul menanggapinya.
Saat akan turun dari sepit, si gadis menyebutkan nama yang membuat Borno
terkejut. Nama gadis itu Mei. Seketika itu Borno merasa malu dan bersalah.
Sejak mengetahui nama gadis itu, Borno mulai berani menyapa dan
mendekati Mei, bahkan ia sempat mengajari Mei mengemudi sepit. Sebelum
Borno berhasil mengajari Mei mengemudi sepit untuk kedua kalinya sesuai
janjinya, Borno harus rela ditinggal Mei. Mei harus kembali ke tempat tinggalnya
di Surabaya karena tugasnya di Pontianak sudah selesai. Mengetahui itu, Borno
sangat kecewa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Semenjak kepergian Mei, Borno merasa hidupnya ada yang kurang. Borno
menjadi tidak bersemangat. Tidak ada lagi antrean no 13. Borno merindukan Mei.
Enam bulan kepergian Mei, Pak Tua, kerabat Borno jatuh sakit dan harus
melakukan terapi di Surabaya. Mendengar kabar itu Borno tak mau menyia-
nyiakan kesempatan. Ia bersedia menemani Pak Tua terapi. Ternyata nasib
berpihak baik kepada Borno. Di hari kedua pengobatan Pak Tua, takdir
mempertemukannya dengan Mei melalui jalan yang tak terduga. Mei mengajak
Borno dan Pak Tua jalan-jalan di kota Surabaya. Malam harinya setelah Pak Tua
terlebih dahulu kembali ke penginapan, Borno mengantar Mei ke rumahnya. Di
sana Borno bertemu dengan ayah Mei. Secara terang-terangan ayah Mei
memperlihatkan ketidaksukaannya kepada Borno. Borno menjadi gelisah.
Kegelisahan Borno tidak terhenti sampai di Surabaya, Bahkan setelah
kembali ke Pontianak Borno masih gelisah memikirkan apa yang ia perbuat
sampai-sampai ayah Mei tidak menyukainya. Tidak lama kemudian Borno yang
merindukan Mei akhirnya terbayar ketika suatu hari Mei kembali ke Potianak.
Setelah menemukan waktu yang tepat Borno akhirnya meninggalkan
pekerjaan sebagai pengemudi sepit dan memulai membeli sebuah bengkel yang
bekerja sama dengan ayah Andi. Ketika mereka membeli bengkel tersebut, ayah
Andi sangat kecewa dan lama bersedih karena bengkel yang mereka beli tidak
sesuai dengan perjanjian awal. Bengkelnya dibeli mahal tetapi isi bengkel tidak
dilengkapi dengan alat-alat bengkel. Mereka ditipu. Walaupun begitu, Borno tetap
membuka bengkel tersebut dengan peralatan yang ada. Lama kemudian bengkel
tersebut pun mulai maju dan terkenal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mei sering berkunjung ke bengkel Borno semenjak bengkelnya dibuka.
Borno sangat bahagia akan hal itu. Sayang, kebahagiaan itu tidak bertahan lama
karena tiba-tiba saja Mei meminta Borno menjauhinya. Mei sama sekali tidak
ingin bertemu Borno. Alasanya tidak jelas. Borno berusaha mencari penjelasan
dari Mei, tapi Borno malah bertemu dengan ayah Mei untuk yang kedua kalinya
dan meminta supaya Borno tidak mendekati Mei.
Ketika Mei mendadak menjauhinya, muncullah gadis lain di hidupnya
yaitu Sarah, sang dokter gigi yang ceria. Kehadirannya mau tak mau mengusik
kehidupannya. Sarah yang begitu cemerlang juga tak mampu menggantikan Mei
di hati Borno.
Borno masih saja berusaha menemui Mei walaupun Mei tak ingin sedikit
pun menemui Borno. Akhirnya Borno hanya bisa berkomunikasi dengan Mei
melalui surat perantara Bibi. Suatu ketika, saat final lomba sepit, tiba-tiba saja
Bibi memberikan surat dari Mei yang isinya membuat hati Borno kecewa: Mei
kembali ke Surabaya.
Mei menghilang dari hidup Borno untuk kesekian kalinya. Borno
berusaha menjadi bujang dengan hati yang paling lurus di tepian sungai Kapuas,
seperti keinginan Mei di surat terakhirnya.
Enam bulan berlalu, satu tahun terlewati. Rahasia akhirnya terungkap.
Sepulang dari liburannya ke negeri seberang, Borno mendapat kabar kalau Mei
sakit keras di Surabaya. Sebelum menyusul ke Surabaya, Bibi meminta Borno
untuk membaca amplop merah yang ditemukan Borno saat pertemuan pertamanya
dengan Mei dulu. Di situlah rahasia terungkap. Amplop itu bukan sekedar amplop
biasa, apalagi angpau. Amplop itu ternyata menyimpan teka-teki mengapa Mei
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menjauhinya, juga alasan-alasan ayah Mei meminta Borno untuk tidak mendekati
Mei. Itu bukan angpau biasa yang terjatuh dari penumpang. Isi dari angpau itu
menjelaskan bahwa ibu Mei adalah dokter yang membedah ayah Borno. Dalam
surat itu juga keluarga Mei minta maaf atas apa yang dilakukan oleh ibunya.
Borno berangkat ke Surabaya dengan penerbangan pertamanya. Ia
menjumpai Mei yang masih terbaring sakit. Tubuh Mei kurus, wajahnya pucat,
rambutnya rontok.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran II
Biografi Tere Liye
Tere Liye lahir dan tumbuh dewasa di pedalaman Sumatera Selatan. Ia
lahir pada tanggal 21 mei 1979. Ia adalah anak keenam dari tujuh bersaudara yang
tumbuh dalam keluarga sederhana. Kehidupan masa kecil dilalui dengan penuh
kesederhanaan membuatnya menjadi orang yang tetap sederhana pula hingga saat
ini. Tere Liye meyelesaikan masa pendidikan dasar sampai SMP di SDN2 dan
SMN 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan. Kemudian melanjutkan ke SMUN 9
bandar lampung. Setelah selesai di Bandar lampung, ia meneruskan ke Universitas
Indonesia dengan mengambil fakultas Ekonomi.
Tentang kehidupan asmaranya tidak terlalu banyak diketahui. Namun, saat
ini ia telah menikah dengan seorang perempuan cantik bernama Riski Amelia dan
dikaruniai dua orang anak, yaitu seorang anak laki-laki yang diberi nama
Abdullah Pasai dan seorang anak perempuan bernama Faizah Azkia.
Fakta yang tidak banyak diketahui oleh banyak orang adalah bahwa nama
Tere Liye bukanlah nama asli, melainkan hanya nama pena yang selalu
disematkan dalam setiap novelnya. Nama aslinya diketahui dengan panggilan
Darwis.
Saat ini ia diketahui bekerja sebagai karyawan kantoran dan berprofesi
sebagai akuntan. Dengan tampilan khas yang sering menggunakan kupluk dan
baju casual, Tere Liye mengatakan bahwa menulis baginya adalah hobi.
Hingga saat ini Tere Liye telah menghasilkan 21 karya yang keseluruhan
novelnya mendapat sambutan hangat dari masyarakat. bahkan beberapa novel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
telah diangkat ke layar lebar dan menarik minat masyarakat Indonesia untuk
menontonnya.
Karya Tere yang sudah diterbitkan adalah sebagai berikut:
1. Moga Bunda Disayang Allah (Penerbit Republika, 2005) 2. Mimpi-Mimpi Si Patah Hati (Penerbit AddPrint, 2005) 3. The Gogons Series: James & Incridible Incodents (Gramedia Pustaka
Umum, Hafalan Shalat Delisa (Penerbit Republika, 2005) 4. 2006) 5. Cintaku Antara Jakarta dan Kualal Lumpur (Penerbit AddPrint, 2006) 6. Rembulan Tenggelam di Wajahmu (Grafindo 2006 & Republika 2009) 7. Sang Penandai (Penerbit Serambi, 2007) 8. Bidadari-Bidadari Surga (Penerbit Republika, 2008) 9. Senja Bersama Rosie (Penerbit Grafindo, 2008) 10. Burlian (Penerbit Republika, 2009) 11. Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Gramedia Pustaka
Umum, 2010) 12. Pukat (Penerbit Republika, 2010) 13. Eliana, Serial Anak-Anak Mamak, (Republika, 2011) 14. Ayahku (Bukan) Pembohong, (Gramedia Pustaka Utama, 2011) 15. Sepotong Hati Yang Baru, (Penerbit Mahaka, 2012) 16. Negeri Para Bedebah, (Gramedia Pustaka Utama, 2012) 17. Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah, (Gramedia Pustaka Utama, 2012) 18. Berjuta Rasanya (Penerbit Mahaka, 2012) 19. Negeri Di Ujung Tanduk, (Gramedia Pustaka Utama, 2013) 20. Amelia, Serial Anak-Anak Mamak 1, (Republika, 2013) 21. Bumi, (Gramedia Pustaka Utama, 2014)
Sumber: http://www.biografiku.com/2016/09/biografi-dan-profil-tere-liye-penulis-novel-terkenal-asal-indonesia.html
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA