Perusahaan Berbadan Hukum Dan Perusahaan Yang Tidak Berbadan Hukum
-
Upload
rudi-hidayat -
Category
Documents
-
view
283 -
download
6
Transcript of Perusahaan Berbadan Hukum Dan Perusahaan Yang Tidak Berbadan Hukum
PERUSAHAAN BERBADAN HUKUM DAN PERUSAHAAN YANG TIDAK BERBADAN HUKUMBadan hukum adalah suatu relaitas (bukan fiksi) dan berupa suatu kontruksi hukum. Dikatakan bahwa badan hukum adalah subyek hukum, sama dengan manusia (natuurlijke persoon; natural person), dengan perbedaan bahwa badan hukum mempunyai hak dan kewajiban yang diberikan oleh undang-undang untuk mengabdi pada kehidupan hukum manusia. Manusia sendiri mempunyai hak dan kewajiban berdasarkan asas-asas kesusilaan dan kemasyarakatan, dan karena itu dikenal adanya hak asasi manusia. Dalam kenyataan kita tahu bahwa misalnya badan hukum PT berbuat atau bertindak melalui manusia (yang dikenal dalam UU Perseroan Terbatas No. 1/1995 sebagai Direksi). Dalam Pasal 82 dikatakan bahwa “Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili ... baik di dalam maupun di luar pengadilan”. Dengan demikian antara Direksi dan korporasi ada hubungan istimewa yang dinamakan “fiduciary relationship” (hubungan kepercayaan), yang melahirkan “fiduciary duties” bagi setiap anggota Direksi.
PERUSAHAAN BERBADAN HUKUM
perusahaan berbadan hukum adalah sebuah subjek hukum yang mempunyai kepentingan sendiri terpisah dari kepentingan pribadi anggotanya, mempunyai harta sendiri yang terpisah dari harta anggotanya, punya tujuan yang terpisah dari tujuan pribadi para anggotanya dan tanggung jawab pemegang saham terbatas kepada nilai saham yang diambilnya.
Kekayaan yang dicatat dalam pembukuan itu hanya kekayaan perusahaan ( perseroan terbatas) saja tidak termasuk kekayaan pribadi para pemegang saham, pengurus dan komisaris, karena PT adalah badan hukum yang merupakan subjek hukum tersendiri di luar pemegang sahamnya, yang memuliki hak dan kewajiban sendiri.
Perusahaan perseorangan
Perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perorangan yang bukan berbadan hukum, dapat berbentu perusahaan dagang, perusahaan jasa, dan perusahaan industri.
Ssecara resmi, tidak ada perusahaan perseorangan, tetapi dalam praktik di masyarakat perdagangan telah ada suatu bentuk perusahaan perorangan yang diterima oleh msyarakat, yaitu perusahaan dagang.
Smentara itu, untuk mendirikan perusahaan dagang dagang secara resmi belum ada, tetapi dalam praktenya orang yang akan mendirkan perusahaan dagang dapat mengajukan permohonan dengan izin usaha (SIU) kepada kantor wilayah perdagangan dan mengajukan suart izin tempat usaha (SITU) kepada pemerintah daerah setempat.
Dengan izin-izin tersebut, orang dapat melakukan usaha perdagangan yang dikehendaki, sehingga kedua surat izin tersebut merupakan tanda bukti sah menurt hukum bagi pengusaha dagang yang akan melakukan usahanya
PERUSAHAAN YNG TIDAK BERBADAN HUKUM
harta pribadi para sekutu juga akan terpakai untuk memenuhi kewajiban perusahaan tersebut. (perusahaan pereorangan, persekutuan perdata dan persekutuan komanditer, persekutuan firma).
Jadi pencatatan harta kekayaan pribadi harus dilakukan, disamping pencatatan harta kekayaan perusahaan.
Perusahaan sswata yang didirikandan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara bekerja sama dalam bentuk persekutuan perdata.
a. Persekutuan PerdataSuatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan kedua orang (pihak) menyetorkan kekayaan untuk usaha bersama.
Tiap-tiap sekutu dari persekutuan perdata diwajibkan memasukkan ke dalam kas persekutuan perdata yang mereka dirikan secara bersama-sama (seroan), antara lain: uang, barang atau benda-benda lain yang layak bagi pemasukan, misalnya rumah, gedung, kendaraan bermotor, alat prlengkapan kantor dll, dan tenaga kerja, baik tenaga fisik atau pikiran.
Dapat dibuat secara lisan atau tertulis, tanggung jawab sekutu sampai ke harta pribadi masing-masing, tanggung jawab adalah pro-rata (tergantung perjanjian.
b. Persekutuan Firma
Diatur dalam pasal 15 sampai 35 KUH Dagang.
Persekutuan firma adalah persekutuan perdata untuk menjalankan perusahaan dengan memakai nama bersama (pasal 16 KUHD), tanggung jawab sekutu sampai ke harta pribadi masing-masing, tanggung jawab adalah tanggung rentang (masing-masing untuk keseluruhan) artinya bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan sekutuan firma , didirikan dengan akta otentik dan diikuti dengan pendaftarran ke pengadilan negeri setempat.
Firma bukan perusahaan berbadan hukum, sehingga pihak ketiga tidak berhubungan dengan persekutuan firma sabagai satu kesatuan, melainkan dengan setiap anggota-anggota secara sendiri-sendiri. Firma punya harta kekayaan, merupakan harta yang telah dikumpulkan dari setiap anggota persekutuan firma, sehingga pertanggungjawaban sekutu firma tidak terbatas pada harta yang dimasukkan, melainkan juga bertanggung jawab secara pribadi atas harta kekayaan milik pribadi terhadp persekutuan firma. Pertanggungjawaban itu merupakan pertanggungjawaban renteng akibat perbuatannya sendiri ataupun perbuatan sekutu lain. Jadi, pertanggungjawaban tersebut dalam praktik tidak langsung dibebankan kepada sekutu, melinkan kepada kas firma terlebih dahulu, jika kas tersebut tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kewajiban firma maka harta pribadi sekutu akan diambil untuk memenuhi kewajiban tersebut.
c. Pesekutuan Komanditer CV)Persekutuan firma yang mempunyai sekutu komanditer (pasal 19 KUHD).
Dengan demikian dalm CV terdapat sekutu komlementer dan sekutu komanditer.
1. Sekutu KomplementerSekutu yang menyerahkan pemasukkan, selain itu juga ikut mengurusi persekutuan kimanditer. Diserahi tugas untuk mrngadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga
2. Sekutu komanditerSekutu yang hanya menyerahkan pemasukkan pada persekutuan komanditer dan tidak ikut serta mengurusi persekutuan komanditer. Bertanggung jawab pribadi secara keseluruhan jika ditugaskan melakukanpengurusan CV.
Peemodalan persekutuan komanditer (CV) berasal dari pemasukkan yang dimasukkan sekutu komplementer dan sekutu komanditer, baik berupa uang, barang, atau tenaga kerja saja, sedangkan harta kekayaan persekutuan komanditer (CV) terdiri ats pemasukan yang dimasukkan sekutu komlementer dan sekutu komanditer ditambah dengan harta kekayan pribadi sekutu komplementer.dengan demikian sekutu komanditer tidak bertanggungjawab secara pribadi terhadap
ORGANISASI PERUSAHAAN BUKAN BADAN
HUKUM (PERUSAHAAN PERSEORANGAN)Posted by nibumzkey on Juni 18, 2013 in tugas
Dewi Kania Pratiwi / 31409433 / 4ID02
PERUSAHAAN istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di Pasal 6 KUH Dagang yang
mengatur mengenai penyelenggaraan pcatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang yang
menjalankan perusahaan. Definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (UU Wajib Daftar Perusahaan) yaitu
setiap bentuk usahan yang menjalankan setiap jenis usahan yang bersifat tetap dan terus menerus
dan yang didirikan bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk
tujuan memperoleh keuntungan atau laba.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulan bahwa terdapat beberapa unsur perusahaan yaitu:
1. Badan Usaha Perusahaan memiliki bentuk tertentu bahik yang berupa badan hukum
maupun yang bukan badan hukum seperti Perusahaan Dagang, Firma, Persekutuan
Komanditer, Perseroan Terbatas, Perusahaan Umum, Perusahaan Perseroan, dan
Koperasi.
2. Kegiatan dalam bidang perekonomian Meliputi bidang perindustrian,
perdagangan,perjasaan, dan pembiayaan.
3. Terus menerus Kegiatan udaha dilakukan sebagai mata pencarian, tidak insidental dan
bukan pekerjaan sambilan.
4. Bersifat tetap Kegiatan usaha yang dilaksanakan tidak berubah atau berganti dalam waktu
singkat, tetapi untuk jangka waktu yang lama.
5. Terang-terangan Kegiatan usaha ditujukan kepada dan diketahui oleh umum, bebas
berhubungan dngan pihak lain, diakui dan dibenarkan oleh pemerintah berdasarkan undang-
undang.
6. Keuntungan atau laba Yang menunjukan tujuan perusahaan adalah untuk memeproleh
keuntungan dan atau laba.
7. Pembukuan Perusahaan wajib untuk menyelenggarakan pencatatan mengenai kewajiban
dan hak yang berkaitan dengan kegiatan usahanya.
PERUSAHAAN dapat diklasifikasian dari beberapa bentuk. Salah satunya klasifikasi perusahaan
berdasarkan BENTUK HUKUMNYA yaitu
1. Perusahaan Badan Hukum
Merupakan perusahaan yang dapat dimiliki oleh swasta maupun negara, dapat berupa perusahaan
persekutuan. Jenis perusahaan inin didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha baik
swasta maupun negara yang memenuhi syarat-syarat sebagai badan hukum. Jenis perusahaan ini
dpat memnjalankan usaha di semua bidang perekonomian ( Perindustrian, perdagangan, Perjasaan,
dan pembiayaan). Contohnya : Perseroan Terbatas (PT), Koperas, Perusahaan Umum, Perusahaan
Perseroan (Persero).
2. Perusahaan Bukan badan Hukum
Merupakan perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan swasta, dapat berupa perusahaan
perseorangan maupun perusahaan persekutuan. Contohnya : Perusahaan Perseorangan,
Perskutuan Perdata, Firma, CV.
PERUSAHAAN BUKAN BADAN HUKUM merupakan perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki
oleh beberapa orang pengusaha secara kerja sama, jenis perusahaan ini dapat menjalankan usaha
di bidang perekonomian (perindustrian, perdagangan, dan perjasaan).
Beberapa penjelasan singkat mengenai Perusahan Bukan Badan Hukum.
1. Subjek hukumnya adalah orang-orang yang menjadi pengurusnya, jadi bukan badan hukum
itu sendiri karena ia bukanlah hukum sehingga tidak dapat menjadi subjek hukum.
2. Pada perusahaan bukan badan hukum, yang bertindak sebagai subjek hukum adalah orang-
orangnya dan bukan perkumpulannya sehingga yang dituntut adalah orang-orangnya oleh
pihak ketiga
3. Harta kekayaan dalam perusahaan yang tidak berbadan hukum adalah dicampur, artinya
bila terjadi kerugian/penuntutan yang berujung pembayaran ganti rugi /pelunasan utang
maka harta kekayaan pribadi dapat menjadi jaminannya. Dengan kata lain, pertanggung
jawabannya pribadi untuk keseluruhan
4. Harta perusahan bersatu dengan harta pribadi para pengurus/anggotanya. Akibatnya kalau
perusahaannya pailit, maka harta pengurus/anggotanya ikut tersita juga.
5. Badan usaha yang bukan badan hukum adalah Perusahaan Perseorangan, Firma, CV.
Salah satu contoh Perusahan Bukan Badan Hukum adalah Perusahaan Perseorangan.
Perusahaan perseorangan adalah bisnis yang kepemilikannya dipegang oleh satu orang. Pemilik
perusahaan perseorangan memiliki tanggung jawab tak terbatas atas harta perusahaan. Artinya,
apabila bisnis mengalami kerugian, pemilik lah yang harus menanggung seluruh kerugian itu.
Bentuk perusahaan perseorangan secara resmi tidak ada, tetapi dalam masyarakat perdagangan
bentuk perusahaan perseorangan diterima masyarakat. Dalam praktik, sebagian perusahaan
persorangan pendiriannya menggunakan akta otentik. Beberapa karakteristik dari Perusahaan
Perseorangan adalah
1. Aset perusahaan hanya dimiliki satu orang.
2. Bertanggungjawab sendiri atas seluruh hutang perusahaan
3. Pekerja yang ada merupakan wakil atau pembantu pengusaha dalam perusahaan
berdasarkan pemberian kuasa atau perjanjian kerja
4. Contoh perusahaan perseorangan adalah Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang
(UD).
Perusahaan perseorangan termasuk perusahaan yang wajib didaftarkan ke Kantor Pendaftaran
Perusahaan, kecuali (pasal6 UU WDP):
1. Diurus, dijalankan, atau dikelola pribadi pemiliknya dengan hanya mempekerjakan anggota
keluarga.
2. Tidak wajib memiliki izin usaha atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu yang
diterbitkan instansi yang berwenang.
3. Benar-benar hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan nafkah sehari-hari pemiliknya.
4. Bukan merupakan badan hukum atau persekutuan.
Contoh perusahaan perorangan adalah usaha kecil atau UKM (Usaha Kecil Menengah) seperti
bengkel, binatu (laundry), salon kecantikan, rumah makan, persewaan komputer dan internet, toko
kelontong, tukang bakso keliling, dan pedagang asongan.
Ciri dan sifat perusahaan perseorangan :
- relatif mudah didirikan dan juga dibubarkan
– tanggung jawab tidak terbatas dan bisa melibatkan harta pribadi
– tidak ada pajak, yang ada adalah pungutan dan retribusi
– seluruh keuntungan dinikmati sendiri
– sulit mengatur roda perusahaan karena diatur sendiri
– keuntungan yang kecil yang terkadang harus mengorbankan penghasilan yang lebih besar
– jangka waktu badan usaha tidak terbatas atau seumur hidup
– sewaktu-waktu dapat dipindah tangankan
Keuntungan Perusahaan Perseorangan
1. Laba hanya untuk pengusaha perseorangan. Tidak mengenal akan bagi hasil, tetapi
keuntungannya mutlak untuk pemilik.
2. Organisasi sederhana. Sangat sederhana dalam mendirikan hanya mendaftarkan diri ke
pemerintah daerah dan memberikan lisensi pekerjaan untuk menjalankan bisnis mereka.
3. Pengendalian seutuhnya. Maksud dari penegendalian seutuhnya adalah karena pemiliknya
hanya satu orang jadi dalam pengambilan keputusan tidak terjadi konflik (keputusannya satu
pihak).
4. Pajak rendah. Karena pemiliknya hanya satu orang jadi dianggap itu penghasilan satu orang
dibandingkan bisnis lain.
Kekurangan Perusahaan Perseorangan
1. Pengusaha perseorangan bertanggung jawab atas semua kerugian. Sama seperti pada saat
terjadi keuntungan pengusaha perseorangan tidak harus membagi labanya, mereka juga
tidak bisa membagi kerugiannya kepada pihak lain. Karena anda seorang pengusaha
perseorangan, maka tidak ada pemilik lain yang bersedia menolong atau menutup kerugian
tersebut.
2. Tanggung jawab tidak terbatas. Arti dari pernyataan itu adalah tidak ada batas utang yang
menjadi tanggung jawab pemilik.
3. Dana terbatas. Karena hanya seorang pengusaha perseorangan maka dana yang
ditanamkan lebih kecil dibandingkan bisnis lain.
4. Keterampilan terbatas. Pengusaha perseorangan mempunyai keterampilan terbatas dan
mungkin tidak dapat mengendalikan semua bagian perusahaan.
berdasarkan pembahasan di atas terlihat bahwa suatu perusahaan yang tidak memiliki badan
hukum tidak kuat sama sekali dalam hukum sehingga apabila perusahaan tersebut memiliki
masalah dengan perusahaannya pemiliknya harus bisa mengambil keputusan yang baik. Sebaiknya
pengetahuan mengenai badan hukum ini diberikan kepada pemilik usaha kecil menengah, sehingga
dengan pengetahuan ini mereka diharapkan bisa lebih membuat keputusan yang baik untuk
perusahaan atau usahanya di kemudian hari. Penegak hukum harus betul-betul memeriksa kapan
suatu perusahaan wajib mendaftarkan perusahaannya pada kantor pendaftaran perusahaan karena
apabila suatu perusahaan yang tidak sesuai dengan ciri-ciri perusahaan perseorangan tetapi tidak
mendaftarkan perusahaannya makan dapat merugikan negara karena pajak yang ditanggung akan
berbeda.
Perbedaan PT, CV dan Firma
PT (Perseroan Terbatas), CV (Commanditaire Vennootschaap) , Firma
No DefenisiPT Perseroan terbatas adalah organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi
yang dimiliki oleh minimal dua orang dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Di dalam PT pemilik modal tidak harus memimpin perusahaan, karena dapat menunjuk orang lain di luar pemilik modal untuk menjadi pimpinan. Untuk mendirikan PT/persoroan terbatas dibutuhkan sejumlah modal minimal dalam jumlah tertentu dan berbagai persyaratan lainnya.[1]
CV Persekutuan Komanditer atau yang sering disebut CV menurut Pasal 19 KUHD adalah suatu bentuk perjanjian kerja sama untuk berusaha bersama antara orang-orang yang bersedia memimpin, mengatur perusahaan, serta bertanggung jawab penuh dengan kekayaan pribadinya, dengan orang-orang yang memberikan pinjaman dan tidak bersedia memimpin perusahaan serta bertanggung jawab terbatas pada kekayaan yang diikutsertakan dalam perusahaan itu. Sedangkan menurut Buchari Alma (2006:62) yang dimaksud dengan persekutuan komanditer adalah bentuk persekutuan yang didirikan oleh seseorang atau lebih sekutu yang merupakan pemberi modal dan bertanggung jawab terbatas sebesar modal penyertaannya.Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan persekutuan komanditer atau yang disebut dengan CV adalah suatu bentuk kerja sama yang terdiri dari satu atau beberapa orang (sekutu) yang mempercayakan uang atau barang kepada seseorang atau beberapa orang yang menjalankan perusahaan dan bertindak sebagai pemimpin.[2]
Firma Firma adalah suatu bentuk persekutuan bisnis yang terdiri dari dua orang atau lebih dengan nama bersama yang tanggung jawabnya terbagi rata tidak terbatas pada setiap pemiliknya.[3]Pasal 16 KUHD menerangkan pengertian Firma yaitu: tiap-tiap perserikatan yang didirikan untuk menjalankan sesuatu perusahaan dibawah satu nama bersama.
Selanjutnya Pasal 17 KUHD menerangkan bahwa tiap-tiap pesero (sekutu) yang tidak dikecualikan dari satu sama lain, berhak untuk bertindak untuk mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan (persekutuan), pula untuk mengikat perseroan itu dengan pihak ketiga dan pihak ketiga dengannya.
Perbedaan Bentuk perusahaan:PT Bentuk Perusahaan Nomor 1 yang paling populer di Indonesia
Banyak digunakan untuk kegiatan usaha Kecil, Menengah atau Besar. PT adalah bentuk perusahaan yang berbadan hukum.
CV Bentuk perusahaan Nomor 2 yang banyak digunakan oleh UKM-usaha kecil dan menengah.
CV adalah badan usaha bukan badan hukum seperti PT.
Firma Umumnya dibentuk dan didirikan oleh orang yang memiliki profesi sama atau saling berkaitan.
Firma adalah badan usaha bukan badan hukum seperti PT.
Perbedaan Dasar Hukum Pendirian Perusahaan:PT Pendirian PT harus sesuai dengan Undang-Undang PT Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas.CV Belum ada Undang-Undang yang secara khusus mengatur tentang Pendirian CV.Firma Belum ada Undang-Undang yang secara khusus mengatur tentang Pendirian
Firma.
Perbedaan Dalam Pendiri Perseroan:PT Jumlah pendiri perseroan minimal 2 (dua) orang.
Para pendiri Perseroan adalah Warga Negara Indonesia atau warga negara asing. Warga negara asing dapat menjadi pendiri untuk Perseroan yang didirikan
dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA).
CV Jumlah pendiri perseroan minimal 2 (dua) orang. Para pendiri Perseroan adalah Warga Negara Indonesia.
Firma Jumlah pendiri perseroan minimal 2 (dua) orang. Para pendiri Perseroan adalah Warga Negara Indonesia.
Perbedaa Nama perseroan:PT Pemakaian Nama PT diatur dalam pasal 16 Undang-Undang PT nomor 40 tahun
2007. Nama Perseroan harus didahulukan dengan frase PERSEROAN TERBATAS
atau disingkat PT. Nama Perseroan tidak boleh sama atau mirip dengan nama PT yang sudah ada
dan berdiri di wilayah Republik Indonesia seperti yang diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1998.
CV Tidak ada Undang-undang atau peraturan yang secara khusus mengatur tentang Pemakaian Nama Perseroan Komanditer atau CV.
Artinya:Adanya kemungkinan kesamaan atau kemiripan nama perusahaan
Firma Tidak ada undang-undang atau peraturan yang secara khusus mengatur tentang Pemakaian Nama Firma, disarankan menggunakan nama bersama atau nama salah satu dari sekutu firma
Artinya: Adanya kemungkinan kesamaan atau kemiripan nama perusahaan
Perbedaan dalam Modal Perusahaan:PT Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 modal dasar perseroan
ditentukan sebagai berikut: Modal dasar minimal Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Ketentuan minimal modal dasar tersebut dapat ditentukan lain oleh Undang-
undang atau Peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan kegiatan usaha tersebut di Indonesia.
Dari modal dasar tersebut minimal 25% atau sebesar Rp. 12.500.000,- harus sudah ditempatkan dan disetor oleh Para Pendiri Perseroan selaku Pemegang Saham Perseroan.
Sumber Modal: Pemilik modal dapat bersumber dari swasta (individu, badan usaha), dari
pemerintah pusat, pemerintah daerah, warga negara asing, badan usaha asing atau pemerintah asing
CV Didalam Akta CV tidak disebutkan besarnya Modal Dasar, Modal ditempatkan atau Modal disetor. Artinya;
Tidak ada kepemilikan saham didalam anggaran dasar CV. Besarnya penyetoran modal ditentukan dan dicatat sendiri secara terpisah oleh para
pendiri. Bukti penyetoran modal oleh para pendiri yang terdiri dari Pesero Aktif dan Pesero
Pasif dapat dibuat perjanjian sendiri yang disepakati oleh masing-masing pihak
Sumber Modal: Pemilik modal adalah Swasta
Firma Didalam Akta Firma tidak disebutkan besarnya Modal Dasar, Modal ditempatkan atau Modal disetorArtinya:
Tidak ada kepemilikan saham didalam anggaran dasar Firma. Besarnya penyetoran modal ditentukan dan dicatat sendiri secara terpisah oleh para
pendiri. Bukti penyetoran modal oleh para pendiri yang terdiri dari sekutu firma dapat
dibuat perjanjian sendiri yang disepakati oleh masing-masing pihak
Sumber Modal: Pemilik modal adalah Swasta
Perbedaan Maksud Dan Tujuan Serta Kegiatan Usaha:PT PT dapat melakukan semua kegiatan usaha sesuai dengan maksud dan tujuan
sesuai jenis perseroan, seperti: PT non Fasilitas meliputi kegiatan usaha: Perdagangan, Pembangunan
(Kontraktor), Perindustrian, Pertambangan, Pengangkutan Darat, Pertanian, Percetakan, Perbengkelan dan Jasa.
PT Fasilitas PMA. PT Fasilitas PMDN. PT Persero BUMN. PT Perbankan. PT Lembaga keuangan non Perbankan. PT Usaha Khusus meliputi kegiatan usaha; Forwarding, Perusahaan Pers,
Perfilman dan Perekaman Video, Radio Siaran Swasta, Pariwisata, Pengangkutan Udara Niaga, Perusahaan Bongkar Muat, Ekspedisi Muatan Kapal Laut, Ekspedisi Muatan Kapal Udara dan Pelayaran
CV CV hanya dapat melakukan kegiatan usaha yang terbatas pada bidang: Perdagangan, Pembangunan (Kontraktor) s.d Gred 4, Perindustrian, Perbengkelan, Pertanian, Percetakan dan Jasa.
CV memiliki keterbatasan dalam melaksanakan kegiatan usaha, karena beberapa bidang usaha ditetapkan dalam peraturan harus berbentuk Perseroan Terbatas
Firma Firma umumnya dibentuk untuk melaksanakan kegiatan usaha sesuai profesi atau keahlian dari para pendirinya dan umumnya melaksanakan kegiatan usaha dibidang Jasa.
Firma juga memiliki keterbatasan dalam melaksanakan kegiatan usaha, karena beberapa bidang usaha ditetapkan dalam peraturan harus berbentuk Perseroan Terbatas.
Perbedaan Jumlah Pengurus Perseroan:PT Pengurus Perseroan Terbatas minimal 2 (dua) yang terdiri dari seorang Direksi
dan seorang Komisaris, kecuali untuk Perseroan Terbuka wajib memiliki paling
sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi. Apabila Direksi dan Komisaris lebih dari satu orang maka salah satu bisa diangkat
menjadi Direktur Utama dan Komisaris Utama. Pengurus dapat juga sebagai Pemegang Saham Perseroan, kecuali ditentukan lain. Pengurus perseroan diangkat dan diberhentikan berdasarkan RUPS
CV Pengurus Perseroan Komanditer minimal 2 (dua) orang yang terdiri dari Pesero Akta dan Pesero Pasif.
Pesero Aktif adalah orang bertanggung penuh melaksanakan kegiatan perusahaan, termasuk kerugian yang harus ditanggung oleh harta pribadinya.
Pesero Pasif adalah orang yang bertanggung jawab sebatas pada besarnya modal yang diberikan kepada perusahaan.
Firma Pengurus Firma minimal 2 (dua) orang yang masing-masing dapat bertindak untuk dan atas nama perusahaan.
Perbedaan Proses Pendirian Perusahaan:PT Pemakaian nama PT harus mendapatkan persetujaun Menteri terlebih dahulu
untuk bisa digunakan. Minimal didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Pendirian PT harus dibuat dengan Akta Otentik yang memuat anggaran dasar
perseroan dan dibuat oleh Notaris. Akta Pendirian PT harus mendapatkan Pengesahan Menteri Hukum & HAM RI
CV Pemakaian nama CV tidak perlu mendapatkan persetujuan dari Menteri. Minimal didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Pendirian CV harus dibuat dengan Akta Otentik yang memuat anggaran dasar
perseroan dan dibuat oleh Notaris. Akta pendirian CV cukup didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat.
Firma Pemakaian nama Firma tidak perlu mendapatkan persetujuan dari Menteri. Minimal didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Pendirian Firma dapat dibuat dengan Akta Notaris atau tanpa Akta. Akta pendirian Firma cukup didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat
Perbedaan Dalam Perubahan Anggaran Dasar:PT Setiap perubahan anggaran dasar harus berdasarkan RUPS-rapat umum
pemengang saham. Setiap perubahan anggaran dasar wajib mendapatkan Persetujuan Menteri
Hukum dan HAM RI. Setiap perubahan Akta biasa harus dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM
RI.
CV Setiap perubahan tidak perlu RUPS Perubahan anggaran dasar dan perubahan lainnya tidak perlu mendapatkan
Persetujuan Menteri
Firma Setiap perubahan tidak perlu RUPS. Perubahan anggaran dasar dan perubahan lainnya tidak perlu mendapatkan
Persetujuan Menteri[4]
Persamaan PT, CV dan Firma: Pt, cv, dan firma sama-sama bertujuan untuk mencari keuntungan. Minimal didirikan dua orang atau lebih.
EWENANGAN RUPS, DIREKSI, DAN DEWAN KOMISARIS
BERDASARKAN UU NO.40 TAHUN 2007
No. Organ PT Kewenangan Relasi Dasar Hukum
1. RUPS Memutuskan penyetoran saham dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya, mislanya dalam bentuk benda tidak bergerak. (Pasal 34)
Menyetujui dapat tidaknya pemegang saham dan kreditor lainnya yang mempunyai tagihan terhadap Perseroan menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah diambilnya. (Pasal
35)Menyetujui pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan (Pasal 38)
Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum
Pasal 37 ayat (3)
Menyetujui penambahan modal perseroan (Pasal 41 ayat (1))
RUPS menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS tentang penambahan modal perseroan untuk jangka waktu paling lama satu tahun
Pasal 41 ayat (2)
Memutuskan pengurangan modal perseroan (Pasal 44 ayat (1)
Direksi wajib memberitahukan keputusan RUPS tentang pengurangan modal perseroan kepada semua kreditor dengan mengumumkan dalam satu atau lebih surat kabar dalam jangka waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS
Pasal 44 ayat (2)
Menyetujui rencana kerja yang diajukan oleh Direksi. (Pasal 64 ayat (3))
Rencana kerja disampaikan oleh Direksi kepada Dewan Komisaris atau RUPS
Pasal 64
Memutuskan penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan. (Pasal 71)
- Pembagian dividen interim ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan Dewan Komisaris
- Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan, dalam hal
Pasal 72 ayat (4)
Pasal 72 ayat (6)
pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim
Mengatur tata cara pengambilan deviden yang telah dimasukkan ke cadangan khusus. (Pasal 73)
Memutuskan tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan. (Pasal 89 ayat (1)
Memutuskan pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara Direksi dalam hal Direksi terdiri atas 2 anggota Direksi atau lebih. (Pasal 92 ayat (5))
Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Direksi
Pasal 92 ayat (4)
Mengangkat anggota Direksi. (Pasal 94 ayat (1))
Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali
Pasal 94 ayat (3)
Memutuskan ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi. (Pasal 96 ayat (1))
Dalam hal kewenangan RUPS untuk menentukan besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi dilimpahkan kepada Dewan Komisaris, besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris
Pasal 96 ayat (2) dan ayat (3)
Memutuskan tentang kewenangan DIreksi untuk mewakili Perseroan dalam hal Direksi lebih dari 1 orang. (Pasal 98 ayat (3))
Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari satu orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar
Pasal 98 ayat (2)
Menyetujui untuk mengalihkan kekayaan Perseroan, atau menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan, yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. (Pasal 102 ayat (1))
Menyetujui dapat atau tidaknya Direksi mengajukan permohonan pailit atas Perseroan kepada Pengadilan Niaga. (Pasal 104)
Memberhentikan anggota Direksi sewaktu-waktu dengan menyebutkan alasannya. (Pasal 105)
Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 106 ayat (1)
Mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara anggota Direksi yang telah ditetapkan oleh Dewan Komisaris. (Pasal 106 ayat (6))
Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 106 ayat (1)
Mengangkat anggota Dewan Komisaris. (Pasal 111)
Dewan Komisaris wajib:
1. Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
2. Melaporkan kepada
(Pasal 116)
Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain;
3. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS
Menetapkan ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan komisaris. (Pasal 113)
Memutuskan dapat atau tidaknya Dewan Komisaris melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. (Pasal 118 ayat (1))
Dewan komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tidakan pengurusan berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.
Pasal 118 ayat (2)
Mengangkat komisaris independen. (Pasal 120 ayat (2))
Tugas dan wewenang komisaris utusan ditetapkan dalam anggaran dasar Perseroan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan wewenang Dewan Komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan Direksi.
Pasal 120 ayat (4)
Memutuskan tentang pengambilalihan saham oleh badan hukum berbentuk Perseroan. (Pasal 125 ayat (4))
Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih dengan
Pasal 125 ayat (6)
persetujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun rancangan pengambilalihan …
Memutuskan tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan Perseroan. (Pasal 127 ayat (1))
Direksi Perseroan yang akan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam satu surat kabar dan mengumukan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sebelum pemaggilan RUPS
Pasal 127 ayat (2)
Memutuskan tentang pembubaran Perseroan. (Pasal 142 ayat (1))
Direksi, Dewan Komisaris atau satu pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS
Pasal 144 ayat (1)
2.
Direksi Menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. (Pasal 92 ayat (1))
RUPS menetapkan pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi dalam hal Direksi terdiri atas dua anggota Direksi atau lebih
Pasal 92 ayat (4)
Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan. (Pasal 97 ayat (1))
Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan.
Pasal 114 ayat (1)
Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. (Pasal 98 ayat (1))
RUPS memutuskan tentang kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan
Pasal 98 ayat (3)
Direksi wajib:
1. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi;
2. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang Dokumen Perusahaan;
3. Memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan dan dokumen Perseroan lainnya.
(Pasal 100 ayat (1))
Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan laporan tahunan, serta mendapatkan salinan risalah RUPS dan salinan laporan tahunan.
Pasal 100 ayat (3)
Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. (Pasal 101 ayat (1))
Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
1. Mengalihkan kekayaan Perseroan;
2. Menjadikan jaminan utang kekayaan
Keputusan RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi tersebut harus memperhatikan ketentuan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan
Pasal 89
Perseroan, yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
(Pasal 102 ayat (1))Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada satu orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa. (Pasal 103)
Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
Pasal 117 ayat (1)
3. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha, dan memberi nasihat kepada Direksi. (Pasal 108 ayat (1))
Menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Pasal 92 ayat (1)
Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan. (Pasal 114 ayat (1))
Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha, dan memberi nasihat kepada Direksi.
Pasal 108 ayat (1)
Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam hal melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan
Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
Pasal 97 ayat (3)
Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi. (Pasal 115 ayat (1)Dewan Komisaris wajib:
1. Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
2. Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain;
3. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS
(Pasal 116)
B. Tugas, Wewenang Dan Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas (PT)
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
a. Hakikat Dan Wewenang
Di atas telah dikemukakan bahwa perseroan pada hakikatnya adalah badan hukum dan wadah
perwujudan kerjasama para pemegang saham (persekutuan modal). Hakikat ini berakibat bahwa
demi kelangsungan keberadaannya perseroan mutlak membutuhkan organ yaitu RUPS di mana
para pemilik modal sebagai pihak yang berkepentingan berwenang sepenuhnya untuk menentukan
kepada siapa akan mereka percayakan pengurusan perseroan, direksi yang oleh UUPT ditugaskan
mengurus dan mewakili perseroan, dan dewan komisaris yang oleh UUPT ditugaskan melakukan
pengawasan serta memberi nasehat kepada direksi.
Dapat dikatakan bahwa keputusan-keputusan yang menyangkut struktur organisasi perseroan
misalnya perubahan anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan
likuidasi perseroan, hak dan kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan
pembagian atau penggunaan keuntungan yang dibuat perseroan sepenuhnya termasuk wewenang
RUPS.
Dikatakan bahwa RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan, RUPS menjalankan
kekuasaan perseroan secara De Facto, secara eksklusif kewenangan diatur dalam anggaran dasar
dan pembatasan tertentu bagi direksi yang memerlukan persetujuan RUPS. Tetapi perwakilan untuk
pengurusan perseroan di dalam maupun di luar pengadilan tidak termasuk wewenang RUPS.
b. Pengaturan Oligarkis Dan Hak Suara
Pengaturan oligarkis adalah pembagian saham dalam saham prioritas dan saham biasa. Saham
prioritas adalah jenis saham yang lazimnya memberi kepada pemegangnya kekuasaan tertentu
berkaitan dengan hal ikhwal perseroan, seperti misalnya membuat pencalonan yang mengikat
dalam hal pengangkatan anggota direksi dan dewan komisaris.
Berkaitan dengan pengaturan oligarkis tersebut perlu diperhatikan bahwa tidak dibenarkan adanya
ketentuan dalam anggaran dasar perseroan yang mensyaratkan bahwa anggota direksi dan dewan
komisaris hanya dapat diberhentikan apabila hal itu disetujui oleh jenis saham tertentu (saham
prioritas). Pengaturan demikian memberikan hak veto kepada jenis saham tertentu, hal mana
bertentangan dengan hak RUPS untuk sewaktu-waktu memberhentikan mereka.
Pengaturan hak suara melalui suatu perjanjian antara para pemegang saham pada dasarnya dapat
dibenarkan. Mengingat bahwa hak suara diberikan kepada pemegang saham oleh UUPT agar dapat
menjaga kepentingannya sebagaimana ia kehendaki, sehingga pemegang saham pada dasarnya
bebas mengikat dirinya berkenaan dengan cara pelaksanaan hak suara yang ia miliki dalam suatu
perjanjian hak suara. Walaupun perjanjian tersebut membatasi kebebasan pemegang saham, tetapi
sungguhnya kebebasan itu tetap ada.
Pemegang saham yang telah membuat perjanjian hak suara tetap bebas mengeluarkan hak
suaranya sebagaimana ia kehendaki. Juga apabila ia mengeluarkan suaranya tidak sesuai dengan
perjanjian hak suara, suaranya tetap sah sekalipun ia telah melanggar perjanjian yang bersangkutan
dan oleh karena itu cidera janji. Ini penting diperhatikan, terutama dalam hal pemberian kuasa. Tidak
jarang dalam hal gadai saham, kepada pemegang gadai diberikan kuasa mutlak untuk
mengeluarkan suara atas saham-saham yang digadaikan. Perlu diketahui bahwa kuasa dimaksud
tidak dapat meniadakan hak suara pemberi gadai. Oleh karena itu pemberi gadai senantiasa dapat
hadir sendiri pada RUPS dan kehadirannya tersebut dengan sendirinya karena hukum akan
membatalkan hak pemegang gadai untuk mengeluarkan suara. Kenyataan ini bersumber pada
ketentuan bahwa hanya pemegang saham yang mempunyai hak suara dan oleh karena itu hak
suara tidak dapat dialihkan terlepas dari pemilikan saham.
2. Direksi
a. Tugas Dan Wewenang
Direksi ditugaskan dan oleh karena itu bewenang :
a. mengatur dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usaha perseroan.
b. Mengelola kekayaan perusahaan.
c. Mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan.
Tugas dan wewenang untuk melakukan pengurusan perseroan adalah tugas dan wewenang setiap
anggota direksi. Ditegaskan dalam tanggung jawab pribadi secara tanggung renteng yang diatur
dalam pasal 97 ayat (4) UUPT. Namun tugas dan wewenang direksi dibatasi oleh peraturan undang-
undang, maksud dan tujuan perseroan dan pembatasan-pembatasan dalam anggaran dasar.
Sehubungan dengan pembatasan-pembatasan yang mengikat direksi tersebut di atas UUPT
dengan tegas dan jelas mengatur bahwa pembatasan dimaksud pada dasarnya tidak mempunyai
akibat keluar yaitu bahwa perbuatan hukum yang dilakukan direksi tanpa persetujuan RUPS atau
Dewan Komisaris tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut
beritikad baik. Berarti bahwa pihak lain dimaksud dilindungi oleh praduga itikad baik yang
merupakan suatu asas dalam Hukum Perdata Indonesia.
b. Tanggung Jawab Pribadi Secara Tanggung Renteng
Tanggung jawab tersebut bersumber pada dua kenyataan yaitu : perseroan adalah subyek hukum
dan perseroan sebagai ciptaan hukum adalah orang buatan yang mutlak memerlukan direksi yang
ditugaskan untuk menjalankan pengurusan dan perwakilan perseroan. Pasal 92 ayat (1) dan pasal
98 ayat (2) UUPT menetapkan bahwa direksi adalah pengurus dan wakil perseroan. Tugas tersebut
melahirkan kewajiban pada setiap anggota direksi untuk senantiasa menjaga dan membela
kepentingan perseroan. Kelalaian dalam melaksanakan tugas tersebut berakibat bahwa setiap
anggota direksi secara tanggung renteng dapat dipertanggungjawabkan. Selama anggota direksi
menjalankan kewajibannya dalam batas-batas kewenangannya, anggota direksi tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan.
c. Pengangkatan Dan Pemberhentian Direksi
RUPS selaku organ yang satu-satunya berwenang mengangkat dan memberhentikan anggota
direksi. Berkaitan dengan pemberhentian anggota direksi perlu diperhatikan bahwa hubungan
anggota dengan perseroan adalah unik. Direksi merupakan bagian yang essensial dari perseroan
dan di lain pihak anggota direksi mempunyai hubungan kontraktual yang tidak melahirkan hubungan
kerja dengan perseroan karena anggota direksi bukanlah karyawan perseroan.
3. Dewan Komisaris
a. Tugas Dan Wewenang
Dewan Komisaris adalah organ pengawas mandiri yang tidak dikenal dalam sistem hukum
perseroan Anglo-Amerika. Menurut ketentuan pasal 1 angka 6 UUPT jelas bahwa ada keharusan
bagi setiap perseroan mempunyai dewan komisaris. Tugas utama dewan komisaris adalah
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dijalankan direksi, jalannya pengurusan
tersebut pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat
kepada direksi. Dewan komisaris tidak mempunyai peran dan fungsi eksekutif. Sekalipun anggaran
dasar menentukan bahwa perbuatan-perbuatan direksi tertentu memerlukan persetujuan dewan
komisaris, persetujuan dimaksud bukan pemberian kuasa dan bukan pula perbuatan pengurusan.
Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa tugas dan kewenangan pengawasan dipercayakan kepada
dewan komisaris demi kepentingan perseroan, bukan kepentingan satu atau beberapa orang
pemegang saham.
Hal ini ditegaskan dalam pasal 85 ayat (4) UUPT yang melarang anggota dewan komisaris untuk
bertindak selaku kuasa pemegang saham dalam pemungutan suara sewaktu RUPS. Dalam
pengurusan perseroan kedudukan direksi dan dewan komisaris adalah setara.
b. Tanggung Jawab Dewan Komisaris
Tanggung jawab dewan komisaris mirip dengan tanggung jawab direksi. Perbedaannya adalah
bahwa tanggung jawab dewan komisaris terdapat dalam bidang pengawasan atas kebijakan
pengurusan yang dilakukan direksi dan pemberian nasehat kepada direksi, sedangkan tanggung
jawab direksi terdapat dalam bidang pengurusan dan perwakilan perseroan. Tanggung jawab dewan
komisaris terbagi atas tanggung jawab ke luar dan tanggung jawab ke dalam.
Mengingat tugas dewan komisaris adalah melakukan pengawasan, maka dewan komisaris
bertanggung jawab atas pengawasan perseroan. Pertanggung jawaban tersebut diberikan sekali
setahun pada waktu RUPS tahunan. Sedangkan tanggung jawab keluar, berkaitan dengan kerugian
yang diderita oleh pihak ketiga. Dalam dal ini berlaku pula tanggung jawab seperti halnya direksi.
Hal tersebut ditegaskan dalam padal 115 UUPT yang mengatur bahwa setiap anggota dewan
komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan direksi atas
kewajiban (utang) perseroan yang belum dilunasi bilamana terjadi kepailitan perseroan karena
kesalahan atau kelalaian dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan
yang dilakukan direksi. Selanjutnya diatur pula dalam pasal 115 ayat (2) bahwa tanggung jawab
tersebut berlaku juga bagi anggota dewan komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Ketentuan serupa ditetapkan pula bagi mantan
anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya selagi menjabat telah menyebabkan
perseroan dinyatakan pailit.
c. Pengangkatan Dan Pemberhentian Dewan Komisaris
Dewan direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan komisaris mempunyai hubungan
ganda dengan perseroan, karena sebagai organ secara ia merupakan bagian essensial perseroan
dan selain itu ia mempunyai hubungan kontraktual dengan perseroan sebagai badan hukum
mandiri. Hubungan kontraktual dewan komisaris dengan perseroan tidak melahirkan hubungan
kerja. Anggota dewan komisaris bukan karyawan perseroan. RUPS sebagai organ yang secara
ekslusif mempunyai kewenangan mengangkat anggota dewan komisaris, senantiasa dan sewaktu-
waktu berhak memberhentikan mereka.
Dikatakan bahwa RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan, RUPS
menjalankan kekuasaan perseroan secara De Facto, secara ekslusif kewenangan diatur dalam
anggaran dasar dan pembatasan tertentu bagi direksi yang memerlukan persetujuan RUPS. Tetapi
perwakilan untuk pengurusan perseroan di dalam maupun di luar pengadilan tidak termasuk
wewenang RUPS.
Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan di atas, maka dapatlah Direksi ditugaskan dan
oleh karena itu bewenang :
a. mengatur dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usaha perseroan.
b. Mengelola kekayaan perusahaan.
c. Mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan.
Dewan Komisaris adalah organ pengawas mandiri yang tidak dikenal dalam sistem hukum
perseroan Anglo-Amerika. Menurut ketentuan pasal 1 angka 6 UUPT jelas bahwa ada keharusan
bagi setiap perseroan mempunyai dewan komisaris. Tugas utama dewan komisaris adalah
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dijalankan direksi, jalannya pengurusan
tersebut pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat
kepada direksi. Dewan komisaris tidak mempunyai peran dan fungsi eksekutif. Sekalipun anggaran
dasar menentukan bahwa perbuatan-perbuatan direksi tertentu memerlukan persetujuan dewan
komisaris, persetujuan dimaksud bukan pemberian kuasa dan bukan pula perbuatan pengurusan.
Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa tugas dan kewenangan pengawasan dipercayakan kepada
dewan komisaris demi kepentingan perseroan, bukan kepentingan satu atau beberapa orang
pemegang saham.
Prosedur Penyelesaian Utang Piutang Jika Perusahaan TutupDengan Hormat, usaha kami mengalami kesulitan turn over sehingga harus tutup, tetapi masih
menyisakan utang piutang serta surat kesanggupan membayar karena kami sudah tidak beroperasi.
Bagaimana status utang kami, apakah ini merupakan tindakan pidana jika kami wanprestasi terhadap
perjanjian pembayaran utang perusahaan? Karena memang perusahaan kami sudah tidak mampu lagi
beroperasi. Terima kasih atas bantuannya.
ANONIM
Jawaban:RIZKY DWINANTO, S.H., M.H.
Terima kasih atas pertanyaan Saudara. Terkait pertanyaan di atas berikut yang dapat kami sampaikan:
Sebelum menjawab pertanyaan, ada baiknya jika kami dapat menerangkan beberapa hal di bawah ini.
A. Sumber Utang Piutang.
Utang piutang yang lazim dikenal dalam dunia usaha timbul dari adanya suatu perikatan dan sebagaimana kita ketahui perikatan itu dapat timbul dari Perjanjian dan Undang-undang (vide Pasal 1233 KUHPerdata):
Definisi perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”
Dari perjanjian ini timbulah prestasi dan kontra prestasi yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak berdasarkan kesepakatan. Jika salah satu pihak melanggar perjanjian dan atau melaksanakannya dengan tidak sempurna, maka pihak yang dirugikan akan perbuatannya tersebut dapat memilih untuk memaksa pihak lain untuk meneruskan perjanjian tersebut, atau meminta pembatalan perjanjian disertai penggantian biaya kerugian dan bunga (vide Pasal 1267 KUHPerdata).
Yang kedua adalah perikatan yang yang timbul dari undang-undang sebagaimana dapat kita lihat dari ketentuan Pasal 1352 KUHPerdata yang berbunyi;
“Perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang, timbul dari undang-undang saja atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang”.
Contoh perikatan yang timbul dari undang-undang seperti dimaksud Pasal 1352 KUHPerdata adalah kewajiban kita terhadap negara dalam hal pembayaran pajak, dan perikatan sebagai akibat perbuatan orang adalah amar putusan hakim terkait perbuatan melanggar hukum yang memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
B. Definisi Usaha Tutup.
Mengenai usaha tutup perlu kita cermati lebih dalam apa yang dimaksud dalam usaha tutup. Penutupan usaha memerlukan proses yang hampir sama dengan pembentukan usaha baru. Sebagai contoh, jika kita ingin membuat usaha baru, misalnya Perseroan Terbatas (“PT”), maka memerlukan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM agar PT tersebut memperoleh status badan hukum.
Hal ini juga berlaku sama jika suatu PT akan menutup usahanya maka secara hukum harus melalui proses likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 sampai dengan Pasal 152 UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Akhir dari proses pembubaran tersebut diberitahukan kembali kepada Menteri Hukum dan HAM.
Hal yang sama juga berlaku kepada badan usaha lainya yang tidak berbadan hukum, yaitu diperlukan proses likuidasi guna melindungi pihak ketiga yang tidak mengetahui adanya pembubaran badan usaha tersebut. Jika hal ini sudah dilakukan, maka demi hukum badan usaha tersebut sudah bisa dinyatakan bubar/tutup.
Hal sebaliknya, jika perusahaan tersebut belum melakukan proses likuidasi dalam rangka penutupan badan usahanya, maka demi hukum perusahan tersebut masih hidup meskipun tidak lagi menjalankan kegiatan usahanya.
C. Kesimpulan dan Saran
Menjawab pertanyaan di atas, dengan demikian perjanjian yang sudah disepakati kedua belah pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian merupakan hubungan hukum keperdataan sehingga akibat hukum dari tidak dilaksanakannya suatu perjanjian mengakibatkan hukuman yang bersifat keperdataaan sebagaimana kita lihat dalam Pasal 1267 KUHPerdata, yang berbunyi:
“Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Perjanjian tidak dapat dibawa ke dalam ranah pidana jika para pihak sebelum membuat suatu perjanjian telah meyakinkan tidak adanya tipu muslihat di dalamnya dan juga jika di dalam membuat perjanjian tersebut didasari pada iktikad baik.
Selanjutnya, kita juga perlu melihat ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata yang menjelaskan sebagai berikut:
“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”
Ketentuan Pasal 1131 KUHPer tersebut sangatlah jelas sehingga dapat kita simpulkan bahwa utang-utang, baik itu bersumber dari perjanjian atau surat kesangupan membayar (Promissory Note), daripada si berutang tidaklah hapus meskipun si berutang sebagai badan usaha sudah tidak beroperasi lagi. Hapusnya utang-utang si berutang hanya dapat disebabkan oleh hal-hal yang diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata, yaitu karena:
1. Pembayaran;
2. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;3. Pembaharuan utang;
4. Perjumpaan utang atau kompensasi;5. Percampuran utang;6. Pembebasan utang;7. Musnahnya barang yang terutang;8. Kebatalan atau pembatalan;9. Berlakunya suatu syarat batal; dan10. Lewatnya waktu.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kami sarankan Saudara untuk melakukan proses likuidasi terhadap badan usaha yang sudah berhenti operasi tersebut. Hal ini guna mendapatkan kepastian hukum akan status badan usaha tersebut. Likuidasi juga dapat membantu merestrukturisasi utang-utang perusahan yang belum terbayarkan dan juga menghentikan kewajiban badan usaha terhadap Negara (pembayaran pajak).
Instrumen hukum lainnya yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan permohonan kepailitan sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang mana segala pengurusan dan pemberesan akan utang-utang dari si berutang akan dilakukan oleh kurator.
Semoga penjelasan kami di atas dapat membantu Saudara. Dasar hukum:1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek,Staatsblad 1847 No. 23).2. Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang3. Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Saham dan ObligasiA. PENGERTAN SAHAM
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau
badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar
kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang
menerbitkan surat berharga tersebut.
Menurut para ahli:
SAPTO RAHARDJO, 2006. Saham adalah surat berharga yang merupakan instrumen bukti
kepemilikan atau penyertaan dari individu atau instansi dalam suatu perusahaan.
SWADIDJI WIDOATMODJO. Saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah
perusahaan yang berbentuk Perseroan terbatas atau yang disebut emiten.
FATWA DSN – MUI. Saham adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan dan tidak
termasuk saham yang memiliki hak - hak istimewa.
NOFIE IMAN. Saham merupakan surat berharga yang memberikan peluang keuntungan yang
tinggi namun juga berpotensi resiko tinggi.
B. MACAM-MACAM SAHAM
Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, saham yang diterbitkan emiten
ada 2 macam
1. Saham Biasa (common stock)
Mewakili klaim kepemilikan pada penghasilan dan aktiva yang dimiliki perusahaan.
Pemegang saham biasa memiliki kewajiban yang terbatas. Artinya, jika perusahaan
bangkrut, kerugian maksimum yang ditanggung oleh pemegang saham adalah sebesar
investasi pada saham tersebut.
2. Preferen (Preferred Stock)
Saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa
menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak
mendatangkan hasil, seperti yang dikehendaki investor.
Saham preferen dikatakan memiliki karakteristik obligasi karena sekuritas ini memberikan
tingkat pendapatan yang tetap seperti halnya obligasi.
Sedangkan karakteristik sahamnya adalah bahwa jika emiten mengalami kerugian maka
pemegang saham preferen mungkin tidak bisa menerima pembayaran dividen dalam waktu
yang sudah ditetapkan sebelumnya (mungkin ditunda)
Perbedaan saham ini berdasarkan pada hak yang melekat pada saham tersebut. Hak ini
meliputi hak atas menerima deviden, memperoleh bagian kekayaan jika perusahaan
dilikuidasi setelah dikurangi semua kewajiban-kewajiban perusahaan.
Ciri-ciri saham istimewa / Preferen (Preferred Stock) adalah:
1. Hak utama atas deviden, artinya saham istimewa mempunyai hak terlebih dahulu
dalam hal menerima deviden.
2. Hak utama atas aktiva perusahaan, artinya dalam hal likuidasi berhak menerima
pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham istimewa setelah semua kewajiban
perusahan dilunasi.
3. Penghasilan tetap, artinya pemegang saham istimewa memperoleh penghasilan
dalam jumlah yang tetap.
4. Jangka waktu yang tidak terbatas, artinya saham istimewa yang diterbitkan
mempunyai jangka waktu yang tidak terbatas, akan tetapi dengan syarat bahwa
perusahaan mempunyai hak untuk membeli kembali saham istimewa tersebut dengan
harga tertentu.
5. Tidak mempunyai hak suara, artinya pemegang saham istimewa tidak mempunyai
suara dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).
6. Saham istimewa kumulatif, artinya deviden yang tidak dibayarkan oleh perusahaan
kepada pemegang saham tetap menjadi hak pemegang saham istimewa tersebut. Jika suatu
saat perusahaan tidak membagikan deviden, maka pada periode yang lain jika perusahaan
tersebut membagikan deviden, maka perusahaan harus membayarkan deviden terutang
tersebut sebelum membagikannya kepada pemegang saham biasa.
Pada suatu saham terdapat 3 (tiga) macam nilai :
1. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum pada saham tersebut.
2. Nilai efektif adalah nilai yang tercantum pada kurs resmi kalau saham tersebut
diperdagangkan di bursa, sedangkan
3. Nilai instrinsik adalah nilai saham pada saat diperdagangkan.
Ditinjau dari cara peralihannya
1. Saham Atas Unjuk (Bearer Stocks) adalah yang berhak atas nilai saham sesuai
dengan nama yang tercantum dalam saham tersebut.
Pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari
satu investor ke investor lainnya.
Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah diakui sebagai
pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS.
2. Saham Atas Nama (Registered Stocks) adalah orang yang memiliki (memegang)
saham tersebut. Merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, di
mana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.
Ditinjau dari kinerja perdagangan
1. Blue – Chip Stocks
Saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri
sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.
2. Income Stocks
Saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari
rata – rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya
mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan dividen
tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak mementingkan potensi.
3. Growth Stocks
1. (Well – Known)
Saham – saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai
leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi.
2. (Lesser – Known)
Saham dari emiten yang tidak sebagai leader dalam industri, namun memiliki ciri growth
stock. Umumnya saham ini berasal dari daerah dan kurang populer di kalangan emiten.
4. Speculative Stock
Saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari
tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa
mendatang, meskipun belum pasti.
5. Counter Cyclical Stockss
Saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara
umum.
Dan yang terbaru jenis saham yang diperdagangkan di BEI , yaitu ETF (Exchange Trade
Fund) adalah gabungan reksadana terbuka dengan saham dan pembelian di bursa seperti
halnya saham di pasar modal bukan di Manajer Investasi (MI)
ETF dibagi 2, yaitu:
ETF index : menginvestasikan dana kelolanya dalam sekumpulan portofolio efek yang
terdapat pada satu indeks tertentu dengan proporsi yang sama.
Close and ETFs : Fund yang diperdagangkan dibursa efek yang berbentuk
perusahaan investasi tertutup dan dikelola secara aktif.
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 1. Pengertian Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun
1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
2. Azas dan Tujuan Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi
ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut :
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah
satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. 2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang
sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan
oleh pelaku usaha. 4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
3. Kegiatan yang dilarang
Bagian Pertama Monopoli Pasal 17 (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; ataub. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian KeduaMonopsoni Pasal 18
(1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Ketiga Penguasaan Pasar Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
b. atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.Pasal 21 Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keempat Persekongkolan Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 23 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 24 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
4. Perjanjian yang dilarang 1. Oligopoli Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit,
sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar. 2. Penetapan harga Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain : a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan
atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;
d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
5. Kartel Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
6. Trust Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan
kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
7. Oligopsoni Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
8. Integrasi vertikal Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan
untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian tertutup Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
5. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut : 1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang
terdiri dari: (a) Oligopoli (b) Penetapan harga (c) Pembagian wilayah (d) Pemboikotan (e) Kartel (f) Trust (g) Oligopsoni (h) Integrasi vertikal (i) Perjanjian tertutup (j) Perjanjian dengan pihak luar negeri 2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : (a) Monopoli (b) Monopsoni (c) Penguasaan pasar (d) Persekongkolan 3. Posisi dominan, yang meliputi : (a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing (b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi (c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar (d) Jabatan rangkap (e) Pemilikan saham (f) Merger, akuisisi, konsolidasi
6. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di
Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
7. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian,
penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16
sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49 Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; atau b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana