Perubahan Topografi Pada Saat Perkembangan Bedform

14
PERUBAHAN TOPOGRAFI PADA SAAT PERKEMBANGAN BEDFORM Heide Friedrich 1 and Bruce W. Melville 2 1 Lecturer, Department of Civil & Environmental Engineering, The University of Auckland, Private Bag 92019, Auckland, New Zealand, email: [email protected]. 2 Professor, Department of Civil & Environmental Engineering, The University of Auckland, Private Bag 92019, Auckland, New Zealand, email: [email protected] . ABSTRAK Perkembangan 3D dari bedform dibawah permukaan air di teliti secara visual di laboratorium. Lapisan dari pasir kasar yang seragam (d 50 =0.8-mm) melapisi dasar tangki flume. Pada dasarnya lapisan pasir telah diratakan. Setiap lapisan eksperimen yang mobile (lapisan pasir rata sampai bed form equilibrium) dikeluarkan hingga beberapa jam. Lapisan pasir yang terekam diperlakukan sebagai bagian menerus dari elevasi lapisan pasir, daripada dibagi menjadi bedform yang berbeda. Beberapa MTA (Multiple Transducer Arrays) , diproduksi oleh Seatek, digunakan untuk mengukur beberapa profil bedform dengan sumber tetap dan sesaat yang beragam. Data diubah menjadi rekaman sementara dari bagian 3D dari elevasi lapisan pasir. Data elevasi lapisan pasir yang sudah difilter dan dibersihkan digunakan untuk mendapatkan kontur dari tiap sapuan individual yang berkala. Perubahan pada ketinggian bedform atau elevasinya diindikasikan dengan pertambahan atau pengurangan pada densitas warnanya. Perubahan pada orientasi Crest, atau perubahan topografi 3D juga dapat terjadi. Perubahan topografi pada saat perkembangan bedform diteliti secara visual, hasil pengamatan menunjukan beberapa proses interaksi diantara bedform pada saat eksperimen Flume. Perbandingan proses dune akibat proses angin dan air direkam oleh media foto juga disertakan. Kita dapat menyimpulkan bahwa analisis 2D dari pertumbuhan bedform menyediakan informasi yang kurang mengenai bagaimana interaksi bedform yang satu dengan yang lainnya. Kata kunci : Topografi, pola, bedform, flume. 1. PENGENALAN

description

paper translation

Transcript of Perubahan Topografi Pada Saat Perkembangan Bedform

PERUBAHAN TOPOGRAFI PADA SAAT PERKEMBANGAN BEDFORM

Heide Friedrich1 and Bruce W. Melville2

1 Lecturer, Department of Civil & Environmental Engineering, The University of Auckland, Private Bag 92019,

Auckland, New Zealand, email: [email protected] Professor, Department of Civil & Environmental Engineering, The University of Auckland,

Private Bag 92019,Auckland, New Zealand, email: [email protected].

ABSTRAK

Perkembangan 3D dari bedform dibawah permukaan air di teliti secara visual di laboratorium. Lapisan dari pasir kasar yang seragam (d50=0.8-mm) melapisi dasar tangki flume. Pada dasarnya lapisan pasir telah diratakan. Setiap lapisan eksperimen yang mobile (lapisan pasir rata sampai bed form equilibrium) dikeluarkan hingga beberapa jam. Lapisan pasir yang terekam diperlakukan sebagai bagian menerus dari elevasi lapisan pasir, daripada dibagi menjadi bedform yang berbeda. Beberapa MTA (Multiple Transducer Arrays) , diproduksi oleh Seatek, digunakan untuk mengukur beberapa profil bedform dengan sumber tetap dan sesaat yang beragam. Data diubah menjadi rekaman sementara dari bagian 3D dari elevasi lapisan pasir. Data elevasi lapisan pasir yang sudah difilter dan dibersihkan digunakan untuk mendapatkan kontur dari tiap sapuan individual yang berkala. Perubahan pada ketinggian bedform atau elevasinya diindikasikan dengan pertambahan atau pengurangan pada densitas warnanya. Perubahan pada orientasi Crest, atau perubahan topografi 3D juga dapat terjadi. Perubahan topografi pada saat perkembangan bedform diteliti secara visual, hasil pengamatan menunjukan beberapa proses interaksi diantara bedform pada saat eksperimen Flume. Perbandingan proses dune akibat proses angin dan air direkam oleh media foto juga disertakan. Kita dapat menyimpulkan bahwa analisis 2D dari pertumbuhan bedform menyediakan informasi yang kurang mengenai bagaimana interaksi bedform yang satu dengan yang lainnya.

Kata kunci : Topografi, pola, bedform, flume.

1. PENGENALAN

Permulaan dan perkembangan dari bedform dari rata hingga titik keseimbangan pada arus satu arah (sungai, kanal) adalah aspek yang penting dalam penelitian transportasi material sedimen. Mengembangkan pengetahuan bagaimana bentuk dan topografi dari bedform beragam pada saat perkembangannya merupakan hal yang penting untuk dapat mendeskripsikan karakteristik kekasaran hidraulik secara akurat dan tingkat transportasi material sedimen dengan kondisi arus yang berbeda – beda.

Pada waktu yang lalu, perkembangan bedform dipelajari melalui analisa profil longitudinal yang terekam pada elevasi lapisan pasir di laboratorium. Profil bedform yang sedang berkembang dapat di dapatkan dari sumber tetap ataupun sumber yang temporal, merekam bentuk 2D bedform digunakan sebagai fungsi ruang atau fungsi waktu.

Tantangan yang biasa datang pada saat penelitian evolusi bentuk, seperti pertumbuhan bedform, di cirikan dengan pola topografi. Friedrich dan Melville (2008) mempelajari bedform secara visual untuk pasir halus menggunakan flume. Kenampakan gambar 3D awal dari bedform pun terekam, dimulai dari lapisan pasir datar. Didasarkan pada penelitian dari pola dune aeolian oleh Kocurek dan Ewing (2005), Friedrich dan Melville (2008) dapat mengidentifikasikan proses seperti merging, termination dan defect migration pada saat perkembangan bedform. Penelitian ini menunjukan bahwa analisis 2D dari pertumbuhan bedform kurang memberikan informasi mengenai bagaimana interaksi bedform yang satu dengan yang lain. Proses merging/termination beragam yang terlibat tidak di anggap sebagai proyeksi 2D dari kejadian 3D. Analisis pola 3D yang lengkap dibutuhkan untuk lebih memahami mengenai prises yang terjadi pada saat perkembangan awak dari bedform.

Untuk penelitian ini, kontur area dari penampang evolusi dune digunakan untuk membahas bagaimana interaksi bedform yang satu dengan yang lainnya.

2. LATAR BELAKANG

Akhir – akhir ini, Venditti et al. (2005) mempresentasikan hasil dari eksperimen perkembangan bedform yang dilakukan pada laboratorium flume, yang fokus pada rekaman dari perkembangan 3D bedform. Venditti et al (2005) berargumen bahwa penggabungan luas tidak terjadi, tidak pada saat perkembangan maupun pada saat mencapai titik keseimbangan. Penggabungan atau peleburan merukapan fenomena dari perubahan geometri dimensi dune pada saat penelitian 2D perkembangan dunes, awalnya di cetuskan oleh Raudkivi dan Witte (1990). Venditi et al (2005) berargumen bahwa daripada penggabungan meluas, yang terjadi sebenarnya yaitu penyusunan ulang, yang dapat di salah artikan sebagai penggabungan bedform pada proyeksi profil 2 Dimensi.

Friedrich dan Melville (2008) mendapatkan tampilan datar dari rekaman bedform bawah air pada perkembangan awalnya, dimulai dari lapisan pasir datar pada laboratorium. Mereka mendiskusikan pola yang berubah pada saat perkembangan bedform dengan relasi dengan pengetahuan sebelumnya mengenai perubahan bedform aeolian dan fluvial. (gambar 1).

Disamping penelitian 3D oleh Venditti et al (2005) dan Friedrich dan Melville (2008) tidak ada lagi penelitian yang diketahui mengenai evolusi pola bedform bawah air yang diteliti secara 3D. Dimana penelitian Venditi et al (2005) dan Friedrich dan Melville (2008) didasarkan oleh rekaman visual yang didapat oleh perangkat fotografi, penelitian ini menunjukkan bagaimana evolusi bedform dapat di pelajari dengan bantuan dari konturr yang didapat menggunakan teknologi sensor akustik.

Gambar 1 kenampakan dari atas dari perkembangan bedform 3D awal untuk pasir halus. Lateral merging dari terminations menghasilkan pertambahan dari panjang crest. Arah aliran dari bawah ke atas. a) t=0 detik, b) t=19 detik, c) t=33 detik, d) t=56 detik (Friedrich dan Melville, 2008).

Dikarenakan makin banyaknya fotografi udara dari dunes aeolian, banyak studi difokuskan pada perubahan pola dari dunes aeolian. Schwammle dan Herrmann (2003) meneliti barchan sand dunes secara matematis dan menunjukan bagaimana dunes dapat berinteraksi satu dengan yang lain, tanpa perubahan besar yang terjadi pada bentuknya. Mereka membedakan antara peleburan (kedua dunes melebur menjadi 1), breeding (pembentukan 3 baby dunes) dan sikap gelombang soliter pada saat penggabungan 2 dunes. Penelitian lanjutan (Duran et al., 2005) menyaranakan bahwa penambahan dari skenario perkembangan (dunes yang kecil, setelah “crossing” dengan yang besar, menjadi tidak stabil dan terbelah menjadi 2 dunes yang baru) dapat terjadi. Sama seperti skenario perkembangan, Hersen (2005) menyatakan bahwa daripada peleburan biasa, dapat juga terjadi proses penyerapan, disaat dunes yang lebih kecil melebur menjadi dune yang lebih besar.

Dari pengamatan di alam dan simulasi model, Kocurek adn Ewing (2005) membedakan pola dune diurutkan berdasarkan sistem alami. Sistem yang berurut ini menunjukkan interksi dune – dune. Kocurek dan Ewing (2005) membedakan 5 pola yang berbeda : a) merging – interaksi yang paling biasa, disaat bedform kecil, ukuran beragam dan ruangnya tertutup b) lateral coalescing of terminations – yang dapat kita lihat sebagai peleburan lateral dan hasilnya pertambahan panjang dari crest, c) defect migration – crest termination melebur dengan downwind crest dan menghasilkan emisi dari crest termination yang baru yang lebih downwind, d) repulsion – sama seperti merging, tetapi sekalinya terlebur menghasilkan emisi yaitu satu dune kecil yang baru, e) termination creation – dimana 2 crest pertama melebur dan selanjutnya pasangan dari terminations terbentuk.

Friedrich dan Melville (2008) membahas bagaimana pola yang diamati pada dune aeolian dapat juga dipelajari pada perkembangan bedform bawah air di laboratorium. Proses seperti merging, termination, dan defect migration secara kualitatif disajikan di Friedrich dan Melville (2008).

3. PERSIAPAN PERCOBAAN

Seatek ultrasonic ranging system 5 Mhz, 31 transducers (Gambar 2), di siapkan untuk pengukuran dari lapisan pasir. Pengaturan dari probe gerak, yang bergerak naik dan turun di flume pada kereta yang bergerak dan diukur pada elevasi 3D lapisan pasir yang sedang berkembang, dikenalkan pada Friedrich et al. (2005), sebuah paper metodologi mendeskripsikan percobaan yang terjadi pada flume sempit berukuran 440 mm. Paper ini menunjukan data yang didapat pada saat percobaan menggunakan flume dengan lebar 5 kaki. Penjelasan singkat yang mengilustrasikan metodologi flume 5 kaki dijelaskan dibawah.

31 transducers di cek secara bertahap (dimulai dari sensor 1 dan diakhiri di sensor 31), dengan sekuen yang sama dan diulang setiap 0.2 detik. Sensornya dipasang pada grid yang dimiringkan untuk membolehkan pergerakan dari kereta pada waktu interval antara pembacaan dari komponen dari sensor array. Hal ini memastikan pengukuran yang didapat pada rekaman grid kotak yang equivalent (Gambar 3)

Gambar 2 Susunan dari probe yhang bergerak sepanjang flume berukuran 5 kaki. Empat ADV (Acoustic Doppler Velocimeters) diletakan di depean sensor akustik

pada titik tengah dari flume untuk mengukur area arus pada kedalaman yang berbeda.

Gambar 3 Kenampakan skematik dari grid perekam elevasi lapisan pasir pada flume berukuran 5 kaki. Keretanya bergerak mengikuti arus (untuk merekam) dan melawan

arus (dengan sensor diluar air) sepanjang flume dengan panjang 18.48m.

Masing – masing eksperimen lapisan mobile (lapisan pasir datar hingga titik seimbang) menggunakan probe yang bergerak selama beberapa jam. Parameter percobaan untuk percobaan ini ada pada tabel 1.

Sekuen dari operasi seusai langkah. Pada awalnya, kereta yang bergerak dengan sensor tenggelam berjalan searah arus selama 56 detik. Setelah itu keretanya diam untuk waktu menunggu selama4 detik, yang digunakan untuk menaikan sensor hingga diatas permukaan air, untuk mengurangi gangguan permukaan iar saat berjalan melawan arus dengan waktu 56 detik. Setelah 4 detik menunggu, dan sensor yang tenggelam lagi, keretanya bergerak searah arus untuk siklus yang kedua. Setiap putaran membutukan waktu 2 menit. Percobaan dilakukan terus menerus dengan siklus berulang hingga perkembangan bedform yang pantas didapat. Rekaman dari

profil lapisan di dapat hanya pada saat siklus pergerakan searah arus, berdasarkan konfigurasi dari grid perekam. Frekuensi dari rekaman profil lapisan yaitu 1 profil tiap 1 menit. Sensor nomer 31 diciptakan dan digunakan untuk merekam elevasi permukaan air, yang artinya hanya 30 sensor yang digunakan untuk merekam elevasi lapisan. Keseluruhan 10 profil longitudinal dengan resolusi transverse 150 mm direkam setiap sapuan dengan panjang 18.48 m.

4. PETA TOPOGRAFI

10 profil longitudinal dengan resolusi transverse 150 mm direkam setiap sapuan dengan panjang 18.48 m. Sebuah contoh proyeksi 2D untuk perkembangan bedform dari percobaan wdc33a yang ada pada gambar 4. Data lapisan pasir yang telah difilter dan dibersihkan digunakan untuk memplot kontur untuk tiap sapuan (Gambar 5). Tingkat rata – rata lapisan dari lapisan pasir yang diratakan pada awalnya tiap percobaan dihitung dan perkembangan dari bedform di tampilkan dengan tingkat lapisan yang telah diratakan sebagai tingkat acuan. Hijau mengindikasikan lapisan pasir yang diratakan, merah menunjukan bedform crest dan biru menunjukan bedform trough. Dari plot – plot an , kita dapat mengikuti perkembangan 3D bedform kualitatif pada setiap bentukan lapisan. Perubahan pada slope lapisan pasir dapat diartikan menggunakan referensi pada kolom warna. Perubahan pada tinggi bedform atau pada elevasi di indikasikan dengan pertambahan atau pengurangan pada densitas warnanya. Perubahan dari orientasi crest atau kejadian peleburan 3D dari bedform dapat kita pahami.

Gambar 4 plot longitudinal dari wdc33a – durasi perkembangan bedform yaitu 412 menit, sumbu x menunjukan nomor profil (1 – 10) dan pengukuran jarak sepanjang flume dalam m (0 – 18.48 m), sumbu y menunjukan perkembangan melebihi 412

menit.

Gambar 5 Perkembangan dari kontur profil lapisan untuk wdc33a – menit ke 394-412; profil tiap 2 menit; aliran dari kiri ke kanan; x=18,48-m; y=1,35 m; hijau = lapisan

pasir rata; merah = crest; biru : trough

Kontur plot sapuan dapat digunakan sebagai patokan dari analisis pola. Trend yang berkembang pada sapuan kontur plot adalah pertambahan dari kecepatan migrasi untuk aliran yang lebih cepat setiap set percobaan dengan flume yang lebar dan rasio kedalaman yang sama. Sama seperti plot perkembangan bedform longitudinal (gambar 4), perkembangan tinggi bedform dapat dibandingkan untuk percobaan

menggunakan nilai kedalaman aliran yang berbeda. Pertambahan tinggi bedform secara jelas dapat di identifikasi dengan pertambahan kedalaman aliran. Hal yang paling menakjubkan yaitu evolusi tetap yang siap diamati dari bedform sepanjang flume.

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Friedrich dan Melville (2008) kita mengidentifikasi proses seperti merging, termination dan defect migration pada perkembangan bedform bawah air. Data yang tersedia untuk paper ini lebih rumit ( pada sumber tetap dan temporal ) hanya gambar yang ditampilkan (Gambar 6 dan Gambar 7). Gambar ini mengilustrasikan dan digunakan untuk membahas hal rumit yang terkait dalam menentukan topografi dari bedform bawah air. Gambar yang menunjukkan bagaimana topograf bedform bawah air berkembang seiring waktu dan bagaimana bedform berinteraksi dengan yang lainnya. Obeservasinya secara kualitatif dideskripsikan.

Tergantung pada kondisi dimana bedform berkembang, seperti ukuran material sedimen dan keseragaman, rasio dari lebar flume deengan kedalaman aliran dan kecepatan aliran, menghasilkan topografi bedform yang rumit dan beragam meskipun dalam kondisi lingkungan flume terkontrol. Biarpun kontur yang ditampilkan pada paper ini didapat dari percobaan aliran unidirectional di laboratorium flume, dengan lebar dari flume (1,5 m), secara khusus membolehkan bedform untuk menghasilkan pola yang rumit, terbentuk melalui beberapa interaksi antara bedform sepanjang bagian yang diukur.

Mempelajari gambar 6 dan 7 menunjukkan bahwa hasil dari mekanisme antar bedform memiliki peran dalam pembentukan rekaman topografi bedform.

Bagian yang ditandai pada gambar 6 menunjukan pembentukan dari kanal, melintang diagonal melewati lebar flume, pada bagian upstream, dan makin jauh downstream, termination dari crestline dimaksudnkan untuk membolehkan material sedimen yang lebih searah arus. Yang lebih menarik pada bagian upstream, area pengendapan ditandai oleh lingkaran yang lebih kecil dan kedua area pengendapan pada saat perkembangan kanal, maka dari itu sangat penting dalam mengurangi kecepatan migrasi lokal dari area pengendapan original yg lebih kecil. Pembentukan dari kanal menekan secara langsung transportasi sedimen downstream, ditunjukan dengan perubahan minimal dari bedform downstream yang bersebelahan.

Area yang ditandai pada bagian downstream pada gambar 6 menunjukan termination. Friedrich dan Melville (2008) menunjukan termination sepertinya penting untuk bagian bedform untuk berkembang. Seringkali termination selanjutnya tercantum kembali dengan downstream maupun upstream crest, tergantung pada volume pasirnya, dibandingkan dengan crests yang bersebelahan. Skenario ini dapat diidentifikasi upstream yang ditanndai dari termination yang baru, dimana termination dapat tercantum kedalam crestline yang ditandai.

Perhatian juga harus di lakukan pada pengukuran 16 m pada gambar 6 (tidak ditandai). Sebuah pola saddle ada pada awalnya, hanya untuk di terminated pada saat perkembangan downstream seperti bedform berbentuk barchan.

Area yang ditandai pada gambar 7 menunjukkan termination pada bagian downstream (elips kecil) dari y-junction dune (elips besar) dan cantuman lainnya pada dune yang bersebelahan. Akibat dari kerumitan dari topografi profil lapisan dan dibatasi batasan pada paper ini, perubahan pola yang lain yang dapat diidentifikasikan dengan gambar tidak dibahas.

6. KESIMPULAN

Perkembangan bedform bawah air dan migrasinya dipengaruhi oleh ketersediaan material sedimen dan struktur alirannya. Memahami evolusi bedform bawah air sangat sulit karena proses yang tersembunyi dari mata kita dan penelitian dari topografi bedform tidak secara dilihat sebagai hal yang dibutuhkan dalam penelitian transport material sedimen. Seringkali pengetahuan didapat dari analisis bedform 2D lebih diterima.

Akhir – akhir ini, Venditi et al (2005) mempresentasikan hasil dari perkembangan percobaan bedform yang dilakukan di laboratorium flume, hasilnya difokuskan pada tampak atas dari pertumbuhan 3D bedform. Friedrich dan Melville (2008) juga mendapatkan tampak atas dari perkembangan bedform bawah air di laboratorium. Penelitian literatur menunjukan bahwa tidak pernah ada tampak atas dari pertumbuhan bedform. Sebagai hubungan untuk menentukan topografi dari bedform dan begitu juga perubahan pola pada saat perkembangan bedform, secara konseptual modelnya ada, namun kebanyakan mengacu pada analisi 2D dari data lapisan pasir temporal maupun tetap. Seperti Venditti et al (2005) berargumen, teori peleburan berasal dari penelitian bedform 2D, dapat juga mewakilkan pengaturan ulang lateral crest disaat di tampilkan pada 2D.

Gambar 6 Plot perkembangan dune. Diantara perubaha topografi yang lain, perhatian ditarik pada pembuatan kanal (lingkaran) pada bagian upstream dan

pembuatan termination (ellips) dengan pertambahan pengendapan sedimen downstream pada bagian downstream. Aliran dari kiri ke kanan

Gambar 7 perkembangan dune. Diantara perubahan topografi yang lain, perhatian ditujukan kepada termination pada bagian downstream (elips kecil) dari dune y-

junction (elips besar) dan cantuman lainnya yang bersebelahan dengan downstream dune. Aliran dari kiri ke kanan.

Pada penelitian ini, plot kontur didapat dengan sensor akustik yang dikenalkan dan penggunaan plot ini untuk membahas analisis topografinya. Kita dapat simpulkan bahwa plot kontur dari bedform yang berkembang menyediakan pandangan baru terhadap bagaimana satu buah bedform berinteraksi dengan yang bedform lainnya. Penelitian ini dapat dilihat sebagai tahap penting dari pengembangan simulasi numerik 3D karena ini sangat perlu di pahami bagaimana interaksi bedform dengan bedform lainnya dalam lingkungan tertentu. Kedepannya, pengambilan sample yang lebih baik akan menguntungkan untuk lebih mengetahui pola bedform yang rumit (beberapa pola tetap yang tersingkap).

Diharapkan paper ini akan membantu menstimulasi penelitian mengenai topografi bedform bawah air dengan mengenalkan contoh bagaimana cara mendapatkan data topografi 3D begitu juga dengan membahas contoh dari evolusi topografinya. Perbandingan dengan penelitian dune aeolian menunjukan adanya potensial yang penting untuk menggambarkan kesejajarn penting antara dune bawah air dan aeolian, menunjukan kesamaan aspek dari masing – masing polanya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini sebagian di biayai oleh Marsden Fund (UOA220) di atur oleh New Zealand Royal Society. Penulis ingin berterima kasih atas bantuan dari staff teknik, Geoff Kirby dan Jim Luo.

REFERENSI

Duran, O., Schwämmle, V., and Herrmann, H. (2005). "Breeding and solitary wave behaviour of dunes." Physical Review E - Statistical, Nonlinear, and Soft Matter Physics, 72(2), 1-5.

Friedrich, H. and Melville, B. W. (2008). "Pattern Observation During Bedform Development." Proc. World Environmental & Water Resources Congress 2008, EWRI, Honolulu, Hawaii, USA, 12-16 May, 10 pages (ISBN-13:978-0-7844-0976-3).

Friedrich, H., Melville, B. W., Coleman, S. E., Nikora, V. I., and Clunie, T. M. (2005). "Three-Dimensional measurement of laboratory submerged bed forms using moving probes." Proc. XXXI International Association of Hydraulic Engineering and Research Congress, Seoul, Korea, 96-404.

Hersen, P. (2005). "Flow effects on the morphology and dynamics of aeolian and subaqueous barchan dunes." J. Geophys. Res., 110, F04S07.

Kocurek, G., and Ewing, R. C. (2005). "Aeolian dune field self-organization – Implications for the formation of simple versus complex dune-field patterns." Geomorphology, 72(1-4), 94-105.

Raudkivi, A. J., and Witte, H.-H. (1990). "Development of Bed Features." Journal of Hydraulic Engineering, 116(9), 1063-1079.

Schwämmle, V., and Herrmann, H. J. (2003). "Solitary wave behaviour of sand dunes." Nature, 426(6967), 619-620.

Venditti, J. G., Church, M. A., and Bennett, S. J. (2005). "On the transition between 2D and 3D dunes." Sedimentology, 52(6), 1343-1359.