Survey Topografi
-
Upload
helmi-mukti-wijaya -
Category
Documents
-
view
333 -
download
16
Embed Size (px)
description
Transcript of Survey Topografi

Laporan Praktikum IUT II
BAB II
DASAR TEORI
II.1. Peta Topografi
Pemetaan topografi dilakukan untuk menentukan posisi horizontal
(x,y) dan posisi vertikal (z) dari obyek-obyek di permukaan bumi yang
meliputi unsur-unsur alamiah seperti sungai, gunung, danau, padang
rumput, rawa-rawa, dan sebagainya serta unsur-unsur buatan manusia
seperti rumah, sawah, jembatan, jalur pipa, rel kereta api dan sebagainya.
Adapun Ilmu Geodesi memiliki dua maksud, yaitu :
Maksud ilmiah : Menentukan bentuk permukaan bumi.
Maksud praktis : Menentukan bayangan yang dinamakan peta dari
sebagian besar atau kecil bentuk permukaan bumi dengan skala
tertentu.
II.2. Kerangka Kontrol Peta.
Penentuan kerangka kontrol peta adalah salah satu tahapan yang
harus dilaksanakan dalam proses pembuatan peta topografi. Adapun
kerangka kontrol peta terbagi atas dua macam yaitu :
1. Kerangka kontrol horizontal.
2. Kerangka kontrol vertikal.
Kegiatan pengukuran kerangka kontrol peta ini adalah menentukan
posisi titik-titik di lapangan yang berfungsi sebagai titik ikat (titik kontrol)
dari pada posisi titik obyek (detail) yang lain.
2.2.1 Kerangka Kontrol Horizontal
Selain penentuan kerangka kontrol horizontal, pembuatan peta
topografi, kerangka kontrol horizontal juga sangat penting. Pengukuran
kerangka kontrol horizontal biasanya dilakukan dengan metode :
a. Metode Triangulasi
b. Metode Trilaterasi
c. Metode Poligon
Dalam laporan praktikum ini akan dijelaskan mengenai pengukuran
kerangka kontrol horizontal menggunakan metode poligon. Dalam
pengukuran dengan menggunakan metode poligon terdapat tiga data, yaitu
: sudut, jarak, azimuth.
Teknik Geodesi
4

Laporan Praktikum IUT II
2.2.1.1 Pengukuran Sudut
Sudut adalah pembeda antara dua buah arah atau lebih dari suatu
titik. Pengukuran sudut yang teliti dapat diukur dengan menggunakan alat
ukur theodolit. Adapun metode pengukuran sudut dengan alat ukur
theodolit, antara lain :
a. Metode reiterasi
Pengukuran sudut dengan metode reiterasi disebut juga
pengukuran sudut tunggal, karena pada pengukuran sudut dengan cara
reiterasi hanya mengukur besar sudut satu kali saja antara dua buah
jurusan titik.
b. Metode repetisi
Pada metode repetisi ini, sudut yang diukur lebih dari satu.
Pengukuran dilakukan berlawanan arah dengan pengukuran yang
pertama, sehingga pada dua titik jurusan diperoleh dua sudut, yang mana
kedua sudut tersebut besarnya haruslah sama. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar berikut.
Teknik Geodesi
5
Gambar pengukuran sudut dengan metode reiterasi
B
C
A
Keterangan := sudut ABC
A, C = titik jurusanB = tempat
berdirinya alat
B
C
AKeterangan := = sudut ABC= sudut CBA
Gambar pengukuran sudut dengan metode repetisi

Laporan Praktikum IUT II
c. Metode kombinasi
Pengukuran besar sudut dengan metode kombinasi ini, mempunyai
dua bacaan sudut, yakni bacaan sudut biasa (B) dan bacaan sudut luar
biasa (LB). Data ukur sudut yang diperoleh dari cara ini adalah data
sudut ganda (seri), adapun macam-macam sudut ganda antara lain :
- data ukur sudut 1 seri, yakni 2 data ukur sudut, 1 bacaan sudut biasa
dan 1 bacaan sudut luar biasa;
- data ukur sudut 1 seri rangkap, yakni 4 data ukur sudut, 2 bacaan
sudut biasa dan 2 bacaan sudut luar biasa;
- data ukur sudut 2 seri rangkap, yakni 8 data ukur sudut, 4 bacaan
sudut bisa dan 4 bacaan sudut luar bisa.
Contoh pengukuran sudut 1 seri :
2.2.1.2 Pengukuran jarak
Pengukuran jarak untuk kerangka kontrol peta, dapat dilakukan
dengan cara langsung menggunakan alat sederhana yaitu roll meter atau
dengan alat sipat datar yaitu jarak optis, sedangkan untuk mendapatkan
data jarak yang lebih teliti dibandingkan dengan dua cara yang ada, data
jarak didapat juga dengan alat pengukur jarak elektonis EDM ( elektro
distance measurement ).
Teknik Geodesi
6
LB
LB
B
BLBBP
C
A Keterangan :Sudut APC = bacaan sudut biasaSudut CPA = bacaan sudut luar biasa
Dimana :Sudut APC = sudut CPA – 180o
Gambar pengukuran sudut satu seri

Laporan Praktikum IUT II
A. Pengukuran jarak langsung
Dalam pengukuran kerangka kontrol horizontal yang digunakan adalah
jarak langsung, dalam pengukuran jarak langsung perlu dilakukan pelurusan
apabila roll meter yang digunakan tidak menjangkau dua buah titik yang
sedang diukur.
B. pengukuran jarak optis
Pengukuran jarak optis adalah pengukuran jarak secara tidak langsung
karena dibantu dengan alat sipat datar atau theodolite dan rambu ukur. Dimana
pada teropong alat terdapat tiga benang silang, benang atas (ba), benang tengah
(bt), benang bawah (bb) yang merupakan data untuk mendapatkan jarak.
Pengukuran ini kurang teliti dan menggunakan rumus :
Dm = (ba-bb).k.sin Z
Dd = (ba-bb).k.sin2 Z
Dd = (ba-bb).k.cos2 H
Keterangan rumus :
Dd : jarak datar
Ba : benang atas
Bb : benang bawah
k : konstanta (100)
Dm : jarak miring
Z : zenith
H : heling
Teknik Geodesi
7
dd
2’1’ 21
Keterangan :1 ; 2 : titik kontrol yang akan diukur1’ ; 2’ : titik bantuan untuk pelurusand : jarak

Laporan Praktikum IUT II
Ti
Keterangan gambar :
A,B : titik tetap
Dm : jarak miring
Dd : jarak datar
hab : beda tinggi
Ti : tinggi alat
Z : sudut zenith
H : sudut heling
Ba,Bt,Bb : bacaan skala rambu ukur
C. Pengukuran jarak elektronis
Pengukuran jarak elektronis adalah jarak yang diperoleh dari hasil
pembacaan pada EDM yang diletakan diatas theodolite.
Rumus :
Keterangan rumus :
Dm : jarak miring
T : waktu perambatan gelombang diudara pulang-pergi
V : Kecepatan gelombang merambat diudara
2.2.2. Kerangka Kontrol vertikal.
Dalam melakukan pengukuran kerangka kontrol vertikal dapat
dilakukan dengan metode barometris, tachimetri, dan metode waterpass.
Teknik Geodesi
8
A
Pengukuran jarak optis
Gambar II.3.2.2.B
HZ
Dmm
Ba
Bt
Bb
Dd
hab
B
Dm

Laporan Praktikum IUT II
Pada laporan ini akan dijelaskan mengenai penentuan kerangka kontrol
vertikal dengan menggunakan metode waterpass.
Pengukuran Waterpass (Levelling)
Waterpass (level/sipat datar) adalah suatu alat ukur tanah yang
dipergunakan untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik yang
berdekatan yang ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu teropong)
horizontal yang ditujukan ke rambu-rambu ukur yang vertikal. Sedangkan
pengukuran yang menggunakan alat ini disebut waterpassing atau
levelling. Pekerjaan ini dilakukan dalam rangka penentuan beda tinggi
suatu titik yang akan ditentukan ketinggian-ketinggiannya berdasarkan
suatu sistem referensi atau bidang acuan. Sistem referensi yang
dipergunakan adalah tinggi permukaan air laut rata-rata (mean sea level)
atau sistem referensi lain yang dipilih.
Macam-macam pengukuran beda tinggi antara lain adalah sebagai berikut
ini :
a. Pengukuran beda tinggi dengan alat barometer (barometric levelling)
Pada dasarnya ada hubungan antara ketinggian suatu tempat dengan
tekanan udara di tempat tersebut, dimana makin tinggi
tempatnya,makin kecil tekanan udaranya. Dengan alat barometer ini
ketinggian dapat diukur. Alat disebut altimeter.
Keterangan gambar :
A: titik pengukuran
B: titik pengukuran
a: tekanan udara dititik a
b: tekanan udara dititik b
b. Pengukuran beda tinggi dengan cara trigonometris (trigonometric
levelling)
Teknik Geodesi
9
Barometric levelling
Gambar II.3.1.b
b
a B
A
Batas udara
AS Trigonometric
levellingGambar II.3.1.c
H
ti
Z
Dmm
Ba
Bt
Bb
Dd
hAB
B

Laporan Praktikum IUT II
Ket : hAB : beda tinggi
ti : tinggi instrument
Ba : pembacaan skala rambu untuk benang atas
Bt : pembacaan skala rambu untuk benang tengah
Bb : pembacaan skala rambu untuk benang bawah
Dd : jarak datar
Dm : jarak miring
H : sudut heling
Z : sudut zenit
Dmz = (Ba-Bb). K x Sin Z Ddz = (ba-Bb) . K x Sin2 Z
DmH = (Ba-Bb).K x Cos H DdH = (ba-Bb) . K x Cos2 H
h = Ti + Dm Sin Z – Bt
Dimana : Dmz : Jarak miring dengan menggunakan sudut zenith
DmH : Jarak miring denganmenggunakan sudut helling
Ddz : Jarak datar dengan menggunakan sudut zenith
DdH : Jarak datar dengan menggunakan sudut helling
K : konstanta pengali (100 atau 50)
h : beda tinggi
Ba : pembacaan skala rambu untuk benang atas
Bt : pembacaan skala rambu untuk benang tengah
Bb : pembacaan skala rambu untuk benang atas
c. Pengukuran beda tinggi dengan waterpass/sipat datar
Pada cara ini didasarkan atas kedudukan garis bidik teropong yang
dibuat horizontal dengan menggunakan gelembung nivo.
Teknik Geodesi
10
Waterpassing dengan sipat datar
hAB = Bt_A - Bt_B
A
B
Ba
Bt
Bb
Ba
Bt
Bb

Laporan Praktikum IUT II
Dimana: Ba = pembacaan skala rambu untuk benang atas
Bt = pembacaan skala rambu untuk benang tengah
Bb = pembacaan skala rambu untuk benang bawah
Bt_A = pembacaan skala rambu untuk benang tengah dititik A
Bt_B = pembacaan skala rambu untuk benang tengah dititik B
hAB = beda tinggi titik A dan B
Persamaan di atas merupakan persamaan dasar untuk penentuan beda
tinggi dengan cara sipat datar.
Hasil pengukuran beda tinggi digunakan untuk menentukan tinggi
titik terhadap titik tetap atau bidang acuan yang telah dipilih. Tinggi titik
hasil pengukuran waterpass terhadap titik acuan dihitung dengan rumus :
Hb = Ha + hAB
Dimana :
Hb : tinggi titik yang akan ditentukan
Ha : tinggi titik acuan
hAB : beda tinggi antara A dan B
II.3 Poligon
2.3.1 Pengertian poligon
Teknik Geodesi
11

Laporan Praktikum IUT II
Poligon merupakan rangkaian titik-titik yang membentuk segi banyak,
dan titik tersebut dapat digunakan sebagai kerangka peta. Koordinat titik-
titik itu dapat dihitung dengan data masukan yang merupakan hasil dari
pengukuran sudut dan jarak.
2.3.2 Macam-macam poligon.
Berdasarkan bentuk geometrisnya poligon dapat dibedakan menjadi
poligon terbuka dan poligon tertutup
2.3.2.1 Poligon terbuka
Poligon terbuka merupakan poligon dengan titik awal dan titik
akhir tidak berhimpit atau tidak pada titik yang sama. Poligon terbuka
terbagi atas :
Poligon Terbuka Terikat Sempurna
Merupakan poligon terbuka dengan titik awal dan titik akhir berupa titik
yang tetap.
Dimana : A, B, S, T : titik tetap
1, 2, 3,….n : titik yang akan ditentukan koordinatnya
DA1,…,DnB : jarak sisi-sisi poligon
S1, S2,…,Sn : sudut
A1, BT : azimuth awal dan azimuth akhir
Persyaratan yang harus dipenuhi bagi poligon terbuka terikat sempurna :
1. S + F(S) = (_akhir- _awal) + (n-1) x 1800.....(1-1)
2. d Sin + F(X) = Xakhir – Xawal……………………(1-2)
3. d cos + F(Y) = Yakhir - Y awal……………………(1-3)
ket : S : jumlah sudut
d : jumlah jarak
: azimuth
Teknik Geodesi
12
Poligon Terbuka Terikat Sempurna
UU
1
D34
D23
T
BT
S1
Sn
S3
S2
S4
DnB
D12
n
3
2
B
A

Laporan Praktikum IUT II
F(S) : kesalahan sudut
F(X) : kesalahan koordinat X
F(Y) : kesalahan koordinat Y
Poligon Terbuka Terikat Sepihak
Merupakan poligon terbuka yang titik awal atau titik akhirnya berada pada
titik yang tetap.
Dimana : A, n : titik tetap
1,2,…,n : titik yang akan ditentukan kordinatnya
S1,S2,…,Sn : sudut
.A1 : azimuth awal
DA1,D12,… : jarak antar titik
Pada poligon jenis ini hanya dapat dilakukan koreksi sudut saja dengan
persyaratan geometris, sebagai berikut :
S + F(S) = (_akhir – _awal) + n x 1800……………………..(1-4)
ket : _akhir : azimuth akhir
_awal : azimuth awal
S : jumlah sudut
f(S) : kesalahan sudut
Poligon Terbuka Sempurna
Merupakan poligon terbuka tanpa titik tetap. Pada poligon ini juga hanya
dapat dilakukan koreksi sudut dengan menggunakan persamaan (1-4) dan
tanpa ada pengikatan titik.
Teknik Geodesi
13
D3n
n.n-1
D23
Poligon Terbuka Terikat Sepihak
A1
Sn-1S3
S2
S1
Dn-1.nD12
DA1
n-1
3
2
1
nA

Laporan Praktikum IUT II
Ket : D12,D23,.. : jarak antar titik
S2,S3,… : sudut
12 : azimuth awal
Poligon Terbuka Terikat Dua Azimuth
Pada prinsipnya poligon terbuka dua azimuth sama dengan poligon
terbuka terikat sepihak hanya saja pada titik awal dan titik akhir diadakan
pengamatan azimuth sehingga koreksi sudutnya sebagai berikut :
S = (_akhir - _awal) + n x 1800
ket : S : jumlah sudut
_akhir : azimuth akhir
_awal : azimuth awal
Ket : A (XA;XY) : koordinat awal
1,2,.. : titik –titik poligon
S1,S2,… : sudut
A1 : azimuth awal
Poligon Terbuka Terikat Dua Koordinat
Poligon terbuka terikat dua koordinat merupakan poligon yang titik
awal dan titik akhirnya berada pada titik tetap. Pada poligon ini hanya
terdapat koreksi jarak sebagai berikut :
Teknik Geodesi
14
n.n-1
Poligon Terbuka Terikat Sempurna
A1
Sn-1S3
S2
S1n-13
2
1
A (XA,YA)
n.n-1
Poligon Terbuka Sempurna
D3nD34
12
Sn-1S4
S3
S2
Dn-1.nD23
D12
n-1
4
3
2
n1

Laporan Praktikum IUT II
d sin = Xakhir - Xawal
d sin = Yakhir - Yawal
ket : d sin : jumlah X / jumlah Y
X / y akhir : koordinat X / Y akhir
X / Y awal : koordinat X / Y awal
Ket : A(XA;YA) : koordinat awal
DA1,D12,… : jarak pengukuran
B(XA;XB) : koordinat akhir
S1,S2,… : sudut antara titik
2.3.2.2 Poligon Tertutup
poligon tertutup merupakan poligon dengan titik awal dan titik
akhir berada pada titik yang sama.
Ket : 1,2,3,… : titik kontrol poligon
D12,d23…. : jarak pengukuran sisi poligon
S1,S2,S3,… : sudut pada titik poligon
Persyaratan geometris yang harus dipenuhi bagi poligon tertutup :
Teknik Geodesi
15
A(XA,YA)
D3nD23
Poligon Terbuka Terikat Dua Koordinat
SnS3
S2
S1
DnBD12
DA1
n3
2
1B(XB,YB)
Poligon terutup
SnS5
S4
S3S2
S1
dn5
d45
d34
d23
d12
4
n6
32
1

Laporan Praktikum IUT II
1. S + F(S) = (n-2) x 1800…………………………(1-5)
2. d sin A+ F(X) = 0…….…..…………………..(1-6)
3. d cos A + F(Y) = 0…………...………………..(1-7)
ket : S : jumlah sudut
d sin : jumlah X
d cos : jumlah Y
F(S) : kesalahan sudut
F(X) : kesalahan koordinat X
F(Y) : kesalahan koordinat Y
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyelesaian poligon :
1. Jarak, sudut, azimuth rata-rata dihitung dari data ukuran :
dimana : X : data ukuran rata-rata
Xi : data ukuran ke-I
n : jumlah pengukuran
2. Besar sudut tiap titik hasil setelah koreksi
S’ = S + F F(S) / n………………(1-9)
Dimana : S’ : sudut terkoreksi
S : sudut ukuran
3. Azimuth semua sisi poligon dihitung berdasarkan azimuth awal dan
sudut semua titik hasil koreksi (S’) :
a. Jika urutan hitungan azimuth sisi poligon searah dengan jarum jam,
rumus yang digunakan :
An.n+1 = (An-1.n + 1800) - Sd’………….(1-10)
An.n+1 = (An-1.n + Sl’) – 1800………….(1-11)
b. Jika urutan hitungan azimuth sisi poligon berlawanan dengan arah
jarum jam, rumus yang digunakan :
An.n+1 = (An-1.n + Sd’) – 1800….……….(1-12)
An.n+1 = (An-1.n + 1800) – S1….………..(1-13)
Teknik Geodesi
16

Laporan Praktikum IUT II
Dimana : n : nomor titik
An.n+1 : azimuth sisi n ke n+1
An-1.n : azimuth sisi n-1 ke n
Sd’ : sudut dalam terkoreksi
Sl’ : sudut luar terkoreksi
4. Koordinat sementara semua titik poligon, rumus yang digunakan :
Xn = Xn-1 + d Sin An-1.n………….(1-14)
Yn = Yn-1 + d Cos An-1.n…………(1-15)
Dimana: Xn, Yn : koordinat titik n
Xn-1,Yn-1 : koordinat titik n-1
5. Koordinat terkoreksi dari semua titik poligon dihitung dengan rumus :
Xn = Xn-1 + dn Sin An-1.n + (dn / d) x F(X)………..(1-16)
Yn = Yn-1 + dn Cos An-1.n + (dn / d) x F(Y)……….(1-17)
Dimana : n : nomor titik
Xn, Yn : koordinat terkoreksi titik n
Xn-1.n , Yn-1.n : koordinat titik n-1
dn : jarak sisi titik n-1 ken
An-1 : azimuth sisi n-1 ken
6. Ketelitian poligon dinyatakan dengan :
a. F(L) = F(X)2 + F(Y)2 1/2……………….(1-18)
K = d / F(L) ,Dimana: F(L) : kesalahan jarak
F(X) : kesalahan linier absis
F(Y) : kesalahan linier ordinat
d : jumlah jarak
K : ketelitian linier poligon
b. Kesalahan azimuth.
Eb = Arc Tan (X / Y )
2.4 Pengukuran detail
Yang dimaksud dengan detail atau titik detail adalah semua benda-
benda di lapangan yang merupakan kelengkapan daripada sebagian
permukaan bumi. Jadi, disini tidak hanya dimaksudkan pada benda-benda
buatan seperti bangunan-bangunan, jalan-jalan dengan segala perlengkapan
Teknik Geodesi
17

Laporan Praktikum IUT II
dan lain sebagainya. Jadi, penggambaran kembali sebagian permukaan
bumi dengan segala perlengkapan termasuk tujuan dari pengukuran detail,
yang akhirnya berwujud suatu peta. Berhubung dengan bermacam-macam
tujuan dalam pemakaian peta, maka pengukuran detailpun menjadi selektif,
artinya hanya detail-detail tertentu yang diukur guna keperluan suatu
macam peta.
2.4.1 Metode penentuan posisi titik detail
Suatu posisi planimetris (X,Y) titik detail dapat diperoleh dengan
mengunakan beberapa metode, antara lain :
1. Metode polar
a.Azimuthal
Pengukuran detail dengan polar azimuthal artinya pengukuran
besarnya sudut detail berdasarkan arah utara. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar berikut.
Pengukuran dengan polar azimuthal biasanya dipakai pada alat
ukur yang magnetis (Bussole), seperti Wild TO.
b. Backsight
Pengukuran jarak dan besar sudut dengan metode backsight artinya
bahwa sebelum melakukan pengukuran, alat diset pada titik poligon yang
lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :
Teknik Geodesi
18
Gambar pengukuran detail dengan metode backsight
A
d3
d4
S22
1d1
d2
dFS4 S3
S1
4F
3
B
Gambar pengukuran detail dengan metode polar azimuthal
A
d4
dn
S3
S22
1d1
d2
d3Sn S4
S1
n3
4
UKeterangan :
U : arah utaraA :
tempat berdirinya alat (titik poligon)
1, 2,…, n : titik detailS1, S2,…, Sn : sudut titik detail

Laporan Praktikum IUT II
2. Perpanjangan sisi poligon
Yang diukur adalah jarak :
- Ad1, Ab1, BcI, Ba1
- d11, b14, c14, a13
- 12, 23, 34, 41.
3. Siku pada sisi poligon
Untuk melakukan pengukuran dengan metode ini harus dibantu dengan
prisma pentagon.
Teknik Geodesi
19
Gambar pengukuran titik detail dengan cara siku pada sisi
poligon
d4
d3
d2d1
4
1
2
3A
B
Keterangan :
d1, d2, d3, d4 : jarak titik detail ke sisi
poligon
Keterangan :
A, B, C : titik poligon
1, 2, 3, 4 : titik detail
a, b, c, d : sisi titik detail
a1, b1, c1, d1 :
perpanjangan sisi
titik detailC
12
4
d
b1
ac1
a1c1
b1
d1
B
A
3
Gambar pengukuran titik detail dengan cara perpanjangan sisi
poligon

Laporan Praktikum IUT II
4. Trilaterasi
Pengambaran titik detail pada peta pada cara ini haruslah dibantu dengan
alat gambar jangka.
Dari gambar di atas, pengukuran jarak A1 harus sama dengan pengukuran
jarak a11.
Sedangkan ketinggian suatu titik detail dari titik poligon dapat ditentukan
dengan mencari beda tinggi (H) antara titik poligon dengan titik detail.
Adapun salah satu caranya adalah cara trigonometris, yaitu dengan persamaan :
Dm = (ba – bb).k. Sin z
Dd = Dm . sin z
p = Dd . Cotg z
Teknik Geodesi
20
Gambar pengukuran titik detail dengan cara Ttrilaterasi
a4
a1
4
3
A
B
Keterangan :
a1, a4 : titik bantu pada sisi
poligon AB
1
2

Laporan Praktikum IUT II
h = p + Ti – bt
2.4.2 Metode penentuan tinggi titik detail
Pada metode ini pengambilan titik detail dengan menaruh alat ukur
di sembarang titik dan untuk pembacaan backsight/forsight dapat di
bidikkan pada titik tetap, yaitu titik tetap tersebut merupakan hasil transfer
dari titik benchmark (BM) terdekat dan dari titik tersebut alat membidik
sebanyak mungkin titik-titik/kisi-kisi yang ada.
Keterangan gambar:
Dm = Jarak miring Ti = Tinggi InstrumentDd = Jarak datar bt = Benang tengah z = Sudut zenit h = Beda tinggih = Sudut heling
h = (Ti – bt) + Dd ctg Z
Ha+1 = Hawal + H(awal-n)
II.5 Azimuth Matahari
Azimuth adalah suatu sudut yang dibentuk meridian yang melalui
pengamat dan garis hubung pengamat sasaran, diukur searah jarumjam
positif dari arah utara meredian.Ada dua cara yang sering digunakan untuk
menentukan azimuth, yaitu :
a. Penentuan azimuth magnetis dilakukan dengan menggunakan kompas
b. Penentuan azimuth astronomis dilakukan dengan alat yang dinamakan
geotheodolite.Untuk menentukan azimuth astronomis dengan
Teknik Geodesi
21
Ti
h
z
h
p
bt
Dm
Dd
Gambar Beda tinggi secara trigonometris

Laporan Praktikum IUT II
pengamatan matahari dapat dilakukan dengan metode tinggi matahari
dan metode sudut waktu.
Dibawah ini akan diuraikan penentuan azimuth garis dengan
pengamatan matahari metode tinggi matahari., dengan cara menadah
bayangan matahari menggunakan kuadran sehingga didapatkan bayangan
matahari yang jelas.
Penentuan azimuth dengan pengamatan tinggi matahari sering kali
ditemukan kesalahan-kesalahan , yaitu :
a. Kesalahan paralaks, yaitu kesalahan yang disebabkan karena
pengamatan dilakukan dari permukaan bumi, sedangkan hitungan
dilakukan dari pusat bumi.
b.
Besarnya koreksi karena kesalahan paralaks,yaitu
Teknik Geodesi
22
1 2
U
Matahari
1s.
Gambar pengamatan matahari
Ket : U : utara : azimuthhor : horisontalmth : matahari1, 2 : no. titik kontrol
Kesalahan paralaks
Gambar II.3.2.2.a
Matahari
hu
h
H
V
Pusat bumi

Laporan Praktikum IUT II
P = 8,8 x Cos hu……………………………………..(1-24)
Dimana : P : koreksi paralaks
hu : tinggi matahari
c. Refraksi asmosfer, yaitu kesalahan karena terjadinya pembelokan sinar
yang melewati lapisan atsmosfer dengan kerapatan yang berbeda.
Besarnya koreksi akibat refraksi atsmosfer :
r = rm x Cp x Ct ……………………….……..(1-24)
Cp = p / 760
Ct = 283 / (273 + t)
Dimana : r : sudut refraksi atsmosfer
rm : koreksi normal pada 100 C, 760 mm Hg
dan kelembaban 60
p : tekanan udara ( mm Hg )
t : suhu udara (0 C)
d. Jika pembidikan matahari tidak dilakukan pada titik pusatnya maka
perlu diberikan diametral :
Koreksi diameter diberikan pada tinggi matahari (h) dan sudut horizontal
(s). Besarnya diametral : dh = ½ d dan ds = ½ d
Dimana : dh = koreksi diametral untuk tinggi matahari ukuran
Teknik Geodesi
23
Tempat pengamatan
hu
Matahari
Lapisan 4
lapisan 3
Lapisan 2
Lapisan1Refraksi atmosfer
Koreksi ½ d

Laporan Praktikum IUT II
ds = koreksi diametral untuk sudut horizontal
Setelah diberikan koreksi adanya kesalahan paralaks, refraksi atsmosfer
dan diametral,maka tinggi matahari terkoreksi adalah :
h = hu + p – r ½ d ………..………………..……..(1-
26)
dimana : h = tinggi matahari terkoreksi
hu = tinggi matahari ukuran
p = koreksi paralaks
r : koreksi refraksi atsmosfer
d : koreksi diametral
e. Koreksi untuk sudut horizontal :
Sin ½ d / Sin ½ d = Sin 900 / Sin Z
½ d / ½ d = 1 / Sin Z, dan Z = 900 - h
½ d = ½ d / Cos h …………………………………...…….(1-27)
dimana : d = diameter h = tinggi pusat matahari
Z = zenith
f. Cara mencari deklinasi ( )
Swp = wp – 07 00 00 (pagi hari)
Pd = x swp
d () = ( pada jam 07 00 00 ) + Pd
dimana : Swp = selisih waktu pengamatan
Pd = perbedaan deklinasi
wp = waktu pengamatan
II.6 Penggambaran kontur
Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang memiliki
ketinggian yang sama. Dengan adanya garis kontur ini, maka ketinggian
dari suatu tempat dapat diketahui.
Penggambaran garis kontur ini dilakukan dengan cara interpolasi linier
dengan formasi segi tiga dan dalam pengambaran garis kontur harus
memperhatikan sifat-sifatnya. Adapun sifat-sifat garis kontur adalah
sebagai berikut :
1. Awal garis kontur akan selalu bertemu kembali dengan akhir garis
kontur tersebut.
Teknik Geodesi
24

Laporan Praktikum IUT II
2. Garis kontur tidak pernah saling berpotongan.
3. Garis kontur makin rapat menunjukkan wilayah yang makin terjal.
4. Garis kontur makin renggang menunjukkan wilayah yang semakin
datar. .
5. Sebuah garis kontur tidak pernah digambarkan pada permukaan air,
tetapi garis tersebut harus melawati dasar permukaan air tersebut.
Dalam pengambaran garis-garis kontur hal-hal yang juga harus
diperhatikan adalah interval konturnya dengan tidak mengabaikan segi
artistiknya.Tentang ketinggian suatu tempat, maka dibuat kontur indeks
dengan garis yang lebih tebal dari kontur biasa
Rumus interval garis kontur =
Dengan interval kontur 0,5 dengan rumus :
=
Sifat garis kontur pada suatu medan :
1. Sungai
100 99 98
2. Bentuk kontur gunung / bukit
3. Bentuk kontur danau
Teknik Geodesi
25

Laporan Praktikum IUT II
4. Bentuk kontur jalan
98,5 99 99,5
Teknik Geodesi
26
Kontur indeks
Kontur indeks
Gbr. Pengambaran Garis Kontur
102.00102.50
103.00103.50
105.00
101.50
104.00
104.50