Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan...

12
619 Abstrak UPAYA pemerintah Propinsi Lampung untuk mengurangi konflik pertanahan yang ada saat ini dilakukan dengan jalan melepaskan kawasan hutan yang status dan fungsinya yang tidak sesuai lagi dengan kenyataan di lapangan. Agenda ini sejalan dengan agenda Reformasi Kehutanan Propinsi Lampung yang dihasilkan melalui proses diskusi para pihak di tahun 1999 dan ditindaklanjuti dengan pemberian kepastian tanahnya dengan prioritas petani dan masyarakat adat. Studi kasus di Marga Bengkunat (Kecamatan Pesisir Selatan, Kabu- paten Lampung Barat) yang didominasi oleh masyarakat adat pesisir dari Marga Bengkunat serta di Pekon Sukapura (Kecamatan Sumber- jaya Kabupaten Lampung Barat) yang dido- minir warga pendatang dari Jawa, diharapkan dapat memberikan pelajaran berharga atas proses-proses pelepasan kawasan hutan beserta pemberian haknya. Dengan adanya keadilan agraria dan kepastian hak proses Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab Permasalahan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan: Studi Kasus dari Marga Bengkunat dan Pekon Sukapura, Kabupaten Lampung Barat 1 Oleh: Fathullah 2 , Lisken Situmorang 3 , Nurka Cahyaningsih 4 , Ichwanto Nuch 5 dan Martua Sirait 6 perubahan satus kawasan hutan dapat mem- berikan jaminan ketahanan pangan serta menjawab masalah kemiskinan. 1. Pendahuluan 1.1 Agenda Reformasi Kehutanan Lampung Berpijak pada keadaan, kondisi dan keingi- nan bersama masyarakat, lahirlah Forum Pembaharuan Kehutanan Lampung (FPKL) sejalan dengan semangat reformasi yang sedang bergulir pada pertengahan tahun 1998. Forum ini merupakan ajang diskusi ilmiah mengenai sumber daya hutan di Lampung di- mana anggota terdiri dari Ornop, akademisi, wartawan dan masyarakat penggiat sumber daya alam. Sebagai aksi moral dan kontrol sosial terhadap persoalan kehutanan di Lampung, Forum ini mencoba mencari solusi terhadap berbagai persoalan secara bersama sama. Krisis yang terjadi pada masyarakat

Transcript of Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan...

Page 1: Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan ... Perubahan fungsi HPK menjadi HL HPK, HL Usulan Propinsi kepada Dephut; kajian UNILA;

619

AbstrakUPAYA pemerintah Propinsi Lampung

untuk mengurangi konflik pertanahan yang adasaat ini dilakukan dengan jalan melepaskankawasan hutan yang status dan fungsinya yangtidak sesuai lagi dengan kenyataan di lapangan.Agenda ini sejalan dengan agenda ReformasiKehutanan Propinsi Lampung yang dihasilkanmelalui proses diskusi para pihak di tahun1999 dan ditindaklanjuti dengan pemberiankepastian tanahnya dengan prioritas petanidan masyarakat adat. Studi kasus di MargaBengkunat (Kecamatan Pesisir Selatan, Kabu-paten Lampung Barat) yang didominasi olehmasyarakat adat pesisir dari Marga Bengkunatserta di Pekon Sukapura (Kecamatan Sumber-jaya Kabupaten Lampung Barat) yang dido-minir warga pendatang dari Jawa, diharapkandapat memberikan pelajaran berharga atasproses-proses pelepasan kawasan hutanbeserta pemberian haknya. Dengan adanyakeadilan agraria dan kepastian hak proses

Perubahan Status Kawasan Hutan Guna MenjawabPermasalahan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan:

Studi Kasus dari Marga Bengkunatdan Pekon Sukapura,Kabupaten Lampung Barat1

Oleh: Fathullah2, Lisken Situmorang3, Nurka Cahyaningsih4,Ichwanto Nuch5 dan Martua Sirait6

perubahan satus kawasan hutan dapat mem-berikan jaminan ketahanan pangan sertamenjawab masalah kemiskinan.

1. Pendahuluan

1.1 Agenda Reformasi KehutananLampung

Berpijak pada keadaan, kondisi dan keingi-nan bersama masyarakat, lahirlah ForumPembaharuan Kehutanan Lampung (FPKL)sejalan dengan semangat reformasi yangsedang bergulir pada pertengahan tahun 1998.Forum ini merupakan ajang diskusi ilmiahmengenai sumber daya hutan di Lampung di-mana anggota terdiri dari Ornop, akademisi,wartawan dan masyarakat penggiat sumberdaya alam. Sebagai aksi moral dan kontrolsosial terhadap persoalan kehutanan diLampung, Forum ini mencoba mencari solusiterhadap berbagai persoalan secara bersamasama. Krisis yang terjadi pada masyarakat

Page 2: Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan ... Perubahan fungsi HPK menjadi HL HPK, HL Usulan Propinsi kepada Dephut; kajian UNILA;

620

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

pedesaan di Lampung ditimbulkan olehkebijakan kehutanan yang mengabaikanmasyarakat setempat, karena itu diperlukanpendekatan pendekatan baru yang menge-depankan rakyat sebagai pengelola utama atassumber daya alam dan emberikan kepastiantanah bagi usahanya guna menjawab masalahanketahanan pangan dan kemiskinan (FPKL,1998). Sehingga lahirlah beberapa agendareformasi bidang kehutanan yang menuntutPenataan Ulang Kawasan Hutan denganlangkah langkah:

· Meninjau ulang dan mengesahkan desa-desadefinitif tyang telah dihapuskan dan yangdinyatakan di dalam kawasan hutan.

· Memberikan pengakuan atas pemilikantanah masyarakat adat.

· Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK)harus direvisi, dengan memperhatikankepentingan kepentingan dan disususnbersama-sama masyarakat.

· Penetapan kawasan yang berfungsi sebagaihutan harus berdasarkan kelestarian fungsiDaerah Aliran Sungai (DAS). Kawasan yangdisepakati sebagai hutan tidak harus di-kuasai oleh negara, dapat juga dimiliki nolehrakyat.

· Penyusunan tata ruang propinsi Lampungharus dilakukan dengan terlebih dahuludengan merevisi TGHK dan tetap memper-hatikan kepentingan serta melibatkanmasyarakat setempat.

Tekanan yang diberikan oleh masyarakatsipil ini serta pemberitaan di masmediaLampung tentang masalah masalah pertanahandi Propinsi Lampung, serta memahami perma-salahan yang terjadi di lapangan, ProipinsiLampung menekankan pentingnya Tanahuntuk Rakyat dalam pola Dasar PembangunanPropinsi.

Masalah pertanahan ini tidak hanyadihadapi oleh Propinsi Lampung yang memilikikepadatan penduduk yang tinggi dengantingginya arus pendatang dari Jawa danPropinsi lain di Sumatra. Akan tetapi jugadihadapi oleh Propinsi propinsi lain diIndonesia dan tentunya kabupaten kabupatenyang memiliki kawasan hutan yang cukup luas7.Lampung Barat menjadi salaha satu wilayahpenting dikarenakan luasnya kawasan hutanyang ditunjuk diwilayah tersebut dan me-

rupakan juga wilayah dimana usaha usahaproduktif pertanian untuk tanaman pangandan eksport berkembang dengan pesat. Usahausaha ini lah yang terbukti tahan melawanketidak pastian pasar, fluktuasi dollar yangtinggi serta dikelola oleh rakyat dalam skalarumah tangga atau kelompok. Akan tetapiketidakpastian tanah dan sumber daya menjadifaktor penghalang yang serius yang perlupenanganan segera.

1.2 Masalah Pertanahan di LampungBarat

Kepastian penguasaan tanah (TenureSecurity), merupakan persoalan yang hampirmerata ada di Kabupaten Lampung Barat.Dengan luas wilayah daratan 495.040 hektardimana 65% (321.776 Ha) ditunjuk sebagaikawasan hutan, maka persoalan terbanyakadalah menyangkut hutan khususnya masalahbatas kawasan. Munculnya persoalan inidimulai dari diterapkannya kebijakan TataGuna Hutan Kesepakatan (TGHK) dimanapemerintah dalam hal ini Departemen Ke-hutanan menetapkan batas kawasan hutanmelalui Panitia Tata Batas Kabupaten, namunkarena masyarakat sekitar hutan tidak dilibat-kan dan tidak dilakukannya peninjauan dilapangan maka keputusan yang dihasilkantidak diakui oleh masyarakat8. Salah satucontoh masalah ini terjadi di Pesisir Krui,dimana Masyarakat Adat tidak mengakuikeberadaan kawasan Hutan Produksi Terbatas(HPT) seluas + 52.000 hektar di atas tanahmarga yang sudah berupa Repong damar (diLampung Barat terdapat 22 Marga/satuanmasyarakat adat, 16 di antaranya berada diPesisir Krui).

Hasil inventarisasi Tim Kajian KebijakanTata Ruang dan Tata Guna Lahan (TKK-TRTGL) Lampung Barat terdapat 12 (duabelas) wilayah di Kabupaten Lampung Baratyang memiliki permasalahan ketidakpastiantanah yang berkaitan dengan kawasan hutan,seperti tertera pada Tabel 1. Kondisi inidisebabkan karena belum tuntasnya prosespenataan batas kawasan hutan secara fisik dilapangan serta proses-proses administrasinya,termasuk wilayah-wilayah enclave9. Penyebablain adalah karena tidak dilaksanakannyapenunjukkan kawasan hutan serta penataanbatas secara partisipatif hingga selesai tertutupgelang, sebagai konsekuensinya adalahkawasan kelola masyarakat tidak mendapat

Page 3: Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan ... Perubahan fungsi HPK menjadi HL HPK, HL Usulan Propinsi kepada Dephut; kajian UNILA;

621

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

kepastian tanah sesuai dengan Hukum Tanahyang berlaku.

Secara lebih detil persoalan yang ada dalamkawasan hutan adalah: (1) Terdapat pemu-kiman permanen dalam kawasan hutan yangkeberadaannya telah ada sejak sebelumditetapkannya kebijakan TGHK tahun 1992;(2) Terdapat fasilitas publik dalam kawasanyakni berupa Sekolah Dasar Negeri, Masjid danpasar; (3) Terjadi perubahan batas kawasanhutan antara batas hutan waktu zaman Belanda(BW) dan batas TGHK, perubahan ini tanpasepengetahuan dan persetujuan masyarakatsetempat, padahal menurut keterangan daripihak kehutanan kabupaten dan propinsibahwa penetapan TGHK mengacu pada batasBW; (4) Posisi patok batas TGHK di lapangan

tidak sesuai dengan patok batas yang ter-gambar di peta; (5) Sebagian kawasan hutan

telah menjadi areal yang dikelola masyarakatuntuk pertanian; (6) Ada lahan dalam hutanlindung dan Taman Nasional telah memilikisertifikat kepemilikan tanah perorangan yangdikeluarkan oleh BPN; (7) Sebagian kawasanhutan tumpang tindih dengan tanah erfachtyang semestinya dikuasai oleh pemda (Watala,2003).

Dari 12 wilayah (dan kemungkinan lebihdari itu) konflik pertanahan di dalam kawasanhutan, terdapat 8 pola konflik pertanahan pada5 fungsi hutan yang berbeda, seperti tampakpada Tabel 2.

No Lokasi Fungsi Kawasan Hutan Permasalahan

1 Gunung Seminung, Reg. 9B Hutan Lindung Tatabatas 2 Palakiah, Reg. 48B Hutan Lindung Tatabatas 3 Gunung Pesagi, Reg. 43B Hutan Lindung Tatabatas 4 Basongan, Reg. 17B Hutan Lindung Tatabatas 5 Kenali, Reg. 44B Hutan Lindung Tatabatas 6 Sukapura,Bukit Rigis Reg.45B Hutan Lindung Klaim permukiman, Tatabatas 7 Suoh, Reg. 46 B Enclave Tatabatas 8 TNBBS, Reg.46B,49b,49,

22B,47B HSA/Wisata/TN Tatabatas, Zonasi TN

9 Pesisir Krui, Non Register HL & HPT Tuntutan tanah (repong damar) 10 Sukamarga, Non Register HL baru (ex.HPK) Klaim permukiman 11 Way Haru & Bd. Dalam, Reg.22B Enclave Tatabatas 12 Pengekahan, Reg. 49B Enclave Tatabatas/sengketa ijin wisata buru

Tabel 1Matriks Permasalahan Tanah - Kawasan Hutan di Lampung Barat

Sumber: Seminar Kebijakan PSDA dalam Perspektif OTDA, Liwa 2003 (Watala, 2003)

No Po la Ko nf lik Pe rt a n a h a n

Fun gs i Hu ta n & S t a t us Ta n a h

Ke bija ka n Y a ng Be r hu bu ng a n Loka s i

1. Kekur a ng an T anah un tu k b ud ida ya pe rtan ian ka r e na p e r tum buha n p enduduk

HL, HP T , T N A g enda Re fo rm as i Ke hutan an P ro p. Lam p ung ‘Hu tan & T anah un tuk Ra kya t; P e ta Des a ve r s i BP S ; RT RW Ka b/P ro p

T e r jad i d i b e r b ag a i da e r ah , e x. S uoh , S ek inc au , d ll

2 . S ta tus ex e r fa ch ya ng m en ja di Ka w a sa n Hutan

HL PP 40 /1 99 6 yang s ed ang d ir ev is i

L iha t p e ta BPN

3. S ta tus no n re g . ( ja m a n Be la nd a tan ah M arga ta hun 19 84 di tu nju k m en ja di Ka w a sa n Hutan )

HL, HP T S K. M enhu t 2 56 / 2 00 0; Pe ta De s a ve rs i BP S

P es is ir La m pung Ba r a t (Kr ui)

4 . S ta tus A P L m e njad i HL p ad a w ila ya h tan sm ig ra s i

A PL M en ja d i HL

? S ukap ur a

4. P en ye r ahan T anah M arg a m en ja di Ka w a sa n Hutan d enga n p enga kuan ha k-h ak khus us d i da lam Kaw as an Huta n

HL, HPT , T N, T am a n Buru

S u r a t m enyu r a t Ja m an Be landa , p enga kuan ha k khu su s s ep e r ti s a r ang bu rung da n g e tah d ll

P es is ir S e la tan

5. Ke tida ks e pa ka ta n a ta s Ba ta s Ka w a sa n Hutan

HL,HP T , T N , T am a n Buru

S K.M enhut P enunjukan , BA T B, S K M e nhut Pe ngukuha n; Pe rd a RT RW Ka b /P ro p

Ham pir s em ua ka w as an hu ta n

6 . P e r uba ha n fungs i HPK m en ja di HL

HPK, HL Us u la n P ro pin s i ke pa da De phut; ka jia n UN ILA ; S K M enhut 2 56 /20 00 ; Re s co rin g; S K M e nhu t 70 /20 01

Bengkuna t, 3 00 ha

7. P e r uba ha n sta tu s HPK m en ja di T a na h M ilik

HPK m en ja di A PL

S K M enhut 2 56 /20 00 ; Pe r da P e r o le ha n T anah ; S K Gub ttg Pr io r ita s Pe m ilika n ex HP K; S tud i IC R A F & U NILA

Bengkuna t 6 00 0 h a

Tabel 2Pola Konflik Pertanahandi Lampung Barat

Dirpha Wayan, 2001. Presentasi BupatiLampung Barat; Rencana Kab. LambarMenangani Permasalahan Pertanahan diKawasan Hutan

Page 4: Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan ... Perubahan fungsi HPK menjadi HL HPK, HL Usulan Propinsi kepada Dephut; kajian UNILA;

622

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

Persoalan batas selain terjadi untukkawasan hutan juga terjadi untuk batas antardesa, dimana sebagian besar batas antar desadi Lampung Barat belum memiliki batas yangdefinitif. Hal ini terjadi akibat dari pada saatpendefinitifan suatu desa tidak disertai pe-nataan batas dan dampak yang timbul adalahketidakjelasan keberadaan suatu komunitasatau wilayah kelolanya secara administrasi.

1.3 Sistem Pertanahan

Sistem penguasaan tanah yang ada(khususnya di luar kawasan hutan) dirasabelum cocok bagi petani dan masyarakat adatuntuk menunjang kepastian penguasaan danmemberikan insetif bagi masyarakat untukmeningkatkan produktifitas tanah untuk me-menuhi kebutuhan pangan. Sistem sertifikasitanah yang bersifat perorangan mendesakpenguasaan tanah menuju penguasaan indivi-dualistik yang kurang cocok bagi petani danmasyarakat adat. Demikian pula sistem serti-fikasi tanah yang membuka peluang untuk jualbeli tanah menyebabkan penumpukan pe-nguasaan tanah pada segelintir orang danmenyebabkan ketimpangan struktur pengua-saannya. Sistem sertifikasi yang dipromosikanpemerintah dengan Prona, mungkin lebihcocok untuk diterapkan di perkotaan daripadaditerapkan untuk usaha pertanian dan pengua-saan oleh masyarakat adat.

Sedangkan pendaftaran tanah adat (ulayat)yang diatur oleh Permen 5/1999 belum dapatterlaksana dikarenakan belum adanya perdapengakuan masyarakat adat di Kabupatenserta diakui staff Kantor BPN Kabupaten,masih diperlukan petunjuk tehnis yang di-siapkan oleh kanwil BPN.

Peluang memperbaiki struktur penguasaantanah dan melalui redefinisi kawasan hutanserta menggali peluang kebijakan tentangpenguasaan tanah yang lebih cocok bagi petanidan masyarakat adat perlu dilakukan terus danperlu mendapat dukungan politis dari pim-pinan kabupaten serta kantor BPN.

Secara umum persoalan tanah yang ada diLampung Barat adalah sebagai berikut:

• Batas antara kawasan hutan dan tanah wargabelum jelas

• Belum jelasnya tata batas antar pekon dankecamatan

• Tanah untuk pertanian atau perkebunanmasayarakat sangat terbatas

• Banyaknya tanah yang tidak terdaftar

• Jual beli dan Pelimpahan tanah warisan tidakdiketahui pemerintah desa

• Adanya lahan tidur yang belum jelas statusdan batasnya

• Pengggarapan lahan tidur dilakukan olehorang dari luar wilayah

• Tumpang tindih antara kawasan hutandengan tanah erfach

• Terdapatnya sertifikat hak milik tanah dikawasan hutan (Hutan Lindung dan TamanNasional)

1.4 Peran Tim Kajian Kebijakan TataRuang dan Tata Guna Lahan(TKK-TRTGL) Lampung Barat

Salah satu upaya yang dilakukan untukmenyelesaikan persoalan pertanahan diLampung Barat adalah pembentukan TKK-TRTGL yang merupakan inisiatif bersamaantara Watala, ICRAF, Bappeda Kabupatendan Dinas Kehutanan & SDA KabupatenLampung Barat. Tim ini mempunyai tugasmemberikan masukan-masukan kepada Bupatiuntuk pengambilan kebijakan tentang tataruang dan tata guna lahan. (SK BupatiLampung Barat, No.B/37/KPTS/02/2001).

Tim ini mempunyai fungsi:

1. melakukan kajian kebijakan Tata Ruangdan Tata Guna Lahan bagi pembangunanmasyarakat dan daerah Lampung Barat

2. memberikan masukan pada Bupati Kabu-paten Lampung Barat sebagai bahan dialogkebijakan tata ruang dan tata guna lahankepada tatanan pemerintah kabupaten danpemerintah propinsi

3. memberikan masukan pada Bupati Kabu-paten Lampung Barat sebagai pertimbanganteknis dan kelembagaan dalam pengambilankeputusan tentang kebijakan tata ruang dantata guna lahan daerah Kabupaten LampungBarat.

Tim yang terdiri dari Ornop dan LembagaPenelitian yang bekerja di Lampung Barat,Pemda Kabupaten, Balai Taman NasionalBukit Barisan Selatan (BTNBBS) dan Organi-

Page 5: Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan ... Perubahan fungsi HPK menjadi HL HPK, HL Usulan Propinsi kepada Dephut; kajian UNILA;

623

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

sasi Masyarakat telah melakukan tugas danfungsinya, di antaranya melakukan kajian danmemberikan masukan terhadap Rencana TataRuang Wilayah Kabupaten (Perda), menga-dakan seminar tentang Kebijakan PSDA dalamperspektif Otonomi Daerah, fasilitasi penyu-sunan Perda tentang Pengelolaan SumberdayaAlam dan Lingkungan Berbasis Masyarakat(PSDALBM) dan mengkaji lebih dalampersoalan batas kawasan dengan metode pe-metaan partisipatif. Hasil kajian ini kemudiandikomunikasikan pada pihak yang berkepen-tingan yakni dengan pihak Dinas kehutananPropinsi, jajaran Pemerintah Kabupaten danmasyarakat. Untuk mencari solusi dari per-soalan yang ada, maka dilakukan dialog antarpemerintah kabupaten dengan Dinas Kehutan-an Propinsi untuk mencapai kesepahaman danalternatif penyelesaian persoalan, kemudiandialog antara pemerintah dengan masyarakatuntuk mencari dan mencapai kesepakatanalternatif penyelesaian yang paling mungkindapat dilakukan.

Dari dialog ini disepakati beberapa carapenyelesaian yakni: (1) Melakukan rekon-struksi batas kawasan hutan (2) Jika setelahdilakukan rekonstruksi batas, masih terdapatpemukiman dalam kawasan, maka pemukimantersebut digeser kearah luar kawasan atautetap dalam kawasan tapi mengelompok (3)Untuk kawasan hutan yang telah menjadi arealkelola masyarakat (budidaya), maka diber-lakukan kebijakan pengelolaan hutan bersamamasyarakat.

Persoalan tanah yang ada di kabupaten,terkadang penyelesaiannya harus melibatkanpemerintah propinsi, untuk itu media yangdigunakan adalah Kelompok Kerja Relawan-Pengelolaan Sumberdaya Alam (KKR-PSDAL)Propinsi Lampung, dimana kelompok inidibentuk dengan semangat demokratisasi dantransparansi penyelenggaraan pemerintahanserta kebijakan otonomi daerah. Anggotakelompok kerja ini terdiri dari PemerintahPropinsi Lampung, Perguruan Tinggi, LembagaSwadaya Masyarakat, dan Lembaga Penelitianyang telah bekerja dan belajar bersamamasyarakat dalam upaya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang adil danlestari.

2. Pengalaman Marga Bengkunat

2.1 Proses Pengajuan dan PelepasanKawasan Hutan

Upaya pemerintah terutama pemerintahdaerah untuk mengurangi konflik pengelolaansumberdaya lahan dapat dilakukan denganjalan melepaskan kawasan hutan yang statusfungsinya tidak sesuai lagi dengan kenyataandi lapangan dan kemudian memberikankepastian tanah kepada petani dan masyarakatadat yang telah mengelola kawasan tersebut.Melalui proses penunjukan ulang kawasanhutan dan perairan melalui RTRW Propinsi,Pemprop Lampung mengajukan usulanperubahan atas kawasan hutan yang meng-hasilkan Surat Keputusan Menhutbun No.256/Kpts-II/2000 tentang penunjukankawasan hutan dan perairan di wilayahPropinsi Lampung yang kemudian ditinda-klanjuti dengan Keputusan Gubernur LampungNo. G/283.A/B.IX/HK/2000 tentang Pene-tapan Status Eks Kawasan Hutan ProduksiKonversi (HPK) seluas ±145.125 hektarkawasan HPK dinyatakan sebagai ArealPenggunaan Lain (APL) yang merupakan tanahnegara yang pengaturan tata ruang/tata gunalahannya menjadi kewenangan Gubernur, dandiprioritaskan kepada Petani dan MasyarakatAdat untuk mendapapatkannya (ICRAF-UNILA,2001). Dalam pengaturan lebih lanjut,dihasilkan Perda Propinsi Lampung No. 6Tahun 2001 tentang Alih Fungsi Lahan dari ekskawasan hutan produksi yang dapat dikonversi(HPK) seluas ±145.125 hektar menjadikawasan bukan HPK dalam pemberian hak atastanah.10

Pelepasan kawasan eks HPK menjadi APLini dilakukan oleh Tim Pengaturan PertanahanEks Areal HPK dengan Surat Keputusan No.G/339/B.1/HK/2000 yang bertugas sebagaipelaksana proses administrasi pertanahan dikawasan eks HPK. BPN menyusun modelsertifikasi tanah, petunjuk operasional danpembentukan panitianya. Sistem ajudikasiswadaya dipilih sebagai model sertifikasi tanahyang dilakukan. Dalam proses administrasimodel ini, masyarakat terlibat dalam pen-dataan pemilikan dan penguasaan tanah,pemasangan tanda batas permanen, dan

Page 6: Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan ... Perubahan fungsi HPK menjadi HL HPK, HL Usulan Propinsi kepada Dephut; kajian UNILA;

624

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

mediator melalui kelompok masyarakat sadartertib pertanahan (POKMASDARTIBNAH).11

Pengaturan ini diperlukan untuk memastikanagar ada pengaturan berdasarkan hukum danmenjamin ketertiban dalam pelaksanaannyauntuk menghindari konflik yang timbul akibatproses administrasi maupun masalah sosial(ICRAF-UNILA).

2.2 Respons Para Pihak

Peluang Pemberian Hak Atas Tanah diBengkunat (Kabupaten Lampung Barat) adalahmemberikan sertifikat hak atas tanah kepadamasyarakat untuk memberikan kepastianstatus tanah. Hasil penelitian UNILA danICRAF sebelum dilaksanakan ajudikasimenunjukkan respon masyarakat Bengkunatterhadap pelepasan HPK pada umumnyapositif. Masyarakat berharap status pemilikantanah menjadi hak milik dengan biaya penser-tifikatan yang terjangkau dapat menyelesaikantumpang tindih klaim atas tanah yang selamaini diakui sebagai kawasan hutan oleh Dephut.Selain itu, tidak ada kecenderungan perubahanpenggunaan lahan oleh masyarakat setelahpelepasan HPK menjadi hak milik, karenadengan pola penggunaan lahan yang selama ini

dilakukan (kebun damar, kebun dengantanaman keras) telah memberikan hasil yangmemadai dan masyarakat menyadari penting-nya tanaman keras untuk mencegah terjadinyakerusakan lingkungan dan yang terpentingadalah memberikan kepastian atas hasiltanaman yang dikelolanya. Tanah tanah inihampir semuanya merupakan usaha produktifkebun rakyat yang berorientasi export sepertikebun kopi, kebun damar, serta diselingi petai,buah-buahan dan sebagainya.

Kendala pada pemberian kepastian haktanah adalah adanya potensi konflik karenabatas fisik antara kawasan HPK dengan HPTdan HL serta tanah marga (tanah adat) tidakdisepakati dan masih merupakan kewenanganKabupaten dan Departemen Kehutanan.Walaupun ada respon positif namun ada jugamasyarakat yang menolak untuk mengajukanpermohonan hak atas tanah dan membayarbiaya alih fungsi dengan alasan bahwa lahanyang digarap adalah milik sendiri yang dipe-roleh dari warisan turun menurun marga ataumembeli tanah marga dan bukan berasal dariTanah Negara. Luasan tanah yang dapat diser-tifikasi juga dapat menjadi pembatas, karenacukup banyak masyarakat adat Bengkunatyang memiliki tanah lebih dari 5 hektar.12

Bentuk kepastian tanah dengan sertifikathak milik apalagi dengan batasan pemilikan 5hektar, bukanlah bentuk kepastian tanah yangcocok bagi petani dan masyarakat adat. Iniditunjukkan dari buku tanah BPN tahun 2002Kabupaten Lampung Barat, menunjukkanbahwa respon masyarakat terhadap sertifikasitanah sangat rendah. Sampai tahun 2002,hanya 31.99 hektar dari 6.700 hektar luastanah yang telah tersertifikasi melalui aju-dikasi. Jenis lahan yang disertifikasi tersebutterbanyak adalah lahan pekarangan dan luastanahnya tidak lebih luas dari 1 hektar.Berdasarkan informasi BPN, kebanyakantanah yang telah disertifikasi dimiliki olehpendatang atau penduduk yang menetap diKotabumi atau Metro (kabupaten lain). Akantetapi secara factual petani setempat meng-gunakannya sehari hari dalam bentuk kebuncampuran.

Potensi konflik juga terjadi jika pelibatandinas atau instansi Kabupaten dan Kecamatanserta masyarakat di dalam dan sekitar kawasanHPK tidak berjalan dengan baik karenapelepasan HPK walaupun tujuannya baik, di-

Box 131 Mei 1998SPT Gubernur untuk pembentukan kerja khususuntuk mengevaluasi pola penggunaan tanah no. 073/3035/Bappeda/II/1998

Juni 1998Mengevaluasi pola penggunaan tanah di PropinsiLampung beserta kepemilikan tanah pemukiman dankebun perpekon/desa yang berkonflik dengankawasan hutan

Juni 1998Nota dinas kadis Hutan Propinsi Lampung kepadaGubernur Lampung prihal usulan kebijakan redesainkawasan ‘Hutan Produksi yang dapat dikonversi’

Juli 1998Tuntutan masyarakat untuk pelepasan beberapakawasan hutan yang sudah dipergunakan untukkegiatan budidaya. Tuntutan reformasi TGHK denganmemperhatikan faktor ekonomi kerakyatan.

Desember 1998Tim teknis lima bidang untuk usulan RTGHK

September 1999Dasar Redesain TGHK melalui SK Menhut RI No. 1393/Menhutbun-II/1996 tentang perubahan kawasanbudidaya Non Kehutanan dalam RTRWP.

Page 7: Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan ... Perubahan fungsi HPK menjadi HL HPK, HL Usulan Propinsi kepada Dephut; kajian UNILA;

625

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

usulkan oleh propinsi. Tanpa banyak melibat-kan pemerintah Kabupaten, kampung dansebagainya.13 Masalah-masalah pertanahanyang belum terlesaikan lewat inisiatif Propinsidan Dephut (pelepasan wilayah HPK) ditindaklanjuti dengan RTRW Kabupaten LampungBarat tahun 2001-2015 yang mengakomodirwilayah lainnya untuk diperjelas statusnya(TRTGL 2001).

3. Pengalaman Pekon Sukapura

3.1. Gambaran Umum Pekon Sukapura

Pekon Sukapura, Kecamatan Sumber Jaya,Kabupaten lampung Barat, berada pada posisi04058’ BT sampai 05001’ BT dan 1040 28’ LSsampai 104030’ LS, dengan batas-batas sebagaiberikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan DesaDwikora, Kec. Balik Bukit, Lampung Utara

• Sebelah Selatan berbatasan dengan PekonSimpangsari dan Way Petai

• Sebelah Barat berbatasan dengan Gn.Benatan, Gn. Remas

• Sebelah Timur berbatasan dengan HutanLindung Register 45B, Bukit Rigis

Penduduk Pekon Sukapura sebanyak679 KK atau 1629 jiwa dengan luas wilayah1.350 Ha. Sebelum menjadi pekon/desa,pemukim di Sukapura sebanyak 250 KK (680jiwa) yang merupakan mantan pejuang ber-senjata, yang pada tahun 1951-1952 ditransmi-grasikan dari daerah Jawa Barat (KabupatenTasikmalaya) melalui program BRN (BiroRekonstruksi Nasional). Prosedur penyalurantransmigran pada saat itu adalah sebagaiberikut: dari Jawa Barat rombongan trans-migran diserahkan pada Residen yang mene-ruskannya ke Bupati dan selanjutnya kepadaAsisten Wedana Kepala Wilayah, kemudianAsisten Wedana bersama Kepala Kampung danKepala Adat menunjukan lokasi untuk paratransmigran, setiap KK memperoleh tanahpekarangan seluas 20 x 20 meter dan lahanpertanian yang merupakan tanah Marga WayTenong yang statusnya adalah tanah perlada-ngan marga. Batas antara tanah perladanganpenduduk marga dengan kawasan hutan diberitanda plat logam dengan tulisan BW yangdipakukan dipohon-pohon sepanjang batasdan agar batas dapat terlihat dengan jelasmaka sepanjang batas tersebut dibersihkan(dirintis) selebar 4 meter. Peresmian penem-patan warga ini dilakukan pada tanggal 14November 1952 oleh presiden RI (Ir.Soekarno). Desa Sukapura menjadi desadefinitif pada tanggal 20 Januari 1954, yangterdiri dari 2 dusun, yakni Dusun Rasamayadan Dusun Tirtadaya. Sejalan dengan per-jalanan waktu Pekon Sukapura sekarang telahberkembang menjadi daerah yang ramai,pemukiman bertambah, sarana dan prasaranaumum telah berdiri, baik yang dibangunpemerintah maupun swadaya masyarakat dandusun telah berkembang menjadi 10. Dalamwilayah Pekon Sukapura juga terdapat bangu-nan intake dam dan fasilitas perumahan PLTAWay Besai.

Namun pada tahun 1980 Dinas Kehutananmelakukan penunjukan sebagai kawasan hutan(hutan lindung) dan melanjutkannya denganpenataan batas yang mengakibatkan sebagianbesar wilayah desa (850 Ha) menjadi kawasanhutan termasuk areal pemukimannya.

3.2. Penggunaan Tanah di PekonSukapura

Dari luas wilayah 1.350 Ha. pengguna-annya terdiri dari: 75 Ha untuk pemukiman,630 Ha untuk perkebunan yang berbentuk

Gambar 4

Page 8: Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan ... Perubahan fungsi HPK menjadi HL HPK, HL Usulan Propinsi kepada Dephut; kajian UNILA;

626

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

wanatani kopi, 50 Ha untuk perladangan, 19,25Ha untuk sawah, 15 ha untuk kolam ikan, 6 Hauntuk tanah desa, 504,75 Ha untuk lokasipenelitian hutan dari Departemen Kehutanandan 50 Ha untuk fasilitas perumahan PLTAWay Besay. Tanah tanah produktif untukpemenuhan kecukupan pangan serta men-dapatkan pendapatan langsung dari penjulankopi menjadi terkendali keberlangsungannyadengan diklasifikasnnya tanah tanah inisebagai kawasan hutan. Bahkan terancamuntuk diusir seperti yang terjadi di masa lalu.

3.3. Proses Pengajuan PelepasanKawasan

Usulan untuk meninjau batas kawasanhutan telah dimulai sejak tahun 1953, dimanapada waktu itu Wakil ketua Badan PelaksanaUsaha Rekonstruksi (BPUR) Lampung dalamrapatnya telah meminta untuk meninjaukembali batas kawasan dan disesuaikan dengankenyataan di lapangan, sebab ada tempat-tempat yang secara teknis dan ekonomis ter-golong tanah pertanian masuk dalam kawasanhutan dan adapula tempat-tempat yang semes-tinya masuk kawasan hutan justru beradadiluar batas BW, juga batas-batas BW yangtelah dibuat dahulu masih bersifat global.Rencana ini tidak terlaksana dikarenakankurangnya tenaga dan biaya dan baru adapenataan batas oleh Dinas Kehutanan padatahun 1980.

Hingga saat ini masyarakat berkeinginanagar lahan yang telah menjadi pemukiman dan

lahan budidaya dapat di keluarkan dari kawa-san hutan dan upaya ini telah dilakukanbeberapa tahun terakhir, dimana masyarakatsecara swadaya telah menyampaikan keinginantersebut sampai ke Menteri Kehutanan RInamun belum juga memperoleh jawaban.Sejak tahun 2002, Watala bersama masyarakatsetempat telah melakukan beberapa kegiatanuntuk memperoleh kepastian tanah tersebutantara lain dengan memetakan lokasi yangdiminta untuk alih status (pemetaan partisi-patif), kemudian mengkomunikasikan temuanlapang dengan melakukan rangkaian dialogdengan Pemkab Lambar, DPRD LampungBarat dan Dinas Kehutanan Propinsi Lampung.Upaya ini juga disertai dengan surat permo-honan dari Kepala Desa dan Camat setempat.

Hasil dari rangkaian dialog yang telahdilakukan memperlihatkan bahwa keinginanmasyarakat telah memperoleh dukungan daripemerintah kabupaten dan Dinas KehutananPropinsi, dan wujud nyata dari dukungantersebut adalah dengan dibentuknya TimTerpadu Pengkajian Permohonan Tanah DiHutan Lindung (Register 45B) Sekitar DesaSukapura oleh Bupati Lampung Barat, dimanaTim bertugas mengkaji, menilai kelayakan,memetakan dan menin-daklanjuti permohonanmasyarakat Sukapura. Anggota tim terdiri dariinstansi terkait di kabupaten, Dinas KehutananPropinsi, masyarakat, perguruan tinggi danOrnop.

Permasalahan ini juga dibawakan dalamRound Table Discussion Working Group

$T

$T

$T

$T$T

$T $T

$T $T

þ

þþ

þ

$T

$T$T

þ

$T$T

þ

$T

$T þ

$Tþ $T

$Tþ$T

$T $T

@@

Wa y

Pet

ay

Wa y Ceng ka an

Way

Be s

ay

Wa y Pa kua n

Du sun Galu nggung

Talang Pa kuan

Talang Cen gkaan Talang Karaw ang

Dusun T ir tadaya

Du sun Rasamaya

Pekon W ay Pe tay

Pekon Sim pang Sari

Kab. Lam pun g Ut ara

Desa Dwikora

Ke Buki t Kemuning

Ke Liwa

441000

441000

442 000

442 000

443000

443000

444000

444000

445000

445000

446000

446000

9446

000 9446000

9447

000 9447000

9448

000 9448000

9449

000 9449000

9450

000 9450000

9451

000 9451000

PETA AREAL YANG DIMOHON UNTUK ALIH FUNGSIMENJADI AREAL PENGGUNAAN LAIN

PADA HUTAN LINDUNG REG.45 B BUKIT RIGIS(Luas : 302,50 H a)

PEKON SUKAPURAKECAMATAN SUMBERJAYA LAMPUNG BARATU

Skala 1 : 35.000

Catatan :- Areal yang dimohon un tuk alih fu ngsi seluas 302.5 0 Hatidak term asuk areal h utan yang telah di alih fu ngsi kan unruk kepentingan P LTA Wa y Besai S eluas 50 Ha- Bata s P ekon buka n merup akan referensi resmi

500 0 500 1000 meter

Tanah Marg aKawasan Huta nAre al dimoh on

Lap angan Bola KakiMess PLTA Besa ySMPSekolah AliyahSekolah DasarTempa t P emakama n

Lokasi Penelitian Huta n

Ja lanJalan TanahJalan aspal

@ Gapuraþ Masjid$T Pemuk iman

Pos Keamanan Hut

Batas pekonBatas hutanSungai

Keterangan

Sum ber Da ta :1. Peta Rupa B umi Indones ia, Skala 1 : 50.00 0, Edi si R evisi Digital, Th 1999, Ba kosur tanal2. Peta Tata Guna Hutan Hasil P emaduse rasian TGHK - RTRW, Pro p. Lampung, Skala 1 : 50.00 0, Th 1994, Sub Balai IPH Tanjung Karang3. Peta Hasil Pengu kura n Pemancangan Bata s Defenitif, Kelompok HL Buki t Rig is Reg 4 5B, Way Ten on g Kenal i Reg.44B, Krui Uta ra Reg 43B, Skala 1 : 25.00 0, Tahun 1994, Sub Balai IPH Tanjung Karang4. Peta Desa Sukapura, Ska la 1 : 5.000 5. Survey L ap angan dengan GPS, Masyarakat Suka pu ra, Maret 2003

Reg 45B

Gambar 5

Page 9: Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan ... Perubahan fungsi HPK menjadi HL HPK, HL Usulan Propinsi kepada Dephut; kajian UNILA;

627

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

Tenure di bulan Juli 2003 dengan mengun-dang para pihak terkait di Badan PlanologyDepartemen Kehutanan. Dari pemaparan inijelas terlihat adanya kewenangan kewenanganDephut dalam penunjukan ulang kawasanhutan, tetapi juga ada kewenangan kewenangandaerah (Kabupaten) yang berhubungan pe-nataan atas, serta kewenangan Propinsi dalammenetapkan Tata Ruang Propinsi. RoundTable Discussion membuka mata para pihakbahwa diperlukan membuka dokumen do-kumen yang berhubungan dengan wilayahtersebut bagi masing-masing pihak, nampak-nya dalam konteks sekarang ini Dephutmenjadi pihak yang harus membuktikanklaimnya atas wilayah tersebut, dengan mem-buka dokumen dokumen Berita Acara TataBatas (BATB), serta menyiapkan formulasi-formulasi penyelesaian masalah sejenis diKawasan Hutan lainnya di Indonesia (WG-Tenure 2003)

Kegiatan tim Pengkajian Sukapura telahmenyusun agenda kerja dan mempersiapkankerangka acuan untuk studi fisik dan sosialyang meliputi kajian tentang: fisik lahan,kebijakan yang terkait dengan proses alihstatus kawasan, analisis sejarah, sosial kepen-dudukan dan analsis dampak sosial lingkunganpra dan pasca alih status. Juga akan dilakukankajian tentang batas dan luas kawasan Register45B dan melakukan pemetaan wilayah yangakan dialihstatuskan berdasarkan kajian timdan kesepakatan dengan masyarakat setempatserta melakukan negosiasi dengan DepartemenKehutanan.

4. Pelajaran yang Dapat Disimak

4.1. Antara Pelepasan Kawasan SecaraTertutup dan Partisipatif

Banyak program-program atau kegiatanyang menemui kegagalan, setelah ditelaahtenyata disebabkan karena tidak adanya rasamemiliki di tingkat masyarakat Keputusan-keputusan yang yang dilakukan secaratopdown acapkali kesulitan untuk membuatmasyarakat berpartisipasi. Mikkelsen (1995)menyatakan ada tiga sudut pandang yangmendasari pentingnya digalakkan kembalipendekatan partisipatoris, yaitu:

1. Kekecewaan terhadap hasil pembangunandisebabkan banyaknya kebijakan pem-bangunan yang tidak mengakar berasal dari

pengalaman pahit masyarakat dimasa lalumenghadapi penipuan, pengusiran dan lain-lain (Kusworo Ahmad,2000);

2. Pelibatan masyarakat setempat dalampemilihan, perancangan, perencanaan danpelaksanaan perogram akan warnai kehi-dupan mereka, sehingga dengan demikiandapat dijamin bahwa persepsi dan ke-butuhan setempat, pola sikap dan pola pikirserta nilai-nilai pengetahuan lokal ikutdipertimbangkan;

3. Membuat umpan balik yang pada hakikat-nya merupakan bagian tak terlepas dariproses kegiatan pembangunan, dengankebijakan kebijakan yang akomodatifterhadap permasalahan masyarakat.

Partisipasi juga merupakan suatu prosespelibatan. Keterlibatan dan pelibatan tersebutdibutuhkan secara utuh sejak tahap iden-tifikasi dan perumusan masalah, perencanaan,pelaksanaan, hingga evaluasi dan monitoringhasil pembangunan. Berlangsungnya prosespartisipasi dalam suatu wahana, amat diten-tukan oleh terjadinya interaksi antar pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

Dalam perjalanannya sampai dengan saatini, pendekatan terbuka /partisipatif masih adapro dan kontra. Terlepas dari pandangan ter-sebut, pendekatan partisipatif dapat dipakaisesuai dengan tujuan dan sudut pandangkelompok-kelompok tertentu. Selama ini adayang memandang pendekatan partisipatifmembutuhkan waktu yang lama, tidak praktis,terlalu melibatkan banyak orang, membutuh-kan biaya tinggi, dan lain-lain.

4.1.1. Pelajaran Kasus Bengkunat

Dapat dikatakan proses pelepasan kawasanyang dilakukan di Bengkunat merupakanproses yang tertutup. Tim dibentuk terbatashanya di kalangan unsur pemerintah daerahterkait, pelibatan masyarakat hanya sebataspelibatan peratin, setelah kawasan ini dinya-takan dilepaskan dari kawasan hutan dandiserahkan kepada BPN. Sosialisasi yangdilakukan tim sangat terbatas, sehinggadampaknya di tingkat masyarakat banyakyang tidak paham, bahkan ada yang tidakmengetahui adanya pelepasan kawasan. Yangterjadi selanjutnya adalah, masyarakat banyakyang tidak respon, bahan ada yang menganggaptidak perlu ada proses pelepasan seperti itu,yang harus mengurus sertifikasi, karena

Page 10: Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan ... Perubahan fungsi HPK menjadi HL HPK, HL Usulan Propinsi kepada Dephut; kajian UNILA;

628

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

mereka menganggap dari dahulu, memangmilik mereka dan akses terhadap kebun tidakterganggu. Bahkan ada yang menyatakan tidaktahu bahwa kebunnya adalah kawasan Hutan.

Berdasarkan informasi dari BPN Liwa (Mei2004), prosedur sertifikasi yang harus dila-kukan masyarakat tidak begitu sulit, sesuaiprosedur normal, begitu juga dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan. tetapi sampaidengan saat ini, respon masyarakat untukmengurus sertifikat tanah tersebut sangatrendah, masyarakat seolah-olah tidak begitumemerlukan sertifikat atas tanah tersebut,bahkan menumpuknya sertifikat di kantorBPN yang belum diambil pemiliknya.

Masyarakat cenderung bereaksi untukmendapatkan kepastian tanah dan sumberdaya alamnya jika ada pembatasan pembatasanatau tekanan yang dihadapi misalnya laranganuntuk berkebun, larangan memungut hasil,larangan bersawah dan sebagainya. Kadangkala reaksi ini sangat terlambat untuk masukdalam proses negosiasi yang panjang dimanadiperlukan kesabaran, tenaga dan waktu. Dilainpihak petani yang terganggu aksesnya terhadaptanahnya apalagi menyangkut kebutuhanpangan dan kebutuhan akan uang tunai untukmemenuhi kebutuhan sehari hari tidak akanmenempuh jalan negosiasi yang panjang tetapiakan mengambil jalan jalan sepihak.

4.1.2. Pelajaran Kasus Sukapura

Berbeda dengan yang terjadi di Sukapura,Proses pelepasan kawasan di Sukapura terjadiatas usulan masyarakat yang direspon olehpemerintah daerah kabupaten Lampung Barat.Atas usul masyarakat, maka Pemda mem-bentuk Tim yang terdiri dari para pihak, antaralain, pemerintah daerah, instansi terkait, pihakkecamatan, pihak Pekon, akademisi, NGO,

unsur tokoh masyarakat, dan unsur masya-rakat biasa. Yang kemudian dilakukan timadalah, melakukan survei, identifikasi, pe-ngumpulan data pendukung dan perencanaanbersama oleh para pihak.

Beberapa dialog prapelaksanaan telahdilakukan, di lain kesempatan prasosiali-sasipun dilakukan oleh pihak desa danbeberapa NGO. Sampai dengan saat ini, prosesyang tengah berlangsung adalah persiapanstudi kelayakan. Sampai sejauh ini, respon dandukungan dari masyarakat sangat tinggi.Beberapa diskusi ditingkat tim yang dilakukan,sekaligus menjadi ajang kesepakatan dannegosiasi antara pemerintah daerah danmasyarakat yang dalam hal ini disampaikanoleh unsur tokoh masyarakat dan masyarakatbiasa. Proses yang dilakukan terbuka ini,diharapkan dapat menghindarkan konflik dankendala-kendala di tingkat lapangan.

5. PenutupStatus tanah berubah-ubah dengan segala

macam prosedur yang tidak banyak dipahamioleh masyarakat serta memiliki konsekuensibiaya yang tinggi tidak mempengaruhi masya-rakat untuk mengelola secara produktif,selama tidak ada gangguan nyata dari pihakketiga, yaitu orang lain yang secara langsungmembatasi masyarakat dalam menggunakantanahnya. Demikian juga dilakukan atas kawa-san hutan. Akan tetapi hal ini tidak akanberlangsung lama, kesadaran hukum masya-rakat bertambah dan tuntutan atas jaminankepastian hukum bagi petani dan masyarakatadat sangat dibutuhkan dimana depan. Iniditunjukkan dengan konflik pertanahan diwilayah lain dalam propinsi Lampung(Lampung Timur).***

Page 11: Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan ... Perubahan fungsi HPK menjadi HL HPK, HL Usulan Propinsi kepada Dephut; kajian UNILA;

629

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

Daftar PustakaDirpha Wayan, Inisiatif Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat dalam Menyelesaikan

Konflik Pertanahan di Kawasan Hutan. Dalam Prosiding Lokakarya PenguasaanLahan di Kawasan Hutan dan Pembentukan Kelompok Kerja Penanganan MasalahPenguasaan Lahan di Kawasan Hutan (WG-Tenure), Dephut-NRM-ICRAF-DFID, 27-28 November 2001, Bogor.

Forum Pembaharuan Kehutanan Lampung (FPKL), 1998. Kehutanan Lampung Kini dan TuntutanMenuju Pengelolaan Hutan yang Adil dan Lestari. Himasylva-Lampung Ekspress-Lampung Post-LBH Bandar Lampung-Mitra Bentala-PSL Unila-Wanacala-Watala-Yasadhana-Alas Indonesia-YPBHI, Bandar Lampung.

ICRAF-UNILA 2001, Studi Proses Administrasi Pertanahan dan Respon Masyarakat AtasPelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK).

Kusworo Ahmad, 2000, Perambah Hutan Atau Kambing Hitam? Potret Sengketa Kawasan Hutandi Lampung, ICRAF-IRD-WATALA, Pustaka Latin , Bogor.

Martua Sirait dan Lisken Situmorang , 2003, Pengukuhan Hutan dan Reforma Penguasaan Tanah,paper di Seminar dan Lokakarya Pemetaan Partisipatif: Peluang dan TantanganMenuju Kedaulatan Rakyat atas Ruang, JKPP-MFP DFID, 31 Maret - 2 April 2003,Cisarua.

TRTGL 2001, Telaah Atas RUTR Kabupaten Lampung Barat 2001 - 2015 Watala, 2000,Konseptualisasi tata ruang masyarakat pesisir, WG Tenure 2003, Proceeding RoundTable Discussion WG Tenure, 2003 draft.

Page 12: Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab · PDF filekebijakan kehutanan yang mengabaikan ... Perubahan fungsi HPK menjadi HL HPK, HL Usulan Propinsi kepada Dephut; kajian UNILA;

630

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

Footnotes1 Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Gamal Pasya (Bappeda Lampung-ICRAF) atas bantuanuntuk memberikan akses atas berbagai data yang dimiliki dan komentar awal atas tulisan ini.2 Fathullah, Staf Senior WATALA, berbasis di Bandar Lampung dan selama ini terlibat langsung dalam negosiasi prosesalih status kawasan hutan Sukapura, Kabupaten Lampung Barat. Anggota Tim Pengkaji Kebijakan Tata Ruang dan TataGuna Lahan di Lampung Barat (TRTGL-Lambar). (helau@telkomnet).

3 Lisken Situmorang, Peneliti ICRAF, berbasis di Bogor, pengamat proses pelepasan kawasan hutan dan distribusi tanah.Anggota Tim TRTGL Lambar ([email protected]).

4 Nurka Cahyaningsih, Koordinator Sistem Pendukung Negosiasi (NSS) di Lampung Barat, berbasis di Sumberjaya. Terlibatdalam berbagai proses negosiasi atas akses petani terhadap kawasan hutan di Kabupaten Lampung Barat. Anggota TimTRTGL Lambar ([email protected]).

5 Ichwanto Nuch, staf senior WATALA, berbasis di Bandar Lampung, Anggota Tim TRTGL Lambar ([email protected]).

6 Martua Sirait, Peneliti ICRAF berbasis di Bogor, Sekretaris Tim Multipihak Penyelesaian Sengketa Pertanahan di KawasanHutan (WG-Tenure). ([email protected]).

7 Salah satu usaha untuk menanggulangi permaslahan konflik pertanahan, sebagai penjabaran TAP IX/2001 tentangRPembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, diterbitkan Kepress 34/2003 pelaksanaan masalah pertanahandi daerah, yang salah satu pasalnya memberikan wewenang kepada pemerintah kota dan kabupaten untuk menyelesaikanmaslaha pertanahan di wilayahnya.

8 Perluasan kawasan hutan di Prop Lampung terjadi dengan penambahan penunjukkan kawasan hutan pada wilayah yangdikenal dengan istilah tanah marga (tanah milik) dan dikenal dengan sebutan Non register. Pada zaman belanda wilayahyang ditunjuk sebagai kawasan hutan disebut wilayah register diikuti dengan nomor registernya.

9 Enclave di selesaikan melalui SK Menhut tentang penyelesaian sementara, dimana tampak tidak ada usaha untukmenyelesaikan secara tuntas hingga jelas batas-batas serta luasannya.

10 Peraturan ini diterbitkan untuk pengaturan lebih lanjut pelepasan kawasan untuk memastikan adanya kepastian hukumatas tanah kepada masyarakat yang secara de facto telah dikuasai dan dimanfaatkan oleh perorangan, badan hukum,instansi pemerintah. Hal-hal yang diatur termasuk di dalamnya obyek dan subyek alih fungsi, prosedur pengajuanpermohonan hak atas tanah, pembatasan luasan tanah.

11 Kelompok ini merupakan gerakan nasional sadar tertib pertanahan yang awal mulanya dicanangkan dan diarahkan olehMenteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ir. Sony Harsono melalui Surat Edaran Menteri Negara/KepalaBadan Pertanahan Nasional Nomor 410-2767 Tanggal 22 September 1995. Tujuannya adalah untuk mewujudkan CaturTertib Pertanahan yaitu tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah, dan tertibpemeliharaan tanah dan lingkungan hidup, di kalangan masyarakat perkotaan maupun pedesaan yang membutuhkankerjasama pemerintah dan masyarakat.

12 Pada Perda Propinsi Lampung No. 6 tahun 2001 pada pasal 6 mengatur luas tanah tanah eks HPK yang dapat diberikanpada perorangan pertanian dengan luas maksimal 5 hektar per Kepala Keluarga dan perumahan maksimal 5 bidang denganluas maksimal 0,5 hektar per KK). Selain itu juga ditetapkan biaya alih fungsi yang harus dibayar oleh masyarakat pemohon.Pengaturan ini bertujuan untuk mempertimbangkan azas keadilan. Ketentuan ini berasal dari PP Nomor 21 Tahun 1961juncto PP Nomor 41 Tahun 1964 tentang redistribusi tanah pertanian.

13 Pada tahun 2002, Pemkab Lampung Barat telah mengajukan proposal anggaran dalam APBD kepada DPRD untukmelakukan penatabatasan wilayah desa sebagai persyaratan untuk melakukan sertifikasi hak atas tanah masyarakat diBengkunat.