Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

14
1 RINGKASAN SEMINAR SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya suhu bumi yang berkaitan langsung dengan gas-gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan akibat aktifitas manusia antara lain kegiatan industry, pembabatan hutan secara terus menerus, kendaraan bermotor, kegiatan peternakan dan rumah tangga (Hanapiah 2011). Peningkatan suhu ini dianggap sebagai ancaman bagi kehidupan manusia, yaitu berupa gangguan kesehatan, kekurangan pangan dan kerusakan lingkungan (Fischer et al. 2002). Ancaman ini sudah menjadi perhatian masyarakat internasional yang kemudian diimplementasikan dalam Protokol Kyoto. Di dalam protocol ini terdapat isi penting dalam menghadapi perubahan lingkungan yaitu kesepakatan Negara- negara maju untuk menurunkan emisi gas rumah (GRK) pada tingkat emisi tahun 1990 pada perioda 2008-2012 nanti (Murdiyarso 2003). Penurunan GRK terutama CO 2 tidak hanya dapat menurunkan emisi, tetapi perlu diiringi dengan meningkatkan penyerapan GRK. Meningkatkan cadangan karbon dan mengurangi emisi GRK hasil aktifitas manusia merupakan solusi efektif dalam menekan perubahan iklim (Bakhtiar et al. 2008). Sehingga menghitung jumlah biomassa dan stok karbon adalah salah satu komponen penting untuk mengupayakan pengurangan emisi dari pembabatan dan penurunan fungsi hutan (Gibbs et al. 2007). Dalam menduga perubahan cadangan karbon suatu bentang alam yang memiliki tipe penggunaan lahan yang berbeda, teknologi penginderaan jarak jauh merupakan suatu cara efektif untuk melakukan pemantauan penutupan lahan. Penelitian ini menggunakan kombinasi teknologi penginderaan jauh dengan pengukuran langsung di lapang. Keterkaitan data penutupan lahan dengan data hasil cadangan karbon pada skala plot dapat memberikan pendugaan perubahan cadangan karbon pada skala lanskap. Pendugaan cadangan karbon secara time series dapat menduga cadangan karbon dari tahun-tahun sebelumnya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menduga perubahan cadangan karbon dan emisi CO 2 yang dihasilkan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah pada periode 1990-2000 dan 2000-2013. Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dari kajian ini diharapkan dapat menjadi data dasar serta bahan masukan bagi instansi daerah, instansi pusat serta pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan Judul : Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah Nama : Luvia Arlenlilia Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr Moderator : Ir. Ahmad Hadjib, MS Hari/Tanggal : Senin, 15 September 2014 Waktu/Tempat : 11.00-12.00 WIB/ Ruang Seminar ABT 2 Fakultas Kehutanan IPB

description

Ringkasan penelitian Fahutan IPB

Transcript of Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

Page 1: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

1

RINGKASAN SEMINAR SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya suhu bumi yang berkaitan langsung

dengan gas-gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan akibat aktifitas manusia antara lain

kegiatan industry, pembabatan hutan secara terus menerus, kendaraan bermotor, kegiatan

peternakan dan rumah tangga (Hanapiah 2011). Peningkatan suhu ini dianggap sebagai

ancaman bagi kehidupan manusia, yaitu berupa gangguan kesehatan, kekurangan pangan dan

kerusakan lingkungan (Fischer et al. 2002). Ancaman ini sudah menjadi perhatian masyarakat

internasional yang kemudian diimplementasikan dalam Protokol Kyoto. Di dalam protocol ini

terdapat isi penting dalam menghadapi perubahan lingkungan yaitu kesepakatan Negara-

negara maju untuk menurunkan emisi gas rumah (GRK) pada tingkat emisi tahun 1990 pada

perioda 2008-2012 nanti (Murdiyarso 2003).

Penurunan GRK terutama CO2 tidak hanya dapat menurunkan emisi, tetapi perlu

diiringi dengan meningkatkan penyerapan GRK. Meningkatkan cadangan karbon dan

mengurangi emisi GRK hasil aktifitas manusia merupakan solusi efektif dalam menekan

perubahan iklim (Bakhtiar et al. 2008). Sehingga menghitung jumlah biomassa dan stok

karbon adalah salah satu komponen penting untuk mengupayakan pengurangan emisi dari

pembabatan dan penurunan fungsi hutan (Gibbs et al. 2007).

Dalam menduga perubahan cadangan karbon suatu bentang alam yang memiliki tipe

penggunaan lahan yang berbeda, teknologi penginderaan jarak jauh merupakan suatu cara

efektif untuk melakukan pemantauan penutupan lahan. Penelitian ini menggunakan kombinasi

teknologi penginderaan jauh dengan pengukuran langsung di lapang. Keterkaitan data

penutupan lahan dengan data hasil cadangan karbon pada skala plot dapat memberikan

pendugaan perubahan cadangan karbon pada skala lanskap. Pendugaan cadangan karbon

secara time series dapat menduga cadangan karbon dari tahun-tahun sebelumnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menduga perubahan cadangan karbon dan emisi CO2

yang dihasilkan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah pada

periode 1990-2000 dan 2000-2013.

Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari kajian ini diharapkan dapat menjadi data dasar serta bahan

masukan bagi instansi daerah, instansi pusat serta pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan

Judul : Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Kabupaten Lamandau dan

Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah

Nama : Luvia Arlenlilia

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr

Moderator : Ir. Ahmad Hadjib, MS

Hari/Tanggal : Senin, 15 September 2014

Waktu/Tempat : 11.00-12.00 WIB/ Ruang Seminar ABT 2 Fakultas Kehutanan IPB

Page 2: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

2

bentang alam Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat yang berhubungan dengan

cadangan karbon tersimpan dalam mengambil suatu kebijakan.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data lapangan dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan PKL pada tanggal

24 Februari 2014 hingga 10 Maret 2014 yang bertempat di areal IUPHHK-HA PT. Trisetia

Intiga, Kabupaten Lamandau, dan Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Barat. Secara

geografis lokasi penelitian terletak antara 1o20’-3

o20’ Lintang Selatan dan 111

o00’-112

o10’

Bujur Timur (Lihat Gambar 1). Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium

Remote Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut

Pertanian Bogor pada bulan Mei 2014 sampai dengan bulan Agustus 2014.

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

Alat, Software, Hardware, dan Data

Alat bantu untuk pengambilan data lapangan yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain : kompas untuk membidik arah mata angin, phi band untuk mengukur diameter pohon,

walking stick dan hagameter untuk mengukur tinggi pohon, tali tambang untuk pembuatan

plot pengamatan, kamera untuk dokumentasi, timbangan untuk mengukur berat basa dan berat

kering contoh, oven untuk mengeringkan contoh, GPS untuk penandaan lokasi plot

pengamatan, dan tallysheet. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan kompoter desktop

yang dilengkapi piranti lunak Microsoft Excel 2010, ArcGIS 9.3, dan ERDAS Imagine

Software version 9.1. Data pendukung yang digunakan dalam penelitian adalah citra Landsat

path/raw 119/62, 120/61, dan 120/62 liputan tahun 1990, 1999, 2000, 2013, dan 2014 serta

batas administrasi Kabupaten Lamandau dan Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan

Barat.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu data primer

dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil langsung di lapangan pada saat

penelitian, sedangkan data sekunder merupakan berbagai kumpulan data yang telah tersedia

atau telah dikaji sebelumnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini ditabulasikan pada

Tabel 1.

Page 3: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

3

Tabel 1 Data penelitian

No Data primer Data sekunder

1

2

3

4

5

6

7

Citra Landsat TM 5, Citra Landsat 7 ETM+, dan

Citra Landsat 8 OLI

Data berat basah (BB) tumbuhan bawah, semai

dan serasah

Data berat kering (BK) tumbuhan bawah, semai

dan serasah

Data dbh pada kelas pancang, tiang, nekromasa,

dan pohon pada ekosistem tutupan lahan hutan

lahan kering primer, hutan lahan kering

sekunder, hutan tanaman, kebun campuran

Tinggi sawit pada perkebunan

Data nama jenis tumbuhan teridentifikasi

Koordinat plot di lapangan

Data berat jenis

Data administrasi Kabupaten

Lamandau dan Kabupaten

Kotawaringin Barat

Nilai Cadangan Karbon pada

kelas tutupan lahan hutan rawa

primer, hutan rawa sekunder,

hutan mangrove primer, hutan

mangrove sekunder, pertanian

lahan kering

Tahapan Penelitian

Secara umum penelitian dilakukan dengan tahapan pra pengolahan cintra, pengambilan

data lapangan, interpretasi visual citra satelit, dan pengolahan citra digital.

Pra-Pengolahan Citra

Citra Landsat Multitemporal yang digunakan terdiri dari Landsat TM 5, Landsat 7

ETM+, dan Landsat 8 OLI masih berbentuk format TIFF sehingga perlu dikonversi ke format

imagine melalui proses layer stack terhadap masing-masing band. Berdasarkan karakteristik

spasial citra Landsat, band/saluran yang digunakan dalam proses layer stack untuk Landsat 5

dan Landsat 7 ETM+ adalah band 1-5 dan 7 karena memiliki resolusi spasial yang sama yaitu

30 meter x 30 meter. Serta band 1-7 dan 9 untuk Landsat 8 OLI.

Analisis Pengolahan Citra

Analisis pengolahan citra dilakukan identifikasi kelas tutupan hutan dan lahan dan

interpretasi citra dengan mengklasifikasikan tutupan hutan dan lahan menggunakan data citra

Landsat Multitemporal di Provinsi Kalimantan Tengah. Citra Landsat yang digunakan yaitu

tahun perekaman 1990, 2000, dan 2013. Adapun klasifikasi kelas tutupan hutan dan lahan

merujuk pada kriteria tutupan hutan dan lahan yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan.

Terdapat 23 kelas tutupan hutan dan lahan yang terdiri dari 7 kelas hutan (hutan primer, hutan

sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove

sekunder, dan hutan tanaman) dan 15 kelas bukan hutan (semak belukar, belukar rawa,

rumput, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, sawah, tambak,

tanah terbuka, pertambangan, pemukiman, transmigrasi, bandara, rawa, air, dan awan) serta

kelas tertutup awan (BAPLAN 2008a).

Plot pengukuran riap dan biomassa

Plot contoh yang digunakan berbentuk bujur sangkar yang di dalamnya terdiri dari 4 sub

- plot pengamatan yaitu plot 20 meter x 20 meter untuk pengukuran tingkat pohon dan pohon

mati (nekromass), plot 10 meter x 10 meter untuk pengukuran tingkat tiang, plot 𝑟=2,82

𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 untuk pengukuran tingkat pancang, dan plot 1 meter x 1 meter untuk pengukuran

tumbuhan bawah (undergrowth) dan serasah (litter). Sketsa plot pengamatan disajikan pada

Gambar 2.

Page 4: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

4

Gambar 2 Skema sub-plot pengamatan riap

Prosedur Analisis Data

Perhitungan biomassa

Persamaan allometrik untuk menduga nilai biomassa tersimpan disajikan dalam tabel 2.

Tabel 2 Daftar persamaan allometrik yang digunakan untuk menduga nilai biomassa

tersimpan

No. Kategori biomassa Persamaan allometrik Sumber

1.

2.

3.

4.

5.

Hutan lahan kering

Hutan tanaman eucalyptus

Hutan tanaman karet

Perkebunan (kelapa sawit)

Kebun campuran

InW=-1.201+2.196InD

W=0.36D2.06

W=-0.367+0.0334D1.916

W=0.0976H+0.0706

W=0.11ρ(D2.62

)

Sutaryo (2009)

Sutaryo (2009)

Sutaryo (2009)

Sutaryo (2009)

Katterings (2001)

Keterangan :

W = biomassa (kg.pohon-1

) H = tinggi (m)

D = dbh (cm) P = kerapatan kayu (g.cm-1

)

pendugaan nilai biomassa tumbuhan bawah dan serasa didapatkan dari hasil perhitungan total

berat kering (BK) sampel yang diabu dalam Hairiah dan Rahayu (2007) yaitu :

( )

𝑡 Keterangan :

BK = Berat kering (g)

BB = Berat basah (g)

Karbon Tersimpan

Nilai karbon tersimpan pada masing-masing tipe penutupan lahan dihitung dengan

menggunakan factor konversi karbon yang diacu dalam Lasco et al. (2004), yaitu :

1. Karbon tersimpan di hutan primer = biomassa x 50%

2. Karbon tersimpan di hutan sekunder = biomassa x 44.6%

3. Karbon tersimpan di agroforestry dan perkebunan = biomassa x 44%

4. Karbon tersimpan di semak belukar dan padang rumput = biomassa x 42.9%

Hasil pengukuran pendugaan cadangan karbon dapat menunjukkan pula seberapa besar

pendugaan pelepasannya, pelepasan tersebut dalam bentuk senyawa CO2. Untuk mengetahui

CO2 yang hilang, nilai C dikonversi ke dalam bentuk CO2 dengan mengalikan nilai C dengan

factor konversi sebesar 3.667 (Mirbach 2000).

CO2 = C x 3.667

Keterangan :

CO2 = kandungan karbondioksida (Mg/ha)

C = kandungan karbon (Mg/ha)

Sub-plot pohon: 20 x 20 m2

Sub-plot pancang: 5 x 5 m2

Sub-plot anakan : 1 x 1 m2

Plot r = 2.82 m

Page 5: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penutupan lahan Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat tahun 1990

Klasifikasi citra landsat 5 TM tahun 1990 menghasilkan 19 tipe penggunaan lahan.

Pembagian tipe penutupan lahan mengacu pada kelas tutupan lahan Departemen Kehutanan

yang dibedakan berdasarkan kenampakan warna citra, tekstur serta pola yang terlihat. Titik

koordinat yang diambil di lokasi dengan menggunakan bantuan GPS dijadikan sebagai

bantuan dalam mempermudah proses klasifikasi tersebut. Berdasarkan Hasil klasifikasi

menunjukkan hutan lahan kering sekunder (HLKS) memiliki luasan yang paling dominan

yaitu 725 090.00 ha atau 44.97%. Tambak (TBK) merupakan tipe penutupan lahan dengan

luasan yang paling kecil yaitu 4.77 ha atau 0.0003%. Data rekapitulasi luasan penutupan

lahan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat tahun 1990 tersaji dalam Tabel 4.

Tabel 3 Tutupan Lahan Tahun 1990, 2000, dan 2013

No

Tipe

tutupan lahan

Tahun 1990 Tahun 2000 Tahun 2013 Perubahan 1990-

2000 Perubahan 2000-

2013

Luas

(ha) %

Luas

(ha) %

Luas

(ha) %

Luas

(ha) %

Luas

(ha) %

1 AIR 11.70 0.73 11.70 0.73 11.70 0.73 0.00 0.00 0.00 0.00

2 HLKP 41.41 2.57 2.05 0.13 0.56 0.03 -39.36 -95.05 -1.49 -72.70

3 HLKS 725.09 44.97 626.76 38.87 486.50 30.17 -98.33 -13.56 -140.26 -22.38

4 HMP 3.24 0.20 1.93 0.12 1.29 0.08 -1.31 -40.44 -0.65 -33.41

5 HMS 6.78 0.42 5.43 0.34 5.99 0.37 -1.35 -19.89 0.56 10.29

6 HRP 22.79 1.41 17.08 1.06 1.79 0.11 -5.71 -25.05 -15.29 -89.55

7 HRS 564.94 35.04 424.99 26.36 349.06 21.65 -139.95 -24.77 -75.93 -17.87

8 HT 7.64 0.47 11.18 0.69 48.37 3.00 3.54 46.33 37.20 332.75

9 KC 1.73 0.11 2.66 0.16 5.49 0.34 0.93 53.53 2.83 106.49

10 PAU 0.13 0.01 0.13 0.01 0.13 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00

11 PMK 10.40 0.65 22.96 1.42 54.39 3.37 12.55 120.64 31.44 136.96

12 PKBN 1.16 0.07 94.49 5.86 295.67 18.34 93.33 8028.82 201.18 212.90

13 PLK 93.40 5.79 204.15 12.66 185.88 11.53 110.75 118.58 -18.28 -8.95

14 RW 17.52 1.09 22.37 1.39 13.99 0.87 4.85 27.69 -8.38 -37.45

15 PR 1.02 0.06 1.29 0.08 1.56 0.10 0.27 26.30 0.26 20.44

16 SW 0.04 0.00 0.25 0.02 0.54 0.03 0.21 549.60 0.28 112.95

17 SBLK 83.62 5.19 111.13 6.89 98.34 6.10 27.51 32.90 -12.80 -11.51

18 TBK 0.00 0.00 0.81 0.05 1.12 0.07 0.80 16856.31 0.31 38.71

19 TNT 19.73 1.22 50.98 3.16 49.99 3.10 31.26 158.45 -0.99 -1.94

Jumlah 1612.36 1612.36 1612.36

Ket: nilai luasan x 1000

Hasil klasifikasi citra landsat 7 ETM+ tahun 2000 menghasilkan 19 tipe penutupan

lahan. Meskipun tutupan HLKS masih dominan, tetapi luasnya banyak berkurang sekitar

98.33% menjadi 626 760.00 ha atau 38.87%. Pelabuhan air/udara (PAU) merupakan tipe

penutupan lahan dengan luasan yang paling kecil yaitu 130.00 ha atau 0.01%. Deforestasi dan

degradasi yang terjadi pada periode 1990-2000 berperan penting terhadap perubahan

cadangan karbon, deforestasi yang terjadi pada seluruh tipe hutan yang terjadi selama kurun

waktu 10 tahun sebesar 289 612.73 ha atau 28 961.27 ha/tahun (21.23%). Estimasi mengenai

luas areal deforestasi rata-rata tahunan di Indonesia sangat berbeda-beda, mulai dari yang

terendah seluas 263 000 ha/tahun (TAG 1991 dalam Sunderlin dan Ida 1997) sampai yang

tinggi seluas 2 400 000 ha/tahun (Hasanuddin 1996 dalam Sunderlin dan Ida 1997).

Page 6: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

6

Pada tahun 2013, tipe penutupan lahan HLKS masih dominan dengan luasan 486

500.00 ha atau 30.17%, dan terus mengalami penurunan, penurunan dari tahun 2000 ke 2013

tidak sebesar penurunan dari tahun 1990 ke 2000, penurunan di tahun 2013 terjadi sekitar

22.38%. Deforestasi secara keseluruhan pada tutupan lahan hutan selama kurun waktu 10

tahun pada periode 1990 ke 2000 seluas 262 078.43 ha atau 26 207.84 ha/tahun (24.31%).

Persentase deforestasi meningkat sebesar 2.08% dengan luasan yang lebih kecil. Secara

spasial distribusi tutupan lahan tahun 1990, 2000 dan 2013 disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Kondisi tutupan lahan hasil klasifikasi citra (a) tahun 1990, (b) tahun 2000 dan (c)

tahun 2013

Biomassa dan Cadangan Karbon Tersimpan di Berbagai Tipe Penutupan Lahan

Hasil pendugaan biomassa dan cadangan karbon tersimpan yang tersaji dalam Tabel 4

dibagi atas dua jenis data, yakni berdasarkan pengukuran langsung di lapang dan yang tidak

dilakukan pengukuran secara langsung. Khusus untuk tipe penutupan lahan yang tidak

dilakukan pengukuran secara langsung yaitu hutan mangrove primer, hutan mangrove

sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, pertanian lahan kering, dan sawah, data

yang digunakan merupakan data sekunder Badan Planalogi Kehutanan.

Berdasarkan hasil perhitungan, penutupan lahan Kabupaten Lamandau dan

Kotawaringin Barat memiliki kisaran rata-rata pendugaan biomassa tersimpan sebesar 4.71

Mg.ha-1

– 570.08 Mg.ha-1

dan kisaran rata-rata cadangan karbon sebesar 2.02 Mg.ha-1

285.04 Mg.ha-1

. Hutan lahan kering primer memiliki biomassa dan cadangan karbon

tersimpan tertinggi, yakni 287.05 Mg.ha-1

. Cadangan karbon pada hutan lahan kering primer

masih tergolong cukup baik, menurut Murdiyarso et al (1995) Hutan di Indonesia

diperkirakan mempunyai cadangan karbon berkisar antara 161-300 Mg.ha-1

. Sedangkan

padang rumput memiliki biomassa dan cadangan karbon tersimpan yang terendah

dibandingkan tipe penutupan lainnya.

(a) (b)

(c)

Page 7: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

7

Tabel 4 Rata-rata biomassa dan cadangan karbon tersimpan di berbagai tipe penutupan lahan

Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat

No Tipe penutupan lahan

Rata-rata biomassa

tersimpan (Mg.ha-1

)

Rata-rata cadangan

karbon (Mg.ha-1

)

1 Badan air 0.00 0.00

2 Hutan lahan kering primer 574.09 287.05

3 Hutan lahan kering sekunder 332.57 148.33

4 Hutan mangrove primer 340.00 170.00

5 Hutan mangrove sekunder 269.06 120.00

6 Hutan rawa primer 392.00 196.00

7 Hutan rawa sekunder 347.53 155.00

8 Hutan tanaman 69.36 30.52

9 Kebun campuran 226.18 99.52

10 Pelabuhan air/udara 0.00 0.00

11 Pemukiman 0.00 0.00

12 Perkebunan 144.26 63.47

13 Pertanian lahan kering 18.18 8.00

14 Rawa 0.00 0.00

15 Rumput 4.71 2.02

16 Sawah 11.21 5.00

17 Semak belukar 5.38 2.31

18 Tambak 0.00 0.00

19 Tanah terbuka 0.00 0.00

Penyerapan karbon paling tinggi terjadi pada perubahan tipe tutupan lahan tanah

terbuka menjadi hutan lahan kering primer dan sebaliknya untuk pelepasan karbon, yakni

sebesar 287.0 Mg.ha-1

, sedangkan pelepasan karbon terendah terjadi pada perubahan tipe

tutupan lahan pemukiman menjadi padang rumput, tambak, rawa atau tanah terbuka dan

sebaliknya untuk penyerapan karbon.

Hasil perhitungan rata-rata cadangan karbon yang telah diperoleh dapat diintegrasikan

kedalam peta tutupan lahan, sehingga diperoleh peta distribusi cadangan karbon (Gambar 4).

Gambar 4 Peta kerapatan cadangan karbon di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat

Perubahan Cadangan Karbon Tersimpan dalam Skala Lanskap

Cadangan karbon yang tersimpan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat

mengalami perubahan secara lanskap dalam periode 1990, 2000 dan 2013. Pendugaan

Page 8: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

8

perubahan cadangan karbon dapat dikorelasikan dengan peta perubahan tutupan lahan per-

periode waktu. Peta ini mengindikasikan bahwa secara keseluruhan terjadi penurunan

cadangan karbon antara tahun 1990 – 2000 dan tahun 2000 – 2013.

Penurunan cadangan karbon memberikan indikasi bahwa aktivitas peningkatan yang

dihasilkan oleh pertumbuhan hutan atau biomassa tidak lebih siknifikan dibandingkan

kehilangan karbon yang dikarenakan konversi hutan menjadi penggunaan lainnya. Selain itu,

juga merupakan indikasi telah terjadi pengurangan biomassa karbon dan kemungkinan lepas

sebagai emisi CO2 (Susan et al. 2013).

Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 1990 ke Tahun 2000

Dengan melakukan analisis overlay sederhana, selanjutnya dapat dibuat matrik transisi

yang menyatakan asal tutupan tahun 1990 dan tutupan yang ada pada tahun 2000 (from-to-

changes), matriks ini kemudian dapat menduga perubahan cadangan karbon per-periode

waktu.

Total kehilangan karbon terbesar terjadi pada tipe penutupan lahan hutan rawa sekunder

sebesar 18 528 900.00 Mg. Sebagaimana disajikan pada Tabel 5, terjadi penurunan karbon

dari tipe tutupan lahan berupa hutan rawa sekunder menjadi hutan tanaman, kebun campuran,

pemukiman, perkebunan, pertanian lahan kering, rawa, padang rumput, semak belukar,

tambak dan tanah terbuka, dengan nilai penurunan cadangan karbon secara beturut-turut

sebesar 71 800.00 Mg, 34 500 Mg, 571 800 Mg, 5 960 800 Mg, 2 709 600 Mg, 194 600 Mg,

40 600 Mg, 7 312 200 Mg, 3 800 Mg dan 1 629 100 Mg. Penurunan cadangan karbon hutan

rawa sekunder terbesar diakibatkan pengalihfungsian hutan rawa menjadi perkebunan sawit.

Wibowo (2009) menerangkan bahwa perluasan kebun sawit terjadi paling besar di 6

provinsi yaitu Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jambi dan

Kalimantan Tengah. Peningkatan cadangan karbon pada perkebunan sawit di Kabupaten

Lamandau dan Kotawaringin Barat merupakan hasil dari perubahan tutupan lahan yang

48.69% berasal dari kegiatan mengkonversi lahan hutan sejalan dengan yang dijelaskan dari

data Sawit Watch Saragih (2010), setiap tahun terjadi konversi hutan menjadi perkebunan

sawit sebesar 200-300 ribu ha per tahun. Pada waktu yang bersamaan ada juga penambahan

cadangan karbon dari tutupan lahan berupa semak belukar dan tanah terbuka menjadi hutan

rawa sekunder, cadangan karbon bertambah sebesar 412 900 Mg dan 23 900 Mg.

Peningkatan cadangan karbon tersimpan terdapat pada wilayah perkebunan, pertanian

lahan kering, kebun campuran, hutan tanaman, padang rumput, sawah, dan semak belukar.

Peningkatan cadangan karbon pada wilayah-wilayah tersebut memiliki jumlah total yang

tidak lebih besar dibandingkan kehilangan yang diakibatkan oleh deforestasi dan degradasi

pada tutupan lahan berupa hutan. Peningkatan cadangan karbon terbesar terjadi pada tutupan

lahan perkebunan yang berasal dari semak belukar, yakni sebesar 905 490 Mg. Total

perubahan cadangan karbon tersimpan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat

antara tahun 1990 sampai 2000 berkurang sebesar 41 991 200 Mg (Tabel 5). Menurut

Mirbach (2000) bahwa nilai 1 Mg karbon setara dengan penyerapan 3.667 Mg CO2. Nilai

kehilangan karbon antara tahun 1990 sampai 2000 setara dengan pelepasan CO2 sebesar 153

981 730.4 Mg.

Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 2000 ke Tahun 2013

Kehilangan cadangan karbon di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat antara

tahun 2000 sampai 2013 mengalami penurunan dibandingkan kehilangan antara tahun 1990

sampai 2013. Selama tahun 2000-2013 penurunan karbon paling signifikan terjadi di hutan

lahan kering sekunder yakni sebesar 17 999 600.00 Mg. Penurunan cadangan karbon ini

dikarenakan perubahan tutupan lahan dari hutan lahan kering sekunder menjadi beberapa

tutupan lahan lainnya, yakni hutan tanaman, perkebunan, pertanian lahan kering, sawah,

Page 9: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

9

semak belukar, tambak, dan tanah terbuka. Perubahan menjadi pertanian lahan kering

memiliki penurunan cadangan karbon tertinggi, yakni sebesar 5 918 500.00 Mg.

Peningkatan cadangan karbon terbesar terjadi pada tutupan lahan perkebunan dan hutan

tanaman, dengan masing-masing sebesar 12 769 540.00 Mg dan 1 135 210.o00Mg.

Peningkatan cadangan karbon ini didapat dari berbagai perubahan penutupan lahan yang salah

satunya merupakan hasil konversi hutan rawa sekunder. Secara keseluruhan total perubahan

cadangan karbon tersimpan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat antara tahun

2000 sampai 2013 mengalami penurunan sebesar 21 998 000.00 Mg (Tabel 6) atau setara

dengan pelepasan emisi CO2 sebesar 80 666 666.00 Mg.

Gambar 5 Sejarah kecenderungan perubahan cadangan karbon Kabupaten Lamandau dan

Kotawaringin Barat tahun 1990-2013

Kecenderungan penurunan cadangan karbon Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin

Barat tahun 1990-2000 lebih banyak dibandingkan tahun 2000-2013. Hal ini disebabkan

deforestasi yang terjadi antar selang waktu 2000-2013 mengalami penurunan sebesar 18.51%

dibandingkan 10 (sepuluh) tahun sebelumnya. Seiring dengan turunnya cadangan karbon pada

hutan lahan kering sekunder dan hutan rawa sekunder, peningkatan cadangan karbon paling

signifikan terjadi pada perkebunan sawit. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat

kecenderungan perubahan tutupan lahan dari tutupan berhutan menjadi perkebunan sawit.

Berdasarkan hasil review oleh Stern (2007) dalam BanLitbang Kehutanan dan ITTO

(2011), Deforestasi di Negara berkembang khususnya di negara tropic tercatat berkontribusi

terhadap sekitar 18% emisi global, emisi dari deforestasi dapat mencapai 40 Gt CO2 antara

2008-2012. Perhitungan selama tahun 1990-2013 rata-rata emisi karbon setiap tahun di

Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat adalah 11 732 428.36 Mg, hal ini berarti

penurunan cadangan karbon di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat berkontribusi

terhadap sekitar 0.12% emisi karbon negara tropik berkembang.

0

5000

10000

15000

20000

25000

1990 2000 2013

Kar

bo

n (t

on

)x10

000

Tahun

SBLK

SW

PR

PLK

PKBN

PMK

PAU

KC

HT

HRS

Page 10: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

10

Tabel 5 Matrik Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 1990 ke Tahun 2000 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat Tahun 1990

KODE

Tahun 2000 Jumlah %

AIR HLKP HLKS HMP HMS HRP HRS HT KC PAU PMK PKBN PLK RW PR SW SBLK TBK TNT

AIR - - -

- -

- -

-

-

- -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

HLKP - -

(4785.4) -

-

- -

-

-

-

(107.4) -

(1188.3)

-

-

-

(61.1)

(0.4)

(4.1)

(6146.8)

14.6

HLKS - - - - -

- -

(328.3)

-

-

(887.4)

(973.9)

(12508.8) -

-

(26.8)

(2227.0)

(45.1)

(1246.5)

(18243.9)

43.4

HMP - - -

-

(64.8) -

-

-

-

- -

-

-

-

-

-

(0.1)

(2.1)

(0.6)

(67.5)

0.2

HMS - - -

- -

- -

-

-

-

(1.9)

(32.5) -

-

-

-

(190.3)

(48.5)

(3.9)

(277.1)

0.7

HRP - - -

- -

-

(230.1) -

-

- -

(10.0)

-

-

-

-

(1.1)

-

(3.2)

(244.4)

0.6

HRS - - -

- -

- -

(71.8)

(34.5)

-

(571.8)

(5960.8)

(2709.6)

(194.6)

(40.6) -

(7312.2)

(3.8)

(1629.1)

(18528.9)

44.1

HT - - -

- -

- -

-

-

- -

-

-

-

-

-

(4.4)

-

(0.3)

(4.7)

0.0

KC - -

- -

- -

-

-

- -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

PAU - - -

- -

- -

-

-

- -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

PMK - - -

- -

- -

-

-

- -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

PKBN - - -

- -

- -

-

-

- -

-

-

-

-

-

-

-

(13.6)

(13.6)

0.0

PLK - -

- -

- -

-

-

- -

(5.5)

41.0

-

-

-

-

(22.5)

-

(2.6)

10.5

(0.0)

RW - - -

- -

- -

-

-

- -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

PR - - -

- -

- -

-

-

- -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

SW - - -

- -

- -

-

-

- -

2.0

-

-

-

-

-

-

(0.0)

1.9

(0.0)

SBLK - - - - -

Page 11: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

11

Tahun

1990 KODE

Tahun 2000 Jumlah %

AIR HLKP HLKS HMP HMS HRP HRS HT KC PAU PMK PKBN PLK RW PR SW SBLK TBK TNT

106.8 - 412.9 7.9 28.2 (2.1) 905.5 22.3 (8.3) - - - (0.1) (36.1) 1437.0 (3.4)

TBK - - -

- -

- -

-

-

- -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

TNT - -

2.0 -

-

-

23.9

1.9

1.4 -

0.0

45.4

6.4

-

0.0

0.3

4.7

-

-

86.1

(0.2)

Jumlah - -

(4676.5) -

(64.8)

-

206.8

(390.4)

(4.9) -

(1576.1)

(5983.4)

(16378.2)

(202.9)

(40.6)

(26.5)

(9813.8)

(100.1)

(2939.9)

(41991.2)

100.0

- -

11.1 -

0.2 -

(0.5)

0.9

0.0 -

3.8

14.2

39.0

0.5

0.1

0.1

23.4

0.2

7.0

100.0

Keterangan : AIR = badan air HRS = hutan rawa sekunder PLK = pertanian lahan kering TNT = tanah terbuka

HLKP = hutan lahan kering primer HT = hutan tanaman RW = rawa ( ) = nilai – (negatif)

HLKS = hutan lahan kering sekunder KC = kebun campuran PR = rumput karbon : Mg.ha-1 x1000

HMP = hutan mangrove primer PAU = pelabuhan air/udara SW = sawah HMS = hutan mangrove sekunder PMK = pemukiman SBLK = semak belukar

HRP = hutan rawa primer PKBN = perkebunan TBK = tambak

Tabel 6 Matrik Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 2000 ke Tahun 2013 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat Tahun 2000

KODE

Tahun 2013 Jumlah %

AIR HLKP HLKS HMP HMS HRP HRS HT KC PAU PMK PKBN PLK RW PR SW SBLK TBK TNT

AIR -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

HLKP

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

(42.4)

(70.3)

(257.4)

-

-

-

(24.1)

-

(6.2)

(400.3)

1.8

HLKS -

-

-

-

-

-

-

(2309.1)

-

-

(1279.4)

(2736.0)

(5918.5)

-

-

(7.8)

(2792.1)

(4.9)

(2951.7)

(17999.6)

81.8

HMP -

-

-

-

(32.0)

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

(0.8)

(32.8)

0.1

HMS -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

(5.8)

-

-

-

-

(7.6)

(1.0)

(0.1)

(14.6)

0.1

HRP

-

-

-

-

-

-

(579.4)

(12.0)

-

-

(0.3)

(69.3)

(28.8)

-

-

-

(52.9)

-

(26.9)

(769.7)

3.5

Page 12: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

12

Tahun

2000 KODE

Tahun 2013 Jumlah %

AIR HLKP HLKS HMP HMS HRP HRS HT KC PAU PMK PKBN PLK RW PR SW SBLK TBK TNT

HRS -

-

-

-

-

-

-

(290.1)

(17.9)

-

(764.3)

(6784.5)

(300.5)

(167.3)

(34.0)

-

(4183.7)

(11.7)

(754.2)

(13308.3)

60.5

HT -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

(0.7)

-

-

-

-

-

(0.3)

-

(3.4)

(4.4)

0.0

KC

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

PAU -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

PMK -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

PKBN -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

(16.6)

-

-

-

-

-

(18.5)

-

(86.2)

(121.3)

0.6

PLK -

-

-

-

-

-

-

19.2

55.3

-

(81.2)

2164.4

-

-

(0.0)

(0.7)

(39.3)

(0.1)

(97.0)

2020.7

(9.2)

RW -

-

-

-

-

-

225.6

-

-

-

-

36.6

-

-

-

-

17.6

-

-

279.8

(1.3)

PR -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

SW -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0.4

-

-

-

-

-

-

-

0.4

(0.0)

SBLK -

-

211.0

-

7.2

-

3655.7

334.2

119.9

-

(5.5)

1790.3

37.1

(0.4)

(0.0)

0.0

-

(0.4)

(4.7)

6144.3

(27.9)

TBK -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

TNT -

-

15.9

-

4.1

-

305.2

80.5

66.7

-

1.5

1709.0

10.1

-

-

0.0

14.7

-

-

2207.8

(10.0)

Jumlah -

-

226.9

-

(20.7)

-

3607.2

(2177.4)

224.0

-

(2188.8)

(3965.3)

(6458.1)

(167.7)

(34.0)

(8.5)

(7086.3)

(18.2)

(3931.1)

(21998.0)

100.0

-

-

(1.0)

-

0.1

-

(16.4)

9.9

(1.0)

-

10.0

18.0

29.4

0.8

0.2

0.0

32.2

0.1

17.9

100.0

Keterangan : ( ) = nilai – (negatif)

karbon : Mg.ha-1 x1000

Page 13: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Total cadangan karbon pada tahun 1990 adalah sebesar 214 267 702.2 Mg sedangkan pada

tahun 2000 adalah sebesar 172 276 455.1 dan pada tahun 2013 sebesar 150 278 455.7

2. Total perubahan cadangan karbon pada periode 1990-2000 mengalami penurunan sebesar 41

991 200.00 Mg (19.60%) atau berkurang 4 199 200.00 (1.96%) setiap tahunnya, kehilangan

cadangan karbon ini setara dengan pelepasan CO2 ke udara sebesar 153 981 730.40 Mg atau

setiap 15 398 173.04 Mg tahunnya dan pada periode 2000-2013 mengalami penurunan

sebesar 21 998 000.00 Mg (12.77%) atau berkurang 2 199 800.00 Mg (1.28%) setiap

tahunnya, kehilangan cadangan karbon ini setara dengan pelepasan CO2 ke udara sebesar 80

666 666.00 Mg atau 8 066 666.60 Mg setiap tahunnya.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan di lokasi yang sama dengan mengkaji factor pendorong

deforestasi (Driving forces) untuk dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan.

DAFTAR PUSTAKA

[ANONIM]. 2010. Indonesia Energy Outlook 2010. Jakarta (ID): Pusat Data dan Informasi

Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM.

[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Bapan

Planologi Kehutanan, Kementrian Kehutanan.2008a. Pemantauan Sumber Daya Hutan.

Jakarta (ID): Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bakhtiar I, Santoso H, Hafild E, Novira R. editor. 2008. Perubahan Iklim, Hutan, dan REDD:

Peluang atau Tantangan?. Civil Society Organization Network on Forestry Governance and

Climate Change, The Partnership for Governance Reform. Bogor.

Gibbs, H.K., Brown, S., Niles, J.O. and Foley, J.A., 2007. Monitoring and Estimating Tropical

Forest Carbon Stocks:Making REDD a Reality.Environmental Research Letter. 2: 1–13

Hairiah K, Subekti R. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam Penggunaan

Lahan. Bogor (ID): World Agroforestry Centre – ICRAF.

Tim Badan Litbang Kehutanan, ITTO. 2011. Review tentang Illegal Logging sebagai Ancaman

terhadap Sumberdaya Hutan dan Implementasi Kegiatan Pengurangan Emisi dari

Deforestasi dan Defradasi (REDD) di Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan.

Page 14: Perubahan Cadangan Karbon Lamandau

14

Ketterings QM, Richard C, Meine VN, Yakub A, Cheryl AP. 2001. Reducing uncertainty in the

use of allometric biomass equations for predicting above-ground tree biomass in mixed

secondary forests. Forest Ecology and Management. 146 : 199-209. Murdiyarso, D. 2003. Protokol Kyoto, Implikasinya Bagi Negara Berkembang. Jakarta (ID): Penerbit

buku Kompas.

Saragih, J.G. 2010. Implementasi REDD dan Persoalan Kebun Sawit Di Indonesia. Sawit Watch

Official Web Site; http://www.sawitwatch.or.id Generated: 1September, 2014.

Sunderlin WD, Resosudarmi I. 1997. Laju dan Penyebab Deforestasi di Indonesia: Penelaahan

Kerancuan dan Penyelesaiannya. Occasional Paper. No. 9.

Sutaryo D. 2009. Perhitungan Biomassa : Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan

Perdagangan Karbon. Bogor (ID) : Wetlands International Indonesia Programme.

Von Mirbach. 2000. Carbon Budget Accounting at the Forest Management Unit Level: an

Overview of Issues and Methods. Ottawa. Canada’s Model Forest Program. Natural Resoruces

Canada.

Wibowo DH, Byron RN. 1999. Deforestation mechanisms: a survey. J Soc Econm.

26(1/2/3):455-474.