PERTUMBUHAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) … · sebaran pertumbuhan diameter normal dimana...
Transcript of PERTUMBUHAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) … · sebaran pertumbuhan diameter normal dimana...
1
PERTUMBUHAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.)
DALAM SISTEM TEBANG PILIH TANAM JALUR
DI AREAL IUPHHK-HA PT. SARPATIM,
KALIMANTAN TENGAH
RAHMAD PRASETIA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
2
PERTUMBUHAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.)
DALAM SISTEM TEBANG PILIH TANAM JALUR
DI AREAL IUPHHK-HA PT. SARPATIM,
KALIMANTAN TENGAH
RAHMAD PRASETIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
iii
RINGKASAN
RAHMAD PRASETIA. Pertumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.)
dalam Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Sarpatim
Kalimantan Tengah. Di bawah bimbingan PRIJANTO PAMOENGKAS
S. leprosula adalah spesies tanaman cepat tumbuh di Kalimantan dan
memiliki struktur pohon yang lurus dan silindris, sehingga jenis ini banyak
digunakan dalam produksi kayu lapis, mebel, dan konstruksi. Banyaknya
permintaan untuk produksi kayu meranti merah (S. leprosula Miq) tapi
populasinya yang terus menurun akibat penebangan. Penerapan sistem silvikultur
TPTJ dengan teknik silin pada areal hutan bekas tebangan maka kegiatan ini dapat
dikatakan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dan konservasi.
Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi produksi, maka keberhasilan
penanaman dalam jalur merupakan salah satu faktor penting untuk dievaluasi
pertumbuhanya atau produktivitas tanamanya. Secara umum pertumbuhan
diameter tanaman S. leprosula yang ditanam dalam jalur dengan sistem TPTJ di
PT. SARPATIM tanaman umur 1 dan 2 tahun memiliki sebaran pertumbuhan
diameter tidak normal, sedangakan tanaman berumur 3 dan 4 tahun memiliki
sebaran pertumbuhan diameter normal dimana jumlah (frekuensi) individu
(tanaman) banyak terdapat pada kelas yang mewakili nilai tengah (rata-rata) dari
diameter tegakan, serta menunjukkan kurva pertumbuhan diameterpada periode
juvenile. Pertumbuhan S. leprosula dalam jalur dari umur 1 tahun hingga umur 4
tahun mencapai riap rata-rata diameter (MAI) tertinggi pada umur tanam 1 tahun
yaitu sebesar 1.54 cm/tahun dan terendah pada umur tanam 3 tahun yaitu 1 cm/
tahun. Diameter terbesar terdapat pada umur tanam 4 tahun yaitu 10.5 cm (rata-
rata 5.23 cm).
Kata kunci: diameter, pertumbuhan, produksi hutan alam, sistem silvikultur TPTJ,
Shorea leprosula
iv
SUMMARY
RAHMAD PRASETIA. The Growth of Red Meranti (Shorea leprosula Miq.)
with Selective Cuttingand Line Planting in areas IUPHHK-HA PT. Sarpatim
Central Kalimantan. Supervised by PRIJANTO PAMOENGKAS
S. leprosula is a fast growing plant species in Borneo and has a tree
structure that is straight and cylindrical, so this type are widely used in the
production of plywood, furniture, and construction. Many of requests for
production of red meranti (S.leprosula Miq) but the population continues to
decline due to logging. Through the application of silvicultural techniques TPTJ
with Intensive silvicultural in logged-over forest areas, the activities can be
regarded as an effort to increase productivity and conservation. In an effort to
realize the sustainability of the production function, then the success of the
planting in the pathway is one important factor to be evaluated plant growth or
productivity. In general, growth diameter plants of S. leprosula grown in line with
TPTJ system in PT. SARPATIM plants 1 and 2 years of growth diameter
distribution of age have not normal, while the old plants 3 and 4 years had a
normal of distribution diametergrowth here the number (frequency) of individuals
(plants) found in many classes that represent the mean (average) of diameter
stand, and diametergrowth curvein thejuvenileperiod.Growth of S. leprosula on
track from age 1 to age 4 years to reach an average diameter increment (MAI) is
the highest at the age of 1 year is equal to planting 1.54 cm/year and the lowest
planted at the age of 3 years, which is 1 cm/year.. Largest diameter found in the
age of 4 years of planting 10.5 cm (mean 5.23 cm).
Keywords: diameter, growth, production of natural forest, TPTJ silvicultural
system, Shorea leprosula
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan Meranti
Merah (Shorea leprosula Miq.) dalam Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal
IUPHHK-HA PT. Sarpatim, Kalimantan Tengah adalah benar-benar hasil karya
saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi ataupun lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2012
Rahmad Prasetia
NRP E44070061
vi
Judul Skripsi : Pertumbuhan Meranti Merah (Shorea Leprosula Miq.) dalam
Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-
HA PT. Sarpatim, Kalimantan Tengah
Nama : Rahmad Prasetia
NIM : E44070061
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Dr Ir Prijanto Pamoengkas, M Sc F Trop
NIP 19631206 198903 1 004
Mengetahui:
Ketua Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan
Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
NIP 19601024 198403 1 009
Tanggal Lulus:
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pertumbuhan
Meranti Merah (Shorea leprosula Miq) dalam Sistem Tebang Pilih Tanam Jalurdi
Areal IUPHHK-HA PT. SARPATIM, Kalimantan Tengah. Karya ilmiah ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pertumbuhan diameter tanaman S. leprosula berumur 1-4 tahun
yang dibudidayakan pada lahan hutan produksi alam melalui sistem silvkultur
TPTJ.
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan nantinya dapat digunakan untuk
memberikan prediksi pertumbuhan selanjutnya serta hasil akhir sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan manajemen pengelolahan hutan secara lestari.
Dengan penuh kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr Ir Prijanto Pamoengkas, M Sc F Trop selaku dosen pembimbing
atas segala bantuan dan bimbingannya.
2. Kedua orang tua tercinta dan kedua orang tua asuh atas kasih sayang, nasihat,
dan doa yang tak pernah terputus, adikku Alba dan Satria, serta segenap
keluarga besar yang selalu memberikan dukungan.
3. Bapak Yana dan ibu Neneng selaku pemberi surat dari kantor pusat PT.
SARPATIM Jakarta yang telah memberikan rekomendasi izin tugas akhir di
area PT. SARPATIM, Kalimantan Tengah.
4. Silvikultur 44, yaitu Yuda, Eko, Budi, Ery, Andri, Puspitasari, Satriavi,
Dhinda, Lilik, Lilis, Dian, serta teman-teman angkatan 44 atas canda tawa dan
sarannya selama kuliah.
5. Teman satu bimbingan Febry dan Din atas saran dan dukungannya.
6. Seluruh akademika fahutan atas kekeluargaannya selama ini.
Penulis menyadari berbagai keterbatasan dalam penulisan ini, namun
demikian penulis berharap karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
memerlukannya.
Bogor, Oktober 2012
Rahmad Prasetia
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang Sumatra Barat tanggal 15 April 1989 sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Eflinaldi S.H dan Ratnawilis.Pada
tahun 2006 penulis lulus dari SMK Pertanian Kornita IPB dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru.
Penulis memilih Program Studi Silvikultur, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan
yaitu sebagai anggota Tree Grower Community (TGC) tahun 2008-2009. Penulis
juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di
BKSDA Sancang Timur dan TWA Gunung Papandayan, tahun 2009. Penulis
melaksanakan Praktek Pembinaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung
Walat (HPGW) Kabupaten Sukabumi tahun 2010. Penulis juga telah
melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKPdi Desa Marga Laksana, Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat. Pada tahun 2010, penulis mendapatkan dana dalam
rangka Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian tentang Zat Pengatur
Tumbuh (ZPT). Selama masa kuliah, penulis mendapat beasiswa dari Pemerintah
Daerah Pasaman Barat.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Program Studi Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis
melakukan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Pertumbuhan Meranti
Merah (Shorea leprosula Miq.) dalam Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal
IUPHHK-HA PT. Sarpatim, Kalimantan Tengah di bawah bimbingan Dr Ir
Prijanto Pamoengkas, M Sc F Trop.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................... 2
1.3 Manfaat ..................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3
2.1 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur ........................... 3
2.2 Shorea leprosula Miq ............................................................... 4
2.3 Pertumbuhan Tanaman ............................................................. 5
2.4Pertumbuhan dan Hasil Tegakan ............................................... 6
2.5 Tegakan dan Struktur Hutan ..................................................... 6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................... 8
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................... 8
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................... 8
3.3 Metode Pengumpulan Data ....................................................... 8
3.3.1 Pemilihan lokasi petak .................................................... 8
3.3.2 Pembuatan plot contoh .................................................... 8
3.3.3 Pengukuran diameter ....................................................... 9
3.4 Analisis Data ............................................................................. 9
3.4.1 Pembuatan tabel dan grafik histogram distribusi
frekuensi dengan kurva normal ....................................... 9
3.4.2 Pengujian normalitas data ............................................... 9
3.4.3 Perhitungan riap diameter ................................................ 10
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ................................. 11
4.1 Letak dan Luas ......................................................................... 11
4.2 Topografi dan Ketinggian Tempat ........................................... 11
4.3 Geologi dan Tanah ................................................................... 12
4.4 Iklim ......................................................................................... 12
x
4.5 Hidrologi .............................................................................................. 12
4.6 Kondisi Hutan .......................................................................... 13
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 14
5.1 Hasil Penelitian ......................................................................... 14
5.1.1 Pertumbuhan diameter Shorea leprosula Miq.umur
tanam 1‒4 tahun ............................................................. 14
5.1.2 Uji normalitas data .......................................................... 15
5.1.3 Distribusi frekuensi (sebaran) diameter ........................... 15
5.1.3.1 Umur 1 tahun ...................................................... 16
5.1.3.2 Umur 2 tahun ...................................................... 17
5.1.3.3 Umur 3 tahun. ...................................................... 17
5.1.3.4 Umur 4 tahun ...................................................... 18
5.2 Pembahasan .............................................................................. 19
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 24
6.1 Kesimpulan .............................................................................. 24
6.2 Saran ......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 25
LAMPIRAN ................................................................................................ 27
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Lokasi petak pengukuran tanaman di lapangan ..................................... 8
2 Distribusi kelas lereng areal IUPHHK PT. Sarpatim ............................. 12
3 Jenis tanah pada areal IUPHHK PT. Sarpatim....................................... 12
4 Pertumbuhan diameter S. leprosula umur tanam 1‒4 tahun .................. 14
5 Hasil uji normalitas data......................................................................... 15
6 Distribusi frekuensi diameter tanaman umur 1 tahun ............................ 16
7 Distribusi frekuensi diameter tanaman umur 2 tahun ............................ 17
8 Distribusi frekuensi diameter tanaman umur 3 tahun ............................ 18
9 Distribusi frekuensi diameter tanaman umur 4 tahun ............................ 19
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Skema pelaksanaam TPTJ...................................................................... 4
2 Kurva pertumbuhan (a) MAI dan CAI
(b) (Loetsch & Haller 1973; Avery & Burkhart 1994) .......................... 6
3 Kurva pertumbuhan hasil pengamatan S. leprosula
umur 1‒4 tahun ...................................................................................... 14
4 Grafik histogram sebaran diameter dan kurva normal
umur tanam 1 tahun ................................................................................ 16
5 Grafik histogram sebaran diameter dan kurva normal
umur tanam 2 tahun ................................................................................ 17
6 Grafik histogram sebaran diameter dan kurva normal
umur tanam 3 tahun ................................................................................ 18
7 Grafik histogram sebaran diameter dan kurva normal
umur tanam 4 tahun ................................................................................ 19
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta areal kerja PT. Sarpatim .............................................................. 28
2 Riap diameter S. leprosula umur 1 tahun ............................................. 29
3 Riap diameter S. leprosula umur 2 tahun ............................................. 30
4 Riap diameter S. leprosula umur 3 tahun ............................................. 31
5 Riap diameter S. leprosula umur 4 tahun ............................................. 31
6 Perhitungan distribusi frekuensi diameter umur 1 tahun ..................... 32
7 Perhitungan distribusi frekuensi diameter umur 2 tahun ...................... 33
8 Perhitungan distribusi frekuensi diameter umur 3 tahun ...................... 33
9 Perhitungan distribusi frekuensi diameter umur 4 tahun ...................... 34
10 Hasil uji normalitas data ....................................................................... 34
11 Hasil anova laju pertumbuhan (riap) diameter S. leprosula ................. 35
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan dapat diperoleh hasilnya baik berupa kayu maupun non kayu yang
dapat dilakukan dengan cara perizinan serta syarat dan ketentuan khusus, yaitu
dapat berupa IUPHHK-HA maupun IUPHHK-HT. Jaminan kelestarian produksi
hutan harus ditentukan cara dan saat penebangan (eksploitasi) serta permudaannya
berdasarkan sistem silvikultur yang sesuai dengan keadaan hutan baik dilihat dari
segi komposisi struktur dan keadaan ekologisnya.
Dalam pelaksanaannya sistem silvikultur dibagi menjadi empat yaitu
sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Pilih Tanam
Jalur (TPTJ), sistem silvikultur Tebang Rumpang (TR), dan Tebang Habis
Permudaa Buatan (THPB). Penerapan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur
(TPTJ) merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan hutan dengan memperhatikan
aspek kelestarian.
Dalam perancangannya, dengan teknik silvikultur intensif (silin)
mengharuskan adanya penanaman pada hutan pasca penebangan secara jalur,
dengan lebar antar jalur 20 m, didalamnya dibuat jalur tanam selebar 3 m dan
jalur antara yang merupakan tegakan alam selebar 17 m. Dalam prakteknya,
sistem silvikultur TPTJ belum pernah teruji sampai pada daur terakhir, oleh
karena itu perlu diadakan evaluasi terhadap keberlangsungan penerapan sistem
silvikultur TPTJ yang sedang berjalan saat ini, sehingga pada saat daur terakhir
dapat dinilai apakah dengan diterapkannya sistem silvikultur TPTJ dapat menjaga
kelestarian produktivitas hutan.
Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi produksi, maka keberhasilan
penanaman dalam jalur merupakan salah satu faktor penting untuk dievaluasi
pertumbuhanya atau produktivitas tanaman. Produktivitas tanaman dapat diukur
salah satunya adalah melalui pertumbuhan diameter, disamping karena mudah
pelaksanaannya juga memiliki keakuratan dan konsistensi cukup tinggi. Oleh
karena itu pertumbuhan diameter dapat digunakan untuk menjelaskan
produktivitas tanaman (pohon) (Pamoengkas 2006).
2
Meranti merah (Shorea leprosula Miq) merupakan jenis tanaman yang
cepat tumbuh di Kalimantan dan memiliki struktur batang pohon yang lurus dan
silindris sehingga jenis ini banyak digunakan dalam produksi kayu lapis, kayu
furniture, maupun kayu pertukangan. Begitu banyaknya permintaan untuk
produksi kayu meranti merah tetapi disisi lain jumlah populasinya terus
mengalami penurunan akibat penebangan. Melalui penerapan sistem silvikultur
TPTJ dengan teknik silin pada areal hutan bekas tebangan maka kegiatan ini dapat
dikatakan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dan konservasi.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan diameter tanaman
S. leprosula berumur 1 sampai dengan 4 tahun yang dibudidayakan pada areal
hutan produksi alam melalui sistem silvkultur TPTJ.
1.3 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah diketahuinya tren pertumbuhan berupa riap
diameter S. leprosula serta sebaran diameternya. Informasi pertumbuhan baik
sebaran diameter maupun laju pertumbuhannya (riap) diharapkan dapat digunakan
untuk memberikan prediksi pertumbuhan selanjutnya dan hasil akhir, sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan manajemen pengelolahan hutan secara
lestari.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)
Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur yang
digulirkan sebagai alternatif pembangunan hutan tanaman industri (HTI). HTI
menggunakan sistem tebang habis sementara TPTJ menyisakan hutan alam
diantara jalur-jalur tanam. Penerapan sistem silvikultur TPTJ dimaksudkan
sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas hutan dengan cara membangun
hutan tanaman yang produktif. Kegiatan pembinaan hutan dalam sistem TPTJ
meliputi pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan dan perlindungan yang
dilakukan secara berkesinambungan (Suparna & Purnomo 2004).
Selanjutnya Suparna dan Purnomo (2004) menyatakan bahwa melalui
penerapan sistem TPTJ ada beberapa hal penting yang dapat dicapai, antara lain:
1. Peningkatan produktivitas dalam pengertian bahwa dengan penurunan batas
diameter tebang ≥ 40 cm maka produksi kayu per hektar yang akan diperoleh
menjadi lebih besar. Melalui sistem TPTJ, areal bekas tebangan TPTI dapat
dibudidayakan tanpa harus menunggu selama 35 tahun dan untuk tebangan
berikutnya produksi kayu dapat diperoleh baik dari hasil tanaman dalam jalur
tanam maupun dari jalur antara.
2. Penurunan limit diameter tebangan menghasilkan ruang tumbuh yang
memungkinkan bagi penanaman jenis meranti di dalam jalur.
3. Melalui penanaman dalam jalur, kegiatan pemeriksaan tanaman di lapangan
akan lebih efisien, murah, dan mudah.
4. Meningkatnya penerapan tenaga kerja sekitar hutan melalui program
penanaman dan pemeliharaan yang dilakukan secara intensif.
5. Pengamanan areal hutan alam bekas tebangan dari perladangan berpindah dan
perambahan karena secara umum adat ada penghormatan terhadap areal yang
sudah ada kegiatan penanamannya.
6. Menggunakan bibit dari jenis terpilih sehingga produktivitasnya meningkat.\
7. Keanekaragaman hayati tetap terjaga dengan adanya jalur antara.
4
Sistem silvikultur TPTJ didefinisikan sebagai sistem silvikultur hutan alam
yang mengharuskan adanya penanaman pada hutan pasca penebangan secara
jalur, yaitu 20 m antar jalur dan jarak tanam 2.5 m dalam jalur serta jalur tanam
dibuat selebar 3 m yang merupakan jalur bebas naungan dan harus bersih dari
pohon-pohon yang menaungi dan pada jalur tanam tidak boleh dilewati alat berat,
kecuali pada pinggir jalur sebelum ada tanaman, sedangkan jalur antara selebar 17
m yang merupakan tegakan alam. Tanpa memperhatikan cukup tidaknya anakan
alam yang tersedia dalam tegakan tinggal, sebanyak 80 anakan/hektar harus
ditanam untuk menjamin kelestarian produksi pada rotasi berikutnya. Pada sistem
silvikultur TPTJ pohon-pohon yang ditebang adalah pohon-pohon komersil yang
berdiameter ≥ 40 cm ke atas (Suparna & Purnomo 2004).
Gambar 1 Skema pelaksanaan TPTJ PT. Sarpatim ( = titik tanaman, jarak tanaman
dalam jalur 2,5 m dan jarak antar jalur 20 m; a-b = jalur bersih dan bebas
naungan (jalur tanam) dengan lebar 3 m; c-d = jalur antara dengan lebar 17
m; e-f = jarak tanam 2,5 m)
2.2 Shorea leporsula Miq
S. leprosula adalah salah satu jenis asli Kalimantan yang dikenal dengan
nama meranti merah (Red meranti). Tanaman ini termasuk kedalam famili
Dipterocarpaceae yang bersinonim dengan Hopea maranti Miq., S. maranti
Burck, S. astrostricta Scort. Ex Foxw., S. leprosula memiliki berbagai nama lokal
diantara meranti tembaga (Indonesia), kontoi bayor, lempong, kumbang, abang,
awang, engkabang (Kalimantan), meranti, banio, ketuko, markuyungm sirantih
(Sumatera), kayu bapa, sehu (Maluku).
Tanaman ini menyebar secara alami mulai Semenanjung Thailand dan
Malaysia, Sumatera sampai Kalimantan Utara. Biasanya dijumpai di hutan
5
dipterokarpa dataran rendah dibawah 700 m menempati ruang terbuka di hutan
yang mengalami gangguan. Tumbuh pada berbagai jenis tanah tetapi tidak toleran
terhadap genangan. Curah hujan 1500‒3500 mm pertahun, dan musim kemarau
pendek perlu untuk pertumbuhan dan regenerasi. Jarang ditemukan di punggung
bukit, dari percobaan penanaman menunjukkan pertumbuhan di kaki bukit lebih
baik dibanding puncak bukit. Meranti merah merupakan tanaman yang cepat
pertumbuhannya sampai umur 20 tahun tetapi selanjutnya terkejar oleh meranti
lain.
S. lepsrosula dapat mencapai tinggi 60 m, bebas cabang 35 m, dan
diameter 1 m, serta memilikbanir menonjol tetapi tidak terlalu besar. Tajuk lebar,
berbentuk payung dengan ciri berwarna coklat kekuning-kuningan. Kulit
berwarna coklat keabu-abuan, alur dangkal, kayu gubal pucat, dan kayu teras
merah tua. Selain itu, bentuk daun lonjong sampai bulat telur, panjang 8‒14 cm,
lebar 3.5‒4.5 cm. Permukaan daun bagian bawah bersisik seperti krim, tangkai
utama urat daun dikelilingi domatia terutama pada pohon muda, sedang urat daun
tersier rapat seperti tangga. Bunga kecil dengan mahkota kuning pucat, helai
mahkota sempit dan melengkung ke dalam seperti tangan menggenggam, fruiting
calix dengan tiga sayap yang lebih panjang dan dua sayap lebih pendek.
Kayu S. leprosula mempunyai kerapatan 300‒865 kg/m3 pada kadar
kelembaban 15% (Soerianegara dan Lemmens 1994). S. leprosula termasuk kelas
awet III‒IV dan kelas kuat II‒IV, mudah dikerjakan, tidak mudah pecah atau
mengkerut. Kayunya terutama dipakai untuk vinir dan kayu lapis, di samping itu
dapat juga dipakai untuk bangunan perumahan dan dapat juga dipakai sebagai
kayu perkapalan, peti pengepak, peti mati, dan alat musik (Martawijaya et al.
1981).
2.3 Pertumbuhan Tanaman
Menurut Suharlan et al. (1997) dalam Arim (1995), pertumbuhan
merupakan pertambahan ukuran (dimensi) pohon atau tegakan sepanjang
umurnya, sedangkan riap adalah pertambahan ukuran (dimensi) pohon atau
tegakan dalam jangka waktu tertentu. Kedua istilah ini mempunyai hubungan
yang erat dengan faktor umur dan memegang peranan penting dalam penentuan
6
Umur Daur Optimal
Level
Peertumbuhan
Umur
MAI
CAI
(a) (b)
kebijaksanaan operasional di bidang kehutanan, terutama dalam hal
pemeliharaaan atau penjarangan, dan pemungutan hasil, khususnya bagi hutan
tanaman.
2.4 Perttumbuhan Tegakan dan Hasil Tegakan
Pertumbuhan tegakan dapat digambarkan dalam bentuk kurva
pertumbuhan. Kurva pertumbuhan adalah kurva yang menghubungkan antara
ukuran suatu organisme seperti volume, berat, diameter, atau tinggi dengan
umurnya. Bentuk kurva pertumbuhan organisme yang ideal akan menyerupai
huruf S atau berbentuk kurva sigmoid. Kurva ini menunjukkan akumulasi ukuran
pada setiap tingkat umur, sehingga kurva ini disebut sebagi kurva pertumbuhan
kumulatif (Gambar 2). Kurva ini dapat diturunkan untuk mengetahui laju
pertumbuhan atau dikenal dengan riap (Husch 1963). Selanjutnya Prodan (1968)
dalam Latifah (2004) membedakan riap ke dalam riap tahunan berjalan (Current
Annual Increament (CAI)) dan riap rata-rata tahunan (Mean Annual Increament,
(MAI)). CAI adalah riap dalam satu tahun berjalan sedangkan MAI adalah riap
rata-rata (per tahun) yang terjadi sampai periode waktu tertentu. Daur optimal
suatu tegakan diperoleh pada saat terjadi perpotongan antara kurva CAI dan MAI,
yaitu pada saat MAI mencapai titik maksimum.
Gambar 2 Kurva Pertumbuhan: (a) MAI dan CAI (b) (Loetsch & Haller 1973;
Avery & Burkhart 1994)
2.6 Tegakan dan Struktur Hutan
Berdasarkan komposisi kelas umurnya, tegakan diklasifikasikan menjadi
dua bagian yaitu tegakan seumur dan tidak seumur. Tegakan seumur merupakan
tegakan yang dibangun dalam waktu bersamaan pada luasan tertentu, kelas
Dimensi
Tegakan Dimensi
Tegakan
7
diameter pada tegakan seumur cenderung seragam dalam masa waktu penanaman
sehingga jumlah kelas diameter dapat dibedakan menurut jumlah tahun tanamnya.
Bentuk sebaran tegakan seumur akan menyerupai lonceng telungkup, yaitu
mendekati sebaran normal yang dapat miring ke arah diameter yang lebih kecil
untuk jenis toleran dan diameter yang besar untuk jenis intoleran.
Tegakan tidak seumur mempunyai paling sedikit tiga kelas umur yang
berbeda dan mempunyai kesenjangan dalam distribusi kelas umur. Jumlah pohon
yang tersebar dalam kelas diameter terkecil dan jumlahnya menurun seiring
dengan bertambahnya ukuran, sehingga hanya tersisa sedikit pohon-pohon yang
berdiameter besar. Pada tegakan tidak seumur, distribusi frekuensi jumlah pohon
menurut kelas diameter membentuk kurva J terbalik. Struktur tegakan hutan pada
hutan tanaman merupakan sebaran jumlah pohon per hektar pada berbagai kelas
umur. Bentuk sebaran ini akan menyerupai lonceng telungkup yaitu mendekati
sebaran normal (Daniel et al. 1987).
Diameter pohon merupakan salah satu dimensi pohon yang penting untuk
menentukan secara langsung volume pohon.Menurut Bruce et al.(2008)
menyatakan bahwa pola sebaran diameter pada hutan tanaman cenderung
menyebar normal atau sedikit menceng yaitu mayoritas jumlah pohon mengumpul
disekitar nilai tengah dan menurun pada diameter yang lebih besar dan lebih kecil.
8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Sarmiento Parakantja Timber
(Sarpatim), Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
April sampai dengan Mei 2011.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu pita ukur atau phi
band dan kaliper untuk mengukur diameter; kompas, patok, tali tambang 20 m,
dan cat merah untuk pembuatan batas-batas plot contoh; tally sheet; serta
seperangkat komputer yang dilengkapi dengan aplikasi Microsoft Excel 2010,
Minitab 16, dan SPSS 17 untuk pengolahan data. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini berupa tanaman meranti yang ditanam dengan sistem TPTJ yaitu S.
leprosula pada umur 1-4 tahun, penanaman di PT. SARPATIM.
3.3 Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Lokasi petak penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada areal petak ukur permanen(PUP) yang
menerapkan sistem silvikultur TPTJ. PUP terdiri dari berbagai umur tanaman
Petak-petak yang terpilih dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Lokasi petak pengukuran tanaman di lapangan
PUP Umur tanaman (tahun)
80 X 1
81 AG 2
82 AE 3
77 AD 4
3.3.2 Pembuatan plot contoh
Dari petak-petak tersebut (tiap umur tanam) dibuat masing-masing satu
buah plot contoh berukuran 100 m x 100 m (1 ha) yang terdiri dari 4 jalur tanam
dan berjarak rata-rata 20 m dari tepi jalan dengan pertimbangan plot tersebut tidak
terpotong jalan angkutan baik jalan utama maupun jalan sarad. Batas-batas plot
9
contoh ditandai dengan cat berwarna merah yang ditorehkan pada tetumbuhan
yang dilalui oleh garis batas.
3.3.3 Pengukuran diameter
Pengukuran diameter dilakukan pada tanaman jenis S. leprosula yang
terdapat dalam jalur yang berada dalam plot contoh. Metode yang digunakan
untuk mengukur diameter tanaman dalam jalur adalah transek jalur tanam.
Pengukuran diameter dilakukan dengan menggunakan phi band pada ketinggian ±
1,3 m (setinggi dada) di atas permukaan tanah untuk tingkat pohon, sedangkan
untuk tingkat dibawahnya diukur pada pangkal batang.
3.4 Analisis Data
Analisis data mengenai pertumbuhan tanaman S. leprosula dilakukan
dengan mengelompokkan data masing-masing umur menjadi beberapa kelas
diameter untuk mengetahui sebarannya (distribusi frekuensi) kemudian
melakukan uji normalitas data pada masing-masing umur tanaman. Selanjutnya,
dihitung riap rata-rata pertahun (mean annual increment/MAI) dan dianalisis
dengan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) untuk membandingkan
nilai tengah (rata-rata) dari parameter pertumbuhan (riap diameter) pada tiap-tiap
plot penelitian, yang dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%.
3.4.1 Pembuatan tabel dan grafik histogram distribusi frekuensi dengan kurva
normal.
Pembuatan tabel distribusi frekuensi dilakukan secara manual (terlampir)
dengan alat bantu microsoft excel. Pembuatan grafik (histogram) distribusi
frekuensi dilakukan dengan menggunakan software minitab 16.
3.4.2 Pengujian normalitas data
Model analisis yang digunakan adalah tes Kolmogorov-Smirnov dan
Shapiro-Wilk, dengan taraf signifikansi = 0.05. Normal tidaknya data dilihat dari
nilai signifikansi dari masing-masing tes tersebut. Jika signifikan (p < 0.05) maka
data tersebut tidak normal distribusinya, sedangkan jika tidak signifikan (p > 0.05)
maka data tersebut normal distribusinya. Analisis data uji normalitas dilakukan
dengan software SPSS 17.
10
𝐼𝑑𝑖 = 𝑑𝑖
𝑡𝑖 (cm/thn)
3.4.3 Perhitungan riap diameter
Perhitungan riap diameter ini didasarkan pada rumus riap diameter rata-
rata tahun berjalan (MAI), yaitu:
= riap diameter rata-rata tahunan dalam plot contoh ke-i (cm/th).
= rata–rata diameter tanaman dalam plot contoh ke-i(cm).
= umur tanaman dalam plot contoh ke-i ( th).
11
BAB IV
KONDISI UMUM
4.1 Letak dan Luas
Secara geografis, PT. Sarpatim terletak di 111o55’BT–112
o19’BT dan
1o12’LS–1
o56’LS yang termasuk kedalam kelompok hutan sungai Kalek sampai
dengan Sungai Nahiang. Secara administrasi pemerintahan, PT. Sarpatim terletak
pada provinsi Kalimantan Tengah yang mencakup 3 kabupaten antara lain
Kabupaten Kotawaringin Timur ± 61.800 ha (29%) yakni Kecamatan Mentaya
hulu, Antang Kalang, dan Bukit Santui; Kabupaten Seruyan ± 132.580 ha (61%)
yakni Kecamatan Seruyan Hulu dan Seruyan Tengah; dan Kabupaten Katingan
22.200 ha (10%) yakni Kecamatan Katingan Hulu.
Berdasarkan administrasi pemangkuan hutan, PT. Sarpatim masuk ke
dalam Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah, Dinas Kehutanan
Kabupaten Kotawaringin Timur (UPT Mentaya Hulu), Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Seruyan (SDK Seruyan Hulu dan SDK Seruyan Tengah),
dan Dinas Kehutanan Kabupaten Katingan. Berdasarkan batas areal, sebelah
utara PT. Sarpatim berbatasan dengan areal IUPHHK PT. Erna Juliawati dan PT.
Meranti Mustika; sebelah barat berbatasan dengan Sungai seruyan, areal IUPHHK
PT. Hutanido Lestari Jaya Utama, PT. Sentral Kalimantan Abadi, dan PT. Intrado
Jaya Intaga; sebelah timur berbatasan dengan areal IUPHHK PT. Kayu Tribuana
Rama dan PT. Berkat Cahaya Timber; dan sebelah selatan berbatasan dengan
areal HTI Trans PT. Kusuma Perkasa Wana.
4.2 Topografi dan Ketinggian Tempat
Keadaan topografi areal PT. Sarpatim pada umumnya datar dan
bergelombang dengan ketinggian berkisar antara 18 m sampai dengan 944 m dpl
dan keadaan lapangan tergolong kedalam tanah kering. Berdasarkan peta kelas
lereng propinsi Kalteng skala 1:250.000 dan peta lampiran keputusan
perpanjangan definitif IUPHHK PT. Sarpatim skala 1:100.000, kelas kelerengan
areal PT. Sarpatim terbagi menjadi 5 kelas lereng yakni pada Tabel 2.
12
Tabel 2 Distribusi kelas lereng areal IUPHHK PT. Sarpatim
No. Kelas Lereng Uraian Luas (ha)
1.
2.
3.
4.
5.
A (0% - 8%)
B (8% - 15%)
C (15% - 25%)
D (25% - 40%)
E (> 40%)
Datar
Landai
Agak curam
Curam
Sangat curam
109.728 (51%)
37.304 (17%)
31.747 (15%)
33.231 (15%)
4.570 (2%)
Jumlah 216.580 (100%)
4.3 Geologi dan Tanah
Bahan geologi di areal PT. Sarpatim menurut peta geologi lembar
Tumbang Manjul Kalimantan Tengah skala 1:250.000 PPPG 1986) terdiri dari
batuan terobosan andesit (Tma), batuan terobosan komplek granit mandahan
(kgm) dan formasi kuayan (RVK). Bahan mineral yang terkandung antara lain
emas, muskovit berbentuk lembaran agak lebar dan kecubung serta emas yang
dapat ditemukan di dalam pasir pada dasar sungai. Sebagian besar areal
didominasi oleh batuan terobosan komplek granit mandahan. Berdasarkan jenis
tanahnya didominasi oleh Dystropepts dan Tropudults.
Tabel 3 Jenis tanah pada areal IUPHHK PT. Sarpatim (Peta Tanah Indonesia
No. Jenis Tanah (USDA 1989 ; LPT 1983) Luas (ha) Persen (%)
1 Dystropepts (14) 132.114 61
2 Tropudults (28) 84.466 39
Jumlah 216.58 100
USDA= united states department of agriculture; LPT= lembaga penelitian tanah
4.4 Iklim
Berdasarkan data curah hujan tahun 2001-2008 yang diperoleh dari stasiun
pengamat curah hujan site camp Kulai (LBC),tipe iklim pada areal kerja PT.
Sarpatim termasuk kedalam tipe iklim A (Schmidt & Ferguson) dengan curah
hujan rata-rata per tahun yakni 3.804 mm dan hari hujan rata-rata 182 hari/tahun.
Curah hujan tinggi terjadi pada bulan Oktober sampai dengan bulan Januari dan
curah hujan rendah pada bulan Mei sampai dengan bulan September.
4.5 Hidrologi
Areal PT. Sarpatim terletak pada tiga daerah aliran sungai (DAS) utama,
yakni DAS Seruyan, DAS Mentaya, dan DAS Katingan. DAS Katingan yang
13
termasuk pada areal kerja yakni sub DAS Mahup yang terdiri dari Sungai Sebalai,
Sungai Maja, Sungai Tala, dan Sungai Karangan. DAS Mentaya yang termasuk
kedalam areal kerja yakni sub DAS Kuayan yang terdiri dari Sungai Batun dan
Sungai Kuayan Hulu; dan sub DAS Mentaya Hulu yang terdiri dari Sungai
Sangkuawah dan Sungai Mantike. DAS Seruyan adalah DAS utama sekaligus
sebagai perbatasan sebelah barat PT. Sarpatim. DAS Seruyan yang termasuk
kedalam areal kerja yakni sub DAS Kaleh; sub DAS Manahan yang terdiri Sungai
Ngawit, Sungai Ngawitbajuang, Sungai Ngawitbalawan; sub DAS Kulai; sub
DAS Tenkum; sub DAS Pangke; sub DAS Sunut; sub DAS Bahan yang terdiri
dari Sungai Kumpang, Sungai Kalut; sub Das Bai; dan sub DAS Ayawan. Pola
morfometri sungai dan DAS umumnya berpola lateral dan dendritik dengan arah
aliran dari utara ke selatan, mengalir sepanjang tahun dengan kecepatan arus
lambat sampai agak cepat.
4.6 Kondisi Hutan
Areal PT. Sarpatim termasuk kedalam tipe hutan tropika basah yang
didominasi olehdipterocarpaceae sepertiMeranti (Shorea sp.), keruing
(Dipterocarpus sp.), dan jenis-jenis lainnya. Selain itu, jenis kayu komersil non
dipterocarpaceae yang mendominasi terdiri dari kempas (Koompassia
malaccensis) dan sindur (Sindorasp.) serta terdapat juga jenis pohon langka yang
dilindungi seperti Tengkawang dan Ulin (Eusideroxylon zwageri). Berdasarkan
fungsi hutan terbagi menjadi dua kawasan yakni kawasan hutan produksi terbatas
(HPT) seluas 157.380 ha dan kawasan hutan produksi konservasi (HPK) seluas
59.200 ha.
14
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1 Pertumbuhan diameter S. leprosula Miq umur tanam 1‒4 tahun
Hasil pengamatan dan pengukuran pada 4 plot contoh yang memiliki luas
1 ha (100 m x 100 m) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Pertumbuhan diameter S. leprosula umur tanam 1‒4 tahun
Umur Diameter (cm)
Max Min Rata-rata
(cm)
Riap (MAI)
(cm/tahun) Simpangan baku
1 4.2 0.3 1.54 1.54 1.04
2 6.5 0.6 2.85 1.43 1.46
3 5.5 0.6 3.00 1.00 1.27
4 10.5 0.7 5.23 1.31 2.28
Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan diameter S. leprosula
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari umur tanam 1 tahun
hingga 4 tahun adalah 1.54, 2.85, 3, dan 5.23. Pertumbuhan riap diameter rata-rata
(MAI), terjadi fluktuasi MAI dari tahun ke tahun (Tabel 4) yaitu pada umur 1
tahun sampai umur 3 tahun adalah 1.54, 1.43, dan 1 cm/tahun mengalami
penurunan kemudian pada umur 4 tahun mengalami peningkatan yaitu 1.31 cm/
tahun.
Gambar 3 Kurva pertumbuhan diameter S. leprosula umur 1‒4 tahun
0
1
2
3
4
5
6
0 1 2 3 4 5
15
Pada kurva pertumbuhan diameter S. leprosula(Gambar 3) pada umur
tanam 1‒4 tahun, akan tampak kurva pertumbuhan diameter yang berbentuk
sigmoid. Hal ini menjelaskan bahwa pertumbuhan diameter tegakan S. leprosula
yang dikelola dengan sistem TPTJ sesuai dengan pertumbuhan organisme yang
ideal dimana kurva pertumbuhannya masih pada juvenile (Pamoengkas 2006)
5.1.2 Uji normalitas data
Uji normalitas data adalah melakukan perbandingan data hasil pengamatan
(data empirik) dengan data yang berdistribusi normal (data teoritik) yang
memiliki rata-rata dan standar deviasi yang sama dengan data empirik. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan statistik uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-
Wilk (taraf signifikasi (a) = 0,05) , dengan hipotesis sebagai berikut:
H0: Distribusi diameter empirik (hasil pengukuran) = Distribusi teoritik (normal)
H1: Distribusi diameter empirik (hasil pengukuran) ≠ Distribusi teoritik (normal)
Kaidah keputusan atau kriteria pengujian yaitu jika signifikan ( p≤ 0,05,
maka tolak H0 dan jika tidak signifikan (p> 0,05), maka terima H0.Hasil uji
normalitas data dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil uji normalitas data
Umur
tanaman p(K-S) p(S-W) Hasil uji
1 0.000 0.000 tolak H0 (p≤ 0.05)
2 0.016 0.009 tolak H0 (p≤ 0.05)
3 0.200 0.239 terima H0 (p> 0.05)
4 0.200 0.841 terima H0 (p> 0.05) P (K-S) = nilai signifikan Kolmogorov-Smirnov
P (S-W)= nilai signifikan Shapiro-Wilk
Tabel 5 menunjukkan bahwa ada 2 pengamatan yang tolak H0 dan 2
pengamatan yang terima H0. Pada kriteria uji H0, pengamatan umur tanaman 1
dan 2 tahun. mengalami penolakan H0, karena memiliki nilai signifikansi masing-
masing uji yang lebih kecil dari taraf signifikansi (0.05). Pada umur tanaman 3-4
tahun yaitu terima H0, karena memiliki nilai signifikansi masing-masing uji yang
lebih besar dari taraf signifikansi (0.05).
16
5.1.3 Distribusi frekuensi (sebaran) diameter
Penyajian data berupa distribusi frekuensi adalah dengan cara menyajikan
data dalam beberapa kelompok, seperti kelas diameter. Meski dari uji normalitas
data sudah diketahui bahwa data diameter hasil pengamatan memiliki sebaran
normal, pembuatan grafik histogram frekuensi tetap dibuat sehingga dapat
mempermudah pengamatan terhadap sebaran data. Berikut adalah distribusi
frekuensi diameter untuk masing-masing kelas umur.
5.1.3.1 Umur 1 tahun
Distribusi frekuensi diameter kelas umur 1 tahun disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Distribusi frekuensi diameter tanaman umur 1 tahun
Kelas diameter Selang kelas (cm)
Titik tengah Frekuensi batas atas batas bawah
1 0.3 0.8 0.55 24
2 0.9 1.4 1.15 19
3 1.5 2.0 1.75 8
4 2.1 2.6 2.35 10
5 2.7 3.2 2.95 8
6 3.3 3.8 3.55 5
7 3.9 4.4 4.15 1
25
20
15
10
5
0
diameter (cm)
Fre
ku
en
si
Mean 1.574
StDev 1.014
N 75
1
5
8
10
8
19
24
Gambar 4 Grafik histogram sebaran diameter dan kurva normal umur tanam 1 tahun
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebaran diameter terbesar terletak pada kelas
diameter 1 yaitu sebanyak 24 tanaman dengan titik tengah 0.55 cm. Uji normalitas
data dengan metode K-S dan S-W (Tabel 5) menunjukkan bahwa data ini
17
memiliki sebaran tidak normal, terlihat pada Gambar 4 bahwa sebaran diameter
banyak tersebar di bawah nilai tengah data yaitu 1.54 cm sebanyak 57% (Tabel 6)
yang menunjukkan bahwa bentuk kurva yang lebih condong ke kiri.
5.1.3.2 Umur 2 tahun
Distribusi frekuensi diameter kelas umur 2 tahun disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Distribusi frekuensi diameter tanaman umur 2 tahun
Kelas diameter Selang kelas (cm) Titik tengah Frekuensi
batas atas batas bawah
1 0.6 1.3 0.95 13
2 1.4 2.1 1.75 18
3 2.2 2.9 2.55 8
4 3.0 3.7 3.35 15
5 3.8 4.5 4.15 10
6 4.6 5.3 4.95 8
7 5.4 6.1 5.75 1
8 6.2 6.9 6.55 2
20
15
10
5
0diameter (cm)
Fre
ku
en
si
Mean 2.859
StDev 1.476
N 75
2
1
8
10
15
8
18
13
Gambar 5 Grafik histogram sebaran diameter dan kurva normal umur tanam 2 tahun
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebaran diameter terbesar terletak pada kelas
diameter 2 yaitu sebanyak 18 tanaman dengan titik tengah 1.75 cm. Uji normalitas
data dengan metode K-S dan S-W (Tabel 5) menunjukkan bahwa data ini
memiliki sebaran tidak normal, terlihat pada Gambar 5 bahwa sebaran diameter
banyak tersebar di atas nilai tengah data yaitu 2.85 cm (Tabel 7) sekitar 62%
tersebar diatas nilai tengah, bentuk kurva menunjukan lebih condong ke kiri.
18
5.1.3.3 Umur 3 tahun
Distribusi frekuensi diameter kelas umur 3 tahun disajikan pada Tabel.8.
Tabel 8 Distribusi frekuensi diameter tanaman umur 3 tahun
Kelas diameter Selang kelas (cm)
Titik tengah Frekuensi batas atas batas bawah
1 0.6 1.2 0.9 6
2 1.3 1.9 1.6 9
3 2.0 2.6 2.3 14
4 2.7 3.3 3.0 11
5 3.4 4.0 3.7 10
6 4.1 4.7 4.4 10
7 4.8 5.4 5.1 5
8 5.5 6.1 5.8 1
16
14
12
10
8
6
4
2
0diameter (cm)
Fre
ku
en
si
Mean 2.989
StDev 1.273
N 66
1
5
1010
11
14
9
6
Gambar 6 Grafik histogram sebaran diameter dan kurva normal umur tanam 3 tahun
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebaran diameter terbesar terletak pada kelas
diameter 3 yaitu sebanyak 14 tanaman dengan titik tengah 2.3 cm. Uji normalitas
data dengan metode K-S dan S-W (Tabel 5) menunjukkan bahwa data ini
memiliki sebaran normal, terlihat pada Gambar 6 bahwa sebaran diameter banyak
tersebar di sekitar nilai tengah data yaitu 3 cm (Tabel 8) yang menunjukan kurva
lebih condong sedikit ke kiri.
5.1.3.4 Umur 4 tahun
Distribusi frekuensi diameter kelas umur 4 tahun disajikan pada Tabel 9.
19
Tabel 9 Distribusi frekuensi diameter tanaman umur 4 tahun
Kelas diameter Selang kelas (cm)
Titik tengah Frekuensi batas atas batas bawah
1 0.70 2.23 1.47 5
2 2.35 3.85 3.10 6
3 3.95 5.45 4.70 16
4 5.55 7.05 6.30 10
5 7.15 8.65 7.90 6
6 8.75 10.25 9.50 2
7 10.35 11.85 11.10 01
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0diameter (cm)
Fre
ku
en
si
Mean 5.253
StDev 2.249
N 46
1
2
6
10
16
6
5
Gambar 7 Grafik histogram sebaran diameter dan kurva normal umur tanam 4 tahun
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebaran diameter terbesar terletak pada kelas
diameter 3 yaitu sebanyak 16 tanaman dengan titik tengah 4.70 cm. Uji normalitas
data dengan metode K-S dan S-W (Tabel 5) menunjukkan bahwa data ini
memiliki sebaran normal, terlihat pada Gambar 7 bahwa sebaran diameter banyak
tersebar di sekitar nilai tengah data yaitu 5.23 (Tabel 9) dengan tanaman
berdiameter besar (> nilai tengah) lebih banyak, bentuk kurva sedikit condong ke
kiri.
5.2 Pembahasan
Pertumbuhan tanaman S. leprosula hasil pengamatan pada tanaman umur
1-4 tahun yang dikelola dengan sistem silvikultur TPTJ menunjukkan tren
perkembangan diameter yang cepat diawal masa pertumbuhannya, yaitu dengan
rata-rata riap sebesar 1.32 cm/tahun (riap=1,19–1,4 cm/tahun) dalam klasifikasi
kecepatan tumbuh oleh Meijer dalam Mindawati dan Tiryana (2002). Kurva
pertumbuhan rata-rata diameter (Gambar 3) S. leprosula yang berumur 1 sampai
20
dengan 4 tahun masih dalam periode juvenile yang dicirikan oleh pertumbuhan
riap yang pesat (Pamoengkas 2006).
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa tanaman meranti merah yang ditanam
dengan sistem TPTJ menunjukkan perkembangan yang bisa dikatakan pesat.
Rata-rata diameter tanaman S. leprosula yang berumur 4 tahun sudah mencapai
5.23 cm, sedangkan riap (MAI) sekitar 1.32 cm/tahun, dengan pohon terbesar
mencapai 10.5 cm (MAI=2.63 cm/ tahun). Hasil ini melebihi pertumbuhan S.
leprosula di Jasinga hasil penelitian Arim (1995), yaitu S. leprosula umur 11
tahun baru mencapai diameter 21.9 cm dengan MAI 1.99 cm/tahun (rata-rata
diameter=15.05 cm, rata-rata MAI=1.38). Hal ini karena selain adanya perbedaan
lingkungan, juga diduga karena ada perbedaan perlakuan silvikultur yang
diterapkan.
Hasil penelitian pertumbuhan kumulatif diameter S. leprosula umur 1
sampai 4 tahun bila dibandingkan dengan hasil penelitian Pamoengkas (2006)
yang meneliti pertumbuhan diameter S. leprosula umur tanam 1 sampai 4 tahun,
maka akan tampak bentuk kurva pertumbuhan yang mendekati bentuk kurva S
(Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan meranti merah dalam jalur
termasuk ideal seperti pertumbuhan organisme pada umumnya.
Pertumbuban riap diameter tanaman umur 1 hingga 4 tahun (Tabel 4)
menunjukkan bahwa riap diameter pada umur tanam 1 tahun adalah yang terkecil
dibandingkan dengan yang lain. Hal ini diduga karena daya adaptasi
(adaptability) tanaman yang kurang terhadap lingkungannya. Pada pernyataan di
atas, jenis meranti merah masih membutuhkan perlakuan silvikultur yang
intensif, seperti pemeliharaan tanaman berupa pembebasan vertikal hingga
berumur 3 tahun.
Walaupun berubah-ubah, tren pertumbuhan (riap) dari umur tanam 1
hingga 4 tahun tidak berbeda nyata atau cukup stabil dengan rata-rata 1.4 cm/
tahun, hanya tanaman berumur 3 tahun yang memiliki riap dibawah rata-rata
tersebut yaitu sebesar 1 cm/tahun. Bila tren ini tidak mengalami perubahan drastis
maka pada umur tanam 20 tahun, diameter S. leprosula yang ditanam dengan
sistem TPTJ ini sudah bisa mencapai limit diameter (40 cm up) dan layak tebang.
Hal ini berarti bahwa sistem silvikultur TPTJ tidak hanya memberi kelestarian
21
produksi, namun juga mempercepat daur produksi sehingga dapat menambah
pendapatan perusahaan dalam jangka waktu yang lebih singkat.
Hasil penelitian yang disajikan dalam Tabel 4 menunjukkan bahwa angka
standar deviasi yang semakin besar seiring bertambahnya umur tanam. Simpangan
baku (standar deviasi) merupakan ukuran penyebaran data yang berupa akar dari
rata-rata jarak kuadrat semua titik pengamatan terhadap nilai tengah gugus data
tersebut (rata-rata). Simpangan baku ini memperlihatkan besar kecilnya
keragaman diantara pengamatan-pengamatan dalam suatu gugus data.
Berdasarkan nilai simpangan baku (σ) tersebut dapat diketahui pertumbuhan
diameter tanaman meranti yang memiliki tingkat keragaman tinggi yaitu saat
umur tanaman 3 tahun dan tingkat keragaman yang paling rendah atau hampir
seragam (sama) yaitu saat umur tanaman 1 tahun. Lebih jauh dapat diungkapkan
bahwa nilai keragaman semakin besar seiring dengan bertambahnya umur.
Tanaman-tanaman yang terdapat dalam jalur tanam dapat dikategorikan
sebagai tegakan seumur karena ditanam pada waktu yang bersamaan, serta
dicirikan oleh tajuk pohon yang tampak seragam (satu strata). Untuk sebaran
ukuran parameter pertumbuhannya, jumlah (frekuensi) terbesar pohon berada
pada kelas diameter yang diwakili oleh rata-rata diameter tegakan hutan,
sedangkan kelas diameter di atas atau di bawah rata-rata diameter tegakan hutan
memiliki jumlah pohon yang lebih sedikit (Daniel et al. 1987). Bila
divisualisasikan dalam bentuk grafik histogram, maka bentuk distribusi kelas
diameternya sesuai dengan bentuk kurva sebaran normal yaitu berupa lonceng
telungkup. Bisa disederhanakan bahwa bila data acak yang terkumpul lulus uji
normalitas, maka data tersebut memiliki sebaran normal yang berarti sebaran
diameter dari tegakan tersebut memenuhi ciri-ciri dari tegakan seumur.
Hasil uji normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk
(Tabel 5) menunjukkan bahwa tanaman berumur 1 dan 2 tahun memiliki data
sebaran diameter tidak normal, sedangkan umur tanam 3 dan 4 tahun memiliki
data sebaran diameter normal. Data ini dapat dikatakan bahwa pertumbuhan
tanaman-tanaman umur tanam 1 dan 2 tahun dalam jalur tersebut termasuk tidak
baik, sedangkan pertumbuhan tanaman-tanaman umur tanam 3 dan 4 tahun dalam
22
jalur tersebut termasuk baik karena sesuai dengan ciri-ciri tegakan seumur seperti
diuraikan pada paragraf sebelumnya.
Pertumbuhan tanaman S. leprosula umur tanam 1 tahun dengan selang
kelas 0.3 sampai dengan 4.4 dan pada umur tanam 2 tahun dengan selang kelas
0.6 sampai dengan 6.9 termasuk tidak baik. Dengan kata lain adaptasi tanaman
terhadap lingkungan sangat rendah, ini diduga lebar jalur yang terlalu sempit
sehingga terjadi persaingan antar individu untuk tetap bertahan hidup dalam
memperoleh air, unsur hara, dan cahaya sesuai kebutuhan masing-masing
individu. Persaingan antar tanaman dalam jalur tanam cukup kuat sehingga yang
terjadi adalah jumlah tanaman berdiameter kecil cukup banyak yang diindikasikan
dengan grafik agak condong ke sebelah kiri. Kaitannya dengan perlakuan
silvikultur seperti pembebasan horizontal/vertikal untuk memberikan ruang
tumbuh yang lebih leluasa perlu dilakukan, agar intensitas cahaya matahari dapat
maksimal terhadap pertumbuhan tanaman (Pamengkas 2010), karena intensitas
cahaya matahari yang ideal untuk pertumbuhan dipterocarp sebesar lima puluh
persen (Catinot 1996). Kontrol cahaya dan pemilihan jenis merupakan kunci
penanaman jenis dipterokarpa (Pamoengkas 2010).
Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeliharaan yang lebih intensif terutama
pada plot contoh umur tanam 1 dan 2 tahun.Pemeliharaa silvikultur yang perlu
dilakukan seperti pelebaran jalur tanam serta pemeliharaan berupa pembebasan
baik vertikal maupun horisontal karena akan membantu mengurangi persaingan
terhadap kebutuhan cahaya antara tanaman dalam jalur dengan tanaman gulma
dalam jalur atau dengan tanaman yang terdapat dalam jalur antara.
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Pamoengkas (2010) pada jalur
yang sama dari umur tanam 1-4 tahun memiliki data sebaran diameter tidak
normal. Setelah dilakukan evaluasi pertumbuhan sebaran diameter pada tahun
2011, ternyata mengalami peningkatan terutama pada umur tanam 3 dan 4 tahun
yang mencirikan sebaran normal yaitu frekuensi terbanyak terdapat pada sekitar
nilai tengah (rata-rata) tegakan dan menurun pada diameter yang lebih besar dan
lebih kecil sehingga terlihat seperti lonceng terbalik. Kondisi ini sesuai dengan
pernyataan Daniel et al. (1987) dalam Prayogi dan Pamoengkas (2011) bahwa
23
tegakan seumur memiliki jumlah (frekuensi) seperti ciri yang telah disebutkan
sebelumnya.
Menurut Pamoengkas (2006), kegiatan pemeliharan dalam sistem TPTJ
seperti pemangkasan tanaman meranti dan penebasan tanaman di pinggir jalur
tanam yang dilakukan secara intensif terus-menerus akan menyebabkan adanya
penambahan bahan organik yang berasal dari residu tanaman secara terus menerus
sehingga terjadi peningkatan akumulasi bahan organik pada areal TPTJ dan
kondisi ini turut membantu proses perbaikan atau pemulihan bahan organik tanah.
Selain itu melalui tindakan pembebasan terhadap tanaman lain yang menaungi S.
leprosula akan meningkatkan masuknya cahaya yang sangat penting bagi
pertumbuhannya
Hasil evaluasi yang dilakukan pada tahun 2011 yaitu pada umur tanam
satu tahun hingga empat tahun, pertumbuhan S. leprosula telah mengalami
peningkatan, seperti pertumbuhan rata-rata riap diameter, capaian tertinggi
diameter pohon, dan penyebaran frekuensi diameter, meskipun pada umur tanam
1 dan 2 tahun pertumbuhan frekuensi diameternya masih belum dapat dikatakan
normal. Walaupun demikian perlakuan silvikultur secara intensif, seperti
dilakukannya pemeliharaan tanaman berupa pembebasan vertikal maupun
horizontal setiap tahun hingga berumur 3 tahun harus terus dilakukan
(Pamoengkas dan Prayogi 2011)
Seperti hasil penelitian Wati (2008), bahwa penelitian terhadap satu faktor
lingkungan seperti perbedaan kelas kelerengan tidak menyebabkan perbedaan
yang berarti terhadap pertumbuhan (tinggi dan diameter) pada S. leprosula.
Dugaan perbedaan diameter disebabkan oleh pengaruh simultan dengan beberapa
faktor yang mempengaruhi unsur pertumbuhan, seperti cahaya, lereng dan hara.
24
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara umum pertumbuhan
diameter tanaman S. leprosula yang ditanam dalam jalur dengan sistem TPTJ di
PT. SARPATIM, tanaman umur 1 dan 2 tahun memiliki sebaran pertumbuhan
diameter tidak normal, sedangakan tanaman berumur 3 dan 4 tahun memiliki
sebaran pertumbuhan diameter normal, dimana jumlah (frekuensi) individu
(tanaman) banyak terdapat pada kelas yang mewakili nilai tengah (rata-rata) dari
diameter tegakan, serta menunjukkan kurva pertumbuhan diameter pada periode
juvenile.Pertumbuhan S. leprosula dalam jalur hingga umur 4 tahun mencapai riap
rata-rata diameter (MAI) tertinggi pada umur tanam 1 tahun yaitu sebesar 1.54
cm/tahun dan terendah pada umur tanam 3 tahun yaitu 1 cm/tahun. Diameter
terbesar terdapat pada umur tanam 4 tahun yaitu 10.5 cm (rata-rata 5.23 cm).
6.2 Saran
1. Pemeliharaan tanaman secara intensif berupa penebasan vertikal dan
horizontal sebaiknya masih dilanjutkan hingga tanaman berumur 3 tahun.
2. Penelitian lanjutan mengenai keragaman genetik S. leprosula dalam jalur perlu
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruhnya terhadap pertumbuhan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Appanah S, Weinland G. 1993. Planting Quality Timber Trees In Peninsular
Malaysia. Malaysia: Forest Research Institute Malaysia.
Arim HD. 1995. Studi pertumbuhan tanaman meranti (Shorea spp.) di BKPH
Jasinga KPH Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan.Institut Pertanian
Bogor.
Avery TE, Burkhart HE. 1994. Forest Measurements. New York: Mc. Graw-Hill
Inc.
Bruce EB, Mingliang W,Dehai Z. 2008. Problems of scaling plantation plot
diameter distributions to stand level. JForest Science 54:349-353.
Bruenig EF. 1996. Conservation and Management of Tropical Rainforests: An
integrated approach to sustainability. Willingford: CAB International.
Catinot. 1996. Sustainable management of dipterocarp forest. Di dalam: Widelt,
editor. Dipterocarp Forest Ecosystems. New York: University Gottingen
Busgenweg. hlm 249-274.
Daniel TW, Helms JA, Baker FS. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Djoko
Marsono, penerjemah; Oemi HS, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: Principles of Silviculture.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Pedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Jakarta: Departemen Kehutanan.
Husch B. 1963. Forest Mensuration and Statistic. New York: The Ronald Press
Company.
Indrawan A. 2003. Model sistem pengelolaan hutan alam setelah penebangan
dengan sistem tebang pilih tanam indonesia (TPTI). J Manajemen Hutan
Tropika9(2):19-33.
Joker D.2002.Informasi Singkat Benih:Shorea leprosula Miq.Jakarta: Direktorat
Perbenihan Tanaman Kehutanan.
Lambers H, Chapin III FS, Pons HL. 1998. Plant Physiological Ecology. New
York: Springer-Verlag.
Latifah S. 2004. Tinjauan konseptual model pertumbuhan dan hasil tegakan hutan.
[terhubung berkala].
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/43&rct.pdf. [17 Juli 2012].
Lemmens RHMJ, Soerianegara I. 2002. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 5(1):
Pohon penghasil kayu perdagangan yang utama. Jakarta: PROSEA, Balai
Pustaka. Hlm 415-438.
26
Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981.Atlas Kayu Indonesia
Jilid 1. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan.
Mindawati N, Tiryana T. 2002. Pertumbuhan jenis pohon Khaya anthotheca di
Jawa Barat. Buletin Penelitian Hutan 632:47-58.
Pamoengkas P. 2006. Kajian aspek vegetasi dan kualitas tanah sistem silvikultur
tebang pilih tanam jalur (studi kasus di areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma,
Kalimantan Tengah)[disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
__________. 2010. Analisis pertumbuhan tanaman dalam sistem silvikultur
tebang pilih tanam jalur (TPTJ) di areal IUPHHK PT. Sarpatim, Kalimantan
Tengah. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institus Pertanian Bogor.
Prayogi J,Pamoengkas P.2011. Pertumbuhan meranti merah (Shorea leprosula
Miq) dalam sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (studi kasus di areal
IUPHHK-HA PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah). J Silvikultur
Tropika2(1):9-13.
__________. 2011. Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Tahun 2011. Kotawaringin
Timur dan Seruyan: PT. Sarpatim.
Sitompul MS, Guritno B.1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.
Yogyakarta:UGM Press.
Soerianegara I, Lemmens RHMJ, editor. 1994. PROSEA 5(1): Timber Trees:
Major Commercial Timbers. Bogor: Yayasan PROSEA Indonesia
Suhendang E. 1990. Hubungan antara dimensi tegakan hutan tanaman dengan
faktor tempat tumbuh dan tindakan silvikultur pada hutan tanaman Pinus
merkusii Jungh di pulau Jawa [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Suparna N, Purnomo S. 2004. Pengalaman Membangun Hutan Tanaman Meranti
di PT. Sari bumi Kusuma, Kalimantan Tengah. Jakarta: PT. Alas kusuma.
Sutarno H, Riswan S. 1997. Seri Pengembangan Prosea 5 (2).3 Latihan
Mengenal Pohon Hutan : Kunci Identifikasi dan Fakta Jenis. Bogor: Yayasan
Prosea Indonesia.
Wati NH. 2008. Pertumbuhan Shorea leprosula Miq dan Shorea parvifolia Dyer
dalam sistem silvikultur TPTI intensif (studi kasus di areal IUPHHK PT. Sari
Bumi Kusuma Unit Sungai Seruyan Kalimantan Tengah) [skripsi]. Bogor:
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
27
LAMPIRAN
28
Lampiran 1 Peta areal kerja PT. Sarpatim
29
Lampiran 2 Riap diameter S. leprosula umur tanam 1 tahun (RKT 2009)
No. No.
Jalur
Diameter
(cm)
Riap
(MAI) No.
No.
Jalur
Diameter
(cm)
Riap
(MAI)
1 16 1.1 1.10 39 20 0.5 0.50
2 16 0.3 0.30 40 20 0.9 0.90
3 16 0.4 0.40 41 20 1.0 1.00
4 16 0.6 0.60 42 20 1.1 1.10
5 16 0.3 0.30 43 20 0.7 0.70
6 16 0.4 0.40 44 20 1.0 1.00
7 16 0.3 0.30 45 20 1.1 1.10
8 16 0.5 0.50 46 20 1.0 1.00
9 16 0.7 0.70 47 20 2.3 2.30
10 16 0.5 0.50 48 20 3.0 3.00
11 16 1.0 1.00 49 20 2.5 2.50
12 16 1.0 1.00 50 20 3.2 3.20
13 16 0.6 0.60 51 20 3.0 3.00
14 16 1.0 1.00 52 20 3.4 3.40
15 16 1.3 1.30 53 20 4.2 4.20
16 16 0.6 0.60 54 20 0.6 0.60
17 16 0.5 0.50 55 20 2.0 2.00
18 16 1.0 1.00 56 20 2.8 2.80
19 16 0.5 0.50 57 20 2.2 2.20
20 16 0.5 0.50 58 20 1.8 1.80
21 16 0.5 0.50 59 20 2.9 2.90
22 16 0.5 0.50 60 20 2.4 2.40
23 16 0.5 0.50 61 20 2.3 2.30
24 16 0.7 0.70 62 20 3.4 3.40
25 16 2.0 2.00 63 20 0.4 0.40
26 16 1.0 1.00 64 20 2.0 2.00
27 16 2.0 2.00 65 20 3.0 3.00
28 16 3.3 3.30 66 20 0.5 0.50
29 16 1.4 1.40 67 20 2.0 2.00
30 16 1.0 1.00 68 20 3.3 3.30
31 16 1.0 1.00 69 20 3.5 3.50
32 16 3.0 3.00 70 20 2.3 2.30
33 16 2.8 2.80 71 20 0.7 0.70
34 16 2.3 2.30 72 20 2.5 2.50
35 16 2.0 2.00 73 20 0.4 0.40
36 16 2.2 2.20 74 20 2.0 2.00
37 20 1.0 1.00 75 20 2.4 2.40
38 20 0.9 0.90 Rata-rata 1.50 1.54
30
Lampiran 3 Riap diameter S. leprosula umur tanam 2 tahun (RKT 2009)
No. No.
Jalur
Diameter
(cm)
Riap
(MAI) No.
No.
Jalur
Diameter
(cm)
Riap
(MAI)
1 6 2.1 1.05 39 10 6.4 3.20
2 6 1.4 0.70 40 10 4.6 2.30
3 6 3.5 1.75 41 10 5.3 2.65
4 6 3.4 1.70 42 10 4.2 2.10
5 6 3.4 1.70 43 10 3.4 1.70
6 6 3.3 1.65 44 10 1.3 0.65
7 6 1.4 0.70 45 10 4.0 2.00
8 6 1.6 0.80 46 10 0.7 0.35
9 6 2.0 1.00 47 10 3.5 1.75
10 6 2.0 1.00 48 10 2.3 1.15
11 6 1.4 0.70 49 10 2.3 1.15
12 6 1.6 0.80 50 10 1.2 0.60
13 6 2.5 1.25 51 10 1.4 0.70
14 6 2.2 1.10 52 10 0.9 0.45
15 6 3.9 1.95 53 10 1.8 0.90
16 6 1.1 0.55 54 10 2.4 1.20
17 6 1.6 0.80 55 10 3.3 1.65
18 6 0.8 0.40 56 10 3.1 1.55
19 6 3.8 1.90 57 10 3.9 1.95
20 6 2.1 1.05 58 10 1.2 0.60
21 6 1.2 0.60 59 10 3.1 1.55
22 6 1.3 0.65 60 10 3.5 1.75
23 6 1.1 0.55 61 10 1.8 0.90
24 6 0.7 0.35 62 10 2.9 1.45
25 6 1.7 0.85 63 10 5.0 2.50
26 6 2.0 1.00 64 10 4.6 2.30
27 6 2.3 1.15 65 10 2.6 1.30
28 6 2.1 1.05 66 10 5.8 2.90
29 6 1.7 0.85 67 10 6.5 3.25
30 6 0.6 0.30 68 10 4.5 2.25
31 6 3.4 1.70 69 10 4.9 2.45
32 6 3.3 1.65 70 10 4.9 2.45
33 6 1.9 0.95 71 10 4.7 2.35
34 6 3.7 1.85 72 10 4.3 2.15
35 6 1.2 0.60 73 10 4.5 2.25
36 6 4.0 2.00 74 10 3.4 1.70
37 6 3.6 1.80 75 10 4.1 2.05
38 10 4.9 2.45 Rata-rata 2.8 1.42
31
Lampiran 4 Riap diameter S. leprosula umur tanam 3 tahun (RKT 2008)
No. No.
Jalur
Diameter
(cm)
Riap
(MAI) No.
No.
Jalur
Diameter
(cm)
Riap
(MAI)
1 21 2.1 0.70 35 32 1.5 0.50
2 21 2.2 0.73 36 32 0.7 0.23
3 21 1.7 0.57 37 32 2.3 0.77
4 21 3.8 1.27 38 32 2.6 0.87
5 21 2.5 0.83 39 32 1.6 0.53
6 21 3.0 1.00 40 32 1.8 0.60
7 21 4.2 1.40 41 32 2.3 0.77
8 21 2.5 0.83 42 32 1.2 0.40
9 21 3.2 1.07 43 32 0.6 0.20
10 21 3.0 1.00 44 32 1.1 0.37
11 21 3.9 1.30 45 32 1.3 0.43
12 21 4.2 1.40 46 32 2.8 0.93
13 21 0.8 0.27 47 32 2.5 0.83
14 21 3.5 1.17 48 32 2.1 0.70
15 21 2.5 0.83 49 32 1.9 0.63
16 21 1.5 0.50 50 32 2.0 0.67
17 21 2.1 0.70 51 32 5.0 1.67
18 21 4.4 1.47 52 32 5.4 1.80
19 21 3.2 1.07 53 32 4.0 1.33
20 21 4.1 1.37 54 32 4.5 1.50
21 21 5.0 1.67 55 32 4.9 1.63
22 21 3.5 1.17 56 32 5.5 1.83
23 21 3.2 1.07 57 32 3.2 1.07
24 21 4.5 1.50 58 32 3.4 1.13
25 21 1.8 0.60 59 32 5.0 1.67
26 21 1.1 0.37 60 32 3.3 1.10
27 21 3.4 1.13 61 32 3.8 1.27
28 21 4.3 1.43 62 32 3.2 1.07
29 21 4.7 1.57 63 32 3.3 1.10
30 21 4.2 1.40 64 32 3.9 1.30
31 21 1.4 0.47 65 32 4.5 1.50
32 21 2.3 0.77 66 32 3.0 1.00
33 21 2.0 0.67 Rata-rata 3.0 1.00
34 21 3.9 1.30
Lampiran 5 Riap diameter S. leprosula umur tanam 4 tahun (RKT 2007)
No. No.
Jalur
Diameter
(cm)
Riap
(MAI) No.
No.
Jalur
Diameter
(cm)
Riap
(MAI)
1 4 11.0 2.63 25 9 7.2 1.80
2 4 9.6 2.40 26 9 2.5 0.63
3 4 1.9 0.48 27 9 4.0 1.00
4 4 7.5 1.88 28 9 4.0 1.00
32
Lanjutan Lampiran 5
No. No.
Jalur
Diameter
(cm)
Riap
(MAI) No.
No.
Jalur
Diameter
(cm)
Riap
(MAI)
5 4 6.8 1.70 29 9 6.8 1.70
6 4 8.6 2.15 30 9 10.0 2.50
7 4 4.0 1.00 31 9 5.3 1.33
8 4 4.4 1.10 32 9 5.3 1.33
9 4 4.7 1.18 33 9 5.0 1.25
10 4 4.6 1.15 34 9 6.3 1.58
11 4 4.3 1.08 35 9 3.6 0.90
12 4 3.1 0.78 36 9 6.5 1.63
13 4 5.2 1.30 37 9 5.8 1.45
14 4 7.0 1.75 38 9 3.3 0.83
15 4 7.5 1.88 39 9 8.5 2.13
16 4 4.5 1.13 40 9 6.7 1.68
17 4 2.0 0.50 41 9 5.4 1.35
18 4 2.2 0.55 42 9 4.7 1.18
19 4 2.6 0.65 43 9 0.8 0.20
20 4 5.8 1.45 44 9 5.6 1.40
21 4 7.5 1.88 45 9 4.4 1.10
22 4 6.1 1.53 46 9 0.7 0.18
23 4 4.1 1.03 Rata-rata 5.2 1.30
24 4 3.7 0.93
Lampiran 6 Perhitungan distribusi frekuensi diameter 1 tahun
N = 75
Max = 4.2
Min = 0.3
Wilayah = max - min
= 4.2 – 0.3 = 3.9
Jumlah kelas = 1 + (3.3 * Log N)
= 7.19
= 7 (dibulatkan)
Lebar kelas = Wilayah/ jumlah kelas
= 3.9/ 7 = 0.6
Batas bawah (bb) = Nilai min – 0.05
Batas atas (ba) = Batas bawah + lebar kelas
Tabel distribusi frekuensi dianeter umur 1 tahun
Kelas Batas kelas
Selang kelas Titik
Frekuensi rekuensi
bb ba tengah relatif
1 0.25 0.85 0.3 0.8 0.55 24 0.3200
2 0.85 1.45 0.9 1.4 1.15 19 0.2533
3 1.45 2.05 1.5 2 1.75 8 0.1067
4 2.05 2.65 2.1 2.6 2.35 10 0.1333
5 2.65 3.25 2.7 3.2 2.95 8 0.1067
6 3.25 3.85 3.3 3.8 3.55 5 0.0667
33
Kelas Batas kelas
Selang kelas Titik
Frekuensi rekuensi
bb ba tengah relatif
7 3.85 4.45 3.9 4.4 4.15 1 0.0133
Jumlah 75 1.0000
Lampiran 7 Perhitungan distribusi frekuensi diameter 2 tahun
N = 75
Max = 6.5
Min = 0.6
Wilayah = max - min
= 6.5 – 0.6 = 5.9
Jumlah kelas = 1 + (3.3 * Log N)
= 7.19
= 7 (dibulatkan)
Lebar kelas = Wilayah/ jumlah kelas
= 5.9/ 7 = 0.8
Batas bawah (bb) = Nilai min – 0.05
Batas atas (ba) = Batas bawah + lebar kelas
Tabel distribusi frekuensi umur 2 tahun
Kelas Batas kelas
Selang kelas Titik
Frekuensi Frekuensi
bb ba tengah relatif
1 0.55 1.35 0.6 1.3 0.95 13 0.1733
2 1.35 2.15 1.4 2.1 1.75 18 0.2400
3 2.15 2.95 2.2 2.9 2.55 8 0.1067
4 2.95 3.75 3.0 3.7 3.35 15 0.2000
5 3.75 4.55 3.8 4.5 4.15 10 0.1333
6 4.55 5.35 4.6 5.3 4.95 8 0.1067
7 5.35 6.15 5.4 6.1 5.75 1 0.0133
*8 6.15 6.95 6.2 6.9 6.55 2 0.0267
Jumlah 75 1.0000
Lampiran 8 Perhitungan distribusi frekuensi diameter umur 3 tahun
N = 66
Max = 5.5
Min = 0.6
Wilayah = max - min
= 5.5 –0.6
= 4.9
Jumlah kelas = 1 + (3.3 * Log N)
= 7.00
= 7 (dibulatkan)
Lebar kelas = Wilayah/ jumlah kelas
= 4.9/7= 0.7
Batas bawah (bb) = Nilai min –0.05
Batas atas (ba) = Batas bawah + lebar kelas
34
Tabel distribusi frekuensi umur 3 tahun
Kelas Batas kelas
Selang kelas Titik
Frekuensi Frekuensi
bb ba tengah relatif
1 0.55 1.25 0.6 1.2 0.90 6 0.0909
2 1.25 1.95 1.3 1.9 1.60 9 0.1364
3 1.95 2.65 2.0 2.6 2.30 14 0.2121
4 2.65 3.35 2.7 3.3 3.00 11 0.1667
5 3.35 4.05 3.4 4.0 3.70 10 0.1515
6 4.05 4.75 4.1 4.7 4.40 10 0.1515
7 4.75 5.45 4.8 5.4 5.10 5 0.0758
*8 5.45 6.15 5.5 6.1 5.80 1 0.0152
Jumlah 66 1.0000
Lampiran 9 Perhitungan distribusi frekuensi diameter umur 4 tahun
N = 46
Max = 10.5
Min = 0.7
Wilayah = max - min
= 10.7 – 0.7=9.8
Jumlah kelas = 1 + (3,3 * Log N)
= 6.49
= 6 (dibulatkan)
Lebar kelas = Wilayah/ jumlah kelas
= 9,8/ 6= 1.6
Batas bawah (bb) = Nilai min - 0,05
Batas atas (ba) = Batas bawah + lebar kelas
Tabel distribusi frekuensi umur 4 tahun
Kelas Batas kelas
Selang kelas Titik
Frekuensi Frekuensi
bb ba tengah relatif
1 0.65 2.30 0.70 2.20 1.5 5 0.1087
2 2.30 3.90 2.35 3.85 3.1 6 0.1304
3 3.90 5.50 3.95 5.45 4.7 16 0.3478
4 5.50 7.10 5.55 7.05 6.3 10 0.2174
5 7.10 8.70 7.15 8.65 7.9 6 0.1304
6 8.70 10.30 8.75 10.30 9.5 2 0.0435
*7 10.30 11.90 10.35 11.85 11.1 1 0.0217
Jumlah 46 1.0000
Lampiran 10 Hasil uji normalitas data distribusi frekuensi diameter S.leprosula
Tests of Normality
Umur tanam Kolmogorov-Smirnov
a Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
1 .214 75 .000 .896 75 .000
2 .115 75 .016 .955 75 .009
3 .077 66 .200* .976 66 .239
4 .070 46 .200* .986 46 .841
35
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Lampiran 11 Hasil anova laju pertumbuhan (riap) diameter S. leprosula
Descriptives
VAR00002
Umur Tanam N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
1.00 75 1.5400 1.04014 .12011 1.3007 1.7793 .30 4.20
2.00 75 1.4273 .72932 .08421 1.2595 1.5951 .30 3.25
3.00 66 1.0000 .42201 .05195 .8963 1.1037 .20 1.83
4.00 46 1.3100 .56968 .08400 1.1408 1.4792 .18 2.63
Total 262 1.3193 .69029 .08507 1.1493 1.4893 .18 4.20
ANOVA
VAR00002
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 17.340 4 4.335 9.339 .000
Within Groups 150.857 325 .464
Total 168.197 329
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
VAR00002
Duncana,,b
VAR00001 N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
3.00 66 1.0000 4.00 46
1.3100
2.00 75
1.4273 1.4273
1.00 75
1.5400 1.5400
Sig. 1.000 .072 .059
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 63.887.
b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I
error levels are not guaranteed.