Pertumbuhan Kota

15
- PERBAIKAN TUGAS IV - KOTA & PERKEMBANGANNYA di INDONESIA Dosen : Prof. Gunawan Tjahjono, Ph.D FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERTUMBUHAN KOTA DI INDONESIA Syarifah F. Syaukat 1

description

kota

Transcript of Pertumbuhan Kota

Page 1: Pertumbuhan Kota

- PERBAIKAN TUGAS IV -

KOTA & PERKEMBANGANNYA di INDONESIA

Dosen : Prof. Gunawan Tjahjono, Ph.D

FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERTUMBUHAN

KOTA DI INDONESIA

Syarifah F. Syaukat

7104102069

1

Page 2: Pertumbuhan Kota

KAJIAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS INDONESIA

2005

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Kota-kota di Indonesia

Tumbuhnya suatu tempat menjadi perkotaan telah menciptakan daerah permukiman yang

demikian luas dan menyebabkan berkurangnya lahan pertanian. Kota-kota terus memperluas

batasnya dan merambah ruang-ruang terbuka sebagai upaya untuk mendapatkan ruang untuk

hidup. Daerah pinggiran kota secara terus menerus bertambah, dan hasil pencatatan

menggambarkan perubahan secara besar-besaran dan pertumbuhan yang menakjubkan (John

C. Bollens & Henry J. Schmadt).1

Asal Mula Pembentukan Kota

Golany 1995 mengungkapkan bahwa sebelum terbentuknya sebuah kota pedalaman,

tahapan yang terbentuk adalah wilayah pusat-pusat pertumbuhan, yang merupakan

lokasi permanen yang kemungkinan berkembang dari lahan aktifitas suatu wilayah

seperti halnya dari keberadaan sebuah pedesaan atau lokasi baru. Namun dorongan

kebutuhan untuk pengembangan lokasi pusat kegiatan ini adalah kebutuhan

ekonomi masyarakat yang ditunjang oleh kemudahan transportasi untuk dicapai,

nyaman untuk orang-orang saling berkomunikasi dan secara geografis berada dalam

posisi yang strategis. Sehingga keunggulan ini dapat mendorong kegiatan

pemasaran, industri, administrasi, Jasa, budaya, kesenian, pertahanan.2 Golany 1995

juga menyebutkan bahwa “permukiman kemudian berkembang menjadi sebuah kota

karena kebutuhan manusia semakin berkembang, dan dalam upaya memenuhi

kebutuhan sosialnya ini maka manusia mengorganisasikan dirinya dengan alam dan

manusia lainnya sehingga tercapai sistem keteraturan yang dapat memenuhi

tuntutan kehidupannya”.

Sementara menurut Mumford 1961, Sebelum kota menjadi tempat bermukim yang

tetap, tempat ini mulanya menjadi tempat pertemuan manusia yang akan selalu

kembali lagi secara periodik. Tentu hal ini disebabkan karena keberadaan magnet

utama dalam sebuah kota yaitu tempat penyimpanan makanan. Selain sebagai

tempat penyimpanan, Kota juga merupakan tempat bertemu orang-orang untuk

1 John C. Bollens & Henry J. Schmadt, The Metropolis, 1965 dalam Melville C. Branch, Perencanaan Kota Komprehensif, Gadjah Mada University Press, 19962 Gideon S Golany, Ethics and Urban Design:Culture, Form and Environment. John Wiley & Sons, Inc. New York. 1995

2

Page 3: Pertumbuhan Kota

saling berkomunikasi dan meningkatkan semangat. Berbagai keunggulan yang

dimiliki kota akhirnya mendukung pembentukan kota sebagai pusat perdagangan

yang merupakan peran yang paling penting dari sebuah kota. Masih menurut sumber

yang sama yang menyatakan bahwa tumbuhnya kota juga dipengaruhi oleh manusia

dan juga gaya-gaya yang ada di dalam bumi, atau dapat dikatakan bahwa kita

membutuhkan citra (’image’) yang dapat menjelaskan mengenai kehidupan unsur-

unsur alamiah yang berinteraksi dengan manusia sehingga membuat sistem kerja

dominan dalam kehidupan yang sesuai dengan karakter fisik alamiah kota. 3

Pembentukan & Pertumbuhan Kota di Indonesia

Menurut Werner 1987, ”Kota-kota besar dan kecil di kepulauan di India, termasuk

yang ada di Indonesia memiliki akar sejarah tersendiri. Tempat-tempat ini secara

umum dibagi dalam empat strata utama dalam formasi perkotaan, yakni pendirian

kota-kota baru, masyarakat agrikultural – yang kemudian berkembang menjadi pusat

dominasi asli yang baru, pusat-pusat perdagangan dan pusat-pusat administratif.

Kedua strata yang terakhir membentuk tempat yang dahulunya pedesaan”. Masih

menurut Werner (1987), prasyarat paling penting untuk formasi awal pembentukan

kota sudah ada di nusantara sebelum periode Hindu, hal ini dapat diindikasikan

dengan adanya institusionalisasi pemerintahan yang diatur oleh seorang penguasa.

Pada saat itu ada dua jenis tipe masyarakat perkotaan yang sedang berkembang

yakni, masyarakat yang memiliki dominasi pekerjaan berdagang di pelabuhan dan

pusat dominasi kegiatan pada kekuasaan lokal (pedalaman).

Pada periode pengaruh kerajaan Hindu, Islam dan periode awal kekuasaan Eropa

(1400-1700M), perdagangan merupakan faktor utama pada pembentukkan

masyarakat dengan karakteristik perkotaan, meski tidak secara langsung namun

perdagangan mempercepat proses feodalisasi dalam sebuah komunitas asli.

Sementara pada masa Pemerintah Kolonial (1700-1900) pertumbuhan perkotaan

lebih efektif dirangsang dengan menggunakan faktor politis/administrasi ketimbang

dengan faktor kegiatan perdagangan. Masih menurut sumber yang sama

menyebutkan bahwa kota di Indonesia memiliki tiga karakter yaitu, permukiman

nelayan, permukiman industri manufaktur dan pertambangan dan permukiman

pariwisata.4

3 Leuwis Mumford, The City in History, New York, 19614 Werner Rutz, Urbanization of the Earth 4, Cities and Town in Indonesia, Stuttgart, Berlin, 1987.

3

Page 4: Pertumbuhan Kota

Jika kita telusuri sebelum kedatangan Portugis dan Belanda, di Indonesia hampir

tidak kita dapati satu kota atau bekas kota yang berarti. Namun, yang ada adalah

kota pantai atau bandar sebagai pusat lalu lintas perdagangan terbatas, seperti

Palembang (pada masa Sriwijaya), Barus di pantai Barat Sumatera, Tanjung Perak di

Surabaya. Sementara itu, di pusat-pusat kerjaan Nusantara juga masih dapat kita

jumpai bekas kota yang terbentuk dengan kegiatan sebagai pusat pemerintahan,

seperti Yogyakarta, Solo dan kota kecil lainnya di Bali. 5

Menurut Marbun 1994, pertumbuhan kota di Indonesia melalui sejarah yang cukup

panjang. Kota-kota di Indonesia saat ini bukan merupakan bentukan atau warisan

dari zaman keemasan kerajaan Nusantara terdahulu, tetapi merupakan bentuk dan

kreasi sejarah dan faktor kebetulan yang kemudian diteruskan dan dibina penjajah

Belanda selama 350 tahun. Pada mulanya kota-kota di Indonesia terbentuk akibat

faktor-faktor, yaitu sebagai pusat pemerintahan kolonial, sebagai pusat niaga dan

sebagai pelabuhan serta terminal untuk memasok berbagai bahan kepentingan

pemerintah kolonial.6 Bertolak dari pembentukan kota yang merupakan hasil dari

aktivitas dominan sebuah kota, maka sesuai tuntutan kebutuhan warganya kota

terus tumbuh menyesuaikan dengan perkembangan dunia.

Bentukan, kreasi dan faktor kebetulan yang mendorong pertumbuhan bagi sebuah

kota sehingga akhirnya dapat membentuk ‘citra’ suatu kota (seperti dituturkan

Marbun 1994) tentunya ditunjang oleh keutamaan fisik alamiah dari sebuah kota.

Seperti halnya, posisi atau keutamaan fisik alam Kota Cilegon yang berada di pesisir

pantai dan berbatasan (terpisah oleh Lautan) dengan lempengan Sumatera sehingga

dapat memposisikan Kota Cilegon sebagai Kota Pelabuhan (Merak). Jakarta sebagai

kota perdagangan karena kondisi fisik alam yang merupakan wilayah dataran

dengan posisi strategis dengan jalur darat yang secara langsung berbatasan dengan

wilayah Tangerang, Bekasi dan Depok yang merupakan supplier sekaligus konsumen

dari berbagai barang yang diperjualbelikan di Jakarta, selain jalur darat, jalur laut dan

udara juga memberikan kemudahan bagi kegiatan perdagangan sehingga wilayah

yang dijangkau kota ini dalam kegiatan perdagangan lebih luas, kondisi ragam jenis

barang dan ditunjang aksesibilitas yang baik jelas menarik konsumen dari berbagai

wilayah untuk ke Jakarta melakukan transaksi perdagangan. Dari sini, Saya

berkesimpulan bahwa aktivitas dominan yang dapat membentuk kota dapat

diasumsikan sebagai akibat dari suatu sebab yaitu kondisi/keunggulan fisik alamiah

5 Marbun, Kota Indonesia Masa Depan, Masalah dan Prospek, Penerbit Erlangga, Jakarta, 19946 Marbun, Kota Indonesia Masa Depan, Masalah dan Prospek, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1994

4

Page 5: Pertumbuhan Kota

kota, bukan karena kebetulan semata. Hal ini juga diperkuat oleh Branch (1996) yang

menyatakan bahwa bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan posisinya secara

geografis dan karakteristik tempatnya.7

Mendukung pernyataan di atas, menurut Werner 1987 dalam perkembangan kota-

kota di Indonesia mengungkapkan beberapa identitas kota dengan berbagai ciri fisik

yaitu, bagi sebuah desa nelayan adalah letak permukiman yang berada di tepi pantai

atau muara sungai, atau juga tepi danau yang tidak curam, bukan hutan bakau, dan

tidak berlumpur, selain itu juga memiliki akses ke laut lepas. Sementara itu, Kota

industri manufaktur dan kota tambang umumnya berkembang karena dorongan dari

perkembangan infrastruktur, motorisasi, dan perkembangan jasa-jasa pelayanan,

selain itu umumnya tipe kota ini di Indonesia terletak diluar/bersebelahan dengan

kota pemerintahan. Sedangkan kota pariwisata, secara fisik seperti karakter alamnya

memiliki keunikan atau keistimewaan, seperti sumber air panas di wilayah tropik,

lokasi di wilayah pegunungan atau perbukitan seperti Bandung, secara non fisik

seperti keunikan etnik dan budaya.8

Kota Batavia misalnya telah dibangun dan dibesarkan oleh perdagangan yang sudah

berkembang sejak kekuasaan Tarumanegara (abad ke-5 dan ke-6M) sampai dengan

20M dengan titik utamanya Pelabuhan Sunda Kelapa dan berbagai keterlibatan

pedagang yang berasal dari Eropa, Gujarat maupun Cina. Demikian kuatnya

dominasi kegiatan ini sampai Pemerintah Hindia Belanda mellihat dominasi kegiatan

ekonomi pesisir ini sulit ditembus karena kebanyakan penguasa kota-kota pesisir

telah menjalin kerjasama dengan Inggris yang merupakan pesaing Belanda dalam

kolonialisme di nusantara pada saat itu. Kemudian pertumbuhan fisik kota Batavia

diteruskan ke arah Selatan dengan memberikan tembok pertahanan yang

memanjang dan menghadap ke Timur, Selain itu Batavia juga dilengkapi dengan

dinding kota dengan 15 sudut tembak meriam, semua peralatan ini dibangun untuk

pertahanan sekaligus mengantisipasi serangan Mataram saat itu.9 Untuk mendeteksi

sejarah dan dominasi aktivitas yang membentuk kota yang pada pemerintahan yang

berwenang dapat kita perhatikan dari karakteristik lingkungan binaan yang dibangun

oleh pemerintah kota saat itu. Trend pertumbuhannya pun akhirnya disesuaikan

dengan kebutuhan warga yang tinggal di dalamnya.

Stadia Pertumbuhan Kota Jakarta

7 Melville C. Branch, Perencanaan Kota Komprehensif, Gadjah Mada University Press, 19968 Werner Rutz, Urbanization of the Earth 4, Cities and Towns in Indonesia, Stuttgart, Berlin, 19879 Bagus Wiryomartono, Seni Bangunan dan Seni Bina Kota di Indonesia, 1994

5

Page 6: Pertumbuhan Kota

Pada awal pertumbuhannya, permukiman urban di Indonesia masih diwarnai oleh

tradisi pedesaan yang dipengaruhi oleh struktur agraris dengan kehidupan sosial

yang bertumpu pada ekonomi gotong royong. Namun seiring berjalan waktu,

sebagian kelompok masyarakat merasa perlu melengkapi dirinya dengan budaya

tulis-menulis, misalnya Sansekerta, Jawa Kuno, Arab Melayu dst, sehingga mereka

menghasilkan peradaban kota, sedangkan yang tidak akan tetap berpegang pada

peradaban desa dan kelompok ini jelas akan tertinggal. Lebih lanjut, pertumbuhan

kota menghasilkan sistem pelapisan sosial dan birokrasi yang ternyata berhasil

mendorong masyarakat agar mampu menghasilkan surplus pertanian dan industri

domestik yang hasilnya akan mendukung kebudayaan kota.10

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Kota di Indonesia

Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa, pertumbuhan kota-kota di

Indonesia awalnya didorong oleh :

1. aktivitas kota (baik dominasi kegiatan pemerintahan/politis, perdagangan,

pertahanan, pertambangan, manufaktur, dsb) yang pada akhirnya

membentuk citra (image) kota. Citra kota tersebut dapat menentukan struktur

simbolis yang akan diperhatikan, diingat dan dianggap penting oleh oleh

kelompok-kelompok pemukim di kota itu atau oleh para pengunjung.11

kemudian;

10 Bagus Wiryomartono, Seni Bangunan dan Seni Bina Kota di Indonesia, 199411 Hans Dieter Evers & Rudiger Korff, Urbanismo di Asia Tenggara, Yayasan Obor Indonesia, 2002

6

Sumber : Materi Kuliah Perdana KPP UI yang disampaikan oleh Wagub DKI Jakarta, 2005

Page 7: Pertumbuhan Kota

2. aktivitas kota tentunya sangat ditunjang oleh potensi fisik wilayah;

3. warga kota (baik penduduk asli maupun pendatang) yang melakukan

aktivitas pemenuhan kebutuhan hidupnya di kota juga merupakan tulang

punggung penggerak dinamika kehidupan kota;

4. Berbagai faktor-faktor di atas akhirnya perlu ditunjang dengan faktor

kebijakan politis pemerintahan yang berwenang yang juga mendorong

tumbuh dan eksisnya suatu kota.

PEMBAHASAN Kasus dari situs jakarta.go.id 12

Sejarah Jakarta bermula dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar

500 tahun silam. Selama berabad-abad kemudian kota bandar ini berkembang

menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai. Pengetahuan awal mengenai

Jakarta terkumpul sedikit melalui berbagai prasasti (Prasasti Tugu) yang ditemukan

di kawasan bandar tersebut. Keterangan mengenai kota Jakarta sampai dengan awal

kedatangan para penjelajah Eropa dapat dikatakan sangat sedikit.

Laporan para penulis Eropa abad ke-16 menyebutkan sebuah kota bernama Kalapa,

yang tampaknya menjadi bandar utama bagi sebuah kerajaan Hindu bernama Sunda,

beribukota Pajajaran, terletak sekitar 40 kilometer di pedalaman, dekat dengan kota

Bogor sekarang. Bangsa Portugis merupakan rombongan besar orang-orang Eropa

perta yang datang ke bandar Kalapa. Kota ini kemudian diserang oleh seorang muda

usia, bernama Fatahillah, dari sebuah kerajaan yang berdekatan dengan Kalapa.

Fatahillah mengubah nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta pada 22 Juni 1527.

Tanggal inilah yang kini diperingati sebagai hari lahir kota Jakarta. Orang-orang

Belanda datang pada akhir abad ke-16 dan kemudian menguasai Jayakarta.

12 http://www.jakarta.go.id/v21/jakarta/?idk=1&idc=1&lg=1

7

Kiri : monumen nasional yang merupakan simbol kota Jakarta, kanan : pusat bisnis Jakarta atau dikenal dengan nama kawasan CBD (central bussines district).

Page 8: Pertumbuhan Kota

Nama Jayakarta diganti menjadi Batavia. Keadaan alam Batavia yang berawa-rawa

mirip dengan negeri Belanda, tanah air mereka. Mereka pun membangun kanal-kanal

untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir. Kegiatan pemerintahan kota

dipusatkan di sekitar lapangan yang terletak sekitar 500 meter dari bandar. Mereka

membangun balai kota yang anggun, yang merupakan kedudukan pusat

pemerintahan kota Batavia. Lama-kelamaan kota Batavia berkembang ke arah

selatan. Pertumbuhan yang pesat mengakibatkan keadaan lilngkungan cepat rusak,

sehingga memaksa penguasa Belanda memindahkan pusat kegiatan pemerintahan

ke kawasan yang lebih tinggi letaknya. Wilayah ini dinamakan Weltevreden.

Semangat nasionalisme Indonesia di canangkan oleh para mahasiswa di Batavia

pada awal abad ke-20.

Sebuah keputusan bersejarah yang dicetuskan pada tahun 1928 yaitu itu Sumpah

Pemuda berisi tiga buah butir pernyataan , yaitu bertanah air satu, berbangsa satu,

dan menjunjung bahasa persatuan : Bahasa Indonesia. Selama masa pendudukan

Jepang (1942-1945), nama Batavia diubah lagi menjadi Jakarta. Pada tanggal 17

Agustus 1945 Ir. Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di

Jakarta dan Sang Saka Merah Putih untuk pertama kalinya dikibarkan. Kedaulatan

Indonesia secara resmi diakui pada tahun 1949. Pada saat itu juga Indonesia menjadi

anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ). Pada tahun 1966, Jakarta memperoleh

nama resmi Ibukota Republik Indonesia. Hal ini mendorong laju pembangunan

gedung-gedung perkantoran pemerintah dan kedutaan negara sahabat.

Perkembangan yang cepat memerlukan sebuah rencana induk untuk mengatur

pertumbuhan kota Jakarta. Sejak tahun 1966, Jakarta berkembang dengan mantap

menjadi sebuah metropolitan modern. Kekayaan budaya berikut pertumbuhannya

yang dinamis merupakan sumbangan penting bagi Jakarta menjadi salah satu

metropolitan terkemuka pada abad ke-21.

JAKARTA KOTA PEMERINTAHAN

Berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk, Jakarta berkedudukan sebagai

propinsi, setingkat dengan propinsi lain yang ada di Indonesia. Sebagai sebuah

propinsi, Jakarta dikepalai oleh seorang Gubernur yang bertanggung jawab langsung

kepada Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Dalam Negeri. Dengan memiliki

posisi ganda sebagai kota propinsi dan ibukota negara, Jakarta memperoleh status

sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI). Badan Perencana Pembangunan Daerah

(BAPPEDA) menetapkan kebijakan - yang merupakan petunjuk bagi badan-badan

pemerintah daerah - serta membantu Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota

8

Page 9: Pertumbuhan Kota

Jakarta dalam menetapkan kebijakan-kebijakan mengenai perencanaan strategis,

pembangunan, dan keuangan untuk wilayah DKI Jakarta. DKI Jakarta terdiri dari lima

Kotamadya dan satu Kabupaten Administratif, yang berkedudukan sebagai daerah

swatantra tingkat dua, di bawah pengawasan kantor Gubernur. Kelima kotamadya

tersebut adalah Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta

Pusat dan Kabupaten Kepulauan Seribu. Tiap kotamadya dikepalai oleh seorang

Walikota yang membantu mempersiapkan perencanaan wilayahnya, sedangkan

Kepulauan Seribu dikepalai oleh seorang Bupati bertanggung jawab dalam bidang

keuangan. Masing-masing wilayah kota membawahi sejumlah kecamatan dan

kelurahan. Di seluruh DKI Jakarta terdapat 43 kecamatan dan 265 kelurahan. Selain

itu terdapat juga organisasi-organisasi kemasyarakatan yakni Rukun Tetangga (RT),

Rukun Warga (RW), yang berada di bawah yurisdiksi kecamatan.

JAKARTA KOTA NIAGA & PERDAGANGAN

Tak diragukan lagi, Jakarta merupakan pusat ekonomi utama Indonesia. Beragam

jenis kegiatan perdagangan dan industri penting berhasil menarik penanaman modal

- baik dalam negeri maupun internasional - menyemarakan dunia perdagangan.

Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Pusat telah menetapkan rangkaian kebijakan

yang dimaksudkan untuk lebih memacu pertumbuhan ekonomi Jakarta, termasuk

penyempurnaan dalam runtunan ekspor, tatacara penanaman modal, dan

penyederhanaan peraturan di bidang perbankan. Sektor swasta memperoleh

dukungan penuh pemerintah termasuk dukungan keuangan untuk berbagai kegiatan

perdagangan sehingga kini dapat berperan penting dalam perdagangan nasional.

Aktivitas Jakarta sebagai Kota Perdagangan ini tentunya ditunjang oleh posisi Jakarta

yang berada di posisi silang dengan wilayah Barat dan Timur Indonesia, juga

didukung oleh keberadaan beberapa infratruktur kota, seperti Bandar Udara

Soekarno-Hatta di Cengkareng melayani lalu-lintas udara dalam negeri dan

internasional. Angkutan laut beroperasi melalui pelabuhan-pelabuhan Tanjung Priok,

Sunda Kelapa dan Kali Baru. Tanjung Priok merupakan pelabuhan utama untuk

perdagangan internasional, kini sedang dalam proses perluasan.

Analisis

Jakarta tumbuh dari kegiatan awal pembentukannya

yaitu sebagai kota bandar (tempat transit) bagi Kerajaan

Hindu bernama Sunda, kemudian pertumbuhannya

9

Page 10: Pertumbuhan Kota

berlanjut sehingga Jakarta juga dikenal dengan kota

pemerintahan dan kota perdagangan.

Tumbuhnya Jakarta sebagai kota bandar/pelabuhan pada 500 tahun silam yang

dikenal dengan nama Kota Kalapa adalah karena letak geografisnya yang berada di

Muara Sungai Ciliwung. Faktor fisik ini mendukung pembentukan kota sebagai

pelabuhan, peran ini juga didukung oleh aktivitas warga kota di seputar kegiatan

pelabuhan, hal ini mengawali pertumbuhan Jakarta. Citra Kota Kalapa saat itu

sebagai kota pelabuhan terjadi seperti halnya yang diungkap oleh Mumford (1961)

bahwa citra kota dapat dijelaskan dari keberadaan unsur-unsur alamiah yang

berinteraksi dengan manusia sehingga membuat sistem kerja dominan dalam

kehidupan yang sesuai dengan karakter fisik alamiah kota.

Posisi silang yang strategis di antara kepulauan nusantara menjadikan lokasi ini

mudah dijangkau dari dari jalur laut, hal ini ditandai dengan berlabuhnya kapal dari

berbagai bangsa seperti China, Gujarat, India, Belanda, Portugis, dsb. Para

pendatang ini selain berlabuh juga melakukan transaksi perdagangan. Aktivitas

berdagang ini awalnya digerakkan oleh pendatang namun seiring berjalan waktu,

warga kota juga tertarik untuk meraih keuntungan dalam kegiatan ini, maka saat itu

kegiatan berdagang mendominasi kegiatan di pelabuhan, kegiatan berdagang ini

tentunya sangat berperan besar dalam menciptakan Jakarta sebagai kota

perdagangan. Timbulnya dorongan untuk berdagang di Sunda Kelapa saat itu, baik

bagi para pendatang maupun warga adalah karena desakan kebutuhan ekonomi,

namun memang hal ini berjalan semakin baik dengan ditunjang oleh kemudahan

transportasi sehingga mudah untuk dicapai, nyaman untuk orang-orang saling

berkomunikasi dan tentunya secara geografis berada dalam posisi yang strategis,

Golany (1995) juga mengilustrasikan hal yang demikian pada proses awal

pembentukan kota.

Akses transportasi laut dengan dukungan pelabuhan merupakan sarana yang paling

penting dalam dunia perdagangan di Jakarta atau Batavia tempo dulu. Sementara

saat ini, akses transportasi darat, laut dan udara yang tersedia memperluas wilayah

jangkauan perdagangan Jakarta yang memang berada diantara posisi silang

kepulauan nusantara. Keunggulan geografis ini selain memantapkan posisi Jakarta

sebagai Kota Pelabuhan, juga mendorong pertumbuhan Jakarta sebagai kota dagang.

Dukungan politis Pemerintah saat ini dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang bersifat

menggiatkan kegiatan perdagangan, seperti kebijakan dalam tata laksana ekspor

10

Page 11: Pertumbuhan Kota

impor, tatacara penanaman modal, dan penyederhanaan peraturan di bidang

perbankan juga sangat mendorong tumbuhnya kota Jakarta sebagai kota dagang

bahkan meningkat menjadi kota bisnis.

Awal tumbuhnya, Jakarta dikuasai oleh kerajaan Kalapa, kemudian beralih

pada penguasaan Pangeran Jayakarta, invasi Belanda yang dipimpin JP. Coen

menyebabkan otoritas Jakarta berada dibawah pemerintahan kolonial Belanda,

setelah kemerdekaan tahun 1945 akhirnya Jakarta tumbuh di bawah Pemerintah

Indonesia. Faktor yang menjadi penentu bagi berbagai pemerintahan tersebut

memilih Jakarta sebagai pusat pemerintahan sangat beragam, bagi kerajaan Kalapa

posisi Jakarta yang strategis di Muara Sungai Ciliwung menjadi alasan lokasi ini jadi

pusat pemerintahan. Bagi pangeran Jakayakarta letak Jakarta di pesisir merupakan

lokasi strategis untuk jalur perdagangan, didukung oleh kedatangan warga dari etnis

China, Arab, dsb maka kegiatan perdagangan di sini semakin ramai. Sama halnya

dengan Pangeran Jayakarta, Pemerintah kolonial Belanda memposisikan

pemerintahannya di Jakarta adalah untuk menguasai kegiatan perdagangan di

pelabuhan Jayakarta/Sunda Kelapa.

Sementara itu faktor fisik alam Jakarta yang berrawa-rawa mirip dengan

negeri Pemerintah kolonial Belanda yang menyebabkan Pemerintah Kolonial Belanda

menetapkan Jakarta sebagai pusat pemerintahannya, pemilihan karena faktor fisik

ini kemungkinan dilakukan agar proses pemeliharaan dan treatment yang perlu

dilakukan untuk kondisi alam ini telah dipahami oleh mereka, sehingga dalam

kegiatannya sebagai kota pusat pemerintahan pemerintah kolonial dapat mengelola

kota lebih baik secara fisik (seperti : membuat kanal untuk pengendali banjir, dsb),

penetapan kebijakan politis ini juga dilakukan karena luas wilayah Jakarta yang

memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan suatu negara (ibukota propinsi).

11

Kiri : salah satu pusat kegiatan perdagangan di kota Jakarta tempo dulu (Jakarta Barat), Kanan : salah satu pusat kegiatan perdagangan saat ini di kota Jakarta (Jakarta Barat)

Page 12: Pertumbuhan Kota

Kesimpulan

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mendorong pertumbuhan

Kota Jakarta sebagai kota pelabuhan, kota dagang dan kota pusat pemerintahan

adalah

1. Fisik wilayah, di muara sungai Ciliwung dengan posisi silang antara kepulauan

nusantara sehingga faktor ini mendorong Jakarta tumbuh menjadi Kota

Pelabuhan, dan faktor ini juga yang mendukung aktivitas berdagang warga.

Selain itu, faktor ini juga yang menjadikan salah satu alasan pemerintah

kolonial menetapkan Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Faktor ini menurut

saya memberikan penentu awal bagi pembentukan suatu kota ;

2. Aktivitas, dominasi kegiatan yang dilakukan oleh pendatang dan warga kota

dalam suatu jenis kegiatan, seperti kegiatan berlabuh yang dominan dalam

awal pertumbuhan Jakarta dan kemudian berkembang menjadi kegiatan

berdagang yang juga dominan dilakukan di Jakarta bahkan aktivitas ini yang

membuat beberapa kekuasaan pemerintahan di awal tumbuhnya

memperebutkan Jakarta;

3. Warga kota, sebagai motor penggerak dalam berbagai kegiatan kota seperti

warga kota Kalapa (kerajaan Hindu) yang memotori kegiatan pelabuhan di

Jakarta, para pendatang dan warga kota yang menggerakan kegiatan

perdagangan di Sunda Kelapa;

4. Kebijakan politis, kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah yang berkuasa

untuk memposisikan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara/Kota Pusat

Pemerintahan menjadikan Jakarta tumbuh sebagai kota pusat administrasi.

Faktor ini juga yang mendukung berkembangnya kegiatan perdagangan di

Jakarta sampai saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagus Wiryomartono, Seni Bangunan dan Seni Bina Kota di Indonesia, 19942. Gideon S Golany, Ethics and Urban Design:Culture, Form and Environment. John Wiley & Sons, Inc. New York. 19953. Hans Dieter Evers & Rudiger Korff, Urbanisme di Asia Tenggara, Yayasan Obor Indonesia, 20024. Leuwis Mumford, The City in History, New York, 19615. Marbun, Kota Indonesia Masa Depan, Masalah dan Prospek, Penerbit Erlangga, Jakarta, 19946. Melville C. Branch, Perencanaan Kota Komprehensif, Gadjah Mada University Press, 19967. Werner Rutz, Urbanization of the Earth 4, Cities and Towns in Indonesia, Stuttgart, Berlin, 1987

12

Page 13: Pertumbuhan Kota

8. http://www.jakarta.go.id/v21/jakarta/?idk=1&idc=1&lg=1

13