Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder Dari Ekstrak Daun Mangrove Rhizophora stylossa
PERTUMBUHAN ANAKAN Avicennia marina DAN Rhizophora ... · pencahayaan penuh dikarenakan tidak ada...
Transcript of PERTUMBUHAN ANAKAN Avicennia marina DAN Rhizophora ... · pencahayaan penuh dikarenakan tidak ada...
PERTUMBUHAN ANAKAN Avicennia marina DAN Rhizophora
mucronata PADA JARAK TANAM YANG BERBEDA DENGAN
MENGGUNAKAN TEKNIK PENANAMAN GULUDAN
ANNA HUSNAENI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan Anakan Avicennia
marina dan Rhizophora mucronata pada Jarak Tanam yang Berbeda dengan
Menggunakan Teknik Penanaman Guludan adalah karya saya dengan arahan
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Anna Husnaeni
NIM E451090081
RINGKASAN
ANNA HUSNAENI. Pertumbuhan Anakan Avicennia marina dan Rhizophora
mucronata pada Jarak Tanam yang Berbeda dengan Menggunakan Teknik
Penanaman Guludan. Dibimbing oleh Cecep Kusmana dan Tatang Tiryana.
Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove
adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi, yang dalam
jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Hal ini menyebabkan
diperlukannya suatu upaya rehabilitasi untuk memperkaya keanekaragaman
hayati, meningkatkan produktivitas lahan, dan peningkatan kualitas lingkungan
ekosistemnya. Beberapa tahun terakhir ini telah dikembangkan dan diujicobakan
suatu teknik penanaman mangrove untuk tujuan rehabilitasi lahan yang
dinamakan teknik guludan (Kusmana et al. 2005a). Dalam teknik ini telah
diujicobakan penanaman bibit A. marina dan R. mucronata dengan berbagai jarak
tanam yaitu 0.25 x 0.25 m, 0.5 x 0.5 m, dan 1 x 1 m. Belum banyak penelitian
yang dilakukan terutama yang berkenaan dengan model pertumbuhan dan riap
dari anakan yang ditanam. Informasi mengenai model pertumbuhan dan riap
cukup penting sehubungan dengan penilaian performa serta keberhasilan teknik
penanaman ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1)
memformulasikan model pertumbuhan dan riap diameter batang dan tinggi anakan
untuk anakan A. marina dan R. mucronata pada berbagai jarak tanam; 2)
menentukan jarak tanam yang menghasilkan pertumbuhan dan riap diameter
batang dan tinggi anakan yang paling besar untuk anakan A. marina dan R.
mucronata.
Pengambilan data membutuhkan waktu sekitar 3 tahun dari mulai Oktober
2008 sampai dengan Oktober 2011 di kawasan Arboretum Mangrove Angke
Kapuk, yang berada di pinggir jalan tol Sedyatmo-Bandara Internasional
Soekarno Hatta pada KM 22 sampai dengan KM 23, provinsi DKI Jakarta
(06o06’45” LS dan 106
o43’54”BT). Kawasan ini memiliki kedalaman air sekitar
2-3 m dengan tingkat salinitas 28-30 ppt dan pH 6.88-7.52 (Kusmana 2010).
Penelitian yang dilakukan berupa pengukuran diameter batang dan tinggi
anakan A. marina dan R. mucronata untuk setiap jarak tanam sampai dengan
umur tanam 36 bulan, yang mana umur A. marina dan R. mucronata pada saat
penanaman berturut-turut adalah 3 bulan dan 6 bulan. Diameter batang diukur
pada batas tinggi anakan 10 cm dari permukaan tanah, sedangkan tinggi anakan
diukur dari batas pengukuran diameter batang sampai dengan ujung pusat tumbuh
(dilakukan penandaan sejak awal penanaman). Diameter batang dan tinggi anakan
mangrove diukur langsung menggunakan caliper dan meteran atau galah pengukur
tinggi anakan. Pengamatan tersebut dilakukan setiap 4 bulan selama periode
pengamatan. Penyusunan model menggunakan analisis regresi nonlinier dengan
menggunakan software R. Adapun model-model yang digunakan yaitu model
logistik, Gompertz, dan Richards. Khusus untuk pertumbuhan tinggi anakan R.
mucronata, setelah dilihat sebaran data yang dihasilkan, maka digunakan bentuk
model berbeda untuk diujikan yaitu model power, eksponensial, polinomial, dan
invers polinomial. Model terbaik dipilih dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut: 1) nilai p-value < 0.05; 2) nilai Akaike Information Criteria (AIC),
Bayesian Information Criteria (BIC), dan simpangan baku (RMSE) paling kecil;
2
3) nilai R2 dan R
2 terkoreksi (R
2adj) paling besar; 4) sisaan menyebar acak dan
tidak membentuk pola tertentu (homokedastisitas). Berdasarkan model yang telah
terpilih, maka disusun persamaan matematis untuk menduga besaran MAI (Mean
Annual Increment) dan CAI (Current Annual Increment). MAI merupakan hasil
rata-rata dari model pertumbuhan diameter batang atau tinggi anakan per satuan
waktu (f(y)/t), sedangkan CAI merupakan hasil diferensiasi/turunan pertama dari
model pertumbuhan diameter batang atau tinggi anakan (dy/dt).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pertumbuhan diameter
batang dan tinggi anakan A. marina serta diameter batang R. mucronata selama
36 bulan penanaman untuk setiap perlakuan jarak tanam membentuk pola
persamaan logistik, sedangkan untuk pertumbuhan tinggi anakan R. mucronata
membentuk pola persamaan polinomial. Pada awal penanaman, perlakuan jarak
tanam 0.25 x 0.25 m menunjukkan performa pertumbuhan yang paling optimal
baik untuk pertumbuhan diameter batang maupun tinggi anakan pada kedua jenis
anakan. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan adanya pengaruh cahaya. Ukuran
anakan yang masih kecil menyebabkan semua permukaan daun mendapatkan
pencahayaan penuh dikarenakan tidak ada bagian daun yang ternaungi terutama
pada jarak tanam lebar. Selain mengurangi penerimaan cahaya yang terlalu tinggi,
jarak tanam yang lebih rapat juga dapat mengurangi sengatan panas yang diterima
oleh tanaman sehingga proses penguapan dapat dikurangi.
Pada pertumbuhan diameter batang, baik R. mucronata maupun A. marina,
terutama diameter batang R. mucronata, seiring dengan bertambahnya umur
tanaman, jarak tanam 1 x 1 m mulai menunjukkan tingkat perlakuan yang
menghasilkan pertumbuhan terbesar. Jarak tanam 0.25 x 0.25 m justru
menampilkan pertumbuhan diameter batang terkecil. Hal ini menggambarkan
sudah mulai terjadinya persaingan dalam memperoleh nutrisi. Jarak tanam yang
rapat mengakibatkan persaingan nutrisi yang lebih besar dibandingan dengan
jarak tanam yang lebih jarang.
Lain halnya untuk pertumbuhan tinggi anakan. Semakin rapat jarak tanam,
semakin besar pertumbuhan tinggi anakan untuk kedua jenis anakan. Hal ini
terjadi dikarenakan pada jarak tanam rapat, persaingan untuk memperoleh cahaya
lebih tinggi, sehingga pertumbuhan lebih dialokasikan untuk pertambahan tinggi
dalam rangka mempermudah perolehan cahaya. Kecuali untuk pertumbuhan
tinggi anakan A. marina setelah berumur 2.5 tahun. Pada umur ini, jarak tanam
0.5 x 0.5 m menghasilkan pertumbuhan tinggi anakan yang lebih besar
dibandingkan dengan jarak tanam 0.25 x 0.25 m. Hal ini kemungkinan besar
dikarenakan pada umur tersebut, jarak tanam terlalu rapat menyebabkan
persaingan hara yang terlalu tinggi, sehingga fotosintat yang dihasilkan tidak
optimal untuk mendukung pertumbuhan.
Kata kunci: Avicennia marina, guludan, jarak tanam, model pertumbuhan,
Rhizophora mucronata.
SUMMARY
ANNA HUSNAENI. Avicennia marina and Rhizophora mucronata Seedlings
Growth Model at Different Spacings Using Guludan Planting Technique. Under
direction of Cecep Kusmana and Tatang Tiryana.
Ecological impacts due to the destruction of mangrove ecosystem are the
loss of various flora and fauna, which in the long run will disrupt the balance of
mangrove ecosystem as well as coastal ecosystem. Therefore, rehabilitation
efforts are urgently needed to maintain the overall functions of mangrove forest.
In the last several years, there is a technique called guludan, which is developed to
rehabilitate mangrove forest (Kusmana et al. 2005a). In applying guludan
technique, a study had been conducted using seedlings of A. marina and R.
mucronata with different spacings, i.e. 0.25 x 0.25 m, 0.5 x 0.5 m, and 1 x 1 m.
There has been not many studies conducted yet to develop growth models and
increments for the planted seedlings using guludan technique. It is important to
obtain information on the growth models and increments in regards to the success
of guludan technique. This study is aimed at: 1) formulating models and
increments for diameter and height growths for A. marina and R. mucronata
seedlings at different spacings, 2) determining the most ideal spacing which can
result to the greatest growth and increment for trunk diameter and height of A.
marina and R. mucronata seedlings.
Data collections were conducted from October 2008 through October 2011
(3 years) at the Mangrove Arboretum Angke Kapuk, located at the side of
Sedyatmo Toll, KM 22 through KM 23, Jakarta Province (06o06’45” LS and
106o43’54” BT). This location has water depth of 2-3 m with salinity of 28-30
ppt and pH of 6.88 – 7.52 (Kusmana 2010).
Variables observed were trunk diameter and height of A. marina and R.
mucronata seedlings with different spacing until reaching 36 months old of age.
The starting age for A. marina was 3 months old, whereas for R. mucronata was 6
months old. The trunk diameter was measured at 10 cm above land surface using
caliper. The trunk height was measured starting from where the diameter
measurement was taken, up to the growth using measurement tape. The
observations were conducted every 4 months during the 3 years of study. The
models used were non linear regression models developed with software R, using
non linear regression analysis. Models used were logistic, Gompertz and
Richards. Models for height growth used were power, exponential, polynomial
and invers polynomial. The best model was determined using criteria as follows:
1) the model has p value < 0.05; 2) the model has the least AIC, BIC, and RMSE;
3) the model has the greatest R2
and R
2adj; 4) the model has residual value which
are randomly scattered and homoscedastic. After the best model was chosen, then
the mathematical equations were developed to predict the Mean Annual Increment
(MAI) and the Current Annual Increment (CAI). MAI is the average of diameter
growth model or height growth model over time (f(y)/t). CAI is the differential of
diameter growth model or height growth model (dy/dt).
Based on the study, it is observed that the diameter growth and height
growth of A. marina as well as diameter growth of R. mucronata followed logistic
2
equation. On the other hand, the height growth of R. mucronata followed
polynomial equation. At the beginning of the study, the 0.25 x 0.25 m spacing
showed the optimum diameter and height growth for A. marina and R. mucronata
seedlings wihich may have been caused by exposure to light. Since the seedlings
at the beginning were small, all seedlings obtained full exposure to light,
especially seedling planted with wider spacing. Denser spacing reduced exposure
to light and to heat, which in turn reducing condensation. At the beginning of the
study, the roots of the seedlings were not yet functioned optimally.
At the end of the study, the 1 x 1 m spacing gave the greatest diameter
growth for A. marina and R. mucronata. The 0.25 x 0.25 m spacing gave the least
diameter growth. These occurrences indicated that there were competition to
obtain nutrition. More fierce competition happens at denser spacings.
Height growth showed different result, i.e. the denser the spacing ,the
greatest the height growth, for seedlings of A. marina and R. mucronata. These
occurrences happened because competition to obtain light is more fierce at the
denser spacings, therefore, the growth was focused on height growth to obtain
more light. Exception happened at height growth of 2.5 years old A. marina. A.
marina seedlings aged 2.5 years old planted with 0.5 x 0.5 m spacing gave
greater height than those planted with 0.25 x 0.25 m spacing. This result happened
because competition to obtain nutrition was more fierce at the denser spacing,
which cause unoptimal photosynthesis.
Key words: Avicennia marina, growth model, guludan, Rhizophora mucronata,
spacing.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERTUMBUHAN ANAKAN Avicennia marina DAN Rhizophora
mucronata PADA JARAK TANAM YANG BERBEDA DENGAN
MENGGUNAKAN TEKNIK PENANAMAN GULUDAN
ANNA HUSNAENI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Silvikultur Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Muhdin, MSc
Judul Tesis : Pertumbuhan Anakan Avicennia marina dan Rhizophora
mucronata pada Jarak Tanam yang Berbeda dengan
Menggunakan Teknik Penanaman Guludan
Nama : Anna Husnaeni
NRP : E451090081
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS
Ketua
Dr Tatang Tiryana, SHut MSc
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Silvikultur Tropika
Dr Ir Basuki Wasis, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 15 Maret 2013 (tanggal pelaksanaan ujian tesis)
Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan
Sekolah Pascasarjana)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini ialah model pertumbuhan mangrove, dengan judul Pertumbuhan
Anakan Avicennia marina dan Rhizophora mucronata pada Jarak Tanam yang
Berbeda dengan Menggunakan Teknik Penanaman Guludan.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Cecep Kusmana,
MS dan Bapak Dr Tatang Tiryana, SHut MSc selaku pembimbing, serta Dr Ir
Muhdin, MSc yang telah memberi banyak saran. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Tarma Purwanegara beserta rekan, yang telah
membantu selama pengumpulan data juga Bakrie Center Foundation atas
beasiswa yang telah diberikan. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada
suami, ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2013
Anna Husnaeni
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan 3
Manfaat 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Deskripsi Jenis Api-api (A. marina (Forsk.) Vierh. 1907) 4
Deskripsi Jenis Bakau (R. mucronata Lamk. 1804) 6
Teknik Rehabilitasi Mangrove 7
Model Pertumbuhan 15
Penelitian Pertumbuhan Mangrove 23
3 METODE PENELITIAN 26
Waktu dan Tempat 26
Bahan dan Alat 26
Peubah yang Diamati 26
Rancangan Sampling 26
Teknik Pengumpulan Data 26
Prosedur Analisis Data 28
Penyusunan Model Pertumbuhan 28
Pemilihan Model Terbaik 29
Penyusunan Model Riap (MAI dan CAI) 31
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 32
Hasil 32
Model Pertumbuhan A. marina 32
Model Pertumbuhan R. mucronata 35
Pembahasan 41
5 SIMPULAN 45
DAFTAR PUSTAKA 46
LAMPIRAN 51
RIWAYAT HIDUP 58
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Model pertumbuhan tanaman (Fekedulegn 1999) 17
2 Hasil uji Duncan respon pertumbuhan tinggi anakan pada berbagai
tingkat salinitas (Hutahean et al. 1999) 24
3 Pertambahan tinggi rata-rata semai (cm) R. mucronata (Rm) dan R.
apiculata (Ra) pada zona darat, tengah, dan laut di tapak Medco E&P 25
4 Intensitas sampling yang digunakan dalam penelitian 26
5 Model yang dibandingkan untuk menggambarkan pertumbuhan
diameter batang dan tinggi anakan A. marina dan diameter batang R.
mucronata 28
6 Model yang dibandingkan untuk menggambarkan pertumbuhan tinggi
anakan R. mucronata 29
7 Hasil perbandingan tujuh indikator pemilihan model terbaik untuk
menduga pertumbuhan diameter batang A. marina pada jarak tanam
yang berbeda 32
8 Hasil perbandingan tujuh indikator pemilihan model terbaik untuk
menduga pertumbuhan tinggi anakan A. marina pada jarak tanam
yang berbeda 34
9 Hasil perbandingan tujuh indikator pemilihan model terbaik untuk
menduga pertumbuhan diameter batang R. mucronata pada jarak
tanam yang berbeda 36
10 Hasil perbandingan tujuh indikator pemilihan model terbaik untuk
menduga pertumbuhan tinggi anakan R. mucronata pada jarak tanam
yang berbeda 38
11 Model penduga CAI dan MAI diameter batang dan tinggi anakan A.
marina dan R. mucronata pada jarak tanam yang berbeda 40
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Avicennia marina (Forsk.) Vierh. 1907 5
2 R. mucronata Lamk. 1804. 7
3 Penananaman anakan ke dalam lubang tanam 8
4 Model sistem wanamina yang umum di Indonesia 9
5 Pemecah ombak berupa tumpukan batu yang dimasukkan ke dalam
kawat (a), berupa tripod (b) guludan tanah (c) dan cerucuk bambu
dan kayu (d) 10
6 Penahan arus dan pemecah gelombang bentuk gundukan batu (rubble
mould) 10
7 Penguat tanaman di tapak yang berombak besar menggunakan tiang
pancang (a) dan menggunakan bambu besar (b) 11
8 Sketsa pola penanaman mangrove pada tapak berarus deras tepi
sungai dengan pola zig-zag (untu walang) 12
9 Teknik penanaman mangrove pada tapak berbatu/berkerikil dengan
cara gerombol (cluster) 13
10 Teknik penanaman pada tapak berbatu/berkerikil dengan lubang besar
dan diberi lumpur 13
11 Teknik penanaman mangrove pada tapak tertimbun pasir dengan
mengganti lubang tanam dengan lumpur atau menggunakan polybag
berukuran besar 14
12 Teknik penanaman mangrove tertimbun pasir dengan cara penggalian
parit-parit yang diisi lumpur 14
13 Struktur guludan 15
14 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan
model eksponensial tikungan tajam 18
15 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan
model Monomolekuler 19
16 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan
model logistik 20
17 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan
model Gompertz 21
18 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan
model Richards 22
19 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan
model Chanter 22
20 Lokasi penelitian 27
21 Model pertumbuhan diameter batang A. marina (cm) berdasarkan
waktu pada jarak tanam yang berbeda 33
22 Model pertumbuhan tinggi anakan A. marina (m) berdasarkan waktu
pada jarak tanam yang berbeda 35
23 Model pertumbuhan diameter batang R. mucronata (cm) berdasarkan
waktu pada jarak tanam yang berbeda 37
24 Model pertumbuhan tinggi anakan R. mucronata (m) berdasarkan
waktu pada jarak tanam yang berbeda 39
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Sebaran data tinggi anakan Rhizophora mucronata pada jarak tanam
0.25 x 0.25 m (a), 0.5 x 0.5 m (b), dan 1 x 1 m (c) 52
2 Contoh keluaran hasil pengolahan data dengan menggunakan software
R 53
3 Contoh hasil verifikasi asumsi model, kondisi homokedastisitas
terpenuhi (a) dan homokedastisitas tidak terpenuhi (b) 54
4 Foto-foto guludan 55
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang unik dan
rawan. Ekosistem ini mempunyai berbagai fungsi ekologis dan ekonomis yang
memegang peranan sangat vital dalam menopang kehidupan terutama masyarakat
pesisir. Karena fungsi tersebut, terutama fungi ekonomisnya, sebagian masyarakat
untuk memenuhi keperluan hidupnya melakukan intervensi terhadap ekosistem
mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi
tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh
masyarakat untuk berbagai keperluan.
Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove
adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi, yang dalam
jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove pada
khususnya dan ekosistem pesisir pada umumnya. Hal ini menyebabkan
diperlukannya suatu upaya rehabilitasi hutan mangrove yang rusak dan
pembangunan hutan tanaman mangrove di beberapa wilayah pesisir untuk
memperkaya keanekaragaman hayati, meningkatkan produktivitas lahan, dan
kualitas lingkungan ekosistemnya.
Menurut Kusmana (2009a), penanaman dengan tujuan rehabilitasi
kawasan lindung/konservasi mangrove seyogyanya menggunakan jarak tanam
yang lebih rapat dibandingkan dengan tujuan penanaman untuk menghasilkan
hasil hutan tertentu (kayu, chip, arang, dsb). Selain itu, penanaman untuk
rehabilitasi lahan yang rusak, cenderung menggunakan spesies yang bersifat
pionir, seperti Avicennia marina dan Sonneratia alba, sedang untuk produksi kayu
pertukangan atau kayu bakar, cenderung menggunakan spesies yang memiliki
kualitas kayu lebih baik seperti Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora mucronata,
R. stylosa, atau R. apiculata.
Beberapa tahun terakhir ini telah dikembangkan dan diujicobakan suatu
teknik penanaman mangrove untuk tujuan rehabilitasi lahan yang dinamakan
teknik guludan (Kusmana et al. 2005a). Teknik guludan ini merupakan teknik
penanaman anakan mangrove pada lahan yang tergenang dengan air yang dalam
(kedalaman air 1 m atau lebih) dengan menggunakan guludan yang diisi dengan
karung-karung yang berisi tanah pada bagian bawahnya yang ditutupi dengan
lapisan tanah curah di bagian atasnya sebagai media tempat tumbuh anakan
mangrove tersebut. Dalam teknik ini telah diujicobakan penanaman bibit A.
marina dan R. mucronata dengan berbagai jarak tanam (0.25 x 0.25 m, 0.5 x 0.5
m, dan 1 x 1 m) dan dilakukan beberapa kegiatan pengukuran yang meliputi
pertumbuhan diameter batang dan tinggi anakan, kandungan klorofil a dan b daun,
biomassa anakan, luas dan berat daun, serta sistem perakaran dan pengamatan
kualitas anakan.
Belum banyak penelitian yang dilakukan di dalam sistem ini terutama
yang berkenaan dengan model pertumbuhan dan riap dari anakan yang ditanam.
Informasi mengenai model pertumbuhan dan riap cukup penting sehubungan
dengan penilaian performa serta keberhasilan teknik penanaman ini serta
penentuan jarak tanam berapakah yang menghasilkan pertumbuhan optimal.
2
Menurut Devoe dan Cole (1998) juga Bosire et al. (2008), anakan mangrove
terutama R. mucronata hasil penanaman memiliki MAI (Mean Annual Increment)
yang cukup besar bila dibandingkan dengan jenis yang sama di hutan alam dan
jarak tanam optimal berperan penting dalam mempengaruhi riap dari jenis ini.
Rata-rata pertumbuhan dari setiap jenis pohon pun sangat beragam sehingga suatu
tindakan silvikultur termasuk jarak tanam akan memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap produktivitas masing-masing jenis.
Perumusan Masalah
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Rhizophora dan
Avicennia merupakan 2 dari 12 genus utama yang terdapat pada ekosistem
mangrove. Kedua genus ini cocok untuk diterapkan dalam kegiatan rehabilitasi
karena sifat dari jenis Avicennia spp. yang merupakan pionir dan Rhizophora spp.
yang memiliki performa kayu yang baik.
Salah satu bentuk interaksi antara satu populasi dengan populasi lain atau
antara satu individu dengan individu lain adalah bersifat persaingan (kompetisi).
Persaingan terjadi bila kedua individu mempunyai kebutuhan sarana pertumbuhan
yang sama sedangkan lingkungan tidak menyediakan kebutuhan tersebut dalam
jumlah yang cukup. Faktor-faktor yang mempengaruhi persaingan diantaranya air,
nutrisi, cahaya, karbon dioksida, dan ruang. Faktor-faktor tersebut akan
mempengaruhi pertumbuhan tinggi batang, diameter batang, kandungan klorofil,
dan daya hasil dari tanaman tersebut berkaitan dengan proses fisiologis
(fotosintesis dan respirasi) yang terjadi.
Persaingan dapat terjadi di antara sesama individu dalam spesies yang
sama (intraspesific competition), dan dapat pula terjadi diantara individu-individu
dari jenis-jenis yang berbeda (interspesific competition). Persaingan sesama jenis
pada umumnya terjadi lebih awal dan menimbulkan pengaruh yang lebih buruk
dibandingkan persaingan yang terjadi antar jenis yang berbeda.
Sarana pertumbuhan yang sering menjadi pembatas dan menyebabkan
terjadinya persaingan diantaranya adalah ruang. Ruang merupakan faktor penting
dalam persaingan karena berperan sebagai tempat hidup dan sumber nutrisi bagi
tumbuhan. Ruang yang besar dapat menyebabkan tingginya tingkat persaingan.
Faktor utama yang mempengaruhi persaingan antar individu dalam suatu jenis
tanaman yang sama diantaranya adalah kerapatan.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan interaksi antara
faktor genetika dan lingkungan. Pengelolaan sistem budidaya suatu tanaman
merupakan suatu sistem manipulasi yang dilakukan agar faktor genetika melalui
pemilihan varietas dan pengelolaan lingkungan melalui perbaikan teknik
penanaman untuk menghasilkan produktivitas serta pertumbuhan baik diameter
batang maupun tinggi anakan yang optimal. Seperti yang telah disinggung
sebelumnya, dalam beberapa tahun terakhir ini, telah dikembangkan dan
diujicobakan suatu teknik penanaman mangrove untuk tujuan rehabilitasi lahan
yang dinamakan sistem guludan. Dalam teknik penanaman ini telah diujicobakan
3
berbagai jarak tanam (0.25 x 0.25 m, 0.5 x 0.5 m, dan 1 x 1 m). Sejauh ini belum
ada data mengenai ruang tumbuh (jarak tanam) optimal untuk menghasilkan
tingkat produktivitas dan pertumbuhan tanaman yang maksimal.
Dari penjelasan di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah model pertumbuhan dan riap diameter batang dan tinggi
untuk anakan A. marina dan R. mucronata pada berbagai jarak tanam?
2. Jarak tanam berapakah yang menghasilkan pertumbuhan dan riap diameter
batang dan tinggi yang paling besar untuk anakan A. marina dan R.
mucronata?
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Memformulasikan model pertumbuhan dan riap diameter batang dan
tinggi untuk anakan A. marina dan R. mucronata pada berbagai jarak
tanam.
2. Menentukan jarak tanam yang menghasilkan pertumbuhan dan riap
diameter batang dan tinggi yang paling besar untuk anakan A. marina dan
R. mucronata.
Manfaat
Model pertumbuhan dan riap yang dihasilkan dari penelitian ini dapat
digunakan untuk menduga besarnya diameter batang dan tinggi anakan A. marina
dan R. mucronata yang ditanam dengan teknik guludan. Informasi mengenai hal
ini bermanfaat untuk melakukan evaluasi kelayakan rehabilitasi mangrove dengan
menggunakan teknik guludan tersebut.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran dimensi diameter batang dan tinggi anakan A. marina dan R.
mucronata.
2. Penyusunan dan pemillihan model pertumbuhan dan riap dan tinggi anakan A.
marina dan R. mucronata.
3. Penentuan jarak tanam yang optimal untuk pertumbuhan dan riap anakan A.
marina dan R. mucronata.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Jenis Api-api (A. marina (Forsk.) Vierh. 1907)
Api-api adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Avicennia, suku
Acanthaceae (Wikipedia 2007). Dalam sistem klasifikasi, tanaman A. marina
mempunyai penggolongan sebagai berikut (Plantamor 2012):
Kingdom
Divisi
Kelas
Ordo
Family
Genus
Jenis
:
:
:
:
:
:
:
Plantae
Magnoliophyta
Magnoliopsida
Scrophulariales
Acanthaceae
Avicennia
A. marina (Forsk.) Vierh.
Nama lokal
: Api-api jambu, sia-sia putih, api-api, pejapi, nyapi, api, sia,
hajusa, pai. (Kusmana et al. 2008).
Api-api biasa tumbuh di tepi atau dekat laut sebagai bagian dari komunitas
hutan bakau. Nama Avicennia dilekatkan pada genus ini untuk menghormati Ibnu
Sina, di dunia barat terkenal sebagai Avicenna, salah seorang pakar dan perintis
kedokteran modern dari Persia (Wikipedia 2007).
Api-api merupakan salah satu jenis yang termasuk ke dalam kelompok
mangrove utama. Adapun karakteristik mangrove utama sebagai berikut
(Kusmana et al. 2008):
a. Hanya hidup di habitat mangrove, tidak dapat tumbuh menyebar ke daratan.
b. Berperan penting dalam struktur komunitas mangrove dan mampu membentuk
tegakan murni.
c. Memiliki morfologi spesifik sebagai hasil adaptasi terhadap lingkungan, seperti
adanya akar permukaan (akar napas/akar udara) dan buah vivipar.
Sebagai warga komunitas mangrove, api-api memiliki beberapa ciri yang
merupakan bagian dari adaptasi pada lingkungan berlumpur dan bergaram,
diantaranya akar nafas (pneumatophores) yang muncul 10-30 cm dari substrat,
seperti paku dengan diameter 0.5-1 cm. Akar nafas api-api yang padat, rapat
dan banyak sangat efektif untuk menangkap dan menahan lumpur sehingga
mempercepat proses pembentukan tanah timbul serta berbagai sampah yang
terhanyut di perairan. Jalinan perakaran ini juga menjadi tempat mencari
makanan bagi aneka jenis kepiting bakau, siput dan teritip (Wikipedia 2007;
Kusmana et al. 2005b).
d. Secara fisiologis memiliki mekanisme untuk mengeluarkan garam dari
tubuhnya.
Api-api memiliki daun dengan kelenjar garam. Daun api-api berwarna
putih sampai keabu-abuan dilapisi kristal garam di sisi bawahnya. Ini adalah
kelebihan garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut (Wikipedia 2007;
Kusmana et al. 2008).
e. Relatif terisolasi secara taksonomi dari komunitas daratan, minimal pada level
marga (genus).
Api-api menyukai rawa-rawa mangrove, tepi pantai yang berlumpur, atau
di sepanjang tepian sungai pasang surut. Beberapa jenisnya seperti A. marina
5
(Gambar 1) memperlihatkan toleransi yang tinggi terhadap kisaran salinitas,
mampu tumbuh di rawa air tawar hingga di substrat yang berkadar garam sangat
tinggi. Kebanyakan jenisnya merupakan jenis pionir dan oportunistik, serta mudah
tumbuh kembali. Pohon-pohon api-api yang tumbang atau rusak dapat segera
trubus (bersemi kembali), sehingga mempercepat pemulihan tegakan yang rusak
(Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2008).
A. marina memiliki ukuran pohon kecil atau besar, tinggi mencapai 30 m,
dengan tajuk yang agak renggang. Pepagan (kulit batang) halus keputihan sampai
dengan abu-abu kecoklatan dan retak-retak. Ranting memiliki buku-buku bekas
daun yang menonjol serupa sendi-sendi tulang. Susunan daun tunggal berhadapan
dengan helaian berbentuk elips dan ujung daun akut sampai membundar
berukuran panjang 5-11 cm. Api-api memiliki biji kriptovivipar. Bunga muncul
terutama pada bulan juli-februari, sedangkan munculnya buah pada bulan
november-maret (musim hujan), dengan antesis sampai kemasakan 2-3 bulan.
Bunga bersifat infloresensi berjumlah 8-14, dengan bulir rapat, panjang mencapai
1-2 cm, dengan susunan terminal atau aksilar pada tunas-tunas distal dengan daun
mahkota berjumlah 4, berwarna kuning sampai oranye. Kelopak memiliki 5
cuping dan benang sari sebanyak 4 buah berukuran 0.4-0.5 cm. Lebar buah 1.5-
2.0 cm dan panjang 1.5-2.5 cm dengan perikarp berwarna hijau, bagian dalam
hijau sampai coklat muda/kekuningan dan pada permukaan terdapat rambut halus.
Buah membundar secara apikal atau dengan sebuah paruh yang pendek
(Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2008).
Gambar 1 Avicennia marina (Forsk.) Vierh. 1907.
6
Deskripsi Jenis Bakau (R. mucronata Lamk. 1804)
Dalam sistem klasifikasi, tanaman R. mucronata mempunyai
penggolongan sebagai berikut:
Kingdom
Divisi
Kelas
Ordo
Family
Genus
Jenis
:
:
:
:
:
:
:
Plantae
Magnoliophyta
Magnoliopsida
Malpighiales
Rhizophoraceae
Rhizophora
R. mucronata Lamk.
Nama lokal
: bakau, bako-gandul, bakau-genjah, bakau-bandul, bakau-
hitam, tanjang-lanang, tokke-tokke, bakao, bakau-laki,
blukap, tongke-besar, lului, bakau-bakau, wako, bako,
bangko, blukap (Kusmana et al. 2008).
R. mucronata (Gambar 2) merupakan jenis mangrove utama dengan tinggi
batang mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Umumnya tumbuh di zona terluar,
mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya
gelombang. R. mucronata memiliki akar tunjang yang besar dan berkayu dan akar
udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah. Batang memiliki diameter
hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah
horizontal/memecah datar. Daun tunggal berhadapan dengan gagang daun
berwarna hijau, berbentuk elips melebar hingga bulat memanjang dengan ujung
daun berarista (aristate) (ujung daun mirip gigi yang meramping tajam). Panjang
daun mencapai 15-20 cm, lebih besar dari R. stylosa, dengan bagian paling lebar
berada di tengah. Permukaan bawah daun hijau kekuningan dan terdapat bintik-
bintik hitam kecil yang tersebar. Pinak daun terletak pada pangkal gagang daun
berukuran 5.5-8.5 cm. (Noor et al. 1999; Kusmana et al. 2008).
R. mucronata memiliki biji vivivar dan bunga infloresensi, bercabang-
cabang melalui pembagian menjadi dua secara berulang kali (dichotomous),
berbunga sebanyak 4-8 dengan perbungaan terbatas (cyme), menggantung, dan
aksilar. Daun mahkota berjumlah 4, berwarna putih, dan berambut dengan
kelopak bercuping 4, berwarna kuning keputihan sampai hijau kekuningan.
Benang sari berjumlah 8 dengan diameter 3-4 cm dan panjang 1.5-2.0 cm.
Tangkai putik pendek dengan kepala putik hampir duduk (hampir tanpa tangkai).
Buah berdiameter 2.0-2.3 cm, sedangkan panjang 50-70 cm berwarna hijau
sampai hijau kekuningan, leher kotiledon kuning ketika masak, dengan
permukaan berkutil (mempunyai struktur mirip kutil). R. mucronata berbuah
silindris (hipokotil), rontok dari bawah leher kotiledon, mengapung, dan tersebar
oleh arus. Pemunculan bunga sepanjang tahun (terutama agustus-desember) dan
pemuculan buah pada bulan oktober-desember (awal musim hujan), dengan
antesis sampai kemasakan sekitar 14-15 bulan (Kusmana et al. 2008).
R. mucronata tumbuh di tepi sungai-sungai kecil, pantai yang berawa dan
berlumpur tanpa ada ombak yang kuat, dan tumbuh baik di wilayah sungai
estuaria dengan lumpur mangrove yang lunak. Jarang sekali tumbuh pada daerah
yang jauh dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang
tergenang dalam, sedikit kandungan pasirnya, serta pada tanah yang kaya akan
humus. R. mucronata teradaptasi dengan berbagai elevasi dengan kisaran yang
7
lebar. Jenis ini lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan berpasir bila
dibandingkan dengan jenis R. apiculata. menyebar luas mulai dari Afrika timur,
Madagaskar, Mauritania, Asia Tenggara, kepulauan Nusantara, Melanesia dan
Mikronesia. Pada saat ini telah diintroduksikan ke daerah Hawaii (Noor et al.
1999; Kusmana et al. 2005b; Kusmana et al. 2008).
Gambar 2 R. mucronata Lamk. 1804.
Teknik Rehabilitasi Mangrove
1. Penanaman dengan propagul (Kusmana et al. 2009a)
Penanaman langsung dengan menggunakan propagul umumnya dilakukan
apabila areal penanaman berupa tanah lumpur. Penanaman propagul ini dilakukan
dengan cara membenamkan seperempat sampai sepertiga panjang propagul ke
dalam lumpur secara tegak dengan bakal kecambah menghadap ke atas. Jika
propagul ditanam terlalu dalam, lumpur akan menutup lentisel, dan hipokotil tidak
dapat berespirasi, dan hal ini akhirnya dapat menyebabkan kematian. Demikian
juga sebaliknya, apabila propagul ditanam terlalu dangkal, dia akan mudah hanyut
oleh ombak dan air pasang. Untuk R. mucronata, R. apiculata dan R. stylosa,
kelopak buah (calyx) harus selalu dilepas sebelum penanaman (biasanya kalau
propagul sudah matang, calyx ini akan lepas dengan sendirinya bersama perikarp).
Di lain pihak, untuk B. gymnorrhiza, kelopak buah tersebut harus tetap dibiarkan
utuh ketika penanaman. Calyx pada B. gymnorrhiza akan rontok sendiri setelah
seminggu. Bila setelah seminggu calyx belum rontok, calyx ini perlu dilepas
dengan tangan, tapi tidak boleh dengan cara paksa. Apabila area penanaman
terdiri atas tanah lumpur yang kurang lembek, penanaman propagul dilakukan
8
pada lubang tanam yang dibuat dengan tugal (galah kayu yang ujungnya
diruncingkan).
2. Penanaman dengan bibit (Kusmana et al. 2009a)
Bibit ditanam pada lobang tanam yang ukurannya sebesar ukuran polibag
media bibit (Gambar 3). Penanaman bibit mangrove di lahan pinggir sungai,
pinggir pantai dan daerah-daerah lainnya dengan arus air yang relatif kuat
disarankan polibagnya tidak disobek. Adapun penanaman bibit di lahan-lahan
yang arus pasang surutnya relatif tenang polibag disarankan dirobek dengan cara
disayat secara hati-hati sebelum dimasukkan ke lubang tanam. Polibag bekas
tersebut kemudian disangkutkan di ujung ajir sebagai tanda bahwa anakan sudah
ditanam. Kemudian, tanah atau lumpur ditimbunkan kedalam lubang tanam
sehingga propagul dapat berdiri tegak. Kemudian bila perlu, propagul, tersebut
diikatkan pada ajir, supaya tanaman kokoh kedudukannya dan tidak mudah
terbawa arus air. Yang perlu diperhatikan bila tanaman diikatkan ke ajir adalah
bahwa ajir itu sendiri harus kokoh kedudukannya di substrat mangrove (dalam hal
ini misalnya, ajir cukup dalam ditancapkannya ke lumpur mangrove). Bila
kedudukan (penjangkaran ke substrat mangrove) ajir lebih lemah dibanding bahan
tanaman, maka pengikatan tanaman ke tiang ajir, malah membebani tanaman dan
malah memperbesar peluang hanyutnya tanaman oleh arus.
Jika terjadi penundaan penanaman di lokasi penanaman, padahal bahan
tanaman sudah diangkut ke lokasi, bahan-bahan tanaman tersebut sebaiknya
disimpan di tempat yang teduh. Bahan tanaman berupa propagul sebaiknya
disimpan dalam posisi tegak di areal yang berlumpur, dan teduh.
Gambar 3 Penananaman anakan ke dalam lubang tanam.
3. Sistem tanam (Kusmana et al. 2009a)
Ada dua sistem penanaman mangrove yang umum dilakukan, yakni,
sistem banjar harian (penanaman seluruh areal) dan sistem tumpang sari
(wanawina/silvofishery). Secara umum tidak terdapat perbedaan secara prinsip
dalam cara penanaman dari kedua sistem tersebut. Khusus pada sistem tumpang
sari, terdapat tambahan kegiatan dalam tahapan persiapan lapangan, yakni
pembuatan konstruksi tambak, saluran air dan tapak tanam seperti terlihat pada
Gambar 4.
polibag
Lubang tanam
tanah
9
Gambar 4 Model sistem wanamina yang umum di Indonesia.
4. Teknik rehabilitasi pada tapak-tapak khusus
a. Tapak berarus dan berombak besar (Kusmana et al. 2009b)
Areal penanaman mangrove pada tapak berarus dan berombak besar
umumnya terdapat pada tepi laut lepas atau daerah cekungan tepi laut dengan
pusaran arus deras dan gelombang besar. Sebelum dilakukan penanaman terlebih
dahulu dibuat penahan arus dan pemecah gelombang (water break) di depan lahan
yang akan ditanami. Bentuk-bentuk penahan arus dan pemecah gelombang dapat
berupa: (a) tumpukan batu yang dimasukkan ke dalam anyaman kawat
(beronjong), (b) berupa tripod (cetak beton berkaki tiga), (c) gundukan atau
guludan tanah/batu (rubble mould), dan (d) anyaman cerucuk bambu/kayu.
Bentuk-bentuk penahan arus dan pemecah ombak (water break) dalam
penanaman mangrove pada tapak berarus deras berombak besar dapat dilihat pada
Gambar 5. Penahan arus dan pemecah gelombang bentuk gundukan batu (rubble
mould) dapat dilihat pada Gambar 6.
SALURAN AIR
PINTU AIR
LA
HA
N T
EM
PA
TM
EM
EL
IHA
RA
IK
AN
LA
HA
N T
EM
PA
T M
EM
ELIH
AR
A IK
AN
LA
HA
N T
EM
PA
T M
EM
ELIH
AR
A IK
AN
LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN
LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN
PINTU AIR
SALURAN AIR
tegakan
mangrove
ko
lam
pintu air saluran air
tanggul
ko
lam
tegakan
mangrove
tanggul
saluran air Pintu air
ko
lam
tegakan
mangrove
tanggul
saluran air pintu air
10
SEA
DITCH
PLANTING AREA
SEA
DITCH
PLANTING AREA
TRIPOD
TRIPOD
TRIPO
D
SEA
DITCH
PLANTING AREA
STONE DEPOSITION
PLANTING AREA
SEA
BAMBOO STICK
DITCH
Gambar 5 Pemecah ombak berupa tumpukan batu yang dimasukkan ke dalam
kawat (a), berupa tripod (b) guludan tanah (c) dan cerucuk bambu
dan kayu (d).
Gambar 6 Penahan arus dan pemecah gelombang bentuk gundukan batu (rubble
mould).
(a) (b)
laut laut
Area penanaman Area penanaman
(d) (c)
laut laut
Area penanaman Area penanaman
11
Untuk tapak semacam ini, sebaiknya digunakan bibit jenis Rhizophora
spp., terutama R. mucronata. Jarak tanam sebaiknya cukup rapat (misal 1 x 1 m
atau lebih rapat) dengan berselang seling, sehingga membentuk pola “untu
walang” (zig zag).
Agar anakan yang ditanam tidak mudah hanyut, maka sebaiknya anakan
tersebut diikatkan pada tiang pancang/bambu (Gambar 7).
1. Penggunaan tiang pancang
Tiang pancang yang terbuat dari kayu atau bambu (diameter minimal 7.5
cm, panjang 1 m, dan runcing di bagian bawahnya) ditancapkan ke dalam lumpur
sedalam 0.5 m, tepat di samping semai mangrove yang ditanam. Batang semai
tanaman diikatkan pada tiang pancang. Untuk memperoleh kedudukan yang lebih
kuat, ruas bambu tiang tersebut dilubangi terlebih dahulu, kemudian lumpur
dimasukkan ke dalam tiangnya saat tiang ditancapkan.
2. Penggunaan ruas bambu besar
Bambu yang diameter 20 – 25 cm dan tinggi 1 m, ditancapkan ke dalam
lumpur sedalam 0.5 m pada lokasi dimana semai mangrove akan ditanam. Bambu
dilubangi ruas dalamnya dan diperuncing pada bagian bawahnya. Isilah bambu
dengan lumpur, kemudian tanamlah semai mangrove ke dalam bambu tersebut.
Salah satu jenis bambu yang berukuran sebesar itu adalah bambu betung
(Dendrocalamus asper).
Gambar 7 Penguat tanaman di tapak yang berombak besar menggunakan tiang
pancang (a) dan menggunakan bambu besar (b).
b. Tapak dengan arus deras pinggir sungai (Kusmana et al. 2009b)
Penanaman mangrove pada tapak dengan arus deras pinggir sungai
dilakukan dengan menggunakan jarak tanam atau tanpa menggunakan jarak
tanam. Jika menggunakan jarak tanam sebaiknya digunakan jarak tanam rapat
kurang dari 0.5 m x 0.5 m.
Pola tanam bisa menggunakan model zig-zag (untu walang). Penanaman
tanpa menggunakan jarak tanam sering disebut dengan penanaman dengan teknik
gerombol (sistem cluster). Mengingat arus air sungai yang deras maka penanaman
mangrove pada tapak berarus deras tepi sungai ini mutlak diperlukan ajir untuk
mengikat tanaman agar tidak terbawa arus.
Ajir bisa berupa bambu atau kayu. Bibit tanaman yang di tanam
selanjutnya dengan menggunakan tali rafia diikat dengan ajir bambu atau kayu
tersebut. Untuk menghindari hanyutnya media tanah yang terdapat dalam polibag
12
0,25 – 0.5 m
0,5-1 m
0,5 - 1 m
oleh arus sungai yang deras sebaiknya pada waktu penanaman polibag tidak perlu
dibuka, cukup diperbanyak lobang-lobang akar pada polibagnya. Sketsa pola
penanaman mangrove pada tapak berarus deras tepi sungai dapat dilihat pada
Gambar 8.
Gambar 8 Sketsa pola penanaman mangrove pada tapak berarus deras tepi sungai
dengan pola zig-zag (untu walang).
c. Tapak berlumpur dalam (Kusmana et al. 2009b)
Tapak berlumpur dalam bisa terdapat pada areal penanaman mangrove tepi
laut, tepi sungai atau bekas tambak. Pada tapak yang berlumpur dalam, sebaiknya
digunakan bibit atau propagul R. mucronata. Seperti halnya pada tapak yang
berombak besar, bibit atau propagul mangrove yang ditanam diikatkan pada tiang
pancang. Alternatif lain bibit yang akan ditanam dimasukkan ke dalam bambu
yang telah berisi media tanah. Jarak tanam yang dipakai sebaiknya jarak tanam
rapat (maksimal 1 x 1 m).
d. Tapak berbatu atau berkerikil (Kusmana et al. 2009b)
Tapak berbatu atau berkerikil umumnya ditemukan pada areal penanaman
mangrove di dekat terumbu karang atau di pantai-pantai terjal berdinding batu
atau berkerikil. Prinsip penanaman mangrove pada tapak berbatu atau berkerikil
ini adalah memindahkan batu atau berkerikil yang terdapat pada lobang tanam
dengan media lumpur atau tanah.
Teknik penanaman mangrove pada tapak berbatu/berkerikil dapat
menggunakan teknik jarak tanam rapat atau tanpa menggunakan jarak tanam
(penanaman bergerombol/cluster). Penanaman dengan jarak tanam dapat
menggunakan bibit dengan lubang tanam yang besar dan diganti dengan lumpur.
Penanaman dengan gerombol/cluster disesuaikan dengan sebaran dan ketebalan
batu/kerikil yang ada. Dalam satu titik penanaman bisa ditanam lebih dari satu
bibit mangrove. Jika arus/gelombang tidak besar tidak diperlukan ajir tanaman.
Teknik penanaman gerombol/cluster pada tapak berbatu/berkerikil dapat dilihat
pada Gambar 9 dan 10.
13
Gambar 9 Teknik penanaman mangrove pada tapak berbatu/berkerikil dengan
cara gerombol (cluster).
Gambar 10 Teknik penanaman pada tapak berbatu/berkerikil dengan lubang besar
dan diberi lumpur.
e. Tapak tertimbun pasir pasca tsunami (Kusmana et al. 2009b)
Tapak tertimbun pasir terjadi akibat gelombang laut yang besar atau
tsunami. Pasca terjadinya tsunami selain menghancurkan berbagai sarana
prasarana di tepi pantai juga sering menyisakan timbunan pasir yang luas dan
tebal. Dalam rangka rehabilitasi dan penanaman mangrove di kawasan ini
diperlukan usaha mengurangi timbunan pasir sebelum penanaman.
Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan telah mencoba menanam mangrove pada areal yang
tertimbun pasir pasca tsunami di Aceh dengan cara menggunakan polybag
berukuran besar, pembuatan parit, dan lubang tanam berukuran besar yang diisi
dengan lumpur. Walaupun pengaruhnya terhadap pertumbuhan anakan belum
diperoleh, namun ada indikasi anakan mangrove dapat tumbuh secara baik dengan
perlakuan tersebut.
polybag
Lubang tanam yang lebar dan dalam
diisi lumpur
pasir
14
0.5 – 0.6 m
pasir
parit atau lubang yang diisi
dengan lumpur bibit mangrove
Polibag berukuran besar
pasir
Prinsip yang dipakai dalam penanaman mangrove pada tapak tertimbun
pasir sama halnya dengan tapak berbatu berkerikil yaitu menggali, memindahkan
dan mengganti pasir yang ada di lubang tanaman dengan lumpur. Bentuk-bentuk
penanaman pada tapak yang tertimbun pasir dapat dilihat pada Gambar 11 dan
Gambar 12.
Gambar 11 Teknik penanaman mangrove pada tapak tertimbun pasir dengan
mengganti lubang tanam dengan lumpur atau menggunakan polybag
berukuran besar.
Gambar 12 Teknik penanaman mangrove tertimbun pasir dengan cara penggalian
parit-parit yang diisi lumpur.
f. Tapak dengan air tergenang dalam dan diam (Kusmana et al. 2009b)
Tapak tanaman mangrove pada air tergenang dalam dan diam (tidak
berarus deras) umumnya terdapat pada kawasan hutan mangrove yang mengalami
degradasi seperti bekas tambak, bekas galian atau bekas saluran. Kedalaman air
bervariasi yang umumnya lebih dari 1.5 m sampai 3 m. Lokasi bekas galian
tersebut dapat ditemukan di dekat pantai yang terkena pasang-surut harian atau
jauh dari pantai yang tidak tidak terjangkau oleh pasang surut pantai sehingga
tingkat salinitas air genangan bervariasi.
Teknik rehabilitasi pada tapak dengan air tergenang dalam dan tidak
berarus deras ini dengan menggunanakan sistem guludan bambu. Teknik guludan
bambu ini dikembangkan oleh Kusmana et al. (2005a) untuk merehablitasi
mangrove tergenang air dalam di sekitar Tol Sedyatmo, wilayah Jakarta Utara.
Hasil penanaman mangrove dengan teknik guludan bambu tersebut berhasil
15
dengan baik. Selanjutnya teknik tersebut dikembangkan untuk merehabilitasi
kawasan mangrove yang tergenang air dalam di beberapa lokasi di Jakarta.
Prinsip dasar yang digunakan dalam sistem guludan bambu tersebut adalah
memperpendek genangan air sampai pada zona perakaran bibit mangrove.
Guludan dibuat dari cerucuk bambu yang dipasang rapat seperti pagar berbentuk
persegi panjang. Cerucuk bambu tersebut diikat dengan bambu penjepit di bagian
atas dan bawah. Pagar cerucuk bambu tersebut selanjutnya diisi karung goni berisi
tanah urugan. Tumpukan karung dalam cerucuk bambu dibuat sampai 20 cm di
bawah permukaan air. Selanjutnya tumpukan karung tersebut ditimbun dengan
tanah curah yang berisi lumpur sampai kira-kira 20 cm di atas permukaan air
(Gambar 13). Setelah proses stabilitasi tanah dapat dilakukan pemasangan ajir dan
penanaman bibit tanaman mangrove. Jarak tanam yang digunakan sebaiknya jarak
tanam rapat kurang dari 1 x 1 m.
Gambar 13 Struktur guludan (Kusmana 2010).
Model Pertumbuhan
Model adalah contoh sederhana yang mewakili atau menggambarkan suatu
sistem yang nyata. Model itu sendiri dibangun dari hasil penelitian atau
pengalaman yang berulang-ulang, sehingga tercipta suatu pengetahuan. Oleh
karena itu, model memiliki peranan penting di dalam ilmu pengetahuan.
Penyusunan model sangat penting dalam suatu penelitian, terutama untuk
menghemat waktu dan biaya (Harja dan Rahayu 2010).
Siswadi (1991) mengemukakan bahwa suatu model seringkali
dikelompokkan antara lain berdasarkan (a) upaya memperolehnya, (b) keterkaitan
pada waktu, atau (c) sifat keluarannya. Model yang berdasarkan upaya
memperolehnya misalnya adalah: model teoritik, mekanistik, dan empirik. Model
teoritik digunakan sebagai model yang diperoleh dengan menggunakan teori-teori
yang berlaku. Model mekanistik digunakan bila model tersebut diperoleh
berdasarkan mekanisme pembangkit fenomena. Model empirik digunakan bagi
model yang diperoleh hanya dari pengamatan tanpa menjelaskan sama sekali
tentang mekanismenya. Model yang didasarkan keterkaitannya pada waktu adalah
model statik dan dinamik. Model statik adalah model yang tidak terkait dengan
waktu, sedangkan model dinamik tergantung pada waktu. Bila perubahan dalam
model dinamik terjadi atau diamati secara kontinyu dalam waktu, maka model
16
tersebut dikatakan sebagai model kontinyu, bila tidak, maka model tersebut
dikatakan sebagai model diskret.
Handoko (2005) mengelompokkan beberapa model sebagai berikut:
1. Model empirik dan mekanistik
Model empirik dibuat berdasarkan pengamatan empirik/statistik, tanpa
menjelaskan atau didasarkan atas proses terjadinya. Model mekanistik
menjelaskan mekanisme proses terjadinya dalam suatu sistem.
2. Model deskriptif dan model numerik
Model deskriptif menggambarkan bentuk-bentuk hubungan secara
konsepsi atau berupa simbol-simbol tanpa mengandung bentuk hubungan
numerik. Model numerik menggambarkan hubungan-hubungan dalam bentuk
persamaan-persamaan matematik.
3. Model dinamik dan statik
Model dinamik menjelaskan tentang unsur waktu sebagai peubah penting.
Model statik tidak menjelaskan peubah-peubah yang ada sebagai fungsi waktu.
4. Model deterministik dan stokastik
Model deterministik tidak memperhitungkan peluang terjadinya kesalahan
hasil prediksi. Model stokastik merupakan suatu model dengan hasil prediksi yang
mengandung toleransi yang dapat berupa simpangan yang secara statistik dapat
digambarkan dengan ragam, simpangan baku, dan koefisien keragaman.
Pertumbuhan tanaman merupakan sistem yang dinamik, sehingga model
dinamik merupakan model yang sesuai terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut
Davis dan Jhonson (1987) pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan dari
jumlah dan dimensi pohon, baik diameter maupun tinggi yang terdapat pada suatu
tegakan. Pertumbuhan ke atas (tinggi) merupakan pertumbuhan primer (initial
growth), sedangkan pertumbuhan ke samping (diameter) disebut pertumbuhan
sekunder (secondary growth).
Diameter merupakan salah satu dimensi pohon yang paling sering
digunakan sebagai parameter pertumbuhan. Pertumbuhan diameter dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Pertumbuhan diameter
berlangsung apabila keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, penggantian
daun, pertumbuhan akar, dan tinggi telah terpenuhi (Davis dan Jhonson 1987).
Menurut Sitompul dan Guritno (1995), model pertumbuhan biasanya
berkenaan dengan hubungan diantara proses pertumbuhan (yang dinyatakan
dalam produknya) dengan faktor pengendali utama produknya dalam bentuk
persamaan. Kebanyakan model pertumbuhan pada masa lampau bersifat empiris
yaitu fungsi kadang-kadang dipilih dengan melihat data begitu saja dan membuat
suatu penaksiran karena tujuannya, biasanya hanya untuk mendapatkan suatu
ringkasan matematik dari data mengenai pertumbuhan keseluruhan tanaman atau
bagian tanaman, sehingga parameter model sering kurang atau tidak mempunyai
arti biologi. Akan tetapi, usaha belakangan ini telah mencoba memilih fungsi yang
logis secara biologi dengan parameter-parameter yang dapat menggambarkan
sesuatu mekanisme fisiologi atau biokimiawi yang mendasari proses
pertumbuhan. Bentuk pertumbuhan berubah menjadi asimptotis jika substrat
pertumbuhan seperti fotosintat atau unsur hara menjadi terbatas atau menurun
dengan adanya proses penuaan atau senesens.
Pola pertumbuhan tegakan antara lain dinyatakan dalam bentuk kurva
pertumbuhan yang merupakan hubungan fungsional antara sifat tertentu tegakan
17
antara lain volume, tinggi, bidang dasar, dan diameter dengan umur tegakan.
Bentuk kurva pertumbuhan tegakan yang ideal akan mengikuti bentuk ideal bagi
pertumbuhan organisme, yaitu bentuk sigmoid. Bentuk umum kurva pertumbuhan
kumulatif tumbuh-tumbuhan akan memiliki tiga tahap, yaitu tahap pertumbuhan
eksponensial, tahap pertumbuhan mendekati linear, dan pertumbuhan asimptotis
(Davis dan Jhonson 1987).
Menurut Fekedulegn et al. (1999), berbagai model pertumbuhan yang
umumnya digunakan dalam bidang kehutanan tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 Model pertumbuhan tanaman (Fekedulegn et al. 1999)
Model Bentuk persamaan Sumber
Negatif
eksponensial f(t) = a(1-exp(-kt))+e Philip (1994)
Monomolekular f(t) = a(1-b exp(-kt))+e Draper dan Smith (1981)
Mitcherlich f(t) = (a-bkt)+e Philips dan Campbell
(1968)
Gompertz f(t) = a exp(-b exp(-kt))+e Draper dan Smith (1981)
Logistik f(t) = a/(1+b exp(-kt))+e Nelder (1961); Oliver
(1964)
Chapman-Richards f(t) = a(1-b exp(-kt))1/(1-n)
+e Draper dan Smith (1981)
Von Bertalanffy f(t) = (a1-n
-b exp(-kt))1/(1-n)
+e Bertalanffy (1957); Myers
(1986)
Richard’s f(t) = a/(1+b exp(-kt))1/n
+e Richard (1959); Myers
(1986)
Weibull f(t) = (a-b exp(-ktn))+e Ratkowsky (1983); Myers
(1986)
Selain itu, berdasarkan Sitompul dan Guritno (1995), beberapa model untuk
menggambarkan proses pertumbuhan hubungannya dengan umur tanaman adalah
sebagai berikut:
a. Eksponensial tikungan tajam
Pengertian dasar yang perlu dipegang dalam pengembangan model
eksponensial dengan tikungan tajam adalah bahwa proses pertumbuhan itu
disamakan dengan mesin yang dapat menghasilkan suatu produk. Mesin
pertumbuhan itu kemudian dalam tanaman diasumsikan proporsional dengan
biomassa total tanaman. Kemudian mesin tersebut bekerja secara maksimal
sepanjang substrat tersedia, dan pertumbuhan yang dihasilkan tidak dapat balik.
Pertumbuhan dapat berhenti seketika setelah substrat dihabiskan (Gambar 14).
Perkembangan kuantitatif tanaman yang digambarkan model ini sangat
jarang dijumpai khususnya keadaan pertambahan ukuran tanaman yang berhenti
tiba-tiba sebagaimana ditunjukkan oleh tikungan tajam pada model. Memang pada
bagian awal liku, model dapat menstimulasi penampilan tanaman sesungguhnya
yang umumnya mempunyai bentuk pola eksponensial. Ini berarti bahwa asumsi
yang digunakan untuk menurunkan model tersebut hanya dapat mendekati
sebagian proses pertumbuhan sesungguhnya. Asumsi tentang mesin pertumbuhan
yang proporsional dengan biomassa total tanaman cukup realistis, karena
18
keseluruhan tubuh tanaman merupakan satu kesatuan untuk menghasilkan bahan
baru. Kekeliruan dalam penafsiran sifat sistem mungkin terletak pada asumsi
kedua yaitu bahwa mesin tersebut bekerja secara maksimal sepanjang substrat
tersedia. Karena kemampuan tanaman untuk menghasilkan biomassa per satuan
biomassa sebelumnya, yang dapat digunakaan sebagai indikator aktivitas kerja
mesin pertumbuhan, berubah seiring dengan waktu dan biasanya semakin rendah
mendekati akhir fase pertumbuhan tanaman.
Gambar 14 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan
model eksponensial tikungan tajam.
b. Monomolekuler
Model pertumbuhan monomolekuler dikembangkan dari peristiwa yang
terjadi dalam reaksi kimia sederhana yaitu reaksi tingkat pertama yang tidak dapat
balik. Dalam reaksi tingkat pertama, laju transformasi suatu substrat diasumsikan
proporsional dengan konsentrasi substrat. Laju pertumbuhan nampak menurun
secara terus-menerus dan tanpa titik belok (Gambar 15). Keadaan demikian tidak
umum terjadi dalam pertumbuhan tanaman.
Dengan demikian asumsi yang digunakan untuk mengembangkan model
monomolekuler tidak bisa mendekati keadaan yang sesungguhnya. Tetapi bagian
akhir pertumbuhan cukup tepat digambarkan oleh model tersebut yang berarti ada
bagian (sifat) dari system yang tercakup dalam model. Suatu asumsi yang
digunakan yang kelihatannya tidak begitu sesuai dengan sifat biologis tanaman
adalah bahwa kuantitas mesin pertumbuhan diasumsikan tidak berubah (konstan).
Kenyataannya jaringan fotosintesis, sebagai hasil karbohidrat, dan sel-sel yang
aktif dalam metabolisme diluar proses fotosintesis, seperti yang terdapat dalam
jaringan meristem, yang jelas merupakan komponen mesin pertumbuhan berubah
19
seiring dengan waktu. Akar yang tidak dapat diabaikan sebagai bagian dari mesin
pertumbuhan dengan fungsinya untuk menyerap air dan unsur hara juga
mengalami perubahan.
Gambar 15 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan
model monomolekuler.
c. Logistik
Pada kedua persamaan sebelumnya, dua keadaan yang berbeda telah
dianalisis. Pertama laju pertumbuhan tergantung pada kuantitas mesin
pertumbuhan yang dipandang proporsional dengan berat kering tanaman. Kedua
laju pertumbuhan tergantung pada tingkat substrat. Kedua model yang dihasilkan
tidak dapat menggambarkan keseluruhan pertumbuhan tanaman, tetapi dapat
meniru sebagian sistem tanaman yaitu secara berturut-turut bagian awal dan akhir.
Persamaan pertumbuhan logistik diturunkan dengan asumsi gabungan
yaitu kuantitas mesin pertumbuhan proporsional dengan berat kering yang bekerja
pada suatu tingkat yang proporsional dengan jumlah substrat yang tersedia dan
pertumbuhan tidak dapat balik. Adapun pola pertumbuhan tanaman yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 16.
20
Gambar 16 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan
model logistik.
d. Gompertz
Model pertumbuhan Gompertz diturunkan berdasarkan asumsi bahwa
substrat pertumbuhan tidak terbatas, sehingga mesin pertumbuhan selalu dijenuhi
oleh substrat. Kuantitas mesin pertumbuhan proporsional dengan berat kering
tanaman dengan laju pertumbuhan spesifik sebagai konstanta perbandingan.
Keefektifan mesin pertumbuhan merosot seiring dengan waktu (umur tanaman).
Asumsi terakhir ini cukup logis karena degradasi aktivitas komponen
metabolisme seperti enzim dan daun (penuaan) adalah peristiwa yang umum
terjadi.
Perbedaan dengan persamaan eksponensial tikungan tajam adalah adanya
parameter laju pertumbuhan spesifik, yang sama dengan laju pertumbuhan relatif
(LPR). Parameter pertumbuhan ini diasumsikan tidak konstan, keadaan yang
sering terjadi pada kondisi alami atau semi-alami.
Bentuk liku yang dihasilkan persamaan Gompertz nampak menyerupai
bentuk liku yang dihasilkan persamaan logistik. Akan tetapi persamaan Gompertz
menghasilkan liku dengan laju relatif cepat pada awal pertumbuhan dan lambat
pada masa berikutnya dibandingkan dengan yang terjadi pada persamaan logistik.
Kemudian liku tidak mempunyai masa konstan yang cukup lama pada bagian
akhir pertumbuhan, sebagaimana umumnya terjadi pada kebanyakan tanaman, dan
titik belok tidak terjadi pada pertengahan liku seperti pada persamaan logistik
tetapi pada bagian akhir (Gambar 17). Sekalipun demikian, pola pertumbuhan
tanaman yang mengikuti model Gompertz dapat terjadi, hanya asumsi tentang
substrat pertumbuhan tidak terbatas yang digunakan untuk menurunkan
persamaan tidak cukup logis pada kondisi alami.
21
Gambar 17 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan
model Gompertz.
e. Model Richards
Model yang dikembangkan oleh von Bertalanffy (1957) untuk
menggambarkan pertumbuhan hewan diterapkan pertama oleh Richards (1959)
untuk tanaman dan disebut model Richards. Model ini lebih bersifat empiris
dengan kemampuan meliput keadaan pertumbuhan yang cukup luas yang kadang
dapat menguntungkan. Karena sifat fleksibilitasnya, Carson (1974) mengandalkan
model Richards untuk mendapatkan peluang paling baik menghasilkan deskripsi
pertumbuhan yang dapat diterima. Adapun pola pertumbuhan tanaman yang
dibentuk dapat dilihat pada Gambar 18.
22
Gambar 18 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan
model Ricards.
f. Model Chanter
Model Chanter merupakan suatu model pertumbuhan yang merupakan
gabungan persamaan Logistik dan Gompertz dengan parameter-parameter yang
mempunyai pengertian yang sama dan telah dikembangkan oleh Chanter (1976).
Adapun pola pertumbuhan tanaman yang dibentuk dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan
model Chanter. L = model logistik, G = model Gompertz
23
Penelitian Pertumbuhan Mangrove
Terdapat beberapa penelitian yang mengkaji mengenai pertumbuhan
mangrove khusunya untuk jenis A. marina dan R. mucronata diantaranya sebagai
berikut:
a. Burchett et al. (1984)
Burchett et al. (1984) meneliti hubungan antara parameter pertumbuhan
dan respirasi akar A. marina dengan berbagai tingkat salinitas (0%, 25%, 75%,
dan 100% air laut). Pertumbuhan (biomassa dan luas permukaan daun) dan rata-
rata respirasi tertinggi didapatkan pada media 25% air laut, tingkat sukulensi daun
tertinggi pada media 50% air laut, dan potensial osmotik daun tertinggi pada
media 100% air laut.
b. O’Grady et al. (1996)
O’Grady et al. (1996) meneliti pertumbuhan dan distribusi dari dua jenis
anakan mangrove (A. marina dan R. stylosa) di area pantai Darwin Harbour.
Berdasarkan penelitian tersebut, anakan A. marina dan R. stylosa memiliki tingkat
kerapatan dan pertumbuhan terbesar pada areal dengan kanopi yang terbuka.
Secara umum anakan R. stylosa lebih tahan bila dibandingkan dengan A. marina.
Rhizophora memiliki cadangan embrionik yang lebih besar dibandingkan
Avicennia. Hal ini memungkinkan anakan Rhizophora dapat lebih bertahan di
bawah naungan untuk periode yang lama dibandingkan dengan Avicennia.
c. Devoe dan Cole (1998)
Devoe dan Cole (1998) melakukan penelitian mengenai pertumbuhan
hutan mangrove di Federated States of Micronesia (FSM). Berdasarkan plot
permanen yang telah dibangun selama 9 tahun di lokasi ini, didapatkan nilai riap
rat-rata tahunan dari jenis R. apiculata sekitar 0.25 cm/th, Xylocarpus granatum
sekitar 0.31 cm/th, R. mucronata sekitar 0.37 cm/th, B. gymnorrhiza sekitar 0.35
cm/th, dan S. alba sekitar 0.49 cm/th. Secara keseluruhan, riap volume rata-rata di
area FSM ini mencapai 4.5 m3/(ha th).
d. Komiyama et al. (1998)
Komiyama et al. (1998) mengujicobakan penanaman R. apiculata dan R.
mucronata dengan teknik stek propagul. Propagul masing-masing jenis dibagi
menjadi tiga bagian yaitu bawah, tengah, dan atas. Berdasarkan penelitian
tersebut, rata-rata tinggi batang dan diameter untuk jenis R. mucronata terbesar
dihasilkan oleh potongan propagul bagian bawah, kemudian sedang untuk
propagul bagian tengah, dan terkecil untuk propagul bagian atas. Pada jenis R.
apiculata, rata-rata diameter yang dihasilkan memiliki kecenderungan yang sama
dengan jenis R. mucronata, akan tetapi rata-rata tinggi batang tidak berbeda untuk
ketiga bagian propagul yang digunakan. Setelah 38 bulan penanaman, rata-rata
diameter untuk jenis R. apiculata dan R. mucronata secara berturut-turut 0.78-
1.37 dan 0.56-0.89 kali rata-rata diameter anakan yang berasal dari propagul utuh,
sedangkan untuk rata-rata tinggi 0.81-0.85 dan 0.50-1.00 kali.
24
e. Hutahean et al. (1999)
Hutahean et al. (1999) melakukan studi kemampuan tumbuh anakan
mangrove jenis R. mucronata, B. gymnorrhiza, dan A. marina pada berbagai
tingkat salinitas (0.00-7.50 ppt, 7.50-15.0 ppt, 15.0-22.5 ppt, dan 22.5-30.0 ppt)
menggunakan bibit berumur 1 tahun. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, secara
umum respon pertumbuhan terbaik diperoleh pada salinitas yang semakin rendah.
Setelah 3 bulan pengamatan, didapatkan pertumbuhan tinggi untuk setiap jenis
dan tingkat salinitas seperti tertera pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji Duncan respon pertumbuhan tinggi anakan pada berbagai tingkat
salinitas (Hutahean et al. 1999)
Jenis Salinitas (ppt) Tinggi rata-rata (cm) Duncan grouping
B. gymnorrhiza 0.0-7.5 8.86 A*
A. marina 0.0-7.5 5.72 B
A. marina 7.5-15,0 5.24 BC
B. gymnorrhiza 7.5-15.0 4.02 BCD
B. gymnorrhiza 15.0-22.5 2.90 BCDE
A. marina 22.5-30.0 2.66 CDE
R. mucronata 7.5-15.0 2.48 CDE
R. mucronata 0.0-7.5 2.22 DE
A. marina 15.0-22.5 1.86 DE
R. mucronata 15.0-22.5 1.70 DE
R. mucronata 22.5-30.0 1.26 DE
B. gymnorrhiza 22.5-30.0 0.96 E Keterangan: * = respon paling baik
f. Rasool dan Saifullah (2005)
Pada penelitiannya, Rasool dan Saifullah (2005) mensimulasikan teknik
penanaman mangrove dengan pembuatan alur dan mengaplikasikan bentuk V
pada dasar alur sebagai pencegahan terhadap genangan juga tumbuhnya tritip.
Penelitian dilakukan di sepanjang garis pantai Balochistan, Miani Hor, Pakistan
dengan kondisi lahan datar dan berlumpur. Berdasarkan hasil penelitian ini
didapatkan rata-rata pertumbuhan tinggi A. marina selama 6 bulan pengamatan
yaitu sekitar 38.91 ± 2.0 cm lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya menggunakan teknik penanaman konvensional oleh
Rasool et al. (2002) dengan menggunakan sumber anakan berupa cabutan yaitu
12.35 ± 7.40 cm dan Rasool dan Saifullah (2002) dengan menggunakan sumber
anakan dari persemaian yaitu 26,87 ± 2,61 cm.
g. Thampanya (2006)
Pada sebagian disertasinya, Thampanya (2006) meneliti hubungan antara
umur dengan diameter dan tinggi jenis anakan mangrove R. mucronata dan A.
marina sampai dengan umur 20 tahun. Thampanya (2006) menggunakan
persamaan regresi linear dalam penelitiannya. Adapun persamaan yang
didapatkan untuk menduga tinggi untuk jenis R. mucronata dan A. marina secara
berturut-turut adalah y = -0.35+1.27x dan y = 0.32+1.45x, sedangkan untuk
diameter y = -1.30+1.38x dan y = 2.42+0.90x (y = umur (th), x = tinggi (m) atau
DBH (cm)).
25
h. Jumiati (2008)
Jumiati (2008) melakukan penelitian mengenai pertumbuhan R. mucronata
dan R. apiculata di kawasan yang terpolusi oleh minyak di kawasan tambang
minyak dan gas PT Medco E & P di kecamatan Tarakan Timur. Pengukuran
dilakukan dengan interval 2 minggu selama 4 bulan pengamatan pada tiga zona
berbeda yaitu zona darat, tengah, dan laut. Anakan yang digunakan dalam
penelitian ini berupa propagul dan bibit. Adapun pertambahan tinggi rata-rata
semai R. mucronata dan R. apiculata yang didapatkan tertera pada Tabel 3.
Tabel 3 Pertambahan tinggi rata-rata semai (cm) R. mucronata (Rm) dan R.
apiculata (Ra) pada zona darat, tengah, dan laut di tapak Medco E&P Parameter Riap tinggi rata-rata (cm/2 minggu)
R. mucronata R. apiculata
Bibit Propagul Bibit Propagul
D T L D T L D T L D T L
Pertambahan
tinggi (cm) 5.2 1.6 7.2 35.7 6.1 18.5 1.9 0.34 4.9 8.7 7.6 15.7
Keterangan: D = zona darat, T = zona tengah, L = zona laut
i. Kairo et al. (2008)
Kairo et al. (2008) melakukan penelitian mengenai struktur dan
produktivitas dari hutan tanaman R. mucronata berumur 12 tahun di Gazi Bay,
Kenya. Berdasarkan hasil penelitiannya didapatkan bahwa rata-rata tinggi kanopi
dari R. mucronata berumur 12 tahun yaitu 8.4 ± 1.1 m dengan rata-rata diameter
6.2 ± 1.87 cm. Biomassanya diperkirakan mencapai 106.7 ± 24.0 ton/ha dengan
akumulasi biomassa rata-rata 8.9 ton/(ha th).
k. Halidah (2010)
Halidah (2010) meneliti tentang pengaruh tinggi genangan dan jarak tanam
terhadap pertumbuhan anakan R. mucronata di pantai barat Sulawesi Selatan.
Berdasarkan penelitian tersebut, perlakuan tinggi genangan belum menunjukkan
pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi, sedangkan jarak tanam memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi. Jarak tanam 0.5 m x 0.5
m, 1 m x 1 m, 1 m x 2 m, dan 2 m x 1.5 m memberikan rata-rata tinggi R.
mucronata berumur 6 bulan secara berturut-turut yaitu 1.56 cm, 2.22 cm, 1.77 cm,
dan 5.74 cm.
l. Syah (2011)
Syah (2011) melakukan penelitian mengenai pertumbuhan tanaman bakau
(R. mucronata) pada lahan restorasi di hutan lindung Angke Kapuk provinsi DKI
Jakarta. Berdasarkan penelitian tersebut, pada umur 3 bulan, rata-rata tinggi R.
mucronata berkisar antara 60.05-60.39 cm, sedangkan rata-rata diameter berkisar
antara 3.33-3.90 cm. Pada umur 6 bulan, rata-rata tinggi berkisar antara 104.90-
106.00 cm, sedangkan rata-rata diameter berkisar antara 3.33-3.90 cm. Pada umur
12 bulan, rata-rata tinggi dan diameter berturut-turut berkisar antara 140.65-
142.82 cm dan 5.63-5.75 cm. Sedangkan pada umur 16 bulan, rata-rata tinggi dan
diameter berturut-turut berkisar antara 129.48-148.82 cm dan 6.08-6.19 cm.
3 METODE
Waktu dan Tempat
Pengambilan data membutuhkan waktu sekitar 3 tahun dari mulai Oktober
2008 sampai dengan Oktober 2011 di kawasan Arboretum Mangrove Angke
Kapuk, yang berada di pinggir jalan tol Sedyatmo-Bandara Internasional
Soekarno Hatta pada KM 22 sampai dengan KM 23, provinsi DKI Jakarta
(06o06’45” LS dan 106
o43’54”BT) (Gambar 20). Kawasan ini memiliki
kedalaman air sekitar 2-3 m dengan tingkat salinitas 28-30 ppt dan pH 6.88-7.52
(Kusmana 2010).
Bahan dan Alat
Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
anakan A. marina dan R. mucronata, meteran, caliper, alat tulis, dan seperangkat
komputer.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini berupa diameter batang dan tinggi
anakan A. marina dan R. mucronata pada berbagai perlakuan jarak tanam.
Rancangan Sampling
Penelitian yang dilakukan berupa pengukuran diameter batang dan tinggi
anakan A. marina dan R. mucronata untuk setiap jarak tanam sampai dengan
umur tanam 36 bulan, yang mana umur A. marina dan R. mucronata pada saat
penanaman berturut-turut adalah 3 bulan dan 6 bulan. Adapun intensitas sampling
yang digunakan tertera pada Tabel 4.
Tabel 4 Intensitas sampling yang digunakan dalam penelitian
Guludan Jumlah anakan
(ind)
Intensitas sampling
(%)
Jumlah sampel
(ind)
0.25 x 0.25 m 336 11 36
0.5 x 0.5 m 99 22 22
1 x 1 m 30 40 12
Total 465 15 70
Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut:
1. Tahapan persiapan
Pada tahapan ini dipersiapkan bahan-bahan dan peralatan untuk
pengukuran diameter batang dan tinggi anakan mangrove serta dilakukan
pengecekan terhadap nomor semua anakan mangrove yang dijadikan sampel
pengukuran diameter batang dan tinggi anakan pada periode waktu sebelumnya
(pada awal penanaman telah dilakukan pengacakan, penomoran, dan pemetaan
untuk setiap pohon contoh).
27
Lok
asi
Pen
elit
ian
Gam
bar
20 L
okas
i pen
elit
ian (
Kusm
ana
2010)
28
2. Pengukuran tinggi anakan dan diameter batang
Diameter batang diukur pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah,
sedangkan tinggi anakan diukur dari batas pengukuran diameter batang sampai
dengan ujung pusat tumbuh (dilakukan penandaan sejak awal penanaman).
Diameter batang dan tinggi anakan mangrove diukur langsung menggunakan
caliper dan meteran atau galah pengukur tinggi anakan. Pengamatan tersebut
dilakukan setiap 4 bulan selama periode pengamatan.
Prosedur Analisis Data
Penyusunan Model Pertumbuhan
Model yang akan disusun merupakan pendugaan untuk setiap peubah
pertumbuhan tinggi anakan dan diameter batang. Model yang diujicobakan
menggunakan satu peubah bebas yaitu umur dalam bentuk nonlinier. Penyusunan
model menggunakan analisis regresi nonlinier dengan menggunakan software R.
Adapun model-model yang digunakan tertera pada Tabel 5.
Khusus untuk pertumbuhan tinggi anakan R. mucronata, setelah dilihat
sebaran data yang dihasilkan (Lampiran 1), maka digunakan bentuk model
berbeda untuk diujikan. Adapun bentuk model yang dimaksud tertera pada Tabel
6.
Tabel 5 Model yang dibandingkan untuk menggambarkan pertumbuhan diameter
batang dan tinggi anakan A. marina dan diameter batang R. mucronata
Model Persamaan Sumber
Gompertz Yt = a exp(-b exp(-ct)) Draper dan Smith (1981);
Fekedulegn et al. (1999); Lei
dan Zhang (2004); Narinc et
al. (2010); Gurcan et al.
(2012)
Logistik Yt = a/(1+ b exp(-ct)) Nelder (1961); Oliver
(1964); Fekedulegn et al.
(1999); Lei dan Zhang
(2004); Narinc et al. (2010);
Gurcan et al. (2012)
Richards Yt = a/(1+ exp(-bt)) 1/c
Richard (1959); Myers
(1986); Fekedulegn et al.
(1999); Narinc et al. (2010)
Keterangan: Yt = diameter batang (cm)/tinggi anakan (m) pada umur ke-t
a, b, c = parameter model
29
Tabel 6 Model yang dibandingkan untuk menggambarkan pertumbuhan tinggi
anakan R. mucronata
Model Persamaan Sumber
Power Yt = atb Sit dan Costello (1994)
Eksponensial Yt = a exp (bt) Sit dan Costello (1994)
Polinomial Yt = a(t-b)2 + c Sit dan Costello (1994)
Invers
Polinomial Yt = t/(a+bt) Sit dan Costello (1994)
Keterangan: Yt = tinggi anakan (m) pada umur ke-t a, b, c = parameter model
Pemilihan Model Terbaik
Untuk memilih model pertumbuhan terbaik diguanakan kriteria pemilihan
model sebagai berikut:
1. Uji Keberartian Model
Untuk mengiuji keberartian model digunakan uji t untuk melihat ada
tidaknya signifikansi pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas.
2. Akaike Information Criteria (AIC)
Akaike Information Criteria (AIC) merupakan ukuran relatif baiknya suatu
model statistik. Kriteria ini dikembangkan oleh Hirotsugu Akaike dan pertama
kali dipublikasikan oleh Akaike pada tahun 1974. Kriteria ini menggambarkan
hubungan antara bias dan simpangan baku dalam penyusunan model, atau dengan
kata lain menggambarkan hubungan antara tingkat ketelitian dan kompleksitas
dari sebuah model. Adapun penentuan nilai AIC dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Liddle 2008):
keterangan:
Lmax = nilai maksimum dari fungsi kemungkinan yang dapat dicapai oleh model
p = jumlah parameter
3. Bayesian Information Criteria (BIC)
Kriteria lain yang merupakan ukuran relatif baiknya suatu model statistik
adalah Bayesian Information Criteria (BIC). BIC diperkenalkan oleh Gideon E.
Schwarz pada tahun 1978. Kriteria ini hampir sama dengan AIC. Penentuan nilai
BIC dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Liddle 2008):
keterangan:
Lmax = nilai maksimum dari fungsi kemungkinan yang dapat dicapai oleh model
p = jumlah parameter
n = jumlah pengamatan
4. Root Mean Square Error (RMSE)/Simpangan Baku (S)
Simpangan baku adalah ukuran besarnya penyimpangan nilai dugaan
terhadap nilai sebenarnya. Semakin kecil nilai simpangan, maka penduga tersebut
30
akan semakin tinggi ketepatannya. Semakin sempit sebaran simpangan maka akan
semakin tinggi ketelitiannya dan semakin kecil kesalahan sistematiknya, maka
penduga tersebut semakin tidak bias. Nilai simpangan baku ditentukan dengan
rumus (Salvatore dan Reagle 2001):
keterangan:
s = simpangan baku (n-p) = derajat bebas sisa
Ya = nilai diameter batang/tinggi anakan sesungguhnya
Yi = nilai diameter batang/tinggi anakan dugaan
5. Uji Kesesuaian Model
Untuk melihat kesesuaian model terhadap data, digunakan koefisien
determinasi (R2) dan koefisien determinasi terkoreksi (Radj
2). R
2 adalah
perbandingan antara jumlah kuadrat regresi (JKR) dengan jumlah kuadrat total
(JKT) dan biasanya R2
dinyatakan dalam persen (%). Nilai R2 ini mencerminkan
seberapa besar keragaman peubah tak bebas Y dapat dijelaskan oleh suatu peubah
bebas X. Nilai R2 berkisar antar 0% sampai 100%. Makin besar R
2 akan makin
besar total keragaman yang dapat diterangkan oleh regresinya (semakin tinggi
keragaman peubah tak bebas Y dapat dijelaskan oleh peubah bebas X), berarti
bahwa regresi yang diperoleh makin baik. Perhitungan nilai R2
adalah untuk
melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan antara peubah bebas dan tidak
bebas. Koefisien determinasi terkoreksi (Radj2) adalah koefisien determinasi yang
telah dikoreksi oleh derajat bebas dari JKS dan JKT nya. Adapun perhitungan
besarnya nilai R2 dan R
2 terkoreksi dapat dilakukan dengan rumus (Narinc et al.
2010):
keterangan:
JKS = Jumlah Kuadrat Sisa (n-p) = dbs = derajat bebas sisaan
JKT = Jumlah Kuadrat Total (n-l) = dbt = derajat bebas total
6. Verifikasi Asumsi Model
Salah satu asumsi model regresi adalah ragam sisaan yang konstan
(homokedastisitas). Asumsi tersebut diverifikasi dengan membuat grafik
hubungan antara nilai dugaan sebagai absis dan sisaan sebagai ordinat.
Model terbaik dipilih dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
1. Nilai p-value < 0.05
2. Nilai AIC, BIC, dan simpangan baku (RMSE) paling kecil
3. Nilai R2 dan R
2 terkoreksi (R
2adj) paling besar
4. Sisaan menyebar acak dan tidak membentuk pola tertentu (homokedastisitas).
31
Penyusunan Model Riap (MAI dan CAI)
Berdasarkan model yang telah terpilih, maka disusun persamaan
matematis untuk menduga besaran MAI (Mean Annual Increment) dan CAI
(Current Annual Increment). MAI merupakan hasil rata-rata dari model
pertumbuhan diameter batang atau tinggi anakan per satuan waktu (f(y)/t),
sedangkan CAI merupakan hasil diferensiasi/turunan pertama dari model
pertumbuhan diameter batang atau tinggi anakan (dy/dt).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Model Pertumbuhan A. marina
Berdasarkan hasil pengolahan dari keseluruhan data yang didapatkan
selama 36 bulan (Lampiran 2 dan 3), model persamaan logistik paling sesuai
untuk ketiga perlakuan jarak tanam bagi pertumbuhan diameter batang A. marina
dibandingkan kedua model lainnya (Richard’s dan Gompertz) (Tabel 7). Hal ini
dapat dilihat dari nilai ketujuh kriteria yang diperbandingkan yaitu p-value, AIC,
BIC, RMSE, R2, R
2adj, serta terpenuhi atau tidaknya kondisi homokedastisitas
dari model yang dihasilkan.
Tabel 7 Hasil perbandingan tujuh indikator pemilihan model terbaik untuk
menduga pertumbuhan diameter batang A. marina pada jarak tanam
yang berbeda Jarak
Tanam Persamaan Koefisien p-value AIC BIC RMSE R
2 R
2adj Homokedastisitas
0.25 x
0.25 m
Logistik
a = 5.083 <0.0001
111.04 128.43 0.54 0.705 0.702 Terpenuhi b = 11.333 <0.0001
c = 0.919 <0.0001
Richard’s
a = 8.881 0.0338
387.86 401.77 0.54 0.704 0.702 Tidak b = 0.426 0.0002
c = 0.223 <0.0001
Gompertz
a = 12.739 0.1255
387.97 401.88 0.54 0.704 0.702 Tidak b = 3.490 <0.0001
c = 0.289 0.0028
0.5 x
0.5 m
Logistik
a = 5.688 <0.0001
72.44 87.36 0.50 0,871 0,870 Terpenuhi b = 14.670 <0.0001
c = 1.220 <0.0001
Richard’s
a = 9.213 <0.0001
79.82 94.74 0.52 0.863 0.861 Terpenuhi b = 0.562 <0.0001
c = 0.212 <0.0001
Gompertz
a = 13.032 0.0029
82.03 96.95 0.53 0.859 0.857 Terpenuhi b = 3.636 <0.0001
c = 0.384 <0.0001
1 x 1
m
Logistik
a = 5.981 <0.0001
49.98 61.83 0.50 0.882 0.879 Terpenuhi b = 14.207 <0.0001
c = 1.189 <0.0001
Richard’s
a = 9.383 0.0019
52.25 64.10 0.51 0.876 0.873 Terpenuhi b = 0.561 <0.0001
c = 0.215 <0.0001
Gompertz
a = 12.795 0.0213
52.95 64.79 0.52 0.874 0.871 Terpenuhi b = 3.547 <0.0001
c = 0.390 <0.0001
Model pertumbuhan logistik memberikan nilai p-value terkecil untuk
ketiga perlakuan jarak tanam yaitu <0.0001 yang berarti koefisien yang diujikan
pada model berpengaruh sangat nyata terhadap estimasi pertumbuhan diameter
batang yang dihasilkan. Selain itu, model logistik mempunyai nilai AIC dan BIC
terkecil untuk setiap perlakuan jarak tanam secara berturut-turut untuk jarak
tanam 0.25 m x 0.25 m yaitu 111.04 dan 128.43; kemudian untuk jarak tanam 0.5
x 0.5 m yaitu 49.98 dan 61.83; begitupun untuk jarak tanam 1 x 1 m yaitu 49.98
dan 61.83. Nilai kesalahan (RMSE) yang dihasilkan juga paling kecil untuk jarak
tanam 0.5 dan 1 m yaitu 0.50 bila dibandingkan dengan persamaan lain yang
berkisar antara 0.51-0.53. Nilai R2
dan R2
adj yang dihasilkan juga cukup tinggi
33
(lebih dari 70%) yang berarti bahwa 70% dari variasi diameter batang anakan A.
marina dapat dijelaskan dengan baik oleh umur tanaman melalui model logistik
yang dihasilkan. Kedua kriteria tersebut memiliki nilai paling tinggi pada model
pertumbuhan logistik untuk masing-masing jarak tanam. Selain itu, dari ketiga
model yang dibandingkan untuk pertumbuhan diameter batang A. marina, hanya
model persamaan logistik yang memenuhi syarat homokedastisitas pada ketiga
perlakuan jarak tanam. Persamaan Richard’s dan Gompertz tidak memenuhi
kaidah homokedastisitas untuk jarak tanam 0.25 x 0.25 m. Adapun kurva
pertumbuhan yang dihasilkan dari model terpilih untuk ketiga jarak tanam dapat
dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21 menunjukkan bahwa pada awal penanaman (umur 0.25 tahun)
sampai dengan umur 0.75 tahun, A. marina dengan perlakuan jarak tanam 0.25 x
0.25 m memiliki ukuran diameter batang paling besar bila dibandingkan dengan
perlakuan jarak tanam yang lain. Akan tetapi antara umur 0.75 sampai dengan 2
tahun, jarak tanam 1 x 1 m memiliki ukuran diameter batang paling besar
sedangkan jarak tanam 0.25 m justru merupakan kondisi pertumbuhan dengan
diameter batang terkecil. Kemudian ukuran diameter batang hampir seragam
sampai dengan umur 2.3 tahun, dan di akhir pengamatan setelah tanaman
mencapai umur 3.25 tahun jarak tanam 1 x 1 m menghasilkan tanaman dengan
diameter batang terbesar.
Gambar 21 Model pertumbuhan diameter batang A. marina (cm) berdasarkan
waktu pada jarak tanam yang berbeda. ( ) diameter model jarak
tanam 1 x 1 m, ( ) diameter model jarak tanam 0.5 x 0.5 m, ( )
diameter model jarak tanam 0.25 x 0.25 m, ( x ) diameter aktual jarak
tanam 1 x 1 m, ( * ) diameter aktual jarak tanam 0.5 x 0.5 m, ( + )
diameter aktual jarak tanam 0.25 x 0.25 m.
0
1
2
3
4
5
6
7
0.25 0.75 1.25 1.75 2.25 2.75 3.25
Dia
met
er (
cm)
Umur (tahun)
34
Berdasarkan hasil pengujian model pertumbuhan untuk tinggi anakan A.
marina (Tabel 8), persamaan logistik juga merupakan model yang paling sesuai.
Pada jarak tanam 0.25 x 0.25 m, persamaan logistik memenuhi kaidah
homokedastisitas serta memiliki niali p-value (<0.0001), AIC (136.68), BIC
(154.06), dan RMSE (0.46) terendah dengan nilai R2
dan R2adj tertinggi yaitu
84.2% dan 84.1%. Hal ini senada dengan perlakuan jarak tanam 0.5 x 0.5 m yang
mana nilai AIC (86.89), BIC (101.81), RMSE (0.48), R2
(88.8%), dan R2adj
(88.7%).
Pada jarak tanam 1 x 1 m, model persamaan Richard’s memiliki nilai
RMSE (0.44), R2
(89.6%), dan R
2adj (89.4%) yang paling baik, akan tetapi untuk
indikator AIC dan BIC, model persamaan Logistik memiliki nilai yang lebih
rendah yaitu 63.76 dan 75.61 dibandingkan dengan persamaan Richard’s 100.79
dan 110.27. Pada kasus ini, model persamaan logistik yang dipilih dikarenakan
selisih yang tidak terlalu besar untuk indikator RMSE (0.01), R2
(3%), dan R
2adj
(4%) bila dibandingkan selisih dari indikator AIC (37.03) dan BIC (34.66).
Indikator AIC dan BIC yang lebih diutamakan dalam pemilihan model selama
nilai yang dihasilkan oleh R2
dan R2adj tinggi dan tidak jauh berbeda sehingga
variasi tinggi anakan masih dapat dijelaskan dengan baik oleh umur tanaman
melalui model yang dihasilkan.
Tabel 8 Hasil perbandingan tujuh indikator pemilihan model terbaik untuk
menduga pertumbuhan tinggi anakan A. marina pada jarak tanam yang
berbeda Jarak
Tanam Persamaan Koefisien p-value AIC BIC RMSE R
2 R
2adj Homokedastisitas
0.25 x
0.25 m
Logistik
a = 4.986 <0.0001
136.68 154.06 0.46 0.842 0.841 Terpenuhi b = 11.372 <0.0001
c = 1.142 <0.0001
Richard’s
a = 4.986 <0.0001
145.06 162.44 0.47 0.836 0.834 Terpenuhi b = 11.372 <0.0001
c = 1.142 <0.0001
Gompertz
a = 10.652 0.0008
148.04 165.42 0.48 0.832 0.831 Terpenuhi b = 3.316 <0.0001
c = 0.378 <0.0001
0.5 x
0.5 m
Logistik
a = 6.050 <0.0001
86.89 101.81 0.48 0.888 0.887 Terpenuhi b = 14.307 <0.0001
c = 1.171 <0.0001
Richard’s
a = 11.758 0.0020
99.40 114.31 0.52 0.870 0.868 Terpenuhi b = 0.488 <0.0001
c = 0.204 <0.0001
Gompertz
a = 20.910 0.0557
102.49 117.41 0.53 0.861 0.859 Terpenuhi b = 3.970 <0.0001
c = 0.305 <0.0001
1 x 1
m
Logistik
a = 6.583 <0.0001
63.76 75.61 0.45 0.893 0.890 Terpenuhi b = 14.508 <0.0001
c = 1.045 <0.0001
Richard’s
a = 6.467 <0.0001
100.79 110.27 0.44 0.896 0.894 Terpenuhi b = 0.740 <0.0001
c = 0.214 <0.0001
Gompertz
a = 7.473 <0.0001
102.29 111.77 0.45 0.894 0.892 Terpenuhi b = 3.445 <0.0001
c = 0.567 <0.0001
Perbandingan ketiga kurva pertumbuhan tinggi anakan A. marina
berdasarkan model yang terpilih (Gambar 22), menunjukkan bahwa jarak tanam
0.25 x 0.25 m sejak awal penanaman terus mengalami penambahan dimensi tinggi
anakan yang cukup besar ditandai dengan curamnya kurva yang dibentuk dan
35
mulai berkurang pertambahan tinggi anakan pada usia sekitar 2.25 tahun. Anakan
A. marina pada jarak tanam 0.25 x 0.25 m memiliki ukuran tinggi anakan paling
tinggi kemudian disusul dengan jarak tanam 0.5 x 0.5 m dan terendah pada jarak
tanam 1 x 1 m dari awal penanaman hingga kisaran umur 2.5 tahun. Setelah itu,
jarak tanam 0.5 x 0.5 m menjadi anakan dengan pertumbuhan tinggi anakan yang
paling baik dari mulai umur 2.5 tahun hingga pengamatan terakhir yaitu pada
umur 3.25 tahun. Perlakuan jarak tanam 1 x 1 m sejak pertumbuhan awal
penanaman secara konstan memiliki rata-rata tinggi anakan paling rendah.
Gambar 22 Model pertumbuhan tinggi anakan A. marina (m) berdasarkan waktu
pada jarak tanam yang berbeda. ( ) tinggi model jarak tanam 1 x 1
m, ( ) tinggi model jarak tanam 0.5 x 0.5 m, ( ) tinggi model jarak
tanam 0.25 x 0.25 m, ( x ) tinggi aktual jarak tanam 1 x 1 m, ( * )
tinggi aktual jarak tanam 0.5 x 0.5 m, ( + ) tinggi aktual jarak tanam
0.25 x 0.25 m.
Model Pertumbuhan R. mucronata
Hasil pengolahan dan analisis data diameter batang R. mucronata pada
berbagai perlakuan jarak tanam (Tabel 9) menunjukkan bahwa ketiga model yang
diujikan memenuhi kaidah homokedastisitas juga memiliki nilai p-value yang
seragam yaitu <0.0001 yang berarti semuanya berpengaruh nyata. Pada jarak
tanam 0.25 m x 0.25 m, persamaan logistik merupakan model yang terbaik untuk
digunakan. Hal ini berdasarkan nilai indikator yang dihasilkan yaitu AIC (85.28),
BIC (102.68), dan RMSE (0.30) lebih kecil bila dibandingkan dengan kedua
model lainnya. Nilai R2
(89.1%) dan R2adj (89%) pun lebih tinggi daripada yang
lainnya.
Pada jarak tanam 0,5 x 0,5 m, model persamaan Richard’s memiliki nilai
RMSE (0.23), R2 (93.2%) dan R
2adj (93.1%) terbaik, akan tetapi kriteria nilai AIC
dan BIC terbaik pada jarak tanam tersebut yaitu pada persamaan logistik (56.24
dan 70.62). Bila dilihat dari nilai R2
(89.8%) dan R2adj (93.1%) yang cukup besar
juga nilai RMSE (0.31) yang tidak jauh berbeda dengan persamaan Richard’s,
variasi diameter batang anakan masih dapat dijelaskan dengan baik oleh umur
tanaman melalui persamaan logistik. Oleh karena itu, persamaan yang dipilih
0
1
2
3
4
5
6
0.25 0.75 1.25 1.75 2.25 2.75 3.25
Tin
gg
i (m
)
Umur (tahun)
36
untuk mewakili model pertumbuhan diameter batang R. mucronata pada jarak
tanam 0.5 x 0.5 m ini adalah persamaan logistik. Hal ini berlaku juga untuk jarak
tanam 1 m x 1 m. Selisih nilai R2
dan R2adjnya tidak terlalu besar antara
persamaan Gompertz (94.9% dan 94.8%) dengan persamaan logistik (91.2% dan
90.0%), maka persamaan logistik yang dipilih untuk model pertumbuhan diameter
batang R. mucronata pada jarak tanam ini.
Tabel 9 Hasil perbandingan tujuh indikator pemilihan model terbaik untuk
menduga pertumbuhan diameter batang R. mucronata pada jarak tanam
yang berbeda Jarak
Tanam Persamaan Koefisien p-value AIC BIC RMSE R
2 R
2adj Homokedastisitas
0.25 x
0.25 m
Logistik
a = 2.752 <0.0001
85.28 102.68 0.30 0.891 0.890 Terpenuhi b = 14.066 <0.0001
c = 2.793 <0.0001
Richard’s
a = 2.832 <0.0001
105.68 123.08 0.31 0.883 0.882 Terpenuhi b = 1.937 <0.0001
c = 0.211 <0.0001
Gompertz
a = 2.856 <0.0001
111.52 128.93 0.31 0.881 0.880 Terpenuhi b = 3.728 <0.0001
c = 1.758 <0.0001
0.5 x
0.5 m
Logistik
a = 2.953 <0.0001
56.24 70.62 0.31 0.898 0.897 Terpenuhi b = 12.360 <0.0001
c = 2.474 <0.0001
Richard’s
a = 3.084 <0.0001
65.14 79.52 0.23 0.932 0.931 Terpenuhi b = 1.674 <0.0001
c = 0.229 <0.0001
Gompertz
a = 3.132 <0.0001
68.10 82.47 0.32 0.894 0.892 Terpenuhi b = 3.340 <0.0001
c = 1.480 <0.0001
1 x 1
m
Logistik
a = 3.036 <0.0001
20.27 31.73 0.31 0.912 0.909 Terpenuhi b = 12.695 <0.0001
c = 2.461 <0.0001
Richard’s
a = 3.201 <0.0001
24.40 35.85 0.30 0.916 0.914 Terpenuhi b = 1.638 <0.0001
c = 0.227 <0.0001
Gompertz
a = 3.268 <0.0001
25.70 37.15 0.22 0.949 0.948 Terpenuhi b = 3.351 <0.0001
c = 1.433 <0.0001
Berdasarkan hasil visualisasi perbandingan dari model yang terpilih untuk
masing-masing jarak tanam (Gambar 23), pada awal pertumbuhan sampai dengan
umur 2 tahun, anakan R. mucronata yang mendapatkan perlakuan jarak tanam
0.25 x 0.25 m memiliki ukuran diameter batang terbesar bila dibandingkan dengan
jarak tanam lain. Pada rentang umur ini, jarak tanam 0.5 x 0.5 m dan 1 x 1 m
memberikan hasil pertumbuhan anakan yang hampir sama. Setelah umur 2 tahun,
jarak tanam 1 x 1 m yang menghasilkan pertumbuhan diameter batang yang lebih
baik, disusul 0.5 x 0.5 m kemudian 0.25 x 0.25 m.
37
Gambar 23 Model pertumbuhan diameter batang R. mucronata (cm) berdasarkan
waktu pada jarak tanam yang berbeda. ( ) diameter model jarak
tanam 1 x 1 m, ( ) diameter model jarak tanam 0.5 x 0.5 m, ( )
diameter model jarak tanam 0.25 x 0.25 m, ( x ) diameter aktual
jarak tanam 1 x 1 m, ( * ) diameter aktual jarak tanam 0.5 x 0.5 m,
( + ) diameter aktual jarak tanam 0.25 x 0.25 m.
Pertumbuhan tinggi anakan R. mucronata diuji dengan menggunakan
model yang berbeda dengan model-model sebelumnya. Hal ini dikarenakan jika
dilihat dari sebaran data yang dihasilkan (Lampiran 1), pertumbuhan yang
dibentuk masih dalam tahap yang konsisten naik belum menggambarkan pola
pertumbuhan ideal yang berupa kurva sigmoid. Adapun model yang diujikan
berupa model persamaan power, eksponensial, polinomial, dan invers polinomial
(Tabel 10).
Tabel 8 menunjukkan bahwa persamaan eksponensial pada pertumbuhan
tinggi anakan R. mucronata jarak tanam 0.25 x 0.25 m memiliki nilai RMSE
terendah (0.30) serta R2 (76.7%)
dan R
2adj (76.6%) tertinggi. Nilai ini tidak jauh
berbeda dengan persamaan polinomial yang mana nilai RMSE, R2, dan R
2adj
secara berturut-turut yaitu sebesar 0.31, 76%, dan 75.8%. Berdasarkan indikator
AIC dan BIC, maka diputuskan model yang dipilih untuk pertumbuhan tinggi
anakan R. mucronata jarak tanam 0.25 x 0.25 m adalah model persamaan
polinomial. Persamaan polinomial memiliki nilai AIC (-54.30) dan BIC (-36.90)
yang lebih kecil bila dibandingkan dengan persamaan eksponensial (-41.57 dan -
27.65). Berdasarkan ketujuh kriteria yang dibandingkan, persamaan model
polinomial juga merupakan model terbaik yang dipilih dalam pertumbuhan tinggi
anakan R. mucronata jarak tanam 0.5 x 0.5 m dan 1 x 1 m.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Dia
met
er (
cm)
Umur (tahun)
38
Tabel 10 Hasil perbandingan tujuh indikator pemilihan model terbaik untuk
menduga pertumbuhan tinggi anakan R. mucronata pada jarak tanam
yang berbeda Jarak
Tanam Persamaan Koefisien p-value AIC BIC RMSE R
2 R
2adj Homokedastisitas
0.25 x
0.25 m
Power a = 1.253 <0.0001
49.13 63.05 0.36 0.658 0.656 Terpenuhi b = 0.433 <0.0001
Eksponensial a = 0.812 <0.0001
-41.57 -27.65 0.30 0.767 0.766 Terpenuhi b = 0.354 <0.0001
Polinomial
a = 0.176 <0.0001
-54.30 -36.90 0.31 0.760 0.758 Terpenuhi b = 0.101 0.0049
c = 0.968 <0.0001
Invers
Polinomial
a = 0.318 <0.0001 108.27 122.20 0.44 0.508 0.506 Tidak
b = 0.453 <0.0001
0.5 x
0.5 m
Power a = 1.203 <0.0001
-23.20 -11.70 0.47 0.369 0.364 Terpenuhi b = 0.240 <0.0001
Eksponensial a = 0.884 <0.0001
-72.34 -60.84 0.29 0.760 0.758 Terpenuhi b = 0.278 <0.0001
Polinomial
a = 0.219 <0.0001
-111.50 -97.13 0.22 0.863 0.861 Terpenuhi b = 0.691 <0.0001
c = 1.050 <0.0001
Invers
Polinomial
a = 0.135 <0.0001 -4.91 6.59 0.56 0.082 0.075 Tidak
b = 0.705 <0.0001
1 x 1
m
Power a = 1.193 <0.0001
-18.62 -9.46 0.38 0.479 0.472 Terpenuhi b = 0.259 <0.0001
Eksponensial a = 0.867 <0.0001
-55.52 -46.35 0.22 0.828 0.826 Terpenuhi b = 0.272 <0.0001
Polinomial
a = 0.203 <0.0001
-87.23 -75.78 0.15 0.915 0.912 Terpenuhi b = 0.737 <0.0001
c = 1.037 <0.0001
Invers
Polinomial
a = 0.152 <0.0001 -4.59 4.58 0.48 0.162 0.150 Tidak
b = 0.690 <0.0001
Hasil perbandingan dari ketiga persamaan model yang terpilih (Gambar
24) menunjukkan bahwa jarak tanam 0.25 x 0.25 m merupakan perlakuan yang
paling optimal dalam menghasilkan pertumbuhan tinggi anakan R. mucronata.
Pada umur satu tahun pertama, tinggi anakan relatif sama untuk semua jarak
tanam, setelah itu jarak tanam 0.25 x 0.25 m memperlihatkan pertumbuhan tinggi
anakan yang tertinggi disusul oleh jarak tanam 0.5 x 0.5 m kemudian jarak tanam
1 x 1 m dengan ukuran tinggi anakan terendah.
Berdasarkan keseluruhan model pertumbuhan diameter batang dan tinggi
anakan yang didapatkan baik untuk jenis A. marina maupun R. mucronata, maka
dapat disusun model persamaan riap (MAI dan CAI). Adapun persamaan model
yang dihasilkan tertera pada Tabel 11.
39
Gambar 24 Model pertumbuhan tinggi anakan R. mucronata (m) berdasarkan
waktu pada jarak tanam yang berbeda. ( ) tinggi model jarak tanam
1 x 1 m, ( ) tinggi model jarak tanam 0.5 x 0.5 m, ( ) tinggi
model jarak tanam 0.25 x 0.25 m, ( x ) tinggi aktual jarak tanam 1 x
1 m, ( * ) tinggi aktual jarak tanam 0.5 x 0.5 m, ( + ) tinggi aktual
jarak tanam 0.25 x 0.25 m.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Tin
gg
i (m
)
Umur (tahun)
Jenis Parameter Jarak Tanam Model Pertumbuhan Model MAI Model CAI
A. marina
Diameter
batang
0.25 x 0.25 m te
Y919.0333.111
083.5
tetY
919.0333.111
083.5
2919.0
919.0
333.11
940.52
t
t
e
eY
0.5 x 0.5 m te
Y220.1670.141
688.5
tetY
220.1670.141
688.5
2220.1
220.1
670.14
800.101
t
t
e
eY
1 x 1 m te
Y189.1207.141
981.5
tetY
189.1207.141
981.5
2189.1
189.1
207.14
032.101
t
t
e
eY
Tinggi
anakan
0.25 x 0.25 m te
Y142.1372.111
986.4
tet
Y142.1372.111
986.4
2142.1
142.1
372.11
752.64
t
t
e
eY
0.5 x 0.5 m te
Y171.1307.141
050.6
tetY
171.1307.141
050.6
2171.1
171.1
307.14
359.101
t
t
e
eY
1 x 1 m te
Y045.1508.141
583.6
tet
Y045.1508.141
583.6
2045.1
045.1
508.14
804.99
t
t
e
eY
R.
mucronata
Diameter
batang
0.25 x 0.25 m te
Y793.2066.141
752.2
tetY
793.2066.141
752.2
2793.2
793.2
066.14
116.108
t
t
e
eY
0.5 x 0.5 m te
Y474.2360.121
953.2
tetY
474.2360.121
953.2
2474.2
474.2
360.12
299.90
t
t
e
eY
1 x 1 m te
Y461.2695.121
036.3
tetY
461.2695.121
036.3
2461.2
461.2
695.12
852.94
t
t
e
eY
Tinggi
anakan
0.25 x 0.25 m 968.0101.0176.02 tY
t
tY
968.0101.0176.02
101.1352.0 tY
0.5 x 0.5 m 050.1691.0219.02 tY
t
tY
050.1691.0219.02
691.0438.0 tY
1 x 1 m 037.1737.0203.02 tY
t
tY
037.1737.0203.02
737.0406.0 tY
Tabel 11 Model penduga CAI dan MAI diameter batang dan tinggi anakan A. marina dan R. mucronata pada jarak tanam yang berbeda 40
Pembahasan
Pada sistem penanaman guludan yang dilakukan di area tambak
Arboretum kawasan ekowisata mangrove milik Dinas Pertanian dan Kelautan
DKI Jakarta, pertumbuhan diameter batang dan tinggi anakan A. marina serta
diameter batang R. mucronata selama 36 bulan penanaman untuk setiap perlakuan
jarak tanam membentuk pola persamaan logistik, sedangkan untuk pertumbuhan
tinggi anakan R. mucronata membentuk pola persamaan polinomial.
Secara umum, sejak awal penanaman perlakuan jarak tanam 0.25 x 0.25 m
menunjukkan performa pertumbuhan yang paling optimal baik untuk
pertumbuhan diameter batang maupun tinggi anakan pada kedua jenis anakan
yang digunakan (A. marina dan R. mucronata). Hal ini kemungkinan besar
dikarenakan adanya pengaruh cahaya. Ukuran anakan yang masih kecil
menyebabkan semua permukaan daun mendapatkan pencahayaan penuh
dikarenakan tidak ada bagian daun yang ternaungi terutama pada jarak tanam
lebar. Bjorkman et al. (1988) diacu dalam Wilson (2009) menemukan bahwa
sejumlah spesies mangrove di Australia memiliki rata-rata penangkapan CO2 yang
rendah pada kondisi pencahayaan penuh sebagai akibat dari menurunnya efisiensi
fotosintesis untuk menghilangkan kelebihan energi. Di lain pihak, daun yang
ternaungi memiliki karakteristik fotosintesis yang normal. Okimoto et al. (2007)
juga telah menemukan bahwa rata-rata pertukaran CO2 fotosintetik paling tinggi
berada pada daun di kanopi yang lebih rendah. Cahaya memang diperlukan untuk
proses fotosintesis, akan tetapi jumlah yang berlebihan ternyata menyebabkan
menurunnya rata-rata penangkapan CO2 yang merupakan salah satu komponen
yang dibutuhkan untuk fotosintesis, sehingga menghasilkan pertumbuhan yang
kurang optimal.
Selain mengurangi penerimaan cahaya yang terlalu tinggi, jarak tanam
yang lebih rapat juga dapat mengurangi sengatan panas yang diterima oleh
tanaman sehingga proses penguapan dapat dikurangi dan secara tidak langsung
mengurangi kebutuhan akan air. Hal ini berdampak pada berkurangnya energi
yang dibutuhkan untuk sekresi/translokasi garam yang ada pada sel tanaman yang
masuk bersamaan dengan proses penyerapan air. Selain itu, pada kondisi awal
penanaman, tanaman masih dalam proses adaptasi sehingga akar belum bisa
melakukan fungsinya secara optimal. Krauss et al. (2008) juga menyebutkan
bahwa ketika penerimaan cahaya meningkat, terlebih pada kondisi nutrisi yang
terbatas, tanaman akan mengalokasikan pertumbuhannya pada akar dibandingkan
daun, untuk memenuhi permintaan kebutuhan air dan nutrisi.
Pada pertumbuhan diameter batang, baik R. mucronata maupun A. marina,
terutama diameter batang R. mucronata, seiring dengan bertambahnya umur
tanaman, jarak tanam 1 x 1 m mulai menunjukkan tingkat perlakuan yang
menghasilkan pertumbuhan terbesar. Jarak tanam 0.25 x 0.25 m justru
menampilkan pertumbuhan diameter batang terkecil. Hal ini menggambarkan
sudah mulai terjadinya persaingan dalam memperoleh nutrisi. Jarak tanam yang
rapat mengakibatkan persaingan nutrisi yang lebih besar dibandingan dengan
jarak tanam yang lebih jarang. Menurut Krauss et al. (2008), hampir seluruh jenis
tanaman mangrove memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap ketersediaan nutrisi.
Berdasarkan hasil penelitian O’Grady et al. (1996), kerapatan dan
pertumbuhan A. marina lebih tinggi pada area kanopi yang terbuka. Kompetisi
41
42
nutrisi, cahaya, dan jarak tanam merupakan faktor yang sangat penting dalam
mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi Avicennia. Akan tetapi,
kecenderungan pertumbuhan diameter batang yang semakin besar seiring dengan
semakin lebarnya jarak tanam tidak terjadi pada hasil penelitian Halidah (2010).
Pada penelitian ini, jarak tanam terlebar yang diaplikasikan yaitu 2 x 1.5 m
menghasilkan ukuran tinggi anakan R. mucronata tertinggi, akan tetapi jarak
tanam 1 x 2 m menghasilkan anakan dengan ukuran tinggi lebih rendah
dibandingkan jarak tanam 1 x 1 m.
Pada akhir pengamatan (umur tanaman 3.25 tahun), ukuran diameter
batang anakan mencapai 4.37 cm pada jarak tanam 0.25 m x 0.25 m, 4.45 cm pada
jarak tanam 0.5 x 0.5 m, dan 4.61 cm pada jarak tanam 1 x 1 m (Gambar 21).
Ukuran diameter batang ini masih lebih kecil dibandingkan dengan ukuran
diameter batang A. marina di pantai selatan Thailand yang mencapai 5.42 cm
pada umur yang sama (Thampanya 2006).
Pada akhir pengamatan (umur 3.5 tahun), R. mucronata memiliki ukuran
diameter batang 2.5-3 cm, lebih kecil bila dibandingkan dengan A. marina (4-5
cm). Selain itu, pertumbuhan diameter batang R. mucronata pada sistem guludan
ini juga lebih lambat bila dibandingkan dengan R. mucronata di pantai selatan
Thailand yang mencapai 3.53 cm pada umur yang sama (Thampanya 2006).
Perbedaan ini mungkin dikarenakan oleh perbedaan penggunaan model
pendugaan pertumbuhan diameter batang dan tinggi anakan yang digunakan yakni
model linier (bukan model logistik) serta kondisi tempat tumbuh yang berbeda.
Berdasarkan Kairo et al. (2008), R. mucronata berumur 12 tahun memiliki
ukuran diameter batang 6.2 cm, atau jika dikalkulasikan memiliki riap diameter
batang rata-rata tahunan (MAI) sebesar 0.517 cm/th. MAI diameter batang anakan
R. mucronata umur 3.5 tahun pada penelitian ini sedikit lebih besar yaitu antara
0.783-0.865 cm/th (aplikasi Tabel 11). Hal ini dikarenakan pada usia muda, riap
cenderung lebih tinggi dan menurun seiring dengan pertambahan umur tanaman.
Lain halnya dengan pertumbuhan tinggi anakan. Pada anakan A. marina,
perlakuan jarak tanam 1 x 1 m sejak pertumbuhan awal penanaman secara konstan
memiliki rata-rata tinggi anakan paling rendah, sedangkan anakan dengan jarak
tanam paling rapat (0.25 x 0.25 m) memberikan hasil pertumbuhan tinggi anakan
terbaik sampai dengan umur 2.5 tahun setelah itu disusul oleh jarak tanam sedang
(0.5 x 0.5 m). Hal ini terjadi dikarenakan pada jarak tanam rapat persaingan untuk
memperoleh cahaya lebih tinggi, sehingga pertumbuhan lebih dialokasikan untuk
pertambahan tinggi dalam rangka mempermudah perolehan cahaya. Hal ini juga
yang mempengaruhi pertumbuhan diameter batang menjadi lebih kecil pada jarak
tanam rapat. Setelah anakan mencapai umur 2.5 tahun, jarak tanam 0.5 x 0.5 m
menghasilkan pertumbuhan tinggi yang lebih besar dibandingkan dengan jarak
tanam 0.25 x 0.25 m. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan pada umur tersebut,
jarak tanam terlalu rapat menyebabkan persaingan hara yang terlalu tinggi,
sehingga fotosintat yang dihasilkan tidak optimal untuk mendukung pertumbuhan.
Pada akhir pengamatan (umur 3.25 tahun), anakan A. marina memiliki
ukuran tinggi anakan sekitar 4.52 m untuk jarak tanam 1 x 1 m, 4.90 m untuk
jarak tanam 0.25 x 0.25 m, dan tinggi anakan maksimal yaitu 5.64 m untuk jarak
tanam 0.5 x 0.5 m (Gambar 22). Anakan A. marina pada penelitian ini ternyata
mengalami pertumbuhan tinggi anakan yang relatif sama dengan A. marina di
pantai selatan Thailand yang mencapai 5.02 m pada umur yang sama (Thampanya
43
2006) meskipun untuk ukuran diameter batang yang berbeda seperti telah dibahas
sebelumnya.
Menurut hasil penelitian Hutahean et al. (1999), pada tingkat salinitas yang
hampir sama (22.5-30.0 ppt), pertambahan tinggi anakan A. marina selama 3
bulan dari umur 1 tahun adalah sekitar 0.03 m, jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan hasil pada penelitian ini untuk umur yang sama yaitu 0.26 m
untuk jarak tanam 1 x 1 m, 0.32 m untuk jarak tanam 0.5 x 0.5 m, dan 0.37 m
untuk jarak tanam 0.25 x 0.25 m. Hal ini dikarenakan teknik guludan
diaplikasikan langsung di lapangan dengan sistem penanaman anakan yang
berkelompok, sehingga memungkinkan terbentuknya iklim mikro dan juga siklus
nutrisi yang lebih menguntungkan untuk proses pertumbuhan tanaman bila
dibandingkan dengan media yang digunakan pada penelitian tersebut yang berupa
ember berisi tanah dan air salin.
Anakan A. marina pada teknik penanaman guludan ini juga memiliki
ukuran tinggi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan teknik rehabilitasi
mangrove lain yaitu teknik penanaman langsung (Rasool dan Saifullah 2002;
Rasool et al. 2002; Rasool dan Saifullah 2005). Rasool dan Saifullah (2005)
melakukan teknik pembuatan alur dengan mengaplikasikan bentuk V pada dasar
alur sebagai pencegahan terhadap genangan juga tumbuhnya teritip. Tinggi
anakan A. marina berumur 6 bulan pada penelitian tersebut hanya 0.39 m,
sedangkan pada penelitian ini, mencapai 0.69 m untuk jarak tanam 1 x 1 m, 0.82
m untuk jarak tanam 0.5 x 0.5 m, dan 0.91 m untuk jarak tanam 0.25 x 0.25 m
(Gambar 22). Penelitian lain yang juga menggunakan teknik penanaman langsung
dengan sumber anakan berupa cabutan mengasilkan tinggi rata-rata anakan A.
marina sekitar 0.12 m (Rasool et al. 2002), sedangkan penanaman langsung
dengan sumber anakan dari persemaian memiliki rata-rata tinggi anakan 0.27 m
(Rasool dan Saifullah 2002). Perbedaan ini mungkin saja terjadi dikarenakan
kondisi tempat tumbuh yang berbeda.
Anakan R. mucronata memiliki model pertumbuhan tinggi yang berbeda.
Pertumbuhan yang dibentuk masih dalam tahap yang konsisten naik, belum
menggambarkan pola pertumbuhan ideal yang berupa kurva sigmoid. Bila dilihat
dari nilai maksimum pertumbuhannya yang masih berkisar pada angka 3 m (lebih
kecil bila dibandingkan dengan pertumbuhan tinggi anakan A. marina yang
mencapai di atas 5 m), anakan R. mucronata mangalami pertumbuhan tinggi yang
masih lambat dibandingkan A. marina. Selain itu ukuran tinggi anakan R.
mucronata ini masih lebih kecil dibandingkan dengan R. mucronata di pantai
selatan Thailand yang mencapai 4.09 m pada umur yang sama (Thampanya 2006).
Kairo et al. (2008) melaporkan tanaman R. mucronata berumur 12 tahun
di Kenya memiliki ukuran tinggi anakan rata-rata 8.4 m, atau MAI sebesar 0.7
m/th. MAI tinggi anakan R. mucronata umur 3.5 tahun pada penelitian ini tidak
jauh berbeda yaitu antara 0.739-0.858 m/th (aplikasi Tabel 11).
Menurut Clough (1984) yang diacu dalam Wilson (2009), anakan
Avicennia lebih toleran terhadap salinitas tinggi bila dibandingkan dengan
Rhizophora. Hal ini menyebabkan pertumbuhan Avicennia lebih optimal
dibandingkan dengan Rhizophora pada salinitas tinggi seperti pada penelitian ini
yaitu 28-30 ppt. Menurut Aksornkoae (1993) diacu dalam Hutahean et al. (1999),
dilaporkan bahwa jenis A. marina di Australia mampu tumbuh pada tingkat
salinitas 85 ppt.
44
Menurut Hutahean et al. (1999), pemberian tingkat salinitas yang berbeda
berpengaruh terhadap respon pertumbuhan tinggi pada jenis anakan mangrove R.
mucronata, B. gymnorrhiza, dan A. marina. Pada umumnya respon pertumbuhan
tinggi anakan yang baik diperoleh pada salinitas rendah (Clough 1992; Hutahean
et al. 1999). Meskipun mangrove dapat tumbuh pada tanah salin, akan tetapi pada
salinitas yang sangat tinggi atau ekstrim, mangrove akan tumbuh kurang baik
(Supriharyono 2000). R. mucronata, dan A. marina memiliki rata-rata tinggi
anakan terbesar pada tingkat salinitas 0.0-7.5 ppt (Hutahean et al. 1999). Hal ini
terjadi karena tumbuhan mangrove bukan merupakan tumbuhan yang
membutuhkan garam tetapi toleran terhadap garam. Meskipun A. marina juga
memiliki pertumbuhan optimal pada tingkat salinitas rendah, akan tetapi
pertumbuhannya masih bisa lebih baik bila dibandingkan dengan R. mucronata.
Hal ini didukung oleh pernyataan Ball et al. (1997) bahwa pada umumnya
penurunan tingkat asimilasi yang berakibat pada penurunan tingkat pertumbuhan
terjadi seiring dengan meningkatnya tingkat salinitas. Menurut Wilson (2009),
terjadi penurunan tingkat pertumbuhan sebesar 50% dari tingkat salinitas 25%
dibandingkan dengan salinitas 75% konsentrasi air laut.
Hal lainnya diungkapkan oleh O’Grady et al. (1996). Rhizophora memiliki
cadangan embrionik yang lebih besar dibandingkan Avicennia. Hal ini
memungkinkan anakan Rhizophora dapat lebih bertahan di bawah naungan untuk
periode yang lama dibandingkan dengan Avicennia, sehingga pertumbuhan tinggi
anakan Rhizophora tidak secepat Avicennia sehubungan dengan usahanya dalam
memperoleh cahaya.
Pada tingkat salinitas tertinggi yang diujikan pada penelitian Hutahean et
al. (1999) yaitu 22.5-30.0 ppt, pertambahan tinggi anakan R. mucronata selama 3
bulan penanaman sekitar 0.01 m, bahkan masih lebih rendah bila dibandingkan
dengan hasil pada penelitian ini untuk umur yang sama yaitu 0.04 cm untuk jarak
tanam 1 x 1 m, 0.05 cm untuk jarak tanam 0.5 x 0.5 m, dan 0.09 cm untuk jarak
tanam 0.25 x 0.25 m (Gambar 24).
5 SIMPULAN
Pada sistem penanaman guludan yang dilakukan di kawasan Arboretum
Mangrove Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta, pertumbuhan diameter batang dan
tinggi anakan A. marina serta diameter R. mucronata selama 36 bulan
penanaman untuk setiap perlakuan jarak tanam membentuk pola persamaan
logistik, sedangkan untuk pertumbuhan tinggi anakan R. mucronata membentuk
pola persamaan polinomial. Pada awal penanaman perlakuan jarak tanam 0.25 x
0.25 m menunjukkan performa pertumbuhan yang paling optimal baik untuk
pertumbuhan diameter batang maupun tinggi pada kedua jenis anakan. Seiring
berjalannya waktu, secara umum semakin besar jarak tanam, maka semakin besar
pertumbuhan diameter batang yang dihasilkan. Lain halnya untuk pertumbuhan
tinggi anakan. Semakin rapat jarak tanam, semakin tinggi pertumbuhan tinggi
anakan untuk A. marina dan R. mucronata kecuali untuk pertumbuhan tinggi
anakan A. marina setelah berumur 2.5 tahun. Pada tahap ini jarak tanam 0.5 x
0.5 m menghasilkan pertumbuhan tinggi anakan paling tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Aksornkoae S. 1993. Ecology and Management of Mangrove. Bangkok: IUCN.
Ball MC, Cochrane MJ, Rawson HM. 1997. Growth and water use of mangroves
Rhizophora mucronataI and R. stylosa in response to salinity and humidity
under ambient and elevated concentration of atmospheric CO2. Plant Cell
Environ. 20(9): 1158-1166.
Bertalanffy, L. von. 1957. Quantitative laws in metabolism and growth.
Quantitative Rev. Biology. 32: 218–231.
Bjorkman O, Demmig B, Andrews TJ. 1988. Mangrove photosynthesis: response
to high-irradiant stress. Aust. J. Plant Physiol. 15: 43-61.
Bosire JO, Dahdouh-Guebas F, Walton M, Crona BI, Lewis III RR, Field C,
Kairo JG, Koedam N. 2008. Functionality of restored mangroves: A review.
Aquat Bot. 89: 251-259.
Burchett MD, Field CD, Pulkownik A. 1984. Salinity, growth and root respiration
in the grey mangrove, Avicennia marina. Physiol. Plant. 60(1984): 113-118.
Carson EW. 1974. The plant root and its environment. Proc. An Institute
Sponsored by the Southern Regional Education Board; Virginia Polytechnic
Institute and State University, 5-16 Jul 1974. Charlottesvile: Eniversity Press
of Virginia.
Chanter DO. 1976. Mathematical models in mushroom research and production
[disertasi]. UK: University of Sussex.
Clough BF. 1984. Growth and salt balance of the mangrove Avicennia marina
(Forsk) Vierh and Rhizophora stylosa Griff in relation to salinity. Aust J
Plant Physiol. 11(5): 419-430.
Clough BF. 1992. Primary productivity and growth of mangrove forest. Tropical
Mangrove Ecosystems. (Eds Robertson AI dan Alongi DM). Washington:
American Geophysical Union.
Davis LS, Jhonson KN. 1987. Forest Management. Newyork: Mc Graw-Hill
Book Company.
Devoe NN, Cole TG. 1998. Growth and yield in mangrove forests of the federal
states of Micronesia. Forest Ecology and Management. 103(1998): 33-48.
Draper NR, Smith H. 1981. Applied Regression Analysis. 2nd edition. New York:
John Wiley & Sons Inc.
Fekedulegn D, Mac Siurtain MP, Colbert JJ. 1999. Parameter estimation of
nonlinear growth models in forestry. Silva Fennica. 33(4): 327-336.
Gurcan EK, Cobanoglu O, Genc S. 2012. Determination of body weight-age
relationship by non-linear models in Japanese quail. Journal of Animal and
Veterinary Advances. 11(3): 314-317.
47
Halidah. 2010. Pengaruh tinggi genangan dan jarak tanam terhadap pertumbuhan
anakan Rhizophora mucronata Lam. di pantai barat Sulawesi Selatan. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 7(1): 25-34.
Handoko. 2005. Quantitative Modeling of System Dynamics for Natural
Resources Management. Bogor: Seameo Biotrop.
Harja D, Rahayu S. 2010. Pemodelan pertumbuhan tanaman, pohon dan
perubahan lansekap. http://www.worldagroforestry.org/sea/Publications/
files/magazine/MA0044-10.PDF [26 September 2011].
Hutahean EE, Kusmana C, Dewi HR. 1999. Studi kemampuan tumbuhan anakan
mangrove jenis Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, dan
Avicennia marina pada berbagai tingkat salinitas. Jurnal Manajemen Hutan
Tropika. 5(1): 77-85.
Jumiati E. 2008. Pertumbuhan Rhizophora mucronata dan R. apiculata di
kawasan Berlantung. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 14(3): 104-110.
Kairo JG, Lang’at JKS, Dahdouh-Guebas F, Bosire J, Karachi M. 2008. Structural
development and productivity of replanted mangrove plantations in Kenya.
Forest Ecology and Management. 255(2008): 2670-2677.
Komiyama A, Tanapermpool P, Havanond S, Maknual C, Patanaponpaiboon P,
Sumida A, Ohnishi T, Kato S. 1998. Mortality and growth of cut pieces of
viviparous mangrove (Rhizophora apiculata and R. mucronata) seedlings in
the field condition. Forest Ecology and Management. 112(1998): 227-231.
Krauss KW, Lovelock CE, McKee KL, Lopez-Hoffman L, Ewe SML, Sousa WP.
2008. Environmental drivers in mangrove establishment and early
development: A review. Aquat Bot. 89: 105-127.
Kusmana C. 2010. The growth of Rhizophora mucronata and Avicennia marina
seedlings planted using guludan technique in coastal area of Jakarta. The 5th
Kyoto University Southeast Asia Forum, Conference of the Earth and Space
Sciences, Institut Teknologi Bandung; Bandung, 7-8 Januari 2010.
Kusmana C, Istomo, Basuni S, Wibowo C, Iskandar. 2005a. Penanaman
Mangrove dengan Tehnik Guludan di Kawasan Mangrove Sepanjang Jalan
Tol Sedyatmo, Jakarta. Kerjasama antara Dinas Kehutanan DKI Jakarta, PT.
Jasa Marga dengan Fakultas Kehutanan IPB.
Kusmana C, Wilarso S, Hilwan I, Pamoengkas P, Wibowo C, Tiryana T,
Triswanto A, Yunasfi, Hamzah. 2005b. Teknik Rehabilitasi Mangrove.
Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Kusmana C, Istomo, Purwanegara T. 2009a. Buku Manual Teknik Budidaya
Mangrove. Bogor: Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB.
Kusmana C, Istomo, Purwanegara T. 2009b. Buku Ajar Rehabilitasi Mangrove
pada Tapak-Tapak Khusus. Bogor: Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan IPB.
Kusmana C, Istomo, Wibowo C, Wilarso SBR, Siregar IZ, Tiryana T, Sukardjo S.
2008. Manual Silvikultur Mangrove di Indonesia. Sunkar A, editor. Korea
International Cooperation Agency (KOICA).
48
Lei YC, Zhang SY. 2004. Features and partial derivatives of Bertalanffy-Richards
growth model in forestry. Nonlinear Analysis: Modelling and Control. 9(1):
65-73.
Liddle AR. 2008. Information criteria for astrophysical model selection. astro-
ph/0701113.
Myers RH. 1986. Classical and Modern Regression with Applications. Boston:
Duxubury Press.
Narinc D, Karaman E, Firat MZ, Aksoy T. 2010. Comparison of non-linear
growth models to describe the growth in Japanese quail. Journal of Animal
and Veterinary Advances. 9(14):1961-1966.
Nelder JA. 1961. The fitting of a generalization of the logistic curve. Biometrics.
17: 89–110.
Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove
di Indonesia. Bogor: PKA/WI-IP.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman M,
Koesoebiono, Bengen DG, Hutomo M, Sukardjo S, penerjemah; Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
O’Grady AP, McGuinness KA, Eamus D. 1996. The abundance and growth of
Avicennia marina and Rhizophora stylosa in the low shore zone of Darwin
Harbour, Northern Territory. Aust. J. of Ecology. 21: 272-279.
Okimoto Y, Nose A, Katsuta Y, Tateda Y, Agarie S, Ikeda K. 2007. Gas exchange
analysis for estimating net CO2 fixation capacity of mangrove (Rhizophora
stylosa) forest in the mouth of River Fukido, Ishigaki Island, Japan. Plant
Production Science. 10(3): 303-313.
Oliver FR. 1964. Methods of estimating the logistic function. Applied statistics.
13: 57–66.
Philip MS. 1994. Measuring Trees and Forests. 2nd
edition. Wallingford: CAB
International.
Phillips BF, Campbell NA. 1968. A new method of fitting the von Bertelanffy
growth curve using data on the whelk. Dicathais, Growth. 32: 317-329.
Plantamor. 2012. Api-api Jambu. http:www.plantamor.com/index.php?plant=166
[17 Maret 2013].
Rasool F, Saifullah SM. 2002. Mangroves of Miani Hor lagoon on the north
Arabian Sea coast Pakistan. Pak. J. Bot. 34(3): 303-310.
Rasool F, Saifullah SM. 2005. A new technique for growing the grey mangrove
Avicennia marina (Forssk.) Vierh., in the field. Pak. J. Bot. 37(4): 969-972.
Rasool F, Tunio S, Hasnain SA, Ahmad E. 2002. Mangrove conservation along
the coast of Sonmiani, Balochistan Pakistan. Trees, Structure and Function.
16: 213-217.
Ratkowsky DA. 1983. Nonlinear Regression Modeling. A Unified Practical
Approach. New York: Marcel Dekker, Inc.
49
Richards FJ. 1959. A flexible growth function for empirical use. Journal of
Experimental Botany. 10: 290–300.
Salvatore D, Reagle D. 2001. Schaum’s Outline of Theory and Problems of
Statistics and Econometrics 2nd
edition. New York: Mc Graw-Hill.
Siswadi. 1991. Pemodelan matematika. Makalah Lokakarya Metode Statistika
untuk Bioteknologi; Bogor, 20-21 Agustus 1991.
Sit V, Costello MV. 1994. Catalog of Curves for Curve Fitting. Biometrics
Information Handbook Series No.4. British Columbia: Forest Science
Research Branch.
Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Syah C. 2011. Pertumbuhan tanaman bakau (Rhizophora mucronata) pada lahan
restorasi mangrove di hutan lindung Angke Kapuk provinsi DKI Jakarta
[Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Thampanya U. 2006. Mangrove and sediment dynamics along the coast of
southern Thailand [Disertasi]. Delft: The Academic Board of Wageningen
University and the Academic Board of the UNESCO-IHE Institute for Water
Education.
Wikipedia. 2007. Avicennia dalam Flora Base Australia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Api-api [13 Agustus 2007].
Wilson NC. 2009. The distribution, growth, reproduction and population genetics
of a mangrove species, Rhizophora stylosa Griff. Near its southern limits in
New South Wales, Australia [Disertasi]. Victoria: Faculty of Arts and
Sciences, Australian Catholic University.
LAMPIRAN
52
Lampiran 1 Sebaran data tinggi Rhizophora mucronata pada jarak tanam 0.25 x
0.25 m (a), 0.5 x 0.5 m (b), dan 1 x 1 m (c).
(a) (b)
(c)
53
Lampiran 2 Contoh keluaran hasil pengolahan data dengan menggunakan
software R
# Model 1b: "avicennia jarak tanam 0.5m" using LOGISTIK model: Y = a/(1+b*exp(-c*t))
Generalized nonlinear least squares fit Model: diameter_cm ~ a/(1 + b * exp(-c * umur_tahun))
Data: avicennia_0.5
AIC BIC logLik
72.44372 87.36176 -31.22186
Variance function:
Structure: Power of variance covariate Formula: ~umur_tahun
Parameter estimates:
power
0.91456
Coefficients:
Value Std.Error t-value p-value a 5.688029 0.5717037 9.94926 0
b 14.670076 1.3828635 10.60848 0
c 1.220014 0.0658946 18.51463 0
Correlation:
a b
b 0.918 c -0.853 -0.630
Standardized residuals: Min Q1 Med Q3 Max
-2.47846753 -0.72585559 0.01197165 0.53571398 3.83422453
Residual standard error: 0.2951741
Degrees of freedom: 146 total; 143 residual
> # calculating RMSE in original scale [1] 0.5037945
> # Calculating AIC [1] 72.44372
> # Calculating BIC or Schwarz' BC :
[1] 87.36176
> # calculating pseudo R-square
"pseudo R2" [1] 0.8714062
"adjusted (pseudo) R2"
[1] 0.8696077
54
Lampiran 3 Contoh hasil verifikasi asumsi model, kondisi homokedastisitas
terpenuhi (a) dan homokedastisitas tidak terpenuhi (b)
(a)
(b)
55
Lampiran 4 Foto-foto guludan.
(a) Tata letak guludan untuk penanaman mangrove
(b) Desain guludan (Kusmana 2010)
(c) Gambaran lokasi penelitian
56
Lampiran 4 lanjutan
(d) Anakan R. mucronata pada sistem guludan setelah 6 bulan penanaman
(e) Anakan A. marina pada sistem guludan setelah 6 bulan penanaman
(f) Anakan A. marina pada sistem guludan setelah 28 bulan penanaman
57
Lampiran 4 lanjutan
(g) Anakan R. mucronata pada sistem guludan setelah 28 bulan penanaman
(h) Proses pengambilan data
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 23 Oktober 1986
sebagai putri dari pasangan Yayan Sopian dan Siti Tarwaty. Penulis merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara.
Pada tahun 2004, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Malangbong dimana
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan,
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, kemudian lulus pada tahun
2008. Setahun kemudian, penulis melanjutkan pendidikan ke Program Magister
Pascasarjana di perguruan tinggi yang sama pada Program Studi Silvikultur
Tropika.
Selama mengikuti program S2, penulis menjadi anggota Himpunan
Mahasiswa Muslim Pascasarjana, serta asisten praktikum mata kuliah Ekologi
Hutan dan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan tahun ajaran 2009/2010. Pada
tahun 2009, penulis menjadi asisten peneliti serta panitia penyelenggara workshop
Program Pelestarian dan Pengembangan Pohon Asli Bernilai Tinggi Palahlar
(Dipterocarpus spp.) di Jawa Barat. Pada tahun 2010, penulis juga menjadi
anggota panitia Workshop JPSS International Training Program to Protect
Diversity of Bioresources in the Tropical Forest, dan mendapatkan program
beasiswa pendidikan Bakrie Graduate Fellowship dari Bakrie Center Foundation,
serta tahun berikutnya mengikuti program pertukaran pelajar (Scholarship for
Short-term Study in Japan) yang diselenggarakan oleh JASSO (Japan Student
Service Organization) di Fakultas Pertanian Ehime University, Matsuyama.