pertanian

download pertanian

If you can't read please download the document

description

pertanian

Transcript of pertanian

PERANAN PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan PertanianOleh Kelompok 2 : Kelas F Luluh Aulia R (105040100111039) Dita Marcilia (105040100111081) Fennela Firman Sari (105040101111069) Rita Ferdiana (105040101111127) Yoga Sugama (105040113111001)PROGAM STUDI AGRIBISNIS JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012PERANAN PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN TENAGA KERJA Tenaga Kerja Pertanian Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting, yaitu : (1) berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan masyarakat; (2) menyumbang pembentukan Pendapatan Domestik Bruto (PDB); (3) menyerap tenaga kerja di pedesaan; (4) berperan dalam menghasilkan devisa dan atau penghematan devisa; dan (5) berfungsi dalam pengendalian inflasi. Data BPS menunjukkan bahwa kemampuan sektor pertanian menyerap tenaga kerja mengalami peningkatan dari 43,3 persen pada tahun 2004 menjadi 44,0 persen pada tahun 2005. Bahkan data BPS Februari 2006 menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 44,5 persen (Tabel 1). Apabila ditinjau dari tahun 2001 sampai 2006, prosentase tenaga kerja pertanian terhadap jumlah angkatan kerja nasional relatif tidak berubah, yaitu sekitar 44 persen. Angka ini masih menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian masih dominan dibandingkan sektor lainnya. Dibandingkan dengan sektor lain, dengan kontribusi PDB hampir 30 persen, sektor industri hanya menyerap 12,5 persen tenaga kerja. Sektor perdagangan-rumah makan-hotel dengan kontribusi sekitar 15 persen hanya mampu menyerap 19,6 persen tenaga kerja. Sektor pertambangan dan penggalian dengan kontribusi terhadap PDB sekitar 10 persen hanya menyerap kurang dari 1 persen tenaga kerja. Ini berarti bahwa sektor pertanian menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja. Tabel 1 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Tahun 2001-2006 Angkatan Kerja Nasional Tenaga Kerja Pertanian Prosentase Tahun (Juta orang) (Juta orang) (Nas/Pertanian, %) 2001 89,7 39,7 44,3 2002 91,7 40,6 44,3 2003 92,8 43,0 46,4 2004 93,7 40,6 43,3 2005 94,9 41,8 44,0 2006* 95,2 42,3 44,5 Rata-rata 93,0 41,4 44,5 Ket : * Sampai Februari 2006 Sumber : BPS 2006 diolah Sebagai tumpuan dapat berarti dua hal : 1. Sektor ini menjadi pelarian (residual) tenaga kerja yang tidak diterima di sektor sektor lain. Hal ini merupakan beban bagi sektor pertanian. Dengan kata lain, meskipun sektor pertanian tidak dapat memberikan kehidupan yang memadai namun menjadi safety net penyerapan tenaga kerja. 2. Sektor sektor lain tidak mampu menyerap pertumbuhan tenaga kerja yang ada. Hal ini merupakan permasalahan yang perlu ditangani secara serius, karena sementara pertumbuhan terjadi di sektor-sektor lain, namun tidak dapat memberikan kesejahteraan kepada sebagian besar masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, sektor pertanian memberikan positive externalities untuk perekonomian secara nasional. Kondisi ini sangat berat, terutama jika produktivitas antar sektor, efisiensi dan dayasaing dijadikan faktor untuk perbandingan. Dalam kaitan ini, pembangunan pertanian perlu memisahkan antara kegiatan dan sasaran/subyek kegiatan, untuk peningkatan efisiensi, produktivitas dan daya saing, dengan kegiatan dan sasaran/subyek kegiatan untuk peningkatan kesejahteraan/welfare yang berkaitan dengan pemerataan. Jumlah Tenaga Kerja dan Rumah Tangga Pertanian Jumlah tenaga kerja pertanian secara absolut dari tahun 1993 2005, meskipun berfluktuasi, namun cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 tercatat 40,6 juta orang yang bekerja di sektor pertanian. Walaupun angka ini lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, namun jumlah ini masih mendominasi penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia (43,3 persen). Angka ini bahkan meningkat lagi pada tahun 2005 dan 2006 (Tabel 1.2).Tabel 1.2 Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Tenaga Kerja Pertanian Pertambahan (Juta orang) (Juta orang) 1997 34,5 -1,7 1998 39,4 4,9 1999 38,4 -1,0 2000 40,7 2,3 2001 39,7 -1,0 2002 40,6 0,9 2003 43,0 2,4 2004 40,6 -2,4 2005 41,8 1,2 2006 42,3 0,5 Sumber : Dit. Tenaga Kerja, Bappenas Tahun Pekerja Pertumbuhan TK (%) -4,7 14,1 -2,6 6,0 -2,3 2,2 5,9 -5,7 8,5 -3,9 Kontribusi thdp Jumlah TK (%) 40,6 44,9 43,2 45,1 43,8 44,3 46,4 43,3 44,0 44,5Penurunan jumlah tenaga kerja pertanian terbesar terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar 5,7 persen. Dalam dua tahun sebelumnya jumlah tenaga kerja pertanian mengalami peningkatan, yaitu sebesar 2,2 persen pada tahun 2002 dan 5,9 persen pada tahun 2003. Dalam kurun 1997 - 2005 nampak bahwa pertumbuhan tenaga kerja yang terbesar terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 14,1 persen (Tabel 1.2). Kondisi pertumbuhan tenaga kerja yang besar tersebut diduga terjadi karena adanya krisis moneter yang mengakibatkan jatuhnya sektor industri dan sektor lainnya (non pertanian), sehingga masyarakat memilih untuk bekerja di sektor pertanian karena sektor pertanianlah yang masih mampu bertahan ketika krisis moneter terjadi. Dari seluruh tenaga kerja di sektor pertanian tersebut, 87,2 persen berada di sub sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura (Tabel 1.3).Tabel 1.3 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor Tanaman Pangan, Kebun, dan Horti serta Peternakan Tahun 2001 2006 Rata-rata Pertumbuhan Sub Sektor 2001 2006 2001-2006 (persen)(ribu orang) Tan, Pangan, Kebun dan Horti (1) Peternakan (2) Jumlah (1 + 2) Jumlah Pertanian Sumber : BPS 33.401,6 2.438,7 35.840,3 39.743,9% 84,0 6,1 90,2 100,0(ribu orang) 36.905,8 2.372,0 39.277,8 42.323,2% 87,2 5,6 92,8 100,0 2,1 -0,5 1,9 1,3Tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan dan memiliki kultur budaya kerja keras, sesungguhnya merupakan potensi tenaga kerja untuk mendukung pengembangan pertanian. Hingga saat ini lebih dari 43 juta tenaga kerja masih menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Namun besarnya jumlah penduduk tersebut belum tersebar secara proporsional sesuai dengan sebaran luas potensi lahan serta belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk mendukung pengembangan pertanian yang berdaya saing. Apabila keberadaan penduduk yang besar di suatu wilayah dapat ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya untuk dapat berkerja dan berusaha di sektor produksi, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, maka penduduk Indonesia yang ada dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas produksi aneka komoditas bagi pemenuhan kebutuhan pasar nasional dan dunia. Masih terdapat cukup potensi meningkatkan kapasitas aneka produksi komoditas pertanian melalui penempatan tenaga kerja terlatih di daerah yang masih kurang penduduknya dengan didukung oleh stimulus dalam bentuk penyediaan faktor produksi, bimbingan teknologi serta pemberian jaminan pasar yang baik. Sektor Pertanian masih menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja. Untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian, seyogyanya sektor pertanian tidak menanggung angkatan kerja yang besar. Berdasarkan catatan statistik tenaga kerja periode sebelumnya, diperkirakan masih akan banyak angkatan kerja nasional yang bekerja di sektor pertanian. Selama lima tahun ke depan (2010-2014), proyeksi penyerapan tenaga kerja pertanian tumbuh dalam kisaran 0,89-0,94 % setiap tahunnya (Tabel 1.4).Tabel 1.4 Target Tenaga Kerja Pertanian Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Pertanian* (ribu orang) 43.713 44.114 44.519 44.938 45.362 Pertumbuhan (%) 0,89 0,92 0,92 0,94 0,94Keterangan: * mencakup pertanian, perikanan, dan kehutananTenaga Kerja Nonpertanian Tabel 1.5. Tenaga Kerja Pertanian dan NonpertanianTahunTenaga Kerja (Orang) Pertanian ** 41,309,776 40,136,242 41,206,474 41,331,706 43,029,493 Non Pertanian 52,648,611 55,320,693 58,723,743 61,221,044 61,455,951Total Tenaga Kerja (Orang)Pangsa Pertanian terhadap Total (%)Tidak Bekerja (Orang)Angkatan Kerja Nasional (Orang)2005 2006 2007 2008 200993,958,387 95,456,935 99,930,21743,97 42,05 43,6611,899,266 10,932,000 10,011,142 9,394,515 9,258,964105,857,653 106,388,935 109,941,359 111,947,256 113,744,408102,552,750 40,30 104,485,444 41,18Keterangan : *angka sementara (Peb 2009, **mencakup pertanian, perikanan, dan kehutanan)Dilihat dari besarnya angka tenaga kerja, pertanian masih tetap menjadi sektor andalan mata pencaharian bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Besarnya angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian tentu saja memberatkan pertanian primer sehingga diperlukan upaya keras untuk mendorong perpindahan tenaga kerja pertanian primer ke sektor industri pertanian atau non pertanian. Jumlah tenaga kerja pertanian (pertanian, perikanan, dan kehutanan) berada pada kisaran 40% dari angkatan kerja nasional dan cenderung terus meningkat setiap tahunnya selama periode 2005-2009, begitu juga dengan jumlah tenaga kerja nonpertanian yang terus meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 1.5). P Produ k Dome stik Bruto (PDB) I. Konse p dan Defini siProdu k Dome stik Bruto(PDB) merup akan salah satu indikat or untuk menge tahui kinerja pereko nomia n suatu negar a.1. Produ k Dome stik Bruto menur ut pende katan produk si adalah jumlah nilai tamba h yang dihasil kan oleh seluru h unit usaha dalam suatu negar a tertent u atau merupakan jumlah nilai baran g dan jasa akhir yang dihasil kan oleh seluru h unit ekono mi selam a period e tertent u (biasa nya dalam 1 tahun) . Unitunit usaha dikelo mpokk an menja di 9 sektor berdas arkan Intern ational Stand ard Indust rial Classif ication of All Econo mic Activiti es(ISIC), yaitu : sektor pertani an; perta mbang an dan pengg alian; industr i pengol ahan, listrik, gas, dan air bersih; bangu nan; perda ganga n, hotel, dan restor an; penga nkutan dan komun ikasi; keuan gan, perse waan, dan jasa perusa haan; jasajasa.2. Produ k Dome stikBruto Atas Dasar Harga Berlak u mengg ambar kan nilai tamba h baran g dan jasa denga n mengg unaka n harga pasar yang berlak u pada period e terseb ut. Berda sarkan perke mbang an kompo sisi PDB atas dasar harga berlak u dapat dicerm ati proses transfo rmasi struktu ral,baik ditinja u dari sisi produk si (indust rialisa si), pengel uaran konsu msi rumah tangga , peran an pemeri ntah, serta perda ganga n interna sional.3. Produ k Dome stik Bruto Atas Dasar Harga Konst an mengg ambar kan nilai tamba h baran g dan jasa tersebut yang dihitun g mengg unaka n harga yang berlak u pada tahun dasar. Tahun dasar yang diguna kan perta ma kali adalah tahun 1960, kemud ian diubah menja di 1973, 1983, 1993, dan terakhi r tahun 2000. Dari perke mbang an PDB atas dasar harga konsta n dapat diturun kanlaju pertu mbuha n ekono mi.P enghit ungan PDB sektor pertani an dilaku kan melalu i pende katan produk si. Nilai PDB sektor pertani an menca kup sub sektor tanam an bahan makan an (tana man panga n dan hortiku ltura),tanam an perkeb unan, petern akan dan hasilhasiln ya, kehuta nan, dan perika nan. Ruang lingku p dan definis i masin gmasin g sub sektor dalam sektor pertani an adalah sebag ai berikut :a. Sub sektor tanam an bahan maka nan menca kup komod iti bahanmakan an seperti padi, jagung , ketela pohon, ketela ramba t, umbiumbia n, kacan g tanah, kacan g kedele , kacan gkacan gan lainny a, sayursayura n, buahbuaha n, padipadian serta bahan makan an lainny a.b. Sub sektor perke bunan mencakup semua jenis kegiat an tanam an perkeb unan yang diusah akan baik oleh rakyat maupu n oleh perusa haan perkeb unan. Komo diti yang dicaku p antara lain cengk eh, jahe, jambu mete, jarak, kakao, karet, kapas, kapok, kayu manis, kelapa , kelapa sawit, kemiri, kina, kopi, lada, pala, panili,serat karung , tebu, temba kau, teh, serta tanam an perkeb unan lainny a.c. Sub sektor petern akan dan hasilhasiln ya menca kup semua kegiat an pembi bitan dan pembu didaya an segala jenis ternak dan ungga s denga n tujuan untuk dikem bangbi akkan, dibesarkan, dipoto ng dan diambi l hasiln ya, baik oleh rakyat maupu n oleh perusa haan petern akan. Jenis ternak yang dicaku p melipu ti sapi, kerbau , kambi ng, babi, kuda, ayam, itik, telur ayam, telur itik, susu sapi serta hewan pelihar aan lainny a.d. Sub sektor kehutanan menca kup kegiat an peneb angan segala jenis kayu serta penga mbilan daundauna n, getahgetaha n, akarakaran , termas uk juga kegiat an perbur uan. Komo diti yang dicaku p melipu ti: kayu gelond ongan (baik yang berasa l dari rimba maupu n hutan budida ya), kayubakar, rotan, arang, bambu , terpen tin, gondo rukem, kopal, menja ngan, babi hutan serta hasil hutan lainny a.e. Sub sektor perika nan menca kup semua kegiat an penan gkapa n, pembe nihan dan budida ya segala jenis ikan dan biota air lainny a, baik yang berada di air tawar maupu n di air asin. Komo diti hasil perika nan antara lain seperti ikan tuna dan jenis ikan laut lainny a; ikan mas dan jenis ikan darat lainny a; ikan bande ng dan jenis ikan payau lainny a; udang dan binata ng berkuli t keras lainny a; cumicumi dan binata ng lunak lainnya; rumpu t laut serta tumbu han laut lainny a.II. Cara Pengu mpula n DataPusda tin memp eroleh data PDB menur ut sektor/ lapang an usaha baik berdas arkan harga berlak u maupu n harga konsta n dari publik asiBPS Pusat yaitu Berita Resmi Statisti k (BRS). Publik asi terseb ut dilaku kan setiap 3 bulan (triwul an) yaitu bulan Pebru ari, Mei, Agust us, dan Nope mber.III. H a s il P e n g u m p u l a nD a t a Kontri busi Lapan gan Usaha Terha dap PDB Atas Dasar Harga Berlak u (dalam %), 20092011 LAPA NGAN USAH A 2009*) 2010** ) 2011** *)Tw. I Tw. II Tw. III 1. P 15.30 15.34 15.79 15.43 15.66 a. P 11.34 11.4912.20 11.62 11.84 7.48 7.53 8.92 7.58 7.40 1.99 2.11 1.51 2.34 2.73 1.87 1.85 1.76 1.70 1.70b. K 0.81 0.75 0.61 0.73 0.72 c. P 3.15 3.10 2.99 3.07 3.11 2. P 10.56 11.15 11.93 11.66 11.40 3. I 26.37 24.82 23.97 24.24 23.93 4. L 0.84 0.78 0.77 0.77 0.76 5. B 9.91 10.29 9.98 10.12 10.13 6. P 13.2813.72 13.62 13.88 13.92 7. P 6.29 6.50 6.56 6.42 6.35 8. K 7.21 7.21 7.36 7.22 7.00 9. J 10.24 10.19 10.02 10.27 10.84 PR OD UK DO ME STI K BR UT O (PD B) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 PD B TA NP AMI GA S 91.70 92.23 91.83 91.33 91.51Keterangan Tabel diatas : Pembangunan di Indonesia berjalan dengan menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai target. Untuk mencapai target pertumbuhan yang tinggi diperlukan investasi yang besar.Karena keterbatasan tabungan nasional dalam membiayai investasi, maka investasi asing menjadi prioritas dalam menggenjot pertumbuhan. Besarnya arus modal asing, selain menggerakkan roda usaha sektor riil juga diharapkan dapat memperbesar arus perputaran uang di pasar uang, menambah kapitalisasi pasar modal/bursa saham Indonesia, serta menutup defisit neraca transaksi berjalan yang selama ini selalu dialami Indonesia. Pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, serta arus masuk modal asing belum tentu menggambarkan majunya perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Indonesia sebelum era krisis, tidak menggambarkan bahwa yang mengalami pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Justru sebaliknya, yang mendorong pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki asing dan para konglomerat. Begitu pula dengan semakin meningkatnya pendapatan perkapita Indonesia tidak menunjukkan penghasilan setiap warga negara Indonesia bertambah baik. Di dalam Produk Domesti Brutto (PDB) terdapat milik orang asing yang kontribusinya cukup besar. Jumlah yang besar dan terus bertambah dari investasi asing di Indonesia membuktikan ketergantungan yang besar perekonomian dalam negeri terhadap luar negeri. Investasi asing bagi perekonomian riil, baik terhadap negara maupun masyarakat sangat merugikan. Banyak investasi asing yang memasuki wilayah publik serta sumber daya alam. Dengan dikuasainya aset-aset pelayanan publik ataupun industri yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka pihak asing sangat dominan dalam mengatur supply dan menentukan harga. Signifikannya pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Distribusi Pendapatan maka perlu didorong lagi pertumbuhan unit-unit usaha masyarakat sehingga terjadi peningkatan dalam PDRB. Apalagi jika yang mengalami pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki oleh sebagian masyarakat pribumi sehingga perlu dorongan dari pemerintah untuk unit-unit usaha yang dihasilkan masyarakat pribumi. Tidak seperti selama ini yang mendorong pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki asing dan para konglomerat dan malah usaha milik asing yang ditumbuhkan pemerintah. Untuk meningkatkan posisi tawar kita sehingga kita menjadi raja di negeri sendiri atau tidak bergantung pada asing maka banyak hal yang harus dilakukan. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia sehingga mampu menghasilkan produk (barang/jasa) yang berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia tersebut harus disikapi dengan langkah konkret salah satunya adalah dengan cara mengadakan pelatihan tenaga kerja. Dalam rangka untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitasmaka dalam hal ini Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang selaku UPT Kementerian Pertanian yang bergerak di bidang pelayanan pendidikan dan pelatihan yang memiliki domain di bidang pertanian menjalankan misi demi mewujudkan manusia pertanian Indonesia yang berkualitas serta berusaha untuk mewujudkan Revitalisasi Pertanian seperti yang dicanangkan oleh Presiden SBY pada tahun 2004 yang lalu. Dengan menjalankan berbagai kegiatan pelatihan baik aparatur maupun non aparatur diharapkan dalam jangka panjang dapat merealisasikan Revitalisasi Pertanian sehingga sektor pertanian berkontribusi paling dominan terhadap PDB serta penghasil devisa terbesar bagi Indonesia. Berdasarkan data-data yang penulis peroleh, untuk keseluruhan tahun 2008, sektor pertanian tumbuh sebesar 4,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 3,4%. Kinerja sektor pertanian masih ditopang oleh subsektor perkebunan dan tanaman bahan makanan. Kinerja sektor pertanian yang membaik terutama disebabkan oleh membaiknya produktivitas subsektor tanaman bahan makanan yang bersumber dari peningkatan produksi pertanian selama tahun 2008 terutama di wilayah Jawa dan Sumatera. Disamping itu, kinerja sektor pertanian tersebut didukung oleh tingginya permintaan ekspor subsektor perkebunan terutama kelapa sawit pada paruh pertama tahun 2008 di Sumatera dan Kalimantan. Pada paruh kedua 2008, pertumbuhan subsektor perkebunan melambat terutama terkait dengan turunnya permintaan ekspor dan menurunnya harga komoditas perkebunan. Nilai Produk Domestik Brutto (PDB) Dari hasil pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar 284,6 Triliun pada tahun 2008 dan 296,4 Ttriliun pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen. Sedangkan Peranan Sektor Pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2009 tumbuh dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen sehingga sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen. EKSPOR IMPOR BERAS Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2010) jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebesar 41.49 juta jiwa yang merupakan urutan pertama dalam hal lapangan pekerjaan. Oleh karena itu sektor pertanian bagi Indonesia memiliki peranan yang cukup penting dalam pembangunan perekonomian. Pentingnya sektor pertanian dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang cukup besar yaitu 15.90 persen pada tahun 2010. Namun, produksi komoditas pertanian di Indonesia belum mencukupi kebutuhan permintaan dalam negeri, maka diperlukan perdagangan yang terkait dengan komoditas pertanian untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Perkembangan perdagangan yang semakin kompleks menuntut adanya sebuah aturan atau hukum yang tertulis dan berlaku universal, maka dibentuk Asean Free Trade Area (AFTA) untuk perdagangan bebas di antara negara-negara Assocation of Southeast Asian Nations (ASEAN). Beras merupakan komoditas pertanian yang diperdagangkan didalam perdagangan bebas AFTA. Partisipasi Indonesia dalam perdagangan bebas AFTA disadari sebagai upaya untuk memperoleh keuntungan dengan adanya perdagangan tersebut. Hal ini disebabkan karena produk Indonesia akan memiliki pangsa pasar yang lebih luas dan mekanisme melakukan ekspor-impor komoditas menjadi lebih mudah dan menguntungkan akibat adanya penurunan tarif ekspor. Namun, muncul berbagai kekhawatiran akan kesiapan Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas. Kekhawatiran tersebut berupa masuknya barang-barang impor yang lebih murah dengan kualitas yang sama yang menjadi ancaman bagi produk lokal. Hal ini dapat ditunjukan pada kasus beras impor dari Thailand dan Vietnam yangharganya lebih murah dan berkualitas tinggi, kondisi tersebut menjadi ancamanbagi petani padi di domestik. Peranan Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki daratan yang sangat luas sehingga mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah pada sektor pertanian. Pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut: ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di bidang pertanian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur dan perdagangan. Pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor lainnya. Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Sebagai sumber penting bagi surplus perdagangan (sumber devisa). Kontibusi terhadap kesempatan kerja Di suatu Negara besar seperti Indonesia, di mana ekonomi dalam negerinya masih di dominasi oleh ekonomi pedesaan sebagian besar dari jumlah penduduknya atau jumlah tenaga kerjanya bekerja di pertanian. Di Indonesia daya serap sektor tersebut pada tahun 2000 mencapai 40,7 juta lebih. Jauh lebih besar dari sector manufaktur. Ini berarti sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Kalau dilihat pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan yang di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dari suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin kecil peran dari sektor primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari sektor sekunder, seperti manufaktur dan sektorsektor tersier di bidang ekonomi. Namun semakin besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektorsektor ekonomi lainnya. Kontribusi devisa Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah. Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector pertanian terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri domestic disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor pertanian bisa berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu factor penghambat bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara agraris, termasuk Indonesia melaksanakan duapekerjaan ini tidak mudah terutama karena keterbatasan teknologi, SDM, dan modal. Kontribusi terhadap produktivitas Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan-lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok), seperti juga diprediksi oleh teori Malthus. Namun keterbatasan stok pangan bisa diakibatkan oleh dua hal: karena volume produksi yang rendah ( yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya), sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau akibat distribusi yang tidak merata ke sluruh dunia. Mungkin sudah merupakan evolusi alamiah seiring dnegan proses industrialisasi dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relatif menurun, sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor skunder lainnya, dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini juga terjadi di Indonesia. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB bukan berarti bahwa volume produksi berkurang (pertumbuhan negatif). Tetapi laju pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan output di sektor-sektor lain. Bukan hanya dialami oleh Indinesia tetapi secara umum ketergantungan negara agraris terhadap impor pangan semakin besar, jika dibandingkan dengan 10 atau 20 tahun yang lalu, misalnya dalam hal beras. Setiap tahun Indonesia harus mengimpor beras lebih dari 2 juta ton. Argumen yang sering digunakan pemerintah untuk membenarkan kebijakan M-nya adalah bahwa M beras merupakan suatu kewajiban pemerintah yang tak bisa dihindari, karena ini bukan semata-mata hanya menyangkut pemberian makanan bagi penduduk, tapi juga menyangkut stabilitas nasional (ekonomi, politik, dan sosial). Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor eksternal maupun internal. Satusatunya faktor eksternal yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa diminimalisir. Dalam penelitian empiris, factor iklim biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya curah hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor internal, dalam arti bisa dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting adalah lusa lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida, ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor tersebut dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat produktivitas lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah produk per L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian (beras) belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor beras Indonesia Beras merupakan salah satu komoditi pangan yang mempunyai arti penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan keberadaannya sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh bangsa Indonesia. Hampir 97 % penduduk Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi untuk mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok utama. Selain merupakan negara pengkonsumsi beras, Indonesia juga merupakan negara produsen beras terbesar ke tiga di dunia. Hal ini didukung oleh kondisi alam, iklim, dan topografi yang mendukung dilakukannya usahatani padi di Indonesia. Indonesia pernah mencapai swasembada pangan pada tahun 1984 dan berhasil menjadi net eksportir beras, tetapi setelah periode swasembada tersebut produksi beras Indonesia berfluktuasi dengan lajupertumbuhan yang cenderung menurun sedangkan laju pertumbuhan konsumsi terus meningkat, sehingga Indonesia lebih sering tergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan beras domestiknya. Selain melakukan impor beras, Indonesia juga melakukan ekspor beras. Fluktuasi pada produksi dan predikat Indonesia sebagai negara pengimpor beras mengakibatkan ekspor beras Indonesia cenderung menurun dan bahkan terhapus. Namun demikian pada tahun 2004 hingga 2005, ekspor beras meningkat cukup signifikan yaitu dari 4.495 ton pada tahun 2004 menjadi 44.285 ton pada tahun 2005. Hal ini memberikan harapan dan peluang bagi Indonesia untuk mempertahankan dan mengembangkan ekspor beras yang ada mengingat pada dasarnya Indonesia merupakan salah satu negara produsen beras terbesar. Program diversifikasi pangan merupakan program dengan sebagai mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras, sudah diupayakan selama 50 tahun. Namun hingga saat ini belum bisa dikatakan berhasil. Meski BPS melaporkan angka konsumsi beras di masyarakat diprediksi turun dari 139 kg/kapita/tahun menjadi 113 kg/kapita/tahun. Angka konsumsi beras masyarakat Indonesia tersebut masih terbilang besar. Dibandingkan dengan konsumsi beras masyarakat Jepang yang hanya 80 kg per kapita per tahun. Kementerian Pertanian (Kementan), lanjutnya telah mengajak masyarakat agar bersedia beralih dari beras ke komoditas pangan lain sebagai makanan pokok. Dari segi kualitas, dibandingkan dengan total konsumsi beras yang mencapai hampir 31 juta ton per tahun, impor 110.000 ton sebenarnya merupakan jumlah yang relatif kecil, hanya 0,36% dari total kebutuhan beras nasional. Berkaitan dengan isu impor beras ini, banyak kalangan mempertanyakan tentang program perberasan nasional. Masih perlukah Indonesia mengimpor beras, mengapa tidak memprogramkan untuk mengekspor beras ?. Bukankah padi merupakan tanaman asli wilayah tropis yang dapat diproduksi sepanjang tahun di Indonesia ? Menapa negaranegara tetangga seperti Thailand, Vietnam dan Myanmar mampu mengkespor beras sedangkan Indonesia belum ? padahal teknologi budidaya padi telah kita kuasai, dan petani padi Indonesia termasuk petani padi yang terbaik di dunia. Luas Panen dan Jumlah Penduduk Teknologi produksi padi sawah di Indonesia sebenarnya banyak mendatangkan kekaguman tamu dari luar negeri, termasuk para petani padi luar negeri yang berkunjung ke Indonesia. Sayangnya kemampuan dan keunggulan teknologi ini belum dibarengi oleh tersedianya luas areal sawah yang memadai. Indikator yang kuat untuk menunjukkan kekurangan luas areal sawah ini adalah rendahnya indeks luasan panen padi per kapita per tahun. Dibandingkan dengan negara-negera di Asia Tenggara, indeks luasan panen per kapita di Indonesia termasuk yang terkecil, hanya seluas 531 M2 per kapita. Kemungkinan tingkat produksi yang sudah stagnasi, tidak dapat ditingkatkan lagi. Perhitungan ketersediaan hasil panen dalam bentuk gabah atau beras per kapita juga dapat menjadi indikator kecukupan penyediaan produksi beras secara nasional. Walaupun tingkat produktivitas padi di Indonesia tergolong yang tertinggi di antara negara-negara Asia Tenggara, namun ketersediaan hsil panen dalam bentuk beras per kapita termasuk agak kecil, Dalam bentuk gabah, di Indonesia tersedia 228 kg GKG/kapita/tahun, sedangkan di negara-negara pengekspor beras seperti Vietnam tersedia 383 kg GKG/kapita/tahun,; Thailand menghasilkan 354 kg GKG/kapita/tahun; dan Myanmar menyediakan 416 kg GKG/kapita/tahun (table 2). Ketersediaan hasil panen dalam bentuk beras dapat menunjukkan adanya perbedaan kelimpahan penyediaan beras antara negara pengekspor dengan negara pengimpor. Dengan asumsi rendemen gabah kering ke beras sebesar 65%, Vietnam menyediakan 249 kg beras/kapita; Thailand 230 kg beras/kapita; Myanmar 217 kgberas/kapita; Indonesia 148 kg beras/kapita; Philippina 99 kg beras/kapita dan Malaysia 60 kg beras/kapita. Angka ketersediaan beras per kapita tersebut masih perlu dikoreksi oleh terjadinya kehilangan pada proses penanganan gabah di penjemuran, penggilingan, pengkemasan, transportasi dan distribusi. Sebagai indikator kuantitatif, indeks luasan panen per kapita dan penyediaan beras per kapita tentu merupakan angka perkiraan yang agak kasar, akan tetapi indikator ini dapat memberikan gambaran yang lebih riil tentang ketersediaan beras bagi seluruh penduduk. Adakah Peluang untuk Ekspor Beras ? Indonesia memiliki petani padi yang mewarisi budaya kerja tinggi, tekun dan rajin. Petani dalam menanam padi telah menerapkan prosedur baku, atau yang dalam istilah modern disebut Standar Operasional dan Prosedur (SOP). Dapat dikatakan bahwa menanam padi bagi petani merupakan bagian dari ibadah, dan hampir belum pernah terjadi petani menanam padi lantas dibiarkan tanpa perawatan intensif. Namun sangat disayangkan bahwa keahlian petani dalam teknik menanam padi ini belum kita manfaatkan secara maksimal. Ibaratnya sangat banyak Insinyur ahli terpaksa tidak dapat sepenuhnya dimanfaatkan, karena pabriknya terlalu kecil. Andai saja petani padi Indonesia disediakan lahan sawah seluas lahan garapan petani Thailand atau Vietnam, dapat dipastikan Indonesia akan menguasai pasar beras internasional. Dari data dan uraian di atas menunjukkan bahwa jalan untuk menuju swasembada beras secara berkelanjutan dan bahkan untuk menjadi pengekspor beras, sudah jelas, yaitu melalui penyediaan lahan garapan baru yang cukup. Penyediaan lahan garapan baru merupakan investasi untuk jangka panjang, yang pasti akan dihargai dan dipuji oleh anak cucu kita. Alangkah bagusnya, apabila pemerintah tidak lagi harus disibukkan oleh impor beras, karena beras produksi dalam negeri melimpah, dan cukup untuk diekspor setiap saat. Tabel ekspor beras Indonesia (1.000 ton)Ekspor dihitung dari data neraca bahan makanan BPS (berbagai tahun) dan makalah BPS di Rakornas Inpres di Yogya . Dari tabel diatas semakin tahun pertumbuhan ekspor beras indonesia semakin meningkat. Pada tahun 1995 hingga 1997 ekspor beras Indonesia sebesar 3,5 ribu ton. Sedangkan pada tahun 1998 hingga 1999 sebesar 4,2 ribu ton. Dan pada tahun 2000 hingga 2003 sebesar 2,9 ribu ton. Kenaikan terbesar pertumbuhannya pada tahun 2004-2005 yaitu sebesar 21,6 ribu ton. Rataan/Tahun Ekspor 1995-1997 3,5 1998-1999 4,2 2000-2003 2,9 2004-2005 21,6 Tabel impor beras Indonesia (1.000 ton) Tahun impor1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009406 6.077 4.183 1.512 1.404 3.703 550 Surplus 16 rb ton 150 500Sumber: BPS dan The Rice Report Pertumbuhan impor beras indonesia setiap tahun mengalami perubaha. Misalnya pada tahun 1997 impor beras sebesar 406, kemudian naik empatkali lipat tahun berikutnya yaitu sebesar 6.077 ribu ton. Kemudian tahun kemudian mengalami penurunan yang cukup rendah yaitu sebesar 4.183 hingga akhirnya pada tahun 2003 jumlah impor Indonesia sebesar 550 ribu ton. Dan pada tahun 2004 pemerintah melalarang untuk mengimpor beras. Pemerintah melakukan kebijakan agar produksi dalam negri terpenuhi sehingga diharapkan tidak adanya impor beras. Kebijakan ini berhasil dengan bukti terjadinya surplus sekitar enam belas ribu ton beras. Akan tetapi hal ini tidak terjadi pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 2006 indonesia kembali mengimpor beras sebanyak 150 ribu ton dan pada tahun 2007 sebesar 500 ribu ton Tabel produksi dan konsumsi beras di Indonesia (1.000 ton) tahun Produksi 1997 31,21 1998 31,12 1999 32,15 2000 32,80 2001 31,89 2002 32,54 2003 32,95 2004 33,49 2005 34,120 2006 34,600 2007 36,970 2008 38,078 2009 40,656 2010 42,43 2011 41,32 Sumber: BPS dan The Rice Report Konsumsi 23,65 23,99 24,32 24,65 24,97 25,30 25,62Pada tabel diatas dapat dilihat jumlah produksi dan konsumsi beras di Negaras kita. Berdasarkan data jumlah produksi beras semakin tahun semakin meningkat. Dengan kenaikan setiap tahun sekitar seributon. Konsumsi beras masyarakat Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 139 kg per kapita per tahun atau merupakan tertinggidi dunia. Konsumsi beras negara lainnya di Asia, seperti Jepang 60 kg dan Malaysia 80 kg per kapita per tahun. Dari tahun ke tahun konsumsi beras per kapita di Indonesia menunjukkan peningkatan, seperti dilaporkan BPS, pada 2002 rata-rata konsumsi beras mencapai 115,5 kilogram. Pada 2003 turun menjadi 109,7 kilogram, karena masyarakat mulai mengonsumsi pangan dengan bahan yang beragam.Selanjutnya pada tahun 2004 rata-rata konsumsi beras naik drastis menjadi 138,81 kilogram, dan sejak 2005 mencapai 139,15 kilogram per kapita per tahun. Peningkatan konsumsi beras per kapita tersebut tentu saja berdampak pada semakin tingginya kebutuhan beras dalam negeri sehingga menuntut penyediaan yang semakin meningkat pula. Menurut BPS, produksi padi secara nasional selama lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup berarti yakni dari 54,08 juta ton gabah kering giling pada 2004 menjadi 60,32 juta ton tahun 2008 dan pada 2009 ditargetkan 63,84 juta ton. Sementara itu kebutuhan beras untuk konsumsi penduduk sebesar 30,57 juta ton jika asumsi penduduk Indonesia 219 juta jiwa dengan konsumsi per kapita 139,15 kg per tahun. Meskipun produksi beras dalam negeri hingga saat ini masih mampu mencukupi kebutuhan penduduk, namun bukan berarti suatu saat tidak akan terjadi kekurangan, sehingga Indonesia harus mengimpor beras sebagaimana terjadi pada 2006 dan 2007. Data BPS menyebutkan, pada 2006 impor beras Indonesia hampir mencapai 440 ribu ton kemudian pada 2007 menjadi 1,3 juta ton.Pada 2008 turun ke angka 289 ribu ton. Tingginya konsumsi beras tak lepas dari sikap masyarakat yang semakin menjadikan komoditas tersebut sebagai pangan utama menggeser pangan lokal yang selama ini menjadi makanan pokok mereka.DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2011. Produk Domestik Bruto. http://deptan.go.id/pdb/2011/desember/sektor_pertanian.php. Diakses pada tanggal 7 Maret 2012. Anonymous. 2011. Produk Domestik Bruto pada Sektor Pertanian http://pustakaekonomi.blogspot.com/makro/pdb_segala_sektor/2011.php. Diakses pada tanggal 7 maret 2012. Anonymous. 2011. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/44666. Diakses pada tanggal 9 Maret 2012. Anonymous. 2011. http://www.pikiran-rakyat.com/node/161357. Diakses pada tanggal 9Maret 2012. Supriyati, Saptana, Sumedi, dan Tri Bastuti Purwantini. 2004. Dinamika Ketenagakerjaan, Penyerapan Tenaga Kerja dan Sistem Hubungan Kerja. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.