PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB TERHADAP WANITA...

80
PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB TERHADAP WANITA PEKERJA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah ( S.Sy ) Oleh : Nurul Irfan NIM :105044201461 KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AS-SYAKSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431H / 2010 M

Transcript of PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB TERHADAP WANITA...

  • PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB TERHADAP WANITA PEKERJA

    Skripsi

    Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum

    Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Syariah ( S.Sy )

    Oleh :

    Nurul Irfan

    NIM :105044201461

    KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

    PROGRAM STUDI AHWAL AS-SYAKSHIYAH

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1431H / 2010 M

  • ا ا ّ ا ّ

    KATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah swt, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-

    Nya, Dzat Yang menggenggam langit dan bumi, Yang merajai hati manusia dan

    mampu meluluhkan dan menguasai hati yang lirih dan yang memberikan kepada

    penulis kekuatan dan kesabaran sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan

    skripsi ini.

    Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada kekasih Allah swt yaitu

    Nabi Muhammad saw, semoga di hari akhirat nanti seluruh umat Islam mendapatkan

    Syafa’atul Uzma dari beliau. Amiiin.

    Setelah selesainya skripsi ini atas bantuan dan dukungan serta doa dari

    berbagai pihak maka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya

    kepada:

    1. Dekan fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak

    Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA. MM.

    2. Ketua Jurusan Al-Akhwal As-Syakhsiyyah, Drs. H. A. Basiq Jalil SH, MA. Dan

    Sekertaris Jurusan, Kamarusdiana, S.Ag. MH. Beserta para dosen fakultas

    Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak

    membekali ilmu yang amat bermanfaat bagi penulis. Dan terima kasih kepada

    pimpinan serta segenap Staf Perpustakaan Jurusan Syari’ah dan Hukum Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

  • 3. Bapak DR. KHA. Juaini Syukri, Lc, M.A, selaku dosen pembimbing yang telah

    meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya di sela–sela kesibukannya untuk

    memberi bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

    4. Pimpinan serta segenap staf perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    yang telah memberikan bantuan dan pelayanan dalam upaya memenuhi

    kebutuhan yang berkenaan dengan literatur untuk menyusun skripsi ini.

    5. Sembah sujud penulis kepada kedua orang tua penulis yang tercinta yang telah

    memberikan dorongan dan semangat serta do’a semoga Allah swt selalu menjaga

    dan melindungi keduanya. Serta adik–adik penulis yang tercinta yang selalu

    memberikan senyuman, canda dan tawa.

    6. Kepada isteri dan anakku tercinta yang membuat penulis selalu tegar di dalam

    menghadapi segala rintangan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    7. Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Ustd. Achmad An-Nadawiyyah

    yang telah memberikan motivasi, semangat kepada penulis

    8. Teman-teman semua khususnya Jurusan Al-Ahwal As-Syakhsiyyah, Administrasi

    keperdataan Islam angkatan tahun 2005.

    Skripsi ini disusun menurut tuntutan zaman saat ini, sebagai sumber acuan

    yang dibaca, dipelajari dan dipahami penulis dengan segala keterbatasannya. Dengan

    demikian, tidak menutup kemungkinan ada kekeliruan dalam penulisannya. Oleh

    karena itu, sumbangan pikiran dari pihak pembaca akan merupakan tambahan ilmu

    yang bermanfaat bagi penulis.

  • Hanya kepada Allah swt, penulis memohon bimbingan dan

    menggantungkan semua harapan.

    Jakarta, 15 Robiul Awwal 1431 H.

    1 Maret 2010 M.

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR …………………………………………………………….

    i

    DAFTAR ISI ………………………………………………………………………

    iv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………..

    1

    B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ………………………………….

    6

    C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ………………………………………...

    7

    D. Metode Penelitian ………………………………………………………

    7

    E. Sistematika Penulisan …………………………………………………..

    8

    BAB II M. QURAISH SHIHAB DAN PEMIKIRANNYA

    TENTANG KEDUDUKAN WANITA

    A. Sejarah Singkat M. Quraish Shihab ……………………………………..

    10

  • B. Karier Intelektual Dan Karya-karya M. Quraish Shihab ……………….

    12

    C. Kedudukan Wanita Sebagai Isteri ……………………………………...

    32

    D. Pembagian Kerja Dan Hubungan Timbal Balik Antara Suami Isteri ….

    34

    BAB III WANITA PEKERJA DAN IMPLIKASINYA

    TERHADAP HUKUM PERKAWINAN

    A. Asal Kejadian Perempuan ……………………………………………..

    45

    B. Hak Dan Kewajiban Belajar Bagi Perempuan ………………………....

    50

    C. Hak Perempuan dalam Memilih Pekerjaan ……………………………

    57

    D. Landasan Pemikiran Quraish Shihab Tentang Wanita Pekerja ………..

    61

    E. Analisis Penulis ………………………………………………………..

    62

    BAB IV PENUTUP

  • A. Kesimpulan …………………………………………………………….

    67

    B. Saran-Saran …………………………………………………………….

    69

    DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….

    70

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Membicarakan perempuan memang menarik, hangat, aktual, dan tak

    henti-hentinya menjadi agenda dari zaman ke zaman hingga saat ini. Perempuan

    pernah disanjung dan pernah pula di hina dan direndahkan sampai pernah

    dipersoalkan apakah ia manusia atau tidak. Pada masa pra Islam pernah terjadi suatu

    era yang dikenal dengan zaman jahiliyah. Pada masa itu berbagai agama dan

    peradaban yang ada tidak memberikan tempat yang terhormat dan mulia pada

    perempuan dan bisa dikatakan hak perempuan hampir tidak ada.1

    Perempuan mendapatkan sikap yang rendah dalam realitas kehidupan.

    Disamping realitas kehidupan juga muncul sikap dan perlakuan yang merendahkan

    bahkan melecehkan kaum perempuan. Kasus eksploitasi perempuan dalam berbagai

    bentuknya pembatasan perkembangan potensi perempuan dan pemerkosaan adalah

    berbagai contoh sikap realitas yang merendahkan martabat perempuan.2

    Pemikiran dan realitas tersebut jelas tidak sesuai dengan fitrah manusia

    dan bertentangan dengan rasa keadilan, sebab hak kemerdekaan dan martabat

    perempuan tidak ditempatkan secara proporsional.

    1999), h. 65

    1 Ali Yafie, kodrat, Kedudukan Dan Kepemimpinan Perempuan, (Bandung: Mizan,

    2 Jalaludin rahmat, Islam Actual, (Bandung: Mizan, 1991), h. 195

  • Menurut Tasman Hamami dan Siti Bariratun perempuan mengalami

    ketidakadilan bukan hanya diskriminasi disektor publik, tapi juga melalui cara

    pendistribusian pekerjaan dalam rumah tangga. Pola kehidupan keluarga saat ini

    menuntut perempuan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak.

    Pekerjaan rumah tangga kadang jarang dibagi secara sepadan atau setara bahkan

    kadang perempuan mencari nafkah dalam upaya membantu kebutuhan keluarga.3

    Nikah merupakan sunnah yang dicontohkan Rasulullah SAW, dijalankan

    oleh para sahabat serta dijunjung tinggi oleh orang sholeh yang berbudi luhur. Nikah

    disyariatkan agar manusia memiliki keluarga dan keturunan yang sah untuk menuju

    kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat di bawah naungan kasih sayang yang di

    ridhoi Allah SWT.

    Pernikahan juga merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan

    bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan melestarikan hidupnya setelah

    masing-masing berpasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam

    mewujudkan tujuan pernikahan.4

    Dengan berlangsungnya pernikahan tersebut, maka masing-masing dari

    kedua orang yang melakukan pernikahan mempunyai hak dan kewajiban masing-

    masing menempati posisi yang sesuai. Bagi laki-laki bertanggung jawab penuh

    terhadap eksistensi keluarga, baik secara jasmani maupun rohani. Sedangkan isteri

    3 Tasman Hammami Dan Siti Barirotun, Kedudukan Wanita Dalam Syariat Islam, (t.t. :

    al-jami’ah, 1994), h. 44

    4 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1991), h. 9

  • bertanggung jawab atas urusan rumah tangga dan anak-anak serta suami dan

    hartanya.

    Menurut Hendar Riyadi Islam mengatur sejarah kitab suci al-Qur’an

    adalah sejarah penyelamat dan pembebasan kemanusiaan. Al-Qur’an diturunkan

    untuk menyelamatkan dan membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan

    secara moral, sosial, kultural, dan struktural, baik dalam bentuk ide atau pemikiran,

    maupun dalam wujud praksisnya.5

    Keberadaan wanita muslim yang memperihatinkan masih berlangsung

    hingga zaman modern ini. Pada dasarnya permasalahan ini erat hubungannya dengan

    milliu selama beberapa abad. Milliu tersebut telah mempengaruhi ragam penafsiran

    tradisonal. Sementara itu ajaran-ajaran al-Qur’an mengenai wanita pada umumnya

    meningkatkan posisi dan memperkuat kondisi wanita, sebagaimana al-Qur’an

    berusaha mengangkat posisi kelompok masyarakat lemah lainnya, misalnya anak

    yatim, fakir miskin dan budak. Sistem masyarakat Arab dengan tradisi patriarchal,

    sistem kesukuan, sistem perbudakan, merupakan latar belakang solusi al-Qur’an

    mengenai persamaan kedudukan jenis kelamin dan persamaan ras manusia. Melalui

    ajaran persamaan al-Qur’an, Islam menghapuskan setiap perbedaan antara sesama

    manusia kecuali perbedaan yang timbul karena kebajikan dan taqwa.

    Untuk menghilangkan sumber-sumber deskriminasi sesama manusia Nabi

    berkali-kali mengingatkan bahwa semua manusia adalah keturunan Adam, sedangkan

    Adam diciptakan dari debu. Persamaan (equality) haruslah dipahami sebagai moral

    5 Hendar Riyadi, Tafsir Emansipatoris Arah Baru Studi Kasus Al-Qur’an,(tp: 2005), h.23

  • yang hendak dicapai oleh al-Qur’an melalui seperangkat aturan hukum yang

    berkaitan dengan latar belakang sosial masyarakat arabiah pada masa turun wahyu

    dan sebelumnya, seperti aturan poligami, perceraian, waris, hukum perbudakan dan

    lain-lain.6

    Islam pada dasarnya,adalah agama yang menekankan spirit keadilan dan

    keseimbangan (tawazun) dalam berbagai aspek kehidupan.Relasi gender (perbedaan

    laki-laki dan perempuan yang non kodrati) dalam masyarakat yang cenderung kurang

    adil merupakan kenyataan yang menyimpang dari spirit Islam yang menekankan pada

    keadilan.7

    Muhammad Al-Ghazali, salah seorang ulama besar Islam kontemporer

    berkebangsaan mesir, menulis :“kalau kita mengembalikan pandangan ke masa

    sebelum seribu tahun, maka kita akan menikmati keistimewaan dalam bidang materi,

    sosial, yang tidak dikenal oleh perempuan-perempuan di kelima benua. Keadaan

    mereka ketika itu lebih baik dibandingkan dengan keadaan perempuan-perempuan

    barat dewasa ini, asal saja kebebasan dalam pergaulan tidak dijadikan bahan

    perbandingan.”8

    Dalam konteks kekinian, manusia modern condong dihadapkan pada arus

    globalisasi yang mau tidak mau harus mampu bersaing dalam upaya memenuhi

    6 Fazhur Rahman, Metodelogi Pembaharuan Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. 172-173

    7Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Dalam Muktamar, Munas,

    dan Konbes NU ( Surabaya, Diantama, 2005), Cet. Kedua, h. 649

    8 Muhammad Al-Ghazali, Al-Islam Wa At-Thaqat Al-Mu’aththalat, (Kairo: Daar al- Kutub, 1964), Juz. Pertama h.138

  • kebutuhan dan menumbuhkan kesehjahteraan keluarga agar terbentuk jalinan

    hubungan yang sakinah, mawaddah, warahmah sebagaimana harapan masyarakat

    muslim. Globalisasi telah membuka sekat (hijab) yang membatasi gerak hidup

    manusia. Manusia tidak lagi dikekang oleh batas-batas Negara. Globalisasi adalah

    peluang bagi menusia yang memiliki ‘sesuatu’ sebagai nilai jual, tetapi bagi manusia

    yang tidak memiliki ‘sesuatu’ tersebut globalisasi adalah sebuah ancaman.9

    Pada saat ini banyak wanita yang menjadi tulang punggung keluarga

    dalam mencari nafkah. Hal itu karena dipicu oleh derasnya paham kesetaraan gender

    yang menjadi kedudukan laki-laki dan perempuan itu sama dalam keluarga. Idealnya

    yang dipahami masyarakat muslim laki-lakilah yang mempunyai tanggung jawab

    penuh terhadap kebutuhan keluarga, namun tuntutan zaman berbeda, sehingga tidak

    asing lagi kehidupan sekarang banyak didominasi oleh kaum hawa dalam masalah

    pendapatan material keluarga. Pergeseran budaya dan kemajuan zaman menuntut

    peran ulama atau cendikiawan untuk menegaskan hukum-hukum yang menyangkut

    hak dan kewajiban perempuan dalam ruang lingkup keluarga.10

    M.Quraish Shihab sebagai salah satu tokoh cendikiawan muslim di

    Indonesia banyak sekali memberikan pandangannya mengenai wanita dalam ruang

    keluarga. Menurut beliau perempuan dalam pandangan ajaran Islam tidak

    sebagaimana diduga atau dipraktekan oleh masyarakat banyak. Ajaran Islam pada

    9 Syahrin harahap, Islam Dinamis: Menegakan Nilai-Nilai Ajaran al-Qur’an Dalam

    Kehidupan Modern di Indonesia, ( Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1997), Cet. Ke-I, h. 149

    10 Ibid., h. 151

  • hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan yang terhormat

    kepada perempuan.

    Sehubungan dengan latar belakang masalah tersebut, maka penulis

    berusaha mengangkat judul yang berhubungan dengan wanita pekerja dan

    implikasinya terhadap hukum perkawinan dengan judul :

    PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB TERHADAP WANITA PEKERJA

    B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

    Pembatasan Masalah

    Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis perlu memberikan

    pembatasan masalah dan perumusan masalah yang berkaitan dengan latar belakang

    masalah tersebut sebagai berikut :

    1. Penelitian ini berfokus pada wanita pekerja menurut M. Quraish Shihab

    2. Kedudukan Wanita pekerja dalam hukum Islam

    3. Peran wanita dalam rumah tangga menurut M. Quraish Shihab

    Perumusan Masalah

    Pada umumnya ulama cenderung membatasi peran wanita diruang publik.

    Namun dalam hal ini M. Quraish Shihab menunjukkan sikap yang berbeda, hal ini

    dapat dilihat dari latar belakang kehidupan keluarganya maupun gagasannya terkait

    tentang peran wanita, oleh karena itu fenomena atau masalah ini akan di rumuskan

    dalam beberapa pertanyaan pemikiran sebagai berikut :

    1. Bagaimana pendapat M. Quraish Shihab tentang kedudukan wanita pekerja

    dalam keluarga?

  • 2. Apa yang menjadi dasar pemikiran M. Quraish Shihab tersebut?

    3. Bagaimana dampak hukum dari pendapat M. Quraish Shihab tentang

    kedudukan wanita pekerja dalam hukum perkawinan?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas maka tujuan

    yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

    1. Untuk mengetahui pendapat M. Quraish Shihab tentang kedudukan wanita

    pekerja dalam keluarga.

    2. Untuk mengetahui dasar pemikiran M. Quraish Shihab tersebut.

    3. Untuk mengetahui dampak hukum dari pendapat M. Quraish Shihab tentang

    kedudukan wanita pekerja dalam hukum perkawinan.

    Manfaat Penelitian

    Melalui analisa dari hasil penelitian ini, maka manfaat yang di wujudkan

    adalah:

    a. Untuk memberikan informasi yang jelas kepada seluruh masyarakat mengenai

    kedudukan wanita pekerja implikasinya terhadap hukum perkawinan

    b. Agar menjadi sumbangan pemikiran yang di harapkan akan menambah khazanah

    ilmu pengetahuan bagi mahasiswa jurusan Administrasi Keperdataan Islam untuk

    mengetahui Kedudukan wanita pekerja implikasinya terhadap hukum perkawinan.

    D. Metode Penelitian

  • Dalam penyusunan skiripsi ini, penulis lebih memilih studi kepustakaan

    (library research). Penulis mencari bahan–bahan dari sumber data, tulisan yang

    berhubungan dengan wanita pekerja dan implikasinya terhadap hukum perkawinan.

    Sumber data ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu sumber data primer dan

    sumber data skunder, sumber data primer yang digunakan penulis adalah buku-buku

    karya M. Quraish Shihab yang antara lain adalah.

    1. Tafsir Al-Misbah

    2. Wawasan Al-Quran

    3. Membumikan Al-Quran

    Sedangkan data skundernya yang digunakan oleh penulis adalah buku-

    buku lain yang berkaitan dengan masalah penelitian sebagai penunjang untuk

    menghasilkan kesimpulan dari sebuah penelitian yang dilakukan.

    Penelitian ini memerlukan kualifikasi, yaitu peneliti harus memiliki sifat

    yang reseptif (mau menerima) yang berarti harus selalu mencari informasi, bukan

    menguji kebenaran suatu teori dan peneliti harus memiliki kekuatan integratif, yaitu

    kekuatan untuk memadukan berbagai informasi yang diperoleh menjadi satu kesatuan

    penafsiran.

    Adapun tekhnik yang digunakan adalah mengikuti ketentuan–ketentuan

    yang ada dalam buku pedoman penulisan skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2007.

    E. Sistematika Penulisan

  • Dalam penyusunan skripsi ini penulis membahas dengan membagi bab

    dan kemudian penulis membagi kedalam beberapa sub bab, adapun perinciannya

    sebagai berikut:

    Bab Pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang,

    pembatasan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian

    dan sistematika penelitian.

    Bab Kedua Disini penulis akan membahas tentang M. Quraish shihab dan

    pemikirannya tentang kedudukan wanita dalam pandangan Islam yang membahas

    tentang biografi Quraish shihab yang isinya Sejarah Hidup M. Quraish Shihab, Karier

    Intelektual Quraish Shihab, Karya-karya M. Quraish shihab, Kedudukan Wanita

    Sebagai Isteri, Pembagian Kerja Dan Hubungan Timbal Balik Antara Suami Isteri,

    Bab Ketiga Disini penulis akan memaparkan Wanita Pekerja Dan

    Implikasinya Dalam Perkawinan yang isinya Asal Kejadian Perempuan, Hak

    Perempuan Dalam Memilih Pekerjaan, Hak dan kewajiban belajar bagi perempuan,

    Landasan Pemikiran Quraish Shihab Tentang Wanita Pekerja, Analisis Penulis

    Bab Keempat merupakan hasil kesimpulan dari pengkajian bab–bab

    sebelumnya. serta daftar pustaka yang menjadi rujukan penulis ditempatkan pada

    akhir penulisan.

  • BAB II

    M. QURAISH SHIHAB

    DAN PEMIKIRANNYA TENTANG KEDUDUKAN WANITA

    A. Sejarah Singkat M. Quraish Shihab

    Muhammad Quraish Shihab dilahirkan dari keturunan Arab yang

    berpendidikan dan mempunyai kecintaan yang besar terhadap tafsir al-Quran, ini

    terbukti dari latarbelakang pendidikan ayahnya yang bernama Abdurrahman Shihab

    (1905-1986).11

    Beliau adalah alumnus dari lembaga pendidikan Jami’atul Khaier

    Jakarta. Sebuah lembaga pendidikan Islam tertua yang berusaha mengakses gagasan-

    gagasan pemikiran Islam modern. Dan beliau juga (Abdurrahman Shihab) tercatat

    sebagai guru besar dalam bidang tafsir yang pernah menduduki jabatan sebagai

    Rektor di IAIN Alaudin Ujung Pandang, dan merupakan pelopor pendiri Universitas

    Muslim Indonesia (UMI), yang juga terletak di kota Ujung Pandang, Abdurrahman

    Shihab juga seorang wiraswastawan yang senantiasa meluangkan waktunya untuk

    kepentingan dakwah dan mengajar pada lembaga pendidikan dan Universitas yang

    telah disebutkan di atas di sela-sela kesibukannya berwiraswasta. Bahkan hartanya

    dipergunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan baik dengan cara membiayai atau

    menyumbangkan buku-buku bacaan untuk lembaga pendidikan tersebut.12

    11 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,1994), h. 14

    12 Ibid.,

  • Figur sang ibu yang konsekwen terhadap ajaran agama juga menjadi aset

    penting dalam kesuksesan Quraish Shihab dalam studi al-Qur’annya.

    Kekonsekwenan sang ibu tersebut itu dapat dilihat dari sudut pandang keagamaanya

    yang senantiasa harus sesuai dengan al-Qur’an dan Hadist. Bahkan sampai saat ini

    Quraish Shihab sudah mempunyai gelar doktor, ibunya tidak segan-segan

    menegurnya tutur Quraish Shihab.13

    Muhammad Quraish Shihab dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1944 di

    sulawesi Selatan tepatnya di daerah Rappang. Sebagai mana ayahnya, beliau juga

    mempunyai kecintaan terhadap tafsir al-Qur’an. Kecintaan ayahnya terhadap ilmu

    pengetahuan terutama Pada bidang ketafsiran inilah yang bisa menjadi motivasi

    dalam studinya. Bahkan minatnya terhadap studi al-Qur’an sangat dipengaruhi oleh

    sang ayah karena semenjak kecil sejak 6-7 tahun Quraish Shihab diharuskan

    mengikuti pengajian al-Qur’an yang diajarkan ayahnya. Disamping harus membaca

    al-Qur’an Quraish Shihab juga harus mendengarkan penjelasan dari kisah-kisah al-

    Qur’an yang disampaikan ayahnya dalam pengajarannya.14

    Bahkan tidak jarang pada

    suatu ketika ayahnya sering mengajak duduk bersama dan mendengarkan petuah-

    petuah keagamaannya. Banyakdiantara petuah-petuahnya itu ternyata diketahui

    kemudian oleh Quraish Shihab sebagai ayat al-Qur’an atau petuah Nabi, sahabat, atau

    13 Ibid.,

    14 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, h. 6

  • pakar-pakar al-Qur’an hingga kini masih diingatnya. Dari masa-masa itu pula benih-

    benih kecintaan dan minat terhadap studi al-Qur’an mulai mengakar dalam jiwanya.15

    Dari kecintaannya terhadap studi al-Qur’an tersebut akhirnya Quraish

    Shihab berinisiatif melanjutkan studinya pada jurusan tafsir di Universitas Al-Azhar

    Mesir, seperti yang telah dituturkannya :

    “Ketika belajat di Universitas Al-Azhar saya bersedia mengulang satu tahun untuk mendapatkan kesempatan melanjutkan studi saya di jurusan tafsir, walaupun

    jurusan lainnya pada fakultas lain membukan pintu lebar-lebar untuk saya.”16

    B. Karier Intelektual Dan Karya-karya M. Quraish Shihab

    Karir Intelektual Quraish Shihab

    Seperti layaknya anak–anak yang lain pendidikannya dimulai dari

    pendidikan dasar, begitu juga dengan Quraish Shihab, melalui pendidikan dasarnya di

    Sekolah Dasar Negeri (SDN) di tempat kelahirannya yaitu di Ujung Pandang, sambil

    belajar ilmu keagamaan (mengaji) kepada ayahnya (Abdurrahman Shihab) sampai

    tepat pada tahun 1956. Dan semenjak tahun tersebut beliau melanjutkan pendidikan

    menengahnya di kota Malang Jawa Tengah, serta mengikuti pengajian di pondok

    Pesantren Darul Hadist Al-Fiqhiyyah Malang sejak tahun 1956-1958.17

    Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di tanah air

    kemudian pada tahun 1958 tepatnya pada saat beliau mencapai usia 14 tahun, Quraish

    Shihab berangkat ke Kairo Mesir, untuk melanjutkan studinya. Keberangkatannya itu

    15 Ibid.,

    16

    Ibid., h. 14

    17 http://media.isnet.org/islam/Quraish/Quraish

  • terlaksana atas bantuan beasiswa dari pemerintah daerah Sulawesi yang pada masa itu

    belum dibagi menjadi Sulawesi Utara dan Selatan. Universitas al-Azhar di Kairo

    Mesir, seperti telah kita ketahui, merupakan pusat gerakan pembaharu Islam yang

    juga disana adalah tempat yang cocok untuk pengkajian studi al-Qur’an. Seperti

    diketahui pula sejumlah tokoh kenamaan pada Universitas tersebut dalam bidang

    studi al-Qur’an atau ketafsiran diantaranya adalah Muhammad Abduh dan Rasyid

    Ridho. Hingga tidak heran apabila banyak peminat studi keislaman tertarik untuk ikut

    serta mengenyam pendidikannya dilembaga tersebut. Begitupun dengan figur Quraish

    Shihab yang memang mempunyai latar pendidikan yang kuat dalam bidang studi al-

    Qur’an, sangatlah relevan jika beliau ikut mengenyam pendidikan pada universitsas

    al-Azhar tersebut karena hal ini merupakan kelanjutan dari pendidikan dan minatnya

    pada studi al-Qur’an. Kesungguh-sungguhan Muhammad Quraish Shihab pada studi

    al-Qur’annya itu dibuktikan dengan kesediannya untuk mengulang satu tahun karena

    tidak di izinkan masuk fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadist di Universitas al-

    Azhar, dikarenakan nilai Bahasa Arab yang dicapai ditingkat menengah kurang

    memenuhi syarat. Yang padahal jurusan lain di lingkungan Universitas al-Azhar pada

    masa itu mau menerima Quraish Shihab. Bahkan beliau diterima di Universitas Kairo

    dan Daarul Ulum. Pada akhirnya Quraish Shihab menyadari bidang tersebut

    merupakan minatnya, juga akhir-akhir ini dirasakan umat Islam pada umumnya dan

    masyarakat Indonesia pada khususnya dirasakan besar kebutuhannya akan al-Qur’an,

    serta penafsiran dan pemikiran-pemikiran tentang studi al-Quran itu sendiri.18

    18 Jurnal Kebudayaan Dan Peradapan, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT Sumber Bahagia,

  • Seperti layaknya mahasiswa penerima beasiswa yang lain, Quraish

    Shihab berlaku hidup sederhana ketika sedang menjalani studinya di al-Azhar.

    Sebagaimana yang dituturkannya: “inilah yang mengantarkan saya untuk tidak

    merokok hingga sekarang.” Dalam rutinitas kampus Quraish Shihab tidak banyak

    melibatkan diri dalam aktivitas kemahasiswaan, walaupun demikian Quraish Shihab

    sangat aktif memperluas pergaulannya terutama dengan sejumlah mahasiswa yang

    berasal dari negara-negara lain. Karena dengan demikian ada manfaat yang dapat di

    ambil oleh Quraish Shihab dan juga dapat memperluas wawasan, terutama mengenai

    kebudayaan-kebudayaan bangsa lain. Dan juga dapat memperluas wawasan dan

    wacana keilmuwan Quraish Shihab. Sistem pendidikan di Mesir sangat menekankan

    pada aspek hapalan, maka jika jawaban ujian tidak persis dengan catatan nilainya

    akan kurang. Oleh karena itu pula jumlah mahasiswa yang ikut belajar di Mesir setiap

    waktu semakin berkurang terutama penurunan itu terlihat pada masa-masa ujian,

    banyak orang yang belajar sambil berjalan-jalan. Ini adalah suatu penomena yang

    tidak akan ditemui dilembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, sebab selain harus

    menguasai dan memahami teks yang sedang dipelajari, mereka harus menghapalnya,

    hal yang sama juga saya lakukan ketika saya belajar di Mesir.19

    Sementara rutuinitas Quraish Shihab dalam belajar menghafal teks adalah

    dilakukan setelah usai shalat shubuh yang selanjutnya sambil berjalan-jalan beliau

    menghafal teks tersebut. Quraish Shihab tampaknya sangat mengagumi kuatnya

    1993), h. 10

    19

    Ibid., h.11

  • hafalan orang-orang, terutama dosen-dosen di Universitas Al-Azhar. Bahkan menurut

    Quraish Shihab sistem belajar cara menghafal sangat bernilai positif apalagi jika

    dibarengi dengan kemampuan analisis hal ini akan menambah point tersendiri dalam

    sistem belajar. Masalahnya bagaimana menggabungkan kedua hal ini, katanya.20

    Pada tahun 1967 akhirnya Quraish Shihab mampu menyelesaikan studinya

    dengan meraih gelar Lc, (S-1) pada Fakultas Ushuludin Jurusan Tafsir Hadist

    Universitas Al-Azhar. Quraish Shihab merasa belum puas dengan ilmu yang

    dimiliknya di S-1 dengan gelar Lc. Oleh karenanya beliau langsung melanjutkan

    studinya melalui program pasca sarjana di Universitas yang sama.beliau

    menyelesaikan pasca sarjana dengan tidak ada halangan dan rintangan hingga beliau

    dapat menyelesaikannya dalam waktu kurang lebih dua tahun.beliau kini

    mendapatkan gelar Master of Arts (MA) tepatnya pada tahun 1969 dengan tesis yang

    berjudul al-I’jaz al-Tasyri’I Li al-Qur’an al-Karim. Setelah menyelesaikan program

    master pada tahun 1969, beliau kembali ke Indonesia pasa tahun 1970.Beliau aktif

    mengajar di IAIN Ujung Pandang, selain itu juga beliau dipercaya untuk menjabat

    wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN yang sama.Selain itu

    beliau diserahi jabatan–jabatan lain seperti: Koodinator Perguruan Tinggi Swasta

    pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia bagian Timur, dalam bidang pembinaan

    mental. Sebagai seorang cendikiawan, Quraish Shihab juga aktif melakukan

    20 http://media.isnet.org/islam/Quraish/Quraish.

  • penelitian, terutama yang menyangkut masalah-masalah keagamaan. Meskipun telah

    diduduki sejumlah jabatan di tanah air, Quraish Shihab kembali ke kairo untuk

    melanjutkan pendidikannya untuk mencapai gelar Doktor pada tahun 1980 di

    Universitas Al-Azhar Kairo.Hingga tepat pada tahun 1982 beliau berhasil meraih

    gelar doctor dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an, dengan mendapatkan penghargaan

    tingkat I (Mumtaz Ma’a Martabat Al-Asyaraf Al-Ula) dengan yudicium Summa

    Cumlaude, dengan disertasi doktornya yang berjudul Al-Durrar Li Al-Biqaiy: Tahqiq

    Wa Dirrasah.21

    Hal ini dengan sendirinya menobatkan ia menjadi orang pertama di

    Asia Tenggara yang mendapatkan gelar Doktor dalam bidang ilmu al-Qur’an dalam

    bidang tafsir dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Setelah meraih gelar doktornya

    pada tahun 1982 beliau kembali ke Indonesia. Sekembalinya dari Mesir, sejak 1984

    sampai sekarang, beliau mengajar di fakultas Ushuludin dan pasca sarjana di IAIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sekarang bernama UIN Jakarta.sama halnya pada

    kepulangan yang pertama, pada kepulangannya kali ini beliau dipercayakan untuk

    menduduki sejumlah jabatan, seperti: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat,

    Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, Asisten Ketua Umum Ikatan

    Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) selanjutnya sejak tahun 1992-1998 Quraish

    Shihab mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan Rektor di IAIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta jabatan Rektor IAIN yang memproklamirkan diri sebagai

    “Kampus Pembaharu” ini, jelas merupakan posisi strategis untuk merealisasikan

    21 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, h. 6

  • gagasan-gagasanya. Disamping itu juga,pada tahun 1997 beliau mendapatkan jabatan

    sebagai anggota DPR RI dari fraksi FKP pada tahun 1997-2003. Dalam Pemerintahan

    Quraish Shihab juga tercatatat juga pernah menduduki jabatan sebagai Menteri

    Agama RI dan menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Mesir.22

    Pengabdian utamanya

    sekarang adalah dosen, guru besar Pasca Sarjana (UIN) Jakarta, dan direktur Pusat

    Penelitian Studi Al-Qur’an (PSQ) Jakarta, sosoknya juga sering tampil diberbagai

    media memberikan siraman rohani dan intelektual.

    Karya-Karya M.Quraish Shihab

    Meskipun Quraish Shihab mempunyai banyak kesibukan atas jabatan

    yang beliau emban, tetapi ia tidak meninggalkan kegiatan dalam dunia ilmiahnya baik

    di dalam maupun diluar negeri. Dan yang tidak kalah pentingnya Quraish Shihab juga

    aktif dalam kegiatan tulis menulis. Tercatat dalam beberapa surat kabar beliau

    mengisi rubrik khusus dan beberapa majalah. Di surat kabar Pelita, pada setiap hari

    Rabu dia menulis dalam kolom rubrik Pelita hati, beliau juga mengasuh rubrik tafsir

    pada majalah yang terbit dua mingguan, Amanah yang kemudian dikenal dengan

    tafsir Al-Amanah di Jakarta. Selain itu, beliau juga tercatat sebagai anggota dewan

    redaksi pada majalah Ulumul Qur’an dan Mimbar Ulama.

    Selain kontribusi dalam berbagai suntingan dan jurnal-jurnal ilmiah

    hingga kini telah banyak buku-buku yang telah di tulisnya. Dari buku-bukunya itu

    Howard. M. Federspiel, seorang professor dari institut studi Islam Universitas Mc

    22 http://ichwanzt.blogspot.com/2008/06/biografi-quraish-shihab.html

  • Gill di Kanada, melakukan penelitian tentang kajian-kajian al-Qur’an di Indonesia, ia

    berpendapat bahwa, Quraish Shihab dengan karya-karyanya telah meletakan standar

    baru bagi studi-studi al-Qur’an yang digunakan oleh penduduk muslim awam.23

    Walaupun karya-karyanya mulai ditulis dalam bentuk buku setelah beliau

    meraih gelar doktor, namun terdapat banyak karya yang telah ia tulis seperti tesis dan

    disertasinya karena dari situlah ia memulai analisis-analisis terhadap studi-studi al-

    Qur’an. Oleh karenanya di bawah ini akan dibahas tentang karya-karya Quraish

    Shihab.

    a. Al-I’jaz At-Tasyri’Li Al-Qur’an Al-Karim

    Karya ilmiah ini merupakan tesis yang ditulis oleh Muhammad Quraish

    Shihab untuk meraih gelar MA. Di Universitas Al-Azhar Kairo, pilihan untuk

    memilih tesis mengenai mukjizat ini bukan sesuatu yang kebetulan. Tetapi memang

    didasarkan kepada hasil penelitian Quraish Shihab terhadap masyarakat muslim yang

    diamatinya. Menurut beliau gagasan tentang kemukjizatan al-Qur’an dikalangan

    masyarakat muslim telah berkembang sedemikian rupa hingga sudah tidak jelas lagi,

    mana yang mukjizat dan mana yang hanya merupakan keistimewaan. Mukjizat dan

    keistimewaan al-Qur’an, menurut Quraish Shihab, merupakan dua hal yang berbeda.

    Akan tetapi, keduanya masih sering dicampur adukan bahkan oleh kalangan ahli

    tafsir sekalipun. 24

    Cet. 1, h. 295

    23 Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996),

    24 Jurnal dan kebudayaan Ulumul Qur’an, 1993 h. 12

  • Dengan tesisnya tersebut Quraish Shihab menganalisa buku-buku yang

    berbicara tentang kemukjizatan al-Qur’an. Hasilnya ia menjumpai kenyataan dan

    sampai pada suatu kesimpulan, bahwa terlalu banyak isi al-Qur’an yang dianggap

    sebagai mukjizat oleh kaum muslimin, yang sebenarnya tidak bisa dikategorikan

    sebagai mukjizat. Sebab, apa yang dianggap sebagai mukjizat itu sebenarnya lahir

    dari subjektifitas kaum muslimin dan mufasir semata.hal inilah yang ingin diluruskan

    oleh Quraish Shihab. Quraish Shihab menunjuk sejumlah contoh, pertama, dalam

    karangan Manjahjul’Irfan, karangan seorang ulama besar Mesir, Imam Al-Jarqoni,

    dikatakan bahwa al-Qur’an itu mukjizat dari sisi pemenuhan kebutuhan umat

    manusia. Pernyataan Al-Jarqoni ini merupakan hasil subjektifitasnya sebagai seorang

    muslim. Sebab, pernyataan seperti ini pasti akan ditolak oleh kalangan non-muslim.

    Kedua, dalam beberapa kitab tafsir dikatakan bahwa Al-Qur’an itu mukjizat, karena

    mampuh menyentuh hati pembacanya. Pernyataan ini juga patut dipersoalkan, karena

    banyak pembaca al-Qur’an bahkan dari kaum muslimin sendiri, ternyata tidak

    tersentuh hatinya. Selanjutnya ditemukanlah pernyataan bahwa al-Qur’an itu mukjizat

    dari segi bahasa.hal ini dapat dimengerti karena memang al-Qur’an memiliki nilai

    sastra yang tinggi, tetapi ini hanya berlaku bagi bangsa Arab yang memang

    memahaminya, sedangkan bagi bangsa yang tidak memahami bahasa Arab, seperti

    bangsa Indonesia, jelas tidak akan dapat menyelami kandungan sastra al-Qur’an

    Ketiga, sementara ini masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang beranggapan

    bahwa, karena al-Qur’an itu mukjizat ia mampu melakukan segala sesuatu di luar

    hukum kausalitas seperti dijadikan azimat, dipakai mengusir anjing dan lain

  • sebagainya. Sebagai seorang muslim pernyataan-pernyataan seperti itu memang tidak

    bisa di pungkiri tetapi harus segera dikatakan bahwa hal-hal semacam itu bukanlah

    mukjizat, melainkan merupakan keistimewaan al-Qur’an. Hal itu didasarkan kepada

    pengertian mukjizat itu sendiri. Menurut Quraish Shihab, mukjizat itu tidak ditujukan

    pada masa sekarang ini apakah mampu membungkam lawan dan atau mampu

    membuatnya percaya?ujarnya.25

    Mukjizat al-Qur’an yang sekarang menurut Quraish Shihab ialah jika para

    pakar al-Qur’an mampu menggali al-Qur’an petunjuk yang dapat menjadi jalan

    alternatif guna memecahkan problem masyarakat, hal ini sebenarnya sekaligus

    merupakan tantangan bagi kaum muslimin, terutama tertuju kepada kalangan

    cendikiawan. Jadi mereka harus mampu merespon problematika masyarakat modern

    sekaligus memberikan solusinya berdasarkan petunjuk-petunjuk al-Qur’an. Dan

    disinilah juga penting ilmu-ilmu al-Qur’an itu. Dengan demikian mukjizat al-Qur’an

    akan mampu membungkam lawan dan membuat mereka percaya. Dari pendapatnya

    ini dapat disimpulkan bahwa bagi Quraish Shihab konsep mukjizat merupakan

    sesuatu yang berkembang. Sesuatu yang dulu merupakan mukjizat, sekarang dalam

    waktu dan konteks yang berbeda hanya akan menjadi keistimewaan al-Qur’an.

    Quraish Shihab menunjuk bahasa al-Qur’an sebagai salah satu contohnya. Gagasan

    semacam ini menurut Quraish Shihab, sejalan dengan klaim Universalitas al-Qur’an.

    Demikian sekelumit persoalan yang diangkat oleh Quraish Shihab dalam tesisnya.

    Kemudian pembahasan lebih rinci dalam mukjizat ini diuraikan dalam sebuah buku

    25 Ibid.,

  • yang ditulisnya di Indonesia sekitar tahun 1995 dengan judul “Mukjizat al-Qur’an

    ditinjau dari Aspek Kebahasaan,Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib.”

    b.Al-Durrar al-Biqa’I, Tahqiq Wa dirasah

    Judul ini merupakan disertasi Quraish Shihab ketika meraih gelar doktoral

    di Universitas Al-Azhar Kairo. Dalam disertasinya tersebut Quraish Shihab mencoba

    mengkaji korelasi (Munasabah) ayat-ayat dan surat-surat Al- Ayat Wa Al Suwar

    karangan seorang mufassir kenamaan yang tergolong kontroversial, yaitu Ibrahim bin

    Umar Al-Biqa’i. Beliau tertarik dengan tokoh itu karena ia mampir terbunuh karena

    kitab tafsirnya tersebut. Selain itu al-Biqa’I juga dinilai oleh banyak pakar sebagai

    ahli tafsir yang berhasil menyusun suatu karya yang sempurna dalam masalah

    perurutan, atau korelasi antara ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an. Sementara ahli

    menilai bahwa kitab tafsir tersebut merupakan ensiklopedi dalam bidang keserasian

    ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an.

    Quraish Shihab menjelaskan, ulama-ulama terdahulu pada umumnya

    menempuh satu dari tiga cara dalam menjelaskan hubungan antara ayat. Ketiga cara

    tersebut yaitu: Pertama, mengelompokan sekian banyak ayat dalam satu kelompok

    tema-tema, kemudian menjelaskan korelasi dengan kelompok ayat-ayat berikutnya

    misalnya, tafsir Al-Manar dan tafsir Al-Maraghi. Kedua, menemukan tema inti dari

    suatu surat kemudian mengembalikan uraian kelompok ayat-ayat kepada tema sentral

    tersebut. Sebagai contoh Quraish Shihab menunjuk tafsir Muhammad Saltut. Ketiga,

    menghubungkan ayat dengan ayat sebelumnya dengan menjelaskan keserasiannya.

  • Dalam hal ini al-Biqa’I menempuh pola (cara) yang Ketiga, tetapi beliau

    mengungkapkan dengan cara yang sangat menarik serta dengan jangkauan

    pembahasan yang sangat menarik pula. Ia tidak sekedar menggabungkan ayat dengan

    ayat tetapi menjelaskan pula hubungan kata demi kata dalam suatu ayat. Misalnya

    kata Ar-Rahim mengikuti kata Ar-Rahman, dan mengapa kata ini datang sesudah

    lafadz Allah dan Basmallah. Dalam penelitiannya, Quraish Shihab menemukan

    paling sedikit tujuh macam keserasian yang diungkapkan Al-Biqa’I, yaitu: (1)

    Keserasian antara kata demi kata dalam suatu ayat (2) Keserasian antara kandungan

    satu ayat dengan pashihat (penutup ayat tersebut) (3) Keserasian antara ayat dengan

    ayat sebelumnya (4) Keserasian antara awalan uraian awal surat dengan akhir

    uraiannya (5) Keserasian antara akhir dari uraian suatu surat dengan nama surat

    tersebut (7) Keserasian anatara tema sentral setiap surat dengan nama surat tersebut

    (7) Kserasian surat dengan surat sebelumnya. 26

    Berdasarkan penemuan itu, Quraish Shihab mengomentari al-Biqa’I

    sebagai pakar tafsir yang telah berhasil melakukan sebuah pekerjaan besar yang

    belum pernah dilakukan oleh ulama sebelumnya, bahkan oleh ulama-ulama

    sesusadahnya. Quraish Shihab berpendapat, masalah korelasi antara ayat-ayat al-

    Qur’an ini layak mendapat perhatian serius setidaknya dilatarbelakangi oleh dua hal:

    pertama, tentang al-Qur’an yang sering terdengar sumbang seperti dikemukakan

    orientalis adalah sistematika perurutan ayat-ayat dan surat-suratnya sangat kacau.

    Uraian ayat-ayat al-Qur’an, dipandang berpindah dari satu uraian yang lain meskipun

    26 Ibid., h. 13

  • uraian pertama belum selesai. Sedangkan uraian sebelumnya sering tidak mempunyai

    hubungan dengan uraian terdahulu. Kedua, terjadinya penafsiran al-Qur’an yang

    bersifat parsial.

    Implikasinya dari model penafsiran ini, seperti terlihat dalam sejarah

    Islam telah melahirkan pertentangan teologis yang tidak berkesudahan. Sebagai

    contoh Quraish Shihab menunjuk pertentangan teologis yang terjadi antara golongan

    sunni dan Mu’tazillah. Kedua golongan secara diameteral padahal mereka sama-sama

    mendasarkan diri kepada al-Qur’an bahkan pada satu ayat yang sama. Jadi, melalui

    pembahasan korelasi ayat-ayat ini akan didapatkan suatu pemahaman terhadap al-

    Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh yang saling terkait.

    c. Membumikan Al-Qur’an

    Membumikan al-Qur’an merupakan sebuah judul dari sebuah kumpulan

    esai Quraish Shihab. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Mizan dan meraih

    penghargaan sebagai buku terlaris (Best Seller). Judul tersebut merupakan penisbatan

    terhadap keinginan Quraish Shihab untuk membumikan al-Qur’an, yang telah

    terpendam sekian lama. Sebab menurut Quraish Shihab selama ini menunjukan

    bahwa al-Qur’an meskipun dibaca dan dipelajari oleh kaum muslimin tetapi tidak

    bisa diungkiri bahwa umat masih mempunyai jarak terhadap al-Qur’an selain itu

    dengan kata membumikan al-Qur’an bisa juga dipahami sebagai suatu usaha

    menafsirkan al-Qur’an dengan mempersatukan konteksnya27

    27M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, h.15

  • Buku ini ditulis selama kurang lebih dua puluh tahun. Menurut Federspiel

    ia sangat tepat memberikan latar belakang terhadap pentingnya studi al-Qur’an,

    dimana karya-karya yang memperkenalkan al-Qur’an dan pentingnya karya-karya

    tersebut dikemukakan dan dipaparkan dalam buku ini. Buku ini juga banyak merujuk

    pada referensi-referensi berbahasa Arab. Setelah disusun dan ditulis dengan baik.

    Buku ini digunakan oleh kaum muslim awam guna memberikan ikhtisar-ikhtisar

    nilai-nilai agama yang baru. Seperti telah diulas di atas kata membumikan al-Qur’an

    bisa juga dipahami sebagai usaha menafsirkan al-Qur’an dengan memperhatikan dan

    menyatukan, konteksnya.

    Menurut Quraish Shihab terbentangnya jarak antara al-Qur’an dan umat

    dapat ditelusuri dari dua sebab. Pertama, adanya sejumlah syarat yang menurut dia

    begitu banyak yang ditetapkan oleh para ulama mengenai orang-orang yang

    diperbolehkan memahami al-Qur’an. Kedua, timbulnya kesan yang sangat kuat

    dikalangan umat mengenai kesucian dan keagungan al-Qur’an. Akibatnya muncul

    anggapan-anggapan karena al-Qur’an itu firman Allah dan agung maka jika salah

    dalam memahaminya meskipun sedikit, akan berdosa. Menurut Quraish Shihab ide

    yang melahirkan jarak ini memang berasal dari ulama-ulama terdahulu bahkan

    Muhammmad Abduh pun yang dikenal sebagai salah seorang tokoh pembaharu di

    Mesir, pernah mengatakan:”sebelum menjama al-Qur’an rasakan dulu

    keagungannya.” Quraish Shihab sangat mendabakan agar al-Qur’an bisa lebih dekat

    dengan kaum muslimin sebab Allah sendiri ketika berbicara dengan al-Qur’an selalu

    menggunakan kata ganti “hadzah” sesuatu yang memberi kesan kedekatan. Karena

  • terbentangnya jarak ini seakan-akan al-Qur’an itu berada di atas yang tidak

    terjangkau oleh kaum muslimin. Padahal, al-Qur’an adalah petunjuk yang harus

    diikuti oleh seluruh kaum muslimin dalam praktek kehidupannya sehari-hari.

    Ketika dibandingkan karya-karya Quraish Shihab lainnya, buku ini

    menjelaskan sikap-sikap yang lebih kontemporer mengenai pentingnya agama dalam

    kehidupan kaum muslimin Indonesia. Ia memusatkan pada isu-isu khusus yang

    relefan bagi masyarakat modern seperti permasalahan tentang Islam, gizi, kesehatan

    umum dan penduduk serta lingkungan.28

    d.Wawasan Al-Qur’an

    Buku ini merupakan sebuah karya penafsiran al-Qur’an yang dibuat oleh

    Quraish Shihab, dengan menggunakan metode tematik (maudhu’i), yang di dalamnya

    terkandung berbagai persoalan-persoalan dalam seputar kehidupan umat yang cukup

    aktual dewasa ini. Pada awalnya buku ini merupakan hasil kumpulan dari makalah-

    makalah Quraish Shihab yang disajikan jamaah pengajian kaum executive di masjid

    Istiqlal, pengajian yang diadakan sebulan sekali, dirancang oleh para pejabat baik dari

    kalangan pemerintah maupun swasta, namun walaupun demikian pengajian ini juga

    terbuka bagi umum, ini terbukti dengan banyaknya peserta yang hadir dari kalangan

    umum tidak hanya dari kalangan executive saja.29

    Seperti juga buku-buku sebelumnya, banyak di antara rujukannya

    mempergunakan sumber-sumber Arab. Suatu rancangan yang baik dan juga mudah

    28 Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indonesia, h. 297

    29 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung:Mizan, 2003), h. 11

  • untuk dipahami serta memiliki sistem penulisan yang lebih canggih dari kebanyakan

    entri lainnya. Seperti buku ini dibuat untuk dipergurnakan oleh kaum muslimin awam

    tetapi juga buku ini ditujukan kepada pembaca yang cukup memiliki wawasan. Ia

    dapat diklasifikasikan sebagai karya yang sangat kuat dan merupakan batu uji

    pemahaman yang lebih baik tentang Islam.

    Di antara hal penting yang perlu dianalisis pada buku ini adalah

    penekanan Quraish Shihab tentang konsep tauhid, yang bergerak sepanjang teks dan

    secara khusus di kerangkakan dalam bab aktivitas manusia. Di sini ia menggunakan

    tujuh urusan manusia yang akan tertangani dengan baik jika di lihat dan dipahami

    melalui prinsip keesaan, keesaan ilmu, keesaan kepercayaan, keesaan rasionalitas,

    keesaan personalitas manusia dan keesaan individu dan masyarakat. Dengan melihat

    semua faktor ini, terkait dengan Tuhan dan kekuasaan-Nya sebagai pencipta,

    seseorang memperoleh yang tepat tentang bagaimana mengatasi seluruh rentang

    kehidupan manusia.

    Pada bab terakhir Quraish Shihab mencoba menjernihkan beberapa

    persoalan khusus yang menarik minat kaum muslimin kontemporer dan menyajikan

    bahasan tentang musyawarah antara penguasa dan rakyat, persaudaraan dan

    kerjasama antara kaum muslimin,beragam cara berjuang di jalan Allah, malam

    kekuatan (Qadar), dan makna waktu.Dalam membahas jihad, beliau mengakui peran

    penting membela agama dari komunitas muslim secara fisik, tetapi beliau menggaris

    bawahi bahwa perjuangan keras non fisik juga diwajibkan dalam membela agama

    khususnya dalam dalam mengendalikan nafsu dan keimanannya.dengan demikian

  • beliau membahas makna yang lazim dari istilah itu, namun juga memberikan

    wawasan tambahan yang berkaitan langsung dengan kehidupan kontemporer di

    Indonesia.30

    e. Mukjizat Al-Qur’an

    buku ini disusun dari sekian banyak saran rekan Quraish Shihab untuk

    membuat sebuah buku yang mudah dicerna menyangkut mukjizat dan keistimewaan

    al-Qur’an. Saran itu kemudian ditanggapi oleh Quraish Shihab dengan sangat

    antusias dikarenakan menurut Quraish Shihab, kaum muslimin sekarang ini hanya

    mendengarkan keistimewaan al-Qur’an dan tidak mempungsikannya sebagai hudan

    atau petunjuk serta pembeda antara yang haq dan yang bathil. Sebagaimana Qurasih

    Shihab tuturkan dalam sekapur sirih bukunya :

    “selama ini banyak diantara kita yang hanya mempungsikan al-Qur’an

    sebagai mukjizat, padahal al-Qur’an buat kaum muslimin tidak dimaksudkan sebagai

    mukjizat namun sebagai hudan atau petunjuk?, bukankah selama ini ada ayat-ayat

    yang digunakan tidak sesuai dengan pungsinya?, ambilah sebagai contoh ayat:

    Tsummu bukmun’Umyun fahum laa Yarji’un(tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak

    akan kembali) (Al-Baqarah:18), yang dibaca untuk mengusir anjing dan

    menghentikan gonggongannya.” 31

    Tampaknya buku ini merupakan pengungkapan kembali ide tentang

    kemukjizatan al-Qur’an yang dituliskan dalam sebuah tesis untuk meraih gelar MA,

    di Universitas Al-Azhar dulu. Dengan motivasi seperti di atas, maka Quraish Shihab

    menganggap penting penyusunan buku ini untuk kepentingan umat di Indonesia.

    Bahasa pertama buku ini membahas sekitar tinjauan mukjizat menurut agama Islam,

    30 Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indoensia., h. 299

    31 M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, h. 8

  • yaitu sekitar unsur-unsur yang menyertai mukjizat, hal atau peristiwa yang luar biasa,

    apakah mukjizat dapat terjadi, perlukah bukti untuk suatu mukjizat dan macam-

    macam mukjizat, serta tentang makna mukjizat al-Qur’an.

    Kemudian bahasan selanjutnya adalah masuk kepada bahasan mukjizat al-

    Qur’an yang berbicara sekitar susunan kata dalam kalimat al-Qur’an baik dari segi

    akta dan antonimnya, kata yang menunjukan kepada akibatnya, keseimbangan antara

    bilangan kata yang menunjuk kepada akibatnya, keseimbangan antara bilangan kata

    dengan penyebabnya. Kemudian bahasan selanjutnya dia membahas isyarat-isyarat

    ilmiah al-Qur’an yang berbicara ikhwal reproduksi manusia, kejadian alam semesta,

    pemisahan dua laut, alam, gunung, pohon serta kalender syamsiyah dan qomariyyah.

    Dalam hal estetika ia juga berbicara tentang hal-hal gaib yang diuraikan dan

    diutarakan dalam al-Qur’an. Berita-berita itu seputar berita-berita tentang masa

    lampau seperti cerita tentang Ashabul Kahfi, juga berbicara seputar berita gaib

    tentang masa depan yang ternyata terjadi seperti kemenangan Romawi setelah

    kekalahannya, kasus Al-Wahid bin Mughirah dan Kasus Abu Jahal. Dalam babak

    terakhir ia memaparkan tentang bukti-bukti lain mukjizat al-Qur’an yaitu petunjuk al-

    Qur’an sebagai mukjizat serta pengaruh al-Qur’an terhadap jiwa manusia.

    Dari uraian tersebut diatas maka terlihat bahwa Quraish Shihab ingin

    mengemukankan hal-hal baru tentang pandangan masyarakat terhadap kemukjizatan

    al-Qur’an. Ia meletakan konteks mukjizat dalam arti yang sebenarnya tidak seperti

    yang dipahami oleh kaum muslimin pada umumnya, ia meletakan mukjizat yang

    terkandung dalam al-Qur’an menurut yang di inginkan oleh ajaran Islam.

  • f. Tafsir Al-Amanah

    Kuatnya orientasi fiqih yang beragam menurut Quraish Shihab telah

    banyak menyebabkan orang hanya menggunakan pendekatan ushul fiqih dalam hal

    memahami al-Qur’an. Padahal kaidah ushul fiqih hanya berlaku dalam bidang fiqih

    belaka bukan untuk bidang yang lain, walaupun mereka membawa pemahaman-

    pemahaman yang baru tetapi kebanyakan tanpa dibarengi dengan metodelogi yang

    jelas bahkan menurut Quraish Shihab mereka juga masih memahami al-Qur’an secara

    parsial (tidak utuh). Sebagai contoh dalam surat al-Baqarah :156 menerangkan bahwa

    ada denda sepuluh hari bagi yang mengambil haji tamatu yang tiga hari dilaksanakan

    dalam masa ibadah haji dan tujuh hari dikerjakan di rumah.32

    Menurut Quraish

    Shihab ini adalah suatu kepastian. Tapi dalam kasus penyebutan angka juga seperti

    ayat menjelaskan bahwa Allah menciptakan “tujuh”langit, kata”pasti” tidak bisa

    diterapkan. Disinilah para ulama tafsir tidak bersedia menggunakan kaidah ushul

    fiqih

    Tafsir al-Amanah menggunakan metode maudhu’I dikarenakan metode

    maudhu’I bisa mendapatkan pemahaman yang lengkap. Metode maudhu’I ini

    memang baru muncul sekitar tahun 609-nan tetapi benihnya sudah ada jauh sebelum

    ulama al-Azhar menegaskan bahwa orang yang pertama menemukan metode ini

    adalah Dr.Ahmad Al-Quni ketua Jurusan Tafsir yang mendapat gelar julukan ustadz

    al-Jail (guru besar generasi) karena dia mengajar tiga generasi ulama,namun dalam

    waktu yang hampir bersamaan Baqir Al-Sadr mencetuskan gagasan yang kurang

    32 Jurnal Dan Kebudayaan, Ulumul Qur’an, h. 22

  • lebih sama,yaitu metode Al-Tafsir Al-Tauhidi (tafsir kesatuan) alasannya metode ini

    menghampiri ayat-ayat.

    Sementara menurut Abdul Hay Al-Farmawi benih tafsir maudhu’I sudah

    ada semenjak zaman Nabi Muhammad Saw. Buku susunan al-Farmawi sendiri yaitu

    al-Biyah Tafsir Maudhu’I belum diikuti oleh perkembangan yang berarti, baru

    belakangan ini metode ini populer dikalangan ahli tafsir dan peminat ilmu-ilmu al-

    Qur’an. Di sisi lain al-Sathibi juga menerapkan semacam metode ini, tetapi korelasi

    (munasabah ayat) hanya dicari dalam satu surat saja, sebab menurut dia, sebuah surat

    pasti mempunyai satu tema sentral, di mana ayat mengacu ke sana. Namun sampai

    sejauh ini, memang baru berkembang pada tingkat permulaan.

    Berdasarkan realitas itu dalam tafsir al-Amanah yang secara serial ditulis

    dalam majalah Amanah, Quraish Shihab menempuh cara yang tergolong

    baru.Pertama, selain menggunakan metode maudhu’I juga menggunakan metode

    tahlili, dengan berusaha memahami makna kosakata Al-Qur’an sesuai dengan

    penggunaannya oleh Al-Qur’an itu sendiri. Dalam tafsir al-Amanah juga

    menggunakan semacam penggabungan antara kedua metode di atas (Mauhu’Idan

    Tahlili) ditambah dengan metode yang lain. Pada proses awal dalam pencarian makna

    kata dipergumakan metode Maudhu’I, sedangkan pada pemecahan masalahnya

    memanfaatkan metode Tahlili, sedangkan dalam penarikan maknanya juga

    diusahakan dengan melihat munasabah dengan yang lain.

    Cara yang ditempuh oleh Quraish Shihab ini menurut penjelasannya

    merupakan suatu yang belum banyak dipergunakan oleh para mufasir, paling tidak

  • para mufasir di Indonesia, karena secara umum dikalangan para mufasir pun cara ini

    baru dipakai oleh Bintu Al-Sathi’seorang mufasir berasal dari Mesir.Kedua al-

    Amanah ditulis sedapat mungkin sesuai dengan kronologis turunnya ayat.Gagasan

    Quraish Shihab ini, boleh dikatakan gagasan yang tergolong moderat karena menurut

    Quraish Shihab ”kalau kita tidak bisa menerapkan al-Qur’an seperti pesan yang

    tertulis, maka kita tidak bisa melaksanakan “jiwa”suatu nash dalam hal-hal selain

    ibadah.”33

    g. Tafsir al-Qur’an al-karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan

    Turunnya Wahyu

    Karya yang satu ini sangat berbeda dengan karya-karya Quraish Shihab

    yang lainnya seperti Wawasan al-Qur’an atau Lentera Hati, kerana metode antara

    yang satu dengan yang lainnya sangat berbeda. karya seperti Wawasan al-Qur’an

    dibuat oleh Quraish Shihab dalam kerangka metode Maudhu’I sedangkan dalam

    karyanya beliau menggunakan metode tahlili. Hal ini mengherankan kita, mengingat

    Quraish Shihab sangat menekankan penafsiran al-Qur’an dengan cara menggunakan

    metode maudhu’I dikarenakan menurutnya metode ini sangat relevan dengan

    tantangan zaman yang sedang di hadapi. Karya ini seperti tercantum dalam judulnya

    adalah menafsirkan saurat-surat pendek berdasarkan urutan turunnya wahyu. Dalam

    karyanya ini Quraish Shihab amat memprihatikan arti kosa kata atau ungkapan al-

    Qur’an dengan merujuk kapada pandangan pakar-pakar bahasa, kemudian

    33

    Ibid., h.16

  • memperhatikan bagaimana kosakata atau ungkapan itu digunakan al-Qur’an, lalu

    memahami arti surat atas dasar penggunaan kata tersebut oleh al-Qur’an.34

    h. Karya-karya lainnya

    Selain karya-karya di atas banyak karya-karya yang lainnya yang

    semuanya berkaitan dan memang membahas sekitar penafsiran al-Qur’an seperti

    Lentera Hati (1994), Manusia Menurut al-Qur’an, Mahkota Tuntunan Ilahi (1998),

    dan lain sebagainya. Untuk lentera hati, Howard M. Federspiel mempunyai

    pandangan khusus tentangnya, seperti yang dikatakan dalam kutipannya berikut ini :

    “ lentera Hati adalah sebuah antologi esay tentang makna dan ungkapan

    Islam sebagai sistem religius bagi individu mukmin dan bagi komunitas muslim

    Indonesia. Terungkap di dalamnya pendekatan sebagaimana yang di ambil dalam

    kebanyakan leterature inspirasional mutakhir yang ditulis oleh para penulis Indonesia,

    yang banyak sekali mengacu kepada tulisan muslim Timur Tengah yang berbahasa

    Arab. Lentera Hati merupakan buku penting dan bermanfaat bagi kaum muslim

    awam dalam meletakkan dasar bagi kepercayaan dan praktek Islam yang benar.

    Sementera beberapa esay pertamanya membahas al-Qur’an dan seringnya kutipan

    dari al-Qur’an dilakukan sepanjang kajian”

    C. Kedudukan Wanita sebagai Isteri

    Apabila seseorang wanita memasuki masa perkawinan, ia tidak

    kehilangan haknya yang telah ia miliki sebagai anggota masyarakat. Ia tetap bebas

    melakukan pekerjaan apa saja, bebas membuat perjanjian, bebas membelanjakan

    harta miliknya sesuka hatinya dan ia tak sekali-kali meleburkan dari dalam suami.

    Tetapi memang benar, bahwa wanita memasuki masa perkawinan, ia harus memikul

    34 Quraish shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim:Tafsir Atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Atas Turunnya Wahyu, (Bandung: Mizan, 1997), h. 6

  • tanggung jawab kehidupan yang baru, yang mendatangkan hak dan kewajiban yang

    baru pula.35

    Al-Qur’an menggariskan suatu prinsip sebagai berikut :

    ë,}ü¶& õdÈoÎ☺™9ßÁÏÎ/©¶

    ˚f“)

    }7”9æ™å

    í“U

    õd”h”nä´ç“/

    ¯=¢ø™☯$ (ا ة: 228) Ω (#ˇ¶„ä#©ë¶&

    Artinya: “dan istri mempunyai hak yang sama seperti kewajiban yang dipikulkan

    kepadanya dengan cara yang baik" (QS.Al-baqarah: .228)

    Inilah hak dan kewajiban dalam rumah tangga. Selain al-Qur’an hadist

    pun menggambarkan kedudukan wanita dalam rumah tangga sebagai ra’iyyah atau

    pemimpin. “ Setiap orang di antara kamu adalah pemimpin, dan setiap orang

    diantara kamu akan diminta pertanggung jawabannya mengenai rakyat yang

    dipimpinnya: raja adalah pemimpin; suami adalah pemimpin yang memimpin

    seluruh keluarganya, istri adalah pemimpin rumah tangga, dan setiap orang dintara

    kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawabannya mengenai rakyat

    yang dipimpinnya"

    Jadi mengenai rumah tangga, istri mempunyai kedudukan sebagai

    pemimpin, dan rumah tangga adalah daerah kekuasannya. Begitu seorang wanita

    kawin, ia menduduki kedudukan yang tinggi dan memperoleh hak istemewa, tetapi

    disamping itu, ia dibebani tanggung jawab baru. Adapun hak yang diberikan kepada

    istri oleh suami, itu dikuatkan oleh sebuah hadist yang menerangkan sabda Nabi

    Muhammad kepada Abdullah bin Umar sebagai berikut ” Tubuhmu mempunyai hak

    35 Lily Riaz Hasan : Keragaman Iman, ( Jakarta : Raja grafindo persada, 2006 ), h. 189

  • atas engkau, dan jiwamu mempunyai hak atas engkau, dan istrimu mempunyai hak

    diatas engkau” (HR.Bukhari.67:90) 36

    D. Pembagian Kerja dan Hubungan Timbal Balik antara Suami Isteri

    Pembagian kerja

    Tugas suami dan istri amat berlainan, dan masing-masing disertai tugas

    dengan kodratnya. Dalam al-Qur’an dikatakan bahwa Allah membuat pria dan wanita

    mempunyai kelebihan masing-masing dalam suatu perkara. Kaum pria melebihi

    wanita dalam hal kekuatan fisik dan resam tubuh, yang sanggup memikul pekerjaan

    yang sukar-sukar dan menghadapi mara bahaya yang besar. Sebaliknya wanita

    mempunyai kelebihan dari kaum pria dalam sifat kasih sayang. Untuk membantu

    pertumbuhan makhluk, alam telah manganugrahkan kepada kaum hawa atau makhluk

    betina, tabiat cinta yang lebih besar daripada yang diberikan kepada Adam atau

    makhluk jantan.37

    Oleh sebab itu secara alamiah telah tercipta pembagian kerja antar kaum

    pria dan wanita, yang masing-masing harus melaksanakan tugas pokok guna

    kemajuan umat manusia secara keseluruhan. Karena kaum pria dianugerahi fisik yang

    kuat, maka tepat sekali jika mereka memikul tugas perjuangan hidup yang penuh

    kesukaran, sedang kaum wanita yang dianugerahi tabi’at cinta kasih sayang yang

    berlebih-lebihan, tepat sekali dianugerahi tugas mengasuh anak-anak. Maka dari itu

    XI, h. 84

    36 M. Quraish Shihab, Wawasans Al-Qur’an, h. 295 37 Sa’id Abdul Azis, Wanita Dibawah Naungan Islam, (Jakarta: CV Pirdaus, 1992), Cet-

  • tugas kaum pria adalah menanggung jawab pemeliharaan keluarga, sedang tugas

    kaum wanita adalah mengasuh anak-anak, dan masing –masing diberi kekuasaan

    penuh untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.38

    Peradapan modern akhirnya berpendapat, bahwa kemajuan umat manusia

    menuntut adanya pembagian kerja, dan bahkan pada umumnya, tugas mencari nafkah

    adalah tugas kaum pria, sedang tugas mengurus rumah tangga dan mengasuh anak-

    anak adalah tugas kaum wanita. Pembagian kerja tersebut di atas hanyalah suatu

    kelaziman, dan itu sekali-kali berarti bahwa kaum wanita dikecualikan dari lain-lain

    kegiatan. Menilik bunyinya hadist terang sekali bahwa sekalipun tugas utamanya

    ialah mengurus rumah tangga lainnya. Namun harus ikut serta dalam kegiatan

    nasional.Jangan sekali-kali pekerjaan pekerjaan mengasuh anak-anak menjadi

    penghalangnya untuk ikut menjalankan shalat berjamah di masjid, (HR. Bukhari 10:

    162, 164), dan jangan pula pekerjaan mangasuh anak-anak dijadikan rintangan untuk

    membantu pasukan digaris depan. Misalnya menyangkut bahan makanan (HR.

    Bukhari, 56. 67), menyingkirkan diri dari medan pertempuran prajurit yang luka dan

    gugur (HR.Bukhari,56.68) atau di mana perlu, ikut bertempur sungguh-sungguh (HR

    Bukhari, 56. 62, 63, dan 65). Bahkan Abu Jahal al-Fadl Syihabuddin Ahmad bin Ali

    dalam kitab Fath al-baari mengatakan salah seorang istri Nabi Muhammad SAW,

    yaitu zainab menyamak kulit binatang, dan hasilnya dijual guna keperluan sedekah.

    Wanita juga harus membantu suami di ladang, melayani tamu pria pada

    waktu mengadakan pesta dan berniaga, mereka boleh melakukan jual beli dengan

    38 M. Quraish Shihab, Wawasans Al-Qur’an, h. 296

  • kaum pria. Seorang wanita ditunjuk oleh kahlifah’ Umar sebagai pengawas pasar

    Madinah. Tetapi itu adalah keadaan luar biasa. Adapun lingkungan wanita adalah

    mengurus anah-anak dan rumah tangga.39

    Hubungan Timbal Balik Antara Suami Isteri

    Hubunngan timbal balik antara suami dan isteri, itu digambarkan oleh al-

    Qur’an sebagai satu jiwa dalam dua tubuh., sebagaimana firman Allah SWT :

    ˚f¶& ˇ¬”ü”Gø´É#©Ë ¯ d”B©¶ ˙NË3…ô‰ˇR¶& ¯ d”mB /Ë3™9 ´,¢=}r (#XßÁ^Ë3☯ô´F”n9 %☯d橶¸u¶& N‰6©^˚è´/ ó@}Ï}c©¶ $}k¸ä™9“) í“U £f“) æ•}☺¯ ü©ë©¶4 ^§£ä©ß£B 5Q˙ß™)”n9 ;Mø´ÉY} }7”9æ™å

    f¶Áç¨3☯ˇ´G´É´ ( ا وم :21)

    Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu

    isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

    tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan

    sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

    tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum:21)

    Mawaddah merupakan cinta plus’ yang mempunyai dampak pada

    perbuatan hati suami dan istri lapang dan kosong dari keburukan sehingga tidak ada

    celah untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin. Adapun rahmah adalah kondisi

    psikologis yang muncul dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan. Hal ini

    39

    Ibid.,

  • membuat suami isteri berupaya dengan sungguh-sungguh dan susah payah untuk

    mendatangkan kebaikan pasangan dan mencegah segala yang mengganggunya.40

    Selain itu, hubungan suami dan isteri digambarkan sebagai libas di dalam

    al-Qur’an ”Mereka adalah pakaian bagi kamu, dan kamu adalah pakaian

    mereka(istri)” sebagaimana firman Allah :

    õd„k¨9 ◊£$´6”9 ˙ ˙NÎFR¶&©¶NË3¨9 ◊£$´6”9 dÏh

    Artinya: mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian

    bagi mereka. (QS. Al-Baqarah: 187)

    Kata libas digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan pakian lahir dan

    bathin. Hal ini menunjukkan bahwa suami istri saling membutuhkan pada pakaian.

    Lebih dari itu, mereka juga dituntut menutupi kekurangan pasangannnya seprt i

    pakaian yang dapat menutupi ‘aurat’ kekurangan manusia.41

    Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 77, juga dijelaskan

    bagaimana hubungan timbal balik antara suami isteri : ”Suami isteri wajib saling

    cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir dan bathin

    satu kepada yang lain.42

    Tak ada gambaran yang lebih tepat lagi untuk menggambarkan eratnya

    hubungan antara suami dan istri, namun sekalipun demikian. Islam adalah agama

    40 Jurnal Kebudayaan Dan Keberadaban Ulumul Qur’an, 1997 h. 33

    41

    Ibid.,

    42 Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: tp, 1998), h. 42

  • yang praktis, yang tak menutup mata terhadap kenyataan hidup yang penuh

    kesukaran. Islam menggambarkan keluarga sebagai unit kecil dalam unit nasional

    yang besar. Sebagaimana dalam organisasi nasioanal yang besar ada sebagai orang

    yang mengemudikan pemerintahan, demikian pula dalam organissasi keluarga yang

    kecil, tak mungkin terpelihara dengan baik tanpa adanya peraturan semacam itu.Oleh

    sebab itu suami dikatakan lebih dahulu sebagai “peminpian keluarga,” kemudian istri

    dikatakan sebagai ”pemimpin rumah tangga.” Jadi kelurga dan rumah tangga adalah

    kerajaan kecil yang diperintahkan oleh suami dan istri. Tetapi untuk menghindari

    agar tak terjadi kekacauan dalam memerintah, perlu salah seorang diberi kekuasaan

    tertinggi.43

    Dalam al-Qur’an diuraikan kekuasaan tertinggi kepada pihak suami dan

    diberikan pula alasannya.Sebagaimana firman-Nya:

    í¢☯´Á xgßÁBæ°ß™% ÁA%}d–lç9$# ó@ñ÷™˝ $}☺“/ ”Ë!$sô”m]9$# 4í¢☯´Á ☯O„kó÷˚Ï´/ ≠!$# (#߉)☯ˇR¶& !$}☺“/©¶

  • Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang

    lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan

    sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah

    yang taat kepada Allah lagi memelihara diri, ketika suaminya tidak ada,

    oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu

    khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah

    mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika

    mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk

    menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

    (QS. An-Nisa: 34)

    Para lelaki, yakni jenis kelamin atau suami adalah qowwamun, pemimpin

    dan penanggung jawab atas para wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian

    mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka, yakni laki-laki secara umum atau

    suami telah menafkahkan sebagian dari harta mereka untuk membayar mahar dan

    biaya hidup untuk istri dan anak-anaknya. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah

    yang taat kepada Allah dan suaminya, Kepemimpinan untuk setiap unit merupakan

    suatu yang mutlak lebih-lebih bagi setiap keluarga, karena mereka selalu bersama dan

    merasa memiliki pasangan dan keluarganya. Persoalan yang dihadapi suami istri,

    sering kali muncul dari sikap jiwa yang tercermin dalam keceriaan wajah atau

    cemberutnya, sehingga persesuaian dan perselisihan dapat muncul seketika, tapi

    boleh jadi juga sirna seketika. Kondisi seperti ini membutuhkan adanya seorang

    pemimpin, melebihi kebutuhan satu perusahaan yang bergelut dengan angka-angka,

    bukan dengan perasaan, serta diikat oleh perjanjian rinci yang dapat diselesaikan

    melalui pengadilan Nah, siapakah yang harus memimpin? Allah swt. menetapkan

    lelaki sebagai pemimpin dengan dua pertimbangan pokok, yaitu :

  • Pertama, ( ب ا ب ب) Bima Fadhala –llahu ba’dhahum ‘ala

    ba’dh/karena Allah melebihkan mereka atas sebagian yang lain, yakni masing-masing

    memiliki keistimewaan-keistimewaan. Tetapi keistimewaan yang dimiliki lelaki,

    lebih menunjang tugas kepemimpinan daripada keistimewaan yang dimiliki

    perempuan. Disisi lain keistimewaan yang dimiliki lebih menunjang tugasnya sebagai

    pemberi rasa damai dan tenang kepada lelaki serta lebih mendukung fungsinya dalam

    mendidik dan membesarkan anak-anaknya44

    Ada ungkapan yang menyatakan bahwa fungsi menciptakan bentuk atau

    bentuk disesuaikan dengan fungsi. Mengapa pisau diciptakan lancip dan tajam

    mengapa bibir gelas tebal dan halus, mengapa tidak sebaliknya? Jawabaannya adalah

    ungkapan di atas. Yakni pisau diciptakan demikian, karena ia berfungsi untuk

    memotong, sedang gelas untuk meminum. Kalau bentuk gelas sama dengan pisau,

    maka ia berbahaya dan gagal dalam fungsinya. Kalau pisau dibentuk seperti gelas,

    maka sia-sialah kehadirannya dan gagal pula ia dalam fungsinya.

    Sejak dahulu, orang menyadari adanya perbedaan, bahkan kini, para pakar

    pun mengakuinya. Cendikiawan Rusia pun saat komunisme berkuasa di sana

    mengakuinya. Anton Nemiliov dalam bukunya yang diterjamahkan ke bahasa Inggris

    dengan judul The Biologi Tragedy of Women menguraikan secara lebar perbedaan-

    44 M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an,

    (Jakarta :Lentera Hati,2005), Vol. Ke-2, h. 425

  • perbedaan tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ilmiah dan kenyatan-

    kenyataan yang ada.45

    Murthadha Muthhari seorang ulama terkemuka Iran dalam bukunya yang

    diterjemahkan oleh Abu az-Zagra’an-Najafi ke dalam bahasa Arab dengan judul

    Nizham Huquq al-Mar’ah menulis lebih kurang sebagai berikut “lelaki secara umum

    lebih besar dan tinggi dari perempuan suara lelaki dan telapak tangan kasar, berbeda

    dengan suara dan telapak tangan perempuan, pertumbuhan perempuan lebih cepat

    dari lelaki, tetapi perempuan lebih mampu membentengi diri dari penyakit dibanding

    lelaki, dan lebih cepat berbicara,bahkan dewasa dari lelaki. Rata-rata bentuk kepala

    lelaki lebih besar dari perempuan, tetapi dibandingkan dari segi bentuk tubuhnya,

    maka sebenarnya perempuan lebih besar. Kemampuan paru-paru lelaki menghirup

    udara lebih besar banyak dari perempuan, dan denyut jantung perempuan lebih cepat

    dari denyut lelaki”

    Kedua, ( ب ان% !ا م$ أم !ا ) bima anfaqu min amwalihim/disebabkan

    karena mereka telah menfkahkan sebagian harta mereka. Bentuk kata kerja past

    tense/masa lampau yang digunakan ayat ini “ telah menafkahkan” menunjukkan

    bahwa memberi nafkah kepada wanita telah menjadi suatu kelaziman bagi lelaki,

    serta kenyataan umum dalam masyarakat umat manusia sejak dulu.Penyebutan

    konsideren itu oleh ayat ini menunjukkan bahwa kebiasaan lama itu masih berlaku

    hingga kini.

    45 Ibid., h. 426

  • Dalam konteks kepemimpinan dalam keluarga, alasan kedua agaknya

    cukup logis. Bukankah dibalik setiap kewajiban ada hak? Bukankah yang membayar

    memperoleh fasilitas? Tetapi pada hakikatnya ketetapan ini bukan hanya di atas

    pertimbangan materi.

    Wanita secara psikologi enggan diketahui membelanjai suami, bahkan

    kakasihnya, disisi lain pria malu jika ada yang mengetahui bahwa kebutuhan

    hidupnya di tanggung oleh istrinya. karena itu, agama Islam yang tuntunan-

    tuntunannya sesuai dengan fitrah manusia, kewajiban suami untuk menanggung biaya

    hidup istri dan anak-anaknya. Kewajiban itu diterima dan menjadi kebanggaan suami,

    sekaligus menjadi kebanggaan istri yang dipenuhi kebutuhan dan permintaannya oleh

    suami, sebagai tanda cinta kepadanya.

    Dalam kontek pemenuhan kebutuhan istri secara esktrim dan berlebihan,

    pakar Islam Ibn Hazm, berpendapat bahwa wanita pada dasarnya tidak berkewajiban

    melayani suaminya dalam hal meyediakan makanan, menjahit, dan sebagainya. Justru

    sang suamilah yang berkewajiban menyiapkan untuk istri dan anak-anaknya pakaian

    jadi, dan makanan yang siap dimakan. Nah, dari kedua factor yang disebutkan di atas

    keistimewaan fisik dan psikis, serta kewajiban memenuhi kebutuhan dan anak-anak

    lahir hak-hak suami yang harus pula dipenuhi oleh istri. Suami wajib ditaati oleh

    istrinya dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, serta tidak

    bertentangan dengan hak pribadi sang istri. Bukan kewajiban taat secara mutlak.

    Janganlah terhadap suami, terhadap ibu-bapak pun kebaktian kepada mereka tidak

    boleh mencabut hak-hak seorang anak. Pakar tafsir Rasyid Ridho menulis makna

  • bakti kepada orang tua bahwa ”tidak termasuk sedikitpun dalam kewajiban berbuat

    baik/berbakti kepada keduanya sesuatu yang mencabut kemerdekaan dan kebebasan

    pribadi atau rumah tangga atau jenis-jenis pekerjaan yang bersangkut paut dengan

    pribadi anak,agama atau Negaranya.”46

    Perlu digaris bawahi bahwa kepemimpinan yang dianugerahkan Allah

    kepada suami tidak boleh mengantarnya kepada kesewenang-wenangan. Bukankah

    “Musyawarah” merupakan anjuran al-Qur’an dalam menyelesaikan setiap

    persoalan,termasuk persoalan yang dihadapi keluarga?

    Sepintas terlihat bahwa tugas kepemimpinan ini merupakan keistimewaan

    dan “derajat/tingkat yang lebih tinggi” dari perempuan bahkan ada ayat yang

    menegaskan”derajat” tersebut, yaitu firman-Nya “Para istri mempunyai hak yang

    seimbang dengan kewajiban menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami

    mempunyai satu derajat, atas mereka (para istri). (QS.al-Baqarah 2:228)

    Derajat itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk

    meringankan sebagian kewajiban istri, karena itu Guru besar para pakar tafsir, yaitu

    Imam ath-Thabari mengatakan ”Walaupun ayat ini disusun dalam redaksi berita,

    tetapi maksudnya adalah perintah kepada para suami untuk memperlakukan istri

    secara terpuji, agar suami dapat memperoleh derajat itu.”

    Imam Al-Ghazali menulis ”Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan

    perlakuan baik terhadap istri, bukanlah tidak mengganggunya, tetapi bersabar dalam

    46 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 427

  • gangguan/kesalahan serta memperlakukannya dengan kelembutan dan maaf, saat ia

    menumpahkan emosi dan kemarahan” Keberhasilan pernikahan tidak tercapai kecuali

    jika kedua belah pihak memperhatikan hak pihak lain. Tentu saja hal tersebut banyak,

    antara lain adalah bahwa suami bagaikan pemerintah/pengembala dan dalam

    kedudukannya seperti itu, dia berkewajiban untuk memperhatikan hak dan

    kepentingan rakyatnya (istrinya). Istri pun berkewajiban untuk mendengar dan

    mengikutinya.47

    47 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 429

  • BAB III

    WANITA PEKERJA DAN IMPLIKASINYA DALAM HUKUM

    PERKAWINAN

    A. Asal Kejadian Perempuan

    Berbedakah asal kejadian perempuan dari lelaki? Apakah perempuan

    diciptakan oleh tuhan kejahatan ataukah mereka merupakan salah satu najis (kotoran)

    akibat ulah setan? Benarkah yang digoda dan diperalat oleh setan hanya perempuan

    dan benarkah mereka yang menjadi penyebab terusirnya manusia dari surga?

    Demikian sebagaimana pertanyaan yang dijawab dengan pembenaran

    oleh sementara pihak sehingga menimbulkan pandangan atau keyakinan yang

    tersebar pada masa pra-Islam dan yang sedikit atau banyak masih berbekas dalam

    pandangan beberapa masyarakat abad 21 ini. Pandangan-pandangan keliru tersebut

    dibantah oleh al-Qur’an,48

    antara lain melalui ayat pertama surat an-Nisa:

    Ê£$£^9$# 4$•oxâ¶'≤ø´É ì”%¨!$# ÁNË3∞/©ë (#߉)±☯$# ;§}┢橶

  • Dengan demikian al-Qur’an menolak pandangan-pandangan yang

    membedakan (lelaki dan perempuan) dengan menegaskan bahwa dari keduanya

    secara bersama-sama Tuhan mengembangbiakan keturunannya baik lelaki maupun

    perempuan. Bahwa benar ada suatu hadist Nabi yang dinilai shahih (dapat

    dipertanggung jawabkan kebenarannya) yang berbunyi:

    (-, اس/ ق ب$ اس/ ق (-, ( *$ ا + % $ م* ة $ اب ( زم $ اب� � ة 5َ ل : 5 ل رس!ل ا 6 ا *9 وس ِاْسَ;!6ُ!ا ِب ء ن ا َ أة

  • dengan redaksi yang mengarah pada pemahaman di atas, niscaya pendapat yang

    keliru itu tidak akan terlintas dalam benak seorang muslim.51

    Tulang rusuk yang bengkok harus dipahami dalam pengertian majazi,

    (kiasan) dalam arti bahwa hadist tersebut memperingatkan para lelaki agar

    menghadapi perempuan dengan bijaksana karena ada sifat, karakter dan

    kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki, hal mana bila tidak disadari

    akan mengantarkan kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan

    mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan. Kalaupun mereka berusaha

    akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.52

    Memahami hadist di atas seperti yang telah dikemukakan di atas justru

    mengakui kepribadian perempuan yang telah menjadi kodrat (bawaan)-nya sejak

    lahir. Dalam surat al-Isra ayat 70 ditegaskan bahwa:

    U◊☯c´/ $§]¸B°ç☯. ¯ â™)™9©¶ í“U ˙N„kø§]˝=©H☯ß©¶ ´P}ä#©Ë –ç☯™´7¸9$#©¶ x ”mB

    “lé}9¸9$# N„kø§]¸%}u©ë©¶ ”Mø´7☯l䨇9$#

    9éç”Zó2 4í¢☯´Á ☯O„kø©^˝=ñ÷™˝©¶ ) [☯ä…÷¸ˇ™☯ $§]¸)¢=}~ ¯ dõ☺”mB

    ( 70: N ا

    Artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkat mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-

    baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas

    kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan. (QS. Al-Isra: 70)

    330

    51 Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir Al-Manar, (Kairo: Dar Al-Manar, 1367) Cet. IV,h. 52 M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an., h. 271

  • Tentu, kalimat anak-anak Adam mencakup lelaki dan perempuan

    demikian pula penghormatan Tuhan yang diberikan-Nya itu, mencakup anak-anak

    Adam seluruhnya, baik perempuan maupun lelaki. Pemahanan ini dipertegas oleh

    surat ayat 195 surat Ali-Imran yang menyatakan : sebagian kamu adalah bagian dari

    sebagian yang lain, dalam arti bahwa ”sebagian kamu ( hai umat manusia yakni

    lelaki) berasal dari pertemuan ovum perempuan dan sperma lelaki dan sebagian yang

    lain (yakni perempuan)” demikian juga halnya. Keduanya jenis kelamin ini sama-

    sama manusia. Tak ada perbedaan antara mereka dari segi asal kejadian

    kemanusiaannya.

    ˙N„k™9 ~>$}j´F☯w$$™˝ „☯ã…ŒÌ& I® 퓧T¶& ˙N„kx/©ë d”mB (

    NË3]”mB 4◊™`RÌ&

    9@”☺ø´Á ˚¶¶&

    ó@©H☯È @ç☯.™å

    ( #©ß£[9$# „d☯ôÁü ( ال ان 195)

    Artinya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan

    berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena)

    sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain, Maka orang-

  • orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, Pastilah akan

    Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan

    mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya,

    sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."

    (QS. Ali-Imran: 195)

    Pandangan masyarakat yang mengantar kepada perbedaan antara lelaki

    dan perempuan dikikis oleh al-Qur’an. karena itu, dikecamnya mereka yang

    bergembira dengan kelahiran anak lelaki tetapi bersedih bila memperoleh anak

    perempuan, sebagaimana firman Allah :

    NÏh„â}ü¶& ´ç”i¥Î0 #™å“)©¶ ¿Îü„k¯ c©¶ £@™„ 4◊™`R[r$$“/ ☯L☯”‰☯. ©ßÏh©¶ #´ä©ß☯ôÁB ”Q˙ß™)¸9$# ~d”B 3ì©ëæ©ß´G´É ˇ¬”ü“/ ©é…i∂Î0 $´B ”ËXß„w d”B AgßÏh 4í¢☯´Á ¿ÎüË3…ô¯ ☺Áɶ& 4 í“U ¿Îüîw„â´É ¯ Q¶& $´B ©Ë!$}w ó®¶&

    ( 59-58 3 Õ>#©éuI9$# fß„☺Ë3¸´™Ü´ ( ا / :

    Artinya: Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak

    perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan

    buruknya berita yang disampaikan kepadanya. apakah dia akan

    memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan

    menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ?. Ketahuilah, alangkah

    buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (QS. An-Nahl: 58-59)

    Ayat ini diturunkan dan semacamnya dalam usaha al-Qur’an mengikis

    habis segala macam pandangan yang membedakan lelaki dengan perempuan,

    khususnya dalam bidang kemanusiaan. Dari ayat Al-Qur’an juga ditemukan bah