PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK...

95
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK POLITIK KORUPTOR (Kajian Hukum Islam dan HAM terhadap Putusan MA No. 1195K/Pid.Sus/2014) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: Sahuri NIM.1111045100001 KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016/1437 H

Transcript of PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK...

Page 1: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN

HAK POLITIK KORUPTOR

(Kajian Hukum Islam dan HAM terhadap Putusan MA No. 1195K/Pid.Sus/2014)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Sahuri

NIM.1111045100001

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016/1437 H

Page 2: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong
Page 3: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong
Page 4: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang saya ajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 10 Mei 2016

Sahuri

Page 5: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

ABSTRAK

SAHURI

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN

HAK POLITIK KORUPTOR ( Kajian Hukum Islam dan HAM terhadap

Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1195 K/Pid.Sus/2014)

Untuk memberantas kejahatan korupsi harus diterapkan sanksi yang tegas

agar memberikan efek jera bagi koruptor, sekaligus diharapkan dapat meredam

siapapun untuk tidak melakukan korupsi. Salah satu terobosan terbaru dengan

menerapkan sanksi pidana tambahan pencabutan hak tertentu. Penjatuhan pidana

tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong baru. Penerapan pidana

merupakan sarana penal mencegah terjadinya tindak pidana. Penjatuhan pidana

tidak boleh bertentangan dengan ketentuan nasional maupun internasional.

Penjatuhan pidana merupakan kewenangan hakim. Penjatuhan pidana tambahan

pencabutan hak politik bagi terpidana korupsi tercantum dalam Putusan

Mahkamah Agung Nomor 1195K/Pid.Sus/2014 adalah pelaksanaan dari sarana

penal. Penerapannya tidak dibatasi jangka waktu seperti diatur dalam Pasal 38

Kitab Undang- Undang Hukum Pidana. Akibatnya terjadi kontroversi dengan

HAM sedangkan kejahatan yang dilakukan adalah tindak pidana korupsi. Hak

memilih dan dipilih adalah salah satu hak asasi manusia yang harus dijaga

keberlangsungannya. Masalah dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana

pandangan hukum Islam dan HAM tentang pencabutan hak politik koruptor?; 2)

Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana tambahan berupa hak

politik koruptor?; dan 3) Bagaimana Analisis hukum Islam dan HAM terhadap

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1195K/Pid.Sus/2014? Metode penelitian yang

digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang - undangan dan

kasus. Hasil penelitian ini adalah bahwa sanksi pidana tambahan berupa

pencabutan hak politik dalam putusan MA tersebut adalah sesuai menurut hukum

Islam, karena pencabutan hak politik dikategorikan kepada jarimah Ta’zir. yaitu

suatu bentuk hukuman atau sanksi yang tidak diatur dalam Alquran maupun

Hadist. Sedangkan dalam pandangan HAM pencabutan hak politik dalam putusan

MA No. 1195K/Pid.Sus/2014 berpotensi melanggar HAM, karena dalam

penjatuhannya Hakim tidak mengikuti aturan dalam undang-undang yang berlaku.

dalam putusan MA tersebut tidak dicantumkan batasannya pencabutan hak untuk

dipilih dalam jabatan publik terhadap LHI, sebenarnya sudah ada aturan dalam

pasal 38 KUHP tentang batasan-batasannya.

Page 6: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan

taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, serta berkat limpahan taufik dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai pelengkap syarat

guna mencapai gelar sarjana pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita

Nabi Muhammad SAW, sebagai pembawa risalah kebenaran, serta kepada

keluarganya, dan para Tabi’in dan kita semua sebagai umatnya ysng selalu

senantiasa mengaharpkan syafaatnya.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit

hambatan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namu berkat kesungguhan dan

ketabahan hati serta kerja keras dan berdoa serta dorongan dan bantuan dari

berbagai pihak secara langsung ataupun tidak langsung sehingga hal-hal yang

demikian rumit dapat penulis atasi dengan sebaik-baiknya. Untuk itu penulis

berterima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Asep Seapudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag dan Bapak Nur Rohim, LLM,

sebagai ketua dan sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah, Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta. Yang selalu

memberikan dorongan dan motifasi kepada penulis, dan selalu

Page 7: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

ii

membatu serta meluangkan waktu untuk hal-hal yang berkaitan

dengan perkuliahan.

3. Bapak H. Qosim Arsyadani, MA. Selaku Dosen Penasihat Akademik

atas nasihat dan arahannya.

4. Bapak Dr. Asmawi, MA dan Dr. Burhanudin, SH, MH sebagai

pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan penuh

kesabaran dan motivasi yang tinggi, serta telah meluangkan waktu,

tenaga, pikiran, dan perhatiannya selama membimbing penulis.

5. Dan kepada seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Jakarta, yang telah banyak memberikan ilmunya dengan

ikhlas kepada penulis, dan seluruh anggota staf perpustakaan yang

telah meminjamkan buku-buku guna menunjang kegiatan perkuliahan

hingga selesai.

6. Ayah M. Yata (Alm) dan Ibu Asminah (Alm), kakak-kakaku tercinta

( M. Yani, M. Yono, M. Yanto (Alm), Yunus, Yusman, Muhabat, M.

Sabin, dan Muhidin) dan kakak sepupuku Alkahfi S.Sy. serta sluruh

keluarga besarku yang telah memberikan do’a serta dukungan baik

moril maupun materil yang tak terhingga dalam menyelesaikan

skripsi ini.

7. Kepala Madrasah beserta Dewan Guru Tarbiyah Islamiyah Canduang

dan santriwan/i yang selalu memberi do’a dan dukungannya.

8. Teman-teman seperjuangan PI (Pidana Islam 2011) Iqbal Ramdhani,

M. Iqbal, Ahmad Rosyadi, Ahmad Syaifullah, Hadian Haris, Nurtri

Purwanto, Ahmad Suheri Harahap, dll. Terima kasih atas kesetiaan

Page 8: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

iii

dalam pencarian ilmu di jurusan Pidana Islam, dan semua pihak yang

tidak dapat disebutkan satu- persatu.

9. Kepada teman kos-kosan kertamukti Muklis Adib, Nurdin Araniri,

Rudi Marhazi, Ramadhan Yahya terimakasih atas bantuannya dan

telah setia menemani ketika suka maupun duka.

10. Kepada teman-teman dari Organisasi PAMALAYU BABEL

terimakasih atas dorongan dan motivasinya.

Akhirnya kepada Allah SWT, jualah penulis serahkan, agar semua bantuan

dari berbagai pihak tersebut diberikan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Semoga dalam penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan

bagi para pembaca pada umumnya. Terima Kasih.

Jakarta, 10 Mei 2016

Penulis

Page 9: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERSTUJUAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ...........................................7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................7

D. Tinjauan Pusataka ...............................................................8

E. Metode Penelitian..............................................................11

F. Sistematika Penulisan .......................................................12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTAN

HAK POLITIK .....................................................................14

A. Pengertian Hak Politik ......................................................14

B. Perlindungan Hak Politik .................................................15

C. Bentuk-Bentuk Hak Politik ..............................................19

D. Pengaturan Pencabutan Hak Politik .................................23

BAB III HAK POLITIK MENURUT HUKUM ISLAM

DAN HAM .............................................................................36

A. Hak Politik dalam Islam ...................................................36

B. Pengertian dan Perkembangan HAM di Indonesia ..........38

Page 10: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

v

C. Hak Politik Sebagai Bagian dari HAM ............................47

BAB IV SANKSI PENCABUTAN HAK POLITIK (Kajian Hukum

Islam dan HAM Terhadap Putusan MA) ...........................53

A. Deskripsi Kasus Putusan MA No. 1195 K/Pid.Sus/2014 .53

B. Pertimbangan dan Putusan Hakim ....................................64

C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Putusan MA .............68

D. Analisa Pencabutan Hak Politik dalam Putusan MA

dari Perspektif HAM .........................................................71

BAB V PENUTUP ..............................................................................78

A. Kesimpulan .......................................................................78

B. Saran-Saran .......................................................................80

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................81

Page 11: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Korupsi merupakan permasalahan besar yang merusak keberhasilan

pembangunan nasional. Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan

wewenang dan jabatan guna meraih keuntungan pribadi, merugikan kepentingan

umum dan negara secara spesifik. Badan Pengawas keuangan dan Pembangunan

(BPKP) mendifinisikan korupsi sebagai tindakan yang merugikan kepentingan

umum dan masyarakat luas demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.

Korupsi menjadi penyebab ekonomi menjadi berbiaya tinggi, politik yang tidak

sehat, dan kemerosotan moral bangsa yang terus-menerus merosot.1

Secara umum, munculnya perbuatan korupsi didorong oleh dua motivasi.

Pertama motivasi intrinsik, yaitu adanya dorongan memperoleh kepuasan yang

ditimbulkan oleh tindakan korupsi. Dalam hal ini, pelaku merasa mendapatkan

kepuasan dan kenyamanan tersendiri ketika berhasil melakukannya. Pada tahap

selanjutnya korupsi menjadi gaya hidup, kebiasaan, dan tradisi/budaya yang

lumrah. Kedua motivasi ekstrinsik, yaitu dorongan korupsi dari luar diri pelaku

yang tidak menjadi bagian melekat dari pelaku itu sendiri. Motivasi kedua ini

misalnya melakukan korupsi karena alasan ekonomi, ambisi untuk mencapa suatu

jabatan tertentu, atau obsesi meningkatkan taraf hidup atau karier jabatan melalui

jalan pintas.2

1 A. Ubaedilah dkk, Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi

Manusia, Dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), cet 6, h. 167 2 Alfitra, Modus Operandi Pidana Khusus Di Luar KUHP (Korupsi, Money Laundring, &

Trafficking), (Jakarta: Raih Asa Sukses Penebar Swadaya Group, 2014) h. 7

Page 12: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

2

Korupsi menjangkiti kalangan penegak hukum, mulai dari kepolisian,

hakim, kejaksaan, pengadilan sampai ke MA. Kalangan praktisi dan akademisi

hukum telah menuding lembaga-lembaga peradilan di Indonesia telah menjelma

menjadi mafia peradilan, yaitu persekongkolan diantara penegak hukum. Karena

lembaga-lembaga peradilan korup maka semakin sulit memberantas korupsi di

Indonesia. seringkali lembaga-lembaga peradilan itu justru dijadikan tempat

berlindung bagi para koruptor. Ditengah peradilan yang korup, para koruptor

banyak yang dibebaskan atau dihukum ringan.3

Masalah korupsi memang bukan semata-mata hanya terkait dengan hukum

saja, melainkan juga ada kaitannya dengan budi pekerti, moral, etika atau akhlak,

Seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi memang punya niatan atau

kesengajaan untuk berbuat tidak baik, tidak benar dan berbuat kejahatan.

Bersangkutan dengan sengaja memperkaya diri sendiri tanpa menghiraukan

apakah tindakannya merugikan orang lain atau tidak, tidak peduli negara

dirugikan ataukah rakyat akan menderita sebagai akibat dari perbuatannya.

Karenanya ada yang menyatakan bahwa koruptor termasuk orang yang akhlaknya

tidak terpuji. orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri dan keluarganya atau

kelompok dan golongannnya dengan mengorbankan hak-hak dan kepentingan

orang lain tanpa merasa berdosa dan bersalah.

Dalam konteks yang komprehensif, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa

korupsi merupakan white collar crime (kejahatan orang berdasi) dengan perbuatan

yang selalu mengalami dinamisasi modus operandinya dari segala sisi sehingga

dikatakan sebagai invisible crime (kejahatan tidak terlihat) yang sangat sulit

3Ardison Muhammad, KPK Serangan Balik Pemberantasan Korupsi, (Surabaya: Penerbit

Liris, 2009), h. 47

Page 13: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

3

memperoleh prosedural pembuktiannya, karenanya seringkali memerlukan

“pendekatan sistem” terhadap pemberantasannya.4 Berbicara mengenai korupsi

tidak sekedar pemidanaan saja, tapi bagaimana kebijakan hukum pidana

menghadapi invisible crime tersebut.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana

korupsi adalah UU Nomor 3 tahun 1971, UU Nomor 31 tahun 1999, dan UU

Nomor 2001. Delik korupsi sama dengan delik pidana, pada umumnya dilakukan

dengan berbagai modus operandi penyimpangan keuangan negara atau

perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit. Dengan demikian, banyak

perkara/delik korupsi lolos dari “jaringan” pembuktian sistem KUHAP. Oleh

karena itu, pembuktian Undang-Undang tindak pidana korupsi mencoba

menerapkan upaya hukum pembuktian terbalik yaitu pasal 37 ayat (1) sampai (5)

UU Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diterapkan dalam sistem beracara pidana

di Malaysia.

Upaya pembentukan Undang-Undang ini, tidak tanggung-tanggung karena

baik dalam delik korupsi diterapkan dua sistem sekaligus, yakni sistem Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 Tahun 2001 dan sekaligus

dengan KUHAP. Kedua teori itu ialah penerapan hukum pembuktian dilakukan

dengan cara menerapkan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau

berimbang, dan yang menggunakan sistem pembuktian negatif menurut Undang-

Undang (negatife wettelijk overtuigging). Jadi, tidak menerapkan teori

4 Indriyanto Seno Adji, Korupsi Dan Penegakan Hukum, (Jakarta: Diadit Media, 2009),

h. 87

Page 14: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

4

pembuktian terbalik murni, (zuivere omskeering bewijstlast), tetapi teori

pembuktian terbalik terbatas dan berimbang.5

Dalam Undang-Undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi itu

tidak terdapat peraturan tentang usaha preventif langsung tentang perbuatan

korupsi. Menurut prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, berpendapat bahwa peraturan

pidana seperti tercantum dalam undang-undang tersebut hanya merupakan

preventif secara tidak langsung, yaitu agar orang-orang lain tidak atau takut

melakukan perbuatan korupsi atau yang bersangkutan (terpidana) jera untuk

mengulangi perbuatan korupsinya dikemudian hari. Yang jelas, korupsinya sendiri

telah berlangsung dan tidak mungkin diperbaiki lagi.6

Mengenai pengenaan sanksi pidana yang tegas dan konsisten terhadap

pelaku tindak pidana korupsi ini berkaitan dengan faktor pengungkapan.

Pengenaan sanksi pidana dimaksudkan antara lain untuk mencegah agar terpidana

tidak melakukan korupsi lagi dan orang lain tidak melakukan perbuatan serupa.

Untuk itu diperlukan komitmen yang kuat dari segenap komunitas hukum

terutama aparat penyelidik, penyidik, penuntutan dan hakim dalam memberantas

korupsi yang berujung pada penjatuhan sanksi pidana yang tepat, tegas dan

konsisten kepada koruptor.

Terpidana dalam negara hukum, pada dasarnya orang yang dinyatakan

bersalah oleh sistem hukum yang telah ditetapkan oleh undangundang. Meskipun

bersalah terpidana memiliki hak-hak dasar yang bersifat non derogable rights

tersebut. Dalam konsep bernegara hukum dan welfare state, negara dan

5 Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata, Dan Korupsi di

Indonesia, (Jakarta: Raih Asa Sukses Penebar Swadaya Group, 2012), h.150 6 Jur. Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2005), h. 11-12

Page 15: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

5

aparaturnya memiliki kewajiban untuk menegakkan keberlanjutan hak terpidana.

Sehingga pada saat menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana harus

diperhatikan keberlanjutan hak-hak non derogable khususnya terhadap hak

kebebasan pribadi, pikiran, dan hati nurani. Pembatasan terhadap hak ini harus

tegas dijelaskan secara limitatif, karena menyangkut keberlangsungan kehidupan

dan masa depan manusia meskipun ia menjadi terpidana.

Penerapan pidana kepada pelaku kejahatan berdasarkan Pasal 10 KUHP,

pada hakikatnya melukai HAM pelaku. Hukum pidana yang melindungi HAM

korban kejahatan, namun dalam menjalankan fungsinya akan melukai HAM pihak

pelaku. Secara ideal perkembangan hukum pidana berbanding lurus dengan

perkembangan HAM. Keselarasan ini mengindikasikan hukum pidana

menghargai HAM baik korban maupun pelaku, oleh karena itu penerapan pidana

harus mendasarkan pada aturan yang ada, guna menghindari perlukaan HAM

pihak-pihak yang terkait dengan kejahatan.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1195K/Pid.Sus/2014, LHI dipidana

dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan

publik/hak politik. Putusan tersebut, tidak dibatasi waktu lamanya pencabutan.

Hal ini mengingat jenis pidana tambahan tersebut merupakan bagian dari hak

asasi manusia. Meskipun tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang

luar biasa (extra ordinary crime) sehingga penanganannya dapat dilakukan secara

luar biasa pula.

Pada dasarnya hak asasi manusia dapat dibatasi berdasarkan undang-

undang, namun dalam pembatasan tersebut harus secara tegas disebutkan secara

limitatif waktu pencabutannya agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak asasi

Page 16: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

6

manusia pihak terpidana. Jika ini tidak dilakukan maka dapat berakibat terjadinya

faktor kriminogen terhadap terpidana yang dilakukan oleh negara melalui alat

perlengkapannya. Akibatnya terjadi pelanggaran HAM oleh negara yaitu

terpidana menjadi korban pelanggaran yang dilakukan oleh hakim sebagai pejabat

negara melalui putusannya.

Dalam sistem pemidanaan, penjatuhan pidana terhadap terpidana

merupakan sarana untuk mencapai tujuan hukum pidana baik secara khusus

maupun secara umum, serta memiliki efek deterence baik spesial maupun general.

Sehingga akibat dari pemidanaan yang dijatuhkan harus dapat bermanfaat baik

bagi terpidana maupun masyarakat. Penerapan pidana yang merupakan bagian

dari penegakan hukum pidana, dipengaruhi oleh profesionalitas penegak hukum.

Menurut Soekanto, terdapat lima faktor yang harus diperhatikan dalam penegakan

hukum, yaitu: 1) faktor hukum atau undang-undang; 2) faktor penegak hukum; 3)

faktor sarana atau fasilitas; 4) faktor masyarakat; dan 5) kebudayaan. Dengan

demikian penerapan pidana dapat diprediksikan keefektifannya di masa depan.7

Mendasarkan latar belakang yang dikemukakan tersebut di atas, maka

penulis berkeinginan menganalisis lebih mendalam (indept investigation) terhadap

penerapan pidana pencabutan hak politik tersebut diatas dalam bentuk skripsi

dengan judul “PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG

PENCABUTAN HAK POLITIK KORUPTOR (Kajian Hukum Islam dan

HAM terhadap Putusan MA No. 1195K/Pid.Sus/2014)”

7 Soekanto, S., Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Raja

Grafindo, 2008), h. 8

Page 17: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

7

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Agar dalam pembahasan penelitian ini terarah dan tersusun secara sistematis

pada tema bahasan yang menjadi titik sentral, maka perlu penulis uraikan tentang

pokok-pokok bahasan dengan memberikan pembatasan dan perumusan masalah.

Untuk mendapatkan pembahasan yang objektif, maka dalam skripsi ini

penulis membatasinya dengan pembahasan mengenai Perspektif Hukum Islam

dan HAM tentang Pencabutan Hak Politik Koruptor (Kajian Hukum Islam dan

HAM terhadap Putusan MA Nomor: 1195 K/Pid.Sus/2014)

Dari pembatasan masalah diatas dapat diuraikan beberapa masalah yang

dirumuskan dengan pertanyaan penelitian (research question), yaitu:

1. Bagaimana pandangan hukum Islam dan HAM terhadap pencabutan hak

politik koruptor?

2. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana tambahan

berupa pencabutan hak politik koruptor?

3. Bagaimana analisis hukum islam dan HAM terhadap putusan MA Nomor:

1195 K/Pid.Sus/2014?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Secara umum studi bertujuan, pertama, menggambarkan secara umum

mengenai pencabutan hak politik koruptor dalam hukum Islam dan HAM;

kedua untuk menjelaskan pertimbangan hakim terhadap pencabutan hak

politik koruptor, sehingga dapat dijelaskan serta menguji kebenaran terhadap

putusan MA Nomor: 1195 K/Pid.Sus/2014. secara spesifik penelitian ini

bertujuan :

Page 18: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

8

b. Untuk menggambarkan pandangan hukum Islam dan HAM terhadap

pencabutan hak politik koruptor.

c. Untuk menjelaskan pertimbangan hakim terhadap pencabutan hak politik

koruptor

d. Untuk menjelaskan pandangan hukum Islam dan HAM terhadap putusan MA

No. 1195 K/Pid.Sus/2014.

2. Manfaat Penelitian

Adapun signifikansi penelitian ini dikemukakan sebagai berikut: pertama, hasil

penelitian ini di harapkan punya nilai signifikan bagi masyarakat pembangunan

pengetahuan ilmiah di bidang hukum, baik hukum positif dan hukum Islam.

Kedua, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berkontribusi dalam

pengembangan konsep pemidanaan, khususnya dalam penjatuhan pidana

tambahan pencabutan hak politik atau hak untuk memilih dan dipilih.. Ketiga,

hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang sanksi pencabutan

hak politik koruptor menurut hukum pidana Islam. Keempat, hasil penelitian ini

dapat dijadikan kontribusi pemikiran yang tepat upaya transformasi hukum pidana

Islam ke dalam hukum pidana positif. Kelima, hasil penelitian Ini diharapkan

dapat memberikan input kepada penegak hukum khususnya hakim dalam

menerapkan pidana tambahan pencabutan hak politik atau hak untuk memilih dan

dipilih.

D. Tinjauan Pustaka

Sejumlah penelitian tentang skripsi ini telah dilakukan, baik yang

mengkaji secara umum skripsi tersebut maupun yang menyinggung secara

spesifik. Berikut paparan tinjauan umum atas sebagian karya penelitian tersebut.

Page 19: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

9

Jurnal karya Rendy Herlambang & Sigid Riyanto ”Pencabutan Hak Politik

Sebagai Pidana Tambahan Bagi Terpidana Korupsi”, 8

. Dalam karya ini di

jelaskan tentang bagaimana undang-undang yang mengatur tentang sanksi

pencabutan hak-hak seorang terpidana , disini di jelaskan pula bagaimana batasan-

batasan atas pencabutan hak-hak tertentu. Dalam karya ini penulis melihat ada

kesamaan dalam pembahasan yang akan teliti oleh penulis, tetapi perbedaannya

hanya bahasan yang menitikberatkan kepada pencabutan hak politik dalam

perspektif hukum Islam dan HAM.9

Diantaranya juga buku karya M. Nurul Irfan “Korupsi Dalam Hukum

Pidana Islam”,10

. Dalam buku ini di jelaskan tentang korupsi dalam hukum

pidana Islam dan dijelaskan juga bagaimana seharusnya hukuman yang pantas

buat pelaku korupsi. Dari karya tulis tersebut, penulis melihat pokok masalah

yang dikajinya mencakup korupsi dalam pandangan hukum islam dan sanksinya,

penulis tidak menemukan kajian mengenai sanksi pencabutan hak politik itu

sebagai pelanggaran HAM.

Selanjutnya buku karya Aziz Syamsuddin “Tindak Pidana Khusus”,11

.

Dalam buku ini di jelaskan macam-macam tindak pidana khusus, termasuk di

dalamnya tindak pidana korupsi. Dalam buku ini tidak dijelaskan batas- batas

sanksi pencabutan hak politik seseorang yang melakukan korupsi.

Diantaranya juga jurnal karya Aji Lukman Ibrahim “Analisis Terhadap

Penjatuhan Pidana Tambahan Pencabutan Hak Memilih dan Dipilih Dalam

8 Ahmad Kosasih, HAM dalam Persfektif Islam, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003)

9 Jurnal Rendy Herlambang & Sigid Riyanto, Pencabutan Hak Politik Sebagai Pidana

Tambahan Bagi Terpidana Korupsi. 10

Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2011) 11

Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011)

Page 20: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

10

Jabatan Publik Djoko Sosilo”,12

. Dalam jurnal ini di jelaskan tentang analisis

penjatuhan pidana tambahan terhadap Djoko Susilo. Tetapi penulis tidak

menemukan bagaimana analisis hukum islam terhadap penjatuhan sanksi

pencabutan hak politik bagi pelaku korupsi tersebut.

Diantaranya juga Jurnal Yudisial Dialektika Hukum Negara dan Agama.13

Dalam jurnal ini dibahas mengenai pencabutan hak politik terpidana korupsi

dalam perspektif HAM. Tetapi penulis tidak menemukan bahasan yang memuat

tentang bagaimana analisis HAM terhadap putusan pengadilan.

Diantaranya juga Karya ilmiah (skripsi) Gugum Ridho Putra yang berjudul

“Hak Mantan Narapidana Untuk Dipilih Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah”

14Penelitian ini membahas hak narapidana untuk dipilih dalam pemilihan umum

daerah. Penulis tidak menemukan bahasan mengenai pencabutan hak politik

koruptor dalam hukum islam dan HAM.

Dari paparan di atas, terlihat penelitian yang menyinggung tindak pidana

korupsi beserta sanksinya di bahas secara umum dan dalam pengaturan hukum

positif dan hukum pidana Islam. Dalam kaitannya dengan skripsi penulis belum di

temukan pembahasan yang secara spesifik mengenai sanksi pencabutan hak

politik koruptor dalam kaitannya dengan putusan MA Nomor : 1195

K/Pid.Sus/2014.

12

Aji Lukman Ibrahim, Analisis Terhadap Penjatuhan Pidana Tambahan Pencabutan

Hak Memilih dan Dipilih Dalam Jabatan Publik Djoko Sosilo, (Vol. 3, No. 1, Juni 2014) 13

Jurnal Yudisial, Dialektika Hukum Negara dan Agama (Vol.8 No.1 April 2015 Hal. 1-

123), Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2015. 14

Gugum Ridho Putra, Hak Mantan Narapidana Untuk Dipilih Dalam Pemilihan Umum

Kepala Daerah, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia Depok, 2012.

Page 21: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

11

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, artinya penulis

tidak membutuhkan populasi dan sampel. Objek pembahasan ini tertuju pada

penelitian suatu putusan pengadilan, maka kajian ini termasuk pada penelitian

hukum normatif. Penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif, adalah

penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan

berkembang dalam masyarakat.15

Peter Marzuki mengemukakan bahwa di dalam penelitian hukum

terdapat sejumlah pendekatan, yakni pendekatan undang-undang (statute

approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical

approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan

konseptual (conceptual approach).16

Dari sudut pandang tersebut, penelitian ini

merupakan penelitian hukum yang menerapkan pendekatan kasus (case

approach).

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan metode penelitian

studi dokumentasi, alat ini dipergunakan untuk melengkapi data yang penulis

perlukan, yaitu dengan cara melihat undang-undang yang terkait dengan masalah

yang diteliti. Bahan yang digunakan berupa bahan hukum primer, yaitu bahan-

bahan hukum yang mengikat, terdiri dari peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan objek penelitian. Pada penelitian ini bahan hukum primer yang

15

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 105. 16

Peter Mahmud Mrzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2008),

h. 93.

Page 22: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

12

digunakan berupa: Putusan MA Nomor: 1195K/Pid.Sus/2014 bahan hukum

sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen tidak

resmi. Terdiri atas: buku-buku, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan

komentar-komentar atas putusan hakim.17

3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan penulis yaitu dengan menggunakan

teknik analisa data kualitatif dengan cara mengolah data kemudian diuraikan

untuk memberi gambaran (deskriptif), uraian-uraian yang berisi penafsiran dan

penalaran terhadap gambaran yang diperoleh dan argumentasi rasional (analitik)

untuk menjelaskan dan mempertahankan gambaran yang diperoleh.

4. Teknik Penulisan

Pada skripsi ini, penulis menggunakan metode penulisan skripsi yang

mengacu pada “Pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2012 Fakultas Syari‟ah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta”.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan ini, maka penyusun dalam penelitiannya

dibagi menjadi lima BAB, dan tiap-tiap BAB dibagi dalam sub-BAB yang

disesuaikan dengan luas pembahasan. Didalam menulis penelitian ini penulis telah

menyusun sistematikanya dengan tujuan agar pembaca dapat diarahkan kepada

satu masalah agar dapat dipahami, adapun sistematika penulisan ini sebagai

berikut:

BAB Pertama ini merupakan BAB pendahuluan yakni penulis akan

membahas tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan, pembatasan dan

17

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, h. 54.

Page 23: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

13

perumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB kedua dibahas tentang “Tinjauan Umum Pencabutan Hak Politik”

terdiri dari 4 (empat) sub pembahsan, yaitu: (1). pengerian hak politik, (2).

Perlindungan Hak Politik, (3). Bentuk-bentuk Hak Politik (4). Penerapan

Pencabutan Hak Politik.

BAB ketiga dibahas tentang “hak politik Menurut Hukum Islam dan

HAM” terdiri dari 3 (tiga) sub pembahsan yaitu: (1). Hak Politik dalam Islam, (2).

Pengertian dan perkembangan HAM di Indonesia, (3). Hak politik sebagai bagian

dari HAM.

BAB keempat dibahas tentang “kajian Hukum Islam dan HAM terhadap

putusan MA, BAB ini menyajikan 4 ( empat ) sub bagian yaitu: (1). Deskripsi

kasus putusan MA Nomor: 1195K/Pid.Sus/2014, (2). Pertimbangan dan Putusan

hakim, (3). Pandangan Hukum pidana Islam terhadap putusan MA, dan (4).

Analisa pencabutan hak politik dalam putusan MA dari Perspektif HAM

BAB kelima merupakan penutup menyimpulkan dari pernyataan yang

diajukan dan memberikan saran atau rekomendasi sebagai bahan refleksi bagi

semua pihak terkait temuan-temuan dilapangan mengenai putusan MA. Yang

terdiri dari dua sub BAB: Kesimpulan dan Saran-Saran.

Page 24: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

14

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTAN HAK POLITIK

A. Pengertian Hak Politik

Untuk mendefinisikan hak politik perlu dipisahkan terlebih dahulu

tentang pengertian hak dan politik. Secara bahasa hak berarti yang benar, tetap

dan wajib, dan kebenaran dan kepunyaan yang sah.18

Hak dapat juga disebut hak

asasi yaitu, sesuatu yang dimiliki oleh seseorang karena kelahirannya, bukan

karena diberikan oleh masyarakat atau negara.19

Sedangkan kata politik berasal dari kata pulitic (inggris) yang menunjukan

sifat pribadi atau perbuatan. Secara lekslikal, asal kata tersebut berarti acting or

judging wisely, well judged, prudent. Kata ini terambil dari kata latin politicus dan

bahasa yunani ((Greek) politicos yang berarti relating to a citizen. Kedua kata

tersebut juga berasal dari kata polis yang bermakna city “kota”, politik kemudian

diserap ke dalam bahasa indonesia dengan tiga arti, yaitu: segala urusan dan

tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan suatu

negara atau terhadap negara lain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia politik diartikan sebagai ilmu

pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenagaraan, segala urusan dan

tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau

terhadap negara lain, kebijakan cara bertindak (dalam menghadapi atau mengenai

suatu masalah).20

18

Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,

1994), h. 211 19

B. N. Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), cet. I, h. 193 20

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, cet. III, edisi ke-III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 886

Page 25: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

15

Dari penjelasan diatas, secara garis besar hak politik dapat diartikan

sebagai suatu kebebasan dalam menentukan pilihan yang tidak dapat diganggu

Atau diambil oleh siapapun dalam kehidupan bermasyarkat disuatu negara.

Menurut para ahli hukum, hak kewarganegaraan adalah hak yang dimiliki dan

diperoleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai anggota organisasi politik

(negara), seperti hak memilih dan dipilih, mencalonkan diri dan memegang

jabatan umum dalam negara, 21

atau hak politik itu adalah hak-hak di mana

individu memberi andil melalui hak tersebut dalam mengelola masalah-masalah

negara atau pemerintahnya.22

Salah satu bentuk dari hak kewarganegaraan adalah

hak politik. dimana, hak politik adalah hak-hak yang diperoleh seseorang dalam

kapasitasnya sebagai seorang anggota organisasi politik, seperti hak memilih dan

dipilih, mencalonkan diri dan memegang jabatan umum dalam negara. 23

Hak politik pada hakikatnya mempunyai sifat melindungi individu dari

penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak penguasa. Karena itu, dalam mendukung

pelaksanaannya peranan pemerintah perlu diatur melalui perundang-undangan,

agar campur tangannya dalam kehidupan warga masyarakat tidak melampaui

batas-batas tertentu.

B. Perlindungan Hak Politik

Hak seorang warga negara merupakan kehadiran kewajiban di pihak

negara yang direpresentasikan oleh penyelenggara negara, maka menjadi jelaslah

bahwa negara memiliki kewajiban untuk menjamin hak-hak warga negara nya.

21

A. M. Saefuddin, Ijtihad Folitik Cendikiawan Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press,

1996), cet. I, h. 17 22

Abdul Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam, (Jakarta: Yayasan

Al-Amin, 1984), cet. I, h. 17 23

Mujar Ibnu Syarif, Hak-Hak Politik Minoritas Non-Muslim dalam Komunitas Islam,

(Bandung: angkasa, 2003), h. 149.

Page 26: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

16

Melihat ruang lingkup konsepsi politik yang oleh Miriam Budiardjo24

dipahami

sebagai segala kegiatan-kegiatan pokok politik menyangkut : (1) negara; (2)

kekuasaan (power); (3) pengambilan keputusan (decisionmaking); (4)

kebijaksanaan (policy, beleid); (5) pembagian (distribution) atau alokasi

(allocation).

Hak politik secara sederhana bisa dartikan sebagai segala sesuatu hal yang

menyangkut politik yang dapat dituntut oleh warga negara untuk memenuhinya.

Dengan begitu bisa dipahami bahwa hak (entittlement) dalam konteks hak politik,

adalah menyangkut segala bidang politik yang menjadi hak warga negara dimana

negara berkewajiban memenuhinya.

Jaminan hak politik warga negara dalam hukum nasional berpuncak

kepada konstitusi tertulis Republik Indonesia yakni Undang-Undang Dasar Tahun

1945. Sejarah perlindungan hak politik warga negara Indonesia mengalami pasang

surut semenjak orde lama, orde baru dan kembali bangkit ketika memasuki masa

orde reformasi. Perlindungan hak politik dalam UUD Tahu 1945 pasca

Amandemen diatur dalam pasal 27 ayat (1), pasal 28 D ayat (3) dan pasal 28 E

ayat (3) sebagaimana berbunyi sebagai berikut25

Pertama, pasal 27 ayat (1). Pasal ini menyatakan bahwa : segala warga

negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Bunyi

pasal 27 diatas menegaskan bahwa segala warga negara dijamin kesetaraan

kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dengan tanpa terkecuali. Rumusan

tersebut dengan jelas menyatakan bahwa konstitusi kita mengakui prinsip equality

24

Miriam Budiardjo, Dasar – Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia, 1998), h. 8 25

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945. Ps 27 ayat (1), 28, 28D, dan pasal 28E.

Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945.

Page 27: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

17

before the law atau persamaan kedudukan dihadapan hukum. Implikasi yuridis

dari pasal 27 ini tidak hanya menempatkan kedudukan warga negara dalam hak

yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan, tetapi juga mengemban

kewajiban yang setara untuk menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan

sebaik-baiknya.

Kedua, pasal 28 UUD Tahun 1945. Pasal 28 menyatakan bahwa :

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan

tulisan dan sebagainnya, ditetapkan dengan undang-undang. Bunyi pasal 28 UUD

Tahun 1945 ini sepintas terlihat bahwa kebebasan berserikat dan berkumpul

dijamin secara ekspilsit dalam undang-undang. Akan tetapi pendapat Jimly

Asshiddiqie adalah bahwa pasal 28 ini sama sekali bukanlah jaminan hak asasi

manusia seperti yang seharusnya menjadi muatan konstitusi negara demokrasi.

Akhir bunyi pasal 28 menyatakan bahwa hak berserikat itu ditetapkan

dengan undang-undang. Berarti dengan demikian, bisa diartikan bahwa jaminan

itu baru akan ada setelah ditetapkan dengan undang-undang. Karena itu,

sebenarnya ketentuan asli pasal 28 UUD Tahun 1945 itu bukanlah rumusan hak

asasi manusia seperti umumnya dipahami.26

Ternyata setelah ditelusuri lebih

lanjut, pada waktu diperdebatkan dalam sidang-sidang BPUPKI pada bulan juli

1945, rumusan asli pasal 28 UUD 1945 ini bermula dari usul Mohammad Hatta

dan Mohammad Yamin yang menghendaki agar ketentuan hak berserikat,

berkumpul dan mengeluarkan pendapat dapat dijamin dalam rangka undang-

undang dasar yang sedang disusun.27

Akan tetapi, ide Hatta dan Yamin ini ditolak

26

Jimly Ashiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik dan

Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi, 2005), h. 8. 27

Jimly Ashiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya

di Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1997), h. 88-91.

Page 28: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

18

dengan tegas oleh Soepomo dan Soekarno karena dianggap berbau individualisme

dan liberlisme. Ide-ide tentang perlindungan hak asasi manusia yang lazim

berkembang di negara-negara demokrasi liberal biasa dituangkan dalam jaminan

konstitusi, dinilai tidak sesuai dengan cita negara kekeluargaan yang di usung oleh

Soepomo. Karena itu, sebagai kompromi, disepakatilah rumusan sebagaimana

yang tertuang dalam pasal 28 tersebut.

Ketiga Pasal 28 ayat (3) yang menyatakan bahwa : Setiap warga negara

berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Bunyi pasal ini

menyatakan dengan tegas bahwa akses publik kepada pemerintahan seperti hak

memperoleh perlakuan dan pelayanan publik kepada pemerintahan adalah hak

setiap warga negara Indonesia. Dengan ketentuan pasal 28D ayat (3) ini setiap

orang memiliki hak yang sama dalam pemerintahan seperti hak memperoleh

perlakuan yang sama dalam pemerintahan seperti hak memperoleh perlakuan dan

pelayanan publik yang sama dalam pemerintahan, termasuk pula hak untuk

menduduki jabatan publik dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan

oleh undang-undang.

Terakhir pasal 28 E ayat (3) yang menyatakan bahwa : setiap orang berhak

atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Sepintas bunyi

pasal ini sama dengan rumusan pasal 28 yang menyatakan bahwa kemerdekaan

berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan

sebagainya, ditetapkan dengan undang-undang. Bunyi pasal 28 ini sebagaimana

dijelaskan Jimly Asshiddiqie bukanlah jaminan hak asasi manusia dalam

konstitusi, karena perlindungannya ditentukan lebih lanjut dalam undang-undang.

Page 29: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

19

Sedangkan bunyi pasal 28E ayat (3) dengan tegas menjamin hak berserikat,

berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Dengan demikian, menurut Jimly perlindungan hak berserikat dan

berkumpul telah ditetapkan menjadi hak asasi yang dilindungi oleh pasal 28E ayat

(3). Semestinya pasal 28 dihapuskan karena bertentangan dengan pasal 28E ayat

(3). Dengan demikian konsepsi hak berserikat warganegara yang diatur dalam bab

X UUD NRI tahun 1945 amandemen, haruslah dipahami dalam kerangka pasal

28E ayat (3) dan bukan dalam kerangka pasal 28. Hal ini karena kemerdekaan

berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, baik secara lisan dan tulisan,

memang telah dijamin oleh UUD 1945, mekipun ketentuan pelaksanaannya

memang diatur lebih lanjut dalam undang-undang.

C. Bentuk-Bentuk Hak Politik

Angin segar perlindungan hak asasi manusia menguat paska disahkannya

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasca masa-

masa represif dan pembungkaman hukum pada masa orde baru, gerakan

penegakan HAM mengalir deras ketika pintu reformasi 1998 terbuka. Lahirlah

kemudian undang-undang HAM ini dimana salah satu yang dijamin adalah hak

politik. Perlindungan hak politik dalam undang-undang ini meskipun banyak

kekurangan, namun diharapkan bisa memperkuat hak politik rakyat ditengah

ketidak adilan politik yang telah lama mengakar. Dalam hak politik ini, hak

politik warga negara diatur dalam bab hak turut serta dalam pemerintahan, yakni

Page 30: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

20

diatur dalam pasal 43 ayat (1), (2) dan (3) serta pasal 44 yang berbunyi sebagai

berikut28

:

(1) Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam

pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan

suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan

langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas,

menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

(3) Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.

Pasal 44

Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan

pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah

dalam rangka pelaksanaan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan

lisan maupun dengan tulisan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Dari semua perlindungan hak politik sebagaimana yang telah dibahas

diatas, maka secara general, hak politik yang dilindungi instrumen hukum

nasional bahkan hukum internasional mencakup hak-hak sebagai berikut:

1. Pertama, Hak masyarakat untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan

umum.

2. Kedua, Hak untuk turut serta dalam pemerintahan dengan langsung

atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya.

3. Ketiga, Hak untuk mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan

atau usulan kepada pemerintah baik dengan lisan maupun dengan

tulisan.

4. Keempat, Hak untuk duduk dan diangkat dalam setiap jabatan publik

di dalam pemerintahan.

28

Indonesia, Undang-Undang Hak Asasi Manusia. No 39 tahun 1999. LN No 165 Tahun

1999. TLN. No 3886. Ps 43 ayat (1), (2), (3) dan Ps 44.

Page 31: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

21

Hak yang pertama yakni untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan

umum tercermin dalam bentuk partisipasi masyarkat untuk ikut memberikan suara

dalam pemilihan umum. Khusus hak politik untuk dipilih merupakan ranah politik

praktis dimana jabatan-jabatan politik yang tersedia antara lain : jabatan presiden

dan wakil presiden yang pemilihannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 48

tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Jabatan

gubernur, bupati dan walikota beserta masing-masing wakilnya yang diatur dalam

undang-undang Nomor 32 tahun 2004 sebagaimana telah direvisi melalui

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang pemerintahan Daerah. Terakhir

jabatan anggota DPR, DPD dan DPRD Provinsi, kabupaten dan walikota yang

peraturannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang

pemilihan umum anggota dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah dan

dewan perwakilan rakyat daerah.

Hak yang kedua yakni hak untuk turut serta dalam pemerintahan langsung

atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya. Hak politik masyarakat pada

dasarnya luas, namun kondisi yang dipahami masyarakat sekarang hak politik

justru direduksi hanya pada saat pemilihan umum saja. Padahal pemilihan umum

hanyalah mekanisme untuk memilih wakil rakyat dan merupakan salah satu dari

sekian hak politik yang bisa di charge masyarakat. Terkait hak yang kedua ini

misalnya, masyarakat bisa turut serta dalam pemerintahan secara langsung. Secara

tidak langsung telah dilakukan dengan memilih wakil rakyat melalui pemilu.29

Partisipasi masyarakat secara langsung misalnya dalam hal memberikan

aspirasi dan masukan-masukan terkait kerja-kerja DPR dalam pembuatan

29

Gugum Ridho Putra, Hak Mantan Narapidana Untuk Dipilih Dalam Pemilihan Umum

Kepala Daerah, (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia Depok, 2012), h. 40

Page 32: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

22

perundang-undangan. Pemberian masukan-masukan dari masyarakat sangat

penting bagi subtstansi produk DPR. Hal ini karena nantinya produk undang-

undang itu akan berdampak secara luas kepada kehidupan masyarakat. Selain itu

juga pada dasarnya masyarakat punya hak untuk mengawasi kerja DPR selaku

wakil yang mereka berikan amanah jabatan parlemen. Sifat rapat-rapat DPR pada

dasarnya terbuka, kecuali rapat memang ditentukan tertutup. Hanya saja persoalan

publikasi dan penguatan animo masyarakat men-support aspirasi yang belum

berhasil dijalankan DPR sehingga masyarakat seakan tidak tahu kalau mereka

memiliki hak.

Bentuk hak politik yang ketiga adalah hak mengajukan pendapat,

permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah baik dengan lisan

maupun dengan tulisan. Bentuk yang ketiga ini adalah bentuk saluran aspirasi

masyarakat secara langsung kepada pemerintah. Saluran aspirasi terkait

pengaduan atas pelayanan publik yang kurang memuaskan bisa diajukan kepada

lembaga pemerintah, termasukpun kepada lembaga yang secara khusus

menangani pelanggaran adminitrasi pelayanan publik yang dikenal dengan

sebutan Ombudsman Republik Indonesia.

Bentuk hak politik yang keempat yakni hak untuk duduk dan diangkat

dalam setiap jabatan publik di dalam pemerintahan. Hak atas jabatan publik di

dalam pemerintahan. Hak atas jabatan publik adalah milik masyarakat. Sangat

logis bahwa hak untuk menduduki jabatan publik wajib dilindungi karena hak ini

salah satu yang menjamin keberlanjutan negara demokrasi. Pos jabatan yang

Page 33: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

23

berhak di isi masyarakat terdapat cukup banyak. 30

Setidaknya terdapat 34 jabatan

publik yang disebutkan dalam konstitusi. Ke- 34 jabatan itu adalah tiada lain dan

tiada bukan merupakan hak masyarakatlah untuk mengisinya.

D. Pengaturan Pidana Pencabutan Hak Politik.

1. Menurut Hukum Positif

Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa Negara Republik

Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat). Idealnya

sebagai negara hukum, Indonesia menganut sistem kedaulatan hukum atau

supermasi hukum yaitu hukum mempunyai kekuasaan yang tertinggi di dalam

negara.31

Dalam hal ini, putusan pengadilan merupakan tonggak yang penting

bagi cerminan keadilan, termasuk putusan pengadilan yangberupa penjatuhan

pidana dan pemidanaan. Lahirnya penjatuhan pidana dan pemidanaan bukan

muncul begitu saja, melainkan melalui proses peradilan. Seperti yang dikutip oleh

Bambang Waluyo, G.P. Hoefnageles mengatakan bahwa sanksi dalam hukum

pidana adalah semua reaksi terhadap pelanggaran hukum yang ditentukan undang-

undang dimulai dari penahanan tersangka dan penuntutan terdakwa sampai pada

penjatuhan vonis oleh hakim.32

Hukum pidana Indonesia telah memberikan dasar yuridis untuk melakukan

pencabutan hak tertentu sebagai bentuk pidana tambahan. Pencabutan hak tertentu

itu salah satunya berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik, hal ini

dilakukan agar memberikan perlindungan kepada masyarakat dari perilaku pejabat

30

Gugum Ridho Putra, Hak Mantan Narapidana Untuk Dipilih Dalam Pemilihan Umum

Kepala Daerah, h. 41 31

Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 33 32

Teguh Prasetyo, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, (Bandung: Nusa Media, 2010),

h. 79.

Page 34: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

24

yang menyimpang. Dalam penjatuhan sanksi pidana ada dua bentuk sanksi yang

diatur dalam KUHP, yaitu:

a. Pidana pokok

Pidana pokok adalah pidana yang dapat dijatuhkan tersendiri oleh hakim,

yang bersifat imperatif yang terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana

kurungan, pidana denda dan pidana tutupan.

b. Pidana tambahan

Pidana tambahan menurut Andi Hamzah, adalah pidana yang hanya dapat

dijatuhkan di samping pidana pokok. Jenis pidana tambahan yaitu pencabutan

beberapa hak tertentu, pengumuman putusan hakim.

Dalam pengaturan pencabutan hak-hak, itu diatur dalam Pasal 10 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), maka ada beberapa jenis Pidana

tambahan terdiri atas:

1. Pencabutan hak-hak tertentu,

2. Perampasan barang-barang tertentu

3. Pengumuman putusan hakim.33

1. Pencabutan hak-hak tertentu juga di atur sebagaimana yang tercantum

dalam Pasal 35 KUHP, yaitu:

a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu

b. Hak memasuki angkatan bersenjata

c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-

aturan umum.

d. Hak menjadi penasehat (roadmans), atau pengurus menurut hukum

(gerechtelijk bewindvperder), hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau

pengampu pengawas, terhadap orang yang bukan anaknya sendiri.

e. Hak menjalankan pencaharian (beroep) yang tertentu.34

2. Perampasan barang tertentu diatur dalam pasal 39 KUHP, yaitu:

33

Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 6. 34

Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, h. 19

Page 35: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

25

(a). Barang kepunyaan si terhukum yang diperolehnya dengan kejahatan atau yang

dengan sengaja telah dipakainya untuk melakukan kejahatan, beleh dirampas. (b).

Dalam menjatuhkan hukuman karena melakukan kejahatan tidak dengan sengaja

atau karena melakukan pelanggaran dapat juga dijatuhkan perampasan, tetapi

dalam hal-hal yang telah ditentukan oleh undang-undang. (c). Hukuman

perampasan itu dapat juga dijatuhkan atas orang yang bersalah yang oleh hakim

diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanyalah atas barang yang disita.

3. Pengumuman putusan hakim

Hukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumumkan kepada

khalayak ramai (umum) agar dengan demikian masyarakat umum lebih berhati-

hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakim dala surat kabar yang

sama, atau berapa kali, yang semuanya atas biaya si terhukum.35

Cara - cara

menjalankan pengumuman putusan hakim dimuat dalam putusan (Pasal 43

KUHP).

Kata tertentu dalam pencabutan hak berarti pencabutan itu tidak dapat

dilakukan terhadap semua hak, hanya hak tertentu saja yang bisa dicabut. Apabila

semua hak yang dicabut, akan membawa konsekuensi terpidana kehilangan semua

haknya termasuk kesempatan untuk hidup.

Dalam ayat (2) Pasal 35 tersebut berbunyi Hakim tidak berkuasa akan

memecat seorang pegawai dari jabatannya, apabila dalam Undang-undang umum

telah ditunjuk pembesar lain yang semata-mata berkuasa untuk melakukan

pemecatan. Dalam Pasal 36 KUHP, pencabutan hak dapat dilakukan terhadap

orang-orang yang melanggar kewajiban-kewajiban khusus atau mempergunakan

35

Laden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),

h. 112-113

Page 36: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

26

kekuasaan, kesempatan atau daya upaya yang diperoleh dari jabatannya,

melakukan tindak pidana.36

Mengenai lamanya pencabutan hak terdapat dalam Pasal 38 KUHP yang

berbunyi sebagai berikut :

1. Bila dijatuhkan hukuman pencabutan hak, maka hakim menentukan lamanya

sebagai berikut:

a. Jika dijatuhkan hukuman mati atau penjara seumur hidup buat selama

hidup.

b. Jika dijatuhkan hukuman penjara sementara atau kurungan buat selama

lamanya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun.

c. Dalam hal denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan

selama-lamanya lima tahun.

2. Hukuman itu mulai berlaku pada hari keputusan Hakim dapat dijalankan

Hukuman tambahan hanya dapat dijatuhkan bersama-sama dengan

hukuman pokok. Penjatuahan hukuman tambahan itu biasanya bersifat fakultatif.

Hakim tidak diharuskan menjatuhkan hukuman tambahan.37

Pengaturan mengenai

hukuman tambahan juga terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan

lainnya, KUHP sendiri memang tidak membatasi bahwa hukuman tambahan

tersebut terbatas pada 3 bentuk di atas saja. Dalam UU No. 31 Tahun 1999

tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Korupsi) misalnya, diatur juga mengenai

hukuman tambahan lainnya selain dari 3 bentuk tersebut, seperti misalnya

pembayaran uang pengganti yang besarnya sama dengan harta benda yang

dikorupsi, penutupan perusahaan dll.38

Sebagai pidana tambahan, pencabutan hak tertentu berarti hanya bersifat

menambah pidana pokok yang dijatuhkan. Jadi, kata Andi Hamzah, hukuman ini

36

P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier di Indonesia. (Bandung : Armico, 1984), h. 12. 37

Laden Marpaung, Asas-Asas-Praktik Hukum Pidana , (Jakarta: Sinar Grafika,

2005), h. 111. 38

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl194/pidana-pokok-dan-tambahan, diakses

27 oktober 2015.

Page 37: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

27

tidak dapat berdiri sendiri, kecuali dalam hal-hal tertentu dalam perampasan

barang-barang tertentu. Pidana tambahan ini bersifat fakultatif, dalam arti dapat

dijatuhkan tetapi tidak harus. Adakalanya pidana tambahan bersifat imperatif,

yaitu dalam Pasal 250bis, 261, dan 275 KUHP.39

Kata „tertentu‟ dalam pencabutan hak mengandung makna bahwa

pencabutan tidak dapat dilakukan terhadap semua hak. Hanya hak-hak tertentu

saja yan boleh dicabut. Kalau semua hak dicabut membawa konsekuensi terpidana

kehilangan kesempatan hidup. Dijelaskan Kanter dan Sianturi dahulu ada

hukuman tambahan berupa kematian perdata (mort civile) untuk pelaku kejahatan

berat. Tetapi dewasa ini pidana kematian perdata sudah tidak dikenal lagi. UUDS

1950 tegas melarang pidana kematian perdata. Dalam konstruksi UUD 1945 paska

amandemen, ada juga hak asasi manusia yang dilarang untuk dicabut.40

Pencabutan hak tertentu hanya untuk delik-delik yang tegas ditentukan

oleh undang-undang. Kadang-kadang dimungkinkan oleh undang-undang untuk

mencabut beberapa hak bersamaan dalam suatu perbuatan seperti Pasal 350

KUHP. Pasal ini menyebutkan pada waktu menjatuhkan hukuman untuk perkara

makar mati (doodslag), pembunuhan berencana (moord) atau karena salah satu

kejahatan yang diterangkan Pasal 344, 347, dan 348, dapat dijatuhkan hukuman

mencabut hak-hak yang disebut dalam Pasal 35 KUHP.

Menurut Roeslan Saleh masuknya pencabutan hak tertentu dalam KUHP

karena pembentuk undang-undang menganggap hukuman tambahan tersebut

patut. Kepatutan bukan karena ingin menghilangkan kehormatan seseorang,

39

Andi Hamzah, Asas- Asas Hukum Pidana, edisi revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),

h. 202. 40

Kanter & Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta:

Storia Grafika, 2002), h. 481.

Page 38: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

28

melainkan karena alasan lain seperti pencegahan khusus. Misalnya, pencabutan

hak seseorang menjadi dokter karena malpraktik. Maksud pencabutan hak itu

adalah agar kejahatan serupa tidak dilakukan lagi oleh orang yang bersangkutan.41

Pencabutan hak memegang jabatan tidak berarti mencabut atau menghapus

jabatan. Dalam bahasa Utrecht „tidaklah terjadi pemecatan dari jabatan sendiri

(geen ontzetting uit het ambt zelf).Yang dicabut adalah hak seseorang untuk

memangku jabatan tertentu. Pasal 227 KUHP mengancam siapapun yang masih

memangku jabatan padahal hakim sudah mencabut haknya. Mencabut hak

memegang jabatan berbeda dari pemecatan. Pemecatan atau skorsing pejabat dari

jabatan dilakukan oleh pejabat administrasi seperti atasan langsung atau Badan

Kepegawaian Negara. Jadi, pemberhentian dari jabatan berdasarkan suatu putusan

hakim yang telah menetapkan pencabutan hak untuk memangku jabatan itu

dilakukan oleh atasan administratif si pemangku jabatan.42

Wirjono Prodjodikoro menegaskan di luar ketentuan Buku II KUHP

dimungkinkan mencabut hak memegang jabatan dalam hal ada kejahatan jabatan

atau dalam hal orang dalam melakukan tindak pidana melanggar kewajiban

jabatan khusus atau mempergunakan kekuasaan, kesempatan, atau sarana, yang

diberikan kepadanya melalui jabatan itu. 43

Hak memilih dan dipilih yang dapat dicabut adalah hak berdasarkan

undang-undang, misalnya untuk menjadi anggota DPR atau mengisi jabatan

publik lainnya.

41

Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit

Gadjah Mada, 1960), h. 19. 42

Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana II (Surabaya: Pustaka Tinta Mas,

1999), h. 330. 43

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Eresco,

1989), h. 175.

Page 39: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

29

Pemberian pidana tambahan berupa pencabutan hak menduduki jabatan

publik kepada pelaku tindak pidana korupsi merupakan sebuah terobosan yang

harus diletakkan dalam kerangka untuk meminimalisir terjadinya korupsi. Hukum

pidana di Indonesia telah cukup memberikan dasar yuridis kepada para hakim

yang menangani perkara korupsi untuk menjatukan pidana tambahan tersebut.

Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan

pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan

karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai

kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitupun

dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa.44

tetapi

dituntut cara-cara yang luar biasa. Pada konteks ini, KPK dalam merumuskan

dakwaan kian mengintensifkan penggunaan kombinasi Undang-undang Tindak

Pidana Korupsi dan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan

tuntutan yang makin maksimal. Terobosan lainnya adalah dengan menggunakan

pasal-pasal hukuman tambahan, menuntut pembayaran uang pengganti yang

besarnya sama dengan harta benda yang dikorupsi menjadi salah satu cara

membuat jera. Hukuman tambahan juga diberikan dengan menuntut pencabutan

hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik.45

2. Menurut Hukum Islam

Dalam hukum pidana Islam tujuan utama dari dari penetapan dan

penarapan hukuman adalah untuk pencegahan, pengajaran, dan pendidikan. Selain

itu bertujuan untuk melindungi kebutuhan hidup manusia atau bisa disebut dengan

istilah Al maqasid al syari‟ah al khamsah. Kelima tujuan tersebut adalah, Hifz al-

44 Lihat Penjelesan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 45

Laporan Tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, h. 3.

Page 40: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

30

din (memelihara agama), Hifz al- nafsi ( memelihara jiwa), Hifz al-maal

(memelihara harta), Hifz al-mashli (memelihra keturunan), dan hifz al-„aqli

(memelihara akal)46

Adapun hukuman yang menyangkut tindak pidana kriminal dalam hukum

pidana Islam terbagi atas tiga bagian yaitu: Jarimah hudud, qishash, Ta‟zir.

1. Jariamh Hudud

Jariamh hudud merupakan tindak pidana terberat dala huku pidana

Islam, karena tindak pidana ini menyangkut hak-hak Allah didalamnya,

artinya apabila seseorang melakukan salah satu dari jenis tindak pidana

hudud, maka ia telah melanggar satu dari sekian hak Allah kepada-Nya.

Sanksi terhadap pelaku jarimah ini, berupa siksaan fisik atau moral,

menurut syariat yaitu ketetapan Allah yang terdapat di dalam Al-Qur‟an,

atau kenyataan yang dilakuakan oleh seseorang atau kelompok, sengaja

atau tidak sengaja, dalam istilah fikih disebut dengan jarimah. Jarimah al-

hudud berarti tindak kejahatan yang menjadikan pelakunya dikenakan

sanksi had. Adapun jenisnya itu adalah rajam, jilid atau dera, potong

tangan, penjara/kurungan seumur hidup eksekusi bunuh,

pengasingan/deportasi, dan salib.47

2. Jarimah qishash/ diyat

Qishash dalam hukum pidana Islam adalah pembalasan setimpal yang

dikenakan kepada pelaku pidana sebagai sanksi atas perbuatannya. Lain

halnya dengan diyat, diyat artinya denda dalam bentuk benda atau harta,

46

Asadulloh Al Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2009), Cet. I, h. 12

47

Zainudin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar

Grafika, 2006), h. 106

Page 41: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

31

sesuai ketentuan yang harus dibayar oleh pelaku pidana kepada pihak

korban, sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukan. Yang

bertanggung jawab atau sanksi hukum bagi orang yang membunuh

diserahkan kepada manusia, dalam arti bahwa manusia sebagai subyek

hukum diberikan kewenangan untuk memilih sanksi hukum dari beberapa

alternatif yang diajukan.48

Dalam qishash dikelompokan menjadi dua yaitu,

qishash ghair an-nafs yaitu qishash yang membuat korbannya meninggal

dan qishash ghair an-nafs yaitu qishash yang berkaitan dengan pidana

pencederaan atau melukai, namun korbannya tidak sampai meninggal.

3. Jarimah ta‟zir

Menurut bahasa, lafaz ta‟zir berasal dari kata azzara yang berarti

menolak dan mencegah, dan juga bisa berarti mendidik, mengagungkan

dan menghormati, membantunya, menguatkan, dan menolong.49

Dari

pengertian tersebut yang paling relevan adalah pengertian pertama yaitu

mencegah dan menolak. Karena ia dapat mencegah dan menolak. Karena

ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Dan

pengertian kedua yaitu mendidik dan memperbaiki perbuatan pelaku agar

ia menyadari perbuatan jarimahnya, kemudian meninggalkan dan

menghentikannya. Dari beberapa pengertian ini sesuai dengan apa yang

dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah dan Wahbah Zuhaili dalam

bukunya Ahmad Wardi Muslich.

Sedangkan secara terminologis ta‟zir adalah bentuk hukuman yang

tidak disebutkan ketentuan kadar hukumnya oleh syara‟ dan menjadi

48

Zainudin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, h. 125 49

Ahmad Wardhi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika 2005), h. 248

Page 42: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

32

kekuasaan waliyyul amri atau hakim.50

Menurut Al-Mawardi, ta‟zir

didefinisikan sebagai berikut:

“Ta‟zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa

yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara‟”

Sebagaian ulama mengartikan ta‟zir sebagai hukuman yang berkaitan

dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba yang tidak

ditentukan oleh Al-Qur‟an dan Hadis. Ta‟zir berfungsi memberiakan

pengajaran kepada pelaku dan sekaligus mencegah untuk tidak mengulangi

perbuatannya.51

Ulama sepakat menetapkan bahwa ta‟zir semua kejahatan yang tidak

diancam dengan hukuman hudud dan bukan pula termasuk jenis jinayat.

Hukuman ta‟zir diterapkan pada dua kejahatan, yaitu kejahatan

meninggalkan kewajiban atau kejahatan melanggar larangan.52

Adapun

ciri-ciri tindak pidana ta;zir yaitu: landasan dan ketentuan hukumnya

didasarkan pada ijma, mencakup semua bentuk kejahatan /kemksiatan

selain hudud dan qishash, ta‟zir terjadi pada kasus-kasus yang belum

ditetapkan ukuran sanksinya oleh syara‟. Meskipun jenis sanksinya telah

tersedia, hukumannya ditetpkan oleh penguasa atau qadhi (hakim), dan di

dasari pada ketentuan umum syariat Islam dan kepentingan keseluruhan.

Selain hukuman pokok, pelaku jarimah ta‟zir dapat dikenai hukuman

tambahan yakni berupa: peringatan keras dan dihadirkan dihadapan sidang, dicela,

dikucilkan, di nasehati, dipecat dari jabatannya, dan diumumkan kesalahannya.

50

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 10, (Bandung: Alma‟arif, 1987), h. 151 51

Rahmad Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Bandung: CV Pustaka Setia,

2000), h. 141. 52

Asadulloh Al Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta: Ghalia

Indonesia 2009), h. 54. Cet I.

Page 43: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

33

Hukuman ta‟zir dilihat dari hak yang dilanggar jarimah ta‟zir dapat dibagi kepada

dua bagian yaitu, Pertama Jarimah ta‟zir yang menyinggung hak Allah. Kedua

Jarimah ta‟zir yang menyinggung hak individu. Sedangkan jika dilihat dari segi

sifatnya dapat dibagi kepada tiga bagian yaitu:53

a. Ta‟zir karena melakukan perbuatan maksiat;

b. Ta‟zir yang melakukan perbuatan yang membahayakan

kepentingan umum;

c. Ta‟zir karena melakukan pelanggaran;

Disamping itu, dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), ta‟zir juga

dapat dibagi kepada tiga bagian yaitu, Pertama, jarimah ta‟zir yang berasal dari

jarimah-jarimah hudud atau qishash, tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau

ada syubhat seperti pencurian tidak mencapai nishab, atau oleh keluarga. Kedua,

jarimah ta‟zir yang jenisnya disebutkan dalam nas syara‟ tetapi hukumannya

belum ditetapkan seperti riba, suap, dan mengurangi takaran dan timbangan.

Ketiga, jarimah ta‟zir yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan oleh

syara‟, jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti

pelanggaran disiplin pegawai pemerintah.54

Mengenai kaitannya dengan sanksi pencabutan hak politik bagi pelaku

tindak pidana korupsi, maka dapat disimpulkan bahwa sanksi tersebut adalah

sama dengan bentuk ta‟zir dalam hukum pidana Islam. Mengingat Dalam Islam

hukuman tindak pidana korupsi memang tidak diatur secara harfiah, baik dalam

Al-Qur‟an maupun Hadis.

53

Ahmad Wardhi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 225 54

Ahmad Wardhi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 225

Page 44: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

34

Namum, secara umum, hukuman bagi tindak pidana korupsi adalah ta‟zir,

yaitu hukuman yang setimpal dan menjerakan menurut ijtihad hakim, dari yang

terberat [hukuman mati] hingga yang teringan [penjara] sesuai dengan berat dan

ringannya tindakan dan dampak korupsi yang dilakukan. Karena itulah, hukuman

bagi pelaku korupsi yang ringan adalah dengan diberikan teguran atau celaan,

dimasukan kedalam daftar tercela, dinasihati, dan dipecat dari jabatannya. Yang

cukup berat adalah diberi hukuman dera atau cambuk dan pengasingan satu tahun.

Jumlah cambuknya minimal 39 kali dan maksimal 100 kali sesuai dengan kondisi

(jumlah harta yang dikorup, akibatnya, dan kondisi koruptor).55

Umar bin Khattab misalnya pernah menjatuhkan hukuman cambuk

sebanyak 100 kali dan penjara satu tahun kepada Mu‟iz bin Abdullah, karena

telah melakukan tindak pidana pemalsuan stempel kas negara (Bait al-mal)

kemudian mengambil harta negara tersebut. Untuk penjara, maksimalnya adalah

dipenjara hingga mati.56

Dalam menemukan sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi

dalam hukum Islam terdapat pada fiqih jinayah, yaitu ta‟zir yang berarti hukuman

terhadap pelaku yang tidak ditentukan secara tegas bentuk sanksinya di dalam

nash. Hukuman ini dijatuhkan untuk memberikan pelajaran terhadap terpidana

agar ia tidak mengulangi kejahatan yang pernah ia lakukan, jadi jenis

hukumannya disebut dengan Uqubah Mukhayyarah (hukuman pilihan).

Pencabutan hak politik adalah salah satu bentuk hukuman yang baru di

Indonesia dan dalam hukum pidana islam jenis sanksi ini masuk kedalam jarimah

55

Sukron Kamil, Pemikiran Politik Islam Tematik, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group 2013), h. 298 56

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fikih Antikorupsi, Persepektif Ulama

Muhamadiyah, (Jakarta: PP Muhammadiyah dan Partnership 2006), h. 78-86

Page 45: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

35

ta‟zir. wewenang untuk menetapkannya diserahkan kepada ulil amri. Di samping

itu, ciri khas dari ta‟zir adalah sebagai berikut: (1) hukumannya tidak tertentu dan

tidak terbatas. Artinya, hukuman tersebut belum ditentukan oleh syara‟ dan ada

batas minimal dan maksimal, (2) penentuan hukuman tersebut adalah hak

penguasa (ulil amri). Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 59:

“Hai orang-oran yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),

dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat

tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur‟an) dan

Rosul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari

kemudian. Yang demikaian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnya”. (Q.S. An-Nisa : 59)

Dalam surat ini menjelaskan bahwa ulil-amri sangat mungkin untuk

membentuk peraturan perundang-undangan untuk menentukan bentuk dan jenis

sanksinya, dengan tetap bersumber pada syariat Islam (Al-Qur‟an dan Sunnah

Rosulullah) yaitu melalui lembaga ta‟zir. Sedangkan menurut Ibn Qudamah

menyebutkan bahwa batas hukuman ta‟zir diserahkan kepada ijtihad hakim sesuai

dengan tindak pidananya, pelakunya, waktunya, dan pelaksanaannya.

Page 46: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

36

BAB III

HAK POLITIK MENURUT HUKUM ISLAM DAN HAM

A. Hak Politik dalam Islam

Islam adalah agama yang universal yang mengajarkan keadilan bagi semua

manusia tanpa pandang bulu. Sebagai agama kemanusiaan Islam meletakan

manusia pada posisi yang mulia. Manusia digambarkan oleh Al-Qur‟an sebagai

makhluk yang paling sempurna dan harus dimuliakan. Bersandar dari pandangan

kitab suci ini, perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam

Islam tidak lain merupakan tuntutan dari ajaran Islam yang wajib dilaksanakan

oleh setiap pemeluknya. Dalam Islam, sebagaimana dinyatakan oleh Abu A‟la al-

Maududi, HAM adalah hak kodrati yang dianugrahkan Allah SWT. Kepada setiap

manusia dan tidak dapat dicabut atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan

apapun. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanen dan kekal.57

Dalam Perspektif Islam, hak-hak politik sejatinya merupakan bagian

intrinsik dari hak-hak dasar yang dimiliki setiap individu. Pelacakan intens

terhadap monoteisme Islam sebagai ajaran dasar akan menjelaskan secara

sempurna hal tersebut. Sebgai prinsip dasar, monoteisme merupakan pembebasan

yang membawa konsekuensi pada keberadaan seluruh umat manusia dalam

kedudukan yang sederajat. Setiap manusia memiliki hak yang sama sesuai dengan

kapasitas dan kapabilitas masing-masing untuk mengaktualisasikan hak-hak

dasariahnya, serta mengartikulasikan aspirasinya yang objektif.

Demikian pula, hak-hak mereka yang bersifat prinsip harus mendapat

perlindungan yang sama. Tidak ada satu manusia atau kekuatan manapun di dunia

57

Ubaedilah dkk, Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi

Manusia, Dan Masyarakat Madani, cet 6, h. 125

Page 47: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

37

yang dapat memasung dan mereduksi hak-hak dasar yang melekat pada setiap

manusia, termasuk hak-hak politik, kecuali karena alasan-alasan yang dapat

dipertanggungjawabkan yang mengacu secara jelas kepada nilai-nilai etika moral

kemanusiaan dan ajaran subtansial agama.58

Hak politik merupakan Hak Asasi

setiap warga negara untuk serta dalam penyelenggaraan pemerintahan, misalnya

hak untuk berkumpul dan berserikat (membentuk partai politik), dan hak untuk

mengeluarkan pendapat termasuk mengawasi dan mengkritisi pemerintah apabila

terjadi penyalahgunaan kewenangan, kekuasaan atau membuat kebijakan yang

bertentangan dengan aspirasi rakyat. Menurut Muhammad Anis Qasim yaitu:59

a. Hak untuk mengungkapkan pendapat dalam pemilihan dan referendum;

b. Hak untuk mencalonkan diri menjadi anggota lembaga perwakilan dan

lembaga setempat; dan

c. Hak untuk mencalonkan diri menjadi presiden dan hal-hal lain yang

mengandung persekutuan dan penyampaian pendapat.

Ketiga hak ini, tegas Qasim tidak berlaku kecuali bagi orang-orang yang

memenuhi syarat-syarat tertentu disamping syarat kewarganegaraan, seseorang

boleh menggunakan atau tidak menggunakan hak-hak politik tersebut tanpa ikatan

apa pun. Menurut A. M. Saefuddin bahwa tiap individu memiliki hak-hak politik

diantaranya hak memilih, hak pengawasan, hak pemecatan, hak pencalonan dalam

menduduki jabatan.60

58

http://www.freelists.org/archives/ppi/04-2004/msg0003.html diakses pada tanggal 24

Mei 2016 59

Mujar Ibnu Syarif, Hak-Hak Politik Minoritas Nonmuslim dalam Komunitas Islam:

Tinjauan dari persefektif Politik Islam, h. 67 60

A. M. Saefuddin, Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press,

1996), h. 17-19

Page 48: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

38

Menurut Al- Maududi paling tidak ada enam macam hak politik yang

diakui dalam Islam, yaitu:61

(1) Hak kebebasan untuk mengeluarkan pokok

pikiran, pendapat, dan keyakinan.62

Hal ini lanjut Al-Mududi, meliputi hak

kebebasan untuk mengkritik pemerintah dan pejabatnya. (2) Hak untuk berserikat

dan berkumpul, (3) Hak untuk menduduki jabatan umum dalam pemerintahan

negara, (4) Hak untuk menduduki jabatan umum dalam pemerintah negara, (5)

Hak untuk memilih atau dipilih sebagai ketua dan anggota Dewan

Permusyawaratan Rakyat (DPR), (6) Hak untuk memberikan suara dalam

pemilihan umum.

B. Pengertian dan Perkembangan HAM di Indonesia

1. Pengertian HAM

Menurut teaching human rigth yang diterbitkan oleh perserikatan bangsa-

bangsa (PBB), hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap

manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. hak

hidup mislanya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu

yang membuat seseorang tetap hidup tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai

manusia akan hilang.63

Senada dengan pengertian diatas adalah pernyataan awal hak asasi

manusia yang dikemukakan oleh Jhon Locke, menurutnya hak asasi manusia

adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan yang maha pencipta sebagai

sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada

61

Mujar Ibnu Syarif, Hak-Hak Politik Minoritas Nonmuslim dalam Komunitas Islam, h.

52 62

Abu A‟ la Maududi, Islamic Law and Constitution, (Lahore, Pakistan: Islamic

Publication Ltd, 1977), h. 283 63

A. Ubaedilah dkk, Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi

Manusia, Dan Masyarakat Madani, cet 6, h. 110

Page 49: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

39

kekuasaan apapun di dunia ini yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia.

HAM adalah hak dasar setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang maha Esa;

bukan pemberian manusia atau lembagakekuasaan.

Hak Asasi Manusia ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia. Menurut UU ini, hak asasi manusia adalah seperangkat hak

yang melekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang maha esa dan

merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi

oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia.64

Pada hakikatnya, HAM terdiri dari

dua hak fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak

tersebut lahir hak-hak lain yang sifatnya turunan, atau tanpa keduanya hak-hak

turunan tersebut sulit untuk ditegakkan. Adapun hak-hak turunan tersebut adalah

meliputi segala hak-hak dasar hak hidup, hak berpendapat, hak beragama dan hak

penghidupan yang layak, ditambah dengan hak persamaan di muka hukum, hak

milik, hak memperoleh kecerdasan intelektual.

2. Perkembangan HAM di Indonesia

Indonesia sendiri menyusun UUD 1945 sebelum adanya The Universal

Declaration of Human Rights, namun ide-ide hak asasi manusia yang tercermin

dalam deklarasi tersebut sudah diketahui oleh para the founding father indonesia

dalam sidang BPUPKI pada tahun 1945.100 Rapat besar BPUPKI yang

diselenggarakan pada tanggal 15 juli 1945 menyimpan memori tentang perlu

tidaknya pengaturan tentang HAM dicantumkan dalam UUD 1945. Oleh karena

itu, ketentuan yang berkenaan dengan hak asasi manusia dapat dikatakan dimuat

64

Lihat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Page 50: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

40

secara terbatas dalam UUD 1945, yaitu sebanyak tujuh pasal saja.101 Sedikitnya

pasal-pasal yang berbicara langsung tentang hak asasi manusia dalam UUD 1945

bukan karena naskah UUD ini disusun sebelum adanya Universal Declaration of

Human Rights.65

Dengan hanya memuat tujuh pasal yang mengatur secara terbatas

mengenai hak asasi manusia dalam UUD 1945, M. Yamin dalam salah satu

tulisannya seperti yang dikutip oleh Jimly, memberikan komentar, “bahwa pada

waktu UUD 1945 dicanangkan pembukaannya menjamin demokrasi, tetapi pasal-

pasalnya benci kepada kemerdekaan diri dan menentang liberalisme dan

demikrasi revolusioner. Akibat pendirian ini yaitu hak asasi tidak diakui secara

seluruhnya, melainkan diambil satu dua saja yang kira-kira sesuai dengan suasana

politik dan sosial pada tahun 1945, yang dipengaruhi oleh peperangan antara

fasisme melawan demokrasi. Waktu merancang konstitusi 1945 maka hak-hak

asasi yang lebih luas memang dimajukan , tetapi usul itu kandas atas alasan,

bahwa pada waktu itu hak asasi dipandang sebagai kemenangan liberalisme yang

tidak disukai”.

Pendapat bahwa hak asasi asasi manusia adalah bersumber dari

individualisme dan liberalisme yang bertentangan dengan asas kekeluargaan yang

dianut oleh bangsa Indonesia sangatlah berpengaruh dalam proses pembentukan

UUD 1945 oleh panitia nperancang UUD, sehingga pengaturan mengenai hak

asasi sangatlah terbatas. Padahal, menurut Jimly dapatlah dibuktikan dalam

65 Pada tahun 1945 telah ada Declaration of Independent Amerika Serikat dan Declaration

des Droit de l‟homme et du Citoyen Perancis, yang dijadikan bahan untuk penyusunan pasal-pasal

tentang hak asasi manusia yang lebih lengkap dari apa yang kemudian disepakati dalam UUD

1945.

Page 51: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

41

sejarah perkembangannya, hak asasi tidaklah dilahirkan oleh paham liberalisme

dan individualisme, melainkan oleh absolutisme. Hak asasi manusia timbul

sebagai reaksi terhadap absolutisme tindakan sewenang-wenang penguasa

terhadap rakyat.

Dalam perjalanan sejarah, Konsitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)

1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 yang pernah berlaku

selama sekitar 10 tahun (1949-1959), justru memuat pasal-pasal tentang HAM

yang lebih banyak dan lebih lengkap dibandingkan dengan UUD 1945.66

Bahwa

dapat dikatakan bahwa kedua UUD tersebut mendasarkan ketentuan-ketentuan

yang berkaitan dengan HAM-nya pada pernyataan umum tentang Hak Asasi

Manusia (universal declaration of human rights) yang mulai berlaku pada tanggal

10 Desember 1948.

Pada tahun 1949, setelah aksi militer kedua dan dalam rangka persiapan

pembentukan negara Republik Indonesia Serikat, suasana dunia sedang diliputi

antara lain oleh adanya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)67

pada

tanggal 10 desember 1948. Karena itu, dalam perundingan antara delegasi BFO

dan delegasi Republik Indonesia, dicapai kesepakatan untuk memasukkan seluruh

ketentuan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi RIS 1949. Oleh karen itu, UUD

RIS 1949 termasuk Konsitusi Pelopor di dunia yang mengadopsi ketentuan

DUHAM secara utuh dan lengkap sebagai tindak lanjut deklarasi PBB pada bulan

Desember 1948 tersebut.

66 Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, cet. 4 (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1995,) h. 85 67 Boermauna, Hukum International, cet.4,( Bandung:Penerbit Alumni, 2003), h. 597

Page 52: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

42

Kemudian, setelah Republik Indonesia kembali ke Negara Kesatuan pada

tahun 1950 dan UUDS 1950 disusun, dengan sedikit perubahan, seluruh pasal tentang

Hak Asasi Manusia dipindahkan dari rumusan UUD RIS 1949 menjadi rumusan

UUDS 1950. Seperti halnya perumusan UUD RIS 1949, ketentuan tentang Hak Asasi

Manusia yang dicakup dalam rumusan UUDS 1950 dikatakan sangat lengkap

cakupannya sehingga menurut Muhammad Yamin disebut sebagai konstitusi yang

paling berhasil memasukkan Hak Asasi Manusia yang dideklarasikan oleh

perserikatan bangsa bangsa ke dalam dokumen konstitusi.

Berdasarkan konstitusi RIS 1949, pengaturan tentang HAM terdapat

dalam bagian V yang berjudul “hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar

manusia”. Pada bagian tersbeut terdapat 27 pasal, dari pasal 7 sampai dengan

pasal 33. Pasal-pasal tentang HAM yang hampir keseluruhannya serupa dengan

konstitusi RIS 1949 juga terdapat dalam UUDS 1950, pasal-pasal tersebut juga

terdapat dalam bagian V yang berjudul “hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar

manusia”. Bagian ini terdiri dari 28 pasal, dari pasal 7 sampai dengan pasal 34.

Menurut Yamin, seperti yang dikutip oleh Jimly, bahwa yang menjadi

dasar pemikiran bagi perumusan ketentuan-ketentuan hak asasi manusia dalam

UUD RIS 1949 dan kemudian menjadi rumusan pasal 7 sampai dengan pasal 43

UUDS 1950 adalah prinsip bahwa:

1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (pasal 43)

2. Kemauan rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa (pasal 35)

3. Perekonomian berdasarkan atas asas kekeluargaan (pasal 38)

4. Hak milik adalah fungsi sosial (pasal 26)

Mengenai ketentuan lainnya tentang hak asasi manusia dalam kedua naskah

konstitusi UUD RIS 1949 dan UUDS 1950, dapat dikatakan hampir sama. Jika

Page 53: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

43

dirinci dan disarikan, ketentuan tentang hak/kebebasan, larangan pelanggaran

HAM, serta ketentuan mengenai kewajiban negara dan kewajiban warga negara

dalam kedua konstitusi ini adalah:

1. Hak berkumpul (freedom of association) dan Hak bersidang (freedom of

assembly) (pasal 20)

2. Hak untuk mengeluarkan pendapat (freedom of expression) (pasal 19)

3. Hak untuk mogok dan berdemonstrasi atau unjuk rasa (pasal 21)

4. Hak untuk mengajukan pengaduan (pasal 22)

5. Hak untuk mengajukan petisi (pasal 22)

6. Kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya (pasal 18

dan43)

7. Hak untuk mendapatkan pekerjaan bagi setiap warga negara (pasal 28)

8. Kebebasan untuk mendirikan serikat pekerja (pasal 29)

9. Hak untuk mendapatkan perlindungan keluarga (pasal 39)

10. Hak fakir miskin dan anak terlantar untuk dipelihara (pasal 39)

11. Hak atas perlindungan diri dan harta benda (pasal 8)

12. Kebebasan bergerak dan tinggal dimana saja dalam wilayah negara (pasal 9)

13. Kebebasan meninggalkan negeri dan kembali lagi (pasal 9)

14. Hak untuk perlakuan jujur oleh hakim yang tidak memihak (pasal 13)

15. Hak untuk membela diri depan hakim (pasal 14)

16. Kebebasan bertempat tinggal (kediaman) untuk tidak diganggu gugat (psal16)

17. Kebebasan rahasia surat (pasal 17)

18. Kebebasan agama dan keinsyafan batin serta pikiran (pasal 18)

Page 54: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

44

19. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan dan memangku jabatan

pemerintahan (pasal 23)

20. Kebebasan hak milik, baik sendiri atau bersama-sama (pasal 26)

21. Hak untuk mendapatkan pengajaran bagi setiap warga negara (pasal 30)

22. Kebebasan untuk melakukan pekerjaan sosial dan amal (pasal 31)

Perdebatan tentang konsepsi HAM kemudian muncul dalam persidangan

konstituante, yang dibentuk antara lain berdasarkan pasal 134 UUDS 1950. Dalam

pasal tersebut dinyatakan bahwa konsituante (sidang pembuat Undang-Undang

Dasar) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan undang-undang dasar

sementara ini (UUDS 1950). Konstituante yang terbentuk melalui pemilihan

umum pada tahun 1950 tersebut kemudian bersidang , hingga dibubarkan melalui

Keppres nomor 150 tahun 1959. Pada tanggal 12 agustus 1958, dibentuklah suatu

drafting commitee di dalam konstituante. Ia bertugas untuk meringkas berbagai

perdebatan dalam bidang HAM dan memformulasikan rancangan putusan-putusan

dalam bidang HAM yang akan diambil dalam sidang paripurna. Laporan komite

tersebut disampaikan pada tanggal 19 agustus 1958 yang didalamnya terdapat 88

formulasi yang berkaitan dengan 24 macam yang berasal dari HAM dari daftar I

yang asli; 18 hak-hak warga negara; 13 hak-hak tambahan yang belum diputuskan

apakah mereka akan digolongkan sebagai HAM atau hak-hak sipil; hak-hak yang

masih dalam perdebatan , hak-hak yang dihapus atau digabungkan dengan hak-

hak lainnya melalui prosedural yang diputuskan dengan baik.

Page 55: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

45

Kurangnya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan HAM dalam

Undangundang dasar 1945 (UUD 1945)68

menurut Harun Al Rasyid, sebenarnya

UUD 1945 itu sama sekali tidak memberikan jaminan apapun mengenai Hak

Asasi Manusia. Lebih lanjut menurutnya yang diperdebatkan antara Hatta-Yamin

di satu pihak dan Soekarno- Soepomo di lain pihaknya hanya berkenaan dengan

substansi pasal 28 yang akhirnya disepakati berbunyi: “kemerdekaan berserikat,

berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya

ditetapkan dengan Undang-undang.” Hatta dan Yamin telah mengusulkan

pencantuman jaminan hak asasi manusia disini, tetapi oleh Soekarno dan

Soepomo ditolak karena hal itu bertentangan dengan paham integralistik. Karena

itu sebagai jalan tengahnya disepakati rumusan yang demikian itu. Akan tetapi

menurut Jimly Ashidiqqie, jika diamati secara seksama, pasal 28 itu sama sekali

tidak memberikan jaminan mengenai adanya pengekuan konstitusional akan hak

dan kebebasan berserikat (freedom of association), berkumpul (freedom of

assembly), dan menyatakan pendapat (freedom of expresion). Pasal 28 itu

hanyalah bahwa hak-hak tersebut akan ditetapkan oleh Undang-undang. Artinya

sebelum ditetapkan dengan undang-undang maka hak itu sendiri belumlah ada.

Oleh karena itu ide untuk mengadopsi perlindungan hak asasi manusia itu,

terus diperjuangkan oleh berbagai kalangan, lahirnya pemerintahan Orde Baru, adalah

untuk melindungi HAM. Berpedoman kepada pengalam orde lama yang kurang

mengindahkan hak asasi warga negara, sidang umum Majelis Permusyawaratan

Rakyat sementara ke IV menetapkan ketetapan MPRS nomor XIV/MPRS/1966 yang

memerintahkan antara lain penyusunan piagam hak asasi manusia. Artinya, Majelis

68 Dengan dikeluarkannya Keppres Nomor 150 tahun 1959 tertanggal 5 juli 1959 maka

UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali sebagai konstitusi republik indonesia.

Page 56: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

46

Permusyawaratan Rakyat menyadari ketidaklengkapan Undang-Undang Dasar 1945

dalam mengatur hak asasi manusia. Berdasarkan TAP MPRS tersebut dibentuklah

panitia-panitia ad hoc, yang dalam penyusunannya mengundang para sarjana,

cendikiawan dan tokoh masyarakat untuk memberikan ceramah tentang HAM.

Berdasarkan bahan-bahan yang berhasil dihimpun panitia menyusun suatu piagam

tentang Hak-hak Asasi dan Hak-hak serta kewajiban Warga Negara.

Dengan keputusan pimpinan majelis MPRS tanggal no. 24/B/1967 hasil

kerja panitia ad hoc IV dan, III, dan II diterima dengan baik sebagai bahan pokok

untuk disebarluaskan guna penyempurnaan lebih lanjut. Pada tanggal 12 maret

1967 diputuskan bahwa panitia ad hoc II, III, dan IV diubah menjadi pania ad hoc

B, dan masa kerjanya diperpanjang selama 6 bulan sejak keluarnya keputusan

MPRS no. 7/MPRS/1967.

Setelah ada tanggapan dari masyarakat, maka panitia ad hoc B

mengadakan penyempurnaan terhadap piagam tersebut. Sayangnya, hasil karya

panitia Ad Hoc B tersebut tidak menjadi kenyataan, karena pada sidang Umum

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara ke V tahun1968, anggota-anggota

MPRS tidak berhasil mencapai kata sepakat untuk mengesahkannya menjadi suatu

ketetapan. Bahkan, setelah terbentuknya MPR hasil pemilihan umum tahun 1971,

dengan ketetapan No. V/MPR/1973, MPR menyatakan ketetapan MPRS dengan

No.XIV/MPRS/1966 tidak berlaku lagi dan dicabut. Dengan demikian, piagam

Hak Asasi Manusia yang pernah dihasilkan oleh MPRS itu hanya tinggal sejarah

saja.69

69 Lihat himpunan ketetapan MPRS dan MPR tahun 1960-2002, Setjen MPR-RI, Jakarta

2002

Page 57: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

47

Setelah masa reformasi, perubahan UUD 1945 adalah dianggap sebagai

sesuatu yang niscaya. Bahkan, perubahan UUD 1945 itu sendiri merupakan puncak

dari aspirasi dari gerakan reformasi itu sendiri. Materi yang semula hanya tujuh butir

sekaranbertambah dengan signifikan, perumusannya menjadi lebih lengkap dan

menjadikan UUD NRI 1945 merupakan salah satu UUD yang paling lengkap memuat

perlindungan terhadap hak asasi manusia. Dengan disahkannya perubahan satu

sampai ke empat UUD NRI 1945 pada tahun 2002, yang dimuat dalam BAB XA

tentang Hak Asasi Manusia, pasal 28A sampai dengan 28 J.

Ketentuan-ketentuan yang memberikan jaminan konstitusional terhadap

hak-hak asasi manusia itu sangat penting dan bahkan dianggap merupakan salah

satu ciri pokok dianutnya prinsip negara hukum di suatu negara. Namun di

samping hak-hak asasi manusia, harus pula dipahami bahwa setiap orang memiliki

kewajiban dan tanggungjawab yang juga bersifat asasi.

Setiap orang, selama hidupnya sejak sebelum kelahiran, memiliki hak dan

kewajiban yang hakiki sebagai manusia. Pembentukan negara dan pemerintahan,

untuk alasan apapun, tidak boleh menghilangkan prinsip hak dan kewajiban yang

disandang oleh setiap manusia, jaminan hak dan kewajiban itu tidak ditentukan

oleh kedudukan orang sebagai warga suatu negara. Setiap orang di manapun ia

berada harus di jamin hak-hak dasarnya. Pada saat yang bersamaan, setiap orang

dimanapun ia berada, juga wajib menjunjung tinggi hak-hak asasi orang lain

sebagaimana mestinya.

C. Hak Politik Sebagai Bagian dari HAM

Dalam Undang- Undang Nomor 39 1999 tentang Hak Asasi Manusia

“Setiap orang berhak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan negerinya,

secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas”. Demikian

Page 58: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

48

bunyi Pasal 21 ayat (1) Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia. Ketentuan ini

semakian diperkuat dalam Pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyebutkan bahwa, Setiap warga negara

berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.70

Sejak lahirnya NKRI tahun 1945 bangsa ini telah menjunjung tinggi Hak

Asasi Manusia (HAM). Sikap tersebut nampak dari Pancasila dan UUD 1945,

yang memuat beberapa ketentuanketentuan tentang penghormatan HAM warga

negara. Sehingga pada praktek penyelenggaraan negara, perlindungan atau

penjaminan terhadap HAM dan hak-hak warga Negara (citizen‟s rights) atau hak-

hak constitusional warga Negara (the citizen‟s constitusional rights) dapat

terlaksana. Hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak

dasar (basic right) setiap individu atau warganegara yang harus dijamin

pemenuhannya oleh Negara. Hak Politik warga Negara mencakup hak untuk

memilih dan dipilih, penjamin hak dipilih secara tersurat dalam UUD NRI Tahun

1945 mulai Pasal 27 ayat (1) dan (2); Pasal 28, Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat

(3);. Sementara hak memilih juga diatur dalam Pasal 1 ayat (2); Pasal 2 ayat (1);

Pasal 6A (1); Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C (1) UUD NRI Tahun 1945.

Perumusan pada Pasal-Pasal tersebut sangat jelas bahwa tidak dibenarkan adanya

diskirminasi mengenai ras, kekayaan, agama dan keturunan. Setiap warga negara

mempunyai hak yang sama dan implementasinya hak dan kewajiban pun harus

bersama- sama.71

Ketentuan UUD NRI Tahun 1945 di atas mengarahkan bahwa negara

harus memenuhi segala bentuk hak asasi setiap warga negaranya, khususnya

70

Pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 71

Lihat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 59: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

49

berkaitan dengan hak politik warga negara dan secara lebih khusus lagi berkaitan

dengan hak pilih setiap warga negara dalam Pemilihan Umum di Indonesia.

Makna dari ketentuan tersebut menegaskan bahwa segala bentuk produk hukum

perundan-gundangan yang mengatur tentang Pemilihan Umum khususnya

mengatur tentang hak pilih warga negara, seharusnya membuka ruang yang

seluas-luasnya bagi setiap warga negara untuk bisa menggunakan hak pilihnya

dalam Pemilihan Umum.

Sebab Ketentuan UUD NRI Tahun 1945 di atas mengarahkan bahwa

negara harus memenuhi segala bentuk hak asasi setiap warga negaranya,

khususnya berkaitan dengan hak politik warga negara dan secara lebih khusus lagi

berkaitan dengan hak pilih setiap warga negara dalam Pemilihan Umum di

Indonesia. Makna dari ketentuan tersebut menegaskan bahwa segala bentuk

produk hukum perundang-undangan yang mengatur tentang Pemilihan Umum

khususnya mengatur tentang hak pilih warga negara, seharusnya membuka ruang

yang seluas-luasnya bagi setiap warga negara untuk bisa menggunakan hak

pilihnya dalam Pemilihan Umum, sebab pembatasan hak pilih warga negara

merupakan salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia. pembatasan hak

pilih warga negara merupakan salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia.

International Covenant On Civil And Political Rights (ICCPR 1966)

berkaitan dengan hak pilih warga negara menegaskan dalam Pasal 25 yang

menyebutkan bahwa: “Setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan

yang sama untuk tanpa pembedaan apapun seperti yang disebutkan dalam Pasal 2

ICCPR dan tanpa pembatasan yang tidak wajar baik untuk berpartisipasi dalam

Page 60: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

50

menjalankan segala urusan umum baik secara langsung maupun melalui wakil-

wakil yang dipilih secara bebas.

Selanjutnya untuk memilih dan dipilih pada pemilihan berkala yang bebas

dan dengan hak pilih yang sama dan universal serta diadakan melalui pengeluaran

suara tertulis dan rahasia yang menjamin para pemilih untuk menyatakan

kehendak mereka dengan bebas, dan untuk mendapatkan pelayanan umum di

negaranya sendiri pada umumnya atas dasar persamaan. Ketentuan di atas

ditujukan untuk menegaskan bahwa hak pilih merupakan hak asasi. Pembatasan,

penyimpangan, peniadaan dan penghapusan hak tersebut merupakan bentuk

pelanggaran hak asasi warga negara.

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang

secara nyata memberikan pengakuan terhadap Hak-hak warga negara yaitu: (a)

Hak untuk hidup; (b) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan; (c) Hak

mengembangkan diri; (d) Hak memperoleh keadilan; (e) Hak atas kebebasan

pribadi; (f) Hak atas rasa aman; (g) Hak atas kesejahteraan; (h) Hak turut serta

dalam pemerintahan; (i) Hak wanita; dan (j) Hak anak. Pada point (h) secara nyata

Negara memberikan pengakuan kepada setiap warga Negara untuk ikut serta

dalam pemerintahan baik dalam hal hak memilih dan dipilih.72

Menurut ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk

memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”. Lebih lanjut menurut ketentuan

Pasal 43 ayat (1) Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia, dinyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan

72

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Page 61: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

51

memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan

suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan”. Kedua ketentuan Pasal di atas jelas

menunjukkan adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga Negara

Indonesia itu sendiri untuk melaksanakan hak memilih dan dipilih.

Berdasarkan ketentuan Pasal 28 J ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,

dinyatakan bahwa:

“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada

pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud semata-

mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan

orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan

moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 28 J ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, jelas

menunjukkan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, dimungkinkan

adanya pembatasan. pembatasan yang demikian ini mengacu pada ketentuan

Pasal tersebut harus diatur dalam undang-undang, artinya tanpa adanya

pengaturan tentang pembatasan tersebut berdasarkan undang-undang maka tidak

dimungkinkan dilakukan adanya pembatasan terhadap pelaksanaan hak dan

kebebasan yang melekat pada setiap orang dan warga negara Indonesia. Kerangka

hukum yang demikian ini perlu untuk dipahami secara bersama dalam rangka

memaknai “hak” yang telah diakui dan diatur secara hukum di Indonesia.

Kondisi demikian tersebut di atas, apabila mengacu pada ketentuan yang

diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

menunjukkan adanya bentuk pelanggaran hukum terhadap jaminan hak memilih

dan dipilih yang melekat pada warga negara Indonesia. Adanya ruang untuk

melakukan pembatasan terhadap hak yang melekat pada setiap orang dan warga

Page 62: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

52

negara Indonesia sebagimana dikemukakan di atas, melahirkan pengaturan bahwa

hak memilih dan dipilih tersebut dimungkinkan untuk tidak melekat pada semua

warga negara Indonesia. Artinya, hak memilih tersebut diberikan pembatasan-

pembatasan sehingga warga Negara yang diberikan jaminan untuk memiliki hak

memilih dan dipilih tersebut benar-benar merupakan warga negara yang telah

memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.73

73 https://raezaoktafiansyah.wordpress.com/2014/04/19/hak-pilih-warga-negara-

sebagai-saranapelaksanaan-kedaulatan-rakyat-dalam-pemilu/ diakses pada tanggal 17 Mei

2016 pukul 21.05 WIB

Page 63: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

53

BAB IV

SANKSI PENCABUTAN HAK POLITIK

(KAJIAN HUKUM ISLAM DAN HAM TERHADAP PUTUSAN MA)

A. Deskripsi Kasus Putusan MA No.1195 K/Pid.Sus/2014

Dalam putusan No. 1195K/Pid/.Sus/2014, tentang tindak pidana korupsi

dan tindak pidana pencucian uang, penulis mengambil data perkara dari

pengadialan Mahkamah Agung yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi

dan tindak pidana pencucian uang. Dalam kasus ini sebelumnya telah di putuskan

pada pengadilan Negeri Putusan Nomor: 38/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST

yang diputuskan pada tanggal 5 Desember 2013. Putusan Pengadilan Tinggi untuk

terpidana LHI tercantum dalam Putusan Nomor : 14/PID/ TPK/2014/PT.DKI

yang diputus pada tanggal 15 April 2013, dalam kasus ini Luthfi Hasan Ishaaq

selaku pegawai negeri atau pepenyelengara negara yaitu sebagai Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2009-2014.

Bahwa pada tanggal 05 Oktober 2012 bertempat di Hotel Grand Hyatt

Jakarta Pusat, Elda Devianne Adiningrat melakukan pertemuan dengan Maria

Elizabeth Liman selaku Direktur Utama PT Indoguna Utama dalam rangka

membahas upaya penambahan kuota impor daging sapi untuk PT Indoguna

Utama, dalam pertemuan tersebut Elda Devianne Adiningrat menyatakan akan

memperkenalkan Maria Elizabeth Liman dengan Ahmad Fathanah yang

merupakan orang kepercayaan Terdakwa yang dapat membantu PT. Indoguna

Utama.74

74

Mahkamah Agung , P U T U S A N No. 1195 K/Pid.Sus/2014, h. 03

Page 64: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

54

Selanjutnya pada bulan November 2012 bertempat di Restoran Angus

Steak House Senayan City Jakarta Selatan, Elda Devianne Adiningrat

mempertemukan Maria Elizabeth Liman dengan Ahmad Fathanah, dalam

pertemuan tersebut Maria Elizabeth Liman menyampaikan permintaan bantuan

terkait penambahan kuota impor daging sapi untuk PT. Indoguna Utama pada

Semester II Tahun 2012 dan menyatakan akan memberikan dukungan kepada

PKS serta meminta dikenalkan dengan Terdakwa, permintaan tersebut disanggupi

Ahmad Fathanah dan mengarahkan Maria Elizabeth Liman untuk membuat surat

permohonan yang ditujukan kepada Menteri Pertanian, yang mana proses

selanjutnya akan dipantau oleh Ahmad Fathanah.

Dalam rangka menindaklanjuti arahan Ahmad Fathanah tersebut, pada

tanggal 08 November 2012 PT. Indoguna Utama mengajukan surat permohonan

penambahan kuota impor daging sapi sebanyak 500 (lima ratus) ton untuk

semester II tahun 2012 kepada Menteri Pertanian, namun surat permohonan

tersebut ditolak oleh Kementerian Pertanian dengan alasan sudah tidak ada kuota

dan batas waktu pengajuan sudah berakhir, selain itu permohonan tersebut tidak

sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian RI (Permentan RI) Nomor :

50/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan

Karkas, Daging, Jeroan, dan/atau Olahannya Ke Dalam Wilayah Negara Republik

Indonesia.75

Atas penolakan dari Kementrian Pertanian tersebut, Ahmad Fathanah

meminta Elda Devianne Adiningrat menyampaikan kepada Maria Elizabeth

Liman agar mengajukan kembali permohonan penambahan kuota impor daging

75 Mahkamah Agung , P U T U S A N No. 1195 K/Pid.Sus/2014, h. 05

Page 65: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

55

sapi kepada Menteri Pertanian, sehingga pada tanggal 27 November 2012 PT

Indoguna Utama dengan mengikut-sertakan 3 (tiga) anak perusahaan lainnya yaitu

PT Sinar Terang Utama, CV Cahaya Karya Indah dan CV Surya Cemerlang

Abadi mengajukan 4 (empat) surat permohonan penambahan kuota daging

sebanyak 5.150 (lima ribu seratus lima puluh) ton untuk Semester II Tahun 2012

kepada Menteri Pertanian, akan tetapi Kementerian Pertanian tetap menolak

permohonan tersebut dengan alasan yang sama sebagaimana alasan penolakan

sebelumnya.

Setelah mengetahui penolakan Kementrian Pertanian tersebut, pada

tanggal 30 November 2012 bertempat di Restoran Angus Steak House di Chase

Plaza Jakarta Selatan AHMAD FATHANAH melakukan pertemuan dengan

Maria Elizabeth Liman dan Elda Devianne Adiningrat membicarakan rencana

pengajuan kembali permohonan penambahan kuota impor daging sapi sebanyak

8.000 (delapan ribu) ton untuk tahun 2013;

Untuk menindak-lanjuti rencana tersebut, pada tanggal 18 Desember 2012

Maria Elizabeth Liman memerintahkan Juard Effendi, selaku Direktur General

Affair and HRD PT. Indoguna Utama sekaligus Ketua Asosiasi Pengusaha

Importir Daging Indonesia (ASPIDI) untuk mengajukan 5 (lima) surat

permohonan penambahan kuota daging sebanyak 8.000 (delapan ribu) ton untuk

tahun 2013 kepada Menteri Pertanian atas PT Indoguna Utama dan 4 (empat)

anak perusahaan lainnya yaitu PT. Sinar Terang Utama, PT. Nuansa Guna Utama,

CV. Cahaya Karya Indah dan CV. Surya Cemerlang Abadi, kemudian Maria

Elizabeth Liman meminta Juard Effendi membuat surat atas nama ASPIDI yang

ditujukan kepada Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, padahal saat itu

Page 66: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

56

belum ada Surat Keputusan Menko Perekonomian mengenai penetapan

penambahan kuota impor daging sapi;

Dalam rangka meloloskan pengajuan surat permohonan penambahan kuota

impor daging sapi tersebut, pada tanggal 28 Desember 2012 Ahmad Fathanah

mempertemukan Terdakwa dengan Maria Elizabeth Liman dan Elda Devianne

Adiningrat di Restoran Angus Steak House Chase Plaza Jakarta Selatan, dalam

pertemuan tersebut Maria Elizabeth Liman meminta Terdakwa untuk membantu

pengurusan penerbitan rekomendasi dari Kementerian Pertanian atas permohonan

penambahan kuota impor daging sapi sebanyak 8.000 (delapan ribu) ton yang

diajukan oleh PT Indoguna Utama beserta 4 (empat) anak perusahaannya,

permintaan tersebut disanggupi Terdakwa dengan mengarahkan Maria Elizabeth

Liman agar menyiapkan data sebagai bahan diskusi dengan Suswono serta

menjanjikan akan mempertemukan Maria Elizabeth Liman

dengan Suswono.76

Setelah pertemuan tanggal 28 Desember 2012 tersebut, Ahmad Fathanah

melalui telepon berpesan kepada Elda Devianne Adiningrat agar memperingatkan

Maria Elizabeth Liman untuk tidak memberitahukan perihal pertemuan antara

Maria Elizabeth Liman dengan Terdakwa kepada pihak lain karena Terdakwa

tidak akan bersedia membantu apabila ada pihak lain mengetahui pertemuan

tersebut, kemudian Ahmad Fathanah meminta Maria Elizabeth Liman agar

menunjukkan komitmennya dalam membantu dana kepada Terdakwa;

Pada tanggal 30 Desember 2012 bertempat di Private Room Lantai IV

Restoran Angus Steak House Senayan City Jakarta Selatan, Ahmad Fathanah

76 Mahkamah Agung , P U T U S A N No. 1195 K/Pid.Sus/2014, h. 07

Page 67: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

57

kembali melakukan pertemuan dengan Maria Elizabeth Liman dan Elda Devianne

Adiningrat, dalam pertemuan tersebut Ahmad Fathanah menyampaikan bahwa

Maria Elizabeth Liman akan dibantu dalam pengurusan penambahan kuota impor

daging sapi dan Menteri Pertanian akan mempelajari terlebih dahulu situasi dan

kondisinya sebagaimana hasil pertemuan di Lembang, sehingga dengan

penyampaian Ahmad Fathanah tersebut Maria Elizabeth Liman menegaskan

komitmennya untuk memberi bantuan dukungan dana kepada PKS.;77

Pada tanggal 08 Januari 2013 pukul 15.16 Wib, Ahmad Fathanah

menelepon Ahmad Zaky selaku Sekretaris pribadi Terdakwa untuk

memberitahukan informasi dari Elda Devianne Adiningrat bahwa PT Indoguna

Utama sudah memasukkan permohonan penambahan kuota impor daging sapi ke

Kementerian Pertanian sebanyak 8.000 (delapan ribu) ton, apabila Menteri

Pertanian menerbitkan surat rekomendasi atas permohonan tersebut maka Maria

Elizabeth Liman akan memberikan komisi/fee sebesar Rp5.000,00 (lima ribu

rupiah) perkilogram atau seluruhnya sebesar Rp40.000.000.000,00 (empat puluh

miliar rupiah), kemudian Ahmad Fathanah meminta Ahmad Zaky agar segera

menyampaikan informasi tersebut kepada Terdakwa.

Pada tanggal 09 Januari 2013 pukul 12.32 Wib, Ahmad Fathanah

menelepon Terdakwa untuk menanyakan rencana Terdakwa yang akan

mempertemukan Maria Elizabeth Liman dengan Suswono, kemudian Ahmad

Fathanah menginformasikan bahwa Maria Elizabeth Liman telah memasukkan

permohonan penambahan kuota impor daging sapi sebanyak 8.000 (delapan ribu)

ton dan akan memberikan komisi/fee sebesar sebesar Rp5.000,00 (lima ribu

77 Mahkamah Agung , P U T U S A N No. 1195 K/Pid.Sus/2014, h. 07

Page 68: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

58

rupiah) perkilogram atau seluruhnya sebesar Rp40.000.000.000,00 (empat puluh

miliar rupiah), atas pertanyaan dan informasi dari Ahmad Fathanah tersebut

Terdakwa meminta Ahmad Fathanah agar memberitahu Maria Elizabeth Liman

untuk mempersiapkan data yang dapat meyakinkan Menteri bahwa data Badan

Pusat Statistik (BPS) tidak benar dan swasembada mengancam ketahanan daging

dalam Negeri, selanjutnya Terdakwa menyampaikan akan mengusahakan

penambahan kuota menjadi 10.000 (sepuluh ribu) ton agar komisi/fee yang

diperoleh menjadi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), dan

menjanjikan akan segera mempertemukan Maria Elizabeth Liman dengan

Suswono.

Menindaklanjuti percakapan telepon tersebut, Terdakwa kemudian

menyampaikan permintaan Maria Elizabeth Liman kepada Suswono, yang mana

Suswono menyatakan kesediaannya untuk bertemu Maria Elizabeth Liman dan

menyepakati pertemuan dilakukan pada tanggal 11 Januari 2013 di Medan,

kemudian Terdakwa mengajak Soewarso selaku orang kepercayaan Suswono

untuk mengikuti pertemuan di Medan agar dapat membantu Terdakwa

mewujudkan rencana pertemuan Suswono dengan Maria Elizabeth Liman,

selanjutnya Terdakwa memberitahukan Ahmad Fathanah tentang rencana

pertemuan di Medan tersebut dan meminta agar memberitahukannya kepada

Maria Elizabeth Liman.78

Pada tanggal 09 Januari 2013 Ahmad Fathanah menghubungi Elda

Devianne Adiningrat agar menyampaikan informasi tentang rencana pertemuan di

Medan kepada Maria Elizabeth Liman dan meminta disediakan tiket perjalanan,

78 Mahkamah Agung Republik Indonesia, P U T U S A N No. 1195 K/Pid.Sus/2014, h.

07

Page 69: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

59

akomodasi penginapan serta bantuan dana untuk kepentingan Terdakwa,

selanjutnya Elda Devianne Adiningrat memberitahukan informasi dan permintaan

Ahmad Fathanah tersebut kepada Maria Elizabeth Liman, sehingga kemudian

Maria Elizabeth Liman menyiapkan tiket dan akomodasi serta memerintahkan

Arya Abdi Effendi selaku Direktur Operasional PT. Indoguna Utama untuk

mengeluarkan uang sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan

menyerahkannya kepada Ahmad Fathanah melalui Elda Devianne Adiningrat,

selanjutnya Elda Devianne Adiningrat memerintahkan staffnya yang bernama

Jerry Roger Kumontoy untuk mengambil uang di Kantor PT Indoguna Utama dan

memberitahu Ahmad Fathanah bahwa uang sudah diterima, akan tetapi Ahmad

Fathanah meminta agar uang tersebut disimpan dan jangan digunakan karena

diperuntukkan kepada Terdakwa.

Terdakwa bersama Ahmad Fathanah, Soewarso, Maria Elizabeth Liman

dan Elda Devianne Adiningrat, pada tanggal 10 Januari 2013 berangkat ke Medan

dengan menggunakan pesawat yang sama dan sesampainya di Medan Terdakwa

langsung melakukan kegiatan temu tokoh sedangkan Ahmad Fathanah, Soewarso,

Maria Elizabeth Liman dan Elda Devianne Adiningrat menuju penginapan di

Hotel Aryaduta Medan, selanjutnya Maria Elizabeth Liman menyerahkan data

yang telah disiapkan PT Indoguna Utama kepada Soewarso di Restoran Hotel

Aryaduta Medan dengan permintaan agar disampaikan kepada Suswono.

Bahwa data yang diserahkan Maria Elizabeth Liman tersebut dibawa oleh

Soewarso ke Hotel Santika tempat ia dan Suswono menginap, kemudian pada

malam itu juga Soewarso menyerahkan data tersebut kepada Suswono,

selanjutnya Suswono memerintahkan Soewarso menghubungi Maria Elizabeth

Page 70: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

60

Liman agar menemui Suswono di Hotel Santika Medan pada tanggal 11 Januari

2013 sekitar pukul 06.00 Wib,79

namun atas permintaan Terdakwa pertemuan

tersebut dilaksanakan di tempat Terdakwa menginap yaitu di kamar 9006 Hotel

Aryaduta Medan;

Pada tanggal 11 Januari 2013 sekira pukul 06.00 Wib bertempat di kamar

9006 Hotel Aryaduta Medan, Terdakwa bersama Maria Elizabeth Liman dan

Ahmad Fathanah melakukan pertemuan dengan Suswono yang didampingi oleh

Soewarso, dalam pertemuan tersebut Terdakwa memperkenalkan Maria Elizabeth

Liman kepada Suswono dan kemudian Maria Elizabeth Liman memaparkan data

tentang krisis daging sapi yang menyebabkan harga daging sapi menjadi tinggi

sehingga diperlukan penambahan kuota impor daging sapi tahun 2013 serta

menginformasikan adanya praktek jual-beli Surat Persetujuan Impor (SPI) daging

sapi oleh beberapa perusahaan, pemaparan Maria Elizabeth Liman tersebut

ditanggapi Suswono dengan menyatakan bahwa data tersebut tidak valid sehingga

Suswono meminta Maria Elizabeth Liman melakukan uji publik terlebih dahulu

untuk mendukung keabsahan data yang telah disampaikan, kemudian Suswono

juga meminta Maria Elizabeth Liman agar menyerahkan data perusahaan yang

telah melakukan praktek jual beli sapi.

Pada hari dan tanggal yang sama saat akan kembali ke Jakarta, bertempat

di Bandara Polonia Medan Maria Elizabeth Liman dihadapan Elda Devianne

Adiningrat menegaskan kembali komitmennya kepada Ahmad Fathanah bahwa ia

akan memberikan komisi fee sebesar Rp5.000,00 (lima ribu rupiah) perkilogram

apabila permohonan penambahan kuota impor daging sapi tahun 2013 yang

79 Mahkamah Agung Republik Indonesia, P U T U S A N No. 1195 K/Pid.Sus/2014, h.

07

Page 71: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

61

diajukan PT Indoguna Utama dan anak perusahaannya disetujui oleh Kementerian

Pertanian.

Dalam rangka menindaklanjuti hasil pertemuan di Medan, pada tanggal 11

Januari 2013 sekira pukul 19.00 Wib bertempat di Restoran Angus Steak House

Senayan City Jakarta Selatan, Maria Elizabeth Liman bersama Elda Devianne

Adiningrat, Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi melakukan pertemuan dengan

Suharyono selaku Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan

Pertanian (PPVTPP) Kementerian Pertanian, dalam pertemuan tersebut Maria

Elizabeth Liman meminta Suharyono memberikan data Rekapitulasi Permohonan

dan Penerbitan (RPP) terkait perusahaan-perusahaan yang melakukan praktek jual

beli SPI, beberapa hari kemudian Suharyono menyerahkan data dimaksud kepada

Elda Devianne Adiningrat melalui Achdiat Basari, selanjutkan data tersebut

diserahkan kepada Terdakwa melalui Ahmad Fathanah berikut Surat Permohonan

dari PT Indoguna Utama dan beberapa anak perusahaannya tertanggal 18

Desember 2012 tentang Penambahan Kuota Impor Daging Sapi sebanyak 8.000

(delapan ribu) ton serta Surat Permohonan Tambahan sebanyak 2.000 (dua ribu)

ton sehingga seluruhnya menjadi 10.000 (sepuluh ribu) ton.

Pada tanggal 18 Januari 2013, Terdakwa memberitahu Ahmad Fathanah

bahwa data berikut Permohonan Penambahan Kuota Impor Daging Sapi dari PT.

Indoguna Utama tersebut telah diserahkan kepada Suswono dan Terdakwa akan

menemui Suswono pada hari Senin tanggal 21 Januari 2013 untuk membahasnya,

kemudian Terdakwa meminta Ahmad Fathanah menanyakan maksud tanda

lingkaran merah pada beberapa nomor perusahaan yang terdapat pada tabel data

yang diserahkan kepada Suswono, atas pertanyaan Terdakwa tersebut Ahmad

Page 72: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

62

Fathanah menghubungi Elda Devianne Adiningrat untuk menanyakan maksud

tanda lingkaran dengan tinta merah pada nomor-nomor tertentu tersebut, setelah

itu Ahmad Fathanah menjelaskan kepada Terdakwa bahwa nomor yang dilingkari

dengan tinta merah adalah Importir sebaga sebagaimana penjelasan Elda

Devianne Adiningrat.

Sekira tanggal 20 Januari 2013 Terdakwa bersama Ahmad Fathanah dan

Elda Devianne Adiningrat melakukan pertemuan dengan Ridwan Hakim di Kuala

Lumpur untuk melanjutkan pembicaraan mengenai data dan permohonan

penambahan kuota impor daging sapi Maria Elizabeth Liman yang sudah

diserahkan kepada Suswono, dalam pertemuan tersebut juga dibicarakan masalah

kesalah-pahaman antara Maria Elizabeth Liman dengan Ridwan Hakim terkait

tunggakan pembayaran proyek-proyek sebelumnya.80

Pada tanggal 28 Januari 2013 sekitar pukul 20.00 Wib bertempat di

Restoran Angus Steak House Senayan City Jakarta Selatan Ahmad Fathanah

melakukan pertemuan dengan Maria Elizabeth Liman dan Arya Abdi Effendi,

dalam pertemuan tersebut Ahmad Fathanah meminta Maria Elizabeth Liman

mewujudkan komitmennya untuk kelancaran upaya pengurusan penambahan

kuota impor daging sapi yang sedang diusahakan oleh Terdakwa, permintaan

Ahmad Fathanah disanggupi oleh Maria Elizabeth Liman dengan memerintahkan

Arya Abdi Effendi untuk menyiapkan uang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah), selanjutnya sekitar pukul 21.38 Wib Maria Elizabeth Liman

memberitahukan Ahmad Fathanah agar menemui Arya Abdi Effendi keesokan

harinya di PT Indoguna Utama untuk mengambil uang yang telah disiapkan, atas

80 Mahkamah Agung Republik Indonesia, P U T U S A N No. 1195 K/Pid.Sus/2014, ha.

11

Page 73: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

63

pemberitahuan tersebut Ahmad Fathanah menyampaikan ucapan terima kasih dan

menyatakan akan memberitahukan kabar gembira tersebut kepada Terdakwa.

Pada hari Selasa tanggal 29 Januari 2013 sekitar pukul 16.00 Wib, Ahmad

Fathanah dengan menggunakan mobil Toyota Land Cruiser Prado warna Hitam

Nomor Polisi B 1739 WFN menuju PT Indoguna Utama untuk menemui Juard

Effendy, Arya Abdi Effendi dan Rudy Susanto di ruang rapat kantor PT. Indoguna

Utama, beberapa saat kemudian Ahmad Fathanah keluar dari kantor PT. Indoguna

Utama diiringi Arya Abdi Effendi, Juard Effendi yang membawa plastik warna

hitam berisi uang Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan Rudy Susanto

yang membawa 2 (dua) kardus berisi uang sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah) menuju mobil milik Ahmad Fathanah yang diparkir di halaman kantor

PT Indoguna Utama, kemudian Juard Effendi bersama Rudy Susanto meletakkan

bungkusan plastik dan kardus berisi uang yang seluruhnya berjumlah

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) di dalam mobil Ahmadfathanah.

Selanjutnya Ahmad Fathanah menuju Hotel Le Meridien Jakarta dan

setibanya di hotel tersebut Ahmad Fathanah berpesan kepada sopirnya yang

bernama Sahrudin agar berhati-hati karena di dalam mobil ada daging milik

Terdakwa, lalu Ahmad Fathanah menelepon Terdakwa untuk dan menyampaikan

: “ada kabar yang sangat menguntungkan” yang dijawab oleh Terdakwa : “Iya..iya

nanti, ana lagi di atas panggung”, beberapa saat kemudian Ahmad Fathanah

ditangkap petugas KPK sedang bersama seorang wanita bernama Maharani

Suciyono dalam kamar nomor 1740 Hotel Le Meridien Jakarta dan kemudian

keduanya dibawa ke kantor KPK untuk diproses;

Page 74: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

64

Setelah Terdakwa menerima telepon dari Ahmad Fathanah, pada hari dan

tanggal yang sama sekitar pukul 21.50 Wib, Terdakwa menelepon Achmad Rozi

dan berpesan agar memberitahu Elda Devianne Adiningrat untuk segera

memberikan update data tentang Kebutuhan Daging di lapangan untuk tahun 2013

kepada Soewarso supaya Suswono mempunyai argumentasi yang bisa dijadikan

landasan perlunya penambahan impor daging sapi sehingga dapat dieksekusi

dalam minggu-minggu ini, selanjutnya Achmad Rozi menyampaikan permintaan

Terdakwa tersebut kepada Elda Devianne Adiningrat melalui telepon.

B. Pertimbangan dan Putusan Hakim MA

1. Pertimbangan Hakim MA

Alasan hakim MA mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi

I/ Penuntut Umum karena perbuatan Terdakwa telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”Korupsi dan Pencucian Uang

yang dilakukan secara bersama-sama. Sedangkan alasan hakim menolak Kasasi

II/Terdakwa ditolak karena permohonan kasasi dari Terdakwa merupakan

pengulangan fakta yang telah dikemukakan dalam pemeriksaan Pengadilan

Tingkat Pertama dan Tingkat Banding. Alasan tersebut merupakan penilaian hasil

pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan dan alasan

semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi.

Pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak

diterapkannya suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan

sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut

ketentuan Undang-Undang, dan apakah Pengadilan telah melampaui batas

Page 75: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

65

wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 Undang-Undang

No.8 Tahun 1981 (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

Demi terwujudnya rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat pidana

denda dan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu sebagaimana

diatur dalam Pasal 10 huruf b.1 KUHP maka pidana denda dan pidana tambahan

yang dijatuhkan terhadap Terdakwa yang terbukti melakukan gabungan beberapa

perbuatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 65 ayat (1) KUHP harus

ditambah seperti disebutkan di bawah ini.

Bahwa judex facti kurang cukup dalam pertimbangan hukumnya

(onvoldoende gemotiveerd), yaitu kurang mempertimbangkan hal-hal yang

memberatkan sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 197 ayat (1) f KUHAP.

Perbuatan Terdakwa selaku anggota DPR RI yang melakukan hubungan

transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi untuk

mendapatkan imbalan/fee dari pengusaha daging sapi.

Mengenai pertimbangan hakim terhadap kasus ini adalah karena terdakwa

dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pencucian Uang yang

didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 5

ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Page 76: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

66

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55

ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, dan c Undang-Undang RI Nomor

15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah

dengan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo

Pasal 65 ayat (1) KUHP. Pasal 6 ayat (1) huruf b dan c Undang-Undang RI

Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian

Uang, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo

Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal

55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.81

Perbuatan Terdakwa selaku anggota DPR RI yang melakukan hubungan

transaksional telah mencederai kepercayaan rakyat banyak khususnya masyarakat

pemilih yang telah memilih Terdakwa menjadi anggota DPR RI. Bahwa perbuatan

Terdakwa menjadi ironi demokrasi karena tidak melindungi dan tidak

mempergunakan nasib petani peternak sapi nasional.

Hubungan transaksional antara Terdakwa sebagai Anggota Badan

Kekuasaan Legislatif dengan pengusaha daging sapi Maria Elizabeth Liman

merupakan Korupsi politik, karena dilakukan Terdakwa yang berada dalam posisi

81

Putusan MA No. 1195 K/Pid.Sus/2014, h. 96

Page 77: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

67

memegang kekuasaan politik sehingga merupakan kejahatan yang serius (serious

crime).

Terdakwa telah menerima janji pemberian uang Rp40.000.000.000,00

(empat puluh miliar rupiah) yang sebagian dari padanya yaitu sebesar

Rp1.300.000.000,00 (satu miliar tiga ratus juta rupiah) telah diterima melalui

saksi Ahmad Fathanah, saksi Maria Elizabeth Liman tidak akan memberikan uang

tersebut tanpa keterlibatan Terdakwa untuk membantunya.

2. Putusan Hakim MA

Setelah mendengar dan mengamati memori Kasasi yang diajukan oleh dari

Pemohon Kasasi I/ Penuntut Umum majelis hakimpun menimbang dan

menyatakan terdakwa terbukti bersalah karena melakukan kejahatan sebagaimana

yang diatur dalam pasal-pasal yang di dakwaakan, maka hakim MA menjatuhkan

hukuman sebagai berikut:

Menyatakan Terdakwa LUTHFI HASAN ISHAAQ terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”KORUPSI

DAN PENCUCIAN UANG YANG DILAKUKAN SECARA

BERSAMA-SAMA”.

Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara

selama 18 (delapan belas) tahun dan denda sebesar

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dengan ketentuan apabila

denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan

selama 6 (enam) bulan.

Page 78: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

68

Menetapkan mencabut hak Terdakwa untuk dipilih dalam jabatan

publik; Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

Memerintahkan agar Terdakwa tetap ditahan

Menetapkan berupa alat bukti untuk dirampas untuk negara dan

dikembalikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.82

C. Pandangan Hukum Islam terhadap Putusan MA

Dalam hukum Islam seseorang yang melakukan perbuatan tindak pidana,

sanksi hukumannya harus dijatuhkan kepada si pelaku yang bersangkutan dan

tidak dapat dikaitkan atau ditanggung oleh siapapun baik itu keluarganya, saudara

atau kerabatnya sekalipun. Seperti apa yang ditegaskan dalam Al-Qur‟an surat Al-

Baqarah ayat 286:

”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang di

usahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.

(mereka berdoa) : “ ya Tuhan kami, janganlah engkau hukum kami jika

82 Mahkamah Agung Republik Indonesia, P U T U S A N No. 1195 K/Pid.Sus/2014, hal.

175

Page 79: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

69

kami lupa atau bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah engkau bebankan

kepada kami beban yang berat sebagaimana engkau bebankan kepada

orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah engkau pikulkan

kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri maaflah kami;

ampunilah kami dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami.

Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang

kafir” (Q.S. Al-Baqarah : 286)

Ayat diatas menegaskan bahwasanya hukuman pidana tidak dapat

dialihkan kepada orang lain ataupun kepada keluarga terdakwa, sanksi diberikan

hanya kepada si pelaku tindak pidana atau yang melakukan perbuatan melanggar

hukum.83

Dalam Islam, hukuman tindak pidana korupsi memang tidak diatur secara

harfiah, baik dalam Al-Qur‟an maupun Hadis. Namum, secara umum, hukuman

bagi tindak pidana korupsi adalah ta‟zir, yaitu hukuman yang setimpal dan

menjerakan menurut ijtihad hakim, dari yang terberat [hukuman mati] hingga

yang teringan [penjara] sesuai dengan berat dan ringannya tindakan dan dampak

korupsi yang dilakukan. Karena itulah, hukuman bagi pelaku korupsi yang ringan

adalah dengan diberikan teguran atau celaan, dimasukan kedalam daftar tercela,

dinasihati, dan dipecat dari jabatannya. Yang cukup berat adalah diberi hukuman

dera atau cambuk dan pengasingan satu tahun. Jumlah cambuknya minimal 39

kali dan maksimal 100 kali sesuai dengan kondisi (jumlah harta yang dikorup,

akibatnya, dan kondisi koruptor).84

Umar bin Khattab misalnya pernah

83

Ahmad Hanafi , Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet

Ke-IV, h. 87 84

Sukron Kamil, Pemikiran Politik Islam Tematik, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group 2013), h. 298

Page 80: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

70

menjatuhkan hukuman cambuk sebanyak 100 kali dan penjara satu tahun kepada

Mu‟iz bin Abdullah, karena telah melakukan tindak pidana pemalsuan stempel

kas negara (Bait al-mal) kemudian mengambil harta negara tersebut. Untuk

penjara, maksimalnya adalah dipenjara hingga mati.85

Hukum islam tidak menentukan macam-macam hukuman untuk tiap-tiap

tindak pidana ta‟zir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang

paling ringan sampai yang paling berat. Tindak pidana ta‟zir meliputi tindak

pidana hudud, qishas, diyah yang syubhat, atau tidak memenuhi syarat tetapi

sudah merupakan maksiat. Kemudian tindak pidana yang ditentukan oleh Al-

Qur‟an dan hadits, namun tidak ditentukan sanksinya. Selanjutnya tindak pidana

yang ditentukan oleh Ulil Amri untuk kemaslahatan umat. Allah berfirman dalam

surat An-Nisa ayat 59 :

“Hai orang-oran yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),

dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat

tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur‟an) dan

Rosul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari

kemudian. Yang demikaian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnya”. (Q.S. An-Nisa : 59)

Jika kita melihat dari segi hukum pidana Islam, putusan pencabutan hak

politik yang dijatuhkan oleh Hakim MA terhadap terdakwa sesuai dengan sanksi

ta‟zir dalam pidana islam, seseorang yang melakukan jarimah korupsi dan suap

85

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fikih Antikorupsi, Persepektif Ulama

Muhamadiyah, (Jakarta: PP Muhammadiyah dan Partnership 2006), h. 78-86

Page 81: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

71

dapat dikenakan hukuman ta‟zir. karena masalah korupsi dan suap dalam hukum

islam belum ada pembahasan yang terinci dan tegas di dalam Al-Qur‟an dan Al-

Hadits, sehingga korupsi dan suap dimasuakan ke dalam jarimah Ta‟zir. Dalam

pelaksanaan hukuman ta‟zir hak mutlak diberikan kepada ulil amri atau hakim

dimaksudkan untuk memberi keleluasaan yang memberi kemungkinan

berbedanya hukuman keluwesan dalam menanggapi kemajuan budaya manusia,

sehingga dengan demikian hukum islam dapat responsip terhadap setiap

perubahan sosial.86

Karena sanksi hukuman ta‟zir dapat berubah sesuai dengan kepentingan

dan kemaslahatan. Hakim boleh mengancam lebih dari satu hukuman, ia boleh

memperingan atau memperberat hukuman, jika hukuman tersebut mempunyai dua

batasan terpenting, hukuman tersebut sudah cukup untuk mendidik, memperbaiki

dan mencegah pelaku tindak pidana tersebut. Karena ta‟zir menurut bahasa berarti

larangan, pencegahan, menegur, dan memukul.87

Secara syar‟i ta‟zir adalah

hukuman yang tidak ditentukan (bentuk dan jumlahnya) yang wajib dilaksanakan

terhadap maksiat yang tidak termasuk hudud dan kafarat, baik pelanggaran itu

menyangkut hak Allah maupun hak pribadi.

D. Analisa Pencabutan Hak Politik dalam Putusan MA dari Perspektif

HAM

Kewenangan penerapan pidana dalam sistem ketatanegaraan Indonesia ada

di tangan hakim. Dalam menerapkannya hakim harus mempertimbangkan

berbagai hal yang tidak hanya secara yuridis normatif tetapi juga secara

86

A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 1997), Cet. II, h. 167. 87

Abdul Aziz Dahlan, et. Al, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van

Hoeve, 2000), h. 1771, cet. 4.

Page 82: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

72

sosiologis, serta berfokus tidak hanya terhadap pelaku tetapi juga korban,

masyarakat, bangsa, dan negara. Hakim harus pula memperhatikan straf soort,

straaf maart, dan straf modus (jenis, kuantitas, dan cara penjatuhan pidana).

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1195K/ Pid.Sus/2014 penjatuhan

pidana tambahan berupa penerapan pidana pencabutan hak dipilih dalam jabatan

publik terhadap terdakwa pelaku korupsi yaitu LHI tidak ada pembatasan sampai

kapan pidana tambahan tersebut dijatuhkan. Hal ini melanggar ketentuan Pasal 38

KUHP, yang mengatur pembatasan terhadap penjatuhan pidana pencabutan hak

tertentu. Mengenai lamanya pencabutan hak terdapat dalam Pasal 38 KUHP yang

berbunyi sebagai berikut:

1) Bila dijatuhkan hukuman pencabutan hak, maka hakim menentukan lamanya

sebagai berikut:

a. Jika dijatuhkan hukuman mati atau penjara seumur hidup buat selama

hidup.

b. Jika dijatuhkan hukuman penjara sementara atau kurungan buat selama

lamanya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun.

c. Dalam hal denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan

selama-lamanya lima tahun.

2) Hukuman itu mulai berlaku pada hari keputusan Hakim dapat dijalankan.

Penerapan pidana tambahan pencabutan hak politik yaitu hak untuk dipilih

dan memilih dalam jabatan publik kepada pelaku korupsi menjadi relevan jika ada

pembatasan waktu penjatuhannya. Di samping itu pada faktanya korupsi yang

dilakukan oleh terpidana LHI memiliki akses dengan kekuasaan politik. Terpidana

menjabat sebagai presiden salah satu partai politik di Indonesia. Sebagai seorang

presiden suatu partai politik memiliki kekuasaan untuk menentukan arah

kebijakan partainya. Dalam kasus tersebut terpidana terbukti melakukan hubungan

Page 83: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

73

transaksional dengan pengusaha sapi untuk kepentingan pribadi. Atas nama

presiden partai politik dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat hubungan

transaksional tersebut dapat lebih mudah dilaksanakan dengan kompensasi

kebijakan partai di tingkat legislasi. Tindakan ini mencederai kepercayaaan

konstituennya dan menjadi ironi demokrasi karena sebagai wakil rakyat terpidana

memiliki kewajiban untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan peternak

sapi sebagai kanstituennya, namun hal tersebut tidak dilaksanakan. Bahkan

perbuatannya justru merugikan para peternak sapi yang pada hakikatnya adalah

konstituennya. Perbuatan pimpinan partai melakukan korupsi ini merupakan

korupsi politik.

Mendasarkan pada profesionalitas hakim, seharusnya tidak adanya

pembatasan penerapan pidana politik terhadap pelaku korupsi tidak boleh terjadi.

Hakim harus profesional dalam menjalankan tugasnya. Berperilaku adil, jujur,

arif, dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas tinggi harus diterapkan dalam

menjatuhkan pidana pencabutan hak politik terhadap terpidana.

Hakim harus juga memperhatikan ketentuan yang ada dalam Pasal 38

KUHP yang telah mengatur ketentuan masa penerapan pidana pencabutan hak

tertentu. Secara sosiologis, hakim harus mempertimbangkan kepentingan pribadi

terpidana apalagi berkaitan HAM. Akibatnya putusan ini berpotensi melanggar

HAM terpidana jika tidak ada pembatasan penerapan pidana tambahan berupa

pencabutan hak politik terpidana sesuai dengan ketentuan dalam KUHP.

Mengenai penjatuhan pidana pencabutan hak politik terhadap terpidana, tidak

berpotensi melanggar HAM karena HAM (khususnya hak politik) dapat dibatasi

Page 84: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

74

sepanjang tindak pidana yang dilakukan mengganggu kepentingan umum dan

negara, serta dalam rangka menjamin terlaksananya HAM orang lain.

Menurut Hotma Sibuea melalui komunikasi personal dengan Warih Anjari

pada tanggal 5 Februari 2015 bahwa dalam perspektif hukum tata negara

penerapan pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih (hak

politik) sepanjang tidak bersifat permanen tidak melanggar HAM. Apalagi

dijatuhkan terhadap terpidana korupsi yang sangat merugikan masyarakat. HAM

berbeda dengan hak politik. HAM adalah hak seluruh umat manusia, sedangkan

hak politik adalah hak dalam kedudukan warga negara dari suatu negara tertentu.

Hak tersebut berupa hak untuk memilih dan dipilih untuk menduduki jabatan

publik. Hak politik dapat dibatasi dengan pencabutan yang bersifat temporer.

Pencabutan hak ini berupa pembatasan untuk waktu tertentu terhadap kebebasan

dalam konteks aktivitas politik terpidana.88

Dalam vonis Luthfi Hasan Ishaaq ini adalah majelis hakim tidak

mencantumkan berapa lama dipilih dalam jabatan publik tersebut dicabut, ini

berarti hak dipilih dalam jabatan publik dicabut selamanya yang seharusnya

mendapatkan batasan seperti yang diatur dalam Pasal 38 KUHP, dan UU HAM

yang hanya mengenal pembatasan.

Jadi bukan dicabut seutuhnya, dihilangkan atau ditiadakan, melainkan

hanya mengurangi atau membatasinya. Akibatnya terjadilah pelanggaran HAM

dalam vonis pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik tersebut.

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 73:

“Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi

88

Warih Anjari, Pencabutan Hak Politik dalam Persepektif Hak Asasi, dalam Jurnal

Yudisial “ Dialektika Hukum Negara dan Agama” Vol. 8 No. 1 April 2015, h. 40

Page 85: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

75

oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan

dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain,

kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.” Yang menjadi fokus

dalam pasal ini adalah pembatasan berdasarkan undang-undang, semata-mata

untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta

kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan

bangsa. Selanjutnya dalam Pasal 74, “Tidak satu ketentuanpun dalam Undang-

undang ini boleh diartikan bahwa Pemerintah, partai, golongan, atau pihak

manapun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi

manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam Undang-undang ini.89

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D Angka

(3) berbunyi: “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama

dalam pemerintahan.”90

Dengan jaminan hak memperoleh kesempatan yang sama

dalam pemerintahan, maka menurut penyusun vonis penjatuhan pidana tambahan

pencabutan hak dipilih dalam dalam jabatan publik pada kasus Luthfi Hasan

Ishaaq bertentangan dengan konstitusi yang mengatur mengenai jaminan hak asasi

manusia yang diatur dalam Pasal 28D angka (3) UUD 1945 seperti yang telah

diuraikan di atas.

Dalam Undang-undang nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia Pasal 43:

1) Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan

umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

89 Lihat Pasal 73 dan Pasal 74 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Korupsi. 90

Lihat Pasal 28D Angka (3) UUD RI Tahun 1945

Page 86: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

76

2) Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan

langsung dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan.

3) Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.

Selain dalam UUD 1945 dan UU HAM, Undang-undang Nomor 12 Tahun

2005 Tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik juga menjamin hak

memilih dan dipilih dalam jabatan publik warga negara dalam Pasal 25:46 Setiap

warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan apapun

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak

layak, untuk:

1) Ikut serta dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara

langsung ataupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas.

2) Memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang murni, dan

dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan

suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan menyatakan keinginan dari para

pemilih;

3) Memperoleh akses pada pelayanan umum di negaranya atas dasar

persamaan dalam arti umum.

Dengan berdasarkan pasal tersebut menurut peneliti, pencabutan hak

politik yang diterapkan pada Luthfi Hasan Ishaaq yang tidak mencantumkan

berapa lama hak tersebut dicabut tidak dapat dibenarkan. Karena telah mencabut

salah satu bagian dari hak asasi manusia yang diatur dalam UU HAM, meskipun

pencabutan tersebut melalui vonis hakim.

Seharusnya dalam vonis penjatuhan pidana tambahan pencabutan hak

dipilih dalam jabatan publik jangan sampai mengurangi atau merampas harkat dan

martabat seseorang sebagai manusia seperti yang termuat dalam dalam TAP MPR

Page 87: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

77

NO. XVII Tahun 1998 Tentang HAM yang berbunyi Setiap manusia diakui dan

dihormati mempunyai hak asasi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin,

warna kulit, kebangsaan, agama, usia, pandangan politik, status sosial, dan bahasa

serta status lain. Pengabaian atau perampasannya, mengakibatkan hilangnya

harkat dan martabat sebagai manusia, sehingga kurang dapat mengembangkan diri

dan peranannya secara utuh.”91

Mengingat perbuatan korupsi yang dilakukan oleh terpidana LHI

berdampak meluas pada perekonomian negara, dan merupakan penyelenggara

negara maka sepantasnya penegakan yang extra diterapkan pada terpidana

tersebut. Penerapan pidana tambahan pencabutan hak politik merupakan langkah

penegakan yang bersifat extra ordinary enforcement. Namun penegakan yang

bersifat extra tersebut tetap harus mengedepankan HAM, karena pidana tambahan

yang dijatuhkan merupakan bagian dari HAM yang tetap dijunjung tinggi

91 Lihat Bagian Pemahaman Hak Asasi Manusia Bagi Bangsa Indonesia pada TAP MPR

NOMOR XVII /MPR/1998 Tentang HAM.

Page 88: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan skripsi diatas, yang berkaitan dengan

perspektif hukum Islam dan HAM tentang pencabutan hak politik koruptor

(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1195K/Pid.Sus/2014), maka penulis

dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pandangan hukum Islam terhadap pencabutan hak politik koruptor, bahwa

dalam menemukan sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam

hukum Islam terdapat pada fiqih jinayah, yaitu ta‟zir yang berarti hukuman

terhadap pelaku yang tidak ditentukan secara tegas bentuk sanksinya di dalam

nash. Hukuman ini dijatuhkan untuk memberikan pelajaran terhadap

terpidana agar ia tidak mengulangi kejahatan yang pernah ia lakukan, jadi

jenis hukumannya disebut denganUqubah Mukhayyarah (hukuman pilihan).

Pencabutan hak politik adalah salah satu bentuk hukuman yang baru di Indonesia

dan dalam hukum pidana islam jenis sanksi ini masuk kedalam jarimah ta‟zir.

2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Luthfi Hasan

Ishaaq, karena Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak

pidana Pencucian Uang yang diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) a, b, c, Pasal 6

Ayat (1) a, b, c Undang-Undang No.15 Tahun 2002 juncto Undang-Undang

No.25 Tahun 2003, Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang No.8 Tahun 2010.

dan demi terwujudnya rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat pidana

denda dan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu sebagaimana

diatur dalam Pasal 10 huruf b.1e KUHP maka pidana denda dan pidana

tambahan yang dijatuhkan terhadap Terdakwa yang terbukti melakukan

Page 89: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

79

gabungan beberapa perbuatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 65 ayat

(1) KUHP harus ditambah seperti disebutkan di bawah ini.

Bahwa judex facti kurang cukup dalam pertimbangan hukumnya

(onvoldoende gemotiveerd), yaitu kurang mempertimbangkan hal-hal yang

memberatkan sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 197 ayat (1) f KUHAP.

Perbuatan Terdakwa selaku anggota DPR RI yang melakukan hubungan

transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi untuk

mendapatkan imbalan/fee dari pengusaha daging sapi.

Perbuatan Terdakwa selaku anggota DPR RI yang melakukan hubungan

transaksional telah mencederai kepercayaan rakyat banyak khususnya

masyarakat pemilih yang telah memilih Terdakwa menjadi anggota DPR RI.

Bahwa perbuatan Terdakwa menjadi ironi demokrasi karena tidak melindungi

dan tidak mempergunakan nasib petani peternak sapi nasional.

Bahwa hubungan transaksional antara Terdakwa sebagai Anggota Badan

Kekuasaan Legislatif dengan pengusaha daging sapi Maria Elizabeth Liman

merupakan Korupsi politik, karena dilakukan Terdakwa yang berada dalam

posisi memegang kekuasaan politik sehingga merupakan kejahatan yang

serius (serious crime).

3. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1195K/Pid.Sus/2014. Tim majelis hukum

selain menjatuhkan pidana penjara dan denda terhadap Luthfi Hasan Ishaaq,

majelis hakim juga mencabut hak politiknya. Dari putusan MA tersebut maka

jika ditinjau dari hukum Islam, hukuman yang dijatuhkan sudah sesuai,

karena sanksi bagi pelaku korupsi dalam Islam adalah ta‟zir. Sedangkan

dalam pandangan HAM terhadap putusan tersebut bahwa sanksi pencabutan

Page 90: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

80

hak politik yang dijatuhkan kepada terdakwa melanggar Hak Asasi Manusia,

karena ada syarat-syarat yang diatur undang-undang tidak dijalankan

sepenuhnya oleh hakim.

B. Saran-Saran

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1195K/ Pid.Sus/2014 berupa penerapan

pidana pencabutan hak politik terhadap terdakwa pelaku korupsi tidak ada

pembatasan sampai kapan pidana tambahan tersebut dijatuhkan. Hal ini

melanggar ketentuan Pasal 38 KUHP, yang mengatur pembatasan terhadap

penjatuhan pidana pencabutan hak tertentu.

Saran dari penulis jaksa penuntut umum dalam menuntut dan hakim dalam

menjatuhkan hukuman terhadap pelaku korupsi, jangan sampai hanya

menitikberatkan pada pembalasan bagi perbuatan terpidana agar terpidan jera, dan

juga untuk mematuhi tuntutan rasa keadilan bagi masyarakat dengan megabaikan

rasa keadilan bagi terpidana.

Hakim dalam menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak-hak tertentu

harus mencantumkan berapa lama hak tersebut dicabut, sebagimana yang diatur

dalam pasal 38 KUHP. Sehingga tidak terjadi pelanggaran HAM dalam vonis

yang dijatuhkan. Karena dalam HAM hanya dikenal pembatasan hak warga

negara secara utuh.

Page 91: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

81

DAFTAR PUSTAKA

A. M. Saefuddin. Ijtihad Folitik Cendikiawan Muslim. Jakarta: Gema Insani

Press. 1996.

Ahmad Kosasih. HAM dalam Persfektif Islam. Jakarta: Salemba Diniyah. 2003

Al Faruq Asadulloh. Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: Ghalia

Indonesia. 2009.

Alfitra. Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata Dan Korupsi di

Indonesia. Jakarta: Raih Asa Sukses Swadaya Group. 2012.

______. Modus Operandi Pidana Khusus di Luar KUHP(Korupsi, Money

Loundring, & Trafficking). Jakarta: Raih Asa Sukses Penebar Swadaya Group.

2014.

Ali Zainudin. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

2006.

Ashiddiqie Jimly. Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan

Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. 1997.

_________. Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah

Konstitusi. Jakarta: Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi. 2005.

_________. Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jakarta: Konstitusi Press. 2005.

Audi Robert. The Cambridge Dictionary of Philosophy, Canbridge : Canbridge

University Press. 1995.

B. N. Marbun. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 1996.

Page 92: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

82

Budiardjo Miriam. Dasar – Dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia. 1998.

Djazuli A. Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam). Jakarta:

Raja Grafindo Persada. 1997.

Elmuhtaj Majda. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia. Jakrta :

Kencana. 2005.

Fahmi Muhamad Ahmadi dan Jaenal Aripin. Metode Penelitian Hukum. Ciputat:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010.

Hakim Rahmad. Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah). Bandung: CV Pustaka

Setia. 2000.

Hamzah Andi. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari Retribusi ke

Reformasi, Jakarta: PT Pradnya Paramita. 1986.

_________. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 2005.

_________. KUHP & KUHAP. Jakarta: Rineka Cipta. 2011.

Hanafi Ahmad. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 2005.

Ibnu Syarif Mujar. Hak-Hak Politik Minoritas Non-Muslim dalam Komunitas

Islam. Bandung: angkasa. 2003.

Jurnal Aji Lukman Ibrahim. Analisis Yuridis Terhadap Penjatuhan Pidana

Tambahan. 2014.

Jurnal Yudisial. Dialektika Hukum Negara dan Agama. Komisi Yudisial Republik

Indonesia. 2015.

Kanter & Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya.

Jakarta: Storia Grafika. 2002.

Page 93: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

83

Karta Negara Satochid.t.th. Hukum Pidana: Kumpulan Kuliah Bagian 1, Jakarta: Balai

Rektur Mahasiswa.

Lamintang P.A.F. Hukum Penitensier di Indonesia. Bandung : Armico. 1984.

Mahkamah Agung Republik Indonesia, P U T U S A N No. 1195 K/Pid.Sus/2014.

Marpaung Laden. Asas-Asas-Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

2005.

Metrokusumo Sudikno. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.

1999.

Muhammad Ardison. KPK Serangan Balik Pemberantasan Korupsi. Surabaya:

Penerbit Liris. 2009.

Nurul Irfan. Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah. 2011.

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Group. .

2008.

Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:

Arkola. 1994.

Prasetyo Teguh. Kriminalisasi dalam Hukum Pidana. Bandung: Nusa Media.

2010.

Prodjodikoro Wirjono. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Eresco.

1989.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2005.

Remmelink Jan. Hukum Pidana, Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab

Undang-undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab

Undang-undang Hukum Pidana Indonesia, Jakarta:PT. Gramedia Pustaka

Utama. 2003.

Page 94: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

84

Ridho Putra Gugum. Hak Mantan Narapidana Untuk Dipilih Dalam Pemilihan

Umum Kepala Daerah, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Depok, 2012.

Rois Abdul, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak-Hak Politik Dalam Undang-

Undang No. 12 Tahun 2005, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Jakarta 2008.

Sabiq Sayyid. Fiqh Sunnah 10. Bandung: Alma‟rif. 1987.

Saleh Roeslan. Stelsel Pidana Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit

Gadjah Mada. 1960.

Seno Adji Indriyanto. Korupsi Dan Penegakan Hukum. Jakarta: Diadit Media.

2009.

Soedarto. Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Penerbit Alumni. 1986.

Soemodihardjo Dyatmiko. Mencegah dan Memberantas Korupsi (Mencermati

Dinamikanya di Indonesia. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. 2008.

Thalib Hambali. Sanksi Pemidanaan Dalam Konflik Pertanahan, cet.II, Jakarta:

Kencana. 2009.

Ubaedilah .A dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi,

Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani,Cet.6. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group. 2010.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Utrecht. Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana II. Surabaya: Pustaka Tinta Mas.

1999.

Page 95: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG PENCABUTAN HAK ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42494/1/SAHURI... · tambahan tersebut pada kasus korupsi masih tergolong

85

UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

W. Nickel James. Hak Asasi Manusia [Making Sense of Human Rights,

Philosophical Reflection on The Universal Declaration of Human Rights]

diterjemahkan oleh Titis Eddy Arini, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

1996.

Waluyo Bambang. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika. 2004.

Wardhi Muslich Ahmad. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika. 2005.

Zaidan Abdul Karim. Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam. Jakarta:

Yayasan Al-Amin. 1984.

Zainudin Ali. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl194/pidana-pokok-dan-tambahan

http://www.negarahukum.com/hukum/pencabutanhakpolitik.htm

www.nasional.kompas.com/ read/2014/09/19/13543051/