Persilangan Interspesifik dan Intergenek...
Transcript of Persilangan Interspesifik dan Intergenek...
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
101
Makalah Pendukung 3
Persilangan Interspesifik dan Intergenerik Anggrek
Phalaenopsis Untuk Menghasilkan Hibrid Tipe Baru
Budi Marwoto, Dedeh S. Badriah, Minangsari Dewanti, dan Lia Sanjaya Balai Penelitian Tanaman Hias,
Jln. Raya Pacet-Ciherang PO BOX 8 SDL 43253,
Telp. (0263) 517056, Fax. (0263) 514138
ABSTRAK. Sejak puluhan tahun lalu kegiatan pemuliaan Phalaenopsis dilakukan melalui
persilangan antar varietas dengan menggunakan kelompok tetua yang sama. Hal ini
menyebabkan variasi genetik hibrid yang dihasilkan makin terbatas. Hibrid tipe baru dapat
diciptakan melalui persilangan antar spesies dan genera yang memiliki karakter unik. Namun
persilangan interspesifik dan intergenerik tidak mudah dilakukan karena terdapat barier genetik
yang disebabkan oleh abnormalitas proses meiosis dan ketidakserasian antara tepungsari dan
kepala putik antar tetua jantan dan betina. Di dalam penelitian ini dilakukan persilangan
interspesifik dan intergenerik Phalaenopsis dengan tujuan mengetahui keserasian genetik antar
tetua persilangan. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk merakit hibrid tipe baru
yang sesuai dengan preferensi konsumen. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan
Desember 2010 di rumah kaca dan laboratorium Balai Penelitian Tanaman Hias, Cipanas-Jawa
Barat. Materi genetik yang digunakan sebagai tetua persilangan terdiri atas spesies, hibrid
primer, hibrid sekunder dan hibrid tingkat lanjut (hibrid komersial) Phalaenopsis. Cakupan
penelitian meliputi koleksi tetua persilangan, karakterisasi koleksi tetua, persilangan antar tetua,
pengecambahan biji, pembentukan plb (protocrom like bodies), regenerasi planlet dan
aklimatisasi. Persilangan antar spesies dan genera Phalaenopsis dilakukan di dalam rumah kaca
dengan meletakkan tepungsari tetua jantan ke kepala putik tetua betina. Biji F1 dikecambahkan
pada media Vaccin dan Went. Plbs yang dihasilkan kemudian diregenerasikan hingga menjadi
planlet pada media yang diberi auksin dan sitokinin. Planlet yang tumbuh selanjutnya
dipelihara hingga siap diaklimatisasikan di dalam rumah kaca. Sebanyak 147 persilangan antar
spesies dan genera Phalanopsis telah dilakukan di dalam penelitian ini, 102 persilangan
menghasilkan buah dan 45 silangan tidak menghasilkan buah (aborsi). Buah yang dihasilkan
ternyata tidak selalu dapat bertahan hingga matang fisiologis, bahkan sebagian buah yang
diketahui telah masak fisiologis ternyata tidak mengandung biji. Sebanyak 11.03 % persilangan
saja yang menghasilkan buah matang fisiologis dan menghasilkan biji, sedang sisa buah
lainnya mengalami kerontokan pada umur 1 – 3 bulan. Plb dan planet dari berbagai persilangan
interspesifik dan intergenerik Phalaenopsis telah dihasilkan dan sebagian planlet telah
diaklimatisasikan di dalam rumah kaca.
Kata kunci : Phalaenopsis, hibrid, tipe baru, persilangan interspesifik, persilangan
intergenerik, keserasian genetik
ABSTRACT. Marwoto, B, D.S. Badriah, M. Dewanti, and L. Sanjaya. 2011.
Compatibility of Interspesific and Intergeneric Crosses of Phalaenopsis to Produce New
Type Hibrids. For the last decades Phalaenopsis breeding has been done through intervarietal
crosses using the same group of parents that caused reduction of genetic variation of new
hibrids. New type of hybrids are certainly needed to generate market trend setter that can be
resulted from interspecific and intergeneric crosses. Those crossess, however, are really not easy
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
102
to be done because of genetic barrier caused by abnormalities of meiosis process and
incompatibility between polen of male parent and stigma of female parent. In this study
interspesific and intergeneric crosses were done to determine genetic compatibility among the
parents used. The study was done on March through December 2010 in the greenhouse and
laboratory Indonesian Ornamental Crop Research Institute, Cipanas-West Java. Genetic
materials used as female and male parents comprised of species, primary hibrids, secondary
hibrids and advanced hibrids (commercial hibrids). Scope of study included collection of
selected material genetics, characterization of collected material genetics, crosses among the
material genetics, seed sowing, production of plb (protocrom like bodies), regeneration of
planlet and planlet acclimatization. Crosses among the genetic materials of Phalaenopsis were
done in the greenhouse through disposing polen of male parent on stigma of male parents. F1
seeds were germinated on Vaccin dan Went medium and the growing plbs were subsequently
regenerated to induce planlets using same medium added with plant growth regulators
(cytokinin and auxin). The planlets were then maintained in the greenhouse. About 147
interspecific and intergeneric croses of Phalanopsis were done. Of the total crosses made, 102
crosses produced fruit and 45 crosses did not yield fruits (abortus). After maintained sometime
one part of the total fruits could not survive till physiological mature. Only 11.03 % of the total
crosses produced mature fruits and seeds and the remainings yielded fruits aborted on 1 – 3
months after fruit initiation. Sowing of the seeds on the in vitro media produced plb and
regeneration of the plb on the same media enriched with auxin and cytokinin resulted in planets.
Four months after regeneration in the in vitro medium, the planlets were acclimated in the
greenhouse.
Kata kunci : Phalaenopsis, new type hybrids, interspesifi crosses, intergeneric hybrids,
genetic compatibility
PENDAHULUAN
Phalaenopsis merupakan salah satu
genera anggrek yang banyak
dibudidayakan di dalam negeri dan
sangat diminati para konsumen.
Beberapa spesies Phalaenopsis
merupakan asli Indonesia, seperti
Phalaenopsis amabilis, P. javanica, P.
sumaterana dan P. amboinensis
(Sastrapradja et al., 1977). Spesies alam
anggrek Indonesia telah dimanfaatkan
para pemulia internasional untuk
menghasilkan hibrid baru yang eksotis
(Djaafarer, 2002). Dalam upaya
memenangkan persaingan global
diperlukan perakitan varietas yang
memiliki karakter unik. Karakter-
karakter unik diperoleh melalui skema
persilangan yang melibatkan spesies
dan/atau genera lain yang diketahui dapat
mewariskan karakter yang diinginkan.
Persilangan antar spesies dan genera
Phalaenopsis akan menghasilkan tipe,
warna dan bentuk bunga beragam yang
untuk memenuhi preferensi konsumen.
Persilangan interspesifik dan
intergenerik Phalaenopsis dapat
menghasilkan warna bunga bervariasi
dari warna putih, merah muda, ungu,
kuning hingga merah dengan bintik-
bintik, bercak ataupun garis yang
menarik. Hibrid baru dengan karakter
unik dapat dibuat dengan memanfaatkan
informasi pewarisan sifat tetua jantan dan
betina. Beberapa spesies berikut dapat
mewariskan karakter kualitatif unggul,
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
103
seperti : (1) Phalaenopsis amabilis
mewariskan karakter warna bunga putih,
berbunga banyak dan tangkai bunga
kekar, (2) Phalaenopsis equestris,
Phalaenopsis violacea dan Phalaenopsis
schilleriana mewariskan karakter warna
bunga merah, (3) Phalaenopsis javanica
mewariskan karakter bunga berwarna
kuning, krem atau pun merah, (4)
Phalaenopsis amboensis mewariskan
karakter warna bunga kuning, merah dan
berbintik, (5) Phalaenopsis comucervi
mewariskan karakater bunga bercorak
garis-garis, dan (6) Phalaenopsis
sumatera dan Phalaenopsis viridis
mewariskan karakter bunga tebal dan
berbintik.
Untuk mendapatkan hibrid-hibrid
anggrek tipe baru dibutuhkan persilangan
jarak jauh antar spesies dan antar generik
(Cameron and Chase, 1999). Namun
persilangan interspesifik maupun
intergenerik tanaman anggrek sering
mengalami kegagalan karena terdapat
kendala, seperti abnormalitas pada
meiosis, rendahnya fertilitas (Tanaka dan
Kamaemoto, 1961) dan sterilitas
tepungsari (Anonymous. 1998). Menurut
Bechtel et al. (1981) persentase
keberhasilan persilangan Aranda
(Aerides x Vanda) sangat rendah.
Apabila persilangannya berhasil, jumlah
biji yang dapat ditumbuhkan dan terus
bertahan hidup biasanya sangat sedikit,
beberapa bijinya abnormal dan tumbuh
lambat (Tsai et al., 2009). Lee et al.
(1990) juga melaporkan adanya
hambatan kompatibilitas tepungsari
dengan putik dalam persilangan antar
genus Ascocenda (Ascocentrum x
Vanda). Persilangan intergenerik juga
telah dilakukan antara Phalaenopsis
dengan kerabat Vanda yang
menghasilkan hibrid ternama seperti
Asconopsis Irene Dobkin (Phal. Doris x
Ascocentrum miniatum)
Ke depan tren perakitan varietas
Phalaenopsis mengarah pada upaya
mengkombinasikan karakter beragam
corak warna dan bentuk untuk
menciptakan bunga yang lebih bervariasi
melalui skema persilangan baru. Hal ini
dipelopori oleh J. Veitch pada tahun 1887
yang menghasilkan hibrid hasil
persilangan antara Phal. amabilis dan
Phal. violacea dengan karakter bunga
stripes, multifloral, dan berwarna pink.
Spesies lain, seperti Phal. celebensis
telah diintroduksikan pula dalam skema
persilangan untuk meningkatkan
keragaman karakter-karakter yang unik
pada hibrid baru (Sarwono, 2002).
Kegiatan pemuliaan tanaman
dilakukan untuk mendapatkan varietas
unggul dengan karakter ideotipe
(Soedjono, 1997). Genera Phalaenopsis
memiliki gen dominan yang tipikal pada
sejumlah spesies (Martin, 1996).
Program pemuliaan anggrek
Phalaenopsis diarahkan pada perbaikan
karakter pada Phalaenopsis tipe standar,
multiflora, novel dan ketahanan terhadap
penyakit penting. Perbaikan karakter
yang perlu dilakukan terhadap karakter
hibrid yang ada saat ini yaitu, (1) tipe
standar : Phalaenopsis dengan warna
putih berukuran besar (> 13 cm),
pink/ungu, kuning dan variasinya, jumlah
kuntum bunga ≥ 16 dan panjang tangkai
bunga ≥ 60 cm (Fukumura, 1993), (2)
tipe multiflora : jumlah kuntum banyak
dan tersusun kompak, ukuran bunga
sedang (3-5 cm) dan tangkai bunga tegak
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
104
dan bercabang (Chang, 2006; Hawkes,
1970), (3) Novel : perbaikan penampilan
tanaman dan bunga, peningkatan
produktivitas, dan ketahanan terhadap
hama/penyakit (Sinha, 2010). Perbaikan
karakter tersebut dapat dilakukan dengan
cara menggunakan spesies tertentu dalam
program pemuliaan Phalaenopsis, seperti
: aphrodite, amabilis, violacea (Borneo
dan murtoniana), schelleriana,
stuartiana, sanderiana, amboinensis dan
equiestris (Chih-Chung et al., 2005).
Keragaman hibrid Phalaenopsis
yang dikomersialkan dalam beberapa
tahun terakhir cenderung makin menurun
dari waktu ke waktu. Hal ini dibuktikan
dari tipe, bentuk dan warna bunga yang
makin homogen. Penurunan keragaman
hibrid tersebut terjadi karena para
penyilang menggunakan kelompok tetua
yang sama dari waktu ke waktu.
Penyediaan produk yang cenderung
homogen dapat menyebabkan konsumen
akan mengalami kebosanan dan pasar
menjadi cepat jenuh. Oleh karena itu ke
depan program pemuliaan anggrek perlu
diarahkan pada upaya memperluas
keragaman genetik untuk meningkatkan
variasi tipe, bentuk dan warna bunga
yang unik, frekuensi berbunga tinggi dan
tahan terhadap patogen penyebab
penyakit serta cekaman lingkungan. Hal
ini dapat dilakukan melalui persilangan
antar individu yang berkerabat jauh
(Kartikaningrum et al., 2002).
Persilangan berkerabat jauh biasanya
sulit dilakukan, dan apabila
menghasilkan hibrid, biji yang
dihasilkannya sukar berkecambah atau
steril (Dwiatmini et al., 2003). Untuk itu
meningkatkan keberhasilan dalam
persilangan antar genotipe berkerabat
jauh perlu diketahui kompatibilitas
persilangan guna menjamin proses
introgresi gen yang dikehendaki.
Tipe baru dengan karakter eksotik
dan unik dapat dibuat dalam genera
Phalaenopsis mengingat tingginya
keragaman karakter di dalam spesies dan
genera (Martin, 1996). Pada penelitian
ini akan dibuat kreasi baru hibrid
Phalaenopsis yang novel dengan karakter
beragam dan unik dengan memanfaatkan
informasi kompatibilitas antar tetua
persilangan. Penyediaan hibrid tipe baru
sangat bermanfaat untuk mengurangi
impor benih dari luar negeri yang
cenderung meningkat akhir-akhir ini.
Selain itu penyediaan hibrid baru di
dalam negeri dapat menggerakkan
kegiatan industri yang berdampak
terhadap tumbuhnya perekonomian
nasional. Hal ini layak dilakukan
mengingat Indonesia memiliki
sumberdaya genetik Phalaenopsis yang
luas dengan beragam karakter yang
mudah dikombinasikan dalam skema
persilangan yang sistematis.
Penelitian ini bertujuan mengetahui
kompatiblitas persilangan interspesifik
dan intergenerik Phalaenopsis dalam
upaya mendapatkan hibrid tipe baru yang
mampu menjadi trend setter pasar pada
masa mendatang. Adapun hipotesis yang
diajukan ialah bahwa di dalam
persilangan interspesifik dan intergenerik
terdapat keserasian genetik yang
potensial untuk menunjang program
pemuliaan Phalaenopsis.
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
105
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di rumah
kaca dan laboratorium Balai Penelitian
Tanaman Hias Segunung (1100 m dpl)
pada bulan Maret sampai dengan
Desember 2010. Penelitian ini
menggunakan materi genetik terdiri atas
spesies, hibrid primer, hibrid sekunder
dan hibrid tingkat lanjut (hibrid
komersial) Phalaenopsis. Materi genetik
tersebut diperoleh dengan cara
mengakses dari Kebun Raya Cibodas,
Kebun Raya Purwodadi, para kolektor,
pemulia swasta, pengusaha dan petani.
Adapun materi genetik yang digunakan
ialah Doritis pulcherrima Blue, R962 (1),
R962 (2), Phal. Sogo Mini Dog x venosa
(R1067-1), Phal. Sogo Mini Dog x
venosa (R1067-(2), R1047 (1), R1047
(2), R903, Phal. Amboinensis yellow x
Phal. Violacea Sumatra, Phal. Gigantea
x Phal. Floresensis, Phal. Sogo Cake,
Phal. Taida Salu, Phal. Cinderella x Phal.
Everspring Prince, Phal. Mary Amos,
Phal. John Ewing, Kuning Global,
Tsinying Champion, OX1325, C13, C11,
D2, C10, Chianxen P, C6, Minho
Princess, A36P10 (A31D10), KHM1527,
Ever Spring Fairy, KHM1460/B55, C9,
C2, V3, KHM421, Coklat-2, Leopard
Prince White, Nobies Amy, Sweet
Strowberry, Brother Lancer, Brother Sara
Gold, Ever Sring Prince dan Yopin
Sweeties Lighten. Hibrid primer dan
hibrid sekunder Phalaenopsis merupakan
hasil persilangan spesies Phalaenopsis :
Phal. amabilis, Phal. amboinensis, Phal.
violacea, Phal. sumatrana, Phal.
equestris, Phal. stuartiana, Phal.
celebensis, dan Doritis pulcherrima.
Tanaman induk persilangan
dipelihara di dalam rumah kaca di bawah
kondisi dinaungi. Tanaman dipelihara
dengan memberikan pemupukan slow
release yang mengandung P2O5, K2O dan
NH4. Selain itu tanaman juga diberi
pupuk daun Hyphonex (20:20:20) dan
Decastar untuk menjaga pertumbuhan
optimal. Serangan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT)
dikendalikan dengan insektida permetrin,
sipermetrin, asefamida, fenvalerat,
basminon, tiodan, diklorovinil dimetil
fosfat, fungsida chlorotalonyl, tembaga
oksiklorida, tembaga oksida,
carbendazim, organomerkuri, dan
natrium dikromat. Tanaman juga disiram
sesuai kebutuhan untuk menjaga
pertumbuhan yang optimum.
Karakterisasi Tetua Persilangan
Karakterisasi merupakan kegiatan
untuk mengidentifikasi sifat-sifat penting
yang bernilai ekonomis, atau yang
merupakan penciri dari varietas yang
bersangkutan. Sifat/karakter yang diamati
dapat berupa karakter morfologis (bentuk
daun, bentuk buah, bentuk dan warna
bunga dsb), dan karakter agronomis
(umur panen, tinggi tanaman, panjang
tangkai daun, jumlah anakan, dan
sebagainya). Karakterisasi pada tanaman
anggrek yang dilakukan merupakan
karakterisasi berdasarkan panduan
karakterisasi tanaman anggrek. Panduan
karakterisasi tanaman anggrek disusun
berdasarkan discriptor list UPOV dan
deskripsi morfologi anggrek sesuai
panduan umum dalam Orchid of Borneo
dan The Manual of Cultivated Orchid
Species. Pengamatan karakter agronomi
meliputi perhitungan jumlah bunga,
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
106
panjang tangkai bunga, panjang malai,
diameter bunga, jumlah tangkai bunga,
umur masak buah (apabila menghasilkan
buah), dan ketahanan mekar bunga.
Penyilangan
Penyerbukan dilakukan pada pagi
hari terhadap bunga yang telah mekar
sekitar 4 hari. Persilangan dilakukan
secara interspesifik dan intergenerik
secara resiprok dan searah (Rose, 1994
dan Hawkes, 1970). Setiap persilangan
diberi label sesuai dengan nama induk
betina dan jantannya. Jumlah bunga yang
disilangkan antara 1-3 bunga tergantung
pada jumlah bunga per tangkai. Bunga
yang disilangkan dipilih yang letaknya di
tengah tangkai. Silangan yang berhasil
membentuk buah dipelihara sampai
kematangan fisiologis dengan ciri
berubahnya warna polong menjadi
kekuningan dan keras. Di dalam
penelitian ini juga diakses kompot dan
planlet hasil persilangan interspesifik
Phalaenopsis yang dilakukan oleh
pemulia swasta.
Penyemaian Biji
Buah yang matang fisiologis dan
berhasil membentuk biji dipanen dan
disebar bijinya secara aseptik pada media
Vacin dan Went dalam erlenmeyer
ukuran 100 ml. Buah terlebih dahulu
digosok dengan alkohol 70% kemudian
disterilisasi dengan menggunakan clorox
10-20% selama 10 menit dan clorox 5%
selama 5 menit, kemudian dicuci dengan
aquades streril sebanyak 3 kali. Sterilisasi
dilakukan di laminar flow. Buah yang
sudah steril dibelah dengan pisau steril
dan bijinya disebar di atas media dengan
menggunakan pinset. Selanjutnya
erlenmeyer disimpan di rak dalam
ruangan dengan suhu 20-25 oC dan diberi
penerangan lampu TL 40W setiap tingkat
dalam rak.
Penjarangan Planlet
Biji F1 yang sudah membentuk
protokorm disubkultur secara aseptik
pada media Vacin dan Went ditambah
dengan pisang, charcoal dan zat pengatur
tumbuh (auksin dan sitokinin) di dalam
botol dengan ukuran panjang 21 cm,
diameter 6 cm. Jumlah planlet yang
ditanam sebanyak maksimal 30
planlet/botol. Penjarangan dan
pemindahan planlet dilakukan 1-2 kali
sampai tanaman siap dikompot,
tergantung kecepatan pertumbuhan
planlet di dalam botol. Botol-botol
tersebut kemudian diletakkan di atas rak
dalam ruangan bersuhu 20-25 oC dan
diberi penerangan lampu TL 40W pada
setiap tingkat dalam rak.
Pengompotan
Setelah planlet berakar, botol
dipindahkan ke dalam ruangan bersuhu
ruang selama 7 hari, kemudian bibit
dikeluarkan dari dalam botol dan media
agar yang menempel dibersihkan dengan
air keran. Bibit kemudian dikompot pada
media cacahan pakis yang sudah
disterilkan dengan uap panas. Kompotan
disiram setiap hari dan dipupuk dengan
pupuk berkandungan N tinggi 2 kali
seminggu.
Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati ialah
jumlah persilangan, jumlah buah yang
membengkak, jumlah persilangan yang
langsung gugur, jumlah buah yang
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
107
bertahan sampai 4 bulan, waktu
terbentuknya protokorm, dan
pertumbuhan protokorm menjadi planlet.
Data pengamatan dianalisis dengan
metode statistik (analisis frekuensi, nilai
rataan, ragam, dan uji t nilai tengah)
(Gomez and Gomez, 1995). Keserasian
persilangan antar materi genetik tetua
ditentukan berdasarkan kriteria
keberhasilan persilangan menghasilkan
buah dan biji F1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Anggrek tipe baru Phalaenopsis
diperoleh dari persilangan antara materi
genetik (spesies, hibrid primer, hibrid
sekunder dan hibrid tingkat lanjut).
Persilangan tersebut dimaksudkan untuk
menginduksi keragaman generik pada
hibrid modern. Dalam beberapa tahun
terakhir ada kecenderungan bahwa
keragaman karakter morfologi bunga dan
tanaman yang terdapat pada anggrek
hibrid Phalaenopsis mengalami
penurunan. Hal ini dapat dilihat dari
rendahnya variasi karakter fenotipik
hibrid Phalaenopsis yang baru diimpor.
Situasi tersebut akan mendorong
kejenuhan pasar, mengingat para
konsumen diberikan tanaman yang
memiliki karakter yang relatif sama
dengan karakter terdahulu. Oleh karena
itu persilangan interspesifik dan
intergenerik diharapkan dapat merombak
konstitusi genetik hibrid yang melalui
proses rekombinasi dan segregasi alel
dan gen. Hasil persilangan selanjutnya
diseleksi dengan parameter tertentu untuk
mendapatkan hibrid tipe baru yang
diinginkan. Hibrid terseleksi kemudian
diperbanyak secara klonal dan massal
melalui kultur jaringan untuk penyediaan
benih sebelum hibrid tersebut dilepas dan
dikomersialkan.
Koleksi Tetua Persilangan
Langkah pertama yang perlu
dilakukan untuk mendapatkan hibrid tipe
baru Phalaenopsis ialah mengoleksi dan
mengkarakterisasi tetua persilangan yang
terdiri atas spesies, hibrid primer, hibrid
sekunder dan hibrid tingkat lanjut.
Koleksi dilakukan dengan mendatangi
kebun-kebun koleksi milik Kebun Raya
Bogor, Cibodas dan Purwodadi, para
kolektor, pemulia swasta, perusahaan
swasta, pedagang/petani dan importir.
Hasil koleksi hibrid tingkat lanjut
diperoleh dari para importir dengan
kriteria memiliki karakter bunga
berwarna merah, putih, kuning dengan
corak stripe, spot, lidah beragam dalam
bentuk dan warna kesimetrian, petal dan
sepal, ukuran bunga dan ketegaran
tangkai bunga.
Hibrid tingkat lanjut yang
digunakan antara lain Phal. Cinderella x
Phal. Everspring Prince, Phal. Mary
Amos, Phal. John Ewing, Kuning Global,
Tsinying Champion, OX1325, C13, C11,
D2, C10, Chianxen P, C6, Minho
Princess, A36P10 (A31D10), KHM1527,
Ever Spring Fairy, KHM1460/B55, C9,
C2, V3, KHM421, Coklat-2, Leopard
Prince White, Nobies Amy, Sweet
Strowberry, Brother Lancer, Brother Sara
Gold, Ever Sring Prince dan Yopin
Sweeties Lighten. Sogo Cake, Taida
Salu, Mary Amos, Cinderella x Ever
Spring Prince, KHM164, KHM1527,
Minho Princess, R1047-1, Sogo Mini
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
108
Dog x venosa (R1067-1), Nobies Amy,
Phal. Yopin Sweeties Lighten, Ever
Spring Prince, Phal. Sweet Strowberry,
Ever Princes Fairy, Brother Lancer,
Cinderella, Tsinying Champion, dan Phal
Brother Sara Gold. Sedang individu
silangan primer dan sekunder yang
dikumpulkan ialah turunan Amabilis
Formosa, Gigantea, John Ewing,
Amboinensis, Venosa, Doritis
pulcherima, Phal violaceae. Masing-
masing individu hasil persilangan primer
dan sekunder memiliki karakter unik,
sehingga diharapkan dapat
mengintroduksikan karakter-karakter
tersebut pada hibrid komersial.
Sebanyak 20 individu hasil silangan
primer berhasil dikoleksi dari para
kolektor, kebun raya Bogor, Cibodas dan
Purwodadi, para pemulia senior, yaitu
amboinensis, R1047-2, Sogo Mini Dog x
Venosa, R962-1, R962-2, Dorithis
pulcherima yellow, Dorithis pulcherima
4N x 2N, Blas on, RI067, RI047-3, Phal.
Superbbde, Phal. Violaceae, Phal. Ming
Shing yellow, Phal Brother Sara Gold,
RI034 dan Phal Balina.
Dari semua tetua persilangan
(spesies, hibrid primer, sekunder dan
hibrid tingkat lanjut) yang dipergunakan
dalam penelitian ini, masing-masing
memperlihatkan karakter yang berbeda
satu dengan yang lainnya. Perbedaan
tersebut dikarenakan perbedaan
background genetik dan habitat asal.
Komposisi genom mengekspresikan
kumpulan karakteristik yang mencirikan
morfologi tanaman. Habitat asal
tanaman anggrek memberikan pengaruh
terhadap pertumbuhan anggrek melalui
pengaruh sinar matahari, cuaca atau
keadaan iklim, suhu udara, kelembaban
udara serta tersedianya unsur hara yang
dapat diserap oleh tanaman anggrek
untuk mendukung pertumbuhan tanaman
anggrek, yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap kualitas dan
kuantitas bunga yang dihasilkannya.
Selain itu perbedaan penampilan tanaman
juga dapat disebabkan oleh perbedaan
teknik budidaya yang diterapkan masing-
masing kolektor. Meskipun terdapat
keragaman karakter dari masing-masing
jenis anggrek yang digunakan, terdapat
pula kesamaan karakter. Kesamaan
karakter yang dimiliki oleh beberapa
anggrek spesies tersebut dapat
menunjukkan kedekatan dalam hubungan
kekerabatan yang dimiliki oleh anggrek-
anggrek tersebut.
Karakterisasi Tetua Persilangan
Hasil karakterisasi menunjukkan
bahwa calon tetua hibrid tingkat lanjut,
individu silangan primer dan sekunder
serta spesies memiliki karakter yang
bervariasi ditinjau dari parameter panjang
tangkai, panjang malai, panjang ruas,
jumlah bunga. Diameter bunga dan
jumlah tangkai bunga. Variasi
morfologis juga ditemukan pada karakter
karakter kualitatif bunga, seperti warna
bunga, tipe bunga, stripe, dan lekukan,
bentuk, tipe dan warna lidah. Semua
karakter tersebut sangat unik yang
berbeda satu tanaman dengan tanaman
lainnya. Kombinasi karakter dominan
dari tiap individu diharapkan dapat
diperoleh setelah tanaman disilangkan.
Hasil karakterisasi tersebut dapat
digunakan sebagai acuan dalam
menentukan skema/diagram persilangan
(Tabel 1).
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
109
Tabel 1. Karakter tetua yang digunakan dalam pembentukan hibrid tipe baru/Characteristics
of parents used to produce new type hybrids
No. Nama tetua yang di
koleksi/Collected parents
Panjang
tangkai/
Stalk
length
Panjang
malai/
Spike
length
Jumlah
bunga/
Flower
numbers
Diameter
bunga/
Flower
diameter
Jumlah
tangkai
bunga/
Flower
Stalk
Number
1. Doritis pulcherrima Blue 15,5 4,8 6 1
2. R962 (1) 14,2 2,9 3 4,2 2
3. R962 (2) 28,15 10,7 13 4,55 5
4. Phal. Sogo Mini Dog x venosa
(R1067-1)
53 21 9 5,6 1
5. Phal. Sogo Mini Dog x venosa
(R1067-(2)
26,9 9,8 7 4,4 1
6. R1047 (1) 16,95 4,5 3,5 4,4 3
7. R1047 (2) 5,8 1,5 2 4,5 2
8. R903 28,8 12,8 6 5,5 1
9. Phal. Amboinensis yellow x Phal.
Violacea Sumatra
10,3 2,37 2 5 3
10. Phal. Gigantea x Phal. Floresensis 57,5 28,1 12 5,4 2
11. Phal. Sogo Cake 48,7 18,7 12 5,8 1
12. Phal. Taida Salu 57,4 35,5 16 7,5 1
13. Phal. Cinderella x Phal. Everspring
Prince
43,5 11,8 6 8,7 1
14. Phal. Mary Amos 50,7 12 5 7,9 1
15. Phal. John Ewing 22,7 8,2 7 5,25 11
16. Kuning Global 14,3 7,4 8 5,5 2
17. Tsinying Champion 33,3 12,2 8 4,7 2
18. OX1325 39,2 13,0 5 9,7 2
19. C13 31,0 13,3 6 9,8 2
20. C11 36,0 22,8 12 9,3 1
21. D2 32,4 18,9 10 9,0 1
22. C10 33,5 27,8 14 9,3 1
23. Chianxen P 37,0 22,6 13 9,8 1
24. C6 38,0 21,0 13 9,1 1
25. Minho Princess 33,8 24,0 14 9,9 1
26. A36P10 (A31D10) 38,3 58,0 16 13,5 1
27. KHM1527 34,8 14,3 16 7,1 2
28. Ever Spring Fairy 59,0 37,3 9 10,6 2
29. KHM1460/B55 45,3 28,0 10 9,2 2
30. C9 35,5 18,3 8 8,0 2
31. C2 13,0 42,5 16 8,9 1
32. V3 47,3 51,0 16 12,1 1
33. KHM421 46,0 31,7 10 12,1 1
34. Coklat-2 38,0 22,5 10 5,9 1
35. Leopard Prince White 47,8 15,8 6 10,9 2
36. Nobies Amy 15,0 35,3 26 6,0 1
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
110
No. Nama tetua yang di
koleksi/Collected parents
Panjang
tangkai/
Stalk
length
Panjang
malai/
Spike
length
Jumlah
bunga/
Flower
numbers
Diameter
bunga/
Flower
diameter
Jumlah
tangkai
bunga/
Flower
Stalk
Number
37. Sweet Strowberry 22,2 14,6 18 5,0 2
38. Brother Lancer 28,5 17,2 9 6,5 1
39. Brother Sara Gold 29,0 19,0 10 6,9 1
40. Ever Sring Prince 42,5 33,3 14 9,0 1
41. Yopin Sweeties Lighten 40,4 24,3 10 10,5 2
Keserasian persilangan
Sebanyak 145 persilangan telah
dilakukan dengan melibatkan spesies,
hibrid primer, hibrid sekunder dan hibrid
tingkat lanjut. Dari hasil pengamatan di
lapangan diperoleh sebanyak 102
persilangan menghasilkan buah
membengkak, 27 persilangan mengalami
kerontokan buah dan 16 persilangan
menghasilkan buah yang mampu
bertahan sampai 4 bulan (Tabel 2).
Gugurnya buah kemungkinan disebabkan
oleh beberapa faktor, di antaranya
adanya jarak genetik yang terlalu
panjang, sehingga menyebabkan
munculnya barier pembuahan dan
pembentukan zigot : (1) terjadi polinasi
tetapi zigot tidak terbentuk, sehingga
buah tidak berkembang (2) terjadi
fertilisasi tetapi buah berkembang
lambat.
Tabel 2. Jumlah Persilangan dan keserasian persilangan/Cross number and cross compatibility
Kriteria/Criteria Jumlah
persilangan/Number
of crosses
Persentase thd jumlah
persilangan/Percentage
to cross number
Keserasian
persilangan/Cross
compatibility
Persilangan 145 - -
Buah yang
membengkak
102 70.34 -
Persilangan yang
langsung gugur
43 29.66 Persilangan tidak
serasi
Buah yang
bertahan sampai
4 bulan
16 11.03 Serasi
Tingkat kematangan buah
bervariasi disebabkan oleh waktu
persilangan yang beragam, tergantung
pada tingkat anthesis bunga. Dari
persilangan yang dilakukan pada tahap 1
terdapat 10 buah yang telah disemaikan,
4 buah membentuk 1 botol protocorm,
sedang 3 buah lainnya menghasilkan 3
botol planlet.
Persilangan yang menghasilkan
buah yang dapat berkembang hingga 4
bulan dan bijinya dapat disemaikan ialah
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
111
(1) Phal. Goh Cok Tong x Phal.
P.Kaiulani, (2) Phal. Violacea Sumatra x
Phal. Amboinensis Yellow, (3) Phal.
Brother Sara Gold x Phal. Amboinensis,
(3) Dtps. Chian “Taida” x Phal. Be Tris
“TH”, (4) Phal. Tabasco Tax x David
Lim x Phal. Sogo Champion, (5) Phal.
Sogo Champion x Phal. Tabasco Tax, (6)
Phal. Tabasco Tax x David Lim, (7)
Phal. (Zimy X Amboinensis) x Gigantea,
(8) Phal. Ching Ruey’s Tiger “Yellow
Red Spot x Gigantea, (9) Phal.Barbara
Moler x Taida Gold, (10) Phal.
Limtvirsen x amboinensis, (11) Phal.
Venosa x violacea Mentawai x Phal.
Ching Ruey’s Tiger x Haur Jin Diamont,
(12) Phal. Amabilis x gigantean x Dtps.
Leopard Prince x Ching ANN Doris, (13)
Phal. Gigantean x Golden Budha x Phal.
Gigantean x Golden Budha, (14) Phal.
Amboinensis x gigantean x Phal.
Ludemania ”Word Lauw”, (15) Phal. I
Shin Salmon x Phal. Belina, dan (16)
Phal. Salu Spot x Golden Poeker x Phal.
Ludemania ”Word Lauw”. Keberhasilan
persilangan ini disebabkan keserasian
konstitusi genetik, sehingga pembelahan
meiosis pasca fertilisasi dapat terjadi
secara normal.
Tabel 3. Persilangan antar hibrid primer dan sekunder sebagai tetua betina dan jantan yang
serasi/compatible crosses between primary and secondary hybrids
No. Tetua Betina/Female Parents Tetua Jantan/Male Parent Keterangan/Remark
1. Phal. Goh Cok Tong Phal. P.Kaiulani Kompot
2. Phal. Violacea Sumatra Phal. Amboinensis Yellow Kompot
3. Phal. Brother Sara Gold Phal. Amboinensis Kompot
4. Dtps. Chian “Taida” Phal. Be Tris “TH” Kompot dan Planlet
4. Phal. Tabasco Tax x David
Lim
Phal. Sogo Champion Planlet
5. Phal. Sogo Champion Phal. Tabasco Tax x David
Lim
Planlet
6. Phal. (Zimy X Amboinensis) x
Gigantea
Phal. Ching Ruey’s Tiger
“Yellow Red Spot”
Planlet
7. Phal.Barbara Moler x Taida
Gold
Phal. Limtvirsen x
amboinensis
Planlet
8. Phal. Venosa x violacea
Mentawai
Phal. Ching Ruey’s Tiger x
Haur Jin Diamont
Planlet
9. Phal. Amabilis x gigantea Dtps. Leopard Prince x Ching
ANN Doris
Planlet
10. Phal. Gigantean x Golden
Budha
Phal. Gigantean x Golden
Budha
Planlet
11. Phal. Amboinensis x gigantea Phal. Ludemania ”Word
Lauw”
Planlet
12. Phal. I Shin Salmon Phal. Belina Planlet
13. Phal. Salu Spot x Golden
Poeker
Phal. Ludemania ”Word
Lauw”
Planlet
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
112
Selain melakukan persilangan
interspesifik dan intergenerik
Phalaenopsis secara langsung, di dalam
penelitian ini juga dilakukan
pemeliharaan planlet dan pengkompotan
13 populasi hibrid primer dan sekunder
hasil persilangan pemulia swasta. Hasil
persilangan tersebut diakses dalam stadia
kompot dan planlet, masing-masing 4
silangan dalam stadia kompot (Phal. Goh
Cok Tong x Phal. P.Kaiulani, Phal.
Violacea Sumatra x Phal. Amboinensis
Yellow, Phal. Brother Sara Gold x Phal.
Amboinensis,dan Dtps. Chian “Taida” x
Phal. Be Tris “TH”) dan 9 silangan
lainnya dalam stadia planlet. Tetua
persilangan hibrid primer dan sekunder
merupakan spesies yang mewariskan
sifat unggul dan dikenal sebagai tetua
yang melahirkan varietas-varietas
Phalaenopsis yang terkenal di dunia.
Spesies-spesies tersebut di antaranya
Phal. Goh Cok Tong, Phal. P.Kaiulani,
Phal. Violacea Sumatra, Phal.
Amboinensis Yellow, Phal. Venosa x
violacea Mentawai, Phal. (Zimy X
Amboinensis) x Gigantea, Phal.
Limtvirsen x amboinensis, Phal. Belina,
Phal. Limtvirsen x amboinensis, Phal.
Amabilis x gigantean, Phal. Amboinensis
x gigantean, dan Phal. Tabasco Tax x
David Lim (Tabel 3).
Hibrid primer hasil persilangan P.
amboinensis yang disilangkan dengan P.
violaceae dapat memberikan peluang
keberhasilan yang tinggi dibandingkan
persilangan jenis anggrek ini dengan
jenis anggrek di luar klusternya.
Berdasarkan informasi hasil-hasil
persilangan dari Sander's List of Orchid
Hybrid (Royal Horticulture Society cit.
Dwiatmini et al., 2003) diperoleh hasil
bahwa seluruh spesies Phalaenopsis
dapat disilangkan dan menghasilkan
keturunan yang fertil. Kesulitan dalam
melakukan persilangan, kebanyakan
disebabkan oleh pengaruh lingkungan.
Hibridisasi interspesifik pada
Phalaenopsis menghadapi hambatan
utama yaitu tanaman F1 yang dihasilkan
bersifat steril sehingga tidak akan
diperoleh tanaman F2 dan keturunan
berikutnya. Sterilitas pada F1 hasil
hibridisasi interspesifik dapat disebabkan
(1) perbedaan genom antara spesies yang
disilangkan sehingga pada waktu sel
mengalami proses meiosis, genom-
genom yang berbeda tersebut tidak dapat
berpasangan, (2) perbedaan jumlah
kromosom antara spesies yang
disilangkan, yaitu diploid (2n)
disilangkan dengan tetraploid (4n)
sehingga menghasilkan individu triploid
(3n) yang umumnya steril, karena pada
tanaman triploid, proses pembentukan
gamet biasanya akan mengalami
gangguan (Suryo 1995). Salah satu upaya
mengatasi ketidakmampuan kromosom
untuk berpasangan adalah dengan
menggandakan kromosom. Pada kondisi
triploid penggandaan kromosom akan
menghasilkan tanaman hexaploid yang
fertil. Cara untuk menggandakan
kromosom dapat dilakukan dengan
menggunakan senyawa kimia yaitu
colchicine (Suryo 1995).
Hambatan dalam hibridisasi
interspesifik disebabkan oleh (a)
kegagalan polen untuk berkecambah pada
stigma asing akibat ketakserasian yang
disebabkan faktor genetik atau hambatan
fisiologi oleh substan yang dikeluarkan
oleh stigma, (b) kegagalan polen untuk
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
113
tumbuh cukup cepat ke tangkai putik
untuk menghasilkan pembuahan,
sebelum pembentuk lapisan absisik di
tangkai bunga (kadang2 dapat diatasi dg
menyemprot dg hormon tertentu untk
mencegah pembentukan lapisan absisik),
(c) kegagalan fertilisasi akibat hancurnya
jaringan endosperm dan aborsi embrio
muda, hal ini dapat diatasi dengan kultur
embrio, (d) kegagalan sistem reproduksi
tanaman hibrid akibat ketidakteraturan
meiosis – kesulitan menentukan
pasangan kromosom, dapat diatasi
dengan pemberian kolkisin, Kegagalan
progeni F1 utk tumbuh normal akibat
efek mematikan dari ketidakseimbangan
kromosom
Penyemaian Biji F1
Dari persilangan yang dilakukan
sejak bulan Februari 2010 diperoleh 6
buah yang telah disemaikan.
Penyemaian menghasilkan plbs sebanyak
4 botol dan planlet sebanyak 2 botol.
Pada saat ini plbs tumbuh baik dengan
karakteristik berwarna hijau dan
menggerombol. Dalam beberapa minggu
ke depan plbs tersebut telah siap
diregenerasikan menjadi planlet.
Sementara itu planlet yang terdapat
dalam 2 botol tumbuh optimal dengan
kondisi dua daun primer telah terbentuk
sepanjang kurang lebih 1 cm. Seperti
halnya plbs, pada beberapa minggu ke
depan planlet akan dikompotkan pada
media yang mengandung moss.
Sampai dengan akhir bulan
Desember 2010 telah diperoleh
protocorm dari hasil persilangan pada
bulan Maret, Juni, dan Agustus 2010.
Protocorm dari semian biji hasil
persilangan bulan Maret 2010 diperoleh
dari persilangan antara Phal. (viridis x
luddemanianna), sedang dari hasil
persilangan bulan Mei 2010 diperoleh
dari silangan antara R 1047 (3) x Phal.
White Angel. Persilangan antara Phal.
Coklat x Phal. Amboinensis Yellow x
Violaceae Sumatera, Phal coklat (1) x
Phal. Gigantea x Florescens, phal. Mary
Amos x Phal. John Ewing, Phal. Sogo
lake, Phal. Taida Salu x Phal. John
Ewing, R 1047 (2) x Phal. Gigantea x
Florescens, Phal. Sogo Cake, dan Phal.
Taida Salu yang dilakukan pada bulan
Juni 2010. Persilangan pada bulan
Agustus 2010 yang telah menghasilkan
protocorm yaitu silangan antara KHM
1527 x Phal. Chian Yen Pearl.
Protocorm tersebut saat ini telah
beregenerasi menghasilkan planlet.
Tabel 4. Persilangan yang menghasilkan protocorm/crosses among the parents that produced
protocorm like bodies
No. Waktu Persilangan/Cross period Jenis Persilangan/Crosses scheme
1 Maret 2010 R 1047 (3) x Phal. White Angel
2. Juni 2010
Phal. Coklat x Phal. Amboinensis Yellow x Violaceae
Sumatera, Phal coklat (1) x Phal. Gigantea x Florescens, phal.
Mary Amos x Phal. John Ewing, Phal. Sogo lake, Phal. Taida
Salu x Phal. John Ewing, R 1047 (2) x Phal. Gigantea x
Florescens, Phal. Sogo Cake, dan Phal. Taida Salu
3. Agustus 2010 KHM 1527 x Phal. Chian Yen Pearl. Protocorm
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
114
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a) Penelitian ini telah berhasil
mengoleksi spesies, hibrid primer,
hibrid sekunder dan hibrid tingkat
lanjut sebanyak 41 aksesi. Koleksi
aksesi tersebut dilakukan secara
sistematis dengan menggunakan
kriteria seleksi yang disusun
berdasarkan informasi pewarisan
karakter unggul. Hibrid tingkat lanjut
yang berhasil dikoleksi di antaranya
Sogo Cake, Taida Salu, Mary Amos,
Cinderella x Ever Spring Prince,
KHM164, Kuning Global,
KHM1527, Minho Princess, R1047-
1, Sogo Mini Dog x venosa (R1067-
1), Nobies Amy, Phal. Yopin
Sweeties Lighten, Ever Spring
Prince, Phal. Sweet Strowberry, Ever
Princes Fairy, Brother Lancer,
Cinderella, Tsinying Champion, dan
Phal Brother Sara Gold. Sedang
individu hibrid primer dan sekunder
yang dikumpulkan adalah turunan
Amabilis Formosa, Gigantea, John
Ewing, Amboinensis, Venosa,
Doritis pulcherima, Phal violaceae.
Masing-masing individu silangan
primer dan sekunder memiliki
karakter unik, sehingga diharapkan
dapat mengintroduksikan karakter-
karakter tersebut pada hibrid
komersial.
b) Sebanyak 13 populasi hibrid primer
dan sekunder telah dikoleksi dalam
bentuk kompot dan planlet. Populasi
hibrid primer dan sekunder tersebut
merupakan persilangan tunggal dan
ganda Phal. Violacea Sumatra, Phal.
Amboinensis Yellow, Phal. Venosa x
violacea Mentawai, Phal. Ludemania
”Word Lauw, Phal. Belina, Phal.
Limtvirsen x amboinensis, Phal.
Sogo Champion, Phal. Brother Sara
Gold Phal. Goh Cok Tong, Phal.
P.Kaiulani. Dari ke 13 populasi
hibrid yang dikoleksi, sebanyak 4
populasi hibrid dalam stadia kompot
yaitu hasil silangan Phal. Goh Cok
Tong x Phal. P.Kaiulani, Phal.
Violacea Sumatra x Phal.
Amboinensis Yellow, Phal. Brother
Sara Gold x Phal. Amboinensis,dan
Dtps. Chian “Taida” x Phal. Be Tris
“TH” serta 9 silangan lainnya dalam
stadia planlet.
c) Sebanyak 145 persilangan telah
dilakukan dengan melibatkan tetua
hibrid primer, sekunder dan
kompleks modern. Dari jumlah
persilangan yang dilakukan (145
persilangan) diperoleh sebanyak 102
buah membengkak, 27 buah gugur
dan 16 buah mampu bertahan sampai
4 bulan. Dari persilangan tahap
pertama diperoleh 10 buah, sebanyak
1 buah telah disemaikan membentuk
kompot, 3 buah telah disemaikan
membentuk planlet dan sebanyak 6
buah sedang mengalami kematangan
dan akan disemaikan secepatnya.
Berdasarkan hasil penelitian
disarankan bahwa perlu dilakukan
analisis genetik untuk persilangan yang
tidak menghasilkan buah.
Ketidakmampuan tanaman menghasilkan
buah kemungkinan disebabkan oleh
adanya barier genetik antara polen dan
stigma yang disebut barier genetik
sporofitik dan barier genetik fertilisasi
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
115
(pembuahan sel telur oleh spermatozoid)
yang disebut gametofitik. Selain itu perlu
dianalisis pula kondisi sitogenetik tetua
yang digunakan dalam persilangan.
DAFTAR PUSTAKA
Bechtel, H., P. Cribb and E. Launert. 1981.
The Manual of Cultivated Orchid
Species.. Blandford Press. Poole
Dorset U.K.
Biro Pusat Statistik. 2007 a. Data Ekspor/
Impor Komoditi Indonesia. Jakarta.
Biro Pusat Statistik. 2007 b. Data Produksi
dan Luas Panen Tanaman Hias.
Jakarta.
Cameron, K. M. and Chase, M. W. 1999.
Phylogenetic relationship of
pogoniinae (Vanilloideae,
Orchidaceae): an herbaceous example
of the eastern north America-
Anonymous. 1998. Eastern Asia
phytogeographic. J. Plant Res. 112:
p317-329
Bechtel, H., P. Cribb and E. Launert. 1981.
The Manual of Cultivated Orchid
Species.. Blandford Press. Poole
Dorset U.K.
Charanasri, U. 1984. Breeding of Aranda
Types of Orchids. Proc. Of the Fifth
Asean Orchid Congress Seminar.
Singapore 1-3 August.
Chang CC, Lin HC, Lin IP, Chow TY, Chen
HH, Chen WH, Cheng CH, Lin CY,
Liu SM, Chang CC, Chaw SM. 2006
The chloroplast genome of
Phalaenopsis aphrodite (Orchidaceae):
comparative analysis of evolutionary
rate with that of grasses and its
phylogenetic implications. Mol.
Biol.Evol. Feb;23(2):279-91. Epub
2005 Oct 5.
Chih-Chung LIN1, Yao-Huang CHEN2,3,
Wen-Huei CHEN2,4, Chi-Chang
CHEN1, and Yen-Yu KAO1,5. 2005.
Genome organization and relationships
of Phalaenopsis orchids inferred from
genomic in situ hybridization. Bot.
Bull. Acad. Sin. (2005) 46: 339-345
Djaafarer, R. 2002. Phalaenopsis Spesies:
Jenis dan Potensi untuk Silangan.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Dwiatmini, K., N.A. Mattjik, H.
Aswidinnoor dan N.L. Toruan-Matius.
2003. Analisis Pengelompokan dan
Hubungan Kekerabatan Spesies
Anggrek Phalaenopsis Berdasarkan
Kunci Determinasi dan Marka
Molekuler RAPD. Jurnal
Hortikultura. XIII (1): 16-27.
Fukumura, R. 1993. Incredible Journey.
American Orchid Society Bull.,
October:1003-1008.
Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1995.
Statistical Procedures for Agricultural
Research. UPLB. Philippines.
Hadiati, S. 2003. Pendugaan Jarak Genetik
dan Hubungan Kekerabatan Nanas
Berdasarkan Analisis Isozim. Jurnal
Hortikultura. XIII (2): 87-94.
Hawkes, A.D. 1970. Encyclopedia of
Cultivated Orchids. Faber and Faber
Limited, London. hal. 485.
Kartikaningrum, S., N. Hermiati, A. Baihaki,
M. Haeruman dan N. Toruan-Mathius.
2002. Kekerabatan Antar Genus
Anggrek Sub Tribe Sarcanthinae
Berdasarkan Data Fenotip dan Pola
Pita DNA. Zuriat. XIII (1): 1-10.
Pinaki Sinha, Miskat Ara Akhter Jahan, John
Liton Munshi, Rahima Khatun. 2010.
High Frequency Regeneration of
Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. cv.
Lovely through In vitro Culture. Plant
Tissue Cult. & Biotech. 20(2): 185-
193, 2010 (December)
Sastrapradja, S., Irawati dan R.E. Nasution.
1977. Evaluasi dan Pemanfaatan
Anggrek-Anggrek Alam Indonesia.
Buletin Kebun Raya. III (1): 17-20.
Sarwono, B. 2002. Mengenal dan Membuat
Anggrek Hibrid. AgroMedia Pustaka.
Jakarta.
Sastrapradja, S., Irawati dan R.E. Nasution.
1977. Evaluasi dan Pemanfaatan
Anggrek-Anggrek Alam Indonesia.
Buletin Kebun Raya. III (1): 17-20.
Soedjono, S. 1997. Pemuliaan Tanaman
Anggrek. Buku Komoditas No. 3.
Balai Penelitian Tanaman Hias. Puslit
Hortikultura. Badan Litbang Pertanian.
Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
116
Suryo, H. (1995) Sitogenetika. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
446 hal.
Tanaka, R. and Kamaemoto, H. 1961.
Meiotic Chromosome Behavior in
Some Intergeneric
Tsai, C.C., Chiang, Y.C., Huang, S.C., Liu,
W.L. And Chou, C.H. 2009.
Intergeneric Hybridization, Embryo
Rescue And Molecular Detection For
Intergeneric Hybrids Between
Ascocenda And Phalaenopsis. Acta
Hort. (Ishs) 829:413-416
Widiastoety, D. 1990. Meningkatkan
Pertumbuhan Vegetatif Anggrek
dengan Ergostim. Buletin Penelitian
Hortikultura. XIX (1): 101-106.